Draft PKP

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 31

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL STAD

BERBANTU MEDIA JAM SUDUT DI SDN 2 TURUNREJO

Disusun untuk Melengkapi Tugas Laporan PKP


Tahun 2022

Oleh :

NAMA : DIANITA AYU PERMATASARI


NIM : 857750953

UPBJJ SEMARANG

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS TERBUKA

TAHUN 2022
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur
manusiawi, material fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling
mempengaruhi tercapainya tujuan pembelajaran. Sejalan dengan hal tersebut,
maka guru harus mampu menarik perhatian serta membuat peserta didik
berpartisipasi aktif selama proses pembelajaran. Guru juga harus mampu
memilih strategi pembelajaran yang tepat agar memudahkan peserta didik dalam
memahami serta menguasai materi pelajaran. Strategi pembelajaran dalam hal ini
adalah penguasaan guru mengenai model, metode, serta media pembelajaran.
Dengan demikian, guru dituntut untuk kreatif dan inovatif dalam menyampaikan
materi pelajaran kepada peserta didik agar pembelajaran menjadi aktif dan tidak
membosankan. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh guru agar peserta didik
aktif dalam pembelajaran yaitu dengan menggunakan media maupun model
pembelajaran yang menarik agar peserta didik merasa antusias, aktif, serta
memahami maupun menguasai materi pelajaran.
Model pembelajaran kooperatif dapat diterapkan untuk memotivasi siswa
berani bertanya, mengemukakan pendapatnya, menghargai pendapat teman, dan
saling memberikan pendapat. Selain itu dalam belajar siswa dihadapkan pada
latihan soal atau pemecahan masalah, oleh sebab itu pembelajaran kooperatif
sangat baik untuk dilaksanakan karena siswa dapat bekerjasama dan saling
tolong menolong dalam mengerjakan tugas yang dibebankan padanya.
Pembelajaran kooperatif juga sangat berguna untuk menumbuhkan kemampuan
berpikir kritis, bekerjasama, dan membantu teman, karena siswa terlibat secara
aktif dalam proses pembelajaran sehingga memberikan dampak positif terhadap
kualitas interaksi dan komunikasi yang berkualitas, serta dapat memotivasi siswa
untuk meningkatkan prestasi belajarnya (Afandi, 2013). Menurut
Kusumawardani (2019:171) menyatakan bahwa “Model Pembelajaran
Kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) yang
dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John
Hopkin merupakan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan
merupakan pembelajaran kooperatif yang cocok digunakan oleh guru yang baru
mulai menggunakan pembelajaran kooperatif.”
Menurut Kristanto (2019:1) “Media pembelajaran merupakan salah faktor
penting dalam peningkatan kualitas pembelajaran. Hal tersebut disebabkan
adanya perkembangan teknologi dalam bidang pendidikan yang menuntut
efisiensi dan efektivitas dalam pembelajaran. Untuk mencapai tingkat efisiensi
dan efektivitas yang optimal, salah satu caranya adalah dengan melakukan
pengurangan penyampaian secara verbal dan menggantikannya dengan media
pembelajaran.” Fungsi media pembelajaran selain membantu dalam
menyampaikan meteri pembelajaran, media pembelajaran yang dibuat dapat
menarik minat belajar peserta didik (Mayasari, 2019).
Hakim (2019) menyatakan bahwa “relatif masih banyak guru matematika
yang mendominasi pembelajaran sehingga aktivitas peserta didik cenderung
kurang.” Kegiatan pembelajaran matematika yang monoton membuat siswa
bosan dan umumnya menganggap matematika sebagai pelajaran yang
menyeramkan dan merasa soal matematika sulit untuk dikerjakan. Pada
umumnya pembelajaran matematika di Indonesia masih menekankan menghafal
rumus-rumus dan menghitung. Bahkan, guru pun otoriter dengan keyakinan pada
rumus-rumus atau pengetahuan matematika yang sudah ada. Padahal
pembelajaran matematika itu harus mengembangkan logika, pemikiran, dan
beragumentasi dengan tujuan agar siswa dapat memecahkan permasalahan
matematika di dalam kehidupan sehari-hari. Dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran matematika yang baik, guru hendaknya menggunakan model dan
media pembelajaran yang kreatif inovatif serta bervariasi, namun tetap harus
bersifat dinamis sehingga banyak melibatkan peserta didik secara lebih aktif
dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.
Pembelajaran yang efektif dapat berpengaruh terhadap hasil belajar
siswa. Hasil belajar Kognitif siswa dapat dinyatakan dalam bentuk nilai.
Indikator pembelajaran dikatakan berhasil adalah apabila materi pembelajaran
dapat dikuasai oleh siswa dengan baik. Tingkat penguasaan tersebut biasa
dinyatakan dengan nilai. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan selama
mengajar di SD N 2 Turunrejo Kecamatan Brangsong Kabupaten Kendal pada
mata pelajaran Matematika Kelas III, seringkali Guru hanya mengajar dengan
menggunakan metode konvensional, model pembelajaran yang monoton, dan
kurangnya media pembelejaran yang variatif. Hal ini menyebabkan minat belajar
siswa yang menurun dan siswa menjadi pasif dalam mengikuti pembelajaran,
sehingga muncul anggapan dari siswa bahwa mata pelajaran Matematika
merupakan pelajaran yang sulit dipahami. Akibatnya hasil belajar kognitif siswa
pada mata pelajaran Matematika dibawah KKM. Dari data awal hasil belajar
matematika materi sudut kelas III semester II di SDN 2 Turunrejo tahun
pelajaran 2022/2023 yaitu didapat nilai yang di atas 75 sesuai KKM adalah 10
dari 23 peserta didik atau 44%, sedangkan yang belum tuntas sebanyak 13
peserta didik atau 56%.
Berdasarkan uraian permasalahan pada mata pelajaran matematika
tersebut, penulis mencoba menerapkan pembelajaran dengan menggunakan
Media jam sudut dan Model kooperatif tipe Student Teams Achievement
Division (STAD), dengan harapan dapat terciptanya pembelajaran yang aktif,
kreatif, menyenangkan, dan lebih bermakna serta memunculkan minat belajar
siswa dalam memahami materi yang disampaikan. Terciptanya kondisi
pembelajaran yang demikian diharapkan dapat menunjang meningkatnya hasil
belajar kognitif siswa yang ditandai dengan meningkatnya nilai mata pelajaran
Matematika Kelas III.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, identifikasi masalah
dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut:
1. Rendahnya hasil belajar siswa pada materi menghitung luas bangun datar.
2. Kurangnya pemahaman guru terhadap metode/strategi dan pendekatan yang
digunakan dalam pembelajaran, sehingga siswa kurang memahami terhadap
materi yang disajikan oleh guru.
3. Pembelajaran yang disajikan sangat membosankan, guru sangat oteritas
dalam menjelaskan materi pembelajaran.
4. Pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung banyak siswa yang tidak
memperhatikan penjelasan guru.
5. Siswa kurang aktif dalam pembelajaran.
C. Analisis Masalah
Setelah diadakan refleksi diri dan diskusi dengan teman sejawat, maka
ada beberapa faktor yang menyebabkan siswa tidak berhasil dalam
pembelajaran, diantaranya :
1. Guru terlalu cepat dalam memberikan konsep pembelajaran.
2. Guru kurang variasi dalam menyampaikan materi.
3. Guru kurang memotivasi siswa untuk aktif dalam kelas.
4. Guru kurang memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang
materi yang belum dimengerti.
D. Rumusan Masalah
Apakah penerapan model STAD berbantu media Jam Sudut dapat
meningkatkan hasil belajar siswa Kelas III SDN 2 Turunrejo?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar
siswa materi sudut melalui model STAD berbantu media Jam Sudut pada siswa
Kelas III SDN 2 Turunrejo Kabupaten Kendal
F. Manfaat Penelitian
1. Bagi Guru
Mengembangkan kemampuan guru untuk meningkatkan hasil belajar
siswa materi sudut melalui model STAD berbantu media Jam Sudut.
2. Bagi Siswa
Proses pembelajaran ini dapat membantu meningkatkan hasil belajar
siswa materi sudut melalui model STAD berbantu media Jam Sudut.
3. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat digunakan sebagai pengalaman melakukan
penelitian tindakan kelas.
4. Bagi Sekolah
Sekolah melalui kepala sekolah mengadakan pelatihan-pelatihan model
STAD berbantu media Jam Sudut.

BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
A. Penelitian Tindakan Kelas
PTK sekarang telah menjadi bagian yang penting dari pekerjaan guru atau
dosen. Pada masing-masing institusi banyak yang menyediakan dana insentif
untuk melaksanakan PTK termasuk pada institusi pendidikan tinggi. Ini
menunjukkan bahwa PTK sangat bermanfaat dalam kerangka peningkatan
kualitas pembelajaran yang muaranya berada pada peningkatan kualitas hasil
belajar. Bagi tenaga pendidik, melaksanakan PTK tidaklah terlalu sulit karena
mereka terbiasa menemukan masalah-masalah dalam pembelajaran yang
dilaksanakan. Setiap hari para pendidik selalu berhadapan dengan berbagai
permasalahan di kelas, walau mungkin tidak merasa bahwa dirinya mempunyai
masalah. Dengan adanya PTK guru dapat menerapkan hasil temuannya sendiri
atau temuan guru lain yang setting atau latar penelitiannya mirip dengan setting
kelasnya.
Berdasarkan pengamatan penulis selama memberikan kuliah PTK dan atau
memberikan pendidikan dan latihan PTK, para guru pada umumnya mengalami
kesulitan ketika akan menyusun proposal PTK. Kendala yang dihadapi adalah
dalam menyusun kajian pustaka, dimana minimnya sumber pustaka yang dimiliki
atau yang dapat digunakan menjadi akar penyebabnya. Inti permasalahan
sebenarnya bukan terletak pada minimnya sumber pustaka, karena sumber
pustaka saat ini mudah dicari baik di perpustakaan wilayah, perpustakaan
perguruan tinggi atau dari internet. Permasalahan sebenarnya terletak pada
sedikitnya kemauan mereka dalam mencoba melaksanakan PTK.
1. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas
Menurut Ekawarna (2013:4) Penelitian Tindakan Kelas adalah
penelitian tindakan (action research) yang dilaksanakan oleh guru di dalam
kelas. Penelitian tindakan pada hakikatnya merupakan rangkaian “riset-
tindakan-riset-tindakan-riset-tindakan....dst.” yang dilakukan secara siklik
dalam rangka memecahkan masalah, sampai masalah itu terpecahkan.
Menurut Winarno, dkk (2012:8) PTK adalah bentuk penelitian praktis
yang membumi yang dilaksanakan oleh pendidik untuk menemukan solusi
dari masalah yang timbul di kelasnya agar dapat meningkatkan kualitas
proses dan hasil pembelajaran.
Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa Penelitian Tindakan
Kelas adalah Penelitian yang dilakukan oleh pendidik dalam skala kelas yang
bertujuan untuk menemukan solusi dari masalah yang dihadapi pendidik
sehingga kualitas pembelajaran dapat meningkat.
2. Langkah-langkah Penelitian Tindakan Kelas
Menurut Ekawarna (2013:4) langkah-langkah Penelitian Tindakan
Kelas dimulai dari fase refleksi awal untuk melakukan studi pendahuluan
sebagai dasar dalam merumuskan masalah penelitian. Selanjutnya diikuti
perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi yang dapat diuraikan sebagai
berikut.
a. Refleksi awal. Refleksi awal dimaksudkan sebagai kegiatan penjajagan
yang dimanfaatkan untuk mengumpulkan informasi tentang situasi-
situasi yang relevan dengan tema penelitian. Peneliti bersama timnya
melakukan pengamatan pendahuluan untuk mengenali dan mengetahui
situasi yang sebenarnya. Berdasarkan hasil refleksi awal dapat dilakukan
pemfokusan masalah yang selanjutnya dirumuskan menjadi masalah
penelitian. Berdasar rumusan masalah tersebut maka dapat ditetapkan
tujuan penelitian. Sewaktu melaksanakan refleksi awal, paling tidak
calon peneliti sudah menelaah teori-teori yang relevan dengan masalah-
masalah yang akan diteliti. Oleh sebab itu setelah rumusan masalah
selesai dilakukan, selanjutnya perlu dirumuskan kerangka konseptual dari
penelitian.
b. Penyusunan perencanaan. Penyusunan perencanaan didasarkan pada
hasil penjajagan refleksi awal. Secara rinci perencanaan mencakup
tindakan yang akan dilakukan untuk memperbaiki, meningkatkan atau
merubah perilaku dan sikap yang diinginkan sebagai solusi dari
permasalahan- permasalahan. Perlu disadari bahwa perencanaan ini
bersifat fleksibel dalam arti dapat berubah sesuai dengan kondisi nyata
yang ada.
c. Pelaksanaan tindakan. Pelaksanaan tindakan menyangkut apa yang
dilakukan peneliti sebagai upaya perbaikan, peningkatan atau perubahan
yang dilaksanakan berpedoman pada rencana tindakan. Jenis tindakan
yang dilakukan dalam PTK hendaknya selalu didasarkan pada
pertimbangan teoritik dan empirik agar hasil yang diperoleh berupa
peningkatan kinerja dan hasil program yang optimal.
d. Observasi (pengamatan). Kegiatan observasi dalam PTK dapat
disejajarkan dengan kegiatan pengumpulan data dalam penelitian
formal. Dalam kegiatan ini peneliti mengamati hasil atau dampak dari
tindakan yang dilaksanakan atau dikenakan terhadap siswa. Istilah
observasi digunakan karena data yang dikumpulkan melalui teknik
observasi.
e. Refleksi. Pada dasarnya kegiatan refleksi merupakan kegiatan analisis,
sintesis, interpretasi terhadap semua informasi yang diperoleh saat
kegiatan tindakan. Dalam kegiatan ini peneliti mengkaji, melihat, dan
mempertimbangkan hasil-hasil atau dampak dari tindakan. Setiap
informasi yang terkumpul perlu dipelajari kaitan yang satu dengan
lainnya dan kaitannya dengan teori atau hasil penelitian yang telah ada
dan relevan. Melalui refleksi yang mendalam dapat ditarik kesimpulan
yang mantap dan tajam. Refleksi merupakan bagian yang sangat penting
dari PTK yaitu untuk memahami terhadap proses dan hasil yang terjadi,
yaitu berupa perubahan sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan.
B. Model Pembelajaran
Model Pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang
dirancang sedemikian rupa digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan
proses pembelajaran di kelas, model tersebut disusun untuk mencapai kompetensi
atau tujuan pembelajaran yang diharapkan. Model pembelajaran adalah pola
interaksi siswa dengan gurunya pada saat di dalam kelas yang menyangkut
tahapan-tahapan, prinsip-prinsip reaksi guru dan siswa, serta sistem
penunjangnya.
Berdasarkan pengertian di atas, Jihad dan Haris (2010:25) mengatakan
“model pembelajaran dapt diartikan sebagai suatu rencana atau pola yang
digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi siswa, dan memberi
petunjuk kepada pengajar di kelas dan dalam rencana pengajaran”.
Sedangkan menurut Amri (2013:34) model pembelajaran kurikulum 2013
memiliki empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode atau
prosedur. Ciri-ciri tersebut yaitu:
1. Rasional teoritik yang disusun oleh para pencipta atau pengembangannya.
2. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan
pembelajaran yang akan dicapai)
3. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat
dilaksanakan dengan berhasil.
4. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat
dicapai.
Penggunaan model pembelajaran yang tepat dapat mendorong tumbuhnya
rasa nyaman dan senang siswa terhadap pembelajaran yang dibawakan,
menumbuhkan dan meningkatkan motivasi dalam mengerjakan tugas yang
diberikan oleh guru, memberikan dan kemudahan bagi siswa untuk memahami
pelajaran karena bersifat terbuka pada setiap pemikiran siswa sehingga
memungkinkan siswa mencapai hasil belajar yang lebih baik dari sebelumnya
sebagaimana yang telah kita ketahui keberhasilan mengajar guru utamanya
adalah terletak pada terjadi tidaknya peningkatan hasil belajar siswa.
Hal penting yang harus selalu diingat bahwa tidak ada satu strategi
pembelajaran yang paling ampuh untuk segala situasi sehingga perlu diadakannya
penyesuaian. Seperti yang dikemukakan oleh Surya (2015:111) “pembelajaran
adalah perubahan perilaku sebagai hasil interaksi dengan lingkungan dalam
memenuhi kebutuhan hidup”.
Berdasarkan teori di atas maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
adalah suatu proses rangkaian tahapan dari kegiatan proses pembelajaran agar
materi yang dapat disampaikan guru di dalam kelas lebih terperinci karena
kegiatan diskusi antar guru dan siswa sangat diperlukan pada model
pembelajaran ini serta dapat mencapai sebuah tujuan kelas yang kondusif.
Dengan penggunaan model yang tepat maka dapat mendorong tumbuhnya rasa
nyaman dan senang siswa terhadap pembelajaran yang dibawakan serta
menumbuhkan dan meningkatkan hasil belajar siswa.
C. Model Pembelajaran STAD
STAD merupakan salah satu tipe Cooperative Learning yang paling
sederhana. Pembelajaran ini bertujuan untuk mendorong siswa melakukan kerja
sama, saling membantu menyelesaikan tugas tugas dan menerapkan
keterampilan yang diberikan. Dalam Cooperative Learning tipe STAD siswa
ditempatkan dalam kelompok belajar beranggotakan empat sampai enam orang
yang merupakan campuran menurut tingkat kinerja, jenis kelamin, dan suku.
Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja di kelompok mereka untuk
memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah menguasai materi tersebut.
Akhirnya kepada seluruh siswa diberikan tes tentang materi tersebut, dan di
dalam tes mereka tidak dapat saling membantu. Poin setiap anggota tim ini
selanjutnya dijumlahkan untuk mendapatkan skor kelompok. Tim yang mencapai
kriteria tertentu diberikan sertifikat atau penghargaan yang lain. Penerapan
Cooperative Learning tipe STAD merujuk pada konsep Slavin R., (2009: 143-
163) dengan langkah-langkah yaitu: 1) Penyajian materi, 2) Kegiatan kelompok,
3) Tes, 4) Perhitungan skor perkembangan individu, 5) Pemberian penghargaan
kelompok.
D. Media Pembelajaran
Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk
menyalurkan pesan (bahan pembelajaran), sehingga dapat merangsang perhatian,
minat, pikiran, dan perasaan siswa dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan
belajar. Setiap media pembelajaran merupakan suatu sarana yang digunakan
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Didalamnya terkandung informasi yang
mungkin didapatkan dari internet, buku, film, televisi, dan sebagainya yang
dapat dikomunikasikan kepada orang lain/pebelajar. (Kristanto, 2019:4)
E. Media Pembelajaran Jam Sudut
Jam sudut adalah sebuah media pembelajaran yang didalamnya terdapat
berbagai bentuk sudut yang dihasilkan oleh jarum jam. Jam sudut yang terbuat
dari triplek atau sterofoam berbentuk lingkaran yang menyerupai jam dinding.
Jam sudut ini juga mempunyai dua jarum panjang dan pendek, kedua jarum
tersebut yang akan membentuk sudut atau yang menandai sebuah sudut yang
akan dihasilkan, yang mana pada satu jamnya berukuran 30 0. Selain itu didalam
jam sudut juga terdapat busur derajat yang sesuai dengan ukuran jarum jam.
Busur derajat ini dibuat untuk peserta didik lebih mudah untuk mengukur besar
sudut melalui alat ukur baku yaitu busur derajat. (Dewi, 2021:19)
F. Hasil Belajar
1. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan suatu ketercapaian kemampuan seseorang
dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Hasil belajar menjadi tolak ukur
berhasil tidaknya siswa dalam proses belajarnya sampai terlihat ketercapaian
tujuan atau standar tertentu. Dalam menentukan suatu standar tak hanya dilihat
dari satu aspek saja melainkan dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik
agar hasil belajar menjadi lebih komples dan seimbang.
Sukmadinata dalam Karwati (2015:214) mengatakan “Hasil belajar atau
achievement merupakan realisasi atau pemekaran dari kecakapan-kecakapan
potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang”. Sejalan dengan pendapat
tersebut realisasi merupakan perwujudan nyata dari suatu rencana, ini berarti
hasil belajar adalah tindakan dari suatu proses pembelajaran dalam bentuk
perwujudan nyata.
Winkel berpendapat dalam Purwanto (2013:45) bahwa hasil belajar
adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan
tingkah lakunya setelah mengikuti kegiatan belajar. Perubahan perilaku
tersebut akibat dari kegiatan belajar sehingga siswa memiliki penguasaan
terhadap sutu materi ajar yang telah disampaikan dalam kegiatan belajar
mengajar untuk mencari tujuan pengajaran.
Surya (2015:13) telah memilah perilaku individu dalam hasil belajar ke
dalam empat perilaku utama yaitu motorik, kognitif, konatif, dan afektif.
a. Perilaku Motorik
Segala perilaku individu yang diwujudkan dalam bentuk gerakan
atau perbuatan jasmaniah seperti berjalan, berlari, duduk, melompat,
menari, menulis, dan sebagainya.
b. Perilaku Kognitif
Merupakan perilaku yang berhubungan dengan bagaimana individu
mengenali alam lingkungan sekitarnya.
c. Perilaku Konatif
Perilaku yang berkenaan dengan dorongan dalam diri untuk
melakukan sesuatu dalam mencapai tujuan atau kehidupan individu.
d. Perilaku Afektif
Perilaku yang mengandung manifestasi perasaan atau emosi yang
bersumber dari keadaan “stirred up” atau getaran di dalam hati sebagai
reaksi terhadap rangsanagan tertentu.
Jadi dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku
dan kemampuan secara keseluruhan dari semua aspek belajar yang
sebelumnya telah ditentukan standarnya dan disebabkan oleh pikiran, usaha,
dan pengalaman belajar yang digunakan untuk mengetahui penguasaan materi
yang dipahami siswa, hasil belajar juga merupakan hal penting karena
dijadikan tujuan utama yang ingin dicapai dalam kegiatan pembelajaran
karena keberhasilan proses pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar.
2. Prinsip-Prinsip Hasil Belajar
Penilaian hasil belajar dalam pendidikan dilaksanakan atas dasar prinsip-
prinsip yang jelas dan tegas sebagai landasan pijaknya di dalampembelajaran,
prinsip tersebut merupakan rambu-rambu atau pedoman yang perlu dipegang
oleh seorang guru saat pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Untuk itu, dalam
pelaksanaan penilaian harus memperhatikan prinsip-prinsip telah dipaparkan
menurut penulis yang mengadopsi dari Kemendikbud No 53 (2015, hlm. 4-5)
yaitu:
a. Valid atau Shahih
Penilaian hasil belajar siswa yang dilakukan oleh pendidik harus
mengukur pencapaian kompetensi yang telah ditetapkan dalam standar isi
(standar kompetensi dasar) dan standar kompetensi lulusan. Penilaian hasil
belajar tersebut bisa dikatakan valid jika menilai berdasarkan kompetensi
dan data yang mencerminkan kemampuan yang diukur.
b. Objekif
Penilaian yang didasarkan pada prosedur dan kriteria jelas yang
telah ditentukan tanpa dipengaruhi oleh subjektivitas penilaian siswa
seperti latar belakang agama, sosial, ekonomi, budaya, bahasa, gender, dan
hubungan emosional. Oleh karena itu guru harus menggunakan rubrik atau
pedoman dalam memberikan skor terhadap jawaban siswa atas tes atau
praktik yang sesuai dengan kemampuan peserta didik.
c. Adil
Penilaian merugikan siswa jika melihat berkebutuhan khusus serta
perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial
ekonomi, dan gender. Faktor-faktor tersebut tidak relevan di dalam
penilaian paa proses pebelajaran sehingga perlu dihindari karena penilaian
harus diberikan oleh guru dengan seadil-adilnya dengan situasi peserta
didik di dalam pembelajaran.
d. Terpadu
Penilaian oleh guru merupakan hal tak terpisahkan dari kegiatan
pembelajaran. Dalam hal ini hasil penilaian benar-benar dijadikan dasar
untuk memperbaiki kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru.
Jika instrumen yang digunakan sudah memenuhi persyaratan secara
kualitatif namun hasil penilaian menunjukan banyak siswa yang gagal,
berarti proses pembelajaran kurang baik. Jika terjadi hal tersebut, maka
guru harus memperbaiki rencana atau pelaksanaan pembelajarannya.
e. Terbuka
Guru harus menginformasikan prosedur dan kriteria penilaian
kepada siswa agar pihak yang berkepentingan lainnya dapat mengakses
prosedur dan kriteria penilaian serta dasar penilaian yang digunakan oleh
guru.
f. Menyeluruh dan Berkesinambungan
Penilaian yang dilakukan oleh guru mencakup semua aspek
kompetensi baik dari segi afektif, kognitif, maupun psikomotorik dengan
menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau
perkembangan kemampuan siswa dan harus melakukan bimbingan dan
pembinaan agar mengetahui hasil dari kegiatan satu ke kegiatan lainnya.
g. Sistematis
Penilaian yan dilakukan oleh guru harus dilakukan secara terencana
dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah yang telah disusun
sebelumnya. Berdasarkan hal itu, penilaian perlu dirancang dan dilakukan
dengan mengikuti prosedur dan prinsip- prinsip yang ditetapkan.
h. Beracuan Kriteria
Penilaian kepada siswa didasarkan pada ukuran pencapaian
kompetensi yang ditetapkan. Oleh karena itu, instrumen penilaian perlu
disusun dengan merujuk pada kompetensi (SKL, SK, dan KD) yang ada.
pengambilan keputusan juga perlu didasarkan pada kriteria pencapaian
yang telah ditetapkan.
i. Akuntable
Penilaian yang dilakukan oleh guru kepada siswa dapat
dipertanggungjawabkan dalam berbgaia bentuk baik dari segi teknik,
prosedur, maupun hasilnya. Maka dari itu penilaian harus dilakukan
dengan mengikuti prinsip-prinsip keilmuan dalam penilaian dan keputusan
yang telah ditetapkan kemudian memiliki dasar yang objektif.
Berdasarkan teori yang telah dipaparkan di atas dapat peneliti simpulkan
bahwa prinsip penilaian belajar memiliki kriteria yang beragam. Dalam hal ini
penilaian benar-benar dijadikan salah satu dasar untuk memperbaiki proses
kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru. Jika instrumen yang
digunakan sudah memenuhi persyaratan secara kualitatif namun hasil penilaian
menunjukan banyak siswa yang gagal, sementara berarti proses
pembelajarannya kurang baik.
3. Klasifikasi Hasil Belajar
Belajar merupakan suatu usaha atau proses yang dilakukan seseorang
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang positif sebagai hasil
pengalaman yang telah dilalui oleh seseotang dalam interaksinya dengan orang
lain dan lingkungannya. Gagne dalam Sudjana (2010:22) membagi 5 kategori
hasil belajar:
a. Informasi verbal, pengetahuan dalam arti informasi dan fakta.
b. Hasil belajar intelektual merupakan hasil belajar terpenting dari sistem
lingsikolastik.
c. Strategi kognitif yaitu mengatur cara belajar dan berfikir seseorang
dalam arti seluas-luasnya termasuk kemampuan memecahkan masalah.
d. Sikap dan nilai, berhubungan dengan arah intensitas emosional dimiliki
seseorang sebagaimana disimpulkan dari kecenderungan bertingkah
laku terhadap orang dan kejadian.
e. Keterampilan motoris yaitu kecakapan yang berfungsi untuk lingkungan
hidup serta mempresentasikan konsep dan lambang.
Sedangkan klasifikasi menurut Howard Kingsley dalam Sudjana
(2010:22) membagi 3 macam hasil belajar:
a. Keterampilan dan kebiasaan.
b. Pengetahuan dan pengertian.
c. Sikap dan cita-cita.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa klasifikasi hasil belajar
terbagi menjadi 3 ranah yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik meliputi
keterampilan motoris yaitu kecakapan mempresentasikan hasil konsep dari
lambang dan kebiasaan yang telah dipelajari, sikap dan nilai yang berhubungan
dengan perilaku dan emosional dan strategi kognitif yaitu kemampuan
memecahkan masalah.
G. Hipotesis
Berdasarkan rumusan deskripsi teori dan kajian pustaka diatas, maka dapat
dirumuskan hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah “Peningkatan hasil
belajar siswa melalui model pembelajaran STAD kelas III SDN 2 Turunrejo
tahun pelajaran 2022/2023”
H. Kerangka Berpikir
Tabel 2.1

Guru belum
Hasil belajar tema 8
Kondisi awal menggunakan model
rendah
pembelajaran

Guru menggunakan
Tindakan model pembelajaran Siklus 1
STAD Menggunakan model
pembelajaran STAD

Siklus 2
Hasil belajar tema 8
Hasil akhir
meningkat Menggunakan model
pembelajaran STAD
berbantu media
pembelajaran jam sudut

BAB 3
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas (PTK).
Sebelum melakukan penelitian telah dilaksanakan pengamatan terhadap proses
kegiatan pembelajaran di kelas III SDN 2 Turunrejo dan diperoleh data awal.
Kemudian membuat perencanaan tindakan kelas dengan sampel sejumlah 23
siswa SDN 2 Turunrejo. Penelitian dilaksanakan menggunakan 2 siklus untuk
mengetahui peningkatan hasil belajar siswa.
A. Subjek penelitian
Subjek penelitian tindakan kelas yaitu peserta didik kelas III SD Negeri 2
Turunrejo Kecamatan Brangsong Kabupaten Kendal pada semester II tahun
ajaran 2022 / 2023. Peserta didik kelas III berjumlah 23 dengan 12 peserta didik
laki-laki dan 11 peserta didik perempuan dengan karakteristik yang heterogen
akan tetapi motivasi belajar rata-rata kurang. Tingkat kemampuan para peserta
didik juga bervariasi. Mayoritas para peserta didik kelas III berasal dari latar
belakang orang tua yang bekerja sebagai buruh dan petani. Peneliti memilih
kelas III sebagai subjek karena peserta didik tersebut memiliki hasil belajar yang
rendah sehingga peneliti bersama guru kelas III SD Negeri 2 Turunrejo
Kabupaten Kendal.
B. Lokasi dan waktu penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 2 Turunrejo Kecamatan
Brangsong Kabupaten Kendal. Kelas III sebagai obyek penelitian.
2. Waktu Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran
2022/2023.
C. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi teknik tes dan non
tes, teknis tes berupa tes tertulis sedangkan non tes berupa observasi. Hasil tes di
ukur dengan pemberian soal selama siklus penelitian berlangsung. Aktivitas
belajar diukur dengan non tes dengan menggunakan lembar observasi.
D. Analisis data
Analisis data dilakukan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa
dianalisis dari perolehan nilai per siklusnya kemudian dapat dibandingkan untuk
menetapkan seberapa jauh peningkatan yang dicapai setelah pembelajaran
melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantu media jam sudut.
E. Indikator keberhasilan
Indikator Keberhasilan Penelitian Tindakan Kelas ditentukan oleh kegiatan
aktivitas dan hasil belajar siswa, berikut ketentuan keberhasilannya:
1. Penelitian dinyatakan berhasil, jika 100% siswa kelas III mengalami
peningkatan dalam hasil belajar dan mendapatkan nilai minimal 75.
2. Penelitian dinyatakan berhasil, jika 100% siswa kelas III minimal
mendapatkan nilai 75 dengan rata-rata kelas 80.
F. Deskripsi Per Siklus

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam 2 siklus, Sebelum


memulai pembelajaran peneliti memberikan motivasi setiap siswa dan
mengkondisikan menjadi pembelajaran yang menarik bagi siswa. Memberikan
prosedur penelitian terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi
pada setiap siklusnya. Adapun tiap siklus terurai dalam serangkaian kegiatan
sebagai berikut.
1. Siklus I
Pertemuan I
Kegiatan yang dilakukan pada siklus 1 pertemuan pertama adalah sebagai
berikut :
a. Perencanaan
1) Menganalisis kurikulum untuk menentukan Kompetensi Inti dan
Kompetensi Dasar, Indikator Pencapaian Kompetensi serta materi ajar
yang akan disampaikan menggunakan model pembelajaran STAD.
2) Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dengan
pembelajaran matematika pada tema 8 dengan menggunakan model
pembelajaran STAD.
3) Menyusun instrumen penilaian dan pengumpulan data (tes tertulis dan
lembar observasi aktivitas guru dan aktivitas siswa).
4) Menyiapkan lembar kerja siswa dan perangkat pembelajaran penunjang
lainnya.
5) Menyiapkan alat peraga atau media pembelajaran berupa Power Point.
b. Pelaksanaan
Pada tahap ini peneliti melaksanakan pembelajaran matematika pada
tema 8 menggunakan model pembelajaran STAD. Pelaksanaan
pembelajaran ini sesuai dengan (RPP) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
yang telah disusun pada siklus 1 pertemuan pertama.
c. Observasi
Kegiatan observasi dilakukan secara pengamatan atau observasi
terhadap tingkat motivasi siswa dalam menerima pembelajaran matematika
pada tema 8 menggunakan model pembelajaran STAD. Beberapa hal yang
perlu diamati atau di obsevasi sebagai berikut :
1) Aktivitas belajar siswa saat pembelajaran.
2) Aktivitas guru mengajar pada saat proses pembelajaran berlangsung.
3) Hasil belajar siswa, kemampuan dalam menerima pembelajaran, serta
kondisi siswa pada pembelajaran matematika tema 8.
d. Refleksi
Kegiatan refleksi digunakan untuk mengkaji peningkatan aktivitas dan
hasil belajar siswa dengan ketercapaian indikator kinerja. Refleksi berikut
juga dilakukan untuk menemukan kelebihan dan kelemahan selama
penelitian. Kelemahan yang ditemukan dapat diperbaiki untuk pertemuan
selanjutnya, sedangkan kelebihan dapat dilakukan kembali sebagai bahan
meningkatkan kualitas penelitian pertemuan selanjutnya.
2. Siklus II
Pertemuan 2
Kegiatan yang dilakukan pada siklus II pertemuan kedua adalah sebagai
berikut :
a. Perencanaan
1) Menganalisis kurikulum untuk menentukan Kompetensi Inti dan
Kompetensi Dasar, Indikator Pencapaian Kompetensi serta materi ajar
yang akan disampaiakan menggunakan model pembelajaran STAD.
2) Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dengan
pembelajaran matematika pada tema 8 menggunakan model
pembelajaran STAD.
3) Menyusun instrumen penilaian dan pengumpulan data (tes tertulis dan
lembar observasi aktivitas guru dan aktivitas siswa).
4) Menyiapkan lembar kerja siswa dan perangkat pembelajaran penunjang
lainnya.
5) Menyiapkan alat peraga atau media pembelajaran berupa jam sudut.
b. Pelaksanaan
Pada tahap ini peneliti melaksanakan matematika pada tema 8
menggunakan model pembelajaran STAD. Pelaksanaan pembelajaran
inisesuai dengan (RPP) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang telah
disusun pada siklus 2 pertemuan kedua.
c. Observasi
Kegiatan observasi dilakukan secara pengamatan atau observasi
terhadap tingkat motivasi siswa dalam menerima pembelajaran matematika
pada tema 8 menggunakan model pembelajaran STAD. Beberapa hal yang
perlu diamati atau di obsevasi sebagai berikut :
1) Aktivitas belajar siswa saat pembelajaran.
2) Aktivitas guru mengajar pada saat proses pembelajaran berlangsung.
3) Hasil belajar siswa, kemampuan dalam menerima pembelajaran, serta
kondisi siswa pada pembelajaran matematika tema 8.
d. Refleksi
Kegiatan refleksi digunakan untuk mengkaji peningkatan aktivitas dan
hasil belajar siswa dengan ketercapaian indikator kinerja. Refleksi berikut
juga dilakukan untuk menemukan kelebihan dan kelemahan selama
penelitian. Kelemahan yang ditemukan dapat diperbaiki untuk pertemuan
selanjutnya, sedangkan kelebihan dapat di lakukan kembali sebagai bahan
meningkatkan kualitas penelitian pertemuan selanjutnya. Setelah siklus
kedua peningkatan hasil siswa diharapkan dapat konsisten dan bertahan
pada muatan pelajaran yang akan di ajarkan serta dengan penelitian tindakan
kelas ini membangkitkan motivasi belajar dapat meningkatkan keterampilan
guru dalam menyampaikan materi pembelajaran yang lebih beragam dan
inovatif.
G. Teknik Analisis Data
1. Data Kuantitatif
Teknik Analisis data yang digunakan peneliti adalah :
Data Kuantitatif berupa hasil dari tes penilaian siswa dalam
mengerjakan soal evaluasi pada Tema 9 Kayanya Negeriku, dianalisis
menggunakan teknik analisis statistik deskripstif dengan menentukan mean
atau rata-rata. Data kuantitatif akan disajikan dalam bentuk persentase.
Adapun langkah-langkah untuk menganalisis data Kuantitatif sebagai
berikut :
a. Menghitung persentase ketuntasan belajar klasikal
Menggunakan rumus sebagai berikut:

∑ siswa yang tuntas belajar x 100%


P=
∑ siswa
Keterangan: P = persentase ketuntasan belajar klasikal
Analisis ini dilakukan pada saat tahapan refleksi untuk digunakan
dalam perencanaan selanjutnya. Menurut Sudjana (2011: 8) keberhasilan
siswa ditentukan kriterianya, yakni berkisar antara 75-80 %. Artinya,
siswa dikatakan berhasil apabila ia menguasai atau dapat mencapai
sekitar 75-80 % dari tujuan atau nilai yang seharusnya dicapai. Kurang
dari kriteria tersebut dinyatakan belum berhasil.
b. Menghitung mean atau rerata kelas
Nilai rata-rata diambil dengan menjumlahkan nilai yang diperoleh
siswa yang dibagi dengan jumlah siswa di dalam kelas, yaitu dengan
rumus:

x =
∑X
Keterangan:
∑ rata-
x : nilai N rata

∑X : jumlah semua nilai siswa


∑ N : jumlah siswa
(Aqib, dkk., 2009: 40)
c. Data nilai median kelas dianalisa dengan rumus :

Median : b +
1
n−F
2

f
Keterangan
b = tepi kelas modus
p = interval kelas
n = frekuensi data
F = frekuensi dibawah kelas median
f = frekuensi median
(Sudjana, 2005: 79)
d. Data nilai modus kelas dianalisa dengan rumus :
b1
Modus= b + p ×
b 1+b 2
Keterangan :
b = tepi kelas modus
b1 = selisih kelas modus di bawahnya
b2 = selisih frekuensi kelas modus diatasnya
p = interval kelas
(Sudjana, 2005: 77)
Hasil penghitungan tersebut dikonsultasikan dengan kriteria
ketuntasan minimal (KKM) SDN 2 Turunrejo dengan KKM
dikelompokkan ke dalam dua kategori tuntas dan tidak tuntas, yang akan
disajikan dalam tabel sebagai berikut.
Tabel 3.1
Kriteria Ketuntasan hasil Belajar
Kriteria Ketuntasan Klasikal Kualifikasi
≥75% Tuntas
<75% Tidak Tuntas
Sumber : KKM SDN 2 Turunrejo Tahun Ajaran 2021/2022
Dengan demikian, dapat ditentukan jumlah siswa yang tuntas dan tidak
tuntas.

BAB 4
HASIL DAN PEMBEHASAN
A. Deskripsi Hasil Penelitian Perbaikan Pembelajaran

Penelitian tindakan kelas melalui penerapan model pembelajaran kooperatif


tipe STAD pada kelas III SD Negeri 2 Turunrejo Kecamatan Brangsong
Kabupaaten Kendal dilaksanakan dalam 2 siklus.

1. Diskripsi data siklus 1


Pada awal siklus I yang paling awal yaitu kegiatan perencanaan pada
pertemuan pertama dengan menyiapkan perangkat pembelajaran,
mengkondisikan siswa dengan pembelajaran yang sebelumnya belum pernah
dilaksanakan dalam pembelajaran.
Pada tahap ini awalnya 23 siswa yang terdiri dari 12 siswa laki-laki dan 1
siswa perempuan mengikuti pembelajaran dengan diawali apersepsi berupa
penyampaian tujuan dan manfaat dari mempelajari materi sudut diawal
pembelajaran agar siswa tertarik dalam mengikuti pembelajaran dan
memberikan contoh gambar dan pertanyaan pemantik yang sering mereka
temui atau pahami di kehidupan sehari – hari. Membahas mengenai muatan
pelajaran matematika dengan materi sudut. Pada setiap materi dan diberikan
soal untuk dikerjakan sesuai dengan yang telah dijelaskan pada saat
pembelajaran. Pada awal siklus ini siswa masih belum menunjukkan
kemampuan dalam mengerjakan lembar kerja peserta didik. Berikut data hasil
belajar yang telah siswa dan peneliti laksanakan pada siklus I.
Tabel 4.1

Data Hasil Belajar siklus I


80 88 82
79
60 65
40
20
0
Rata - rata Skor Tertinggi Skor Persentase
Terendah Ketuntasan

Kemapuan dalam mengerjakan pada soal evaluasi yang diberikan


tersebut masih belum mencukupi KKM atau dapat disebut belum tuntas
dengan nilai ketuntasan minimal yaitu 75. Pada hasil data diatas siswa
mendapatkan nilai rata-rata di kelas III yaitu 79. Skor tertinggi dengan nilai
88 dan skor terendah dengan nilai 70. Persentase ketuntasan dalam satu kelas
tersebut mencapai 82%. Masih perlu banyak perubahan dalam proses
pembelajaran agar siswa lebih fokus dalam menerima pembelajaran. Pada
saat pembelajaran berlangsung pada siklus ini siswa lebih banyak mengamati
dan hanya mengikuti saja. Saat di berikan kesempatan untuk bertanya juga
masih belum digunakan dengan optimal. Pada saat diskusi kelompok
berlangsung masih ada beberapa siswa yang berbicara dengan temannya.
Pada persentase ketuntasan kelas secara klasikal ini masih dapat dikatakan
rendah. Dari 26 siswa, 8 siswa belum mencapai batas ketuntasan minimum
yang ada. Masih banyak siswa yang mengerjakan soal-soal dengan belum
memperhatikan dengan benar pertanyaan yang diberikan. Karena soal-soal
tersebut dibuat sesuai materi dan langkah pembuatan soal yang benar.
a. Refleksi Siklus I
Refleksi ini dapat digunakan untuk mengetahui kelebihan dan
kelemahan serta langkah perbaikan dalam proses pembelajaran
berikutnya. Adapun hasil dari evaluasi dan refleksi pembelajaran siklus I
sebagai berikut :
1) Pada pembelajaran ini, siswa masih belum memberikan respon atau
umpan balik karena tingkat percaya diri masih rendah.
2) Pemberian perrtanyaan pada siswa masih ada belum dimengerti dan
dipahami oleh siswa.
3) Saat diskusi berlangsung masih ada siswa yang berbicara diluar
konteks pembelajaran.
4) Kurangnya motivasi serta pengatan pada siswa saat pembelajaran
sehingga menyebabkan kurang aktifnya dalam pembelajaran
berlangsung.
Dari beberapa masalah tersebut yang nampak pada siklus I maka
perlu adanya langkah perbaikan pada siklus berikutnya.
b. Revisi Siklus I
Berdasarkan temuan permasalahan yang ada pada siklus I, maka
perlu adanya perbaikan atau revisi untuk dapat memperbaiki pelaksanaan
siklus selanjutnya. Berikut beberapa rencana untuk siklus II :
1) Menambahkan media pembelajaran yang lebih menarik misalnya
menggunaan jam sudut yang akan menjadi stimulus agar siswa lebih
aktif dalam menjawab dan bertanya
2) Guru memperkecil anggota dalam kelompok agar suasana diskusi
lebih kondusif dan dapat memusatkan perhatian siswa dalam
pembelajaran dengan membeikan pendekatan sehingga terjalin
interaksi yang dapat menghubungkan siswa, guru dan materi yang
disampaikan
3) Guru memberikan motivasi dan apresiasi pada siswa dengan kalimat
semangat atau membangun agar siswa lebih berani dan percaya diri
dalam mengungkapkan pendapatnya.
4) Pada akhir pembelajaran guru mengulas kembali dan memberikan
refleksi pembelajaran dengan membahas secara sedaerhana apa saja
yang sudah dipelajari.
2. Deskripsi data Pelaksanaan Tindakan Siklus II
a. Pertemuan Siklus II
Pada hasil siklus II ini merupakan perbaikan dari siklus yang
sebelumnya di laksanakan di kelas III SDN 2 Turunrejo dengan
memperhatikan hasil belajar di tema 8 materi sudut dengan Model
pembelajaran STAD sudah memberikan hasil dengan meningkatnya hasil
persentase ketuntasan siswa dalam mengerjakan soal-soal yang
diberikan. Dengan nilai rata-rata kelas 88 sudah sangat terpaut jauh
dengan awal di siklus I, skor tertinggi dengan nilai 95 dan skor terendah
dengan nilai 80. Persentase ketuntasan juga meningkat menjadi 100%.
Pemahaman dan analisis siswa jauh lebih lebih baik dari sebelumnya.
Tabel 4.2
Data Hasil Belajar Siklus II
120
80 95 100
88 80
40
0
ta gi da
h an
a-ra ting n tas
t r re n
Ra Te Te tu
or or Ke
Sk Sk se
n ta
e
rs
Pe

Tabel 4.3

Persentase Ketuntasan Siklus


II

Tuntas
100%

Pada hasil persentase ketuntasan siklus II secara klasikal ini dapat


dikatakan baik karena mengalami peningkatan. Dari 26 anak semua nilai
sudah tuntas dalam mengerjakan soal evaluasi. Pemahaman siswa sudah
meningkat dari siklus yang sebelumnya.
b. Refleksi Siklus II
Berdasarkan hasil dari siklus II secara keseluruhan sudah baik dan
mencapai keberhasilan. Hasil refleksi pada siklus II ini. Hasil belajar
siswa mengalami peningkatan dengan rata-rata nilai 88 dengan kriteria
sangat baik. Skor tertinggi 95 dan skor terendah 80 dengan ketuntasan
secara klasikal 100% telah mencapai indikator keberhasilan yaitu
sekurang-kurangnya ketuntasan tersebut 75%.
Berdasarkan refleksi pada tindakan siklus II, hasil belajar dan
motivasi belajar siswa sudah tercapai sesuai indikator keberhasilan.
Peningkatan kualitas secara berkelanjutan perlu adanya perbaikan pada
pembelajaran berupa perangkat, materi, media dan cara mengajar lebih
menarik dengan dapat meningkatkan stimulus atau apersepi di awal
pembelajaran dan penguatan atau refleksi di akhir pembelajaran.
3. Rekapitulai data pelaksanaan Siklus I dan II
Berikut ini akan disajikan Peningkatan hasil motivasi dan hasil belajar
siswa pada tema 8 materi sudut kelas III melalui model pembelajaran STAD
pada siklus I dan II pada tabel berikut :
Tabel 4.4
Perbandingan Data dari Siklus I – Siklus II
N Siklus
Sumber data Siklus I
o II
1. Hasil Belajar 82% 100%
Berdasarkan tabel 4.1 Menunjukkan persentase secara klasikal, hasil
belajar siswa pada siklus I adalah 82% termasuk Kriteria baik dan siklus II
100% termasuk dalam kategori sangat baik.
Peningkatan pada hasil belajar pada siklus I ke siklus II sebesar 18%.
Pelaksanaan dari siklus I sampai siklus II menunjukkan adanya peningkatan
hasil belajar siswa.
B. Pembahasan Hasil Penelitian Perbaikan Pembelajaran
Peningkatan motivasi dan hasil belajar siswa kelas III SDN 2 Turunrejo
dalam pembelajaran Tema 8 materi sudut melalui model STAD dari data awal,
siklus I dan siklus II dapat dilihat pada gambar 4.7 Sebagai berikut :
Tabel 4.5
Hasil belajar siswa kelas III SDN 2 Turunrejo sebelum menggunakan
model sebesar 73 %. Setelah menggunakan model STAD pada siklus I di peroleh
nilai rata-rata 78 dengan persentase ketuntasan klasikal 82%. Pada siklus ini dari
23 siswa siswa yang tuntas 19 anak dan yang tidak tuntas 4 anak. Data hasil
belajar meningkat setelah menerapkam model STAD . Pada siklus kedua ini
dengan nilai rata-rata 88 dengan persentase ketuntasan klasikal 100%. Untuk itu
peningkatan menunjukkan bahwa penelitian ini mencapai indiator keberhasilan
yaitu >75%.

BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN TINDAK LANJUT
A. Simpulan

A. SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian motivasi dan hasil belajar siswa melalui
model pembelajaran STAD berbantu media jam sudut yang telah dilaksanakan
di kelas III SDN 2 Turunrejo dapat simpulkan bahwa :
1. Model Pembelajaran STAD berbantu jam sudut untuk meningkatkan
hasil belajar siswa yang sudah dilaksanakan sesuai dengan langkah-
langkahnya meliputi, orientasi pada masalah, mengorganisasi siswa pada
masalah, membimbing siswa dalam individu atau kelompok, menyajikan
hasil karya, mengevaluasi dan menganalisis masalah. Hasil belajar siswa
tersebut meningkat setiap siklusnya yang dibuktikan dengan adanya
peningkatan persentase ketuntasan siswa mencapai 82% pada siklus I dan
siklus II mencapai 100% persentase tersebut mengalami peningkatan
pada setiap siklusnya.
2. Kendala yang sering kali muncul saat penelitian yaitu motivasi siswa
yang masih rendah dan cenderung berubah-ubah pada setiap
pertemuannya yang dapat mempengaruhi pemahaman dan kemampuan
menganalisis pada materi yang juga berdampak pada hasil belajar yang
dikerjakan. Untuk itu peneliti melakukan beberapa strategi yang
memyesuaikan karakteristik siswanya dan kemampuan siswa agar materi,
motivasi dan hasil belajar meningkat pada setiap siklusnya.
B. Saran Tindak Lnajut
Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka saran yang peneliti sampaikan yaitu :
1. Model Pembelajaran STAD berbantu media jam sudut menjadi salah satu
rekomendasi yang diterapkan dalam pembelajaran karena jika menggunkan
model pembelajaran suasana dan kondisi saat pembelajaran bersifat lebih
menarik dari biasanya. Dengan menerapkan langkah-langkah yang tepat dan
materi yang lainnya karena model pembelajaran STAD berbasis pada
masalah yang dapat di selesaikan oleh siswa sehingga siswa secara mandiri
atau kelompok berperan aktif dan fokus dalam pembelajaran.
2. Penerapan model pembelajaran STAD berbantu media jam sudut
meningkatkan hasil belajar siswa yang berdampak positif bagi siswa, guru
dan sekolah dengan meningkatkan motivasi belajar dan hasil belajar
siswanya juga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan mutu
pendidikan di sekolah. Penerapan model ini dapat membantu siswa dalam
mengkonstruksi pengetahuan yang diperoleh sendiri atau dengan bantuan
orang lain dan menjadi media atau sarana pembelajaran yang menarik dan
bervariatif

DAFTAR PUSTAKA
Afandi, M., & Irawan, D. (2013). Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams
Achivement Division Di Sekolah Dasar. Semarang: Unissula.
Amri, Sopan. (2013). Pengembangan dan Model Pembelajaran dalam Kurikulum
2013. Jakarta: Prestasi Pusta Karya.
Ekawarna. (2013). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta Selatan:GP Press Group
Hakim, A. R. (2019). Teka Teki Silang Matematika untuk Kelas 1 Tingkat Sekolah
Dasar sebagai Inovasi Pembelajaran Matematika. Prosiding Seminar Nasional
Penelitian Pendidikan Matematika (SNP2M) 2019 UMT. Universitas
Muhammadiyah Tangerang. 125–134.
Karwati, Euis dan Doni Juni Priansa. (2014). Managemen Kelas. Bandung: Alfabeta.
Kemendikbud. (2014). Permendikbud Nomor 104 tahun 2014 tentang Penilaian Hasil
Belajar Oleh Pendidik Pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Jakarta:
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Kusumawardani, N., Siswanto, J., & Purnamasari, V. (2018). Pengaruh model
pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan media poster terhadap hasil
belajar peserta didik. Jurnal Ilmiah Sekolah Dasar, 2(2), 170-174.
Kristanto, A. (2019). Media Pembelajaran. Surabaya: Bintang.
Novi Mayasari, M., Junarti, J., Dian Ratna Puspananda, D., & Ahmad Kholiqul Amin,
K. (2019). Pemanfaatan media pembelajaran jam sudut dalam pembelajaran
matematika di SD. J-ABDIPAMAS (Jurnal Pengabdian Kepada
Masyarakat), 3(1), 81-88.
Purwanto. (2010). Evaluasi Hasil Belajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset.
Slavin, ER. 2009. Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Bandung:
Nusa Media
Sudjana, Nana. (2010). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar (Cet XV). Bandung:
PT Remaja Rosdakarya
Data Hasil Belajar
Hasil Belajar

100%

82%

Siklus I Siklus II

You might also like