140-Article Text-754-1-10-20220216

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 7

Bulletin of Counseling and Psychotherapy

Prevalensi Masalah Emosional: Stres,


Kecemasan dan Depresi pada Usia Lanjut
Elizabeth Ari Setyarini 1 , Susanti Niman2, Tina Shinta Parulian3,
Sani Hendarsyah4
STIKes Santo Borromeus Bandung, Indonesia1, 2, 3
Puskesmas DTP Gunung Halu Bandung, Indonesia4
easetyarini40@gmail.com

Submitted:
2022-01-06 ABSTRACT: This study aims to describe the prevalence of
Revised: emotional problems in the elderly in West Bandung. This research
2022-01-20
is quantitative research with descriptive design with research
Accepted:
2022-02-15 respondents totaling 106 people who seek treatment with physical
Copyright holder: complaints to Puskesmas DTP Gunung Halu West Bandung. The
© Setyarini, E. A., niman, S., Parulian, T. S., & Hendarsyah, S.
(2022). instrument for measuring the prevalence of emotional problems
This article is under: uses the Indonesian version of DASS 42. Data analysis using
frequency distribution. The results obtained for demographic data
57.5% of respondents are female, 41.5% education level is
How to cite:
Setyarini, E. A., niman, S., Parulian, T. S., & Hendarsyah, S. elementary school graduates and 32.1% of respondents are
(2022). Prevalensi Masalah Emosional: Strees, Kecemasan
dan Depresi pada Usia Lanjut. Bulletin of Counseling and housewives. The prevalence of emotional problems experienced by
Psychotherapy, 4(1), 21-27.
https://doi.org/10.51214/bocp.v4i1.140 mild stress was 9.4%, moderate 19.8%, severe 24.5% and very
Published by: severe 24.5%. The prevalence of anxiety was 19.8% at mild level,
Kuras Institute
35.8% moderate level, 34.9% severe level and 6.6% very severe
Journal website:
https://journal.kurasinstitute.com/index.php/bocp level. The prevalence of depression was 16.0% at mild level, 32.1%
E-ISSN: moderate level and 22.6% severe level. The finding of emotional
2656-1050
problems of stress, anxiety and depression in the elderly group
indicates the need for mental health services at the level of
primary health services such as Puskesmas.

KEYWORDS: Depression, Anxiety, Elderly, Emotional Problems,


stress

PENDAHULUAN
Prospek populasi dunia 2019 (United Nation, 2019) menyatakan bahwa pada tahun 2050, 1 dari
6 orang di dunia akan berusia di atas 65 tahun, meningkat dari 1 banding 11 pada tahun 2019. Jumlah
usia lanjut dengan usia 65 tahun ke atas pada tahun 2019 berjumlah 703 juta dan diproyeksikan
meningkat dua kali lipat menjadi 1,5 miliar pada tahun 2050. Kondisi ini menunjukkan bahwa setiap
negera mengalami peningkatan jumlah dan proporsi populasi usia lanjut (United Nations, 2019).
Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/ WHO) memperkirakan pada tahun 2020,
populasi orang yang berusia di atas 65 tahun akan mencapai 20% dari populasi dunia dan sekitar 70%
dari mereka tinggal di negara berkembang (Kazeminia, et al. 2020).
Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, jumlah penduduk lansia pada tahun 2025
diperkirakan 33,69 juta, tahun 2035 diperkirakan mencapai 48,19 juta, sehingga diperkirakan
terdapat 9,03% lansia tinggal di Indonesia (pusdatin.kemkes.go.id). Proyeksi jumlah penduduk lansia
tahun 2010-2035 di Jawa Barat pada tahun 2017 sebanyak 4,16 juta jiwa, sedangkan pada tahun 2015
jumlah penduduk lansia sebanyak 3,77 juta jiwa. Pada tahun 2021 jumlah penduduk lansia di Jawa
Barat diperkirakan sebanyak 5,07 juta jiwa atau sebesar 10,04 persen dari penduduk total Jawa Barat.

Bulletin of Counseling and Psychotherapy / Vol 4, No 1, March 2022 / 21


Elizabeth Ari – Prevalensi masalah emosional: Stres, Kecemasan…

Kondisi ini menunjukan bahwa Jawa Barat sudah memasuki aging population (BPS Jawa Barat, 2017).
Peningkatan jumlah populasi lanjut usia membutuhkan upaya untuk mempertahankan kesehatan
lanjut usia baik secara fisik maupun secara mental. WHO menyatakan bahwa pada tahun 2050,
sebanyak 80% lansia tinggal di negara-negara miskin dan berkembang, sehingga diperkirakan
kesehatan lansia memburuk. Peningkatan jumlah lansia berdampak pada status kesehatan yang
diakibatkan perubahan-perubahan yang terjadi, diantaranya perubahan fisik dan psikologis
(Nugroho, 2008). Permasalahan fisik terkadang mengakibatkan timbulnya permasalahan psikologis
hingga lansia mengalami gangguan kesehatan mental. Hurlock (dalam Sari & Wibowo, 2021)
menyatakan bahwa lansia memiliki beberapa tugas perkembangan, antara lain menyesuaikan diri
dengan menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan, menyesuaikan diri dengan masa pension dan
berkurangnya penghasilan keluarga, menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup,
membentuk hubungan dengan orang-orang yang seusia, membentuk pengaturan kehidupan yang
memuaskan dan menyesuaikan dengan peran sosial secara luwes.
Orang dewasa yang berusia lebih dari 60 tahun, banyak menderita gangguan mental. Kesehatan
mental lansia merupakan salah satu keadaan dimana seseorang merasa sehat tidak mengalami
gangguan psikis dan serta dapat berperilaku sewajarnya (Sari & Wibowo, 2021). Sebesar 6,6% dari
total cacat yang dialami oleh lansia berusia lebih dari 60 tahun banyak dikaitkan dengan gangguan
mental maupun gangguan neurologis. Gangguan mental dan neurologis yang paling umum pada
lansia adalah demensia dan depresi sebanyak 5-7%, masalah penggunaan narkoba sebanyak 1%.
Gangguan neuropsikiatri yang paling umum dari kelompok lansia adalah demensia dan depresi.
Gangguan kecemasan mempengaruhi 3,8% populasi lansia, dan hampir seperempat kematian yang
terjadi pada lansia dikarenakan perbuatan menyakiti diri sendiri yang dilakukan oleh lansia (World
Health Organization, 2013). Hasil studi yang lain menyatakan bahwa kecemasan dan depresi
merupakan masalah kesehatan jiwa yang banyak dilami oleh usia lanjut. Diperkirakan 10-20% dari
usia lanjut mengalami depresi yang disertai dengan gangguan kecemasan. Kecemasan dan depresi
merupakan masalah kesehatan jiwa penyumbang dari meningkatnya jumlah disabilitas dan mortalitas
pada usia lanjut (Wu, et al. 2020).
Prevalensi gangguan kecemasan berkisar antara 3.2 – 14.2 % di Swiss dan Prancis. Survei di
Chongqing, China menunjukkan bahwa 21.63% lansia yang memiliki penyakit fisik mengalami
kecemasan (Li, et al. 2019). Kesehatan mental adalah factor yang paling penting yang mempengaruhi
kualitas hidup lansia Xie J (dalam Sari & Wibowo, 2021). Faktor yang mempengaruhi kesehatan
mental lansia adalah agama, mensyukuri hidup, hubungan social, kualitas hidup, silaturahmi, sehat
dan memaafkan. Perihal lain yang dapat mempengaruhi kesehatan mental lansia adalah sabar,
sederhana, terbuka dan tidak dendam (Sari & Wibowo, 2021). Selain aspek intelegensi, ingatan, serta
fungsi mental yang menurun, adanya faktor lain dapat menimbulkan gangguan emosional bagi lansia.
Faktor individu, faktor sosial ekonomi, serta faktor lingkungan dapat mempengaruhi keadaan mental
emosional lansia. Hasil studi menyatakan bahwa individu lanjut usia yang hidup sendiri dapat merasa
kesepian atau terisolasi secara sosial.
Situasi ini dapat memicu muncul respon psikologis negatif yang akhirnya menjadi masalah
emosional (Yanguas & Tarazona, 2018). Faktor individu, seperti adanya penyakit fisik yang dialami
berdasarkan hasil studi memiliki korelasi yang kuat dengan masalah emosioanal seperti ansietas dan
depresi (Axon, & Chien,2021) Perubahan yang terjadi pada lansia seperti penurunan keadaan fisik,
serta berbagai hal lain menyebabkan perubahan keadaan psikologis bagi lansia yang dapat
berkembang menjadi gangguan mental. Masalah emosional dapat mempengaruhi kondisi fisik
individu. Adanya masalah pada fisik dapat juga mempengaruhi kondisi emosional. Masalah emosional
pada lansia dapat disebabkan oleh penyakit kronis yang dialami. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
ada hubungan antara masalah emosional dengan faktor usia pada lansia khususnya pada usia 65
tahun ke atas (Qonitah & Isfandiari,2015). Masalah emosional yang terjadi pada lansia dapat
disebabkan adanya faktor biologis seperti penyakit fisik (Annisa & Dewi, 2019). Usia lanjut dengan

Bulletin of Counseling and Psychotherapy / Vol 4, No 1, March 2022 / 22


Elizabeth Ari – Prevalensi masalah emosional: Stres, Kecemasan…

penyakit hipertensi mengalami tingkat stres sedang (Sudawam, & PH, 2018). Usia lanjut merupakan
periode yang ditandai dengan kerapuhan emosional. Selain perubahan neurobiologis di otak,
penuaan akan mempengaruhi emosi, fisik dan sosial individu lanjut usia. Depresi menjadi masalah
psikologis yang paling sering dialami oleh usia diatas 65 tahun (López-Torres Hidalgo, 2019).
Menjalani masa tua dengan bahagia dan sejahtera merupakan dambaan semua orang. Keadaan
seperti ini hanya dapat dicapai oleh seseorang apabila orang tersebut sehat secara fisik, mental dan
emosional. Penemuan kasus dini melalui pengenalan masalah kesehatan jiwa perlu dipahami oleh
semua pihak yang terkait dengan pembinaan kesehatan jiwa usia lanjut, untuk itu perlu dilakukan
skrining yang dapat mengarah kepada adanya suatu gangguan masalah kesehatan jiwa. Hasil studi
literatur yang peneliti lakukan belum banyak artikel yang mengupas prevalensi masalah emosional
stres, kecemasan dan depresi secara bersamaan. Berdasarkan hal tersebut peneliti melihat bahwa
perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan prevalensi masalah emosional pada lansia: stres,
kecemasan dan depresi pada masyarakat yang berkunjung ke fasilitas pelayanan kesehatan primer
sehingga dapat dilakukan intervensi sebelum terjadinya gangguan kesehatan jiwa pada usia lanjut.

METODE
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan desain cross
sectional. Responden dipilih sebanyak 106 orang berdasarkan kriteria inklusi bersedia menjadi
responden dengan menandatangani inform consent, berusia lebih dari 60 tahun dan berobat di
Puskesmas DTP Gununghalu. Penelitian yang dilakukan telah mendapatkan persetujuan etik
penelitian dari komite etik penelitian kesehatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Santo Borromeus
(Nomor: 085/STIKes-SB/Etik/Has/XII/2021). Instrumen untuk mengukur stres, kecemasan dan
depresi menggunakan DASS 42 (Depression Anxiety Stress Scale) versi bahasa Indonesia. Instrumen
DASS 42 menurut Lovibond & Lovibond (1995) dalam Crawford & Henry (2003) pada sampel non
klinik mempunyai tingkatan discriminant validity dan mempunyai nilai reliabilitas cronbac’s alpha
sebesar 0.91. Analisa data dilakukan dengan sistem komputerisasi untuk melihat distribusi frekuensi
dengan menggunakan ukuran persentase.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pengumpulan data dilakukan selama 1 bulan pada usia lanjut yang datang berobat ke
Puskesmas DTP Gunung Halu Bandung Barat. Sebanyak 106 usia lanjut yang memenuhi kriteria inklusi
dan menyatakan kesediaannya untuk berpartisipasi pada kegiatan yang dilakukan. Gambaran alur
kegiatan pengambilan data adalah setelah usia lanjut melakukan pendaftaran di bagian pendaftaran,
kemudian dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital dan assesment awal oleh perawat, maka akan
menunggu pemeriksaan oleh dokter. Selama proses menunggu pemeriksaan, peneliti melakukan
pendekatan dan memberikan penjelasan tentang penelitian yang dilakukan. Pasien yang telah
mendapatkan penjelasan kegiatan penelitian dan bersedia untuk berpartisipasi diminta
menandatangi inform consent sebelum diberikan kuisioner.
Responden yang mengalami kesulitan dalam mengisi kuisioner dibantu oleh peneliti dengan
cara dibacakan dan diberikan kebebasan untuk memilih jawaban sendiri. Selanjutnya peneliti
menjabarkan hasil penelitian yang dilakukan. Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa dari 106
responden yang terlibat dalam penelitian ini 57.5% berjenis kelamin wanita. Pada tabel 2 dapat
diketahui bahwa 35.8% responden berada pada tingkat kecemasan sedang. Berdasarkan tingkat
pendidikan 41.5% berpendidikan SD (sekolah dasar) dan pekerjaan responden 32.1% adalah IRT (Ibu
rumah tangga). Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa 24.5% responden berada pada tingkat
stres berat dan sangat berat. Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa 32.1% responden berada
pada tingkat depresi sedang.

Bulletin of Counseling and Psychotherapy / Vol 4, No 1, March 2022 / 23


Elizabeth Ari – Prevalensi masalah emosional: Stres, Kecemasan…

Tabel 1 Karakteristik Responden (N=106)


Karakteristik Frekuensi (f) (%)
Jenis Kelamin
Pria 45 42.5
Wanita 61 57.5
Pendidikan
Tidak Sekolah 9 8.5
SD (sekolah Dasar) 44 41.5
SMP (Sekolah Menengah pertama) 21 19.8
SMA (Sekolah Menengah Atas) 18 17.0
Perguruan Tinggi 14 13.2
Pekerjaan
Tidak Bekerja 14 13.2
IRT (Ibu Rumah Tangga) 34 32.1
Pensiunan 12 11.3
Wiraswasta 19 17.9
Petani 11 10.4
Buruh 16 15.1
Total 106 100.0

Tabel 2. Tingkat Kecemasan (N=106)


Tingkat Kecemasan Frekuensi (f) Persentase (%)
Normal 3 2.8
Ringan 21 19.8
Sedang 38 35.8
Berat 37 34.9
Sangat Berat 7 6.6
Total 106 100.0

Tabel 3. Tingkat Stres (N=106)


Tingkat Stres Frekuensi (f) Persentase (%)
Normal 23 21.7
Ringan 10 9.4
Sedang 21 19.8
Berat 26 24.5
Sangat Berat 26 24.5
Total 106 100.0

Tabel 4. Tingkat Depresi (N=106)


Tingkat Depresi Frekuensi (f) Persentase (%)
Normal 31 29.2
Ringan 17 16.0
Sedang 34 32.1
Berat 24 22.6
Total 106 100.0

Penuaan merupakan proses yang tidak dapat dihindari dan menjadi tahap perkembangan
terjadinya perubahan fisik, psikologis, dan sosial. Penuaan mengacu pada perubahan progresif yang
ireversibel di mana kekuatan fisik dan mental secara signifikan terganggu (Kazeminia, et al. 2020).
Kondisi kecemasan pada lansia dapat terjadi dengan seiringnya pertambahan umur, hal ini
disebabkan karena adanya pikiran akan kematian. Lansia pada periode awal memiliki masa-masa
kecemasan yang paling tinggi, tetapi seiring waktu dengan bertambahnya usia tersebut lansia
berusaha menerima keadaan mereka dan merasa pasrah.

Bulletin of Counseling and Psychotherapy / Vol 4, No 1, March 2022 / 24


Elizabeth Ari – Prevalensi masalah emosional: Stres, Kecemasan…

Cemas adalah suatu perasaan yang timbul dalam diri seseorang berupa was-was, khawatir, atau
tidak nyaman seakan-akan terjadi sesuatu yang dirasakan sebagai ancaman. Perasaan cemas berbeda
dengan perasaan takut. Rasa takut muncul akibat penilaian intelektual terhadap sesuatu yang
berbahaya, sedangkan cemas adalah respon emosional terhadap penilaian intelektual tersebut (de
Oliveira, et al. 2019). Pada dasarnya kecemasan adalah sesuatu yang wajar dialami oleh setiap
manusia. Kecemasan sudah dianggap sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari seorang manusia.
Kecemasan lansia dapat dipicu oleh ketidakamanan finansial, masalah kesehatan, demensia,
kehilangan kebebasan, pertukaran peran, perencanaan akhir kehidupan, duka dan kehilangan,
imobilitas, sakit kronis, perubahan persepsi sensorik, termasuk kehilangan penglihatan dan
berkurangnya rasa, bau dan isolasi.
Kecemasan tidak selalu memiliki penyebab tertentu, karena kecemasan muncul atau
diperburuk oleh faktor lingkungan dan situasional tertentu. Seiring bertambahnya usia, seseorang
menghadapi tantangan dan stres yang belum pernah dihadapi sebelumnya sehingga memicu
terjadinya cemas. Kondisi lansia pada keadaan fisik dan fungsi tubuh akan menurun. Terjadi beberapa
perubahan struktur dan fungsional pada sistem kardiovaskuler. Pembuluh darah akan kehilangan
elastisitas yang mengakibatkan terjadinya pengapuran dan penyempitan pembuluh darah. Aliran
darah keseluruh tubuh akan berkurang karena menurunnya kemampuan aorta dan arteri.
Konsekuensinya, jantung akan semakin kuat memompa darah dan terjadi peningkatan tekanan
tahanan perifer yaitu tekanan darah sistolik dan diastolik akan meningkat atau dikenal hipertensi
(Brunner & Suddarth, 2006).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 35,8% lansia berada pada tingkat kecemasan
sedang, 24,5% lansia berada pada tingkat stres berat dan 24,5% sangat berat, serta 32,1% berada
pada depresi sedang. Data karakteristik responden dalam penelitian ini adalah 57.5% berjenis
kelamin wanita dengan tingkat pendidikan 41.5% berpendidikan SD (sekolah dasar) dan pekerjaannya
32.1% adalah IRT (Ibu rumah tangga). Kondisi ini disebabkan karena jumlah perempuan dewasa di
Indonesia lebih tinggi dibandingkan jumlah laki-laki dewasa (Purwanti, 2014) sehingga jumlah
perempuan pada hampir setiap lini kehidupan didominasi perempuan.
Karakteristik responden pada penelitian ini mengenai status pekerjaan terlihat pekerjaan paling
dominan adalah ibu rumah tangga sebanyak 34 orang (32,1%) dan yang tidak bekerja sebanyak 14
orang (13,2%), tingkat pendidikan paling banyak hanya sekolah dasar (SD) sebanyak 41,5% dan tidak
sekolah sebanyak 9 orang (8,5%). Seseorang dengan tidak sekolah dan lulusan sekolah dasar
memungkinkan memiliki keadaan ekonomi yang tidak baik. Tuntutan ekonomi dapat menyebabkan
stres dan kecemasan pada seseorang. Perry dan Potter (2010) menyatakan bahwa dalam keadaan
stres dan cemas akan terjadi stimulasi simpatis yang meningkatkan frekwensi denyut jantung, curah
jantung dan resistensi vaskular. Efek simpatis ini meningkatkan tekanan darah. Stres atau cemas
dapat meningkatkan tekanan darah sebesar 30 mmHg.
Manifestasi klinis yang dirasakan lansia saat mengalami kecemasan pada penelitian ini antara
lain merasa bibir kering, merasa goyah, merasa berada dalam situasi yang membuatnya merasa
sangat cemas dan akan merasa lega jika semua berakhir, merasa lemas seperti mau pingsan,
menyadari kegiatan jantung, walaupun tidak sedang melakukan aktivitas fisik (misalnya: merasa
detak jantung meningkat). Kondisi kesehatan lansia juga dapat memicu terjadinya kecemasan, hal ini
terjadi karena kecemasan memicu aktivasi dari hipotalamus yang mengendalikan dua sistem
neuroendokrin, yaitu sistem saraf simpatis memicu peningkatan aktivasi berbagai organ dan otot
polos salah satunya meningkatkan kecepatan denyut jantung serta pelepasan epinefrin dan
norepinefrin ke aliran darah oleh medulla adrenal (Sherwood, 2010). Kondisi kecemasan pada
penelitian ini dihubungkan dengan jenis kelamin, tingkat pendidikan serta jenis pekerjaan.
Aggelopoulou et al., (2017) menyatakan bahwa faktor yang berkaitan dengan kualitas hidup yang
buruk dan tingkat kecemasan dan depresi lansia adalah usia semakin tua, tingkat pendidikan yang
rendah, pengangguran, situasi ekonomi miskin dan masalah kesehatan, hal ini sesuai dengan hasil

Bulletin of Counseling and Psychotherapy / Vol 4, No 1, March 2022 / 25


Elizabeth Ari – Prevalensi masalah emosional: Stres, Kecemasan…

penelitian ini, dimana karakteristik responden dalam penelitian ini 32,1% adalah ibu rumah tangga,
41,5% responden memiliki tingkat pendidikan hanya pada jenjang sekolah dasar (SD). Hermawan et
al., (2019) juga menyatakan bahwa ada hubungan antara pendidikan, pekerjaan dan pengetahuan
pada lansia yang mengalami kecemasan dengan kondisi hipertensi. Menurut Notoatmodjo (2012)
bahwa pendidikan yang rendah akan menghambat perkembangan sikap dan pengetahuan seseorang
dan cenderung lebih sulit pemahaman terhadap penyelesaian masalah, dengan pemahaman yang
kurang tersebut seseorang akan sulit menginterprestasikan suatu objek dan materi yang kemudian
akan mempengaruhi tingkat perilaku sehingga berpendidikan rendah lebih cenderung memicu
terjadinya stres. Stuart (2013) menyatakan penilaian yang berlebihan terhadap adanya bahaya dalam
situasi tertentu dan menilai rendah kemampuan dirinya untuk mengatasi ancaman merupakan
penyebab kecemasan pada seseorang (Stuart. G, 2013).
Lansia lebih rentan terhadap stres dan kecemasan sebagai akibat dari kehilangan atau
penurunan harga diri, pengurangan aktivitas dan stimulasi, kehilangan teman dan kerabat, kehilangan
kemandirian fisik dan penyakit kronis, perubahan dalam kehidupan sehari-hari atau lingkungan
tempat tinggal, ketakutan. kematian dan kurangnya dukungan sosial (Kazeminia, et al. 2020).
Berdasarkan hasil analisa menunjukkan bahwa 32.1% responden berada pada tingkat depresi sedang.
Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yaitu Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
memperkirakan bahwa sekitar satu dari setiap 10 orang lanjut usia mungkin menderita depresi.
Depresi menjadi penyebab kedua kecacatan fisik dan psikososial pada lanjut usia. Selain itu penyakit
kardiovaskular sering dikaitkan dengan peningkatan tekanan psikologis pada usia lanjut. Gejala
depresi dapat muncul pada usia lanjut karena penggunaan beberapa obat, atau setelah gangguan
kejiwaan obsesif-kompulsif atau gangguan panik (de Oliveira, et al. 2019).

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa masalah emosional ditemukan dalam
dalam rentang ringan sampai berat pada usia lanjut yang berobat dengan keluhan fisik di Puskesmas
DTP Gununghalu. Usia lanjut yang datang berobat karena merasakan keluhan fisik dapat mengalami
masalah emosional stres, kecemasan dan depresi. Keterbatasan penelitian pengukuran masalah
emosional hanya menggunakan instrumen DASS 42 belum mampu menegakkan diagnosa ansietas
dan depresi secara klinik. Diperlukan pemeriksaan lanjutan oleh pemberi layanan medis kesehatan
jiwa untuk menegakkan diagnosa masalah emosional pada lansia. Saran ditemukannya data awal
masalah emosional stres, kecemasan dan depresi pada kelompok usia lanjut menunjukkan adanya
kebutuhan pelayanan kesehatan jiwa lansia (psikogeriatric) pada tingkat layanan kesehatan primer
seperti Puskesmas.

DAFTAR PUSTAKA
Aggelopoulou, Z., Fotos, N. V., Chatziefstratiou, A. A., Giakoumidakis, K., Elefsiniotis, I., & Brokalaki,
H. (2017). The level of anxiety, depression and quality of life among patients with heart failure
in Greece. Applied Nursing Research, 34, 52-56.
Annisa, M. Amelia, R., Dewi, N.P (2019). Gambaran Tingkat Depresi pada lansia di Wilayah Kerja
Puskesmas Guguak Kabupaten 50 Kota Payakumbuh. Health and Medical Journal. Vol 1, No 2
DOI: https://doi.org/10.33584/heme.v1i2.235.g185
Axon, D. R., & Chien, J. (2021). Predictors of Mental Health Status among Older United States Adults
with Pain. Behavioral sciences (Basel, Switzerland), 11(2), 23.
https://doi.org/10.3390/bs11020023
Badan Pusat Statistik (2017). Profil Lansia Provinsi Jawa Barat. Jakarta:
https://jabar.bps.go.id/publication/2018/05/29/09e63178d5ac779bab448180/profil-lansia-
provinsi-jawa-barat-2017
Brunner & Suddarth (2006). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume II.

Bulletin of Counseling and Psychotherapy / Vol 4, No 1, March 2022 / 26


Elizabeth Ari – Prevalensi masalah emosional: Stres, Kecemasan…

Edisi 8. Jakarta: EGC;


Crawford, JR & Henry, JD., (2003). The Depression Anxiety Stress Scale (DASS): Normative data and
latent structure in a large non-clinical sample. British Journal of Clinical Psychology, 42, 111-
113. http://www.serene.me.uk/ docs/asseass/dass-21.pdf
de Oliveira, L. D. S. S. C. B., Souza, E. C., Rodrigues, R. A. S., Fett, C. A., & Piva, A. B. (2019). The effects
of physical activity on anxiety, depression, and quality of life in elderly people living in the
community. Trends in psychiatry and psychotherapy, 41, 36-42.
Kazeminia, M., Salari, N., Vaisi-Raygani, A., Jalali, R., Abdi, A., Mohammadi, M., ... & Shohaimi, S.
(2020). The effect of exercise on anxiety in the elderly worldwide: a systematic review and
meta-analysis. Health and quality of life outcomes, 18(1), 1-8.
Li, Z., Zhao, X., Sheng, A., & Wang, L. (2019). Item response analysis of the Geriatric Anxiety Inventory
among the elderly in China: dimensionality and differential item functioning test. BMC
geriatrics, 19(1), 313. https://doi.org/10.1186/s12877-019-1346-1
López-Torres Hidalgo, J., & DEP-EXERCISE Group (2019). Effectiveness of physical exercise in the
treatment of depression in older adults as an alternative to antidepressant drugs in primary
care. BMC psychiatry, 19(1), 21. https://doi.org/10.1186/s12888-018-1982-6
Haqi, M. H., Has, E. M. M., & Bahiyah, K. (2019). Gambaran status mental (stres, kecemasan, dan
depresi) pada korban pasca gempa berdasarkan periode perkembangan (remaja, dewasa, dan
lansia) di Desa Pendua Kabupaten Lombok Utara. Psychiatry Nursing Journal (Jurnal
Keperawatan Jiwa), 1(1), 29-35.
Nugroho, W. 2008. Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit EGC
Qonitah, N., & Isfandiari, M. A. (2015). Hubungan antara imt dan kemandirian fisik dengan gangguan
mental emosional pada lansia. Jurnal Berkala Epidemiologi, 3(1), 1-11.
Sari, Rindy Nawang & Wibowo, Padmono. (2021). Faktor psikologis yang mempengaruhi tingkat
kesehatan mental pada narapidana lansia di rutan kelas IIB Trenggalek. Justitia: Jurnal Ilmu
Hukum dan Humaniora, Vol. 8 No. 6. 1629-1636.
http://jurnal.um-tapsel.ac.id/index.php/Justitia
Stuart, L. (2013). Principles and practice of psychiatric nursing (10th Ed.). St. Louis: Mosby Elsevier.
Sherwood, L. (2010). Human Physiology: From Cell to Systems. 7th Ed. Canada: Yolanda Cassio
Stuart, G. W. (2013). Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi Kelima. Jakarta: EGC
Sudawam, S., & PH, L. (2018). GAMBARAN TINGKAT STRES LANSIA DENGAN HIPERTENSI. Jurnal Ilmiah
Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal, 7(1), 32-36.
https://doi.org/https://doi.org/10.32583/pskm.7.1.2017.32-36
United Nations, Departments of Economic and Social Affairs, Population Division (2019). World
Population Ageing 2019: Highlights (ST/ESA/SER.A/430)
Wu, Y. T., Kralj, C., Acosta, D., Guerra, M., Huang, Y., Jotheeswaran, A. T., Jimenez-Velazquez, I. Z., Liu,
Z., Llibre Rodriguez, J. J., Salas, A., Sosa, A. L., Alkholy, R., Prince, M., & Prina, A. M. (2020). The
association between, depression, anxiety, and mortality in older people across eight low- and
middle-income countries: Results from the 10/66 cohort study. International journal of geriatric
psychiatry, 35(1), 29–36. https://doi.org/10.1002/gps.5211
Yanguas, J., Pinazo-Henandis, S., & Tarazona-Santabalbina, F. J. (2018). The complexity of loneliness.
Acta bio-medica: Atenei Parmensis, 89(2), 302–314.
https://doi.org/10.23750/abm.v89i2.7404
WHO: Populasi lansia di dunia semakin bertambah. (voaindonesia.com)
Mengenal Kesehatan Mental pada Lanjut Usia | Puspensos (kemensos.go.id).

Bulletin of Counseling and Psychotherapy / Vol 4, No 1, March 2022 / 27

You might also like