Estetika Ekologi Pada Yoga Surya Tradisi Watukaru Di Pasraman Seruling Dewata Desa Pakraman Bantas, Kecamatan Selemadeg Timur, Kabupaten Tabanan

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 11

JURNALYOGA DAN KESEHATAN Vol. 3 No.

2 September 2020
JURUSAN YOGA KESEHATAN ISSN : 2621-0185 (Cetak)
FAKULTAS BRAHMA WIDYA ISSN : 2722-9440 (Online)
IHDN DENPASAR http://ejournal.ihdn.ac.id/index.php/jyk

Estetika Ekologi Pada Yoga Surya Tradisi Watukaru


Di Pasraman Seruling Dewata Desa Pakraman Bantas,
Kecamatan Selemadeg Timur, Kabupaten Tabanan

I Wayan Nerta
Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar
email : wayannerta10@gmail.com

Diterima tanggal 13 Agustus 2020, diseleksi tanggal 16 Agustus 2020, dan disetujui tanggal 28 Agustus 2020

ABSTRACT

Yoga is the reunification of all thoughts, intellect, feelings, emotions, instincts, and other
traits. Āsana is steady, calm and comfortable posture. The yoga āsana movements contained in it
are quite beneficial for the body and mind. The inspiration from the yoga āsana movement is
also inseparable from the forms of living beings and nature. Every object in the universe and
organic object forms has its own amazing structure. Thus, through an aesthetic approach, it is
known the value of beauty, various forms, and the influence of internalization and modification
of natural movements and living beings in āsana yoga. Maintaining the body to keep it clean,
healthy and strong is a daily duty and responsibility. Solar yoga is a yoga attitude as a way to
increase spiritual awareness and enlightenment by respecting and worshiping the sun. Pasraman
Seruling Dewata is one of the non-formal institutions to study Hinduism in relation to the
existence of Balinese cultural traditions. Many classical Yoga teachings are taught there, the
Watukaru tradition of solar yoga is one of them. The solar yoga movement has benefits and
meaning as well as ecological aesthetic value. Based on this, it is necessary to know the form of
the Watukaru tradition solar yoga, the internalization of ecological aesthetics in the Watukaru
tradition solar yoga and the implications of the Watukaru tradition of solar yoga for students at
Pasraman Seruling Dewata, Pakraman Bantas Village, East Selemadeg District, Tabanan
Regency.

Key words: ecological aesthetics; solar yoga; the watukaru tradition

ABSTRAK

Yoga adalah penyatuan kembali semua pikiran, intelektual, rasa, emosi, insting, dan sifat-
sifat lainnya. Āsana adalah sikap tubuh yang mantap, tenang dan nyaman. Gerakan yoga āsana
yang terdapat di dalamnya cukup banyak memberikan manfaat bagi tubuh dan pikiran. Inspirasi
dari gerakan yoga āsana ini juga tak lepas dari bentuk-bentuk makhluk hidup dan alam. Setiap
objek di alam semesta dan bentuk objek organik memiliki struktur tersendiri yang begitu
mengagumkan. Sehingga, melalui pendekatan estetik diketahui nilai keindahan, berbagai bentuk,
dan pengaruh internalisasi dan modifikasi gerak alam dan makhluk hidup dalam yoga āsana.
Memelihara tubuh agar senantiasa bersih, sehat dan kuat adalah menjadi kewajiban dan tanggung
jawab sehari-hari. Yoga surya merupakan salah satu sikap yoga sebagai jalan untuk
meningkatkan kesadaran serta pencerahan spiritual dengan cara menghormati dan memuja

203 | YOGA DAN KESEHATAN Vol. 3 No. 2, September 2020


matahari. Pasraman Seruling Dewata merupakan salah satu lembaga non formal untuk
mempelajari agama Hindu dalam kaitannya dengan keberadaan tradisi Budaya Bali. Ajaran–
ajaran Yoga yang klasik banyak diajarkan disana, yoga surya tradisi Watukaru salah satunya.
Gerakan yoga surya memiliki manfaat dan makna serta nilai estetika ekologi. Berdasarkan hal
tersebut perlu mengetahi bentuk yoga surya tradisi Watukaru , Internalisasi estetika ekologi
dalam yoga surya tradisi Watukaru dan implikasi yoga Surya tradisi Watukaru terhadap siswa di
Pasraman Seruling Dewata Desa Pakraman Bantas, Kecamatan Selemadeg Timur, Kabupaten
Tabanan.

Kata kunci: estetika ekologi; yoga surya; tradisi Watukaru.

I. PENDAHULUAN
Alam semesta ini adalah hasil ciptaan Tuhan yang mengagumkan. Tuhan mengatur
segala sesuatunya dengan sempurna sehingga manusia tidak mampu mengungkap rahasia yang
terjadi di seluruh jagat raya. Yoga merupakan cara untuk mencapai keselarasan antara badan
fisik, pikiran dan jiwa atau roh karena gerakan yoga dapat mempengaruhi fisik dan mental untuk
menjadi sehat, sehingga jiwa terkonsentrasi. Maka peranan yoga di sini sangat jelas membawa
pikiran menjadi tentram dan merenungkan kebebasan jiwa yang abadi (Somvir, 2007: 17).
Manusia sebagai mahluk individu merupakan kesatuan antara jiwa dengan badan, kesatuan
antara psikis dengan fisik, sehingga terdapat suatu ungkapan, bahwa di dalam jiwa yang sehat
terdapat badan yang sehat dan di dalam badan yang sehat terdapat jiwa yang sehat. Manusia
tidak dapat berkembang menjadi manusia seutuhnya tanpa lingkungan alam. Ia tentu tidak dapat
hidup tanpa alam semesta, tanpa air, tanpa udara, tanpa hutan, tanpa tanah, tanpa hutan, tanpa
laut dan seluruh biota, flora dan fauna di alam ini (Sony Keraf dalam Putra, 2020 : 108).
Maharsi Patanjali dalam kitabnya Yogasutra (I: 2) mendefinisikan yoga: yogas citta vritti
nirodhah. Artinya, yoga adalah mengendalikan gerak-gerik pikiran, atau cara untuk
mengendalikan tingkah polah pikiran yang liar, dan lekat terpesona oleh aneka ragam objek yang
dikhayalkan memberi nikmat. Memelihara tubuh agar senantiasa bersih, sehat dan kuat adalah
menjadi kewajiban dan tanggung jawab sehari-hari. Gerakan yoga surya merupakan jalan yoga
untuk meningkatkan kesadaran serta pencerahan spiritual dengan cara menghormati dan memuja
matahari. Yoga surya telah ada sejak zaman Veda dan matahari dijadikan simbol yang kuat
untuk membangkitkan aspek keberadaan matahari di dalam diri kita. Yoga surya berupa gerakan
yang dinamis dan berenergi yang digerakkan secara berurutan dengan irama yang stabil dan pose
ini mencerminkan irama alam semesta.
Yoga surya dianggap sebagai latihan rohani yang lengkap karena meliputi asana,
pranayama, mantra, dan teknik meditasi. Surya artinya penghormatan pada Dewa Matahari,
dapat dilihat sebagai bentuk pemujaan terhadap Dewa Matahari, dan semuanya itu tampil pada
204 | YOGA DAN KESEHATAN Vol. 3 No. 2, September 2020
tingkat mikro maupun makrokosmis, yang merupakan teknik penting dalam melaksanakan yoga.
Kelentukan tubuh merupakan cara yang sangat penting untuk memperoleh hidup sehat, kuat dan
aktif yang merupakan persiapan untuk membangkitkan spiritual dan kesadaran.
Asal-usul terbentuknya dan kinerja gerakan yoga dianggap sebagai sebuah ritme dan
menjadi responsi terhadap keseimbangan alam. Inspirasi yang datang dari gerakan yoga surya ini
juga tak lepas dari bentuk-bentuk alam. Setiap objek di alam semesta dan bentuk objek organik
memiliki struktur tersendiri yang begitu mengagumkan. Sesuai dengan teori art by
metamorphosis: perubahan bentuk (fungsi), keseluruhan gerakan dari yoga surya merupakan
representasi dari pencerapan rasa lango (keindahan) yang begitu mendalam dikarenakan adanya
interaksi harmoni para yogi dengan mahluk hidup dan lingkungan. Sinergi dari dua konsep
keindahan dan interaksi harmoni ini inherent sebagai estetika ekologi. Estetika mengandung
pengertian yang umum digunakan adalah, hasil pencerapan, komunikasi, dan kontak rasa (indah
dan seni) yang dapat merangsang serta membangkitkan pengalaman atau kenikmatan yang
bersifat kontemplatif dan transendental (Dibia, 2012). Tubuh manusia yang menjadi inspirasi
besar dalam berbagai karya tentunya tidak hanya menjadi objek saja, tetapi juga perlu menjadi
subjek bagi dirinya sendiri yang memiliki rasa estetika.
Aktivitas yoga khususnya yoga Surya tradisi Watukaru Pasraman Seruling Dewata ini
sebagai salah satu sarana bagi tubuh dalam mengeksplorasi dirinya. Di dalam gerakan yoga
Surya, terdapat komposisi bentuk tubuh manusia yang merupakan upaya dari meniru suatu objek
alam yang di dalamnya terdapat makhluk hidup mempertahankan kehidupannya dengan
mengadakan hubungan antar makhluk hidup dan dengan benda tak hidup di dalam tempat
hidupnya atau lingkungannya. Termasuk mempelajari perpindahan energi dan materi dari
makhluk hidup yang satu ke makhluk hidup yang lain ke dalam lingkungannya dan faktor-faktor
yang menyebabkannya. Perubahan populasi atau spesies pada waktu yang berbeda dalam faktor-
faktor yang menyebabkannya, terjadi hubungan antarspesies (interaksi antarspesies) makhluk
hidup, dan hubungan antara makhluk hidup dengan lingkungannya yang memiliki keindahan
sebuah keharmonisan (Wawancara 20 September 2018 : Guru Sesepuh IX Seruling Dewata Ki
Kt. Nantra). Hal ini juga disampaikan oleh Putra (2020:107) Kaca mata relasi ke alam, melihat
manusia sebagai mahluk lingkungan (homo ecologus). Maksudnya manusia adalah bagian yang
tak terpisahkan dari suatu ekosistem, sehingga secara naluriah manusia memiliki kecenderungan
untuk selalu memahami akan lingkungannya.
Pasraman Seruling Dewata merupakan salah satu lembaga untuk mempelajari agama
Hindu dalam kaitannya dengan memperkaya, melestarikan, dan mengembangkan keberadaan
tradisi Budaya Bali secara turun temurun. Lembaga ini merupakan satu–satunya Pasraman yang
205 | YOGA DAN KESEHATAN Vol. 3 No. 2, September 2020
masih mewarisi tradisi Veda. Ajaran–ajaran Yoga yang klasik banyak diajarkan, salah satunya
adalah yoga surya. Ada sedikit perbedaan dalam gerakan yoga Surya yang ada di Pasraman
Seruling Dewata. Tentunya setiap gerakan tersebut memiliki manfaat dan makna serta nilai
keindahan tersendiri.

II. PEMBAHASAN
2.1 Bentuk Yoga Surya Tradisi Watukaru Di Pasraman Seruling Dewata
Kata Yoga secara etimologi berasal dari bahasa Sansekerta dari akar kata “yuj” yang
artinya hubungan, menghubungkan (Saraswati, 2005: 5). Dalam pengertian ini yoga merupakan
suatu cara untuk mencapai suatu kesempurnaan yaitu Dharma dan Moksa dengan memusatkan
pikiran kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa), sehingga secara perlahan-
lahan akan dapat membebaskan diri dari ikatan-ikatan keduniawian. Jalan yoga bukanlah suatu
latihan keahlian, melainkan suatu pengakuan dan pengabdian dengan dorongan batin untuk
mengembangkan diri.
Surya juga berarti penghormatan pada Dewa Matahari, dapat dilihat sebagai bentuk
pemujaan terhadap Dewa Matahari, dan semuanya itu tampil pada tingkat mikro maupun
makrokosmis. Surya merupakan teknik penting dalam melaksanakan yoga (Satyananda, 2002:
03). Kelentukan tubuh dari beryoga sangat bermanfaat untuk memperoleh hidup sehat,
merupakan persiapan untuk membangkitkan spiritual dan kesadaran. Yoga Surya lebih dari
sekedar rangkaian latihan fisik, yang di dalamnya terdapat peregangan, pemijatan, memperkuat
dan merangsang seluruh otot, organ vital dan bagian fisik dengan menggerakkan tubuh ke depan
dan kebelakang secara bergantian. Ia juga memiliki kedalaman dan kesempurnaan sebagai suatu
latihan spiritual.
Yoga Surya terdiri 12 rangkaian yoga yang dinamakan Yogacara. Uniknya setiap
Yogacara dari ke 12 Yogacara Surya masing-masing terdiri dari 12 rangkaian gerakan yoga
asana. Para sulinggih di Bali juga melakukan pemujaan kepada Surya disebut Surya Sewana.
Namun para sulinggih tidak melakukan Yoga asana Surya Namaskara setiap harinya, tetapi
dalam bentuk doa pemujaan Surya Sewana setiap pagi hari. Apabila kedua ini beliau lakukan
Surya Namaskara dan Surya Sewana setiap pagi maka derajat kesehatan para Sulinggih akan
meningkat. Surya Sewana sebagai doa pada bhuwana agung sedangkan Surya Namaskara
sebagai upaya meningkatkan kesehatan pada bhuwana alit.
Yoga Surya tradisi Watukaru adalah yang dinamakan Yogacara merupakan kebiasaan
yang terus dipelihara dan ditaati sebagai suatu nilai-nilai luhur Bali kuno peninggalan Pertapaan
Candra Parwata di gunung Batukaru. Tempat lokasi yang indah, terletak di lereng gunung
206 | YOGA DAN KESEHATAN Vol. 3 No. 2, September 2020
Batukaru bersuhu sejuk berkisar antara 24-32 oC (siang hari) dan 18-22 oC (malam hari).
Gerakan Yoga Surya tradisi Watukaru terdiri dari beberapa struktur latihan dengan beberapa
tahapan sebagai berikut .
Ada beberapa tahapan dalam latihan, diawali dengan sebuah doa Gayatri Mantram,
Mertyum Jaya Mantram dan Maha Mertyum Jaya Mantram. Rangkaian doa awal diakhiri
dengan Mantram Puja Guru. Doa awal pelatihan sebagai upaya mohon keselamatan di dalam
proses pelatihan. Doa merupakan suatu tindakan rekolektif, artinya dengan itu manusia
menetapkan dan memupuk kesatuan dengan Tuhan. Doa merupakan bentuk pemujaan universal,
dengan diam ataupun dengan suara, pribadi maupun umum, spontan maupun menurut aturan
(Dhavamony, 1995: 241 dalam Sugata, 2012).

2.1.1 Peregangan / Pawana Muktasana.


Pavana berarti ‘angin’; mukta berarti ‘membebaskan’; dan asana berarti ‘sikap badan’.
Oleh karena itu Pavanamuktasana adalah sekelompok latihan yang membebaskan angin dan gas
dari tubuh. Rangkaian Pavanamuktasana sangat sederhana, namun rangkaian tersebut paling
efektif dalam mengatur apa yang di India dikaitkan sebagai watak : lendir (kapha), angin (vata),
dan asam atau empedu (pitta) (Saraswati, 2002:19). Menurut ilmu pengobatan kuno yang dikenal
dengan Ayurveda, tiga kecenderungan ini mengatur semua fungsi tubuh. Jika suatu
ketidakberesan muncul pada fungsi tubuh mereka, maka reaksi negatif terjadi pada metabolisme
tubuh dan mengakibatkan penyakit.
Latihan peregangan sangat perlu dilakukan oleh seseorang yang akan melakukan latihan
yoga atau olah raga. Peregangan otot adalah suatu usaha untuk memperpanjang-panjang otot
istirahat (relaksasi) sehingga menjadi tegang, dengan adanya peregangan ini kelentukan
(flesibilitas) otot menjadi meningkat (Nala,1992:28). Dengan tubuh yang lentuk maka gerakan
tubuh menjadi lebih lentuk, sehingga dapat meningkatkan luas gerakan tubuh. Latihan-latihan
yoga sangat diperlukan tubuh yang lentuk untuk mencapai gerakan otot tubuh yang lebih luas.
Sehingga peregangan otot sebelum latihan merupakan langkah awal yang tidak boeh diabaikan.
Kelentukan tubuh juga dapat mengurangi resiko cedra otot pada waktu latihan, baik latihan yoga
maupun olah raga.

2.1.1 Pemujaan Dewa Surya (Surya Namaskara)


Matahari merupkan sumber energi alam semesta. Surya Namaskara juga berarti
pemujaan kepada Dewa Matahari sebagai pemberi kekuatan tunggal bagi kehidupan yang ada di
alam Jagat Raya ini. Surya Namaskara terdiri dari 12 sikap badan, masing-masing berhubungan
207 | YOGA DAN KESEHATAN Vol. 3 No. 2, September 2020
dengan salah satu dari 12 lambang zodiak (Saraswati, 2002 : 133) . Asana dengan kedua tangan
membungkuk ke belakang bergantian, melenturkan dan meregangkan tulang belakang dan
anggota badan pada rentang maksimumnya. Rangkaian gerakan ini memberikan peregangan
mendalam pada seluruh tubuh. Berlatih Surya Namaskara secara teratur merupakan salah satu
metode yang paling cepat untuk mendapatkan tubuh yang lentur.
Melakukan kegiatan Yoga merupakan pencegah stress dan terbukti menjadi dasar dari
suatu terapi yang sangat ampuh bagi penyakit fisik maupun mental. Satyananda Saraswati
(2002: 148) tidak ada cara yang lebih baik untuk menghilangkan syaraf , stres dan kegelisahan
selain dengan melakukan Surya Namaskara secara teratur. Surya Namaskara merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari pendekatan Yoga dan mudah dapat diterapkan dalam
kehidupan kita sehari-hari. Latihan Surya Namaskara apabila dilakukan tersendiri hanya
membutuhkan waktu kira-kira selama 5-15 menit latihan untuk mendapatkan hasil yang sangat
cepat dan bermanfaat. Oleh karena itu sangat cocok bagi orang-orang yang aktif seperti para
karyawan, pengusaha yang sibuk, ibu rumah tangga yg mengelola keluarga, siswa yang
menghadapi pelajaran dan ujian. Demikian juga bagi mereka yang menghabiskan waktunya
untuk berpikir seperti para ilmuwan. Asanas Surya Namaskara merupakan latihan inti yang
pertama sebelum memasuki Candra namaskara dan gerakan-gerakan atau berbagai pose di
dalam Asanas yang dapat melancarkan peredaran darah. Dua belas gerakan Surya Namaskara
dalam Yoga Surya tradisi Watukaru adalah sebagai berikut : 1) Pranamȃsana (Sikap berdoa) 2).
Hasta Uttȃsana ( Sikap kedua lengan terangkat). 3). Pȃdahastȃsana (Sikap membungkuk ke
depan). 4) Asva Sancalanasana . 5) Parwatasana. 6). Astangga Namaskara. 7) Bujanggasana.
8) Parwatasana. 9) Asva Sancalanasana. 10 ) Padahastasana. 11) Hasta Utanasana dan 12)
Pranamasana. Surya Namaskara pada Yoga Surya tradisi Watukaru dilakukan latihan sebelum
melakukanan asana-asana yang lainnya.

2.1.3 Candra Namaskara.


Setelah melakukan asana Suryanamaskara selanjutnya dilakukan gerakan asana Candra
Namaskara. Terdapat tujuh belas sikap-sikap gerakan Candra Namaskara asana (Nantra, 2010)
adalah : 1) Pranamȃsana. 2)Hastautanasana. 3)Padahastasana. 4) Utthanȃsana (Sikap jongkok)
. 5) Arda Candrasana (Tangan ke atas) 6) Aswasancalanasana. 7) Ustrasana (Sikap Unta). 8)
Śaśֹaṅkāsana (sikap kelinci). 9) Bujanggasana. 10) Śaśֹaṅkāsana (Sikap kelinci). 11) Ustrasana.
12) Aswasancalanasana. 13) Ardhacandrasana ( Sikap bulan sabit). 14) Utanasana (Sikap
Jongkok) 15) Padahastaana. 16) Hastautanasana (Sikap mengangkat kedua lengan ). 17)
Pranamasana.
208 | YOGA DAN KESEHATAN Vol. 3 No. 2, September 2020
2.2.2 Tahapan Akhir
Setelah melakukan gerakan sikap Suryanamaskara dan Candra Namaskara dilanjutkan
dengan pembersihan nadis. Gerakan pembersihan nadis dilakukan dengan memutar telapak
tangan sebanyak 108 kali. Bersamaan dengan memutar telapak tangan diikuti dengan
mengucapkan Om. Gerakan tangan dari lambat kemudian semakin cepat setelah pada hitungan
108 gerakan terhenti. Sikap pembersihan nadi ini dilakukan sebelum dilakukan meditasi atau
semedi, yaitu semedi Mudra Siwa dan semedi Iswara (Wawancara 20 September 2018 : Guru
Sesepuh IX Seruling Dewata Ki Kt. Nantra).
Rangkaian tahap selanjutanya dari Yoga Surya tradisi Watukaru adalah buka cakra .
Diawali dengan buka cakra Muladara yaitu cakra dasar yang pertama. Gerakan tangan buka
Cakra Muladara diawali dengan posisi duduk sikap anjali yang dikuti dengan puja dewa
Brahma. Bersamaan dengan melantukan puja dikuti dengan gerakan-gerakan tangan yang indah
dan magis sebanyak 10 putaran. Hal ini merupakan ciri dari ada Yoga Surya tradisi Watukaru.
Penutup bagian akhir dari rangkaian Yoga Surya Tradisi Watukaru adalah memanjatkan doa
pada Tuhan semoga semua mahluk di seluruh alam semesta hidup damai dan berbahagia. Sebuah
doa yang dipanjatkan bukan saja untuk diri sendiri, tapi juga untuk semua mahluk di alam
semesta ini agar dapat hidup damai dan juga berbahagia.

2.2 Internalisasi Estetika Ekologi Dalam Yoga Surya Tradisi Watukaru Di Pasraman
Seruling Dewata
Aktifitas Yoga Surya dalam tradisi Watukaru memberikan internalisasi atau nilai dalam
estetika ekologi. Gerakan yang indah dalam Yoga Surya memberikan pemaknaan nilai-nilai rasa
lango yang mendalam.

2.2.1 Nilai Pendidikan Estetika Ekologi


Estetika adalah cabang filsafat yang mempersoalkan seni (art) dan keindahan (beautiful).
Estetika berasal dari bahasa Yunani; aisthesis berarti penerapan indrawi, pemahaman intelektual
(intelectual underet anding) atau bisa juga kata lain art yang berarti seni, keterampilan, ilmu atau
kecakapan, (Rapaf, 1996 : 62). Sedangkan menurut Jelantik (1990 ) dalam Indrawan (2018)
Pengertian “estetika” semula hanya terbatas pada renungan filsafat tentang seni. Teori atau
konsep Yunani lama lebih cendrung kepada konsep obyektif, keindahan karya dapat dicapai
apabila bagian-bagiannya dapat diatur secara harmonis berdasarkan prinsip-prinsip tertentu.
Itulah sebabnya lahir “The great theory of beauty”yang menerapkan prinsip matematika sebagi
acuan keindahan arsitektur Yunani.
209 | YOGA DAN KESEHATAN Vol. 3 No. 2, September 2020
Gerakan Yoga Asana memerlukan keterampilan atau kecakapan untuk dapat menguasai
setiap pose-posenya. Demikian pula pada gerakan Asanas Yoga Surya tradisi Watukaru
merupakan gerakan yang sangat indah dengan kelembutan, kelemasan otot, kelenturan tubuh
terbentuk bermacam-macam jenis asanas yang dapat menyerupai berbagai makhluk hidup dalam
ekologi di bumi ini. Jika tidak dilatar belakangi oleh rasa seni, tidak mungkin tercipta gerakan
asanas yang sangat indah tersebut. Keindahan adalah istilah yang sama pengertiannya dengan
istilah beautiful dari bahasa Inggris. Secara objektif keindahan mengacu pada objek atau benda
ekologi alam, berupa karya seni, yang memiliki daya tarik atau daya pesona.
Dalam buku Manusia dan Kebudayan dalam Perspektif Ilmu dan Budaya Dasar,
dijelaskan pengertian indah sebagai berikut: Indah arti luas ialah keindahan mengandung ide
kebaikan, Indah arti luas meliputi keindahan seni, keindahan alam dan keindahan intelektual
(Maran, 2000 : 140). Dalam arti estetika murni keindahan, menyangkut pengalaman sesorang
akan segala sesuatu yang diserapnya melalui panca indra. Dalam arti sempit, keindahan hanya
menyangkut benda-benda yang dapat diserap dengan mata, yang berupa bentuk dan warna
(Maran, 2000 : 141).
Berdasarkan pandangan tersebut di atas, maka Yoga Surya merupakan ciptaan yang
mengandung nilai-nilai estetika. Dengan kata lain Yoga Surya tercipta melalui pengamatan
spiritual terhadap alam beserta isinya. Dari keindahan alam beserta isinya itu tercipta karya-
karya yang indah berupa gerakan-gerakan asana. Dalam hubungan ini dapat dikemukakan
contoh asana yang gerakannya yang sangat indah yang terdapat pada Yoga surya tradisi
Watukaru yaitu: 1). Parvatāsana merupakan sikap yang menyerupai gunung 2). Bujanggāsana
yaitu asana yang menyerupai sikap ular kobra 3). Asvasancalanāsana yaitu Asana yang
menyerupai sikap orang seperti menunggang kuda 4). Arda candrāsana yaitu Asana yang
menyerupai bulan sabit 5). Sasangkāsansa yaitu asana sikap seperti kelinci.
Gerakan asanas hanya dapat dipraktekkan dalam tubuh manusia, tetapi sikapnya
menyerupai pose-pose alam berserta isinya. Hal tersebut merupakan wujud gambaran estetika
yang sangat tinggi nilainya yang memberikan rasa lango. Ketika rasa lango dari pengamatan
estetika pada alam semesta dibangun rasa lango dalam diri, maka akan memberikan pencerahan
dalam diri itu sendiri. Yusida (2017 : 98) nilai estetika ini sangat penting bagi manusia karena
dengan keindahan akan memberikan warna dalam kehidupan manusia. Dengan demikian
manusia akan merasakan kedamaian dan kenyamanan dalam warna-warni kehidupan.

210 | YOGA DAN KESEHATAN Vol. 3 No. 2, September 2020


4.3.2. Nilai Pendidikan Etika
Kata etika berasal dari dua bahasa Yunani yaitu ethos dan ethikos. Ethos berarti sifat,
watak, kebiasaan, tempat yang biasa, Ethikos berarti susila, keadaban, atau kelakuandan
perbuatan yang baik (Drever, 1988 : 62). Dari uraian di atas yang dimaksud dengan pendidikan
etika dalam hal ini adalah norma-norma atau kaidah-kaidah tentang tingakah laku yang baik
yang harus dipatuhi oleh setiap siswa kerohanian demi tercapainya tujuan pendidikan rohani .
Etika juga sering disebut dengan moral. Istilah moral berasal dari bahasa latin yaitu
mores. Bentuk jamak dari mos yang berarti adat istiadat, watak, kelakuan, tabiat, dan cara hidup,
(Drever, 1988 : 62). Jadi etika mempunyai kesamaan pengertian, tetapi di dalam etika hanya
watak, tabiat, kebiasaan, cara hidup dan tingkah laku yang baik saja yang disebut etika.
Sedangkan dalam kata moral terdapat dua katatagori yaitu moral yang baik dan moral yang
buruk.
Etika salah satu Ajaran pokok Agama Hindu, sejalan dengan itu dalam Astangga Yoga,
disebutkan Yama dan Niyama sebagai tulang punggung etika Yoga. Yama dan Niyama
merupakan sepuluh kode moral atau kebajikan etika yang harus diwujudkan. Dalam Etika tidak
mempersoalkan apa dan siapa manusia itu tetapi bagaimana seharusnya manusia berbuat dan
bertindak. Jadi tingkah laku yang harus diperhatikan dalam melatih asana pada Yoga Surya
sebelum memulai pelatihan merupakan gambaran ajaran etika Yoga yaitu Yama dan Niyama.
Yama dalam ajaran Astangga Yoga digambarkan sebagai etika untuk disiplin hidup harmoanis
bersama orang lain. Sedangkan Niyama lebih merupkan etika budaya untuk hidup harmonis
dengan diri sendiri.
Beberapa hal-hal yang diperhatikan dalam menekuni Yoga Asanas yang merupakan
cerminan dari ajaran Yama dan Niyama. Hal tersebut dijabarkan sebagai berikut:
1). Memperhatikan menu makan yang sederhana yaitu bersifat vegetarian; menggunakan
pakaian seperlunya agar dapat bergerak dengan mudah di dalam berlatih, merupakan
cerminan dari Ahimsa yaitu tidak menyakiti makhluk lain dan Aparigraha yakni tidak
berlebihan dalam menikmati benda kesenangan untuk mempertahankan hidup.
2). Memilih lingkungan yang bersih dan mendukung dilaksanakan latihan; berlatih Asanas
dengan badan yang bersih dan suci merupakan ajaran dari sauca yang berarti sici lahir
dan bathin.
3). Berlatih dengan hati yang gembira dan menghindari ketegangan-ketegangan otot,
kekakuan dan rasa tidak enak dalam berlatih, merupakan ajaran Santosa yaitu keadaan
mental yang terbebas dari ketegangan dan tekanan.

211 | YOGA DAN KESEHATAN Vol. 3 No. 2, September 2020


4). Dengan berlatih yang tekun yaitu merupakan ajaran Tapah yang berarti melakukan ajaran
dengan sungguh-sungguh untuk mencapai suatu tujuan.
5). Melatih Asanas sesuai dengan kondisi tubuh; memperhatikan ketepatan berlatih agar
mendapatkan hasil latihan yang maksimal merupakan ajaran Svadyaya yaitu memahami
dengan sebaik-baiknya setiap permasalahan rohani (Wawancara 20 September 2018:
Guru Sepuh Kt. Nantra).

III PENUTUP
Bentuk yoga surya tradisi Watukaru di Pasraman Seruling Dewata Desa Pakraman
Bantas, Kecamatan Selemadeg Timur, Kabupaten Tabanan adalah terdiri tahapan awal, tahapan
inti dan tahapan akhir. Pada tahapan awal dimulai dengan doa dengan puja japa mantra. Pada
tahap inti dimulai dengan Pawanamuktasana/ Peregangan, Suryanamaskara dan Candra
Namaskara. Pata tahap akhir dilakukan gerakan pembersihan nadis dan buka cakra dan ditutup
dengan doa melantumkan puja Loka Samesta.
Internalisasi estetika ekologi dalam yoga surya tradisi Watukaru di Pasraman Seruling
Dewata Desa Pakraman Bantas, Kecamatan Selemadeg Timur, Kabupaten Tabanan adalah dapat
memberikan Nilai Pendidikan Estetika dan Etika. Gerakan asana yang indah menyerupai fose
alam semesta beserta isinya. Pengamatan ini memberikan rasa lango keindahan. Ketika rasa
lango dari pengamatan estetika pada alam semesta dibangun rasa lango dalam diri, maka akan
memberikan pencerahan dalam diri itu sendiri. Keindahan itu memberikan kebahagiaan dan
kedamaian. Kedamaian akan tercapai apabila ditunjang dengan hidup harmonis bersama orang
lain dan budaya hidup harmonis dengan diri sendiri.

DAFTAR PUSTAKA
Anandamitra Acarya, Avadhutika, 2001. Yoga untuk Kesehatan, Jakarta Barat : Persatuan
Ananda Marga Indonesia.
Basma IB, Sudarma Nengah, 1992. Modul Agama Hindu Penyetaraan Guru-guru Agama Hindu,
Jakarta : Dirjen Bimas Hindu dan Budha.
Djelantik, A. A. M. "Peranan Estetika Dalam Perkembangan Kesenian Masa Kini", Mudra,
Jurnal Seni Budaya, No. 2, Th. II, STSI Denpasar, 1994, p. 15. Lihat Juga, Fx. Mudji
Sutrisno dan Christ Vewrhaak, Estetika Filsafat Keindahan, Penerbit Kanisius,
Yogyakarta, 1993, p. 81
Dibia, I Wayan 2012. Taksu dalam Seni dan Kehidupan Masyarakat Bali. Denpasar : Bali
Mangsi.
212 | YOGA DAN KESEHATAN Vol. 3 No. 2, September 2020
George Dickie, Aesthetics An Introduction, Pegasus, A Division of Bobbs-Merrill Educational
Publishing, Indianapolis, 1979, pp. 149-158. Lihat juga, Dr. A. A. M. Djelantik,
Pengantar Dasar Ilmu Estetika, Jilid II, Falsafah Keindahan dan Kesenian, Sekolah
Tinggi Seni Indonesia, Denpasar, 1992, pp. 66-68
Gloriani, Yusida (2017) . SIMANTIK, Jurnal Ilmiah Program Studi Bahasa dan Sastra
Indonesia.97-113.
Maran, Rafael Raga, 2000. Manusia dan Kebudayaan dalam Persepektif Ilmu Budaya Dasar.
Jakarta: Bineka Cipta,
Nala, N. 1992. Kumpulan Tulisan Olahraga. Denpasar: KONI Bali.
Nantra, I Ketut. 2010. Meditasi Candra Kinanti. Bali : Paiketan Paguron Suling Dewata.
Nantra, I Ketut. 2009. Serial Walian Sakti Meditasi Kesehatan Jiwa Premana 2. Surabaya:
Paramita.
Pudja, I Gede. 1999. Bhagawadgita (Panca Weda). Surabaya: Paramitha.
Putra, Andreas Maurenis, 202. Pertobatan Ekologis dan gaya Hidup Baru Dalam relasinya
dengan Semesta, Sitolus, Jurnal Teologi.
Saraswatī, Svāmī Satya Prakās. 2005. Pātañjali Rāja Yoga (Alih Bahasa : J.B.A.F. Mayor
Polak). Surabaya: Parāmita.
Satyananda, Saraswati Svami 2002. Asanas, Pranayama, Mudra, Bandha. Surabaya: Paramita.
Sugata, I Made. "Mistisisme Yoga:Polarisasi Gerakan Spiritualitas Dalam Masyarakat Lintas
Agama." Pangkaja (2012): 162-181.
Somvir.2007.Mari Beryoga untuk Badan, Pikiran dan Jiwa. Denpasar:Panakom.
Titib, I Made. 1997. Tri Sandhya,Sembahyang, dan Berdoa, Surabaya: Paramita
West, Richard dan Turner, Lynn H. 2009. Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi
(Buku 1). Jakarta: Salemba Humanika.
Wirawan, Komang Indra. "Taksu Dalam Dramatari Calonarangsebuah Kajian Estetika Hindu."
Widyadari (2018): 40-45.

213 | YOGA DAN KESEHATAN Vol. 3 No. 2, September 2020

You might also like