Naskah Revisi Swasti

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 6

Indonesian Journal of Health Science

Volume 3 No.2, 2023

GAMBARAN PERESEPAN KEMOTERAPI ORAL PADA PASIEN


KANKER PAYUDARA DI RS X DI JAKARTA TIMUR
Swasti Saptowulan1, Devi Maulina2

1) amarasheza92@gmail.com, Poltekkes Hermina Jakarta Prodi D-III Farmasi


2) maulinadevi2011@gmail.com, Poltekkes Hermina Jakarta Prodi D-III Farmasi

Abstract
Cancer is one of the biggest causes of death in the world. The first sequence relates to the number of cancers in
Indonesia and is the main cause of death, namely breast cancer. Cancers is the growth of new tissue as a result of
continuous proliferation (overgrowth) of abnormal cells that have the ability to attack and damage other tissues.
Breast cancer is the most common type of cancer and causes death in Indonesia. Breast cancer treatment usually
includes a combination of surgery, radiation and chemotherapy. The purpose of this study was to describe the use of
oral cytostatic drugs in breast cancer patients who experienced metastases at the X hospital in East Jakarta. This
research was conducted using a retrospective descriptive method. Sampling was carried out using the purposive
sampling method, namely all prescription sheets for breast cancer patients who received oral chemotherapy at X
Hospital. Data was collected by calculating the number and percentage of oral chemotherapy drugs used. Based on
the results of observations of cytostatic drug prescriptions at X Hospital in East Jakarta. It can be concluded that the
oral cytostatic drugs used were Nateran with 192 prescriptions (45,1%); Tamofen 98 times the prescription (23%);
Bracer prescribed 57 times (13,4%); Lebrest prescribed 44 times (10,3%; Taceral 35 times prescription (8,2%).
Keywords: Breast cancer, Chemotherapy, Metastase

Abstrak
Kanker merupakan salah satu penyebab kematian terbesar di dunia. Urutan pertama berkaitan dengan jumlah kanker
di Indonesia dan merupakan penyebab utama kematian yaitu kanker payudara. Kanker adalah tumbuhnya jaringan
yang baru sebagai akibat dari proliferasi (pertumbuhan berlebih) dari sel-sel abnormal secara terus menerus yang
memiliki kemampuan untuk menyerang dan merusak jaringan lain. Kanker payudara adalah jenis kanker yang banyak
diderita dan menyebabkan kematian di Indonesia. Pengobatan kanker payudara biasanya meliputi kombinasi
pembedahan, radiasi dan kemoterapi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran peresepan obat
sitostatika oral pada penderita kanker payudara yang mengalami metastase di Rumah Sakit X di Jakarta Timur.
Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif retrospektif. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode
purposive sampling yaitu semua lembar resep pasien kanker payudara yang mendapatkan terapi kemoterapi oral di
Rumah Sakit X di Jakarta Timur. Pengambilan data dilakukan dengan menghitung jumlah dan persentase obat
kemoterapi oral yang digunakan. Berdasarkan hasil pengamatan resep obat sitostatika di Rumah Sakit X di Jakarta
Timur dapat disimpulkan obat sitostatika oral yang digunakan adalah Nateran sebanyak 192 kali peresepan (45,1%);
Tamofen 98 kali peresepan (23%); Bracer 57 kali peresepan (13,4%); Lebrest 44 kali peresepan (10,3%); Taceral 35
kali peresepan (8,2%).
Kata Kunci: Kanker payudara, Kemoterapi, Metastase

PENDAHULUAN
Salah satu penyakit yang merupakan masalah kesehatan di dunia termasuk di Indonesia
yaitu kanker. Urutan pertama berkaitan dengan jumlah kanker di Indonesia dan merupakan
penyebab utama kematian yaitu kanker payudara. Kanker seringkali menyebabkan kematian
karena umumnya penyakit ini biasanya tidak menimbulkan gejala awal perkembangannya,
sehingga terdeteksi dan diobati setelah mencapai stadium lanjut. Kanker payudara dari perspektif
biomolekuler adalah penyakit yang disebabkan oleh mutasi gen yang dipicu beberapa faktor
seperti faktor makanan, faktor lingkungan, dan faktor keturunan atau yang disebut sebagai faktor
resiko (Sari et al., 2018).
Menurut data Globocan (Global Burden of Cancer Study) dari World Health Organization
(WHO), jumlah kasus kanker payudara baru naik menjadi 65.858 kasus (16,6%) dari total 396.914

Page | 136
Indonesian Journal of Health Science
Volume 3 No.2, 2023

kasus kanker baru di Indonesia pada tahun 2020. Sementara itu, jumlah kematian lebih dari 22.000.
Kanker leher rahim (cervical cancer) menempati urutan kedua dengan total 36.633 kasus atau 9,2
persen dari seluruh kasus kanker. Di urutan ketiga adalah kanker paru-paru dengan 34.783 kasus
(8,8% dari seluruh kasus), kemudian kanker hati dengan 21.392 kasus (5,4% dari seluruh kasus),
dan kanker nasofaring (area di atas tenggorokan) 19.943 kasus (5% kasus) (Burden, 2020).
Adanya kanker payudara dapat dideteksi secara dini dengan melakukan pemeriksaan
payudara sendiri atau (SADARI). Pemeriksaan ini merupakan tes sederhana yang dapat dilakukan
sendiri oleh setiap wanita. Prosedur ini penting karena hampir 85% kelainan payudara pertama
kali dideteksi dengan pemeriksaan sendiri (Angrainy, 2017).
Gejala kanker payudara dapat dirasakan oleh penderita relatif lama, bahkan sejak 8-10
tahun sebelumnya. Biasanya penderita akan merasakan benjolan kecil di sekitar payudara terlebih
dahulu. Namun, gejala dan tanda yang dialami sebelumnya biasanya diabaikan atau tidak diperiksa
oleh dokter. Hal ini disebabkan beberapa kemungkinan. Pertama, kekhawatiran mengetahui
kejadian sebenarnya bahwa pasien menderita penyakit serius. Kedua, tidak ingin menambah atau
membebani pasien sendiri dan keluarganya, jika mereka tahu apa yang sedang diderita. Ketiga,
keterbatasan biaya, ketika penyakit serius didiagnosa, mereka belum atau tidak memiliki biaya
untuk berobat (Rahayuwati et al., 2017).
Dengan mengetahui sedini mungkin apakah kanker yang diderita merupakan kategori jinak
atau ganas, maka dapat ditangani dengan tepat dan diantisipasi, karena tidak menutup
kemungkinan dapat menyebabkan kematian pasien. Kanker payudara kategori jinak atau ganas
dapat diketahui oleh sejumlah variabel seperti ketebalan gumpalan, keseragaman ukuran dan
bentuk sel, adhesi tepi, ukuran sel epitel, ukuran inti, kromatin, keadaan nucleoli normal dan
mitosisnya (Aisyah & Sulistyo, 2016).
Pengobatan bagi penderita kanker payudara dapat dilakukan dengan berbagai cara
berdasarkan tahap penyakit dan beberapa faktor lain. Pada pelaksanaan pengobatan kanker
payudara biasanya meliputi kombinasi pembedahan, kemoterapi dan terapi radiasi. Kemoterapi
adalah salah satu bentuk pengobatan saat ini yang paling umum digunakan. Kemoterapi dapat
diberikan dalam bentuk injeksi maupun oral. Obat sitostatika oral yang sering digunakan adalah
Tamoksifen, Eksemestan, Letrozol, Anastrozol, dan Kapesitabin (Ashariati, 2019).
Sekelompok pasien kanker yang melihat bahwa dalam pengobatan medis kanker dapat
mengakibatkan efek samping negatif yang serius, seperti pada pasien kanker payudara yang
melakukan pembedahan atau tindakan operasi, hal ini diduga menjadi penyebab penyebaran
kanker tersebut. Pada tindakan radioterapi bersamaan dengan kemoterapi dianggap memiliki efek
samping yang besar dan timbul keraguan akan efektivitasnya, sehingga hal ini dapat mendorong
pasien tersebut untuk menjalani pengobatan tradisional (Shabrina & Iskandarsyah, 2019).
Berdasarkan permasalahan di atas, Peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran
penggunaan obat sitostatika oral pada pasien kanker payudara yang mengalami metastase di
Rumah Sakit X di Jakarta Timur.

METODE
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif
dengan pendekatan retrospektif, yaitu dengan mengambil data primer yang berasal dari lembar
resep dari pasien rawat jalan yang mendapatkan resep kemoterapi oral di Rumah Sakit X di Jakarta
Timur.

Page | 137
Indonesian Journal of Health Science
Volume 3 No.2, 2023

HASIL DAN PEMBAHASAN


Penelitian mengenai gambaran peresepan obat sitostatika oral pada pasien yang mengalami
metastase di Rumah Sakit X di Jakarta Timur dilakukan dengan cara mengumpulkan lembar resep
pasien rawat jalan yang mendapatkan terapi oral di Rumah Sakit X. Setelah diperoleh data,
kemudian data dikelompokkan berdasarkan obat sitostatika oral yang digunakan. Berdasarkan
hasil pengamatan dan pengumpulan data terhadap penggunaan obat sitostatika di Rumah Sakit X
di Jakarta Timur diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 1. Jumlah dan Persentase Obat Sitostatika
No Nama Obat Golongan Juli Agustus September Total %
1. Taceral Anti 10 12 13 35 8,2 %
(Capecitabin) metabolit
2. Nateran Terapi 60 70 62 192 45,1 %
(Exemestan) Hormon
3. Lebrest Terapi 16 13 15 44 10,3 %
(Letrozole) Hormon
4. Bracer Terapi 23 16 18 57 13,4 %
(Anastrozole) Hormon
5. Tamofen Terapi 31 32 35 98 23 %
(Tamoxifen) Hormon
Total 426 100 %
Sumber: data diolah
Berdasarkan Tabel 1. Nateran merupakan sitostatika yang paling sering diresepkan yaitu
sebanyak 192 kali pada periode Juli – September 2022 dengan persentase 45,1 % dari total 426
peresepan. Tamofen menempati urutan kedua yaitu sejumlah 98 kali peresepan dengan persentase
23 %. Bracer menempati urutan ketiga dengan jumlah 57 peresepan dengan persentase 13,4 %.
Sedangkan Lebrest diurutan keempat dengan persentase 10,3 %, dan Taceral menempati urutan
terakhir yaitu dengan persentase 8,2 %.
Menurut hasil pengamatan pada Tabel 1. Nateran merupakan kemoterapi oral yang paling
sering diresepkan. Nateran adalah nama dagang dari zat aktif Exemestan yang termasuk dalam
golongan Aromatase Inhibitor. Exemestan merupakan generasi ketiga dari aromatase inhibitor tipe
1 (inaktivator steroid). Aromatase inhibitor secara nyata menekan kadar estrogen plasma pada
wanita pascamenopause dengan menghambat atau menonaktifkan aromatase, enzim yang
bertanggung jawab untuk sintesis estrogen dari substrat androgenik (khususnya sintesis estron
dari substrat pilihan androstenedion dan estradiol dari testosterone) (Olin & St. Pierre, 2014).
Setelah pemberian oral exemestan 25 mg tablet salut selaput (produk uji) rata-rata
konsentrasi plasm maksimum (Cmax) adalah 24,70 ng/ml dan Cmax ini dicapai pada Tmax rata-rata
1,55 jam. Tingkat penyerapan dinyatakan dalam area di bawah kurva (AUC)0-t dan AUC0-inf. Nilai
rata-rata masing-masing adalah 54,88 ng.h/ml dan 59.08 ng.h/ml. Waktu paruh eliminasi rata-rata
(t1/2) tablet salut film exemestan adalah 8,01 jam (IONI : Informatorium Obat Nasional Indonesia,
2014).
Menurut hasil pengamatan pada Tabel 1. Tamofen menempati urutan kedua kemoterapi
oral yang paling banyak diresepkan yaitu sebanyak 98 peresepan. Tamofen adalah nama dagang
dari zat aktif Tamoxifen yang merupakan golongan Selective Estrogen Receptor Modulator
(SERM). Obat ini terutama diberikan pada pasien kanker payudara dengan status Estrogen-
Receptor positive (ER+). Tamoxifen bekerja sebagai anti-estrogen dengan memblok hormon
estrogen pada reseptor sel-sel kanker payudara, tetapi bersifat estrogenik di jaringan lain. Manfaat

Page | 138
Indonesian Journal of Health Science
Volume 3 No.2, 2023

utama tamoxifen sebagai terapi hormonal adjuvan kanker payudara adalah menurunkan resiko
kekambuhan, memperlambat atau menghentikan metastasis, sehingga dapat meningkatkan
harapan hidup pasien, dan menurunkan resiko kanker payudara pada perempuan dengan resiko
tinggi (Fadhil et al., 2019).
Setelah pemberian per-oral, Tamoxifen diabsorbsi dengan baik dan dimetabolisme menjadi
beberapa metabolit. Kadar konsentrasi puncak dalam serum terpantau 4 – 7 jam setelah pemberian.
Bersihan Tamoxifen bersifat bifasik dengan waktu paruh distribusi sekitar 11 jam, diikuti waktu
paruh terminal yang lambat sekitar 7 hari. Tamoxifen terutama diekskresikan sebagai konjugat
pada feses. Metabolit utama Tamoxifen dalam serum yaitu N-desmethyl-tamoxifen (IONI :
Informatorium Obat Nasional Indonesia, 2014).
Menurut hasil pengamatan pada Tabel 1. Bracer menempati urutan ketiga dengan
persentase 13,4 % sedangkan Lebrest menempati urutan keempat dengan persentase 10,3 % obat
kemoterapi oral yang diresepkan. Keduanya merupakan generasi ketiga dari aromatase inhibitor
tipe 2 (Nonsteroid Inhibitor). Mekanisme kerja dari aromatase inhibitor yaitu menurunkan kadar
estrogen dalam plasma dengan menghambat atau menonaktifkan aromatase. Perbedaan dari 2 tipe
aromatase inhibitor yaitu pada inhibitor steroid (Eksemestan) bersaing dengan androsterone untuk
situs pengikatan substrat, sedangkan inhibitor nonsteroid (Letrozole dan Anastrozole) mengikat ke
kelompok heme disitus aktifnya dan memblokir pembentukan estrogen (Febriani et al., n.d.).
Anastrozole diabsorbsi dengan cepat dan konsentrasi plasma maksimum tercapai dalam
waktu 2 jam (dalam kondisi puasa). Anastrozole dieliminasi secara perlahan dengan waktu paruh
eliminasi plasma 40-50 jam. Adanya makanan sedikit menurunkan kecepatan absorpsi tetapi tidak
mempengaruhi lamanya absorpsi anastrozole. Konsentrasi plasma Anastrozole (sekitar 90 – 95 %)
mencapai keadaan steady-state setelah 7 hari pada dosis sekali sehari. Anastrozole dimetabolisme
secara luas pada wanita pasca menopause, kurang dari 10% dari dosis diekskresikan di urin dalam
bentuk metabolit. Metabolitnya diekskresikan terutama melalui urin. Letrozole diabsorbsi dengan
cepat dan sempurna dari saluran pencernaan (bioavailabilitas absolut rata-rata 99,9 %). Makanan
sedikit mempengaruhi laju absorpsi, namun luas absorpsi (AUC) tidak berubah. Konsentrasi
plasma steady-state setelah pemberian dosis 2,5 mg dicapai dalam 2-6 minggu. Letrozole
didistribusikan dengan cepat dan luas ke jaringan dan mempunyai volume distribusi yang besar
sekitar 1,9 l/kg. Metabolisme menjadi metabolit karbinol yang inaktif secara farmakologi (4,4’-
methanol-bisbenzonitrile) dan ekskresi renal terhadap konjugat glukuronida metabolit tersebut
merupakan jalur eliminasi utama bersihan letrozole (IONI : Informatorium Obat Nasional
Indonesia, 2014).
Menurut hasil pengamatan pada Tabel 1. Taceral merupakan obat yang paling sedikit
diresepkan. Taceral merupakan nama dagang dari zat aktif Capecitabin. Capecitabin adalah
prodrug dari FU (Fluorouracil), yang akan diubah menjadi FU baik dalam jaringan sehat maupun
tumor oleh enzim thymidine phosphorylase (TP), yang lebih banyak terkandung dalam jaringan
tumor (Dian Medisa, 2022).
Capecitabin telah disetujui pada tahun 1998 oleh US Food and Drug Administration (FDA)
sebagai agen tunggal untuk pasien dengan kanker payudara metastatic yang resisten terhadap
paclitaxel dan antrasiklin. Capecitabin juga disetujui untuk terapi kombinasi dengan docetaxel
untuk pengobatan pasien dengan kanker payudara metastatik dimana terapi berbasis antrasiklin
sebelumnya telah gagal (Ershler, 2006).
Setelah pemberian oral, capecitabin diserap dengan cepat dan sempurna. Setelah itu,
dimetabolisme menjadi 5’-deoxy-5-fluorocytidine (dFCR), 5’-deoxy-5-fluororidine (dFUR), dan
5-FU melalui tiga langkah kaskade enzimatik yang melibatkan enzim karboksilesterase, cytidine

Page | 139
Indonesian Journal of Health Science
Volume 3 No.2, 2023

deaminase (CDA), dan timidin fosforilase. Sekitar 80% dari 5-FU dengan cepat dikatabolisme
menjadi metabolit tidak aktif, dan kecil proporsi 5-FU dianabolisasi secara intraseluler menjadi
sitotoksik metabolit. Enzim dihydropyrimidin dehydrogenase (DPD) mengkatalisis langkah awal
katabolisme 5-FU yang mengarah pada pembentukan 5,6-dihydro-5-fluorouracil. 5,6-dihydro-5-
fluorouracil akhirnya dimetabolisme menjadi fluoro-β-alanine (FBAL), yang dibersihkan melalui
ginjal (IONI : Informatorium Obat Nasional Indonesia, 2014).

PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil pengamatan resep obat sitostatika oral di Rumah Sakit X di Jakarta
Timur, dapat disimpulkan bahwa jumlah dan persentase obat sitostatika yang sering diresepkan
adalah Nateran sebanyak 192 kali peresepan dengan nilai persentase 45,1 %; Tamofen 98 kali
peresepan dengan nilai persentase 23 %; Bracer 57 kali peresepan dengan nilai persentase 13,4 %;
Lebrest 44 kali peresepan dengan nilai persentase 10,3 %; Taceral 35 kali peresepan dengan nilai
persentase 8,2 %.
Saran
Dari hasil pengamatan dapat digunakan sebagai acuan dalam penyediaan obat sitostatika
oral yang sering digunakan, sehingga dapat memenuhi kebutuhan pasien terhadap obat – obatan
tersebut. Selain itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor – faktor apa saja yang
mempengaruhi terjadinya peningkatan maupun penurunan peresepan obat sitostatika oral tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, B., & Sulistyo, Y. (2016). Klasifikasi Kanker Payudara Menggunakan Algoritma Gain
Ratio. Jurnal Teknik Elektro, 8(2), 43–46.
Angrainy, R. (2017). Hubungan Pengetahuan, Sikap Tentang Sadari Dalam Mendeteksi Dini
Kanker Payudara Pada Remaja. Jurnal Endurance, 2(2), 232.
https://doi.org/10.22216/jen.v2i2.1766
Ashariati, A. (2019). Manajemen Kanker Payudara Komprehensif. Journal of Chemical
Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
http://repository.unair.ac.id/96210/2/Manajemen Kanker Payudara Komprehensif.pdf
Burden. (2020). Ini Jenis Kanker yang Paling Banyak Diderita Penduduk Indonesia. 2020.
Katadata.co.id
Dian Medisa. (2022). Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia Study design. 7(5), 213–217.
Ershler, W. B. (2006). Capecitabine Monotherapy: Safe and Effective Treatment for Metastatic
Breast Cancer. The Oncologist, 11(4), 325–335. https://doi.org/10.1634/theoncologist.11-4-
325
Fadhil, M., Harahap, W. A., & Rusnita, D. (2019). Hasil Pengobatan Adjuvan Tamoxifen pada
Pasien. Www.Cdkjournal.Com, 46(12), 748–752.
Febriani, L., Farmasi, F., Padjadjaran, U., Effect, A., & Inhibitors, A. (n.d.). Review article : 16,
107–116.
IONI : Informatorium Obat Nasional Indonesia. (2014).
Olin, J. L., & St. Pierre, M. (2014). Aromatase Inhibitors in Breast Cancer Prevention. Annals of
Pharmacotherapy, 48(12), 1605–1610. https://doi.org/10.1177/1060028014548416
Rahayuwati, L., Ibrahim, K., & Komariah, M. (2017). Pilihan Pengobatan Pasien Kanker Payudara
Masa Kemoterapi: Studi Kasus. Jurnal Keperawatan Indonesia, 20(2), 118–127.
https://doi.org/10.7454/jki.v20i2.478

Page | 140
Indonesian Journal of Health Science
Volume 3 No.2, 2023

Sari, S. E., Harahap, W. A., & Saputra, D. (2018). Pengaruh Faktor Risiko Terhadap Ekspresi
Reseptor Estrogen Pada Penderita Kanker Payudara Di Kota Padang. Jurnal Kesehatan
Andalas, 7(4), 461. https://doi.org/10.25077/jka.v7.i4.p461-468.2018
Shabrina, A., & Iskandarsyah, A. (2019). Pengambilan Keputusan mengenai Pengobatan pada
Pasien Kanker Payudara yang Menjalani Pengobatan Tradisional. Jurnal Psikologi, 46(1),
72. https://doi.org/10.22146/jpsi.31902

Page | 141

You might also like