4553-Article Text-17756-1-10-20220523 PDF
4553-Article Text-17756-1-10-20220523 PDF
4553-Article Text-17756-1-10-20220523 PDF
19-36
P-ISSN 2613-9995 & E-ISSN 2614-0179
| Article History :
| Submission : 4 Maret 2022
| Last Revissions : 20 April 2022
| Accepted : 25 April 2022
| Copyedits Approved : 6 Mei 2022
Abstract
The United Nations Security Council (UNSC) is one of the six principal organs of the United
Nations (UN), charged with ensuring international peace and security, recommending the
admission of new UN members to the General Assembly, and approving any changes to the
UN Charter. Its powers include establishing peacekeeping operations, enacting
international sanctions, and authorizing military action. The UNSC is the only UN body with
the authority to give a binding resolution on member states. This research shows that the
Security Council as the major of the United Nations has the main task of maintaining
international peace and security as mandated in the United Nations Charter. Actions that
can be taken by the Security Council are to investigate any dispute that is deemed to be a
threat to international peace and security, provide recommendations on method of how to
dispute contention, and take action against aggression. In carrying out its functions, the
Security Council need to move accordingly to the provisions of the United Nations Charter
and applying the international law principles in particular, the principle of peaceful and fair
settlement of a dispute. With the existing resolution, each country must adopt every
resolution to regulate it in their country include Indonesia.
Keywords: International Law; United Nation; Security Council.
A. PENDAHULUAN
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) adalah organiasi internasional yang terbentuk
pada tanggal 24 Oktober 1945. PBB merupakan organisasi terluas dan terlengkap dan
batasannya melingkupi seluruh Negara dan organisasi di dunia, termasuk yang angota
maupun yang bukan. Dengan cakupan ruang lingkup negara yang sangat luas tersebut,
PBB dikategorikan sebagai organisasi yang memiliki peranan amat kompleks. luas dan
pelik permasalahan yang ditangani PBB sebagai organisasi internasional. Sesuai yang
dituangkan dalam tugas dan fungsi yang dimiliki oleh PBB yaitu seperti yang tercantum
pada Bab 1 Pasal 1 Piagam PBB, yakni sebagai berikut :
1) Menjaga perdamaian dan keamanan internasional;
2) Melakukan kerja sama internasional di bidang ekonomi, sosial, budaya, atau
kemanusiaan, dan dalam mempromosikan dan mendorong penghormatan terhadap
hak asasi manusia; dan
3) Menjadi pusat penyelarasan segala tindakan bersama terhadap negara yang
membahayakan perdamaian dunia.
PBB dalam hal ini diperlukan sebagai penengah bagi negara-negara dunia dalam
menjaga perdamaian dan keamanan dunia. Karena negara dalam menjalankan tugasnya
sebagai subjek Hukum Internasional dasarnya membutuhkan bantuan dalam menjalankan
kebijakan juga menyelesaikan perkara maupun sengketa yang terjadi dengan negara lain.
Hingga dalam kegiatan bekerjasama dengan negara lain perlu adanya penengah dalam
proses perjalanannya. Maka disitulah peran PBB bergerak melalui organisasinya yaitu
Dewan Keamanan PBB. Karena Dewan Kemanan PBB menyelesaikan sengketa dengan
cara mengeluarkan keputusan, dalam hal ini para negara anggota seringkali dijadikan
perdebatan mengenai bagaimana suatu negara tersebut akan patuh terhadap keputusan
yang dikeluarkan. Maka beberapa negara melakukan sebuah ratifikasi dan keputusan
tersebut memiliki status sebagai hukum nasional di para negara anggota.
Sehubungan dengan hal diatas maka yang akan dibahas pada jurnal kali ini yaitu
mengenai “Status Hukum Resolusi Dewan Keamanan PBB dalam Ranah Hukum
Nasional Indonesia.” Karena melihat Dewan Keamanan PBB (UNSC) sebagai salah satu
lembaga yang berpengaruh dalam tata kehidupan hubungan internasional. Negara-negara
anggota PBB telah melimpahkan tanggung jawab utama kepada Dewan Keamanan (DK)
untuk mengurusi masalah pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional sesuai
dengan tujuan dan prinsip-prinsip Piagam PBB. Semua negara anggota telah menyetujui
untuk menerima dan melaksanakan keputusan-keputusan Dewan Keamanan, termasuk
keputusan Dewan Keamanan untuk menjatuhkan sanksi militer terhadap anggota-anggota
PBB yang dianggap menyalahi prinsip-prinsip Piagam PBB dan mengancam
B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan suatu penelitian metode yuridis normatif, yaitu dengan
pendekatan penelitian asas-asas hukum yang dilakukan terhadap beberapa kaidah hukum
yang meriapak patokan berperilaku terhadap hukum primer dan sekunder, sepanjang hal-
hal tersebut mengandung kaidah-kaidah hukum.3 Yang dimaksudkan dari penelitian
yuridis adalah penelitian yang mengacu pada studi kepustakaan. Sedangkan normatif
adalah penelitian yang mengacu pada hubungan antara satu peraturan dan peraturan lain
dalam praktiknya.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian
deskriptif analitis yaitu kegiatan yang dilakukan oleh penulis untuk menentukan isi atau
makna suatu aturan hukum yang dijadikan rujukan penyelesaian permasalahan hukum
yang menjadi objek kajian. Dalam penelitian ini penulis melakukan analisa terhadap
permasalahan mengenai Status Resolusi Dewan Keamanan PBB dalam Ranah Hukum
Nasional Indonesia. Sumber data yang digunakan yaitu data sekunder. Data sekunder ini
dimaksudkan meneliti dari buku, jurnal, teori, pendapat para ahli, dan lain-lain. Yang
tentunya data-data tersebut berkaitan dengan hukum dan konvensi yang berlaku. Data
sekunder ini meliputi beberapa bahan hukum seperti bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder dan tersier. 4
Teknik pengumpulan dengan melakukan penelitian kepustakaan atau library
research. Penelitian kepustakaan ini adalah teknik yang dilakukan dengan cara
mempelajari bahan bacaan yang ada pada buku-buku, teori-teori, jurnal yang ada dalam
1
Suryokusumo, Sumaryo. Studi kasus hukum organisasi internasional. Indonesia: Alumni, 1993. hlm.17.
2
https://kemlu.go.id/portal/id/read/503/berita/urgensi-ketentuan-nasional-penerapan-keputusan-dewan-
keamanan-pbb
3
Marzuki, Peter Mahmud Penelitian Hukum, Kencana Preneda Media Group, Jakarta 2005, hlm.6.
4
Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2010, hlm. 27-28.
internet, dan lain-lain.5 Penelitian skripsi ini dianalisis dengan menggunakan analisis
kualitatif, yaitu suatu tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analistis. Di
dalam penelitian hukum normatif, pengelolaan data berarti kegiatan untuk mengadakan
sistematisasi terhadap bahan bahan hukum tertulis. Data yang diperoleh melalui studi
pustaka dalam penelitian ini dikumpulkan dan diurutkan menjadi uraian dasar Analisa
data yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif analistis yaitu dengan
menganalisa secara lengkap dan komprehensif keseluruhan data. Dalam hal ini, peneliti
menguraikan Status Resolusi Dewan Keamanan PBB dalam Ranah Hukum Nasional
Indonesia.
antar negara yang lebih baik berdasarkan prinsip perdamaian dan keamanan
internasional. Peranan hukum internasional dalam menyelesaikan sengketa
internasional adalah memberikan cara bagaimana para pihak yang bersengketa
menyelesaikan sengketanya menurut hukum internasional.6
Dewan Keamanan PBB dalam penyelesaian sengketa mempunyai tujuan utama
yang tercantum dalam Piagam PBB yaitu menyelamatkan generasi penerus dari
bencana peperangan. Dengan memperhatikan kegagalan dari Liga Bangsa-Bangsa
para pendiri memutuskan untuk mengambil dua langkah guna menghindari nasib
sebagaimana yang dialami oleh Liga Bangsa-Bangsa.
Tujuan utama pembentukan PBB adalah memelihara perdamaian dan
keamanan internasional seperti yang tercantum dalam Pasal 1 piagam PBB yaitu
sebagai berikut :7
1) Menjaga perdamaian dan keamanan internasional, dan untuk itu: untuk
mengambil tindakan bersama yang efektif untuk pencegahan dan penghapusan
ancaman;
2) Terhadap perdamaian, dan untuk menekan tindakan agresi atau pelanggaran
lain perdamaian, dan untuk membawa dengan cara damai , dan sesuai dengan
prinsip keadilan dan hukum internasional, penyesuaian atau penyelesaian
sengketa internasional atau situasi yang mungkin mengakibatkan pelanggaran
perdamaian;
3) Mengembangkan hubungan persahabatan antar bangsa berdasarkan
penghormatan terhadap prinsip persamaan hak dan penentuan nasib sendiri
masyarakat, dan untuk mengambil tindakan yang tepat lainnya untuk
memperkuat perdamaian universal;
4) Mencapai kerjasama internasional dalam memecahkan masalah internasional di
bidang karakter ekonomi, sosial, budaya, atau kemanusiaan, dan dalam
memajukan dan mendorong penghormatan hak asasi manusia dan kebebasan
dasar bagi semua tanpa membedakan ras, jenis kelamin, bahasa, atau agama;
dan
5) Menjadi pusat harmonisasi tindakan negara dalam mencapai tujuan ini umum.
Untuk mencapai tujuan tersebut, PBB mengambil langkah-langkah bersama
secara efektif dalam mencegah dan menghindari ancaman agresi atau pelanggaran lain
terhadap perdamaian dan mengusahakan penyelesaian melalui cara-cara damai, sesuai
dengan prinsip-prinsip keadilan dan hukum internasional. Dalam kaitan dengan usaha-
6
Buana, Dedek. Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai dan Kekerasan,
http://artikelddk.com/penyelesaian-sengketa-internasional-secara-damaidan-kekerasan/.
7
Pasal 1 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (1945)
8
Suryokusumo, Sumaryo. Studi kasus hukum organisasi internasional. Indonesia: Alumni, 1993. hlm. 8.
9
Merrills, John. "The Means of Dispute Settlement." In International Law. 5th ed, edited by Malcolm Evans.
Oxford: Oxford University Press, 2018. Law Trove, 2018. doi: 10.1093/he/9780198791836.003.0018., p. 530.
10
Pasal 24 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa
11
United Nations. “Procedural Vote”. 23 November, 2020 https://www.securitycouncilreport.org/un-security-
council-working-methods/procedural-vote.php
12
Habeahan, Riswan Efendi. “Peranan Dewan Keamanan PBB Dalam Penyelesaian Sengketa Internasional
(studi Kasus Vietnam Utara-Vietnam Selatan)”. Skripsi. Universitas Sumatera Utara, 2017, hlm. 54.
13
Pasal 27 Ayat (2) Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa
14
Pasal 27 Ayat (3) Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa
15
Suryokusumo, Sumaryo. Studi kasus hukum organisasi internasional. Indonesia: Alumni, 1993. hlm.151-152.
Dewan Keamanan terdiri dari beberapa negara anggota tetap dan negara-
negara tersebut memiliki hak veto maka keputusan mengenai hal prosedural sekaligus
merupakan penggunaan hak veto daripada kelima negara tetap tersebut yaitu Amerika
Serikat, Rusia, Inggris, Perancis dan Cina walau suara negara-negara tersebut tidak
harus bulat. Sebagaimana hak veto telah disepakati di San Francisco pada awalnya
dikarenakan oleh 2 alasan yaitu :16
1) Kepentingan anggota tetap Dewan keamanan dan sumbangannya
membenarkan harus adanya perhatian atas setiap keputusan yang bersifat
substansial.
2) Bahwa harus ada kesepakatan bersama untuk memberikan jaminan bahwa
kekuatan besar tersebut akan bekerja sama dan terlibat pada konflik terbuka
yang dapat membahayakan organisasi PBB.
Menurut Pasal 25 Piagam PBB bahwa keputusan yang dikeluarkan Dewan
Keamanan PBB berkesinambungan dengan fungsinya untuk menyelesaikan sengketa,
maka para pihak yang terkait wajib untuk melaksanakan keputusan tersebut.17
Beberapa hal diklasifikasikan untuk diputuskan oleh Dewan Keamanan PBB apabila
keputusan melalui sebuah mayoritas mutlak ataupun dua pertiga harus menyangkut
masalah masalah penting sebagai berikut:18
a) Mengenai pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional;
b) Pemilihan keanggotaan tidak tetap Dewan Keamanan PBB, Anggota ECOSOC
dan anggota Dewan Perwalian;
c) Masuknya negara baru sebagai anggota;
d) Untuk menanggulangi hak dan keistimewaan keanggotaan;
e) Adanya pengeluaran anggota secara paksa;
f) Masalah yang berkaitan dengan sistem perwalian; dan
g) Masalah yang menyangkut anggaran.
Bagi hal non-prosedural walau harus adanya persetujuan kelima negara tetap
tersebut memang harus bulat, tanpa adanya hak veto mereka karena masalah tersebut
menyangkut langsung kepada perdamaian dan keamanan dunia. Disebutkan bahwa:19
“Except for votes on procedural questions which are determined by a
simple majority, action cannot be taken on an issue that is brought
before the Security Council if any one of the permanent members vote
‘no’ on a draft resolution. The ability of a permanent member to stop
a draft resolution from being adopted by voting ‘no’ is called the veto
power.”
16
Leeland M Goodrich. The United Nations Security Council. New York: The Free Press, London, 1972, p. 33
17
Huala, Adolf. "Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional." RajaGrafindo Persada: Jakarta. 2004. Hlm. 99].
18
Pasal 18 ayat (2) Piagam PBB dan Rule 83 dari Rule of Procedure Majelis Umum.
19
United Nations. “Procedural Vote”. 23 November, 2020 https://www.securitycouncilreport.org/un-security-
council-working-methods/procedural-vote.php
20
Pasal 27 Ayat (1) Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa
21
Suryokusumo, Sumaryo. Studi kasus hukum organisasi internasional. Indonesia: Alumni, 1993. hlm. 154.
22
Bowett, Derek. The Impact of Security Council Decisions on Dispute Settlement Procedures,
European Journal of International Law, Volume 5, Issue 1, 1994: P. 89–
101, https://doi.org/10.1093/oxfordjournals.ejil.a035901
Konvensi dan Peraturan mengikat yang diatur dalam Pasal 25 Piagam PBB yang
menyatakan bahwa “Anggota-anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa menyetujui untuk
menerima dan menjalankan keputusan-keputusan Dewan Keamanan sesuai dengan
Piagam ini.”
Berdasarkan rumusan diatas bahwa resolusi Dewan Keamanan PBB sebagai
keputusan yang mempunyai sifat mengikat secara hukum bagi para anggota PBB
Resolusi yang dikeluarkan oleh Dewan Keamanan PBB adalah salah satu instrument
yundis yang dipergunakan untuk menyelesaikan suatu sengketa internasional dan
berisikan tentang apabila adanya ketidaksetujuan negara-negara anggota terhadap
keputusan yang telah dibentuk oleh Dewan Keamanan, negara-negara tersebut tetap
harus mengikuti apa yang telah diputuskan dengan tujuan menjaga perdamaian dunia.
3. Resolusi Dewan Keamanan PBB Sebagai Dasar Hukum Bagi Negara Anggota
Setiap sengketa yang diselesaikan oleh Dewan Keamanan PBB menghasilkan
sebuah keputusan yang kemudian dijadikan resolusi yang sebagaimana harus
diimplementasikan oleh para negara-negara anggota PBB sebagai hukum nasionalnya.
Resolusi tersebut juga digunakan oleh para negara anggota untuk penyelesaian
sengketa internasional. Resolusi sebagaimana adalah merupakan keputusan dari suatu
masalah yang telah disetujui melalui konsesus mapupun penmungutan suara yang
berdasarkan aturan serta tata cara yang telah ditetapkan oleh organisasi internasional
atau badan yang bersangkutan.23 Menurut Black’s Law Dictionary resolusi adalah “a
formal expression of the opinion or will of an official body or a public assembly,
adopted by vote; as a legislative resolution”.24
Resolusi Dewan Keamanan PBB pada dasarnya telah memiliki kekuatan
mengikat di dalam hukum internasional bagi para negara anggota. Seperti yang tertulis
pada Piagam PBB Pasal 25 yang berbunyi “The Members of the United Nations agree
to accept carry out decisions of the Security Council in accordance with present
Charter”. Bunyi pasal tersebut menyatakan bahwa keputusan yang dikeluarkan
Dewan Keamanan PBB berkesinambungan dengan fungsinya untuk menyelesaikan
sengketa, maka para pihak yang terkait wajib untuk melaksanakan keputusan
tersebut.25 Apabila adanya ketidaksetujuan negara-negara anggota terhadap keputusan
yang telah dibentuk oleh Dewan Keamanan, negara-negara tersebut tetap harus
mengikuti apa yang telah diputuskan dengan tujuan menjaga perdamaian dunia.
23
Tirta, A. Leovardi. 2011. “Kekuatan Resolusi Majelis Umum Pbb (Unga) Dan Dewan Keamanan Pbb (Unsc)
Sebagai Sumber Hukum Internasional.” Jurnal Yustika 14 (1): 93–107.
24
Black, Henry Campbell. 1934. “Black’s Law Dictionary.” Virginia Law Review 20 (4). JSTOR: 493.
doi:10.2307/1066423. p. 1310.
25
Huala, Adolf. "Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional." RajaGrafindo Persada: Jakarta. 2004. Hlm. 99].
26
Normand Edwin Elnizar, Dirjen HPI Kemenlu: Resolusi DK PBB Mengikat Hukum Nasional Indonesia, 25
Juli 2018 https://www.hukumonline.com/berita/a/dirjen-hpi-kemenlu--resolusi-dk-pbb-mengikat-hukum-
nasional-indonesia-lt5b5820dfc3f61?page=3
27
http://bennysetianto.blogspot.com/2006/30/03/sumber-hukum-internasional.html
28
Starke, J.G; Bambang Iriana Jayaatmaja,. Pengantar hukum internasional.. Jakarta : Sinar Grafika, 1992. hlm.
63.
29
Ibid.
karena dalam pelaksanaannya DK-PBB akan memberikan sanksi bagi para negara-
negara yang tidak menaati resolusi yang telah dikeluarkan.
Mengingat bahwa Indonesia sebagai anggota dari PBB, maka terikat dengan
pasal 25 Piagam PBB menyatakan bahwa Indonesia seharusnya terikat pada resolusi
tersebut secara otomatis. Maka dari itu, dengan melaksanakan kewajiban sebagai
negara PBB untuk menjaga perdamaian internasional sangat perlu untuk membangun
payung hukum yang khusus untuk melaksanakan Resolusi DK-PBB. Sebagaimana
kepentingan nasional seharusnya harus berakhir pada saat adanya hukum internasional
yang disetujui bersama, maka dari itu seharusnya Resolusi DK-PBB diutamakan
dalam hal ini. Negara Indonesia yang menganut asas legalitas, sebagaimana yang
mengintikan bahwa suatu pelaksanaan hukum harus memiliki dasar dan tidak dapat
dihukumnya sebuah pebuatan apabila tidak ada peraturan perundang-undangan yang
mengaturnya. Maka dari itu menjadi suatu urgensi penting bagi Indonesia untuk
membuat dasar hukum bagi Resolusi DK-PBB. Status hukum Resolusi DK-PBB di
Indonesia bergantung pada pandangan Indonesia terhadap Resolusi DK-PBB baik itu
dipandang sebagai sebagai hukum kebiasaaan ataupun sebaliknya sebagai hukum
internasional yang bersifat material ataupun soft law. Maka diperlukannya sebuah
dasar hukum untu DK-PBB ini dapat diratifikasi oleh Indonesia. Dikatakan oleh
Hakim Agung dalam diskusi terarah di FH UNPAD, perlu diperhatikan lagi untuk
hukum internasional tersebut sesuai dengan kepentingan nasional atau tidak.30
Sebuah hukum internasional untuk diratifikasi oleh Negara Indonesia adalah
dengan cara mengesahkannya melalui peraturan perundang-undangan oleh Presiden
sebagai kepala negara. Konsep tersebut merupakan konsep transformasi dimana
merupakan suatu proses harmonisasi hukum internasional ke dalam sebuah hukum
nasional yang secara tidak langsug menyatakan sebuah hukum nasional dan hukum
internasional merupakan hukum yang terpisahkan.31 Sebuah hukum internasional
sebagaimana dapat dianut oleh Indonesia bisa diperhatikan Pasal 11 UUD 1945, yang
berbunyi :
1) Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang,
membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.
2) Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan
akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan
beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan
undang-undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
3) Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan undang-
undang.
30
Ibid.
31
Kusumaatmadja, Mochtar, Etty R. Agoes. Bandung : Alumni, 2015, hlm. 86.
32
Ibid, hlm. 132.
D. KESIMPULAN
Pengambilan keputusan oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa harus
berlandaskan dengan upaya-upaya yang diutamakan untuk menciptakan hubungan antar
negara yang lebih baik berlandaskan prinsip perdamaian dan keamanan internasional.
Peranan hukum internasional dalam menyelesaikan sengketa internasional adalah
memberikan cara bagaimana para pihak yang bersengketa menyelesaikan sengketanya
menurut hukum internasional. Hal ini senada dengan yang tercantum pada tujuan utama
pembentukan PBB dan prinsip dalam Piagam PBB. Sehubungan dengan mengikatnya
keputusan atau Resolusi DK-PBB maka para negara anggota diharapkan dapat
mengadopsinya ke dalam hukum nasionalnya sebagai komitmen dalam menjaga
keamanan dan perdamaian internasional secara utuh. Resolusi DK-PBB sudah diadopsi
sebagai hukum nasional oleh banyak negara, namun dalam hal ini Indonesia yang
memiliki status sebagai anggota tidak tetap DK-PBB belum memiliki kepastian terhadap
adanya pengadopsian resolusi tersebut. Hal ini dikarenakan Indonesia tidak memiliki
dasar hukum untuk meratifikasi sebuah keputusan yang dikeluarkan oleh organisasi
internasional. Karena untuk saat ini Indonesia hanya memiliki dasar hukum untuk
peratifikasian hukum internasional dengan bentuk Perjanjian Internasional. Maka
Resolusi DK-PBB belum memiliki status hukum yang pasti di Indonesia dikarenakan
oleh belum adanya dasar hukum yang tetap untuk Resolusi tersebut diratifikasi. Selain
itu, beberapa ketentuan sebuah DK-PBB sebagaimana pada bentuknya sebuah resolusi
tersebut harus dikaji terlebih dahulu agar tidak bertentangan dengan Hukum Nasional
Negara Indonesia. Untuk memenuhi prinsip kepastian hukum serta terjaminnya asas
kemanfaatan hukum maka Indonesia memiliki urgensi untuk membuat dasar hukum
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Adolf, Huala. Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional. Raja Grafindo Persada: Jakarta,
2004.
Kusumaatmadja, Mochtar and Etty R. Agoes. Pengantar Hukum Internasional. Bandung, :
Alumni, 2015.
Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta : Kencana Preneda Media Group, 2005.
Merrils, John.The means of Dispute Settlement, International Law, Oxford Universiy Press,
2003.
Saifuddin, Anwar. Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset, 2001.
Starke, J.G and Bambang Iriana Jayaatmaja. Pengantar hukum internasional. Jakarta : Sinar
Grafika, 1992.
Sunggono, Bambang.Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta : Rajawali Pers, 2010.
Suryokusumo, Sumaryo. Studi Kasus Hukum Organisasi Internasional. Bandung : Alumni,
1993.
Jurnal
Black, Henry Campbell. “Black’s Law Dictionary.” Virginia Law Review Vol. 20, No. (4).
JSTOR, 493. doi:10.2307/1066423.
Leovardi Tirta, A.“Kekuatan Resolusi Majelis Umum Pbb (Unga) Dan Dewan Keamanan
Pbb (Unsc) Sebagai Sumber Hukum Internasional.”, Jurnal Yustika Vol. 14, No. (1):
93–107. 2011.
Riswan Efendi Habeahan, Peranan Dewan Keamanan PBB Dalam Penyelesaian Sengketa
Internasional (studi Kasus Vietnam Utara-Vietnam Selatan), Universitas Sumatera
Utara, 2017.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan
Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa
Dokumen
Derek Bowett, The Impact of Security Council Decisions on Dispute Settlement Procedures.
Website/Internet
Dedek Buana, http://artikelddk.com/penyelesaian-sengketa-internasional-secara-damaidan-
kekerasan/
Normand Edwin Elnizar, Dirjen HPI Kemenlu: Resolusi DK PBB Mengikat Hukum Nasional
Indonesia, 25 Juli 2018 https://www.hukumonline.com/berita/a/dirjen-hpi-kemenlu--
resolusi-dk-pbb-mengikat-hukum-nasional-indonesia-lt5b5820dfc3f61?page=3
Benny Setianto, http://bennysetianto.blogspot.com/2006/30/03/sumber-hukum-
internasional.html
United Nations, “Security Council”, https://www.un.org/en/model-united-nations/security-
council
United Nations. “Procedural Vote”. 23 November, 2020
https://www.securitycouncilreport.org/un-security-council-working-
methods/procedural-vote.php