Dokumen Analisis Kebutuhan Kopetensi Guru
Dokumen Analisis Kebutuhan Kopetensi Guru
Dokumen Analisis Kebutuhan Kopetensi Guru
HAERUDIN, S.S
Abstrak. Tujuan studi ini adalah untuk mengidentifikasi kondisi obyektif kebutuhan sekolah, yang
dapat dijadikan dasar dalam menentukan intervensi kebijakan melalui perencanaan program
pendidikan. Secara khusus studi ini dimaksudkan untuk mengetahui: (a) karakteristik guru yang
dipandang sebagai determinan kualitas guru, dan (b) kualitas guru yang difokuskan pada kompetensi
guru dalam proses belajar mengajar dan identifikasi kebutuhan pelatihannya. Hasil studi menunjukkan
bahwa latar belakang guru banyak yang tidak sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan
(mismatch), terutama guru SMP/MTs dan SMA/ SMK/MA yang berasal dari sekolah swasta.
Penguasaan guru SD/MI terhadap materi pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya masih
memprihatinkan. Namun, guru SMP/MTs dan SMA/SMK/MA sudah menguasai sebagian besar materi
mata pelajaran. Upaya untuk meningkatkan profesionalisme guru dilakukan melalui kegiatan
pelatihan, meskipun lebih dari dua perlima guru tidak pernah mengikuti penataran/pelatihan. Pelatihan
tentang pengembagan kurikulum dan penyusunan tes dibutuhkan hampir oleh semua guru, terutama
guru MI, MTs dan MA serta guru yang berlatar belakang pendidikan non- keguruan.
Abstract. This study aims to identify the objective read of the school needs objectively which can be
taken into account in determining policy intervention through educational planning. The specific aims
of the study are to obtain information on: a) teacher characteristics perceived as determinants of
teacher quality b) teacher quality which focuses on their competence in teaching and learning process
and need assessment of teacher training. Findings of the study show that there are many teachers
whose educational backgrounds did not match with the subject they teach (mismatch). This is
especially true in the case of private junior and senior secondary school teachers. There was a concern
on the mastery of primary school teachers in the subjects they teach. At the junior and senior
secondary levels most of the teachers had the mastery in most parts of the subjects they teach.
Attempts to improve teacher professionalism were conducted through training. However, more than
two fifth of teachers did not participate in any training. Training on how to develop curriculum and
tests were needed by most of Islamic primary, junior secondary and senior secondary teachers who
had non-teaching qualification background.
input dan environmental input yang mendukung nilai, yang dimiliki seseorang yang terkait dengan
bagi terjaminnya proses pendidikan (belajar-
mengajar). Instrumental input meliputi: tenaga
guru dan non-guru, kurikulum, anggaran,
administrasi, dan prasarana/sarana. Sedangkan
environmental input meliputi: sosial budaya,
kependudukan, keamanan, politik, ekonomi, dan
lain-lain.
Dari sekian banyak komponen input proses
belajar mengajar, guru menarik untuk dikaji lebih
mendalam. Hal inini dikarenakan guru sebagai
agen peubah kognitif, afektif, maupun psi-
komotorik peserta didik. Soedijarto ( 1993)
mengemukakan bahwa peranan guru sebagai
pengelola proses belajar- mengajar sangat
menentukan kualitas proses belajar, yang
bermuara pada kualitas hasil belajar/mutu
pendidikan. Kualitas guru menjadi harga mutlak
guna pencapaian pendidikan yang bermutu.
Medley dan Shannon seperti dikutip Dunkin
(1997) mengemukakan ada tiga aspek kualitas
guru yang biasa digunakan dalam menilai kualitas
kerja guru, yakni kompetensi guru (teacher
effectiveness), kompetensi guru (teacher
competence), dan kinerja guru (teacher
performance).
Pendapat yang sama dikemukakan Lorin W.
Anderson (1989). Anderson menjelaskan bahwa
keefektifan guru digunakan untuk merujuk pada
hasil kerja yang dicapai guru atau sejumlah
kemajuan yang diraih siswa dalam rangka
pencapaian tujuan-tujuan khusus pendidikan.
Sebagai implikasi atas definisi ini, keefektifan
guru hanya dapat dinilai dengan perilaku siswa,
dan bukan perilaku guru. Kinerja guru merujuk
pada perilaku pada saat mengajar di kelas.
Adapun kompetensi guru didefinisikan
sebagai se- perangkat pengetahuan,
kemampuan, dan kepercayaan yang dimiliki
seorang guru yang dibawa dalam situasi
mengajar. Kompetensi guru (teacher competence)
merupakan salah satu aspek penting bagi guru
dalam mengajar. Bahkan Anderson
mengemukakan bahwa kompetensi dapat
digunakan untuk mempertimbangkan guru yang
efektif.
Pengertian ini mengandung makna bahwa
kompetensi bersifat kompleks dan merupakan
satu kesatuan yang utuh yang menggambarkan
potensi, pengetahuan, keterampilan, sikap dan
profesi tertentu dan berkenaan dengan bagian- bimbing peserta didik memenuhi standar
bagian yang dapat diaktualisasikan dalam kompetensi yang ditetapkan dalam standar
bentuk tindakan atau kinerja untuk nasional pendidikan. Kompetensi pedagogik
menjalankan profesi tersebut. Sedangkan
bentuk dan kualitas kinerja dapat dipengaruhi
oleh faktor eksternal antara lain lingkungan
atau iklim kerja dan tantangan atau tuntutan
pekerjaan. Oleh karena itu, kualifikasi dan
profesionalitas merupakan suatu contoh dari
perwujudan kompetensi yang dimiliki
seseorang. Kompetensi terdiri dari pengetahuan
dan keterampilan yang secara spesifik
terstandar dan diterapkan dalam melakukan
pekerjaan sesuai dengan persyaratan yang
telah ditentukan.
Pemerintah Indonesia telah
mengembangkan “Sepuluh Kompetensi Guru”
pada tahun 1980 yang harus dipunyai guru
yang profesional, yaitu: kemampuan
menguasai bahan, kemampuan mengelola
program belajar mengajar, kemampuan
mengelola kelas, kemampuan
menggunakan media/sumber, kemampuan
menguasai landasan- landasan kependidikan,
kemampuan mengelola interaksi belajar-
mengajar, kemampuan menilai prestasi
peserta didik untuk kepentingan
pengajaran, kemampuan mengenal fungsi dan
program bimbingan dan penyuluhan,
kemampuan mengenal dan menyelenggarakan
administrasi sekolah, dan kemampuan
memahami prinsip- prinsip dan menafsirkan
hasil-hasil penelitian pendidikan guna keperluan
pengajaran (Samana, 1994).
Selanjutnya, berdasarkan Undang-Undang
RI Nomor 14 tahun 2005 Tentang Guru dan
Dosen dikatakan bahwa seorang guru wajib
memiliki kualifikasi akademik, kompetensi,
sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani,
serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional. Dalam hal ini
Kompetensi yang dimaksud adalah meliputi
kompetensi pedagogik, kom- petensi
kepribadian, kompetensi sosial dan
kompetensi profesional. Ke empat kompetensi
tersebut harus dimiliki seorang pendidik sesuai
atau melebihi standar nasioal baru dapat
dikatakan guru tersebut guru profesional.
Kompetensi profesional adalah kemampuan
penguasaan materi pembelajaran secara luas
dan mendalam yang memungkinkannya mem-
Haerudin, S.S, Analisis Kebutuhan Guru
Tabel 2. Rerata Penguasaan Materi Mata Pelajaran oleh Guru SMP dan SM terhadap Mata Pelajaran
yang Menjadi Tanggung jawab Utamanya Berdasarkan Mata Pelajaran
Keterangan: 1. Sangat baik = 85% - < 87% 3. Cukup = 80% - < 83%
2. Baik = 83% - <85% 4. Kurang baik= < 80%
Haerudin, S.S, Analisis Kebutuhan Guru
cenderung lebih banyak yang membutuhkan 2 Diploma Keguruan 0.3 2.7 97.0 333
3 Diploma Non-keguruan 2.2 19.6 97.8 46
dibandingkan dengan di sekolah swasta (95,1%). 4 S1 Keguruan 1.6 5.8 92.5 428
5 S1 Non-keguruan 1.7 11.0 87.2 172
Kemudian, MI dan MA tampak lebih 6 S2 0.0 28.6 71.4 7
Total 1.3 6.0 92.7 1151
membutuhkan materi pelatihan ini. Hal ini Jenis Pendidikan
1 SD 0.5 3.1 96.4 556
tercermin dengan tanggapan mereka yang 100% 2
3
MI
SMP
0.0
1.0
3.4
8.6
96.6
90.3
29
290
4 MTs 0.0 3.0 97.0 33
memilih pelatihan ini “dibutuhkan.” Sementara di 5 SMA 1.5 8.2 90.3 134
6 MA 0.0 0.0 100.0 14
MTs hanya sekitar 97,1% guru yang 7 SMK 5.2 11.2 83.6 116
Total 1.2 5.8 93.0 1177
membutuhkan materi ini. Sedangkan guru SMA Status Kepegawaian
Guru
terlihat lebih sedikit yang membutuhkan pelatihan 1 Guru PNS 1.2 2.7 96.1 411
2 Guru Honor 1.6 5.9 92.5 255
“Peningkatan Pengeta- huan tentang Materi Mata 3 Guru Tetap Yayasan 0.6 6.3 93.1 320
Guru Tidak Tetap
4 1.7 10.7 87.6 177
Pelajaran (90,3%).” Yayasan
5 Lainnya 0.0 66.7 33.3 3
Total 1.2 5.7 93.1 1166
Menurut latar belakang pendidikan, hampir
semua guru cenderung membutuhkan pelatihan
Tabel 9. Tanggapan Guru tentang “Pelatihan
“Peningkatan Pengetahuan tentang Materi Mata
Penguasaan Materi Kurikulum”
Pelajaran.” Namun guru berlatar belakang
Kebutuhan Guru akan Pelatihan tentang
Diploma, baik keguruan maupun non-keguruan Penguasaan Materi Kurikulum
No Status Sekolah F
Tidak Kurang
terlihat lebih membutuhkan materi pelatihan ini. dibutuhkan dibutuhkan
Dibutuhkan
1 Negeri 1.2 2.0 96.8 593
Sementara guru berpendidikan S2 kurang 2 Swasta 0.5 5.7 93.7 574
Total 0.9 3.9 93.0 1167
membutuhkan pelatihan ini, dan hanya sekitar Jenjang Pendidikan
1 Sekolah Menengah 1.2 1.8 97.0 164
85 . 7% yang membutuhkannya. Sementara 2 Diploma Keguruan 0.0 2.4 97.6 335
3 Diploma Non-keguruan 2.2 6.7 91.1 45
menurut status kepegawaian, guru PNS (97,8%) 4 S1 Keguruan 1.4 4.7 93.9 428
5 S1 Non-keguruan 0.6 5.3 94.1 169
dan guru honor (96,8%) lebih membutuhkannya 6 S2 0.0 28.6 71.4 7
Total 0.9 3.9 95.2 1148
pelatihan “Peningkatan Pengetahuan Tentang 1
Jenis Sekolah
SD 0.5 2.5 97.0 556
2 MI 0.0 3.4 96.6 29
Materi Mata Pelajaran.” 3 SMP 0.4 4.7 94.9 290
4 MTs 0.0 0.0 100.0 33
Berdasarkan Tabel 8, pelatihan “Penyusunan 5 SMA 1.5 5.2 93.3 134
6 MA 0.0 0.0 100.0 14
Tes” cenderung dibutuhkan hampir oleh semua 7 SMK 3.5 8.7 87.8 116
Total 0.9 3.9 95.3 1166
guru, namun guru di sekolah negeri (95,6%) Status Kepegawaian
Guru
terlihat lebih membutuhkan daripada guru di 1
2
Guru PNS
Guru Honor
1.0
0.8
1.4
3.5
97.6
95.7
415
255
3 Guru Tetap Yayasan 0.6 6.1 93.3 313
sekolah swasta (90,4%). Guru SMK (83,6%) Guru Tidak Tetap
4 1.1 5.7 93.1 174
terlihat kurang membutuhkan pelatihan ini, diikuti 5
Yayasan
Lainnya 0.0 0.0 100.0 3
Total 0.9. 3.8 95.3 1160
guru SMA dan SMP. Sedangkan guru SD dan MI
“sangat” membutuhkan materi pelatihan ini, yakni
ada sekitar 96% guru memilih “dibutuhkan.” Dari Tabel 9 memperlihatkan bahwa pelatihan
tabel yang sama, guru yang berlatar belakang “Penguasaan Materi Kurikulum” dibutuhkan oleh
pendidikan S2 ( 71 ,4 %) cenderung kurang hampir semua guru. Guru di sekolah negeri lebih
membutuhkan pelatihan “Penyusunan Tes,” diikuti membutuhkan dibandingkan di sekolah swasta.
guru berlatar belakang S1 Non-keguruan Guru MTs dan MA tampak lebih membutuhkan
(87,2%). Sementara guru berstatus PNS materi pelatihan ini. Hal ini tercermin dengan
cenderung lebih membutuhkan pelatihan “ tanggapan mereka yang 100% memilih pelatihan
Penyusunan Tes” (96,1%). tersebut “dibutuhkan,” sementara di MI hanya
sekitar 96.6% guru yang membutuhkan materi
Tabel 8. Tanggapan Guru tentang “Pelatihan ini. Adapun guru SMK terlihat lebih sedikit yang
untuk Penyusunan Tes” membutuhkan pelatihan “Penguasaan Materi
Kebutuhan Guru akan Pelatihan tentang
Kurikulum” dibandingkan jenis sekolah lainnya
No Status Sekolah
Tidak
Penyusunan Tes
Kurang
F (87,8%).
dibutuhkan dibutuhkan Dibutuhkan
1 Negeri 1.4 3.1 95.6 589 Guru berlatar belakang Sekolah Menengah
2 Swasta 1.2 8.6 90.4 584
Total 1.2 5.8 93.0 1173 (97%) dan Diploma Keguruan (97,6%)
Jenjang Pendidikan
1 Sekolah Menengah 1.8 3.0 95.2 165 merupakan guru yang membutuhkan pelatihan
“Penguasaan
Materi Kurikulum.” Sedangkan guru berpendidikan
tersebut, pada dasarnya tetap memerlukan guru
S2 kurang membutuhkan pelatihan ini, yaitu
baik sebagai sumber ilmu pengetahuan atau
hanya sekitar 71 , 4% yang memilih bahwa
sebagai fasilitator dalam memperdalam ilmu
pelatihan tersebut “dibutuhkan.” Demikian pula
pengetahuan lebih lanjut. Guru memang
halnya jika guru dilihat menurut status
memegang peran utama dalam mentransfer ilmu
kepegawaian, yakni guru berstatus PNS (97,6%)
pengetahuan kepada siswa, tapi guru bukan satu-
dan guru honor (95,7%) lebih membutuhkan
satunya sumber ilmu pengetahuan.
pelatihan tentang “Penguasaan Materi Kurikulum”
Kompetensi mengajar guru dilihat dari
ini.
penguasaan guru atas materi pelajaran yang
Upaya peningkatan mutu pendidikan tidak
diajarkan. Kajian ini mengungkapkan penguasaan
terlepas dari peran guru. Guru merupakan salah
materi guru SD/ MI cukup memprihatinkan,
satu determinan terhadap peningkatan mutu
sementara guru SMP/MTs dan SM sudah cukup
pendidikan. Penerapan teknologi dalam kegiatan
baik. Demikian juga jika kesesuaian mengajar
belajar mengajar dianggap sebagai faktor
diukur dengan latar belakang pendidikan dengan
pelengkap (suplementary) terhadap peran guru.
mata pelajaran yang diajarkan, maka Kota
Hal ini merupakan suatu justifikasi bahwa dalam
Bontang tidak harus menjadikan in-service
kegiatan belajar mengajar peran guru tidak dapat
training yang ditujukan untuk meningkatkan
digantikan oleh berbagai sarana bahkan sarana
kesesuaian latar belakang pendidikan guru
dengan sentuhan teknologi sekalipun. Berdasar-
dengan mata pelajaran yang diajarkan menjadi
kan pada pernyataan tersebut, peningkatan
prioritas. Sekali lagi, jika program in-service
kemampuan guru dapat menjadi jaminan
training ini tetap menjadi prioritas maka dalam
terhadap peningkatan mutu pendidikan.
waktu satu sampai dua tahun seharusnya
Guru memang merupakan determinan ter- semua guru dapat ditargetkan. Program
hadap peningkatan mutu pendidikan, tetapi tanpa pelatihan memang merupakan solusi yang
dukungan sarana guru tidak dapat menjalankan diambil ketika masalah yang timbul adalah
perannya dengan efektif. Profesionalisme guru berkenaan dengan rendahnya kompetensi. Tetapi
tidak menjadi jaminan bagi hasil kegiatan belajar pelatihan belum merupakan solusi yang dapat
mengajar maksimal tanpa didukung oleh sumber memecahkan masalah ketika suatu organisasi
belajar dan sarana yang memadai. Dalam tidak mempunyai visi yang jelas tentang apa yang
melaksanakan perannya, guru beranggapan akan dicapai. Pada dasarnya pelatihan
bahwa ketersediaan buku teks sebagai sumber diarahkan untuk memberdayakan tenaga
belajar utama dianggap belum memadai. Fakta guru untuk mencapai visi sekolah.
ini menunjukkan bahwa tanpa dukungan sumber
Hasil survai menunjukkan bahwa faktor
belajar dalam bentuk buku teks, sulit bagi guru
pendidikan dan pengalaman tidak membedakan
untuk dapat meningkatkan prestasi akademis
kebutuhan guru terhadap program-program
siswa di Kota Bontang. Buku tidak hanya memuat
pelatihan yang diinginkan. Dengan kata lain, guru
berbagai konsep-konsep yang diajarkan oleh
dengan berbagai jenjang pendidikan dan dengan
guru; buku juga memuat informasi tambahan
rentang pengalaman mengajar yang rendah
yang dapat memberikan ilustrasi bagi siswa untuk
sampai tinggi cenderung membutuhkan program
memperkaya informasi yang diperoleh dari guru.
pelatihan. Pemberlakuan kurikulum tingkat
Argumentasi yang sering dikemukakan terhadap
keberadaan buku adalah bahwa fungsi buku teks satuan pendidikan (KTSP) tidak hanya membawa
tidak dapat menggantikan fungsi guru sebagai konsekuensi terhadap metode belajar, cakupan
sumber ilmu. bahan ajar, tetapi juga pada sistem evaluasi.
Secara harafiah kompetensi tidak hanya
Dengan demikian fungsi guru adalah sebagai
mengukur kemampuan akademis siswa tetapi
fasilitator siswa. Peran fasilitator yang dimaksud
juga kemampuan dalam mengaplikasikan
adalah membantu siswa dalam mencari informasi
pengetahuan yang diperoleh dari ruang ke
mengerjakan soal atau tugas yang diberikan oleh
kelas kepada kehidupan sehari-hari sesuai
guru kepada siswa. Pentahapan belajar mengajar
dengan jenjang pendidikan yang ditempuh oleh
Haerudin, S.S, Analisis Kebutuhan Guru
siswa.
Berdasarkan pada hasil analisis data survai
pelatihan “Penggunaan Metode Belajar Mengajar,”
menunjukkan bahwa guru memerlukan pelatihan
“Manajemen Pengelolaan Kelas,” “Peningkatan
manajemen pengelolaan kelas, materi pelajaran,
Pengetahuan tentang Materi Mata Pelajaran,”
dan penyu-sunan tes. Meskipun hasil survai tidak
“Penyusunan Tes,” dan “Penguasaan Materi
menanyakan alasan mengapa jenis- jenis
Kurikulum” cenderung dibutuhkan hampir oleh
pe- latihan tersebut yang diminati, namun
semua guru, terutama guru MI, MTs dan MA serta
penerapan KTSP menjadi alasan yang kuat bagi
guru yang berlatar belakang pendidikan non-
guru-guru Kota Bontang mengapa program-
keguruan. Pelatihan tentang pengembagan
program tersebut yang menjadi pilihan. Seperti
kurikulum dan penyusunan tes dibutuhkan hampir
dikemukakan sebelumnya, perubahan kurikulum
oleh semua guru, terutama guru MI, MTs dan MA
membawa konsekuensi terhadap metode
serta guru yang berlatar belakang pendidikan
mengajar, bahan ajar, serta sistem evaluasi.
non- keguruan.
Simpulan dan
Saran
Saran Simpulan
Sebagai titik tolak bagi keberlangsungan kegiatan
Pengkajian kebutuhan peningkatan kompetensi belajar mengajar di kelas, kurikulum (KTSP) perlu
guru jenjang pendidikan dasar dan menengah di dilakukan sosialisasi, pendampingan/bantuan
kota Bontang merupakan suatu tahapan untuk profesional oleh unit terkait secara terpadu dan
mengidentifikasi karakteristik guru dalam upaya bersinergi, baik oleh Balitbang, Ditjen
meningkatkan mutu pendidikan di kota Bontang Mandikdasmen, maupun Dinas Pendidikan kota
melalui penyelenggaraan berbagai program Bontang. Program pelatihan secara spesifik
pelatihan. Hasil kajian menunjukkan latar diarahkan untuk meningkatkan kemampuan guru
belakang pendidikan guru banyak yang tidak dalam dalam penguasaan KTSP, termasuk di
sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan, dalamnya adalah landasan filosofinya, metode
terutama guru SMP/MTs dan SMA/SMK/MA yang belajar, dan sistem penilaiannya. Untuk
berasal dari sekolah swasta. Hanya dua pertiga menunjang efektivitas pelaksanaan program
guru SMP/MTs dan SMA/SMK/MA tergolong sesuai pelatihan setiap sekolah perlu untuk menetapkan
antara latar belakang pendidikan dengan mata target yang akan dicapai termasuk kemampuan
pelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Guru untuk menyediakan fasilitas pendukung. Hal ini
yang “kurang sesuai” lebih besar proporsinya karena arah penerapan KTSP tidak akan
ditemui pada SMP dan SMK, sementara guru yang diterapkan secara serentak (seragam) tetapi
paling banyak “tidak sesuai” (mismatch) adalah secara bertahap berdasarkan kesiapan sekolah
MTs. baik kesiapan dalam arti kemampuan
Kompetensi guru SD/MI pada materi menyediakan fasilitas pendidikan, kemampuan
pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya guru, dan kondisi social ekonomi lingkungan
masih memprihatinkan. Namun, guru SMP/MTs sekolah.
dan SMA/ SMK/MA sudah menguasai sebagian Meskipun kepala sekolah tidak secara
besar materi mata pelajaran. Ada lima mata
langsung terlibat dalam penerapan KTSP, kepala
pelajaran yang dikuasai guru pada jenjang
sekolah mempunyai beberapa peran yang dapat
tersebut dengan “sangat baik” (di atas 85%),
memfasilitasi guru dalam menerapkan KTSP.
yaitu mata pelajaran Matematika, Bahasa Inggris,
Atmosfir organisasi sekolah perlu diciptakan bagi
Biologi, Elektronik, dan Kewarganegaraan.
guru untuk dapat mengembangkan kemampuan
Penilaian kebutuhan peningkatan kompetensi
mengajarnya. Penyediaan insentif baik untuk guru
guru adalah langkah awal untuk meningkatkan
maupun siswa dalam rangka penerapan KTSP
mutu guru. Upaya untuk meningkatkan mutu
secara efektif. Oleh karena itu, diperlukan
guru ini telah dilakukan Pemda Bontang
program pelatihan untuk membimbing kepala
melalui berbagai kegiatan pelatihan. Namun,
sekolah mampun menyusun program
lebih dari dua perlima guru belum pernah
manajemen pendidikan di tingkat sekolah
mengikuti penataran/pelatihan. Hasil survei
sehingga dapat memfasilitasi penerapan
menunjukkan
Haerudin, S.S, Analisis Kebutuhan Guru
kurikulum tersebut.
Pustaka Acuan
Anderson, Lorin W. 1989. The Effective Teacher Study Guide and Readings. New York: McGraw-Hill, Inc.
Dunkin, MJ. 1997. “Assessing Teacher’s Effectiveness.” Issues in Educational Research, 7(1), 1997, 37-
51.
Departemen Pendidikan Nasional, 2005. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005
Tentang Guru dan Dosen
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional, Nomor 16 tahun 2007 Tentang Standar Akademik dan
Kompetensi Guru
Samana. 1994. Profesionalisme Keguruan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Soedijarto. 1993. Memantapkan Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Grasindo
Tirtarahardja dan Sula. 2000. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta