PKM GFT 2024
PKM GFT 2024
PKM GFT 2024
Halaman
DAFTAR ISI
..........................................................................................................................
i
Tabel 2.1 Timeline Kegiatan Mewujudkan Gagasan........................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Tujuan .......................................................................................................2
1.3 Manfaat .....................................................................................................2
BAB II GAGASAN..........................................................................................3
2.1 Pemicu Gagasan .........................................................................................3
2.1.1 Penurunan Ekosistem Blue Carbon.........................................................3
2.1.2 Potensi Biofuel ........................................................................................4
2.2 Solusi Yang Ditawarkan..............................................................................5
2.3 Pihak-Pihak Yang Diperlukan Dalam Implementasi Gagasan Ini..............6
2.4 Langkah Langkah Strategis Dan Timeline.................................................6
BAB III KESIMPULAN..................................................................................8
3.1 kesimpulan .................................................................................................8
3.2 saran ...........................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................9
LAMPIRAN.....................................................................................................10
Lampiran 1. Biodata Ketua dan Anggota, serta Dosen Pendamping................10
Lampiran 2. Susunan Tim Pengusul dan Pembagian Tugas.............................17
Lampiran 2. Susunan Tim Pengusul dan Pembagian Tugas.............................18
i
DAFTAR TABEL
ii
1
BAB 1. PENDAHULUAN
BAB II
GAGASAN
kurangnya pemantauan. Salah satu contoh khusus nya dri sumatra utara dimana
lahan lahan mangrove atau hutan bakau terus terdegradasi dan hilang karena
beralih fungsi menjadi tambak ikan serta udang, dan perkebunan kelapa sawit
hingga semak belukar lantaran penebangan liar terhadap tumbuhan mangrove
untuk dijadikan arang.
"Mulai dari Aceh Timur sampai ke Deli Serdang kawasan ini sudah
kehilangan mangrove dalam waktu 30 tahun terakhir sebesar 60 persen. Belum
lagi dihitung kerusakan. Hilang saja sudah 60 persen dan tersisa 40 persen. Nah
itu 40 persen kondisinya belum tentu baik," kata Onrizal dalam diskusi online
tentang ekspose data kerusakan hutan pantai timur Sumut, Jumat (25/4).
Bahkan kawasan konservasi yang harusnya terjaga dan terawat juga masih
mengalami penyusutan seperti di Suaka Margasatwa Karang Gading, Langkat
Timur Laut, Sumut kawasan konservasi ini kehilangan hutan bakau sedikitnya 26
persen dalam kurun waktu tiga dekade. Kawasan kawasan ini justru beralih
menjadi lahan kelaa sawit yang ilegal karena seharusnya hanya ada 4 saja yg di
beri izin. Juga merujuk pada Pada SK Kehutanan No 44 Tahun 2015 luas kawasan
hutan lindung dan konservasi sekitar 60.064 hektare tapi di tahun 2018 itu
berubah menjadi 47.499 hektare. Artinya ada pengurangan sekitar 12.565 hektare
kurun waktu 13 tahun.
2.1.2 Potensi Biofuel
Menjadi sumber utama energi tak terbarukan dengan penggunaan intensifnya
telah menyebabkan menipisnya bahan bakar fosil karena sifatnya yang tidak
terbarukan dan tidak berkelanjutan. Oleh karena itu, upaya luar biasa telah
dilakukan untuk mengalihkan penggunaan bahan bakar fosil yang tidak
terbarukan dan salah satu hasilnya adalah melalui pembuatan biofuel. Bahan bakar
nabati seperti biodiesel dan bioetanol yang dihasilkan dari sumber daya biomassa
terbukti sangat baik sebagai bahan bakar alternatif (Chen et al., 2015; Kumar et
al., 2017). Mikroalga sebagai tumbuhan air, memiliki kekayaan cadangan dan
tersebar luas di dunia. Terutama di Indonesia yang merupakan negara maritim
dimana wilayahnya 70% lautan dan 30% daratan, serta memiliki lebih dari 17.000
pulau, dengan garis pantai lebih dari 99.000 km.
Mikroalga rendah lemak memiliki kemampuan adaptasi lingkungan yang
lebih baik, kapasitas reproduksi yang lebih kuat dan tingkat pertumbuhan rapider,
biaya budidaya yang lebih rendah dan budidaya skala yang lebih besar.
Karenanya, mikroalga rendah lemak telah menarik perhatian masyarakat untuk
produksi biofuel. (Feng, Huan, 2019). Dalam jangka menengah, pengurangan
ketergantungan global pada bahan bakar berbasis fosil melampaui produksi
biomassa dalam jumlah besar untuk sintesis biofuel. Biodiesel dan etanol saat ini
merupakan biofuel dengan volume produksi terbesar dan memberikan dampak
lingkungan yang positif terhadap penggantian bahan bakar fosil. Substitusi ini
sebenarnya perlu dilakukan untuk memenuhi persyaratan yang meningkat untuk
5
mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dan dampak lingkungan lainnya (Bruno
Colling Klein, 2017).
Mikroalga sendiri cukup mudah di budidaya dan juga dapat menjadi alternatif
pendegredasi limbah organik sebagaimana penelitian iqbal, 2021 yang mendapati
hasil terbaik dengan limbah adalah pada rasio mikroalga Chlorella 1: 2. Vulgaris
dan Spirulina Plantesis menggunakan limbah penyamakan kulit(iqbal, 2021).
Kehadiran biofuel yang melimpah ini sangat berpotensi untuk memperkokoh
blue economy Indonesia sebagai negara maritim. Dengan adanya kelanjutan dri
berbagai penelitian akan di dapati produk mikroalga mampu membangun
ekonomi Indonesia.
Selanjutnya banyaknya penggunaan plastik yang sebagian besar limbahnya
tidak diolah dengan maksimal kini memberi dampak berupa polusi mikroplastik.
Mikroplastik adalah senyawa plastik yang memiliki ukuran kurang dari 5 mm dan
banyak tersebar di perairan utamanya melalui sungai sungai yang mengarah ke
laut.
2.2 Solusi Yang Ditawarkan
Sebagaimana permasalahan yang dipaparkan sebelum nya the blue economy
strength hadir sebagai solusi konkrit yang berkelanjutan. Ekosistem blue carbon
yang terdiri dari hutan mangrove, hutan bakau, padang lamun dan lahan gambut
yang ada di pesisir perlu dioptimalkan untuk ada di semua pesisir pantai
Indonesia. Tiap-tiap daerah yang memiliki pesisir harus mempunyai ekosistem
blue carbon disepanjang garis pantai nya dan harus dikonservasi hingga mencapai
target yang diinginkan.
Blue carbon strength merupakan langkah awal untuk menjadi agen
pendegredasi mikroplastik karena memjadi tempat tinggalnya para bakteri yang
mampu mendegradasi mikroplastik seperti Pseudoalteromonas caenipelagi
mampu mendegradasi PET sebesar 8,73%. Penelitian Dong et al(2021).
Sebagaimana hasil penelitian Novitasari, 2023 bahwa kelimpahan bakteri di
ekosistem mangrove Pamurbaya dapat dipengaruhi oleh antropogenik, rumah bagi
burung yang bermigrasi dan berbagai macam organisme akuatik. Ekosistem
mangrove juga merupakan zona untuk organisme akuatik maupun ikan untuk
mencari makan yang dapat mempengaruhi kelimpahan bakteri (Novitasari et.al
2023).
Sebagian lahan ekosistem blue carbon telah beralih fungsi menjadi
pemukiman. Akan sulit untuk langsung memangkas para pemukim yang sudah
terlanjur hidup dan berada di pesisir. Namun ada baiknya justru menjadikan
masyarakat sekitar sebagai agen konservasi ekosistem blue carbon ini. Seiring
berjalannya waktu masyarakat dan pemerintah daerah memperbaiki ekosistem
blue carbon ini maka biota biota laut akan kembali beranekaragam juga dapat
memicu pertumbuhan alga yang beraneka ragam juga dan dapat di olah menjadi
biofuel. Dari biofuel yang berhasil dipasarkan nantinya akan memperbaiki
ekonomi masyarakat dimana lembaga terkait membantu mengalokasikan hasil
6
dari biofuel untuk pembangunan yang berkelanjutan di daerah tersebut. Mulai dari
membangun sektor yang dapat menyokong lainnya seperti plts untuk energi dalam
mengolah biofuel dan pensuplai tenaga terbarukan bagi masyarakat hingga
keuntungan nya dapat digunakan untuk mereboisasi ekosistem blue carbon yang
perlu diperbaiki. Penataan dalam pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan
pun harus di perhatikan sebab dengan membuat kawasan pemukiman yang
memiliki keindahan dan kerapihan dapat membuka ekonomi baru yaitu sebagai
tempat wisata.
2.3 Pihak-Pihak Yang Diperlukan Dalam Implementasi Gagasan Ini
Dalam pelaksanaan gagasan ini sangat dibutuhkan pihak pihak yang
berwenang dan berkaitan sehingga gagasan ini dapat terimplementasi dengan
maksimal.
a. Ahli geologi dan lingkungan pesisir: sebagai ahli yang akan menelaah
terlebih dahulu karakteristik dari tiap daerah pesisir yang sangat beragam
sehingga dapat menetapkan jenis blue carbon yang bagaimana yang paling
cocok.
b. Pemerintah Pusat: membuat program nasional terkait the blue carbon
strength yang di wajinkan sepada seluruh daerah pesisir di Indonesia.
c. Depatermen atau Kementerian Lingkungan Hidup: mempertegas aturan
dan uu yang sudah ada mengenai kawasan konsevasi dan program the blue
carbon strength
d. Badan Kelautan Nasional: membuat aturan serta menindaklanjuti
masyarakat atau kelompok kelompok yang tidak mau mengikuti aturan
berupa uu yang telah dibuat.
e. Pemerintah Daerah: bertanggung jawab atas perencanaan tata ruang
wilayah pesisir, pemantauan izin bangunan, dan penegakan peraturan.
f. Otoritas maritim nasional: memberi pengarahan pada masyarakat terkait
cara pengelolaan dan perlindungan lingkungan perairan setempat.
g. Arsitek : sebagai perancang pembangunan modern yang ramah lingkungan
dan futuristik bagi para pemukim.
h. Bagian tehnik mesin dan kelistrikan: sebagai perancang alat alat serta
mesin untuk mengolah alga menjadi biofuel dan membuatnya digunakan
dengan tenaga terbarukan
2.4 Langkah Langkah Strategis Dan Timeline
Untuk mencapai hasil yang maksimal sangat diperlukan langkah langkah
yang tepat dan strategis. Berikut langkah langkah yang akan dilakukan
1. 1.Pemerintah pusat menyiapkan kebijakannya dan mengarahkan
departemen lingkungan hidup agar mencari para ahli untuk ditugaskan
mengidentifikasi karakter dri tiap pesisir di daerah yang berbeda serta
menentukan tipe blue carbon dari daerah tersebut.
2. Para ahli menyampaikan hasil riset pada depatermen lingkungan hidup
yang kemudian hasilnya akan didiskusikan bersama badan kelautan dan
7
pemda untuk mulai merancang jenis blue carbon dan pembangunan yang
akan di mulai sesudahnya.
3. Pemda mencari para profesional arsitektur, tehnik mesin dan kelistrikan
serta otoritas maritim untuk merancang dan menyiapkan besaran biaya
awal untuk pembangunan
4. Pembuatan peraturan terhadap para pangalih fungsi lahan blue carbon
untuk memilih pindah atau menetap sebagai agen konservasi blue carbon
ini.
5. Masyarakat yang menetap dan menyetujui kedudukan nya sebagai agen
diarahkan untuk mulai memperbaiki daerah pesisir dibantu dengan biaya
awal dari pemerintah pusat.
6. Selanjutnya masyarakat di beri pengarahan dan sarana prasarana untuk
membuat biofuel dengan tenaga plts yang mandiri buatan para ahli.
7. Hasil dari hidup kembali nya ekosistem blue carbon seperti keberagaman
biota untuk diperjualbelikan dan hasil biofuel di kumpulkan untuk
membangun infrastruktur modern yang telah dirancang arsitek sesuai
karakter daerah pesisir.
8. The blue carbon strength telah lengkap dan akan menjadi pusat perputaran
ekonomi biru dan pendegredasi mikroplastik yang berkelanjutan.
9. Kini kawasan pesisir memiliki banyak sumber ekonomi yang ramah
lingkungan dan dapat menghidupi masyarakat didalamnya.
BAB 3. KESIMPULAN
8
DAFTAR PUSTAKA
Novitasari A. R., Woro H.S dkk. 2023.Isolasi dan Identifikasi Bakteri Pengurai
Mikroplastik Polyethylene Terephthalate dari Sedimen Ekosistem
MangrovePasir Putih .Journal of Marine Research Vol 12, No. 1 Februari
2023, pp. 52-60
Browne, M. A. 2015. Sources and pathways of microplastiks to habitats. Marine
anthropogenic litter. 229 – 244. DOI: https://doi.org/10.1007/978-3-319-
16510-3_9
Chen, G., Azkab, M. H., Chmura, G. L., Chen, S., Sastrosuwondo, P., Ma, Z.,
Dharmawan, I. W. E., Yin, X., & Chen, B. 2017. Mangroves as a major
source of soil carbon storage in adjacent seagrass meadows. Scientific
Reports, 7: 1–10. doi: 10.1038/srep42406Dekky, Linda, R., & War
Ekosafitri, K.H., Rustiadi, E. dan Yulianda, F. 2015. Pengembangan wilayah
pesisir pantai utara jawa tengah berdasarkan infrastruktur daerah: Studi
kasus Kabupaten Jepara. Jurnal perencanaan dan pembangunan wilayah
perdesaan,1(2),145-157.DOI:https://doi.org/10.29244/jp2wd.2017.1.2.145-
157
Feng, H., He, Z., Zhang, B., Chen, H., Wang, Q., & Kandasamy, S. (2019).
Synergistic bio-oil production from hydrothermal coliquefaction of
Spirulina platensis and Α-Cellulose. Energy, 174, 1283–1291.
Iqbal Ramadhan1, Ni Made Maya2, Savira Safrilia1, Lolita Kurniasari1, Euis
Nurul Hidayah1, Aulia Ulfah Farahdiba1.2021.POTENSI BIOFUEL
PADA MIKROALGA DENGAN VARIASI LIMBAH MENGGUNAKAN
OXIDATION DITCH ALGAE REACTOR .JURNAL
ENVIROUS VOL 1 NO 2
World Bank, & UN DESA. (2017). The Potential of the Blue Economy:
Increasing Long-term Benefits of the Sustainable Use of Marine Resources
for Small Island Developing States and Coastal Least Developed
Countries. World Bank, Washington, DC. https://doi.org/10.1596/26843
World Bank. (2021). Oceans for Prosperity. World Bank.
https://openknowledge.worldbank.org/handle/10986/35377
10
LAMPIRAN