Dokumen Analisis Kebutuhan Kopetensi Guru

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 15

Kajian Kebutuhan Peningkatan Kompetensi Mengajar Guru

HAERUDIN, S.S

Abstrak. Tujuan studi ini adalah untuk mengidentifikasi kondisi obyektif kebutuhan sekolah, yang
dapat dijadikan dasar dalam menentukan intervensi kebijakan melalui perencanaan program
pendidikan. Secara khusus studi ini dimaksudkan untuk mengetahui: (a) karakteristik guru yang
dipandang sebagai determinan kualitas guru, dan (b) kualitas guru yang difokuskan pada kompetensi
guru dalam proses belajar mengajar dan identifikasi kebutuhan pelatihannya. Hasil studi menunjukkan
bahwa latar belakang guru banyak yang tidak sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan
(mismatch), terutama guru SMP/MTs dan SMA/ SMK/MA yang berasal dari sekolah swasta.
Penguasaan guru SD/MI terhadap materi pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya masih
memprihatinkan. Namun, guru SMP/MTs dan SMA/SMK/MA sudah menguasai sebagian besar materi
mata pelajaran. Upaya untuk meningkatkan profesionalisme guru dilakukan melalui kegiatan
pelatihan, meskipun lebih dari dua perlima guru tidak pernah mengikuti penataran/pelatihan. Pelatihan
tentang pengembagan kurikulum dan penyusunan tes dibutuhkan hampir oleh semua guru, terutama
guru MI, MTs dan MA serta guru yang berlatar belakang pendidikan non- keguruan.

Kata kunci: Kompetensi mengajar, kebutuhan peningkatan mutu guru

Abstract. This study aims to identify the objective read of the school needs objectively which can be
taken into account in determining policy intervention through educational planning. The specific aims
of the study are to obtain information on: a) teacher characteristics perceived as determinants of
teacher quality b) teacher quality which focuses on their competence in teaching and learning process
and need assessment of teacher training. Findings of the study show that there are many teachers
whose educational backgrounds did not match with the subject they teach (mismatch). This is
especially true in the case of private junior and senior secondary school teachers. There was a concern
on the mastery of primary school teachers in the subjects they teach. At the junior and senior
secondary levels most of the teachers had the mastery in most parts of the subjects they teach.
Attempts to improve teacher professionalism were conducted through training. However, more than
two fifth of teachers did not participate in any training. Training on how to develop curriculum and
tests were needed by most of Islamic primary, junior secondary and senior secondary teachers who
had non-teaching qualification background.

Key words: teaching competence, teacher quality improvement

Pendahuluan dari tingkat pusat sampai dengan kabupaten/kota


Efektivitas dalam intervensi kebijakan pendidikan bahkan kecamatan. Di lain pihak, intervensi
ditentukan oleh akurasi data empirik yang jangka panjang cenderung diarahkan pada
mendasari penentuan komponen intervensi. Di perbaikan status ekonomi orang tua dan
bidang pendidikan intervensi dikategorikan pada perbaikan in-frastruktur sosial.
intervensi jangka pendek dan intervensi jangka Baik intervensi jangka pendek maupun
panjang. Intervensi jangka pendek pada dasarnya intervensi jangka panjang diarahkan untuk
diarahkan perbaikan tenaga pendidik dan meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan di
pendidik, penyediaan sarana dan prasarana tingkat sekolah. Indikator dari peningkatan
pendidikan di tingkat sekolah, dan perningkatan kualitas bukan pada pengelolaan program
motivasi siswa, serta pembenahan pengelolaan pendidikan yang baik dan bukan juga pada
pro-gram pendidikan baik di tingkat sekolah peningkatkan kesejahteraan tenaga kependidikan
maupun pada organisasi pengelola pendidikan dan pendidik di tingkat sekolah. Indikator ke-
berhasilan intervensi adalah prestasi belajar dan
tersebut harus disusun dalam tahapan yang
kompetensi siswa.
terencana, konsisten dan berkelanjutan sehingga
Untuk mencapai hasil dalam waktu dekat, dapat meningkatkan akuntabilitas kinerja yang
intervensi jangka pendek dianggap lebih layak berorientasi pada pencapaian hasil atau manfaat.
(feasible). Hal ini didasarkan pada dua per- Berangkat dari fenomena tersebut, kajian
timbangan. Pertama pemerintah tidak mempunyai terhadap kompetensi guru menarik untuk
dana yang mencukupi untuk membiayai semua ditelaah. Berdasarkan isu yang diuraikan
program pendidikan, meskipun program tersebut pada latar belakang, permasalahan studi ini
telah menjadi agenda kebijakan. Oleh karena itu, dapat dirumuskan sebagai berikut:
Pemerintah perlu untuk menentukan skala Bagaimanakah kondisi kompetensi mengajar
prioritas dengan berbagai pertimbangan. Kedua, guru di berbagai satuan pendidikan di kota
Pemerintah cenderung ingin segera mengetahui Bontang?
dampak atau hasil dari intervensi.
Secara umum tujuan kajian ini dimaksudkan
Intervensi pemerintah untuk meningkatkan untuk mengidentifikasi kondisi obyektif kebutuhan
mutu pendidikan sebagai output pendidikan sekolah, yang dapat dijadikan dasar dalam
merupakan salah satu masalah “serius” yang menentukan intervensi kebijakan melalui
dihadapi pemerintah, pemerintah daerah, dan perencanaan program pendidikan. Prioritas
bahkan sekolah. Hal ini dikarenakan mutu penelitian ditujukan untuk mengevaluasi proses
pendidikan merupakan cerminan kinerja pengelola pendidikan di sekolah yang dicerminkan oleh
pendidikan. Artinya, mutu pendidikan yang di- kompetensi mengajar guru. Adapun tujuan
capai suatu daerah menggambarkan keberhasilan khusus pelaksanaan kajian adalah untuk
pekerja pendidikan dalam mengelola pendidikan. mengetahui: a) karakteristik guru yang dipandang
Kota Bontang sebagai salah satu kota/ sebagai determinan kualitas guru, dan b) kualitas
kabupaten di propinsi Kalimantan Timur tidak guru yang difokuskan pada kompetensi guru
luput dari permasalahan mutu pendidikan. dalam proses belajar mengajar dan identifikasi
Keberadaan mutu pendidikan yang dicapai terkait kebutuhan pelatihannya.
dengan kondisi guru yang ada, seperti kondisi
kualifikasi dan kompetensi guru. Hal ini beralasan Kajian Literatur
karena guru merupakan unsur yang sangat Dalam upaya pembangunan pendidikan nasional,
penting dalam penciptaan kualitas pembelajaran sangat diperlukan guru dalam jumlah yang
di kelas dan sekolah. Oleh karena itu, memadai dan standar mutu kompetensi dan
kualifikasi pendidikan guru harus menjadi unsur profesionalisme yang terjamin. Untuk mencapai
penting dalam peningkatan kualitas pendidikan di jumlah guru profesional yang mencukupi yang
Kota Bontang. Namun, sampai kini kualifikasi dapat menggerakkan dinamika kemajuan
pendidikan nasional diperlukan suatu proses yang
pendidikan guru masih belum sepenuhnya
menerus, tepat sasaran dan efektif. Proses
mencapai jenjang S1/D4, seperti yang
menuju guru profesional ini perlu didukung oleh
dipersyaratkan dalam UURI No.14 Tahun 2005
semua unsur yang terkait dengan guru. Unsur–
Tentang Guru dan Dosen. Data Dinas Pendidikan
unsur tersebut dapat dipadukan untuk
dan Kebudayaan Kota Bontang menginformasikan
menghasilkan suatu sistem yang dapat dengan
bahwa sampai tahun 2007 masih terdapat 795
sendirinya bekerja menuju pembentukan guru-
guru SD/SMP/SMA/SMK/ sederajat yang belum
guru yang profesional dalam kualitas maupun
mencapai jenjang pendidikan tersebut.
kuantitas yang mencukupi.
Sementara itu kompetensi guru sebagaimana
Toffler dalam Tirtarahardja dan Sula (2000)
dimaksud dalam pasal 8 Undang-Undang
menganalogikan sekolah dengan sebuah pabrik
tersebut belum diketahui secara pasti.
dimana pendidikan sebagai suatu sistem yang
Dalam mengantisipasi tantangan ke depan merupakan proses mekanisme bahan mentah
menuju kondisi yang diinginkan, Pemerintah Kota (raw input) berupa peserta didik dan setelah
Bontang perlu secara terus menerus mengem- melalui tahapan “proses” menghasilkan keluaran
bangkan peluang dan inovasi baru. Perubahan (ouput) berupa tamatan/lulusan. Dalam proses
Haerudin, S.S, Analisis Kebutuhan Guru
dibutuhkan masukan lainya berupa
instrumental
Haerudin, S.S, Analisis Kebutuhan Guru

input dan environmental input yang mendukung nilai, yang dimiliki seseorang yang terkait dengan
bagi terjaminnya proses pendidikan (belajar-
mengajar). Instrumental input meliputi: tenaga
guru dan non-guru, kurikulum, anggaran,
administrasi, dan prasarana/sarana. Sedangkan
environmental input meliputi: sosial budaya,
kependudukan, keamanan, politik, ekonomi, dan
lain-lain.
Dari sekian banyak komponen input proses
belajar mengajar, guru menarik untuk dikaji lebih
mendalam. Hal inini dikarenakan guru sebagai
agen peubah kognitif, afektif, maupun psi-
komotorik peserta didik. Soedijarto ( 1993)
mengemukakan bahwa peranan guru sebagai
pengelola proses belajar- mengajar sangat
menentukan kualitas proses belajar, yang
bermuara pada kualitas hasil belajar/mutu
pendidikan. Kualitas guru menjadi harga mutlak
guna pencapaian pendidikan yang bermutu.
Medley dan Shannon seperti dikutip Dunkin
(1997) mengemukakan ada tiga aspek kualitas
guru yang biasa digunakan dalam menilai kualitas
kerja guru, yakni kompetensi guru (teacher
effectiveness), kompetensi guru (teacher
competence), dan kinerja guru (teacher
performance).
Pendapat yang sama dikemukakan Lorin W.
Anderson (1989). Anderson menjelaskan bahwa
keefektifan guru digunakan untuk merujuk pada
hasil kerja yang dicapai guru atau sejumlah
kemajuan yang diraih siswa dalam rangka
pencapaian tujuan-tujuan khusus pendidikan.
Sebagai implikasi atas definisi ini, keefektifan
guru hanya dapat dinilai dengan perilaku siswa,
dan bukan perilaku guru. Kinerja guru merujuk
pada perilaku pada saat mengajar di kelas.
Adapun kompetensi guru didefinisikan
sebagai se- perangkat pengetahuan,
kemampuan, dan kepercayaan yang dimiliki
seorang guru yang dibawa dalam situasi
mengajar. Kompetensi guru (teacher competence)
merupakan salah satu aspek penting bagi guru
dalam mengajar. Bahkan Anderson
mengemukakan bahwa kompetensi dapat
digunakan untuk mempertimbangkan guru yang
efektif.
Pengertian ini mengandung makna bahwa
kompetensi bersifat kompleks dan merupakan
satu kesatuan yang utuh yang menggambarkan
potensi, pengetahuan, keterampilan, sikap dan
profesi tertentu dan berkenaan dengan bagian- bimbing peserta didik memenuhi standar
bagian yang dapat diaktualisasikan dalam kompetensi yang ditetapkan dalam standar
bentuk tindakan atau kinerja untuk nasional pendidikan. Kompetensi pedagogik
menjalankan profesi tersebut. Sedangkan
bentuk dan kualitas kinerja dapat dipengaruhi
oleh faktor eksternal antara lain lingkungan
atau iklim kerja dan tantangan atau tuntutan
pekerjaan. Oleh karena itu, kualifikasi dan
profesionalitas merupakan suatu contoh dari
perwujudan kompetensi yang dimiliki
seseorang. Kompetensi terdiri dari pengetahuan
dan keterampilan yang secara spesifik
terstandar dan diterapkan dalam melakukan
pekerjaan sesuai dengan persyaratan yang
telah ditentukan.
Pemerintah Indonesia telah
mengembangkan “Sepuluh Kompetensi Guru”
pada tahun 1980 yang harus dipunyai guru
yang profesional, yaitu: kemampuan
menguasai bahan, kemampuan mengelola
program belajar mengajar, kemampuan
mengelola kelas, kemampuan
menggunakan media/sumber, kemampuan
menguasai landasan- landasan kependidikan,
kemampuan mengelola interaksi belajar-
mengajar, kemampuan menilai prestasi
peserta didik untuk kepentingan
pengajaran, kemampuan mengenal fungsi dan
program bimbingan dan penyuluhan,
kemampuan mengenal dan menyelenggarakan
administrasi sekolah, dan kemampuan
memahami prinsip- prinsip dan menafsirkan
hasil-hasil penelitian pendidikan guna keperluan
pengajaran (Samana, 1994).
Selanjutnya, berdasarkan Undang-Undang
RI Nomor 14 tahun 2005 Tentang Guru dan
Dosen dikatakan bahwa seorang guru wajib
memiliki kualifikasi akademik, kompetensi,
sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani,
serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional. Dalam hal ini
Kompetensi yang dimaksud adalah meliputi
kompetensi pedagogik, kom- petensi
kepribadian, kompetensi sosial dan
kompetensi profesional. Ke empat kompetensi
tersebut harus dimiliki seorang pendidik sesuai
atau melebihi standar nasioal baru dapat
dikatakan guru tersebut guru profesional.
Kompetensi profesional adalah kemampuan
penguasaan materi pembelajaran secara luas
dan mendalam yang memungkinkannya mem-
Haerudin, S.S, Analisis Kebutuhan Guru

adalah kemampuan mengelola pembelajaran


ini. Adapun substansi yang diteliti meliputi
peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap
karakteristik guru dan kompetensi guru dalam
peserta didik, perancangan dan dan pelaksanaan
belajar mengajar, pembinaan guru, dukungan
pembelajaran peserta didik, evaluasi hasil belajar,
sumber belajar, dan kebutuhan guru akan
dan pengembangan peserta didik untuk
pelatihan.
mengaktualisasikan sebagai potensi yang
Populasi studi ini adalah semua guru pada
dimilikinya. Kompetensi kepribadian adalah
jenjang SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/SMK/MA, baik
kemampuan diri yang mantap, stabil, dewasa, arif
negeri maupun swasta di Kota Bontang.
dan wibawa, menjadi teladan peserta didik, dan
Berdasarkan data statistik jumlah seluruh guru
berakhlak mulia. Sedangkan kompetensi sosial
adalah 1.782. Namun pada saat pengumpulan
adalah kemampuan mendidik sebagai bagian dari
data, ternyata sejumlah guru bekerja rangkap di
masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul
beberapa sekolah. Dalam kasus demikian,
secara efektif dengan peserta didik, sesama
pengumpulan data hanya dilakukan satu kali saja
pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali
pada seorang responden guru, sehingga jumlah
peserta didik, dan masyarakat sekitar.
seluruh guru yang menjadi responden penelitian
Ke-empat standar kompetensi tersebut
ini adalah 1.267 orang, terdiri atas 623 guru SD/
mencerminkan empat standar kompetensi guru
MI, 347 SMP/MTs, dan 297 SMA/SMK/MA.
yang masih bersifat umum dan perlu dijabarkan
Terdapat dua jenis pengumpulan data yang
ke dalam perangkat kompetensi dan sub-
akan digunakan yaitu kuesioner dan dokumentasi.
kompetensi yang dikemas secara koheren dan
Kuesioner digunakan dengan subyek guru
sistematis dengan menempatkan manusia
digunakan untuk melihat variabel kompetensi
sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa
mengajar guru. Studi dokumen dipusatkan pada
yang beriman dan bertaqwa, dan sebagai
dokumen perencanaan tingkat sekolah. Data
warganegara Indonesia yang demokratis dan
yang digali dari dokumen-dokumen ini adalah
bertanggung jawab. Penjabaran lebih lanjut
prioritas pembangunan pendidikan dan hasil
mengenai kompetensi guru ini dapat dilihat dalam
pelaksanaan program pembangunan pendidikan.
Permendiknas Nomor 16 tahun 2007 tentang
Data guru dianalisis secara statistik deskriptif
Standar Akademik dan Kompetensi Guru.
dengan melihat rerata maupun sebaran, serta
Standar kompetensi guru bertujuan untuk
dilakukan analisis statistik inferensial sederhana.
memperoleh acuan baku dalam pengukuran
kinerja guru untuk mendapatkan jaminan kualitas Hasil Penelitian dan Pembahasan
guru dalam meningkatkan kualitas proses
Pada hasil penelitian yang didasarkan pada data
pembelajaran. Standar kompetensi guru berfungsi
yang diperoleh dari seluruh guru jenjang
sebagai tolok ukur semua pihak yang ber-
pendidikan dasar dan menengah, sekolah negeri
kepentingan di bidang pendidikan dalam rangka
maupun sekolah swasta. Aspek yang dikaji adalah
pembinaan, peningkatan kualitas dan pen-
kompetensi mengajar guru dan kebutuhan guru
jenjangan karir guru, dan meningkatkan kinerja
akan pelatihan.
guru dalam bentuk kreativitas, inovasi,
keterampilan, kemandirian, dan tanggung jawab Kompetensi Mengajar Guru
sesuai dengan jabatan profesional. Dalam kajian ini kompetensi mengajar guru
mencakup dua hal yaitu penguasaan guru atas
Metode Penelitian
materi pelajaran dan kesesuaian mengajar.
Lingkup kegiatan evaluasi ini secara kelembagaan
Kompetensi guru diantaranya dilihat dari
meliputi sekolah dan madrasah di jenjang
penguasaan guru atas materi pelajaran yang
pendidikan dasar dan menengah, baik sekolah
menjadi tanggung jawabnya. Tabel 1 memper-
yang berstatus negeri maupun sekolah swasta.
lihatkan bahwa guru SD/MI pada umumnya hanya
Hal ini berarti seluruh sekolah di Bontang yang
menguasai sekitar separuh materi mata pelajaran
terdiri atas 53 SD/MI, 30 SLTP/Mts dan 16 SMA/
yang menjadi tanggung jawabnya. Guru paling
SMK/MA akan dicakup dalam studi pendahuluan
banyak menguasai mata pelajaran adalah guru
kelas 1 SD/MI yang menguasai 59,5% materi
Dalam pada itu, Tabel 2 mengungkapkan
pelajaran, sedangkan guru paling tidak
penguasaan guru SMP dan SMA/SMK/MA atas
menguasai adalah guru kelas 5 SD/MI yang hanya
materi mata pelajaran berdasarkan mata
menguasai 49% materi pelajaran.
pelajaran yang menjadi tanggung jawab utama-
nya. Dengan menggunakan kriteria proporsi
Tabel 1. Rerata Penguasaan Materi Mata penguasaan materi yang ditetapkan, maka
Pelajaran oleh Guru SD/MI terhadap Mata
Pelajaran yang Menjadi Tanggungjawab tampak ada lima mata pelajaran yang dikuasai
Utamanya Berdasarkan Kelas yang Diajar guru dengan “sangat baik” (di atas 85%), yaitu
mata pelajaran Matematika, Bahasa Inggris,
Kelas yang diajar F Rerata Biologi, Elektronik, dan Kewarganegaraan. Lima
(%)
materi mata pelajaran lainnya yang dengan “baik”
1. Kelas 1 59 59,5
2. Kelas 2 54 55,9 (83%-<85%) dikuasai guru adalah Bahasa
3. Kelas 3 63 51,2 Indonesia, Ekonomi, Agama, Pendidikan Jasmani,
4. Kelas 4 51 50,6 dan Seni. Selanjutnya, guru yang tergolong
5. Kelas 5 55 49,0
6. Kelas 6 69 51,4 “cukup” dan “kurang baik” dalam menguasai
materi mata pelajaran adalah pada mata
pelajaran Kimia, Fisika, dan Sejarah (80%-<83%),
Pada jenjang SMP/MTs dan SMA/SMK/MA, serta mata pelajaran Geografi, Otomotif, dan
hasil penelitian mengungkapkan bahwa guru-guru Sosiologi (kurang dari 80%).
di jenjang pendidikan tersebut menguasai
Idealnya seorang guru mengajar mata
sebagian besar materi mata pelajaran yang
pelajaran yang sesuai dengan latar belakang
diajarkannya kepada peserta didik. Rerata materi
pendidikannya. Dengan latar belakang pendidikan
yang dikuasai guru berkisar antara 78,9% sampai
guru yang sesuai dengan mata pelajaran yang
85,7%. Bila dilihat menurut kelas, tidak ada
diajarkan, guru bersangkutan diharapkan dapat
perbedaan berarti penguasaan materi mata
mentransformasikan ilmu pengetahuannya
pelajaran guru pada kelas 1, kelas 2, dan kelas 3.
kepada peserta didik secara optimal. Tabel 3
Rerata penguasaan guru atas materi pelajaran
menunjukkan sebesar 67,5% guru SMP/MTs dan
relatif sama besar, yaitu berkisar antara 84,4%
SMA/SMK/MA memiliki kesesuaian antara
sampai 85%.
latar belakang

Tabel 2. Rerata Penguasaan Materi Mata Pelajaran oleh Guru SMP dan SM terhadap Mata Pelajaran
yang Menjadi Tanggung jawab Utamanya Berdasarkan Mata Pelajaran

Mata Pelajaran yang Diajar F Rerata (%)


1. Ekonomi 22 84,9
2. Kimia 17 80,0
3. Agama 57 84,2
4. Bhs Inggris 53 86,2
5. Fisika 30 82,7
6. Pend Jasmani 26 83,8
7. Seni 12 84,6
8. Sejarah 25 81,5
9. Bhs Indonesia 46 84,1
10. Geografi 17 78,7
11. Sosiologi 8 76,9
12. Kewarganegaraan 33 86,0
13. Matematika 58 85,0
14. Biologi 34 85,2
15. Otomotif 6 79,2
16. Elektronik 2 85,0

Keterangan: 1. Sangat baik = 85% - < 87% 3. Cukup = 80% - < 83%
2. Baik = 83% - <85% 4. Kurang baik= < 80%
Haerudin, S.S, Analisis Kebutuhan Guru

pendidikan yang dimilikinya dengan mata


yang paling banyak “tidak sesuai” mata pelajaran
pelajaran utama yang diajarkan. Sebagai
yang diajarkan dengan latar belakang pendidikan
gambaran, apabila seorang guru adalah seorang
yang dimilikinya adalah MTs, yaitu sebesar 38,7%
sarjana Matematika, maka guru tersebut
bila dibandingkan dengan SMP (9,9%), SMA
utamanya ditugaskan mengajar mata pelajaran
(2,3%), MA (6,7%), dan SMK (6,5%).
Matematika pula.
Meskipun begitu, masih ada sebesar 23,1% Tabel 4. Kesesuaian Latar Belakang Pendidikan
guru SMP/MTs dan SMA/SMK/MA di kota Bontang Guru SMP/MTs dan SM dengan
yang tergolong “kurang sesuai” antara latar Mata Pelajaran Utama yang Diajarkan
Berdasarkan Jenis Sekolah
belakang pendidikan dengan mata pelajaran yang
ditugaskan kepada mereka. Bahkan, 9% guru Tingkat SMP MTs SMA MA SMK
kesesuaian
“tidak sesuai” penugasan mengajarnya, misalnya
1. Sesuai 62,4% 38,7% 87,5% 86,7% 64,5%
guru dengan latar belakang pendidikan BP me- (171) (12) (112) (13) (69)
ngajar mata pelajaran Fisika. Guru bersangkutan 2. Kurang 27,7% 22,6% 10,2% 6,7% 29,0%
tentunya tidak memiliki kompetensi untuk sesuai (76) (7) (13) (1) (31)
mengajar mata pelajaran tersebut, yang pada 3. Tidak sesuai 9,9% 38,7% 2,3% 6,7% 6,5%
gilirannya berdampak negatif atas mutu proses (27) (12) (3) (1) (7)
Jumlah 100 % 100 % 100 % 100 % 100 %
dan hasil belajar siswa.
(274) (31) (128) (15) (107)
Tabel 3. Kesesuaian Latar Belakang Pendidikan
Guru SMP/MTs dan SM dengan Mata Pelajaran Kebutuhan Guru akan Pelatihan
Utama yang Diajarkan Upaya untuk meningkatkan profesionalisme guru
dilakukan melalui kegiatan pelatihan. Namun
Tingkat Kesesuaian F %
1. Sesuai 377 67,5 berdasarkan Ternyata, masih cukup banyak guru
2. Kurang sesuai 128 23,1 yang tidak pernah mengikuti penataran/pelatihan
3. Tidak sesuai 50 9,0 ( 43 ,0 %). Berdasarkan Tabel 5 ,
Jumlah 555 100 pelatihan “ Penggunaan Metode Belajar
Mengajar” cenderung dibutuhkan hampir oleh
Keterangan:
semua guru, baik oleh guru di sekolah negeri
1. Sesuai: Latar belakang pendidikan sama maupun swasta. MTs dan MA tampak lebih
dengan matapelajaran yang diajarkan membutuhkan materi pelatihan ini. Ini tercermin
2. Kurang Sesuai: Latar belakang pendidikan dengan tanggapan mereka yang 100 %
berada satu rumpun ilmu dengan mata memilih “dibutuhkan.” Sedangkan di MI hanya
pelajaran yang diajarkan, misalnya Biologi sekitar 6.8% guru yang tidak membutuhkan dan
dengan Fisika, IPS dengan Sejarah kurang membutuhkan, dan merupakan jenis
3. Tidak Sesuai: Latar belakang pendidikan tidak sekolah yang paling sedikit gurunya memilih
satu rumpun dengan mata pelajaran yang “dibutuhkan” dibandingkan jenis sekolah lainnya.
diajarkan, misalnya Matematika dengan Menurut latar belakang pendidikan dan status
Pendidikan Jasmani. kepegawaian, guru yang berlatar belakang
pendidikan non-keguruan cenderung membutuh-
Selanjutnya, setelah dianalisis lebih jauh kan pelatihan “Penggunaan Metode Belajar
berdasarkan jenis sekolahnya, SMA dan MA me- Mengajar,” baik diploma maupun S1. Hal ini
rupakan sekolah dengan guru yang proporsinya terlihat dari jawaban mereka yang tidak memilih
paling banyak memiliki kesesuaian antara latar “tidak dibutuhkan” sama sekali. Untuk guru
belakang pendidikan dengan mata pelajaran berpen- didikan S2, biarpun yang menjawab
utama yang diajarkannya, yaitu 87,5% dan “kurang membutuhkan” relatif banyak, namun
86,7% bila dibandingkan dengan dengan jenis banyak pula yang membutuhkan pelatihan (
sekolah lainnya. Sementara kategori “kurang 85 ,7 %). Sementara guru honor terlihat lebih
sesuai” lebih besar proporsinya ditemui pada SMP banyak yang membutuhkan pelatihan
(27,7%) dan SMK (29,0%). Tabel 4 “Penggunaan Metode Belajar Mengajar” ini.
menunjukkan bahwa guru
Tabel 5. Tanggapan Guru tentang “Pelatihan
Tabel 7. Tanggapan Guru tentang “Pelatihan
untuk Meningkatkan Kemampuan Guru dalam
untuk Meningkatkan Pengetahuan
Menggunakan Metode Belajar Mengajar”
tentang Materi Mata Pelajaran”

Kebutuhan Guru akan Pelatihan Kebutuhan Guru akan Pelatihan


Status Metode Belajar Mengajar tentang Materi Pelajaran
No F No Status Sekolah F
Sekolah Tidak Kurang Tidak Kurang
Dibutuhkan dibutuhkan dibutuhkan Dibutuhkan
dibutuhkan dibutuhkan
1 Negeri 1.0 1.2 97.8 593 1 Negeri 1.2 0.8 98.0 592
2 Swasta 0.8 1.7 97.8 593 2 Swasta 0.5 4.4 95.1 580
Total 0.8 1.7 97.8 1186 Total 0.8 2.6 96.5 1178
Jenjang Jenjang Pendidikan
Pendidikan 1 Sekolah Menengah 0.6 1.2 98.2 165
Sekolah 2 Diploma Keguruan 0.0 1.2 98.8 328
1 Menengah 0.6 1.2 98.2 167
Diploma
3 0.0 2.2 97.8 44
Diploma Nonkeguruan
2 0.6 0.6 98.8 339
Keguruan 4 S1 Keguruan 1.4 3.5 95.1 421
Diploma Non- 5 S1 Nonkeguruan 1.7 4.6 93.6 173
3 0.0 2.1 97.9 47 6 S2 0.0 14.3 85.7 7
keguruan
4 S1 Keguruan 1.2 1.4 97.5 432 Total 0.9 2.7 96.5 1156
S1 Non- Jenis Sekolah
5 0.0 2.3 97.7 172 1 SD 0.4 1.6 98.0 560
keguruan
6 S2 0.0 14.3 85.7 7 2 MI 0.0 0.0 100.0 27
Total 0.7 1.4 97.9 1164 3 SMP 0.7 3.4 95.9 290
Jenis Sekolah 4 MTs 0.0 2.9 97.1 34
1 SD 0.5 0.5 98.9 566 5 SMA 2.2 7.5 90.3 134
2 MI 3.4 3.4 93.1 29 6 MA 0.0 0.0 100.0 14
3 SMP 0.7 1.4 98.0 294 7 SMK 2.5 0.85 96.6 118
4 MTs 0.0 0.0 100.0 35 Total 0.8 2.6 96.5 1177
5 SMA 0.8 4.5 94.7 132 Status
6 MA 0.0 0.0 100.0 13 Kepegawaian Guru
7 SMK 1.7 2.6 95.7 116 1 Guru PNS 1.2 1.0 97.8 405
Total 0.8 1.4 97.8 1185 2 Guru Honor 0.4 2.8 96.8 251
Status Kepe- Guru Tetap
gawaian Guru 3 0.3 4.7 95.0 321
Yayasan
1 Guru PNS 1.2 1.0 97.8 415 Guru Tidak Tetap
2 Guru Honor 0.8 1.2 98.0 256 4 1.7 2.8 95.5 175
Yayasan
Guru Tetap 5 Lainnya 0.0 0.0 100.0 3
3 0.3 1.8 97.8 325
Yayasan Total 0.9 2.6 96.5 1171
Guru Tidak
4 Tetap Yayasan 0.6 2.2 97.2 179
5 Lainnya 0.0 0.0 100.0 3
Total 0.8 1.4 97.8 1178
Tabel 6 memperlihatkan bahwa pelatihan
“Manajemen Pengelolaan Kelas” cenderung
Tabel 6. Tanggapan Guru tentang “Pelatihan dibutuhkan hampir oleh semua guru, baik oleh
Manajemen Pengelolaan Kelas”
guru di sekolah negeri maupun swasta. Seluruh
Kebutuhan Guru akan guru MI, MTs dan MA tampak lebih membutuhkan
Pelatihan Manajemen
No Status Sekolah F
Pengelolaan Kelas materi pelatihan ini. Hal ini tercermin dengan
Tidak Kurang
Dibutuhkan tanggapan mereka yang 100% memilih pelatihan
dibutuhkan dibutuhkan
1 Negeri 1.4 4.1 94.5 581
2 Swasta 0.3 5.9 93.8 580 tersebut “dibutuhkan,” yang mengindikasikan
Total 0.9 5.0 94.1 1161
Jenjang Pendidikan adanya “masalah” pengelolaan kelas di ketiga
1 Sekolah Menengah 1.2 0.6 98.2 165
2 Diploma Keguruan 0.3 4.6 95.1 328
jenis sekolah tersebut.
Diploma Non-
3
keguruan
0.0 4.5 95.5 44 Menurut latar belakang pendidikan, hampir
4 S1 Keguruan 1.4 6.4 92.2 421 semua guru cenderung membutukan pelatihan
5 S1 Non-keguruan 0.6 6.4 93.1 173
6 S2 0.0 28.6 71.4 7 “Manajemen Pengelolaan Kelas.” Namun guru
Total 0.9 5.1 94.0 1138
Jenis Sekolah berlatar belakang pendidikan S2 yang membutuh-
1 SD 0.7 3.8 95.5 553
2 MI 0.0 0.0 100.0 29 kan pelatihan ini tidak sebanyak guru dengan
3 SMP 0.3 4.5 95.1 287
4 MTs 0.0 0.0 100.0 32 latar belakang pendidikan lainnya. Sedangkan
5 SMA 2.6 9.1 89.4 132
6 MA 0.0 0.0 100.0 13
menurut status kepegawaian, hampir semua
7 SMK 2.6 10.5 86.8 114 guru membutuhkan pelatihan “Manajemen
Total 0.9 5.0 94.1 1160
Status Pengelola- an Kelas,” terutama bagi guru yang
Kepegawaian Guru
1 Guru PNS 1.0 4.7 94.3 405 berstatus honor.
2 Guru Honor 1.6 2.8 95.6 251
3
Guru Tetap
0.0 6.2 93.8 321
Dari Tabel 7 diketahui bahwa pelatihan
Yayasan
Guru Tidak Tetap “Peningkatan Pengetahuan tentang Materi Mata
4 Yayasan 1.1 5.1 93.7 175
5 Lainnya 0.0 66.7 33.3 3 Pelajaran” cenderung dibutuhkan hampir oleh
Total 0.9 4.9 94.2 1155
semua guru. Namun guru di sekolah negeri (98%)
Haerudin, S.S, Analisis Kebutuhan Guru

cenderung lebih banyak yang membutuhkan 2 Diploma Keguruan 0.3 2.7 97.0 333
3 Diploma Non-keguruan 2.2 19.6 97.8 46
dibandingkan dengan di sekolah swasta (95,1%). 4 S1 Keguruan 1.6 5.8 92.5 428
5 S1 Non-keguruan 1.7 11.0 87.2 172
Kemudian, MI dan MA tampak lebih 6 S2 0.0 28.6 71.4 7
Total 1.3 6.0 92.7 1151
membutuhkan materi pelatihan ini. Hal ini Jenis Pendidikan
1 SD 0.5 3.1 96.4 556
tercermin dengan tanggapan mereka yang 100% 2
3
MI
SMP
0.0
1.0
3.4
8.6
96.6
90.3
29
290
4 MTs 0.0 3.0 97.0 33
memilih pelatihan ini “dibutuhkan.” Sementara di 5 SMA 1.5 8.2 90.3 134
6 MA 0.0 0.0 100.0 14
MTs hanya sekitar 97,1% guru yang 7 SMK 5.2 11.2 83.6 116
Total 1.2 5.8 93.0 1177
membutuhkan materi ini. Sedangkan guru SMA Status Kepegawaian
Guru
terlihat lebih sedikit yang membutuhkan pelatihan 1 Guru PNS 1.2 2.7 96.1 411
2 Guru Honor 1.6 5.9 92.5 255
“Peningkatan Pengeta- huan tentang Materi Mata 3 Guru Tetap Yayasan 0.6 6.3 93.1 320
Guru Tidak Tetap
4 1.7 10.7 87.6 177
Pelajaran (90,3%).” Yayasan
5 Lainnya 0.0 66.7 33.3 3
Total 1.2 5.7 93.1 1166
Menurut latar belakang pendidikan, hampir
semua guru cenderung membutuhkan pelatihan
Tabel 9. Tanggapan Guru tentang “Pelatihan
“Peningkatan Pengetahuan tentang Materi Mata
Penguasaan Materi Kurikulum”
Pelajaran.” Namun guru berlatar belakang
Kebutuhan Guru akan Pelatihan tentang
Diploma, baik keguruan maupun non-keguruan Penguasaan Materi Kurikulum
No Status Sekolah F
Tidak Kurang
terlihat lebih membutuhkan materi pelatihan ini. dibutuhkan dibutuhkan
Dibutuhkan
1 Negeri 1.2 2.0 96.8 593
Sementara guru berpendidikan S2 kurang 2 Swasta 0.5 5.7 93.7 574
Total 0.9 3.9 93.0 1167
membutuhkan pelatihan ini, dan hanya sekitar Jenjang Pendidikan
1 Sekolah Menengah 1.2 1.8 97.0 164
85 . 7% yang membutuhkannya. Sementara 2 Diploma Keguruan 0.0 2.4 97.6 335
3 Diploma Non-keguruan 2.2 6.7 91.1 45
menurut status kepegawaian, guru PNS (97,8%) 4 S1 Keguruan 1.4 4.7 93.9 428
5 S1 Non-keguruan 0.6 5.3 94.1 169
dan guru honor (96,8%) lebih membutuhkannya 6 S2 0.0 28.6 71.4 7
Total 0.9 3.9 95.2 1148
pelatihan “Peningkatan Pengetahuan Tentang 1
Jenis Sekolah
SD 0.5 2.5 97.0 556
2 MI 0.0 3.4 96.6 29
Materi Mata Pelajaran.” 3 SMP 0.4 4.7 94.9 290
4 MTs 0.0 0.0 100.0 33
Berdasarkan Tabel 8, pelatihan “Penyusunan 5 SMA 1.5 5.2 93.3 134
6 MA 0.0 0.0 100.0 14
Tes” cenderung dibutuhkan hampir oleh semua 7 SMK 3.5 8.7 87.8 116
Total 0.9 3.9 95.3 1166
guru, namun guru di sekolah negeri (95,6%) Status Kepegawaian
Guru
terlihat lebih membutuhkan daripada guru di 1
2
Guru PNS
Guru Honor
1.0
0.8
1.4
3.5
97.6
95.7
415
255
3 Guru Tetap Yayasan 0.6 6.1 93.3 313
sekolah swasta (90,4%). Guru SMK (83,6%) Guru Tidak Tetap
4 1.1 5.7 93.1 174
terlihat kurang membutuhkan pelatihan ini, diikuti 5
Yayasan
Lainnya 0.0 0.0 100.0 3
Total 0.9. 3.8 95.3 1160
guru SMA dan SMP. Sedangkan guru SD dan MI
“sangat” membutuhkan materi pelatihan ini, yakni
ada sekitar 96% guru memilih “dibutuhkan.” Dari Tabel 9 memperlihatkan bahwa pelatihan
tabel yang sama, guru yang berlatar belakang “Penguasaan Materi Kurikulum” dibutuhkan oleh
pendidikan S2 ( 71 ,4 %) cenderung kurang hampir semua guru. Guru di sekolah negeri lebih
membutuhkan pelatihan “Penyusunan Tes,” diikuti membutuhkan dibandingkan di sekolah swasta.
guru berlatar belakang S1 Non-keguruan Guru MTs dan MA tampak lebih membutuhkan
(87,2%). Sementara guru berstatus PNS materi pelatihan ini. Hal ini tercermin dengan
cenderung lebih membutuhkan pelatihan “ tanggapan mereka yang 100% memilih pelatihan
Penyusunan Tes” (96,1%). tersebut “dibutuhkan,” sementara di MI hanya
sekitar 96.6% guru yang membutuhkan materi
Tabel 8. Tanggapan Guru tentang “Pelatihan ini. Adapun guru SMK terlihat lebih sedikit yang
untuk Penyusunan Tes” membutuhkan pelatihan “Penguasaan Materi
Kebutuhan Guru akan Pelatihan tentang
Kurikulum” dibandingkan jenis sekolah lainnya
No Status Sekolah
Tidak
Penyusunan Tes
Kurang
F (87,8%).
dibutuhkan dibutuhkan Dibutuhkan
1 Negeri 1.4 3.1 95.6 589 Guru berlatar belakang Sekolah Menengah
2 Swasta 1.2 8.6 90.4 584
Total 1.2 5.8 93.0 1173 (97%) dan Diploma Keguruan (97,6%)
Jenjang Pendidikan
1 Sekolah Menengah 1.8 3.0 95.2 165 merupakan guru yang membutuhkan pelatihan
“Penguasaan
Materi Kurikulum.” Sedangkan guru berpendidikan
tersebut, pada dasarnya tetap memerlukan guru
S2 kurang membutuhkan pelatihan ini, yaitu
baik sebagai sumber ilmu pengetahuan atau
hanya sekitar 71 , 4% yang memilih bahwa
sebagai fasilitator dalam memperdalam ilmu
pelatihan tersebut “dibutuhkan.” Demikian pula
pengetahuan lebih lanjut. Guru memang
halnya jika guru dilihat menurut status
memegang peran utama dalam mentransfer ilmu
kepegawaian, yakni guru berstatus PNS (97,6%)
pengetahuan kepada siswa, tapi guru bukan satu-
dan guru honor (95,7%) lebih membutuhkan
satunya sumber ilmu pengetahuan.
pelatihan tentang “Penguasaan Materi Kurikulum”
Kompetensi mengajar guru dilihat dari
ini.
penguasaan guru atas materi pelajaran yang
Upaya peningkatan mutu pendidikan tidak
diajarkan. Kajian ini mengungkapkan penguasaan
terlepas dari peran guru. Guru merupakan salah
materi guru SD/ MI cukup memprihatinkan,
satu determinan terhadap peningkatan mutu
sementara guru SMP/MTs dan SM sudah cukup
pendidikan. Penerapan teknologi dalam kegiatan
baik. Demikian juga jika kesesuaian mengajar
belajar mengajar dianggap sebagai faktor
diukur dengan latar belakang pendidikan dengan
pelengkap (suplementary) terhadap peran guru.
mata pelajaran yang diajarkan, maka Kota
Hal ini merupakan suatu justifikasi bahwa dalam
Bontang tidak harus menjadikan in-service
kegiatan belajar mengajar peran guru tidak dapat
training yang ditujukan untuk meningkatkan
digantikan oleh berbagai sarana bahkan sarana
kesesuaian latar belakang pendidikan guru
dengan sentuhan teknologi sekalipun. Berdasar-
dengan mata pelajaran yang diajarkan menjadi
kan pada pernyataan tersebut, peningkatan
prioritas. Sekali lagi, jika program in-service
kemampuan guru dapat menjadi jaminan
training ini tetap menjadi prioritas maka dalam
terhadap peningkatan mutu pendidikan.
waktu satu sampai dua tahun seharusnya
Guru memang merupakan determinan ter- semua guru dapat ditargetkan. Program
hadap peningkatan mutu pendidikan, tetapi tanpa pelatihan memang merupakan solusi yang
dukungan sarana guru tidak dapat menjalankan diambil ketika masalah yang timbul adalah
perannya dengan efektif. Profesionalisme guru berkenaan dengan rendahnya kompetensi. Tetapi
tidak menjadi jaminan bagi hasil kegiatan belajar pelatihan belum merupakan solusi yang dapat
mengajar maksimal tanpa didukung oleh sumber memecahkan masalah ketika suatu organisasi
belajar dan sarana yang memadai. Dalam tidak mempunyai visi yang jelas tentang apa yang
melaksanakan perannya, guru beranggapan akan dicapai. Pada dasarnya pelatihan
bahwa ketersediaan buku teks sebagai sumber diarahkan untuk memberdayakan tenaga
belajar utama dianggap belum memadai. Fakta guru untuk mencapai visi sekolah.
ini menunjukkan bahwa tanpa dukungan sumber
Hasil survai menunjukkan bahwa faktor
belajar dalam bentuk buku teks, sulit bagi guru
pendidikan dan pengalaman tidak membedakan
untuk dapat meningkatkan prestasi akademis
kebutuhan guru terhadap program-program
siswa di Kota Bontang. Buku tidak hanya memuat
pelatihan yang diinginkan. Dengan kata lain, guru
berbagai konsep-konsep yang diajarkan oleh
dengan berbagai jenjang pendidikan dan dengan
guru; buku juga memuat informasi tambahan
rentang pengalaman mengajar yang rendah
yang dapat memberikan ilustrasi bagi siswa untuk
sampai tinggi cenderung membutuhkan program
memperkaya informasi yang diperoleh dari guru.
pelatihan. Pemberlakuan kurikulum tingkat
Argumentasi yang sering dikemukakan terhadap
keberadaan buku adalah bahwa fungsi buku teks satuan pendidikan (KTSP) tidak hanya membawa

tidak dapat menggantikan fungsi guru sebagai konsekuensi terhadap metode belajar, cakupan
sumber ilmu. bahan ajar, tetapi juga pada sistem evaluasi.
Secara harafiah kompetensi tidak hanya
Dengan demikian fungsi guru adalah sebagai
mengukur kemampuan akademis siswa tetapi
fasilitator siswa. Peran fasilitator yang dimaksud
juga kemampuan dalam mengaplikasikan
adalah membantu siswa dalam mencari informasi
pengetahuan yang diperoleh dari ruang ke
mengerjakan soal atau tugas yang diberikan oleh
kelas kepada kehidupan sehari-hari sesuai
guru kepada siswa. Pentahapan belajar mengajar
dengan jenjang pendidikan yang ditempuh oleh
Haerudin, S.S, Analisis Kebutuhan Guru
siswa.
Berdasarkan pada hasil analisis data survai
pelatihan “Penggunaan Metode Belajar Mengajar,”
menunjukkan bahwa guru memerlukan pelatihan
“Manajemen Pengelolaan Kelas,” “Peningkatan
manajemen pengelolaan kelas, materi pelajaran,
Pengetahuan tentang Materi Mata Pelajaran,”
dan penyu-sunan tes. Meskipun hasil survai tidak
“Penyusunan Tes,” dan “Penguasaan Materi
menanyakan alasan mengapa jenis- jenis
Kurikulum” cenderung dibutuhkan hampir oleh
pe- latihan tersebut yang diminati, namun
semua guru, terutama guru MI, MTs dan MA serta
penerapan KTSP menjadi alasan yang kuat bagi
guru yang berlatar belakang pendidikan non-
guru-guru Kota Bontang mengapa program-
keguruan. Pelatihan tentang pengembagan
program tersebut yang menjadi pilihan. Seperti
kurikulum dan penyusunan tes dibutuhkan hampir
dikemukakan sebelumnya, perubahan kurikulum
oleh semua guru, terutama guru MI, MTs dan MA
membawa konsekuensi terhadap metode
serta guru yang berlatar belakang pendidikan
mengajar, bahan ajar, serta sistem evaluasi.
non- keguruan.

Simpulan dan
Saran
Saran Simpulan
Sebagai titik tolak bagi keberlangsungan kegiatan
Pengkajian kebutuhan peningkatan kompetensi belajar mengajar di kelas, kurikulum (KTSP) perlu
guru jenjang pendidikan dasar dan menengah di dilakukan sosialisasi, pendampingan/bantuan
kota Bontang merupakan suatu tahapan untuk profesional oleh unit terkait secara terpadu dan
mengidentifikasi karakteristik guru dalam upaya bersinergi, baik oleh Balitbang, Ditjen
meningkatkan mutu pendidikan di kota Bontang Mandikdasmen, maupun Dinas Pendidikan kota
melalui penyelenggaraan berbagai program Bontang. Program pelatihan secara spesifik
pelatihan. Hasil kajian menunjukkan latar diarahkan untuk meningkatkan kemampuan guru
belakang pendidikan guru banyak yang tidak dalam dalam penguasaan KTSP, termasuk di
sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan, dalamnya adalah landasan filosofinya, metode
terutama guru SMP/MTs dan SMA/SMK/MA yang belajar, dan sistem penilaiannya. Untuk
berasal dari sekolah swasta. Hanya dua pertiga menunjang efektivitas pelaksanaan program
guru SMP/MTs dan SMA/SMK/MA tergolong sesuai pelatihan setiap sekolah perlu untuk menetapkan
antara latar belakang pendidikan dengan mata target yang akan dicapai termasuk kemampuan
pelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Guru untuk menyediakan fasilitas pendukung. Hal ini
yang “kurang sesuai” lebih besar proporsinya karena arah penerapan KTSP tidak akan
ditemui pada SMP dan SMK, sementara guru yang diterapkan secara serentak (seragam) tetapi
paling banyak “tidak sesuai” (mismatch) adalah secara bertahap berdasarkan kesiapan sekolah
MTs. baik kesiapan dalam arti kemampuan
Kompetensi guru SD/MI pada materi menyediakan fasilitas pendidikan, kemampuan
pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya guru, dan kondisi social ekonomi lingkungan
masih memprihatinkan. Namun, guru SMP/MTs sekolah.
dan SMA/ SMK/MA sudah menguasai sebagian Meskipun kepala sekolah tidak secara
besar materi mata pelajaran. Ada lima mata
langsung terlibat dalam penerapan KTSP, kepala
pelajaran yang dikuasai guru pada jenjang
sekolah mempunyai beberapa peran yang dapat
tersebut dengan “sangat baik” (di atas 85%),
memfasilitasi guru dalam menerapkan KTSP.
yaitu mata pelajaran Matematika, Bahasa Inggris,
Atmosfir organisasi sekolah perlu diciptakan bagi
Biologi, Elektronik, dan Kewarganegaraan.
guru untuk dapat mengembangkan kemampuan
Penilaian kebutuhan peningkatan kompetensi
mengajarnya. Penyediaan insentif baik untuk guru
guru adalah langkah awal untuk meningkatkan
maupun siswa dalam rangka penerapan KTSP
mutu guru. Upaya untuk meningkatkan mutu
secara efektif. Oleh karena itu, diperlukan
guru ini telah dilakukan Pemda Bontang
program pelatihan untuk membimbing kepala
melalui berbagai kegiatan pelatihan. Namun,
sekolah mampun menyusun program
lebih dari dua perlima guru belum pernah
manajemen pendidikan di tingkat sekolah
mengikuti penataran/pelatihan. Hasil survei
sehingga dapat memfasilitasi penerapan
menunjukkan
Haerudin, S.S, Analisis Kebutuhan Guru
kurikulum tersebut.
Pustaka Acuan
Anderson, Lorin W. 1989. The Effective Teacher Study Guide and Readings. New York: McGraw-Hill, Inc.
Dunkin, MJ. 1997. “Assessing Teacher’s Effectiveness.” Issues in Educational Research, 7(1), 1997, 37-
51.
Departemen Pendidikan Nasional, 2005. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005
Tentang Guru dan Dosen
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional, Nomor 16 tahun 2007 Tentang Standar Akademik dan
Kompetensi Guru
Samana. 1994. Profesionalisme Keguruan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Soedijarto. 1993. Memantapkan Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Grasindo
Tirtarahardja dan Sula. 2000. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

You might also like