LP KDP
LP KDP
LP KDP
Oleh
Ayu Gde Susanthie Cahyaningtias
NIM 239013204
1
Kebutuhan tidur menurut usia (Hidayat, 2006) :
Umur Kebutuhan Tidur
0-1 bulan 14 – 18 jam/hari
1-18 bulan 12 – 14 jam/hari
18 bulan – 3 tahun 11 – 12 jam/hari
3 – 6 tahun 11 jam/hari
6 – 12 tahun 10 jam/hari
12 – 18 tahun 8,5 jam/hari
18 – 40 tahun 7 – 8 jam/hari
40 – 60 tahun 7 jam/hari
60 tahun ke atas 6 jam/hari
2
b. Parasomnia
Adalah perilaku yang dapat mengganggu tidur atau muncul saat seseorang
tidur, dan bisanya terjadi pada anak-anak daripada orang dewasa. Misalnya
tidur berjalan, mengigau, teror malam, mimpi buruk, nokturnal, enuresis
(mengompol), badan goyang, dan bruksisme (gigi bergemeretak).
c. Hipersomnia
Adalah kebalikan dari insomnia, yaitu tidur yang berlebihan terutama pada
siang hari.
d. Narkolepsi
Gelombang kantuk yang tak tertahankan yang muncul secara tiba-tiba pada
siang hari. Seseorang dengan narkolepsi sering mengalami mimpi seperti
nyata yang terjadi ketika seseorang tertidur. Mimpi-mimpi ini sulit
dibedakan dari kenyataan. Kelumpuhan tidur, perasaan tidak mampu
bergerak, atau berbicara sesaat sebelum bagun atau tidur adalah gejala
lainnya.
e. Apnea saat Tidur dan Mendengkur
Merupakan gangguan yang ditandai oleh kurangnya aliran udara melalui
hidung dan mulut untuk periode 10 detik atau lebih pada saat tidur. Ada tiga
jenis tidur apnea yaitu : apnea sentral, obstruktif, dan campuran. Bentuk
yang paling umum adalah apnea obstruktif atau Obstruktif Sleep Apnea
(OSA). OSA terjadi ketika otot atau struktur dari rongga mulut atau
tenggorakan mengalami relaksasi saat tidur. Saluran napas tersumbat
sebagian atau seluruhnya, mengurangi aliran udara hidung (hiponea) atau
menghentikannya (apnea) selama 30 detik.
f. Mengigau
Hampir semua orang pernah mengigau, hal itu terjadi sebelum tidur REM.
3
merupakan area-area di otak yang berperan dalam siklus tidur-bangun (Posner,
2007, Blumenfeld, 2002, Shneerson, 2005, Aminoff, 2008).
c. Nukleus Dorsomedial
Nukleus ini menerima jaras dari zona subparavetrikuler serta memberikan
proyeksi ke nukleus paraventrikuler dan nukleus perifornikal dan berperan
4
dalam inhibisi VLPO, pengaturan suhu tubuh, perilaku makan dan
keterjagaan.
d. Sistem Mesolimbik
Sistem ini berasal dari area ventral dari tegmentum mesencephalon, serta
memiliki proyeksi ke area prefrontal dari korteks serebri dan sistem limbik
yang meliputi amigdala ,hipokampus serta nukleus retikularis thalami.
Sistem ini bersifat dopaminergik serta dapat menyebabkan keterjagaan
sebagai akibat dari stimulus yang didapat.
e. Sistem Limbik
Sistem limbik meregulasi baik sistem saraf otonomik maupun reaksi
emosional seseorang terhadap stimulus eksternal dan memori sehingga
menyebabkan sistem ini bersifat fleksibel dan adaptif. Area – area yang
termasuk dalam sistem limbik meliputi girus cingulate anterior, girus para-
hipokampalis, formasio hipokampal di lobus temporalis, regio orbito-frontal
di korteks prefrontal. Sistem ini tidak aktif pada fase NREM tetapi aktif
pada saat REM. Bagian dari sistem limbik yang terletak di substansia grisea
dari periaquaduktus sylvii memberikan impuls yang mempengaruhi kinerja
dari saraf simpatis.
5
h. Zona Subparaventrikuler
Letaknya berdekatan dengan dengn SCN input yang berasal dari bagian ini
kemudian akan secara terintegrasi akan mempengaruhi ritme sirkadian,
temperatur (melalui VMPO),perilaku dan fungsi endokrin.
D. TAHAPAN-TAHAPAN TIDUR
Tidur terjadi dalam siklus yang diselingi periode terjaga. Siklus
tidur/terjaga umumnya mengikuti irama circadian atau 24 jam dalam siklus
siang/malam. Selain siklus tidur/terjaga, tidur terjadi dalam tahapan yang
berlangsung dalam suatu kondisi siklis. Ada lima tahapan tidur. Tahap 1 hingga
tahap 4 mengacu pada tidur dengan gerakan mata tidak cepat (NREM-Non
Rapid Eye Movement) dan berkisar dari kedaan tidur sangat ringan di tahap 1
hingga keadaan tidur nyenyak di tahap 3 dan 4. Selama tidur NREM, seseorang
biasanya mengalami penurunan suhu, denyut, tekanan darah, pernapasan, dan
ketegangan
6
otot. Penurunan tuntutan fungsi tubuh dianggap melakukan tindakan responsif,
baik secara fisiologi maupun psikologi. Tahap 5 disebut tidur dengan gerak mata
cepat (REM-Rapid Eye Movement). Tahap tidur REM dikarakterisasikan
dengan meningkatnya level aktivitas dibandingkan pada tahap NREM. Manfaat
tidur REM berkaitan dengan perbaikan dalam proses mental dan kesehatan
emosi (Tarwoto dan Wartonah, 2010).
a. Non Rapid Eye Movement (NREM) Terjadi kurang lebih 90 menit pertama
setelah tertidur. Terbagi menjadi empat tahapan yaitu:
1) Tahap I
Merupakan tahap transisi dari keadaan sadar menjadi tidur.
Berlangsung beberapa menit saja, dan gelombang otak menjadi lambat.
Tahap I ini ditandai dengan :
a) Mata menjadi kabur dan rileks.
b) Seluruh otot menjadi lemas.
c) Kedua bola mata bergerak ke kiri dan ke kanan.
d) Tanda-tanda vital dan metabolisme menurun.
e) EEG: penurunan Voltasi gelombang-gelombang Alfa.
f) Dapat terbangun dengan mudah.
g) Bila terbangun terasa sedang bermimpi
2) Tahap II
Merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menurun. Berlangsung
10-20 menit, semakin rileks, mudah terjaga, dan gelombang otak menjadi
lebih lambat. Tahap II ini ditandai dengan :
a) Kedua Bola mata berhenti bergerak.
b) Suhu tubuh menurun.
c) Tonus otot perlahan-lahan berkurang.
d) Tanda-tanda vital turun dengan jelas.
e) EEG: Timbul gelombang beta Frekuensi 15-18 siklus / detik yang
disebut gelombang tidur.
7
3) Tahap III Merupakan awal tahap tidur nyenyak. Tahap ini berlangsung 15-
30 menit. Tahap III ini ditandai dengan:
a) Relaksasi otot menyeluruh.
b) Tanda-tanda vital menurun tetapi tetap teratur.
c) EEG: perubahan gelombang Beta menjadi 1-2 siklus / detik.
d) Sulit dibangunkan dan digerakkan.
4) Tahap IV Tahap Tidur Nyenyak, berlangsung sekitar 15-30 menit. Tahap ini
ditandai dengan :
a) Jarang bergerak dan sangat sulit dibangunkan.
b) Tanda-tanda vital secara signifikan lebih rendah dari pada jam bangun
pagi.
c) Tonus Otot menurun (relaksasi total).
d) Denyut jantung dan pernapasan menurun sekitar 20-30 %.
e) EEG: hanya terlihat gelombang delta yang lambat dengan frekwensi 1-2
siklus/detik.
f) Gerak bola mata mulai meningkat.
g) Terjadi mimpi dan terkadang tidur sambil berjalan serta enuresis
(mengompol)
b. Rapid Eye Movement (REM) Tahap tidur yang sangat nyenyak. Pada orang
dewasa REM terjadi 20-25 % dari tidurnya.
Tahapan tidur REM ditandai dengan:
a) Bola mata bergerak dengan kecepatan lebih tinggi dari tahap-tahap
sebelumnya.
b) Mimpi yang berwarna dan nyata muncul.
c) Tahap ini biasanya dimulai sekitar 90 menit setelah tidur dimulai.
d) Terjadi kejang otot kecil, otot besar imobilisasi.
e) Ditandai oleh respons otonom yaitu denyut jantung dan pernapasan
yang berfluktuasi, serta peningkatan tekanan darah yang berfluktuasi.
f) Metabolisme meningkat.
8
g) Lebih sulit dibangunkan.
h) Sekresi ambung meningkat.
i) Durasi tidur REM meningkat dengan setiap siklus dan rata-rata 20 menit.
E. EPIDEMIOLOGI
Menurut National Sleep Foundation tahun 2010 sekitar 67% dari 1.508
penduduk di Amerika usia 65 tahun keatas melaporkan mengalami insomnia dan
sebanyak 7,3 % orang dewasa mengeluhkan gangguan memulai dan
mempertahankan tidur atau insomnia. Kebanyakan orang yang beresiko
mengalami insomnia yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti lansia,
kematian pasangan atau teman dekat, peningkatan obat-obatan, dan penyakit yang
dialami. Di Indonesia insomnia menyerang sekitar 50% orang berusia 65 tahun,
setiap tahun diperkirakan sekitar 20-50% lansia melaporkan adanya insomnia dan
sekitar 17% mengalami insomnia yang serius. Prevalensi insomnia pada lansia
cukup tinggi yaitu sekitar 67% (Hindriyastuti, 2018).
Penelitian lain oleh Marelli et al tahun 2020 menunjukkan peningkatan
prevalensi insomnia sebelum dan selama lockdown akibat pandemi COVID-19
menggunakan kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), Insomnia
Severity Index (ISI) dan Morningness-Eveningness Questionnaire (MEQ).
Penelitian yang dilakukan terhadap 400 peserta yang terdiri dari 307 mahasiswa
dan 93 pekerja,
9
didapatkan prevalensi insomnia sebelum pandemi COVID-19 sebesar 24%
menjadi 40% selama pandemi COVID-19. Selain itu, terjadi peningkatan kesulitan
inisiasi tidur pada pekerja dari 15% menjadi 42%. Lockdown selama pandemi
COVID-19 lebih berdampak pada mahasiswa daripada pekerja dan wanita
daripada laki-laki (Marelli et al., 2020).
10
G. KLASIFIKASI GANGGUAN TIDUR
Menurut Remelda (2008) gangguan tidur terbagi atas 3 (tiga) jenis, yaitu :
1) Jenis transient (artinya cepat berlalu), oleh karena itu gangguan tidur jenis ini
hanya terjadi beberapa malam saja.
2) Jenis Jangka pendek. Jenis ini dapat belangsung sampai beberapa minggu dan
biasanya akan kembali seperti biasa.
3) Jenis kronis (atau parah) gangguan tidak dapat tidur berlangsung lebih dari 3
minggu.
11
Sedangkan menurut Tim Pokja SDKI (2016) terdapat beberapa
gejala dan tanda mayor/minor pada gangguan pola tidur anataralain:
1. Mengeluh sulit tidur
2. Mengeluh sering terjaga
3. Mengeluh tidak puas tidur
4. Mengeluh pola tidur berubah
5. Mengeluh istirahat tidak cukup
6. Mengeluh kemampuan beristirahat tidak cukup
13
Pathway (Web Of Causiton)
Keinginan
Gangguan tidur menanti tidur
Penyakit
Gangguan
Gangguan Tidur
proses tidur
Lemah & Letih
KESIAPAN
Akibat faktor PENINGKATAN INTOLERANSI
Merasa lelah eksternal
TIDUR AKTIVITAS
dan kurang
bertenaga
GANGGUAN
POLA TIDUR
KELETIHAN
14
J. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Terapi Non Farmakologi
Merupakan pilihan utama sebeum menggunakan obat-obatan karena
penggunaan obat-obatan dapat memberikan efek ketergantungan. Ada pun
cara yang dapat dilakukan antara lain:
a) Terapi relaksasi
b) Terapi tidur yang bersih
c) Terapi pengaturan tidur
d) Terapi psikologi/psikiatri
e) CBT (Cognitive Behavioral Therapy)
f) Sleep Restriction Therapy
g) Stimulus Control Therapy
h) Cognitive Therapy
i) Imagery Training
j) Mengubah gaya hidup
2. Terapi Farmakologi
Mengingat banyaknya efek samping yang ditimbulkan dari obat-obatan
seperti ketergantungan, maka terapi ini hanya boleh dilakukan oleh dokter
yang kompeten di bidangnya. Obat-obatan untuk penanganan gangguan
tidur antara lain:
a) Golongan obat hipnotik
b) Golongan obat antidepresan
c) Terapi hormone melatonin dan agonis melatonin.
d) Golongan obat antihistamin.
Menurut Remelda (2008) untuk tindakan medis pada pasien gangguan tidur
yaitu dengan cara pemberian obat golongan hipnotik-sedatif misalnya:
Benzodiazepin (Diazepam, Lorazepam, Triazolam, Klordiazepoksid)
tetapi efek samping dari obat tersebut mengakibatkan Inkoordinsi motorik,
gangguan fungsi mental dan psikomotor, gangguan koordinasi berpikir,
mulut kering, dsb.
15
K. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian Keperawatan
Dimulai dengan mengumpulkan data tentang :
1. Identitas (umur, sex, pekerjaan, pendidikan)
2. Keluhan utama
3. Riwayat penyakit
4. Pemeriksaan
fisik Meliputi :
a) Inspeksi , palpasi , perkusi , auskultasi
b) TTV
c) Perilaku
5. Data Fokus
Data subjektif
a) Klien merasa lesu, mengantuk sepanjang hari
b) Mengeluh susah tidur, kurang istirahat
c) Pandangan dirasa kabur, mata berkaca-kaca
d) Emosi meningkat, mudah marah/tersinggung
e) Kepala pusing, berat
f) Mengeluh sering terbangun
Data objektif
a) Wajah nampak kurang bergairah (letih,lesu, lemah)
b) Prestasi kerja menurun/kurang konsentrasi
c) Gelisah, sering menguap
d) Mudah tersinggung
e) Ada bayangan hitam di bawah mata
16
3) Jumlah tidur siang, malam dan lamanya tidur
4) Rutinitas menjelang tidur
5) Kebiasaan dan lingkungan tidur
6) Apakah pasien tidur sendiria
7) Obat-obatan yang digunakan sebelum tidur
8) Gejala yang dialami saat terbangun
9) Penyakit psikis dan status emosional saat ini
b. Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan masalah kebutuhan
istirahat dan tidur diantaranya adalah :
1. Gangguan pola tidur
Definisi: Gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor
eksternal.
Gejala dan Tanda Mayor:
Subyektif
1. Mengeluh sulit tidur
2. Mengeluh sering terjaga
17
3. Mengeluh tidak puas tidur
4. Mengeluh pola tidur berubah
5. Mengeluh istirahat tidak cukup
Gejala dan Tanda Minor:
Subyektif
1. Mengeluh kemampuan beraktivitas menurun
2. Intoleransi Aktivitas
Definisi: Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
Gejala dan Tanda Mayor:
Subyektif
1. Mengeluh lelah
Obyektif
1. Frekuensi dari jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat
Gejala dan Tanda Minor:
Subyektif
1. Dipsnea saat/ setelah aktivitas
2. Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
3. Merasa
lemah Obyektif
1. Tekana darah berubah >20% dari kondisi istirahat
2. Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/ setelah aktivitas
3. Gambaran EKG menunjukkan iskemia
4. Sianosis
3. Keletihan
Definisi: Penurunan kapasitas kerja fisik dan mental yang tidak pulih
dengan istirahat
Gejala dan Tanda Mayor:
Subyektif
1. Merasa energi tidak pulih walaupun telah tidur
18
2. Merasa kurang tenaga
3. Mengeluh lelah
Obyektif
1. Tidak mampu mempertahankan aktivitas rutin
2. Tampak lesu
Gejala dan Tanda Minor:
Subyektif
4. Merasa bersalah akibat tidak mampu menjalankan tanggung jawab
5. Libido
menurun Obyektif
1. Kebutuhan istirahat meningkat
19
c. Perencanaan/ Nursing Care Plan
No Diagnosa yang Mungkin Tujuan dan Kriteris Hasil Intervensi
Muncul (SLKI) (SIKI)
1. Gangguan Pola Tidur Setelah dilakukan intervensi Dukungan Tidur (1.05174)
(D.0055) keperawatan selama......x 24 1. Identifikasi pola aktivitas dan tidur
Faktor yang berhubungan: jam 2. Identifikasi faktor pengganggu
a. Hambatan lingkungan (mis: maka Pola Tidur Membaik tidur (Fisik/psikologis)
kelembapan, lingkungan dengan kriteria hasil: 3. Modifikasi lingkungan (mis.
sekitar, suhu lingkungan, Pencahayaan, kebisingan, suhu, dan
pengcahayaan, kebisingan, Pola Tidur (L.05045) tempat tidur)
bau tidak sedap/ 1. Keluhan sulit tidur 4. Tetapkan jadwal rutin tidur
pemeriksaan/ tindakan) meningkat (skala 5) 5. Anjurkan menghindari makanan atau minuman
b. Kurang kontrol tidur 2. Keluhan sering terjaga yang dapat mengganggu tidur
c. Kurang privasi meningkat (skala 5) 6. Fasilitasi menghilangkan stress
d. Restraint fisik 3. Keluhan tidak puas 7. Ajarkan teknik relaksasi
e. Ketiadaan teman tidur tidur meningkat (skala
f. Tidak familiar dengan 5) Edukasi Aktivitas/ Istirahat (1.12362)
peralatan tidur 4. Keluhan pola tidur 1. Mengajarkan pengaturan aktivitas dan istirahat
g. Imobilisasi berubah meningkat (skala 2. Sediakan materi dan media pengaturan aktivitas
5) dan istirahat
5. Keluhan istirahat tidak 3. Jelaskan pentingnya melakukan aktivitas fisik
cukup meningkat (skala 5) atau olahraga secara rutin
4. Anjurkan menyusun jadwal aktivitas dan istirahat
5. Ajarkan cara mengidentifikasi kebutuhan istirahat.
Terapi Relaksasi Otot Progresif (1.05187)
1. Identifikasi tempat yang tenang dan nyaman
2. Berikan posisi bersandar pada kursi atau posisi
yang nyaman
3. Anjurkan melakukan relaksasi otot rahang
4. Anjurkan fokus pada sensasi otot yang rileks
5. Anjurkan bernafas dalam dan perlahan.
Kualitas tidur merupakan keadaan tidur yang dijalani seorang individu untuk
menghasilkan kesegaran dan kebugaran saa terbangun. Kualitas tidur mencakup
aspek kuantitaif dari tidur, seperti durasi tidur, latensi tidur serta aspek subjektif
dari tidur. Kualitas tidur merupakan kemampuan setiap orang untuk
mempertahankan keadaan tidur dan untuk mendapatkan tahap tidur rapid eye
movemnet (REM) dan Non rapid eye movement (NREM) yang normal (Potter &
Perry, 2009). Kualitas tidur yang baik diperlihatkan dengan mudahnya seseorang
memulai tidur saat jam tidur, mempertahankan tidur, menginisiasi untuk tidur
kembali setelah terbangun di malam hari, dan peralihan dari tidur ke bangun di
pagi hari dengan mudah.