PKM GFT 2024

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 20

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI
..........................................................................................................................
i
Tabel 2.1 Timeline Kegiatan Mewujudkan Gagasan........................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Tujuan .......................................................................................................2
1.3 Manfaat .....................................................................................................2
BAB II GAGASAN..........................................................................................3
2.1 Pemicu Gagasan .........................................................................................3
2.1.1 Penurunan Ekosistem Blue Carbon.........................................................3
2.1.2 Potensi Biofuel ........................................................................................4
2.2 Solusi Yang Ditawarkan..............................................................................5
2.3 Pihak-Pihak Yang Diperlukan Dalam Implementasi Gagasan Ini..............6
2.4 Langkah Langkah Strategis Dan Timeline.................................................6
BAB III KESIMPULAN..................................................................................8
3.1 kesimpulan .................................................................................................8
3.2 saran ...........................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................9
LAMPIRAN.....................................................................................................10
Lampiran 1. Biodata Ketua dan Anggota, serta Dosen Pendamping................10
Lampiran 2. Susunan Tim Pengusul dan Pembagian Tugas.............................17
Lampiran 2. Susunan Tim Pengusul dan Pembagian Tugas.............................18

i
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Timeline Kegiatan Mewujudkan Gagasan........................................8

ii
1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mengacu kepada hasil Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS) 10
Desember 1982, luas laut Indonesia sebesar 3.257.357 kilometer persegi dan
daratan sekitar 1.919.440 km2. Luasnya perairan tersebut memberi banyak
keuntungan kepada Indonesia di antaranya cukup tersedianya hasil laut seperti
produksi ikan.
Blue carbon adalah istilah yang digunakan untuk cadangan emisi karbon yang
diserap, disimpan dan dilepaskan oleh ekosistem pesisir dan laut. Istilah karbon
biru atau blue carbon dilatar belakangi oleh keadaan karbon yang terserap dan
tersimpan di bawah air dan berhubungan dengan perairan.
Potensi karbon biru di Indonesia sangatlah besar yakni mencapai 3.4 Giga
Ton (GT) atau sekitar 17% dari karbon biru dunia. Ekosistem blue carbon yang
terdapat di daerah pesisir sangatlah penting, karena dalam jangka panjang
penyerapan dan penyimpanan karbon yang baik dan terjaga akan membantu
dalam mengurangi dampak perubahan iklim.
Ekosistem karbon biru mencakup beberapa wilayah seperti hutan mangrove,
padang lamun, estuaria/rawa air payau/rawa air asin, dan terumbu karang.
Ekonomi biru (blue economy) adalah ekonomi laut berkelanjutan yang
menghasilkan manfaat ekonomi dan sosial sambil memastikan kelestarian
lingkungan sumber manfaat tersebut dalam jangka panjang (World Bank & UN
DESA, 2017). Konsep ekonomi biru mengacu pada pemanfaatan sumber daya laut
secara berkelanjutan untuk pertumbuhan ekonomi dan peningkatan mata
pencaharian. Konsep ini menekankan interkoneksi lintas kegiatan sektoral
mengingat dampaknya terhadap sumber daya laut dan panggilan untuk pendekatan
manajemen terpadu, termasuk perencanaan tata ruang laut untuk mengelola trade-
off lintas sektor, konsultasi multi-stakeholder dan peningkatan data, penghitungan
modal alam untuk menentukan dan mengkomunikasikan nilai sumber daya alam,
dan 'pembiayaan biru'/’blue financing14 ’ (World Bank, 2021).
Mikroplastik adalah sampah plastik yang berukuran lebih kecil dari 5 mm
yang terbagi menjadi dua jenis yaitu mikroplastik primer dan mikroplasti
sekunder. Mikroplastik primer yaitu mikro partikel yang diproduksi untuk
kebutuhan kosmetik atau serat pakaian sintetis. Mikroplastik sekunder yaitu hasil
fragmentasi atau perubahan menjadi ukuran yang lebih kecil akan tetapi
molekulnya tetap berupa polimer (Ekosafitri et al., 2015). Mikroplastik memiliki
berbagai macam jenis, bentuk (fragmen, film dan fiber), ukuran, warna, komposisi
dan masa jenis (Browne, 2015).
1.2 Tujuan
Berikut merupakan tujuan dari gagasan The Blue Carbon Strength: Sebagai
Sistem Untuk Memperkokoh Blue Economy Dan Pengendali Polusi Mikroplastik
di Perairan Indonesia
2

1. Melatih mahasiswa untuk dapat mencari solusi dari isu terkini


2. Memahami system blue carbon dan luasan efeknya pada sektor sektor lain
3. Menindaklanjuti masalah mikroplastik di perairan Indonesia
4. Memperkokoh blue ekonomi Indonesia yang baru merintis dan belum
maksimal
1.3 Manfaat
Manfaat dari gagasan ini adalah sebagai dasar pemikiran untuk
mengoptimalkan blue carbon yang banyak terdapat diindonesia namun mulai
menurun luasannya belakangan ini. Juga memasangkan blue ekonomi dengan
sektor lain nya seperti blue ekonomi dan pengendali polusi mikroplastik dimana
3

BAB II
GAGASAN

2.1 Pemicu Gagasan


Pemicu dari gagasan The Blue Carbon Strength: Sebagai Sistem Untuk
Memperkokoh Blue Economy Dan Pengendali Polusi Mikroplastik di Perairan
Indonesia ini adalah isu isu global terkini. Diantaranya ialah luasan ekosistem
blue carbon yang terus menurun sebagaimana pemantauan data mempergunakan
citra satelit Landsat 8 yang dilakukan oleh Eastman, et al. (2020) telah
memperlihatkan bahwa selama dua puluh tahun terakhir telah terjadi penurunan
hutan mangrove seluas 1.500 - 1.600 km2 dan coastal wetland sebesar 12.000 -
13.000 km2 di Indonesia. Adanya pengasaman air laut, potensi biofuel yang sangat
menjanjikan dan permasalahan mikroplastik.
2.1.1 Penurunan Ekosistem Blue Carbon
Selama 2 dekade telah terjadi penurunan luas lahan ekosistem blue carbon.
Blue carbon adalah istilah dari karbon yang tersimpan di wilayah pesisir, terdiri
dari lahan basah pesisir (coastal wetland) dan hutan mangrove. Wilayah ini
memiliki efektivitas lebih tinggi dalam menyimpan karbon dibandingkan dengan
berbagai tipe hutan lainnya. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa areal pesisir
dan hutan mangrove mampu untuk menyimpan karbon sebanyak empat kali lipat
lebih tinggi serta dapat menyerap karbon dengan lebih cepat dibandingkan dengan
hutan hujan tropis. Hal ini disebabkan mangrove tidak hanya menyimpan karbon
di bagian tubuhnya saja, tapi juga di tanah tempat tumbuhnya. Akar yang dimiliki
oleh mangrove mampu mengikat dan menstabilkan bahan karbon yang terdapat
pada tempat tumbuhnya. Oleh karena itu, sebagai wilayah dengan habitat lahan
mangrove yang sangat luas, Indonesia merupakan lokasi yang penting untuk
mitigasi perubahan iklim global.
Namun, perubahan wilayah pesisir dari coastal wetland dan hutan mangrove
menjadi peruntukan lainnya adalah konsekuensi dari kebutuhan lahan untuk
perkembangan ekonomi. Pemantauan data mempergunakan citra satelit Landsat 8
yang dilakukan oleh Eastman, et al. (2020) telah memperlihatkan bahwa selama
dua puluh tahun terakhir telah terjadi penurunan hutan mangrove seluas 1.500 -
1.600 km2 dan coastal wetland sebesar 12.000 - 13.000 km2 di Indonesia.
Tiga pulau dengan lahan coastal wetland dan hutan mangrove terbesar di
Indonesia, yaitu Pulau Sumatra, Kalimantan, dan Papua memperlihatkan pola
yang berbeda. Pulau Papua memperlihatkan konservasi yang baik. Sementara
penurunan kawasan coastal wetland yang mencapai hampir 10.000 km 2 terjadi di
Pulau Sumatera. Selain itu, penurunan luas hutan mangrove juga terdeteksi di
Pulau Kalimantan, yang mencapai hampir 1.400 km2.
Di pulau Sumatera yang mengalami penurunan kawasan coastal wetland
hampir 10.000km2 ini banyak disebabkan oleh pengalihan lahanlahan dan
4

kurangnya pemantauan. Salah satu contoh khusus nya dri sumatra utara dimana
lahan lahan mangrove atau hutan bakau terus terdegradasi dan hilang karena
beralih fungsi menjadi tambak ikan serta udang, dan perkebunan kelapa sawit
hingga semak belukar lantaran penebangan liar terhadap tumbuhan mangrove
untuk dijadikan arang.
"Mulai dari Aceh Timur sampai ke Deli Serdang kawasan ini sudah
kehilangan mangrove dalam waktu 30 tahun terakhir sebesar 60 persen. Belum
lagi dihitung kerusakan. Hilang saja sudah 60 persen dan tersisa 40 persen. Nah
itu 40 persen kondisinya belum tentu baik," kata Onrizal dalam diskusi online
tentang ekspose data kerusakan hutan pantai timur Sumut, Jumat (25/4).
Bahkan kawasan konservasi yang harusnya terjaga dan terawat juga masih
mengalami penyusutan seperti di Suaka Margasatwa Karang Gading, Langkat
Timur Laut, Sumut kawasan konservasi ini kehilangan hutan bakau sedikitnya 26
persen dalam kurun waktu tiga dekade. Kawasan kawasan ini justru beralih
menjadi lahan kelaa sawit yang ilegal karena seharusnya hanya ada 4 saja yg di
beri izin. Juga merujuk pada Pada SK Kehutanan No 44 Tahun 2015 luas kawasan
hutan lindung dan konservasi sekitar 60.064 hektare tapi di tahun 2018 itu
berubah menjadi 47.499 hektare. Artinya ada pengurangan sekitar 12.565 hektare
kurun waktu 13 tahun.
2.1.2 Potensi Biofuel
Menjadi sumber utama energi tak terbarukan dengan penggunaan intensifnya
telah menyebabkan menipisnya bahan bakar fosil karena sifatnya yang tidak
terbarukan dan tidak berkelanjutan. Oleh karena itu, upaya luar biasa telah
dilakukan untuk mengalihkan penggunaan bahan bakar fosil yang tidak
terbarukan dan salah satu hasilnya adalah melalui pembuatan biofuel. Bahan bakar
nabati seperti biodiesel dan bioetanol yang dihasilkan dari sumber daya biomassa
terbukti sangat baik sebagai bahan bakar alternatif (Chen et al., 2015; Kumar et
al., 2017). Mikroalga sebagai tumbuhan air, memiliki kekayaan cadangan dan
tersebar luas di dunia. Terutama di Indonesia yang merupakan negara maritim
dimana wilayahnya 70% lautan dan 30% daratan, serta memiliki lebih dari 17.000
pulau, dengan garis pantai lebih dari 99.000 km.
Mikroalga rendah lemak memiliki kemampuan adaptasi lingkungan yang
lebih baik, kapasitas reproduksi yang lebih kuat dan tingkat pertumbuhan rapider,
biaya budidaya yang lebih rendah dan budidaya skala yang lebih besar.
Karenanya, mikroalga rendah lemak telah menarik perhatian masyarakat untuk
produksi biofuel. (Feng, Huan, 2019). Dalam jangka menengah, pengurangan
ketergantungan global pada bahan bakar berbasis fosil melampaui produksi
biomassa dalam jumlah besar untuk sintesis biofuel. Biodiesel dan etanol saat ini
merupakan biofuel dengan volume produksi terbesar dan memberikan dampak
lingkungan yang positif terhadap penggantian bahan bakar fosil. Substitusi ini
sebenarnya perlu dilakukan untuk memenuhi persyaratan yang meningkat untuk
5

mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dan dampak lingkungan lainnya (Bruno
Colling Klein, 2017).
Mikroalga sendiri cukup mudah di budidaya dan juga dapat menjadi alternatif
pendegredasi limbah organik sebagaimana penelitian iqbal, 2021 yang mendapati
hasil terbaik dengan limbah adalah pada rasio mikroalga Chlorella 1: 2. Vulgaris
dan Spirulina Plantesis menggunakan limbah penyamakan kulit(iqbal, 2021).
Kehadiran biofuel yang melimpah ini sangat berpotensi untuk memperkokoh
blue economy Indonesia sebagai negara maritim. Dengan adanya kelanjutan dri
berbagai penelitian akan di dapati produk mikroalga mampu membangun
ekonomi Indonesia.
Selanjutnya banyaknya penggunaan plastik yang sebagian besar limbahnya
tidak diolah dengan maksimal kini memberi dampak berupa polusi mikroplastik.
Mikroplastik adalah senyawa plastik yang memiliki ukuran kurang dari 5 mm dan
banyak tersebar di perairan utamanya melalui sungai sungai yang mengarah ke
laut.
2.2 Solusi Yang Ditawarkan
Sebagaimana permasalahan yang dipaparkan sebelum nya the blue economy
strength hadir sebagai solusi konkrit yang berkelanjutan. Ekosistem blue carbon
yang terdiri dari hutan mangrove, hutan bakau, padang lamun dan lahan gambut
yang ada di pesisir perlu dioptimalkan untuk ada di semua pesisir pantai
Indonesia. Tiap-tiap daerah yang memiliki pesisir harus mempunyai ekosistem
blue carbon disepanjang garis pantai nya dan harus dikonservasi hingga mencapai
target yang diinginkan.
Blue carbon strength merupakan langkah awal untuk menjadi agen
pendegredasi mikroplastik karena memjadi tempat tinggalnya para bakteri yang
mampu mendegradasi mikroplastik seperti Pseudoalteromonas caenipelagi
mampu mendegradasi PET sebesar 8,73%. Penelitian Dong et al(2021).
Sebagaimana hasil penelitian Novitasari, 2023 bahwa kelimpahan bakteri di
ekosistem mangrove Pamurbaya dapat dipengaruhi oleh antropogenik, rumah bagi
burung yang bermigrasi dan berbagai macam organisme akuatik. Ekosistem
mangrove juga merupakan zona untuk organisme akuatik maupun ikan untuk
mencari makan yang dapat mempengaruhi kelimpahan bakteri (Novitasari et.al
2023).
Sebagian lahan ekosistem blue carbon telah beralih fungsi menjadi
pemukiman. Akan sulit untuk langsung memangkas para pemukim yang sudah
terlanjur hidup dan berada di pesisir. Namun ada baiknya justru menjadikan
masyarakat sekitar sebagai agen konservasi ekosistem blue carbon ini. Seiring
berjalannya waktu masyarakat dan pemerintah daerah memperbaiki ekosistem
blue carbon ini maka biota biota laut akan kembali beranekaragam juga dapat
memicu pertumbuhan alga yang beraneka ragam juga dan dapat di olah menjadi
biofuel. Dari biofuel yang berhasil dipasarkan nantinya akan memperbaiki
ekonomi masyarakat dimana lembaga terkait membantu mengalokasikan hasil
6

dari biofuel untuk pembangunan yang berkelanjutan di daerah tersebut. Mulai dari
membangun sektor yang dapat menyokong lainnya seperti plts untuk energi dalam
mengolah biofuel dan pensuplai tenaga terbarukan bagi masyarakat hingga
keuntungan nya dapat digunakan untuk mereboisasi ekosistem blue carbon yang
perlu diperbaiki. Penataan dalam pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan
pun harus di perhatikan sebab dengan membuat kawasan pemukiman yang
memiliki keindahan dan kerapihan dapat membuka ekonomi baru yaitu sebagai
tempat wisata.
2.3 Pihak-Pihak Yang Diperlukan Dalam Implementasi Gagasan Ini
Dalam pelaksanaan gagasan ini sangat dibutuhkan pihak pihak yang
berwenang dan berkaitan sehingga gagasan ini dapat terimplementasi dengan
maksimal.
a. Ahli geologi dan lingkungan pesisir: sebagai ahli yang akan menelaah
terlebih dahulu karakteristik dari tiap daerah pesisir yang sangat beragam
sehingga dapat menetapkan jenis blue carbon yang bagaimana yang paling
cocok.
b. Pemerintah Pusat: membuat program nasional terkait the blue carbon
strength yang di wajinkan sepada seluruh daerah pesisir di Indonesia.
c. Depatermen atau Kementerian Lingkungan Hidup: mempertegas aturan
dan uu yang sudah ada mengenai kawasan konsevasi dan program the blue
carbon strength
d. Badan Kelautan Nasional: membuat aturan serta menindaklanjuti
masyarakat atau kelompok kelompok yang tidak mau mengikuti aturan
berupa uu yang telah dibuat.
e. Pemerintah Daerah: bertanggung jawab atas perencanaan tata ruang
wilayah pesisir, pemantauan izin bangunan, dan penegakan peraturan.
f. Otoritas maritim nasional: memberi pengarahan pada masyarakat terkait
cara pengelolaan dan perlindungan lingkungan perairan setempat.
g. Arsitek : sebagai perancang pembangunan modern yang ramah lingkungan
dan futuristik bagi para pemukim.
h. Bagian tehnik mesin dan kelistrikan: sebagai perancang alat alat serta
mesin untuk mengolah alga menjadi biofuel dan membuatnya digunakan
dengan tenaga terbarukan
2.4 Langkah Langkah Strategis Dan Timeline
Untuk mencapai hasil yang maksimal sangat diperlukan langkah langkah
yang tepat dan strategis. Berikut langkah langkah yang akan dilakukan
1. 1.Pemerintah pusat menyiapkan kebijakannya dan mengarahkan
departemen lingkungan hidup agar mencari para ahli untuk ditugaskan
mengidentifikasi karakter dri tiap pesisir di daerah yang berbeda serta
menentukan tipe blue carbon dari daerah tersebut.
2. Para ahli menyampaikan hasil riset pada depatermen lingkungan hidup
yang kemudian hasilnya akan didiskusikan bersama badan kelautan dan
7

pemda untuk mulai merancang jenis blue carbon dan pembangunan yang
akan di mulai sesudahnya.
3. Pemda mencari para profesional arsitektur, tehnik mesin dan kelistrikan
serta otoritas maritim untuk merancang dan menyiapkan besaran biaya
awal untuk pembangunan
4. Pembuatan peraturan terhadap para pangalih fungsi lahan blue carbon
untuk memilih pindah atau menetap sebagai agen konservasi blue carbon
ini.
5. Masyarakat yang menetap dan menyetujui kedudukan nya sebagai agen
diarahkan untuk mulai memperbaiki daerah pesisir dibantu dengan biaya
awal dari pemerintah pusat.
6. Selanjutnya masyarakat di beri pengarahan dan sarana prasarana untuk
membuat biofuel dengan tenaga plts yang mandiri buatan para ahli.
7. Hasil dari hidup kembali nya ekosistem blue carbon seperti keberagaman
biota untuk diperjualbelikan dan hasil biofuel di kumpulkan untuk
membangun infrastruktur modern yang telah dirancang arsitek sesuai
karakter daerah pesisir.
8. The blue carbon strength telah lengkap dan akan menjadi pusat perputaran
ekonomi biru dan pendegredasi mikroplastik yang berkelanjutan.
9. Kini kawasan pesisir memiliki banyak sumber ekonomi yang ramah
lingkungan dan dapat menghidupi masyarakat didalamnya.

Tabel 2.1 Timeline Kegiatan Mewujudkan Gagasan


NO Kegiatan Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 12 Bulan
1. Kebijakan
1. Hasil riset ahli
2. Mencari asrditek & ahli
mesin listrik
3. Peraturan alokasinya
4. Masy, menetap & perjanjian
5. Training & arahan
6. Pelaksanaan 100% Blue
Carbon
7. Insfratrustur lengkap Blue
Carbon
8. Kawasan pesisir mandiri

BAB 3. KESIMPULAN
8

3.1 Gagasan Yang Diajukan


The blue carbon strength adalah langkah awal menuju Indonesia emas dengan
memperbaiki ekosistem dan mengoptimalkan potensi yang ada. Dengan adanya
the blue carbon strength masalah mikroplastik dapat diatasi dengan kembali
beragamnya bakteri pendegredasi mikroplastik. Ekosistem ini juga akan memicu
pertumbuhan beragam biota laut terutama alga dan mikroalga yang dapat
dimanfaatkan menjadi biofuel sebagai bahan bakar alternatif yang emisinya lebih
ramah lingkungan. The blue carbon strength juga sejalan dalam memperkokoh
blue economy Indonesia dengan pembangunan kawasan pemukiman yang ramah
lingkungan dan bernilai budaya sehingga dapat membuka peluang baru dalam
pariwisata.
3.2 Cara Merealisasikannya Dan Waktu Yang Diperlukan
Cara merealisasikan gagasan ini adalah dengan perencanaan dan penindakan
secara terstruktur dan terpantau. Karena tujuan dari gagasana ini adalah untuk
waktu panjang maka dalam proses jangka pendek haris sangat teliti dan hati hati
juga menyertakan seluruh masyarakat untuk berpartisipasi. Kebijakan dan alokasi
dana yang tepat dari pemerintah juga sangat penting dan sangat diperlukan. Waktu
yang diperlukan untuk merealisasikan gagasan ini cukup cepat yaitu 10 bulan
terhitung sejak perencanaan pertama oleh pemerintah.
3.3 Prediksi Dampak Gagasan Bagi Masyarakat Atau Bangsa
Dampak dari gagasan ini adalah masyarakat dan bangsa dapat
mempersiapkan masa depan yang ramah lingkungan untuk generasi selanjutnya.
Berikut beberapa dampak yang di prediksi dapat di capai
1. Indonesia menjadi negara pensuplai oksigen terbesar dan paling berperan dalam
mitigasi perubahan iklim global
2.masyarakat memiliki lingkungan hidup yang lebih ramah lingkungan dan sehat
untuk masing-masing keluarga serta mendapatkan dampak ekonomi yang baik dan
cenderung mensejahterakan.
3. Generasi penerus bangsa dapat menikmati hasil dari blue carbon strength baik
secara ekonomi, kesehatan dan lingkungan.
9

DAFTAR PUSTAKA

Novitasari A. R., Woro H.S dkk. 2023.Isolasi dan Identifikasi Bakteri Pengurai
Mikroplastik Polyethylene Terephthalate dari Sedimen Ekosistem
MangrovePasir Putih .Journal of Marine Research Vol 12, No. 1 Februari
2023, pp. 52-60
Browne, M. A. 2015. Sources and pathways of microplastiks to habitats. Marine
anthropogenic litter. 229 – 244. DOI: https://doi.org/10.1007/978-3-319-
16510-3_9
Chen, G., Azkab, M. H., Chmura, G. L., Chen, S., Sastrosuwondo, P., Ma, Z.,
Dharmawan, I. W. E., Yin, X., & Chen, B. 2017. Mangroves as a major
source of soil carbon storage in adjacent seagrass meadows. Scientific
Reports, 7: 1–10. doi: 10.1038/srep42406Dekky, Linda, R., & War
Ekosafitri, K.H., Rustiadi, E. dan Yulianda, F. 2015. Pengembangan wilayah
pesisir pantai utara jawa tengah berdasarkan infrastruktur daerah: Studi
kasus Kabupaten Jepara. Jurnal perencanaan dan pembangunan wilayah
perdesaan,1(2),145-157.DOI:https://doi.org/10.29244/jp2wd.2017.1.2.145-
157
Feng, H., He, Z., Zhang, B., Chen, H., Wang, Q., & Kandasamy, S. (2019).
Synergistic bio-oil production from hydrothermal coliquefaction of
Spirulina platensis and Α-Cellulose. Energy, 174, 1283–1291.
Iqbal Ramadhan1, Ni Made Maya2, Savira Safrilia1, Lolita Kurniasari1, Euis
Nurul Hidayah1, Aulia Ulfah Farahdiba1.2021.POTENSI BIOFUEL
PADA MIKROALGA DENGAN VARIASI LIMBAH MENGGUNAKAN
OXIDATION DITCH ALGAE REACTOR .JURNAL
ENVIROUS VOL 1 NO 2
World Bank, & UN DESA. (2017). The Potential of the Blue Economy:
Increasing Long-term Benefits of the Sustainable Use of Marine Resources
for Small Island Developing States and Coastal Least Developed
Countries. World Bank, Washington, DC. https://doi.org/10.1596/26843
World Bank. (2021). Oceans for Prosperity. World Bank.
https://openknowledge.worldbank.org/handle/10986/35377
10

LAMPIRAN

Lampiran 1. Biodata Ketua dan Anggota, serta Dosen Pendamping


11
12
13
14
15
16

Lampiran 2. Susunan Tim Pengusul dan Pembagian Tugas


17

No Nama Posisi Penulis Bidang Ilmu Kontribusi


1 Kamalia Penulis S1 Menyiapkan draft,
Hasanah Pertama Pemanfaatan penyusunan karya tulis,
Sumberdaya pengamatan dan
Perikanan mencari solusi dari
masalah..
2 Sinta Nurmala Penulis S1 Penyusunan karya tulis,
Kedua Pemanfaatan pencarian data dan
Sumberdaya mencari solusi dari
Perikanan masalah.
3 Muhimatu Penulis S1 Peninjauan untuk
Khoiriyah Ketiga Pemanfaatan menerapkan ide
Sumberdaya masalah, merapikan
Perikanan karya tulis.
5 M. Fajri Azir Penulis S1 Penerapan ide-ide
Keempat Pemanfaatan penyelesaian masalah,
Sumberdaya merapikan karya tulis.
Perikanan

Lampiran 3. Surat Pernyataan Ketua Tim Pengusul


18

You might also like