Jurnal RImbo Sekampung 2015

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 19

SURAT PERNYATAAN

Yang bertandatangan di bawah ini:

1. Adi Kunarso, S.Hut, M.Si., M.Sc


2. Fatahul Azwar, S, Hut., M.Si

Menyatakan bahwa, kami telah menulis artikel pada Jurnal Penelitian Hutan dan
Konservasi Alam, Vol 12. No. 1, tahun 2015, halaman 1-17 yang berjudul:
STRUKTUR DAN KOMPOSISI VEGETASI HUTAN BEKAS TEBANGAN DI
RIMBO SEKAMPUNG, SUMATERA SELATAN
...
Dengan ini menyatakan bahwa sebagai:

1. Kontributor utama adalah: 1. Adi Kunarso, S.Hut., M.Si., M.Sc


2. Fatahul Azwar, S.Hut., M.Si

Demikian pernyataan kami, untuk dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Palembang, 14 Desember 2020


Yang menyatakan,

(Adi Kunarso, S.Hut., M.Si., M.Sc)


STRUKTUR DAN KOMPOSISI VEGETASI HUTAN BEKAS TEBANGAN
DI RIMBO SEKAMPUNG, SUMATERA SELATAN
(Vegetation Structure and Composition of Logged Over Area in Rimbo Sekampung
Natural Forest, South Sumatra)*
Adi Kunarso1 dan/and Fatahul Azwar2
Balai Penelitian Kehutanan Palembang
Jl. Kol H Burlian Km 6,5 Punti Kayu PO BOX 179 Telp/Fax 0711-414864 Palembang
1
E-mail: adikunarso@yahoo.com ; rottenanarchist@yahoo.com2
*Diterima : 10 Juni 2013; Disetujui : 24 Desember 2014

ABSTRACT
Rimbo Sekampung Natural Forest (RSNF) is one of the natural dry land forest ecosystems remaining in
South Sumatra. The aim of this study is to obtain information about the composition and vegetation structure
of RSNF. Data was collected by using transect method. As many as 40 plots (20 m x 20 m) were made in four
transects to calculate number of tree species. A 10 m x 10 m plot was made inside 400 m 2 plot to compute the
pole species, while, a 5 m x 5 m plot was used to record the sapling species. In addition, seedling and
undergrowth were measured from a 2 m x 2 m plot. Totally, 145 species (44 families) were recorded. The
results showed that the tree stage was dominated by gerunggang (Cratoxyolon arborescens Bl.)
(IVI=44,16%), while the pole stage was dominated by sungkai (Peronema canescens Jack.) (IVI=52,32%).
Results also showed that the sapling stage, as well as seedling and undergrowth stage was dominated by
marak (Macaranga tanarus (L.) Muell.Arg.) (IVI=41,03% and IVI=25,49%). Some species founded in RSNF
such as gerunggang, sungkai, laban (Vitex pubescens Vahl.), medang kuning (Litsea firma Hook P.), and
bayur (Pterospermum javanicum Jungh.) are known as construction wood

Key words : Species composition, vegetation stucture, diversity

ABSTRAK
Hutan Rimbo Sekampung (HRS) merupakan salah satu ekosistem hutan alam lahan kering yang tersisa di
Sumatera Selatan. Penelitian ini bertujuan mendapatkan informasi tentang struktur dan komposisi tumbuhan
penyusun hutan bekas tebangan di HRS. Pengambilan data dilakukan menggunakan metode jalur berpetak.
Sebanyak 40 plot dibuat dalam empat jalur dengan panjang jalur 1.000 m dan jarak antar jalur 20 m. Di
dalam jalur-jalur coba dibuat petak contoh berukuran 20 m x 20 m untuk pengamatan tumbuhan tingkat
pohon, 10 m x 10 m untuk tingkat tiang, 5 m x 5 m untuk pancang dan 2 m x 2 m untuk anakan pohon dan
herba. Total sebanyak 145 jenis tumbuhan (44 famili) berhasil diidentifikasi. Tumbuhan tingkat pohon
didominasi jenis gerunggang (Cratoxyolon arborescens Bl.) (INP=44,16%), tumbuhan tingkat tiang
didominasi oleh jenis sungkai (Peronema canescens Jack.) (INP=52,32%) sedangkan tingkat pancang serta
anakan pohon dan herba didominasi oleh jenis marak (Macaranga tanarus (L.) Muell.Arg.) (INP=41,03%
dan INP=25,49%). Jenis-jenis yang dijumpai dan mempunyai potensi ekonomi cukup tinggi sebagai kayu
pertukangan antara lain gerunggang (Cratoxyolon arborescens Bl.), sungkai (Peronema canescens Jack.),
laban (Vitex pubescens Vahl.), medang kuning (Litsea firma Hook P.) dan bayur (Pterospermum javanicum
Jungh.)

Kata kunci : Komposisi jenis, struktur tumbuhan, keanekaragaman jenis

I. PENDAHULUAN 1999). Pepohonan sebagai komponen


dasar hutan mempunyai peranan penting
Hutan merupakan satu kesatuan dalam menjaga kesuburan tanah,
ekosistem berupa hamparan lahan berisi mengatur tata air, menjaga keseimbangan
sumberdaya alam hayati yang didominasi iklim dan sebagai sumber plasma nutfah.
pepohonan dalam persekutuan alam Hutan alam Sumatera yang dikenal
lingkungannya, yang satu dengan lainnya dengan keanekaragaman hayatinya yang
tidak dapat dipisahkan (UU No. 41 tahun
1
Vol. 12 No. 1, April 2015 : 1-17

tinggi saat ini telah terfragmentasi Penelitian ini bertujuan untuk men-
menjadi blok-blok hutan dengan luasan dapatkan informasi mengenai struktur
yang kecil, terutama disebabkan oleh dan komposisi vegetasi penyusun eko-
konversi hutan untuk perkebunan dan sistem HRS pasca pembalakan liar dan
Hutan Tanaman Industri (HTI). kebakaran. Hasil penelitian ini diharap-
Fragmentasi hutan ini akan kan dapat memberikan gambaran tentang
mempengaruhi kekayaan spesies, keadaan ekosistem HRS saat ini dan da-
dinamika populasi dan keanekaragaman pat digunakan sebagai bahan pertimbang-
hayati ekosistem secara keseluruhan an dalam pengelolaan hutan ke depan.
(Morison et al., 1992 dalam Gunawan et
al., 2010). II. BAHAN DAN METODE
Hutan Rimbo Sekampung (HRS)
merupakan salah satu kawasan hutan A. Waktu dan Lokasi Penelitian
alam lahan kering yang tersisa di Su- Penelitian dilaksanakan pada bulan
matera Selatan dengan luasan sekitar 600
Juli 2009 di kawasan Hutan Rimbo
ha. Seperti halnya ekosistem hutan alam Sekampung (HRS), Kecamatan Talang
lainnya di Sumatera, kawasan ini juga Ubi, Kabupaten Muara Enim, Provinsi
terancam keberadaannya oleh pembalak- Sumatera Selatan (Gambar 1). Lokasi
an liar dan ancaman kebakaran. Hal ini penelitian terletak sekitar 20 km dari
disebabkan oleh akses menuju kawasan Pendopo, ibukota Kecamatan Talang Ubi
yang relatif mudah dijangkau dan ber- dan dapat ditempuh sekitar 1,5 jam
batasan dengan kebun masyarakat (karet melalui jalan logging PT. Musi Hutan
dan kelapa sawit) serta letaknya yang de- Persada (MHP). Kawasan ini berbatasan
kat dengan kawasan hutan konsesi HTI. dengan Blok I Kawasan Hutan Dengan
Ekosistem HRS termasuk hutan alam de- Tujuan Khusus (KHDTK) Benakat dan
ngan keanekaragaman jenis cukup tinggi dikelola secara turun temurun oleh
yang umum dijumpai dalam ekosistem masyarakat Desa Benakat Dusun.
hutan dataran rendah lahan kering. Secara umum kondisi ekosistem HRS
Seiring dengan laju pertambahan berupa hutan alam lahan kering bekas
penduduk dan perkembangan daerah tebangan dan kebakaran dengan
yang cepat serta semakin maraknya kerapatan pohon yang masih cukup tinggi
pembukaan lahan untuk perkebunan karet
(Gambar 2). Jenis tanah podsolik merah
dan kelapa sawit di Sumatera Selatan, kuning dengan topografi datar sampai
maka gangguan atau pun ancaman bergelombang dan curah hujan rata-rata
terhadap ekosistem HRS juga semakin tahunan rata-rata sebesar 2.600 mm (data
meningkat. Saat ini gangguan utama tahun 1990-2010, diperoleh dari stasiun
terhadap kawasan berupa pembalakan metereologi Sultan Mahmud Badaruddin
kayu ilegal yang mengakibatkan II Palembang).
kerusakan pada kawasan hutan tertentu.
Pada saat penelitian ini dilakukan,
B. Bahan dan Alat Penelitian
kegiatan pembalakan kayu masih terus
berlangsung. Di beberapa titik dijumpai Bahan penelitian adalah cuplikan
balok-balok kayu yang dikumpulkan oleh kawasan yang memiliki struktur dan
para penebang liar. Berbagai aktivitas kamposisi vegetasi pohon.
manusia di dalam dan di sekitar kawasan Adapun alat yang digunakan dalam
ini diduga menjadi penyebab terjadinya penelitian ini antara lain kantong
kebakaran pada tahun 2002 dan 2006 spesimen, alkohol 70%, alat
(sumber: hasil wawancara dengan dokumentasi, GPS (Global Positioning
masyarakat). System), meteran rol, phi band, tali rafia
dan alat tulis-menulis.
2
Struktur dan Komposisi Vegetasi Hutan.…(A. Kunarso; F. Azwar)

Gambar (Figure) 1. Peta lokasi penelitian (Map of study site)

Keterangan(Remaks) : Tidak ada tata batas definitif kawasan Hutan Rimbo Sekampung. Batas di peta hanya
untuk menunjukkan lokasi penelitian, merupakan hasil intepretasi penulis
berdasarkan ground checking dan wawancara dengan tetua adat (There is no
definitive boundary on Rimbo Sekampung Natural Forest. The boundary was made
for presenting the location of study. It was established based on ground checking and
personel communication with informal leader)

a b

Gambar (Figure) 2. Kondisi Hutan Rimbo Sekampung (Existing condition of Rimbo Sekampung Forest)

C. Pengumpulan Data awal (starting point) pada pembuatan


jalur pertama dilakukan secara acak,
Pengambilan data menggunakan
dipilih pada kondisi tegakan yang masih
metode jalur berpetak sebanyak empat
rapat untuk mewakili kondisi awal HRS.
jalur dengan panjang jalur 1.000 m dan
Di dalam jalur-jalur coba dibuat petak
jarak antar jalur 20 m. Penentuan titik
3
Vol. 12 No. 1, April 2015 : 1-17

contoh berukuran 20 m x 20 m untuk D. Analisis Data


pengamatan tumbuhan tingkat pohon, 10 Analisis data yang dilakukan meliputi
m x 10 m untuk tingkat tiang, 5 m x 5 m kerapatan (K), frekuensi (F) dan
untuk pancang dan 2 m x 2 m untuk dominansi (D). Kerapatan, yaitu jumlah
anakan pohon dan herba (Indriyanto, individu per satuan luas. Frekuensi, yaitu
2006; Kusmana, 1997) (Gambar 3). jumlah unit contoh berisi suatu jenis per
Peletakan petak contoh pertama
jumlah seluruh unit contoh. Dominansi,
dilakukan secara purposive dan yaitu persentasi tutupan bidang dasar
selanjutnya secara sistematik berdasarkan suatu jenis per luas petak contoh. Data
jalur yang dibuat. Jumlah total petak tersebut digunakan untuk menghitung
contoh sebanyak 40 buah. besarnya indeks nilai penting (INP),
Dalam penelitian ini, batasan berupa penjumlahan dari kerapatan relatif
permudaan pohon dibedakan sebagai (KR), frekuensi relatif (FR) dan
berikut (Heriyanto, 2004): a) pohon dominansi relatif (DR). Untuk tumbuhan
adalah pohon dewasa dengan diameter
tingkat semai dan herba, besarnya indeks
setinggi dada (±1,3 m) ≥ 20 cm, b) tiang nilai penting (INP) didasarkan pada
adalah pohon muda dengan diameter penjumlahan dari dua parameter yaitu
setinggi dada antara 10 sampai dengan < kerapatan relatif (KR) dan frekuensi
20 cm, c) pancang adalah anakan pohon relatif (FR) (Indriyanto, 2006).
yang tingginya ≥ 1,5 m dengan diameter Indeks keanekaragaman jenis
< 10 cm, d) semai adalah anakan pohon tumbuhan dihitung menggunakan indeks
mulai kecambah sampai setinggi < 1,5 keanekaragaman Shannon-Wienner
meter. Tumbuhan bawah, yaitu semua sebagai berikut (Odum, 1993; Indriyanto,
vegetasi yang bukan pohon dan tidak 2006) :
dapat tumbuh menjadi tingkat pohon
(Soerianegara dan Indrawan, 1998). , dimana
Untuk kepentingan identifikasi bagi
jenis-jenis yang masih belum diketahui Keterangan :
atau masih dijumpai keragu-raguan nama H = Indeks keanekaragaman jenis
jenisnya, maka dibuat herbarium. ni = Jumlah individu atau nilai penting
Identifikasi tumbuhan dilakukan di jenis ke-i
Herbarium Bogoriense, Lembaga Ilmu s = Jumlah total jenis yang ditemukan
Pengetahuan Indonesia (LIPI). N = Total individu atau total nilai
penting seluruh jenis

a b

Gambar (Figure) 3. Pembuatan petak contoh dan pengumpulan data (Sampling establishment and data
collection)

4
Struktur dan Komposisi Vegetasi Hutan.…(A. Kunarso; F. Azwar)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis utama yang mendominasi pada


tingkat pohon masih dikuasi jenis ge-
A. Struktur Vegetasi runggang (INP=44,16%) dan laban
(INP=39,23%), pada tingkat tiang dido-
Struktur vegetasi adalah sebaran
minasi oleh jenis sungkai (INP=52,32%)
individu dalam lapisan tajuk yang
dan medang kuning (31,46%). Sementara
diartikan sebagai sebaran pohon per
itu, jenis utama yang mendominasi untuk
satuan luas dalam berbagai kelas
tingkat pancang, yaitu marak
diameter (Heriyanto, 2003). Struktur
(INP=41,03%). Jenis marak ini juga
vegetasi diketahui dengan menghitung
terlihat mendominasi untuk tingkat semai
persentase (%) penutupan jenis tumbuhan
dan herba (INP=25,49%). Jenis vegetasi
yang terdapat pada setiap petak terhadap
dan hasil analisis KR, FR, DR dan INP
permukaan tanah. Hasil analisis diketahui
selengkapnya ditampilkan pada Lampiran
bahwa untuk vegetasi tingkat pohon
1 sampai dengan Lampiran 4.
didominasi oleh jenis gerunggang
(Cratoxylon arborescens Bl.)
(DR=20,25%), diikuti jenis laban (Vitex B. Komposisi Jenis
pubescens Vahl.) (DR=15,90%) Kondisi hutan di lokasi penelitian
sedangkan jenis merkubung (Millettia merupakan kawasan hutan dengan tajuk
sericea Wight&Arn) (DR=0,21%) dan pohon yang relatif sudah terbuka karena
bunut (Pternandra caerulescens Jack.) pernah mengalami gangguan fisik, berupa
(DR=0,18%) memiliki penguasaan jenis pembalakan liar dan kebakaran.
terendah. Pada vegetasi tingkat tiang, Terbukanya kawasan tersebut, maka telah
jenis yang mendominasi, yaitu jenis mempercepat pertumbuhan herba pada
sungkai (Peronema canescens Jack.) lantai hutan. Sebanyak 88 jenis tumbuhan
(DR=18,88%) dan medang kuning pada berbagai tingkat pertumbuhan yang
(Litsea firma Hook P.) (DR=11,32%) termasuk dalam 39 suku/famili (Gambar
sedangkan jenis dengan penguasaan 4) berhasil diidentifikasi. Pada vegetasi
terendah, yaitu kayu serai (Petunga tingkat pohon ditemukan sebanyak 32
microcarpa (Blume) DC.) (DR=0,05%). jenis (termasuk dalam 20 suku/famili),
Nilai kerapatan menunjukkan pola tingkat tiang sebanyak 26 jenis (14
yang sama dengan nilai dominansinya, suku/famili), tingkat pancang sebanyak
yang mana spesies dengan nilai dominan- 22 jenis (15 suku/famili) dan vegetasi
si jenis tinggi akan mempunyai nilai ke- tingkat semai dan herba berhasil
rapatan yang tinggi pula. Vegetasi tingkat diidentifikasi sebanyak 65 jenis (35
pohon mempunyai kerapatan yang cukup suku/famili).
tinggi, yaitu 164 individu per ha, dengan Hasil analisis perhitungan indeks
kerapatan jenis tertinggi yaitu jenis ge- keanekaragaman jenis Shannon-Wienner
runggang (K=23 individu/ha). Nilai kera- (H) menghasilkan nilai tertinggi pada
patan vegetasi tingkat tiang tercatat se- tingkat semai dan herba (H=1,43)
jumlah 283 individu per ha, dengan kera- sedangkan terendah pada tingkat pancang
patan jenis tertinggi jenis sungkai (K=58 (H=1,12) (Gambar 5). Secara umum
individu per ha). Nilai kerapatan vegetasi dapat dikatakan bahwa indeks
tingkat pancang yaitu 1.520 individu per keanekaragaman jenis di lokasi penelitian
ha, dengan kerapatan jenis tertinggi yaitu tergolong rendah (H < 2). Hal ini
marak (Maracanga tanarius (L) Muell. menunjukkan bahwa gangguan fisik
Arg.) (K=350 individu per ha). Jenis terhadap kawasan yang berlangsung
marak juga mempunyai nilai kerapatan selama ini telah mengakibatkan
tertinggi pada tingkat semai dan herba menurunnya keanekaragaman hayati di
(K=10.625 individu per ha). kawasan Hutan Rimbo Sekampung.

5
Vol. 12 No. 1, April 2015 : 1-17

(Number of
species)

(Family)

(Seedling&Herb) (Sapling) (Pole) (Tree)

Gambar (Figure) 4. Jumlah jenis dan famili pada tiap tingkat permudaan (Number of species and family on
each growth stages)

(Seedling&Herb) (Sapling) (Pole) (Tree)

Gambar (Figure) 5. Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener pada tiap tingkat permudaan (Shannon-Wiener
diversity index on each growth stage)

C. Keanekaragaman Jenis banyak ditemukan dari famili euphorbia-


ceae, yaitu sebanyak tujuh jenis. Hal ini
Sebanyak 88 jenis tumbuhan yang
menunjukkan famili euphorbiaceae mem-
termasuk dalam 39 suku/famili berhasil
punyai keanekaragaman jenis tertinggi
diidentifikasi. Identifikasi dilakukan di
dibandingkan famili lainnya. Famili yang
Herbarium Bogoriense, Lembaga Ilmu
ditemukan terbanyak ke dua dan ke tiga
Pengetahuan Indonesia (LIPI). Namun
yaitu lauraceae dan rubiaceae. Berdasar-
demikian tidak ditemukan data atau pun
kan habitusnya, keanekaragaman jenis
publikasi terkait yang dapat dijadikan
tertinggi dijumpai pada kelompok semai
rujukan untuk menggambarkan kondisi
dan tumbuhan bawah, yaitu 65 jenis,
vegetasi asli di kawasan ini. Jenis paling
kemudian berturut-turut habitus pohon
6
Struktur dan Komposisi Vegetasi Hutan.…(A. Kunarso; F. Azwar)

(32 jenis), tiang (26 jenis) dan pancang rata jenis gerunggang mencapai 34,88 cm
(22 jenis). Berdasarkan klasifikasi indeks dan tinggi rata-rata mencapai 21,43 m.
keanekaragaman Shannon-Wienner, ke- Namun demikian tingkat regenerasi
anekaragaman jenis tumbuhan di Hutan gerunggang tergolong rendah, dimana
Rimbo Sekampung termasuk dalam pada tingkat tiang hanya ditemukan
kategori rendah (H < 2) (Gambar 4). sejumlah delapan individu per ha dan
Kondisi ini menunjukkan bahwa gang- pada tingkat semai berkisar 1.281
guan fisik berupa pembalakan liar dan individu per ha. Untuk tingkat pancang,
kebakaran berdampak negatif pada ke- jenis ini tidak dijumpai.
anekaragaman jenis tumbuhan di kawas- Laban (Vitex pubescens Vahl.)
an Hutan Rimbo Sekampung. Hasil pene- merupakan pohon dengan tinggi hingga
litian menemukan bahwa semai dari 25 m dan diameter mencapai 45 cm
beberapa jenis pohon seperti gerunggang, (Heyne, 1987). Termasuk kayu dengan
laban, sungkai dan medang kuning sangat kualitas yang baik, dapat digunakan
sedikit dijumpai atau bahkan tidak untuk perkakas rumah tangga dan bahan
ditemukan sama sekali di dalam petak bangunan, karena sifatnya yang tahan
contoh. Hal ini diduga disebabkan oleh terhadap air dan serangga, maka sejak
kebakaran yang pernah terjadi meng- puluhan tahun silam masyarakat telah
akibatkan kematian semai dan pancang memanfaatkannya sebagai bahan
jenis-jenis tersebut. Di sisi lain dengan membuat kapal atau perahu (Heyne,
semakin terbukanya penutupan tajuk 1987). Di Hutan Rimbo Sekampung,
akibat pembalakan liar menyebabkan jenis ini menempati urutan ke dua yang
jenis-jenis herba yang toleran terhadap mendominasi kawasan hutan
cahaya, seperti rumput-rumputan dan (INP=39,23%) dengan diameter rata-rata
lawatan akan berkembang secara cepat 32,53 cm dan tinggi rata-rata 19,72 m.
dan mendominasi lantai hutan. Pada tingkat pertumbuhan tiang, jenis ini
masih relatif mendominasi dibandingkan
D. Jenis-Jenis Komersial dengan jenis lainnya (INP=14,41%).
Namun demikian pada tingkat pancang
Beberapa jenis pohon komersial yang
hanya dijumpai sekitar 20 individu per
berpotensi untuk kayu pertukangan masih
ha. Untuk tingkat semai keberadaan jenis
ditemukan di kawasan Hutan Rimbo
pada petak contoh ini tidak ditemukan.
Sekampung, yaitu jenis gerunggang,
Hal ini menunjukkan tingkat regenerasi
laban, sungkai, medang kuning dan
alami jenis laban mengalami gangguan.
bayur. Jenis gerunggang merupakan
Sungkai (Peronema canescens Jack.)
pohon dengan tinggi mencapai 15-40 m,
merupakan salah satu jenis pohon
panjang bebas cabang 4-27 m, diameter
penghasil kayu pertukangan. Jenis ini
dapat mencapai 100 cm atau lebih dan
telah dikembangkan oleh masyarakat di
termasuk kayu dengan kelas kuat III-IV
hutan rakyat dengan pola tanam cam-
dan kelas awet IV (Martawijaya, et
puran (Sahwalita dan Muslimin, 2012).
al.,2005). Kayu jenis ini biasa digunakan
Kayu sungkai termasuk dalam jenis kayu
untuk papan dan konstruksi ringan di
dengan kelas kuat I-II dan kelas awet III
bawah atap, peti, mebel murah, kayu
(Martawijaya et al., 2005). Jenis ini dapat
lapis dan cetakan beton. Di kawasan
digunakan untuk rangka atap, tiang
Hutan Rimbo Sekampung jenis gerung-
rumah dan jembatan (Heyne, 1987;
gang ditemukan paling mendominasi
Martawijaya et al., 2005), karena serat
untuk tingkat pohon (INP=44,16%).
kayunya yang tergolong indah dan dapat
Diameter terbesar jenis gerunggang yang
diserut dengan mudah, kayu ini juga
berhasil ditemukan mencapai 46,8 cm
dapat dimanfaatkan untuk mebel dan
dan tinggi mencapai 28 m. Diameter rata-
kabinet. Dewasa ini pemanfaatan kayu
7
Vol. 12 No. 1, April 2015 : 1-17

sungkai antara lain untuk lapisan ditemukan pada semua tingkatan pertum-
permukaan (face) playwood, konstruksi buhan tanaman. Keberadaan jenis ini di
bangunan, daun pintu dan jendela ekosistem Hutan Rimbo Sekampung juga
(Sahwalita dan Premono, 2012). Pada tidak terlalu mendominasi.
ekosistem Hutan Rimbo Sekampung, Selain kayu, Hutan Rimbo Sekam-
jenis ini dapat dijumpai pada semua pung juga menyimpan potensi lainnya
tingkat pertumbuhan mulai dari pohon dari hasil hutan bukan kayu berupa rotan.
hingga semai. Pada tingkatan pohon, Rotan secara umum tumbuh baik di
jenis ini cukup mendominasi daerah hutan hujan tropika dengan
(INP=30,58%), dengan diameter rata-rata kelembaban tinggi (± 60%), kawasan
24,52 cm dan tinggi rata-rata mencapai bekas tebangan (secondary forest), semak
17,45 m. Tingkat regenerasi jenis ini belukar dan tersedia pohon penyangga
diperkirakan dapat berlangsung secara (Rachman dan Jasni, 2006). Kekuatan,
alami dengan asumsi tidak ada gangguan kelenturan dan keseragamannya, batang
dalam skala yang masif (misal rotan dimanfaatkan secara komersial
kebakaran). Hal ini dapat diketahui dari untuk mebel dan anyaman. Sementara
diketemukannya sungkai dalam jumlah pemanfaatannya secara tradisional telah
yang cukup pada setiap tingkat dikenal selama berabad-abad untuk
pertumbuhan tanaman. Bahkan pada berbagai tujuan seperti tali-temali,
tingkat tiang, jenis ini ditemukan paling konstruksi, keranjang, atap dan tikar
dominan dibandingkan dengan jenis rotan (Dransfield dan Manokaran, 1994).
lainnya (INP=52,32%). Jenis rotan yang ditemukan di kawasan
Medang kuning (Litsea firma Hook P.) Hutan Rimbo Sekampung, yaitu rotan
merupakan pohon dengan ukuran sedang, manau (Calamus manan Miq) dan rotan
tinggi 15-20 m (Chayamarit, 2005). Kayu sega (Calamus caesius Bl). Rotan manau
teras berwarna kuning, mudah merupakan rotan berdiameter besar dan
dikerjakan, tidak mudah retak dan tidak termasuk jenis yang paling dicari karena
diserang bubuk. Kayu ini biasa kualitasnya yang bagus dengan batang
digunakan untuk papan dan digemari sangat kuat, lentur dan digunakan sebagai
untuk bahan bangunan rumah khususnya kerangka mebel. Rotan jenis ini tumbuh
yang digunakan di bawah atap, karena memanjat dan soliter dengan batang yang
struktur kayunya yang halus (Heyne, dapat mencapai panjang 100 m dan
1987). Hasil penelitian di kawasan Hutan diamater batang tanpa pelepah daun
Rimbo Sekampung menunjukkan bahwa sampai 80 mm. Rotan sega mempunyai
jenis ini dapat dijumpai pada setiap diameter yang kecil, tumbuh merumpun
tingkatan pertumbuhan vegetasi, meski- dengan diameter batang tanpa pelepah
pun tidak mendominasi. daun antara 7-12 mm. Jenis ini
Jenis bayur (Pterospermum javani- merupakan bahan berkualitas tinggi yang
cum Jungh.) merupakan pohon dengan sangat penting untuk industri mebel.
tinggi yang bisa mencapai 50 m dan Penampang batangnya yang bundar
diameter batang 80-100 cm, karena dengan permukaan yang keemasan
kekuatan dan keawetannya banyak mengkilat dan unik, sehingga sangat
dipakai untuk konstruksi jembatan, cocok untuk bahan membuat tikar lampit
bangunan rumah, perahu, papan dan (Dransfield dan Manokaran, 1994). Di
sebagainya. Namun demikian dalam kawasan Hutan Rimbo Sekampung, baik
penggunaannya disarankan untuk dipakai rotan manau maupun rotan sega sudah
di bawah naungan atap (Heyne, 1987). tidak banyak dijumpai, hal ini
Seperti halnya jenis medang kuning, ditunjukkan dari nilai kerapatan relatif
bayur juga merupakan salah satu jenis dan indeks nilai penting yang rendah
dengan potensi ekonomi tinggi yang (INP=0,96% dan 0,29%). Kondisi ini
8
Struktur dan Komposisi Vegetasi Hutan.…(A. Kunarso; F. Azwar)

diduga disebabkan oleh eksploitasi yang maksimal terutama terkait dengan


berlebihan dan kebakaran hutan, sehingga pengamanan kawasan.
mengganggu regenerasi alaminya. Kebijakan hutan adat/desa membuka
peluang lebih besar kepada masyarakat
E. Implikasi Hasil Penelitian untuk desa untuk akses dan memegang hak
Pengelolaan Hutan pada pengelolaan atas sumberdaya hutan
dengan suatu jaminan kepastian (secara
Hasil penelitian menunjukkan bah-wa
hukum) yang lebih kuat, meskipun masih
kondisi kawasan Hutan Rimbo
mengandung pembatasan-pembatasan
Sekampung, sebagai salah satu kawasan
(Moeliono, 2008). Ditetapkannya kawas-
hutan alam lahan kering yang tersisa di
an ini menjadi hutan adat/desa, maka
Sumatera Selatan, saat ini mengalami
masyarakat desa mempunyai peluang
gangguan. Hal ini dapat dilihat dari
yang lebih besar dalam melakukan
rendahnya keanekaragaman jenis tum-
pengelolaan terutama untuk peningkatan
buhan dan terganggunya regenarasi alami
kesejahteraan masyarakat, tanpa merusak
dari jenis-jenis yang tersisa. Tergang-
ekosistem yang sudah terbentuk. Hal ini
gunya sistem regenerasi alami ini
sejalan dengan salah satu skema
disebabkan oleh semakin berkurangnya
rehabilitasi yang dikemukakan oleh
pohon induk penghasil biji/anakan,
Kartawinata (1994), yaitu pengelolaan
sehingga menyebabkan semai tanaman di
hutan oleh masyarakat (community
lantai hutan semakin berkurang. Di sisi
managed forest). Pada skema ini
lain, adanya potensi yang masih cukup
masyarakat terlibat secara partisipatif
tinggi dari jenis-jenis penghasil kayu
dalam pengelolaan hutan di bawah arahan
pertukangan, menjadikan kawasan ini
pemerintah (Kementerian Kehutanan).
rawan terhadap pembalakan liar. Untuk
Masyarakat bertanggungjawab terhadap
itu upaya perlindungan dari pembalakan
pengendalian kebakaran, pengkayaan
liar dan kebakaran sangat diperlukan
jenis dan perlakuan-perlakuan silvikultur-
guna mempertahankan ekosistem yang
nya, namun tetap mempunyai hak
masih tersisa.
terhadap jenis-jenis non-komersial dan
Hutan Rimbo Sekampung merupakan
hasil hutan bukan kayu seperti rotan,
kawasan hutan yang secara turun temurun
getah, minyak atsiri dan madu. Sementara
dikelola oleh masyarakat adat/marga
itu pemerintah bertanggungjawab pada
Desa Benakat Dusun, namun demikian
penyediaan dana, misal untuk berbagai
sampai dengan penelitian ini selesai
perlengkapan pengendalian kebakaran
dilakukan belum ada kepastian hukum
dan persemaian.
terkait status kawasan Hutan Rimbo
Untuk mengurangi laju degradasi,
Sekampung ini. Mengacu pada UU 41
jenis-jenis pohon yang dapat dipilih
Tahun 1999 tentang kehutanan yang
dalam kegiatan rehabilitasi, yaitu
didalamnya juga mengatur tentang hak-
terutama jenis-jenis yang secara alamiah
hak masyarakat hukum adat, maka
tumbuh di kawasan Hutan Rimbo
kawasan ini sebenarnya memiliki peluang
Sekampung dan mempunyai nilai
untuk diusulkan dan ditetapkan sebagai
komersial tinggi seperti laban, sungkai,
hutan adat atau diusulkan sebagai hutan
medang kuning, geronggang dan bayur.
desa seperti yang diatur dalam Peraturan
Di samping itu jenis pohon penghasil
Menteri Kehutanan No: P.49/Menhut-
getah, seperti jelutung (Dyera costulata)
II/2008 tentang hutan desa. Belum
dan damar mata kucing (Shorea javanica)
adanya status yang jelas terhadap
dapat diintroduksi untuk memberikan
kawasan ini, menjadikan pengelolaan
nilai tambah kepada masyarakat sebagai
Hutan Rimbo Sekampung belum
alternatif sumber pendapatan. Kartawina-
ta (1994), menyarankan beberapa jenis
9
Vol. 12 No. 1, April 2015 : 1-17

pohon dari hutan sekunder yang dapat IV. KESIMPULAN DAN SARAN
digunakan untuk kegiatan rehabilitasi,
antara lain sengon (Albizia falcataria), A. Kesimpulan
jabon (Anthocephalus chinensis), duaba- 1. Komposisi dan keanekaragaman jenis
nga (Duabanga molucana), eucalyptus vegetasi di Hutan Rimbo Sekampung
(Eucalyptus deglupta), mahang (Macara- diperoleh 88 jenis vegetasi (39
nga gigantea) dan binuang (Octomeles
suku/famili). Untuk vegetasi tingkat
sumatrana). pohon ditemukan sebanyak 32 jenis
Adanya keterkaitan secara langsung (20 suku/famili), tingkat tiang
terhadap hutan ini, maka masyarakat ditemukan sebanyak 26 jenis (14
secara sadar akan berperan aktif dalam suku/famili), tingkat pancang
menjaga hutan baik dari pembalakan liar sebanyak 22 jenis (15 suku/famili) dan
maupun kebakaran. Dalam hal ini konsep vegetasi tingkat semai dan herba
pengelolaan hutan ‘repong damar’ di berhasil diidentifikasi sebanyak 65
Kabupaten Lampung Barat, Provinsi
jenis (35 suku/famili).
Lampung berpotensi untuk diadopsi guna 2. Jenis-jenis vegetasi yang mendo-
mempertahankan ekosistem Hutan Rimbo minasi pada masing-masing tingkat
Sekampung. Dalam sistem pengelolaan pertumbuhan yaitu : a) tingkat pohon
hutan ini, tegakan damar dipelihara didominasi jenis gerunggang
bersama-sama dengan jenis-jenis (Cratoxyolon arborescens Bl.)
tanaman lainnya seperti kayu-kayuan, (INP=44,16%), b) tingkat tiang
buah-buahan dan rotan, sehingga didominasi oleh jenis sungkai
membentuk struktur vegetasi yang (Peronema canescens Jack.)
kompleks dengan diversitas yang tinggi (INP=52,32%), c) tingkat pancang
dan dikelola oleh masyarakat setempat didominasi jenis marak (Macaranga
(Wijayanto, 1993). Michon dan de tanarus (L.) Muell.Arg.)
Foresta (1994) dalam Lubis (1997), (INP=41,03%), d) tingkat semai dan
menyebutkan bahwa secara ekologis fase herba didominasi jenis marak
perkembangan repong damar tersebut (Macaranga tanarus (L.) Muell.Arg.)
menyerupai tahapan suksesi hutan alam (INP=25,49%).
dengan segala keuntungan ekologisnya 3. Beberapa jenis pohon di kawasan
seperti perlindungan tanah dan evolusi
Hutan Rimbo Sekampung diketahui
iklim mikro. Selain memberikan sumber mempunyai nilai ekonomi cukup
penghasilan bagi masyakarat berupa tinggi sebagai kayu pertukangan, yaitu
getah damar, sistem pengelolaan hutan gerunggang (Cratoxyolon arborescens
ini ternyata mampu menjaga keaneka- Bl.), sungkai (Peronema canescens
ragaman hayati pada kawasan tersebut. Jack.), laban (Vitex pubescens Vahl.),
Seperti dilaporkan oleh Wardah (2005), medang kuning (Litsea firma Hook P.)
yang melakukan penelitian pada hutan dan bayur (Pterospermum javanicum
alam dan hutan produksi konversi repong Jungh.). Adanya jenis-jenis yang dapat
damar di Kelompok Hutan Krui- dimanfaatkan sebagai kayu
Kotajawa, berhasil mengindetifikasi 145 pertukangan ini menjadikan kawasan
jenis tumbuhan dari 54 suku/ famili. Hal hutan ini rawan terhadap pembalakan
ini menunjukkan bahwa dengan adanya liar.
sumber pendapatan lain selain kayu,
maka tekanan terhadap hutan alam juga
B. Saran
akan semakin berkurang.
Ekosistem Hutan Rimbo Sekampung
merupakan kawasan hutan yang rentan
terhadap pembalakan liar dan kebakaran.
10
Struktur dan Komposisi Vegetasi Hutan.…(A. Kunarso; F. Azwar)

Usulan penetapan status kawasan hutan Heriyanto, N.M. (2003). Composition


ini menjadi hutan adat/desa akan and forest stand burns in Berau, East
memberikan peluang yang lebih besar Kalimantan. Bulletin Forest
bagi masyarakat desa untuk mengelola Research 639 : 1-5.
hutan terutama untuk peningkatan Heyne, K. (1987). Tumbuhan berguna
kesejahteraan masyarakat. Adanya Indonesia III. Badan Litbang
keterkaitan secara langsung antara hutan Kehutanan. Jakarta.
dan masyarakat, maka diharapkan dapat Indriyanto. (2006). Ekologi hutan. PT.
meningkatkan partisipati masyarakat Bumi Aksara, Jakarta.
dalam pengamanan kawasan Hutan Kartawinata, K. (1994). The use of
Rimbo Sekampung. secondary forest species in
rehabilitation of degraded forest
UCAPAN TERIMA KASIH lands. Journal of tropical forest
science, 7 (1), 76-86.
Pada kesempatan ini penulis Kusmana, C. (1997). Metode survey
mengucapkan terima kasih kepada vegetasi. IPB Press. Bogor.
seluruh anggota tim penelitian (Teten Lubis, Z. (1997). Repong damar : kajian
Rahman, Subakir, Yanto Chandra dan tentang pengambilan keputusan
Jamal) yang telah banyak membantu dalam pengelolaan lahan hutan di
dalam pengumpulan data di lapangan. Pesisir Krui, Lampung Barat.
Penulis juga mengucapkan terima kasih Working Paper No. 20 Desember
kepada Balai Penelitian Kehutanan 1997. CIFOR.
(BPK) Palembang yang telah http://www.cifor.org/publications/pd
menyediakan anggaran penelitian melalui f_files/WPapers/WP-20.pdf. Diakses
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran pada tanggal 31 Januari 2014.
(DIPA) tahun 2009. Martawijaya, A., I. Kartasujana., K.
Kadir., dan S. A.Prawira. (2005).
DAFTAR PUSTAKA Atlas kayu Indonesia jilid I. Badan
Litbang Kehutanan. Departemen
Dransfield, J dan N. Manokaran. (1994). Kehutanan. Jakarta.
Plant resourses of South-East Asia Moeliono, M.( 2008). Hutan adat dan
No 6 Rattans. PROSEA. Bogor. hutan desa: peluang dan kendala
Gunawan, H., L. B.Prasetyo, A. bagi masyarakat dalam mengelola
Mardiastuti, dan A. P. Kartono. hutan. Kajian dan opini. Working
(2010). Fragmentasi hutan alam Group on Forest Land Tenure. Warta
lahan kering di Provinsi Jawa Tenure Nomor 5-April 2008.
Tengah. Jurnal Penelitian Hutan dan http://wg-tenure.org/wp-
Konservasi Alam.Volume VII content/uploads/2013/05/Warta_Ten
Nomor 1 Tahun 2010. Puslitbang ure_05f.pdf. Diakses pada tanggal 31
Hutan dan Konservasi Alam. Badan Januari 2014.
Litbang Kehutanan. Bogor. Chayamarit, K. (2005). Five new records
Heriyanto, N.M. (2004). Suksesi hutan of Litsea (Lauraceae) for Thailand.
bekas tebangan di Kelompok Hutan THAI FOREST BULLETIN
Sungai Lekawai-Sungai Jengonol, (BOTANY) 33 : 82.
Kabupaten Sintang, Kalimantan Odum, E. P. (1971). Fundamentals of
Barat. Jurnal Penelitian Hutan dan ecology, 3rd Ed. Saunders,
Konservasi Alam. Puslitbang Hutan Philadelphia.
dan Koservasi Alam. Badan Litbang Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.
Kehutanan. Bogor. 49/Menhut-II/2008 Hutan Desa. 5
September 2008. Berita Negara
11
Vol. 12 No. 1, April 2015 : 1-17

Republik Indonesia Tahun 2008 Peningkatan Produktivitas Hutan.


Nomor 39. Jakarta. Badan Litbang Kehutanan. Bogor.
Rachman, O dan Jasni. (2006). Rotan. Soeranegara. I dan Indrawan. (1998).
sumberdaya, sifat dan pengolahan- Ekologi hutan Indonesia. Labora-
nya. Puslitbang Hasil Hutan. Badan torium Ekologi Hutan. Fakultas
Litbang Kehutanan. Departemen Kehutanan. IPB, Bogor.
Kehutanan. Bogor. Undang-Undang Republik Indonesia
Sahwalita dan Imam Muslimin. (2012). Nomor 41 tahun 1999 Kehutanan. 30
Aplikasi pupuk daun pada bibit September 1999. Lembaran Negara
sungkai (Peronema canescens Jack.) Republik Indonesia Tahun 1999
di persemaian. Prosiding Seminar Nomor 167. Jakarta.
Hasil-Hasil Penelitian "Peluang dan Wardah. (2005). Keanekaragaman jenis
Tantangan Pengem-bangan Usaha tumbuhan di kawasan Hutan Krui,
Kayu Rakyat". 23 Oktober 2012. Taman Nasional Bukit Barisan
Puslitbang Peningkatan Produktivitas Selatan, Lampung Barat. Jurnal
Hutan. Badan Litbang Kehutanan. Teknologi Lingkungan Vol 6, No 3
Bogor. (2005).http://digilib.bppt.go.id/ejurna
Sahwalita dan Bambang T. Premono. l/index.php/JTL/article/view/442.
(2012). Strategi pengembangan jenis Diakses pada tanggal 5 Desember
sungkai (Peronema canescens Jack.) 2013.
sebagai usaha kayu rakyat. Prosiding Wijiyanto, N., (1993). Potensi pohon
Seminar Hasil-Hasil Penelitian kebun campuran damar mata kucing
"Peluang dan Tantangan di Desa Pahmongan, Krui, Lampung,
Pengembangan Usaha Kayu Rak- Report, Orstrom-Biotrop, Bogor.
yat". 23 Oktober 2012. Puslitbang

12
Struktur dan Komposisi Vegetasi Hutan.…(A. Kunarso; F. Azwar)

Lampiran (Appendix) 1. Nilai index nilai penting jenis-jenis tumbuhan tingkat pohon (Important value index
of tree species)
Nama lokal Nama ilmiah Nama famili KR FR DR INP
No
(Local name) (Botanical name) (Family name) (%) (%) (%) (%)
1 Balam sontek Payena leerii Kurz. Sapotaceae 0,38 0,56 0,26 1,20
2 Balam terung Palaquium convertum H.J. Sapotaceae 1,53 1,69 1,06 4,28
Lam
3 Bayur Pterospermum javanicum Sterculiaceae 1,15 1,69 0,61 3,45
Jungh
4 Bengkal Tricalysia sp. Rubiaceae 2,29 1,69 1,54 5,53
5 Bungur Lagerstroemia speciosa L. Lythraceae 4,20 3,95 3,49 11,65
6 Bunut Pternandra caerulescens Melastomataceae 0,38 0,56 0,18 1,12
Jack.
7 Empidingan Lithocarpus spicatus Fagaceae 0,38 0,56 0,53 1,48
Rehd.et Wils
8 Gerunggang Cratoxyolon arborescens Guttiferae 13,74 10,17 20,25 44,16
Bl.
9 Jarang pincang Garcinia farvifolia Miq. Clusiaceae 0,76 1,13 0,53 2,43
10 Kenanga Canangium odoratum Annonaceae 0,76 1,13 0,43 2,32
(Lam.) Baill
11 Kundur Benincasa hispida COGN. Sterculiaceae 2,29 2,82 1,91 7,02
12 Laban Vitex pubescens Vahl. Verbenaceae 12,60 10,73 15,90 39,23
13 Luday Sapium baccatum Roxb. Euphorbiaceae 0,76 1,13 0,57 2,46
14 Mampat Cratoxylon formosum Hypericaceae 4,96 5,65 7,45 18,07
Dyer.
15 Meribungan Millettia atropurpurea Leguminosae 6,49 7,91 9,27 23,67
Benth.
16 Martaki Terminallia comintana Combretaceae 0,38 0,56 0,21 1,15
Merr.
17 Medang cabe - Lauraceae 1,91 2,82 1,36 6,09
18 Medang kuning Litsea firma Hook P. Lauraceae 4,58 6,78 3,52 14,88
19 Medang pauh Neunauclea calycina Merr. Rubiaceae 2,67 3,39 1,62 7,69
20 Medang pelem Memecylon costatum Miq. Melastomataceae 4,58 5,65 2,99 13,22
21 Medang reso Cinnamomum Lauraceae 0,76 1,13 0,50 2,39
parthenoxylon Messn.
22 Medang tanduk Dehaasia microcarpa BL. Lauraceae 0,76 1,13 0,55 2,44
23 Merampuyan Rhodamnia cinerea Jack. Myrtaceae 1,53 1,69 2,19 5,42
24 Merkubung Millettia sericea Fabaceae 0,38 0,56 0,21 1,15
Wight&Arn
25 Pelangas Decaspermum parviflorum Myrtaceae 2,29 1,13 1,84 5,26
(L).A.J.Schott
26 Pulai Alstonia scholaris R.Br Apocynaceae 0,38 0,56 0,53 1,48
27 Putat Baringtonia macrostachya Lecythidaceae 3,82 3,95 4,91 12,68
Kurz.
28 Rengas Gluta rengasL. Anacardiaceae 0,76 0,56 0,99 2,32
29 Sengkuang Persea declinata (Bl.) Lauraceae 0,38 0,56 0,32 1,27
Kosterm
30 Sungkai Peronema canescens Jack. Verbenaceae 13,36 7,91 9,31 30,58
31 Tupak mano Baccaurea javanica Euphorbiaceae 0,38 0,56 0,24 1,18
(Blume) Müll.Arg
32 Earu Hibiscus sp Malvaceae 8,40 9,60 4,73 22,73
Jumlah 100,00 100,00 100,00 300,00

13
Vol. 12 No. 1, April 2015 : 1-17

Lampiran (Appendix) 2. Nilai index nilai penting jenis-jenis tumbuhan tingkat tiang (Important value index of
pole species)

Nama lokal Nama ilmiah Nama famili KR FR DR INP


No
(Local name) (Botanical name) (Family name) (%) (%) (%) (%)
Balam terung Palaquium convertum H.J. Sapotaceae 2,65 3,57 2,80 9,03
1
Lam
Bayur Pterospermum javanicum Sterculiaceae 6,19 5,95 6,08 18,22
2
Jungh.
3 Bengkal Tricalysia sp. Rubiaceae 1,77 2,38 2,16 6,31
Bernai Mallotus miquelianus Euphorbiaceae 6,19 5,95 5,70 17,85
4
(Scheff) Boerl.
5 Bungur Lagerstroemia speciosa L Lythraceae 6,19 4,76 5,59 16,55
Bunut Pternandra caerulescens Lythraceae 0,88 1,19 0,50 2,58
6
Jack.
Gerunggang Cratoxylon arborescens Melastomataceae 2,65 3,57 3,47 9,70
7
Bl.
Jengkol hutan Pithecolobium ellipticum Guttiferae 0,88 1,19 0,63 2,71
8
Hassk.
Kayu serai Petunga microcarpa Rubiaceae 0,88 1,19 0,50 2,58
9
(Blume) DC.
Kundur Melochia umbellata Sterculiaceae 0,88 1,19 1,08 3,16
10
(Houtt.) Stapf
11 Laban Vitex pubescens Vahl. Verbenaceae 4,42 3,57 6,42 14,41
Mahang Cinnamomum Lauraceae 0,88 1,19 0,71 2,78
12
parthenoxylon Messn
Marak Macaranga tanarus (L) Euphorbiaceae 0,88 1,19 1,08 3,16
13
Muell.A
14 Medang kuning Litsea firma Hook P. Lauraceae 10,62 9,52 11,32 31,46
15 Medang pauh Neunauclea calycina Merr. Rubiaceae 2,65 3,57 3,31 9,54
16 Medang pelem Memecylon costatum Miq. Melastomataceae 3,54 4,76 4,00 12,30
17 Merampuyan Rhodamnia cinerea Jack. Myrtaceae 6,19 5,95 4,92 17,06
Merkubung Millettia sericea Fabaceae 10,62 11,90 11,05 33,58
18
Wight&Arn
Putat Baringtonia macrostachya Lecythidaceae 0,88 1,19 0,63 2,71
19
Kurz.
Sengkuang Persea declinata (Bl.) Lauraceae 0,88 1,19 0,53 2,61
20
Kosterm
Simpur Dillenia exelsa (Jack.) Rubiaceae 1,77 2,38 1,30 5,45
21
Gilg.
22 Simpur badak Randia pantula Mig. Rubiaceae 0,88 1,19 1,13 3,20
23 Sungkai Peronema canescens Jack. Verbenaceae 20,35 13,10 18,88 52,32
Tubu Lepisanthes amoena Sapindaceae 0,88 1,19 0,63 2,71
24
(Hasak) Leenh.
Tupak mano Baccaurea javanica Euphorbiaceae 0,88 1,19 1,17 3,25
25
(Blume) Müll.Arg
26 Waru Hibiscus sp Malvaceae 4,42 5,95 4,40 14,78
Jumlah 100,00 100,00 100,00 300,00

14
Struktur dan Komposisi Vegetasi Hutan.…(A. Kunarso; F. Azwar)

Lampiran (Appendix) 3. Nilai index nilai penting jenis-jenis tumbuhan tingkat pancang (Important value
index of sapling species)

Nama lokal Nama ilmiah Nama famili KR FR INP


No
(Local name) (Botanical name) (Family name) (%) (%) (%)
1 Angrung Trema orientale L. Ulmaceae 2,63 4,00 6,63
2 Bayur Pterospermum javanicum Sterculiaceae
0,66 5,00 5,66
Jungh.
3 Bernai Mallotus miquelianus (Scheff) Euphorbiaceae
3,95 5,00 8,95
Boerl
4 Bunut Pternandra caerulescens Jack. Melastomataceae 1,32 1,00 2,32
5 Keliat Macrocos paniculata L. Tiliaceae 1,32 2,00 3,32
6 Laban Vitex pubescens Vahl. Verbenaceae 1,32 1,00 2,32
7 Mali-mali Leea indica Burn F Leeaceae 15,13 13,00 28,13
8 Marak Maracanga tanarius (L) Muell. Euphorbiaceae
23,03 18,00 41,03
Arg.
9 Medang kuning Litsea firma Hook P. Lauraceae 6,58 8,00 14,58
10 Medang pelem Memecylon costatum Miq. Melastomataceae 1,97 1,00 2,97
11 Medang reso Cinnamomum parthenoxylon Lauraceae
0,66 1,00 1,66
Messn .
12 Merampuyan Rhodamnia cinerea Jack. Lauraceae 0,66 1,00 1,66
13 Merkubung Millettia sericea Wight&Arn Fabaceae 0,66 1,00 1,66
14 Pelangas Decaspermum parviflorum Myrtaceae
5,92 2,00 7,92
(L).A.J.Schott
15 Putat Baringtonia macrostachya Lecythidaceae
1,32 2,00 3,32
Kurz.
16 Rotan manau Calamus manan Miq. Arecaceae 3,95 4,00 7,95
17 Rotan sego Calamus caesius Bl. Arecaceae 0,66 1,00 1,66
18 Simpur Tebernaemontana macrocarpa Apocynaceae
11,18 16,00 27,18
Jack.
19 Subuk Lepisanthes amoena (Hasak) Sapindaceae
0,66 1,00 1,66
Leenh
20 Sungkai Peronema canescens Jack. Verbenaceae 8,55 9,00 17,55
21 Tupak mano Baccaurea javanica (Blume) Euphorbiaceae
2,63 1,00 3,63
Müll.Arg.
22 Waru Hibiscus sp. Malvaceae 5,26 3,00 8,26
Jumlah 100,00 100,00 200,00

15
Vol. 12 No. 1, April 2015 : 1-17

Lampiran (Appendix) 4. Nilai index nilai penting jenis-jenis tumbuhan tingkat semai dan herba (Important
value index of seedling and herb)

Nama lokal Nama ilmiah Nama famili KR FR INP


No
(Local name) (Botanical name) (Family name) (%) (%) (%)
1 -* Croton glandulosus L Euphorbiaceae 0,29 0,57 0,86
2 Akar balang Phanera samibifida (Roxb) Fabaceae 0,05 0,19 0,24
Bth.
3 Akar kembasau Salacia macrophylla Miq. Hyppocratiaceae 0,05 0,19 0,24
4 Akar manggul Connarus grandis Jack. Conaraceae 0,15 0,38 0,53
5 Akar serekan Spatholobus Fabaceae 0,19 0,57 0,77
ferrugineus (Zoll. &Moritzi)
Benth
6 Akar sikembung Lepistemon linectariferus Convoivulaceae 0,15 0,57 0,72
7 Akasia Acacia mangium Willd. Fabaceae 0,10 0,38 0,48
8 Angrung Trema orientale L. Ulmaceae 0,24 0,95 1,20
9 Antari Curculigo archoides Gaetrn. Amarillidaceae 6,56 6,11 12,67
10 Antebung Panicum sarmentosum Roxb Sterculiaceae 4,47 3,63 8,10
11 Bambu pipit Chentotecha lapacea Graminae 0,24 0,38 0,62
12 Bayur Pterospermum sp. Malvaceae 0,15 0,38 0,53
13 Belidang Scleria sumatraensis Retz. Cyaperaceae 12,49 7,82 20,31
14 Beriang Randia patula Miq. Rubiaceae 0,15 0,57 0,72
15 Bernai Mallotus miquelianus Euphorbiaceae 0,83 1,15 1,97
(Scheff) Boerl.
16 Bungur Lagerstroemia speciosa L. 0,24 0,19 0,43
17 Dalian Bridelia tomentosa Blume. Euphorbiaceae 0,34 0,19 0,53
18 Bunut Pternandra caerulescens Melastomataceae 0,44 0,76 1,20
Jack.
19 Empritan Cyrtococcum acrescens Graminae 8,65 5,34 13,99
(Trin) Stapf
20 - Pleomele elliptica (Thunb. & Liliaceae 0,10 0,19 0,29
Dalm.) N.E.Br.
21 - Syzygium sp. Myrtaceae 0,39 0,19 0,58
22 Gadung Smilax zeylenica L. Smilaxaceae 0,39 0,57 0,96
23 Gerunggang Cratoxylon arborescens Bl. Guttiferae 1,99 0,76 2,76
24 Harendong bulu Clidemia hirta DON Melastomaceae 0,29 0,57 0,86
25 - Hibiscus surattensis L. Malvaceae 0,10 0,38 0,48
26 Jengkol hutan Pithecolobium ellipticum Fabaceae 0,19 0,38 0,58
Hassk.
27 - Cissus nodosa Bl. Vitaceae 0,05 0,19 0,24
28 Katoman biasa Chromolaena odorata L Vitaceae 3,50 2,86 6,36
29 Katoman kebo Eupatorium inulifolia HBK Asteraceae 0,58 0,76 1,35
30 Kayu serai Petunga microcarpa Compositae 0,05 0,19 0,24
(Blume) DC.
31 Kayu sugi Nephelium rambutanake Rubiaceae 0,15 0,38 0,53
Leenh.
32 Keliat Macrocos paniculata L. Sapindaceae 0,05 0,19 0,24
33 Kenanga Canangium odoratum(Lam.) Tiliaceae 0,05 0,19 0,24
Baill
34 Kopi Coffea Sp. Annonaceae 0,29 0,38 0,67
35 Kundur Melochia umbellata (Houtt) Rubiaceae 0,10 0,19 0,29
Stapf.
36 - Poulzolzia zeylanica Bnn. Sterculiaceae 0,05 0,19 0,24
37 Langkenai Selaginella opaca Warb. Urticaceae 7,58 6,49 14,07
38 Lawatan Mikania micrantha Kunth. Selaginellaceae 8,31 5,34 13,65
39 Lepang tikus Cayratia geniculata (Bl.) Asteracea 0,78 2,10 2,88
Gagnep.
40 Mali-mali Leea indica Burn. F. Vitaceae 3,50 5,92 9,41
41 Mampat Cratoxylon faraiosum (Jack) Leeaceae 0,63 1,72 2,35
Dyer.
16
Struktur dan Komposisi Vegetasi Hutan.…(A. Kunarso; F. Azwar)

Nama lokal Nama ilmiah Nama famili KR FR INP


No
(Local name) (Botanical name) (Family name) (%) (%) (%)
42 Marak Macaranga tanarus (L) Hypericaceae 16,52 8,97 25,49
Muell.A.
43 Meribungan Millettia atropurpurea Euphorbiaceae 0,15 0,57 0,72
Benth.
44 Medang kuning Litsea firma Hook P. Leguminosae 1,41 3,05 4,46
45 Medang pauh Neunauclea calycina Merr. Lauraceae 0,24 0,38 0,62
46 Medang pelem Memecylon costatum Miq. Rubiaceae 0,05 0,19 0,24
47 Medang reso Cinnamomum parthenoxylon Melastomataceae 0,19 0,57 0,77
Messn.
48 Medang seluang Persea declinata (Bl.) Lauraceae 0,05 0,19 0,24
Kosterm.
49 Merkubung Millettia sericea Lauracee 0,10 0,19 0,29
Wight&Arn.
50 Pakis Sphaerostephanos Sp. Fabaceae 0,92 1,72 2,64
51 Pasak bumi Eurycoma longifolia Jack. Thelypteridaceae 0,29 1,15 1,44
52 Pelangas Decaspermum parviflorum Simaroubaceae 0,63 0,95 1,59
(L).A.J.Schott.
53 Ribu-ribu Cnestis palala (Lour) Merr Myrtaceae 0,78 1,53 2,30
54 Rotan manau Calamus manan Miq. Conaraceae 0,19 0,76 0,96
55 Rotan sego Calamus sp Palmae 0,10 0,19 0,29
56 - Oplismenus compositus (L.) Palmae 0,83 0,57 1,40
Desv.
57 Sangitan Fagraea sp. Graminae 0,49 1,15 1,63
58 Seduduk Melastoma candidum D. Loganiaceae 0,05 0,19 0,24
Don
59 Simpur Tebernaemontana Melastomaseae 0,15 0,57 0,72
macrocarpa Jack.
60 Subuk Lepisanthes amoena (Hasak) Apocynaceae 0,83 3,05 3,88
Leenh.
61 Sungkai Peronema canescens Jack. Sapindaceae 0,78 1,72 2,50
62 Teki Cyperus rotundus L. Verbenaceae 0,10 0,19 0,29
63 Tepus Maranta arundinaceae L. Graminae 6,51 4,58 11,09
64 Terung hutan Solanum sp. Marantaceae 1,60 3,82 5,42
65 Waru Hibiscus sp. Solanaceae 2,19 3,24 5,43
Jumlah 100,00 100,00 200,00
Keterangan (Remaks): Nama lokal tidak diketahui menunjukkan bahwa jenis tersebut tidak berhasil
diidentifikasi di lapangan. Identifikasi jenis berhasil dilakukan di Herbarium
Bogoriense LIPI (Unknown local name indicates that the species is could not be
identified in the field. Species identification is successfully carried out in the
Herbarium Bogoriense, LIPI)

17

You might also like