Makalah Sosiologi Antropologi 2.

Télécharger au format docx, pdf ou txt
Télécharger au format docx, pdf ou txt
Vous êtes sur la page 1sur 27

MAKALAH SOSIOLOGI ANTROPOLOGI

BERAGAM BUDAYA MAKAN DI INDONESIA

Dosen Pengampu:
GRACE KERLY LONY LANGI

Disusun Oleh:
1. Anggrina Tapalehuwene (711331122018)
2. Ardiyanti Har (711331122019)
3. Cici Rahayu Rasidi (711331122022)
4. Jovi Boari (711331122026)
5. Rachel Gloria Rondonuwu (711331122043)
6. Salsabila Hatam (711331122031)
7. Wine Patricia Galenso (711331122038)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya
tugas makalah ini. Atas dukungan moral dan materi yang diberikan dalam
penyusunan makalah ini, maka penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
Ibu GRACE KERLY LONY LANGI selaku dosen pengampu mata kuliah
SOSIOLOGI ANTROPOLOGI yang memberikan dorongan, masukan kepada
kami mahasiswa. Kami sebagai anggota kelompok menyadari bahwa makalah ini
belumlah sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari
rekan-rekan sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1............................................................................................................................................ Latar
1.2............................................................................................................................................ Rum
1.3............................................................................................................................................ Tuju
BAB II PEMBAHASAN
7.1..................................................................................................................................................Penge
7.2..................................................................................................................................................Unsur
7.3..................................................................................................................................................Nilai-
7.4..................................................................................................................................................Nilai B
7.5..................................................................................................................................................Suku
7.6..................................................................................................................................................Sistem
7.7..................................................................................................................................................Terbe
7.8..................................................................................................................................................Pola M
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3.2. Penutup
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Budaya makan tidak sekadar jadi sebuah kebiasaan. Di dalamnya terkandung
kepercayaan, patungan, anjuran dan beragam catatan lain yang melekat pada
setiap kekhasan makanan. Budaya makan ini juga menjadi salah satu yang
memengaruhi perilaku makan masyarakat, seperti tata karma, frekuensi, pola
makan dan pemilihan makanan. Perbedaan budaya setiap daerah mengakibatkan
adanya perilaku makan yang berbeda. Adanya berbagai jenis makanan dari setiap
komunitas dan wilayah di masyarakat. Berbagai sistim budaya memberikan
peranan dan nilai yang berbeda-beda terhadap makanan, misalnya bahan-bahan
makanan tertentu oleh suatu budaya masyarakat dapat dianggap tabu atau bersifat
pantangan untuk dikonsumsi karena alasan sakral tertentu atau sistim budaya yang
terkait didalamnya. Disamping itu ada jenis makanan tertentu yang di nilai dari
segi ekonomi maupun sosial sangat tinggi eksistensinya tetapi karena mempunyai
peranan yang penting dalam hidangan makanan pada sesuatu perayaan yang
berkaitan dengan kepercayaan masyarakat tertentu maka hidangan makanan itu
tidak diperbolehkan untuk dikonsumsinya bagi golongan masyarakat tersebut.
Anggapan lain yang muncul dari sistim budaya seperti dalam mengkonsumsi
hidangan makanan didalam keluarga, biasanya sang ayah sebagai kepala keluarga
akan diprioritaskan mengkonsumsi lebih banyak dan pada bagian-bagian makanan
yang mengandung nilai cita rasa tinggi. Sedangkan anggota keluarga lainnya
seperti sang ibu dan anak-anak mengkonsumsi pada bagian-bagian hidangan
makanan yang secara cita-rasa maupun fisiknya rendah.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan kebudayaan?


2. Apa saja unsur-unsur kebudayaan?
3. Bagaimana nilai-nilai budaya?
4. Bagaimana nilai budaya dan sistem religi, sistem sosial dan sistem
IPTEK?
5. Apa saja suku bangsa Indonesia?
6. Bagimana sistem budaya Indonesia?
7. Bagaimana terbentuknya pola hidangan makanan?
8. Bagaimana pola makan sebagai produk budaya?
1.3. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kebudayaan


2. Untuk mengetahui apa saja unsur-unsur kebudayaan
3. Untuk mengetahui bagaimana nilai-nilai budaya
4. Untuk mengetahui bagaimana nilai budaya dan sistem religi, sistem sosial
dan sistem IPTEK
5. Untuk mengetahui apa saja suku bangsa indonesia
6. Untuk mengetahui bagimana sistem budaya indonesia
7. Untuk mengetahui bagaimana terbentuknya pola hidangan makanan
8. Untuk mengetahui bagaimana pola makan sebagai produk budaya
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Kebudayaan


Kebudayaan adalah seluruh sistim gagasan dan ras, tindakan serta karya yang
dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat yang dijadikan miliknya
dengan belajar (Koentjaraningrat, 2004). Selanjutnya dikatakan juga bahwa wujud
dari budaya atau kebudayaan dapat berupa benda-benda fisik, sistim tingkah laku
dan tindakan yang terpola/sistim sosial, sistim gagasan atau adat-istiadat serta
kepribadian atau nilai-nilai budaya.

Dengan demikian pengaruh budaya terhadap pangan atau makanan sangat


tergantung kepada sistim sosial kemasyarakatan dan merupakan hak asasi yang
paling dasar, maka pangan/makanan harus berada di dalam kendali kebudayaan
itu sendiri. Beberapa pengaruh budaya terhadap pangan/makanan adalah: Adanya
bermacam jenis menu makanan dari setiap komunitas etnis masyarakat dalam
mengolah suatu jenis hidangan makanan karena perbedaan bahan dasar/adonan
dalam proses pembuatan.

Budaya makan berkaitan dengan perilaku dan kebiasaan makan yang


merupakan kebudayaan makan yang dimiliki seseorang atau sekelompok orang di
mana ia hidup. Budaya makan masyarakat juga bergantung pada selera, citarasa,
kenikmatan dan daya terima akan suatu makanan. Menurut Anderson 1986 : 313
menyatakan bahwa para ahli antropologi memandang kebiasaan makan sebagai
suatu kompleks kegiatan masak-memasak, masalah kesukaran dan
ketidaksukaran, kearifan rakyat, kepercayaan-kepercayaan, pantangan-pantangan,
dan takhayul-takhayul yang berkaitan dengan produksi, persiapan, dan konsumsi
makanan. Pendeknya, sebagai suatu kategori budaya yang penting, ahli-ahli
antropologi melihat makanan mempengaruhi dan berkaitan dengan banyak
kategori budaya lainnya.
Di masyarakat, setiap kelompok mempunyai suatu pola tersendiri dalam
memperoleh, menggunakan, dan menilai makanan yang akan merupakan ciri
kebudayaan dari kelompok masing-masing. Umumnya masyarakat memberikan
definisi tertentu tentang arti makanan seperti: ada jenis makanan untuk dijual dan
lainnya untuk dimakan di rumah, ada jenis makanan untuk orang kaya dan ada
yang untuk orang miskin, ada yang untuk pesta, untuk wanita, anak-anak, orang
tua dan orang sakit, ada jenis makanan yang tidak diperbolehkan untuk orang-
orang tertentu. Santoso dan Ranti, 2004 : 95 Dari uraian di atas budaya makan
merupakan perilaku dan kebiasaan makan, serta budaya dalam memilih dan
menentukan makanan yang dikonsumsi pada masyarakat yang berlandaskan pada
pandangan tertentu yang berasal dari adat istiadat secara turun temurun yang
masih menjadi panutan bagi masyarakatnya.
2.2. Unsur-unsur Kebudayaan
Suatu kebudayaan tidak akan pernah ada tanpa adanya beberapa sistem yang
mendukung terbuntuknya suatu kebudayaan. Ada tujuh unsur kebudayaan
universal yaitu: Adapun unsur-unsur budaya adalah:
1. Bahasa
Bahasa merupakan suatu bentuk pengucapan yang indah dalam
sebuah kebudayaan. Serta menjadi alat perantara utama manusia dalam
melanjutkan atau mengadaptasikan sebuah kebudayaan. Sedangkan untuk
jenis bahasa ada dua, yakni bahasa lisan dan tulisan.

Umumnya masyarakat suku lebih sering menggunakan bahasa lisan.


Sebab mereka masih belum mampu untuk berbicara melalui tulisan seperti
masyarakat modern saat ini. Namun mereka sudah mampu untuk membuat
mengungkapkan perasaan melalui gambar dinding gua. Seperti yang
banyak ditemukan oleh peneliti arkeolog.

2. Sistem pengetahuan
Unsur selanjutnya adalah sistem pengetahuan yang berkisar pada
pengetahuan mengenai kondisi alam sekililingnya, serta sifat peralatan
yang dipakainya. Ruang lingkup sistem pengetahuan berupa pengetahan
tentang alam, flora dan fauna, waktu, ruang dan bilangan, Kepribadian
sesama manusia, tubuh manusia.

Sistem pengetahuan dalam budaya terbentuk dengan proses interaksi


dari setiap anggota komunitas. Selain itu juga akan tradisi mewarisi
pengetahuan yang lampau kepada generasi muda.

Menurut Koentjaraningrat, setiap suku bangsa di dunia memiliki


pengetahuan tentang:
 Alam sekitarnya,
 Tumbuhan yang tumbuh di sekitar daerah tempat tinggalnya,
 Binatang yang hidup di daerah tempat tinggalnya
 Zat-zat, bahan mentah, dan benda-benda dlama
lingkungannya,
 Tubuh manusia,
 Sifat-sifat dan tingkah laku manusia,
 Ruang dan waktu

3. Organisasi sosial
Bila sekelompok manusia berkumpul disuatu tempat dengan waktu
yang cukup lama, maka akan terbentuk yang namanya masyarakat.
Sekelompok masyarakat tersebut juga bisa disebut sebagai organisasi
sosial yang memiliki memiliki anggota dan fungsi serta tugas yang
berbeda-beda.

Sistem kemasyarakata meliputi kekerabatan, perkumpulan, sistem


kenegaraan, dan sistem kesatuan hidup. Untuk makna lebih luas bisa
diartikan sebagai bangsa atau bahkan negara, semisal negera Indonesia ini.

4. Sistem peralatan hidup dan teknologi


Teknologi yang dimaksud disini adalah jumlah dari keseluruhan
teknik yang dimiliki oleh para anggora dari suatu masyarakat. Didalamnya
termasuk keseluruhan cara bertindak dan berbuat dalam hubungannya
dengan bahan-bahan mentah. Selain itu juga, pemprosesan bahan-bahan
untuk dibuat menjadi alat kerja, penyimpanan, pakaian, perumahan, alat
trasportas dan berbagai kebutuhan lainnya.

Dalam kebudayaan unsur teknologi yang paling menonjol adalah


kebudayaan fisik. Berupa alat-alat produksi, senjata, wadah, makanan dan
minuman, pakaian dan perhiasan, tempat tinggal atau rumah serta alat
transportasi.

5. Sistem mata pencaharian hidup


Sistem mata pencaharian hidup adalah segala usaha manusia untuk
mendapatakn barang dan jasa yang menjadi kebutuhannya. Bisa juga
disebut dengan sistem ekonomi karena memiliki kaitan erat dengan
mencukupi kebutuhan hidup. Beberapa jenis mata pencaharian seperti
berburu, bercocok tanam, berternak dan berdagang.

Setiap daerah memiliki ciri sistem mata pencaharian hidup yang


berbeda. Semisal bagi yang hidup pesisir pantai, maka mereka akan
mencari ikan di laut. Atau orang yang tinggal di daerah perkebunan akan
mencukupkan kebutuhan hidupnya dengan berkebun di ladangnya.

6. Sistem religi
Yang dimaksud sistem religi disini adalah sebuah sistem yang terpadu
antara kenyakinan dan perilaku keagamaan. Hal tersebut berhubungan
dengan sesuatu yang suci dan akal tidak menjangkaunya. Sistem religi
meliputi, sistem kepercayaan, nilai dan pandangan hidup, komunikasi dan
upacara keagamaan.

Pada komunitas tentu ada memiliki sistem religi yang begitu komplek
dari bangun sampai tidur ada peraturan. Sebaliknya juga ada yang hukum
adat tidak sampai seketat itu. Namun dipastikan nilai spiritual sangat
mempengaruhi cara hidup mereka.

7. Kesenian
Kesenian diartikan sebagai segala hasrat manusia terhadap keindahan.
Sedangkan bentuk keindahan yang berenakaragam itu muncul dari
imajinasi kreatif manusia. Selain itu, tentunya juga dapat memberikan
kepuasan batin bagi manusia.
Ada banyak kesanian yang umumnya dihasilkan oleh suatu komunitas
masyarakat semisal kerajinan batok kelapa, pahat, dan masih banyak
lainnya. Untuk memahami kesenian secara jelas dapat dipetakan menjadi
tiga bentuk yaitu seni rupa, seni suara dan seni tari.

Tiap unsur kebudayaan juga mempunyai tiga wujud, yaitu:


a. Wujud sistem budaya: wujud kebudayaan sebagai kompleks dari
ide-ide, gagasan, norma-norma, peraturan dan sebainya
b. Wujud sistem sosial: wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks
aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat
c. Wujud kebudayaan fisik: wujud kebudayaan sebagai benda-benda
hasil karya manusia
Wujud pertama adalah wujud ideal dari kebudayaan. Sifatnya abstrak, tidak
dapat diraba atau difoto. Lokasinya ada di dalam kepala atau dengan perkataan
lain dalam alam pikiran warga masyarakat dimana kebudayaan bersangkutan itu
hidup. Namun demikian, lokasi kebudayaan ideal ini bisa juga berada dalam
karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat bersangkutan.

Ide-ide dan gagasan-gagasan manusia yang hidup bersama dalam suatu


masyarakat, memberi jiwa pada masyarakat itu. Gagasan-gagasan ini tidak berada
terlepas dari yang lain, melainkan selalu berkaitan menjadi suatu sistem. Para ahli
antropologi dan sosiologi menyebut sistem ini sebagai sistem budaya atau cultural
sistem. Dalam bahasa Indonesia, wujud ideal dari kebudayaan ini dikenal dengan
sebutan adat, atau dalam bentuk jamaknya adalah adat istiadat.

Wujud kedua dari kebudayaan disebut juga dengan sistem sosial atau social
system, mengenai tindakan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini
terdiri dari aktifitas-aktifitas manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta
bergaul satu dengan yang lainnya dari detik ke detik, hari ke hari, tahun ke tahun
selalu menurut polapola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sebagai
rangkaian aktifitas manusia-manusia dalam suatu masyarakat, sistem sosial ini
bersifat konkrit terjadi di sekeliling kita sehari-hari, bisa diobservasi, difoto dan
didokumentasikan.

Wujud ketiga dari kebudayaan disebut kebudayaan fisik, berupa keseluruhan


dari hasil fisik, aktifitas, perbuatan karya manusia dalam masyarakat, wujud ini
merupakan wujud kebudayaan yang paling konklrit.

Ketiga wujud kebudayaan diatas dalam kenyataan kehidupan masyarakat


tidak terpisah satu dengan yang lainnya. Kebudayaan indeat atau adat istiadat
mengatur dan memberi arah tentang tindakan dan karya manusia. Baik
pikiranpikiran atau ide-ide. Maupun tindakan dan karya manusia menghasilkan
bendabenda kebudayaan fisiknya. Sebaliknya kebudayaan fisik membentuk suatu
lingkungan hidup tententu yang makin lama makin menjauhkan manusia ndari
lingkungannya, sehingga mempengaruhi pola-pola perbuatan, bahkan juga cara
berfikirnya (Habsy, 2017).

2.3. Nilai-nilai Budaya


Budaya atau kebudayaan merupakan pola perilaku yang dipelajari, dan hasil
dari perilaku diperoleh dari para anggota suatu masyarakat dan ditransmisikan
diantara mereka. Kebudayaaan atau budaya secara terus menerus beruban dan
disampaikan dari orang ke orang lain. Dapat dikatakan bahwa kebudayaan
merupakan :
 Pola perilaku yang dipelejari, yang berarti antara hal-hal (items) perilaku
berhubungan satu sama lain membentuk pola perilaku yang konsisten.
 Produk dari perilaku. Aspek non materi dari budaya juga penting,
termasuk
didalamnya sikap, nilai, dan pengetahuan.
 Budaya disumbangkan oleh para anggota suatu masyarakat. Subkultur
menyumbang sebagian besar budaya, tetapi mempunyai beberapa pola
yang unik. Budaya merupakan sumbangan, yang berarti bahwa anggota
terbanyak suatu masyarakai mempunyai pola perilaku yang sama. Namun
bukan berarti keseluruhan budaya selengkapnya sumbangan para anggota
masyarakatnya.
 Budaya ditransmisikan diantara para anggota suatu masyarakat melalui
seorang anggota baru memasuki suatu masyarakat dengan proses
sosialisasi dan proses belajar (Roges, 1960;38-41)

Nilai nilai budaya, yang oleh orang dalam masyarakat tertentu harus dijunjung
tinggi, belum tentu dianggap penting oleh warga masyarakat lain. Nilai nilai
budaya tercakup secara lebih konkrit dalam norma norma sosial, yang diajarkan
kepada setiap warga masyarakat supaya dapat menjadi pedoman berlaku pada
waktu melakukan berbagai peranan dalam berbagai situasi sosial.

Nilai nilai budaya tercakup secara lebih konkrit dalam norma norma sosial, yang
diajarkan kepada setiap warga masyarakat supaya dapat menjadi pedoman berlaku
pada waktu melakukan berbagai peranan dalam berbagai situasi sosial. Norma
norma sosial sebagian tergabung dalam kaitan dengan norma lain, dan menjelma
sebagai pranata atau atau lembaga sosial yang semuanya lebih mempermudah
manusia mewujudkan perilaku yang sesuai dengan tuntutan masyarakatnya atau
yang sesuai dengan gambaran ideal mengenai cara hidup yang dianut dalam
kelompok nya

Di samping nilai nilai kebudayaan diwujudkan dalam bentuk tata hidup yang
merupakan kegiatan manusia yang mencerminkan nilai budaya yang
dikandungnya. Nilai budaya bersifat abstrak hanya dapat ditangkap oleh akal budi
manusia.
Setiap orang di dunia makan secara rutin yang disebut makan besar. Makan
besar di berbagai budaya berbeda-beda. Orang barat makan besar sehari tiga kali,
pagi, siang,malam, namun pada pagi hari dan setelah malam ditambah makan
kecil yang menjadikebiasaan. Orang lndonesia makan tiga kali sehari, pagi
sarapan, siang makan siang, malammakan malam.Yang dimakan dalam makan
besar dan menjadi makanan utama biasa disebutmakanan pokok. Makan pokok
bagi orang dari berbagai negara, bangsa dan budaya berbeda-beda. Di sebagian
besar masyarakat lndonesia adalah nasi, meskipun ada yangmasih jagung atau
sagu. Di negara barat makanan pokoknya roti atau yang terbuat dari gandum.

Dengan demikian pengaruh budaya terhadap pangan atau makanan sangat


tergantung kepada sistim sosial kemasyarakatan dan merupakan hak asasi yang
paling dasar, maka pangan/makanan harus berada di dalam kendali kebudayaan
itu sendiri. Beberapa pengaruh budaya terhadap pangan/makanan adalah adanya
bermacam jenis menu makanan dari setiap komunitas etnis masyarakat dalam
mengolah suatu jenis hidangan makanan karena perbedaan bahan dasar/adonan
dalam proses pembuatan, contoh: orang Jawa ada jenis menu makanan berasal
dari kedele, orang Timor jenis menu makanan lebih banyak berasal dari jagung
dan orang Ambon jenis menu makanan berasal dari sagu. Demikian juga orang
Sulawesi menu makanan beragam yakni berasal dari beras, jagung dan sagu.

Adanya perbedaan pola makan/konsumsi/makanan pokok dari setiap


suku/etnis, contoh : orang Timor pola makan lebih kepada jagung, orang Jawa
pola makan lebih kepada beras. Adanya perbedaan cita-rasa, aroma, warna dan
bentuk fisik makanan dari setiap suku-etnis, contoh: makanan orang Padang cita
rasanya pedis, orang Jawa makananya manis dan orang Timor makanannya selalu
yang asin. Adanya bermacam jenis nama dari makanan tersebut atau makanan
khas berbeda untuk setiap daerah, contoh: Soto Makasar berasal dari daerah
Makasar- Sulawesi Selatan, Jagung ”Bose” dari daerah Timor-Nusa Tenggara
Timur, contoh lain dari daerah Maluku adalah sagu lempe yang biasa digunakan
untuk snack dan lebih umum biasa digunakan sebagai behan oleh-oleh.

Berbagai sistim budaya memberikan peranan dan nilai yang berbeda-beda


terhadap makanan, misalnya bahan-bahan makanan tertentu oleh suatu
budaya masyarakat dapat dianggap tabu atau bersifat pantangan untuk dikonsumsi
karena alasan sakral tertentu atau sistim budaya yang terkait didalamnya.
Disamping itu ada jenis makanan tertentu yang di nilai dari segi ekonomi maupun
sosial sangat tinggi eksistensinya tetapi karena mempunyai peranan yang penting
dalam hidangan makanan pada sesuatu perayaan yang berkaitan dengan
kepercayaan masyarakat tertentu maka hidangan makanan itu tidak diperbolehkan
untuk dikonsumsinya bagi golongan masyarakat tersebut. Anggapan lain yang
muncul dari sistim budaya seperti dalam mengkonsumsi hidangan makanan
didalam keluarga, biasanya sang ayah sebagai kepala keluarga akan diprioritaskan
mengkonsumsi lebih banyak dan pada bagian-bagian makanan yang mengandung
nilai cita rasa tinggi. Sedangkan anggota keluarga lainnya seperti sang ibu dan
anak-anak mengkonsumsi pada bagian-bagian hidangan makanan yang secara
cita-rasa maupun fisiknya rendah.

Sebagai contoh pada sistim budaya masyarakat di Timor yaitu: apabila


dihidangkan makanan daging ayam, maka sang ayah akan mendapat bagian paha
atau dada sedangkan sang ibu dan anak-anak akan mendapat bagian sayap atau
lainnya. Hal ini menurut (Suhardjo, 1996) dapat menimbulkan distribusi konsumsi
pangan yang tidak baik atau maldistribution diantara keluarga apalagi
pengetahuan gizi belum dipahami oleh keluarga.
2.4.................................................................................................................................................. Nilai
Nilai budaya adalah seperangkat nilai-nilai yang disepakati dan tertanam
dalam suatu masyarakat, lingkup organisasi, atau lingkungan masyarakat, yang
telah mengakar pada kebiasaan, kepercayaan, dan simbol-simbol, dengan
karakteristik tertentu yang bisa dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan prilaku
dan tanggapan atas apa yang akan terjadi atau sedang terjadi.

Nilai-nilai budaya akan terlihat pada simbol-simbol, slogan, moto, visi misi,
atau sesuatu yang tampak sebagai acuan pokok moto suatu lingkungan atau
organisasi. Ada tiga hal yang berkaiatan dengan nilai-nilai budaya yaitu:
1. Simbol-simbol, slogan atau yang lainnya yang kasat mata (jelas)
2. Sikap, tingkah laku, gerak gerik yang muncul sebagai akibat adanya
slogan atau moto tersebut
3. Kepercayaan yang tertanam (believe system) yang telah mengakar dan
menjadi kerangka acuan dalam bertindak dan berperilaku (tidak terlihat).

Dari penjelasan diatas, dapatlah dikatakan bahwa nilai budaya tidak terlepas
daripada norma dan cara berperilaku mengkondisikan sikap dan reaksi terhadap
peristiwa dan berbagai contoh fenomena sosial dalam konteks budaya.

Berbagai norma dan tren yang muncul terus-menerus dari kelompok yang
pada gilirannya menciptakan seperangkat keyakinan dan persepsi pemahaman
bersama. Seperangkat nilai-nilai dan kepercayaan umum yang dipelajari secara
individu melalui pendidikan dan sosialisasi dan yang diakui dan dibagikan oleh
anggota masyarakat. Adapun definisi nilai budaya menurut para ahli, antara lain:

1. Koentjaraningrat (dalam Warsito 2012 : 99)


Nilai budaya merupakan nilai yang terdiri atas konsepsi-konsepsi yang
hidup dalam alam fikiran sebahagian besar warga masyarakat dalam hal-hal
yang mereka anggap amat mulia. Sistem nilai yang ada dalam suatu
masyarakat menjadi orientasi dan rujukan dalam bertindak bagi mereka.
Oleh sebab itu, nilai budaya yang dimiliki seseorang mempengaruhinya
dalam mengambil alternatif, cara-cara, alat-alat dan tujuan-tujuan pembuatan
yang tersedia.

2. Clyde Kluckholn (dalam Warsito 2012: 99)


Nilai budaya ialah sebagai konsepsi umum yang terorganisasi,
berpengaruh terhadap perilaku yang berkaitan dengan alam, kedudukan
manusia dalam alam, hubungan orang dengan orang dan tentang hal-hal yang
diingini dan tidak diingini yang mungkin berkaitan dengan hubungan orang
dengan lingkungan dan sesama manusia.

3. Sumaatmadja (dalam Koentjaraningrat 2000: 180)


Nilai budaya merupakan nilai-nilai yang melekat dalam masyarakat yang
mengatur keserasian, keselarasan, serta keseimbangan berdasarkan pada
perkembangan penerapan budaya dalam kehidupan.
Nilai budaya memiliki beberapa fungsi dalam kehidupan bermasyarakat,
diantaranya yaitu:
1. Sebagai salah satu pedoman bagi perilaku manusia di masyarakat
2. Sebagai faktor pendorong munculnya pola berpikir masyarakat
3. Sebagai salah satu sumber tatanan cara berperilaku yang cukup penting,
misalnya hukum adat dan kebiasaan, aturan mengenai sopan santun, dan
lain sebagainya.

Dilansir dari buku Antropologi Budaya (2002) karya I Gede A. B. Wiranata,


sistem religi dalam perspektif Ilmu Antropologi diartikan sebagai rangkaian
keyakinan terhadap kekuatan gaib, yaitu kekuataan yang berasal dari luar kendali
manusia.

Sumber kekuatan gaib bermacam-macam, bisa berasal dari Tuhan, dewa,


benda-benda, kekuatan alam, dan sebagainya. Sistem religi bersifat umum,
maksudnya adalah semua yang beranggapan bahwa ada kekuatan gaib di luar diri
manusia maka itulah sistem religi.

Sistem religi pada dasarnya merupakan bentuk rasa pasrah manusia atas
ketidakberdayaan menghadapi segala sesuatu yang tidak mampu dihadapinya.
Oleh sebab itulah, manusia senantiasa memelihara hubungan emosional dengan
kekuatan-kekuatan gaib.

Ciri-ciri sistem religi dalam buku Pengantar Ilmu Antropologi Pokok-Pokok


Etnografi (2005) karya Koentjaraningrat, dijelaskan bahwa sistem religi memiliki
beberapa ciri-ciri, yaitu:
 Keyakinan
Keyakinan dalam sistem religi berhubungan dengan kekuatan-
kekuatan gaib, seperti konsepsi tentang keyakinan adanya dewa (baik dan
jahat), sifat dan tanda-tanda dewa, keyakinan terhadap makhluk halus (ruh
dan leluhur), keyakinan tentang dewa tertinggi, dan lain-lain.

 Upacara religi
Upacara religi dalam kajian antropologi biasanya fokus pada tempat
dan waktu upacara religi dilakukan, benda dan peralatan upacara religi,
dan orang yang memimpin dan mengikuti upacara religi.

Tempat upacara religi berhubungan dengan tempat yang dianggap


keramat seperti makam, candi, pura, kuil, gereja, masjid, dan sebagainya.
Waktu pelaksanaan upacara religi berhubungan dengan hari keramat, hari
suci, hari raya, dan sebagainya. Sementara benda dan peralatan upacara
religi berhubungan dengan alat-alat bunyian, seperti gong, seruling,
gendang, rebana.

 Umat penganut religi


Umat penganut religi yang dimaksud adalah masyarakat yang
memercayai religi itu sendiri. Selain umat, tentu dalam religi dipimpin
oleh seorang pemimpin upacara religi. Pemimpin upacara religi
berhubungan dengan sosok tetua, seperti pendeta, biksu, kiai, dan
sebagainya.

Dalam sosiologi, sistem sosial ialah jaringan pola hubungan yang membentuk
keseluruhan yang koheren yang ada antara individu, kelompok, dan institusi. Ini
merupakan struktur formal peran dan status yang dapat terbentuk dalam kelompok
kecil yang stabil. Seorang individu bisa menjadi bagian dari banyak sistem sosial
sekaligus.

Sistem sosial menekankan adanya saling ketergantungan antar berbagai


contoh fenomena sosial. Fakta tunggal dipelajari sebagai bagian dari keseluruhan
sistem. Sistem berfungsi ketika elemen-elemen komponennya beroperasi. Satu
elemen tunggal dari sistem tidak dapat berfungsi dengan baik tanpa yang lainnya.

Misalnya, keluarga adalah sistem sosial. Para anggota keluarga memiliki


interaksi sosial yang sangat dekat satu sama lain. Mereka saling tergantung.
Keluarga berfungsi sebagai satu kesatuan. Anggotanya tidak dapat bertahan hidup
atau berfungsi sendiri.

Suatu sistem sosial mengungkapkan ikatan hubungan di antara para


anggotanya. Jika hubungannya signifikan, sistemnya stabil dan jika hubungan
yang tidak signifikan, maka sistemnya juga yang tidak stabil. Signifikansi
interaksi dapat dinilai dari frekuensi, durasi, fokus, dan intensitas.

Sistem sosial adalah semua unsur sosial yang saling berhubungan antara satu
sama lain dan dimana hubungan tersebut saling mempengaruhi dalam kesatuan
sosial. Dalam sistem sosial, paling tidak harus terdapat dua orang atau lebih, yang
saling berinteraksi satu sama lain, mempunyai tujuan dari interaksi tersebut,
mempunyai struktur, simbol dan tujuan bersama.
Atau secara sederhana, sistem sosial juga dapat diakatakan sebagai bagian-
bagian yang saling berhubungan, masing-masing bekerja sendiri dan saling
mendukung dan bertujuan untuk mencapai tujuan bersama.
Adapun definisi sistem sosial menurut para ahli, antara lain adalah sebagai
berikut:
1. Talcott Parsons
Sistem sosial hanya sebagai segmen (atau “subsistem”) dari apa yang
disebut Parsons sebagai teori tindakan. Parsons mengorganisir sistem
sosial dalam hal unit tindakan, di mana satu tindakan yang dilakukan oleh
seorang individu adalah satu unit.

Beliau mendefinisikan sistem sosial sebagai jaringan interaksi antar


aktor. Menurut Parsons, sistem sosial bergantung pada sistem bahasa, dan
budaya harus ada dalam masyarakat agar memenuhi syarat sebagai sistem
sosial.

2. Ogbum dan Nimkoff


Ogbum dan Nimkoff telah memberikan versi sederhana dari definisi
Parsons yaitu sistem sosial dapat didefinisikan sebagai pluralitas individu
yang berinteraksi satu sama lain sesuai dengan norma dan makna budaya
bersama.

3. Abdulsyani (1994)
Sistem sosial adalah konsep yang paling umum digunakan dalam
menjelaskan dan mempelajari hubungan manusia di dalam kelompok atau
dalam organisasi sosial. Dalam hal ini manusia sebagai anggota
masyarakat adalah individu-individu yang saling bergantungan.

lnteraksi antar individu berkembang berdasarkan standar penilaian


dan kesepakatan bersama yaitu berpedoman pada norma-norma sosial
merupakan dasar dari terbentuknya sistem sosial.

4. Jhonson (1986)
Sistem sosial hanyalah salah satu dari sistem-sistem yang termasuk
dalam kenyataan sosial. Sistem sistem sosial tersebut adalah bentukan dari
tindakan-tindakan sosial individu.

5. Nasikun (1993)
Sistem sosial tidak lain ialah suatu sistem daripada tindakan-tindakan,
yang terbentuk dari interaksi sosial yang terjadi di antara berbagai
individu, tumbuh dan berkembang tidak secara kebetulan, tapi tumbuh dan
berkembang di atas standar penilaiaan umum masyarakat. Sistem Sosial
merupakan sistem bermasyarakat itu sendiri.

Istilah IPTEK bukan hal baru bagi masyarakat, namun tak sedikit juga yang
masih belum paham mengenai artinya. IPTEK singkatan dari Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi, yang merupakan cabang ilmu yang harus dikuasai dalam
mewujudkan sumber daya manusia berkualitas. Sejarah menunjukkan bahwa
kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi tidak mungkin terjadi secara
instan melainkan memerlukan usaha yang konsisten dan terus menerus. Salah satu
misi pembangunan IPTEK adalah untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang
cerdas dan kreatif dalam peradaban masyarakat yang berbasis pengetahuan.

IPTEK artinya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. IPTEK merupakan ilmu


yang mempelajari tentang perkembangan teknologi berdasarkan ilmu
pengetahuan. Dalam perkembangan global, ilmu pengetahuan dan teknologi
berjalan beriringan membentuk sebuah kemajuan.

Ilmu pengetahuan adalah studi tentang alam dan perilaku dunia fisik dan alam
melalui metode ilmiah. Ilmu pengetahuan didefinisikan sebagai pengamatan,
identifikasi, deskripsi, eksperimen, penyelidikan, dan penjelasan teoretis tentang
fenomena alam.

Teknologi adalah kumpulan teknik dan proses yang digunakan dalam


produksi barang atau jasa atau pencapaian tujuan seperti penyelidikan ilmiah.
Teknologi mengacu pada metode, sistem, dan perangkat yang merupakan hasil
dari pengetahuan ilmiah yang digunakan untuk tujuan praktis.

Ilmu pengetahuan mencakup studi sistematis tentang struktur dan perilaku


dunia fisik dan alam melalui pengamatan dan eksperimen. Sementara teknologi
adalah penerapan pengetahuan ilmiah untuk tujuan praktis.

Perkembangan dunia iptek yang demikian pesatnya telah membawa manfaat


luar biasa bagi kemajuan peradaban umat manusia. Jenis-jenis pekerjaan yang
sebelumnya menuntut kemampuan fisik cukup besar, kini relatif sudah bisa
digantikan oleh perangkat mesin-mesin otomatis. Sistem kerja robotis telah
mengalihfungsikan tenaga otot manusia dengan pembesaran dan percepatan yang
menakjubkan.

Begitupun dengan telah ditemukannya formulasi-formulasi baru aneka


kapasitas komputer, seolah sudah mampu menggeser posisi kemampuan otak
manusia dalam berbagai bidang ilmu dan aktivitas manusia. Ringkas kata,
kemajuan iptek yang telah kita capai sekarang benar-benar telah diakui dan
dirasakan memberikan banyak kemudahan dan kenyamanan bagi kehidupan umat
manusia.

Perkembangan dunia iptek yang demikian pesatnya telah membawa manfaat


luar biasa bagi kemajuan peradaban umat manusia. Jenis-jenis pekerjaan yang
sebelumnya menuntut kemampuan fisik cukup besar, kini relatif sudah bisa
digantikan oleh perangkat mesin-mesin otomatis. Sistem kerja robotis telah
mengalihfungsikan tenaga otot manusia dengan pembesaran dan percepatan yang
menakjubkan.
Begitupun dengan telah ditemukannya formulasi-formulasi baru aneka
kapasitas komputer, seolah sudah mampu menggeser posisi kemampuan otak
manusia dalam berbagai bidang ilmu dan aktivitas manusia. Ringkas kata,
kemajuan iptek yang telah kita capai sekarang benar-benar telah diakui dan
dirasakan memberikan banyak kemudahan dan kenyamanan bagi kehidupan umat
manusia.

Bagi masyarakat sekarang, iptek sudah merupakan suatu religion.


Pengembangan iptek dianggap sebagai solusi dari permasalahan yang ada.
Sementara orang bahkan memuja iptek sebagai liberator yang akan membebaskan
mereka dari kungkungan kefanaan dunia. Iptek diyakini akan memberi umat
manusia kesehatan, kebahagiaan dan imortalitas. Sumbangan iptek terhadap
peradaban dan kesejahteraan manusia tidaklah dapat dipungkiri. Namun manusia
tidak bisa pula menipu diri akan kenyataan bahwa iptek mendatangkan
malapetaka dan kesengsaraan bagi manusia. Dalam peradaban modern yang
muda, terlalu sering manusia terhenyak oleh disilusi dari dampak negatif iptek
terhadap kehidupan umat manusia. Kalaupun iptek mampu mengungkap semua
tabir rahasia alam dan kehidupan, tidak berarti iptek sinonim dengan kebenaran.
Sebab iptek hanya mampu menampilkan kenyataan. Kebenaran yang manusiawi
haruslah lebih dari sekedar kenyataan obyektif. Kebenaran harus mencakup pula
unsur keadilan.

Ilmu pengetahuan telah memberi manusia kesempatan untuk mengejar


masalah sosial seperti etika, estetika, pendidikan, dan keadilan; untuk
menciptakan budaya; dan untuk memperbaiki kondisi manusia. Ilmu pengetahuan
kemudian menciptakan teknologi canggih yang bisa mempermudah pekerjaan
manusia.

IPTEK memberi manfaat pada berbagai bidang kehidupan. Secara umum


manfaat IPTEK adalah:
 Mempermudah komunikasi.
 Mempermudah pekerjaan manusia.
 Waktu yang digunakan lebih efisien.
 Dapat membantu manusia dalam meningkatkan dan memanfaatkan
sumber energi baru yang berguna untuk kelangsungan hidup manusia.
 Sumber daya alam yang ada di bumi ini lebih mudah dikelola dengan
optimal dan berkualitas.
 Banyaknya industri baru dan perusahaan baru yang dapat memberikan
lapangan pekerjaan, sehingga bisa mengurangi pengangguran.
 Mengurangi pemakaian bahan alami yang semakin langka.
 Dapat membawa manusia ke zaman yang lebih maju dan modern.
2.5. Suku Bangsa Indonesia
Indonesia merupakan bangsa majemuk yang terdiri atas berbagai suku
bangsa. Merujuk kepada sensus penduduk oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada
2010, Indonesia memiliki sekitar 1.340 suku bangsa. Setiap suku bangsa memiliki
ciri khas dan keunikan masing-masing. Meskipun unik dan berbeda-beda, tetapi
tetap satu Indonesia.

Suku bangsa adalah pembeda suatu golongan sosial dalam sistem sosial.
Pengertian suku bangsa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
kesatuan sosial yang dapat dibedakan dari kesatuan sosial lain berdasarkan
kesadaran akan identitas perbedaan kebudayaan, khususnya bahasa.

Ahli sosiologi dari Indonesia, Koentjaraningrat menjelaskan pengertian suku


bangsa adalah sekumpulan manusia yang bersatu dalam budaya secara sadar dan
juga terikat identitas. Kesadaran dan identitas ini pada akhirnya dapat
memperkuat kesatuan antarmasyarakat.

Istilah ethnic atau yang diterjemakan ke dalam bahasa Indonesia menjadi


suku bangsa, berasal dari kata Yunani eovikos yang artinya heathen, yaitu
penyembah berhala atau sebutan bagi orang yang tidak bertuhan. Sementara itu,
istilah itu sendiri dalam bahasa Yunani berasal dari akar kata eovos (ethnos), yang
diterjemahkan sebagai nation atau bangsa, yaitu suatu istilah yang lazim dipakai
untuk menunjuk kepada bangsa-bangsa yang bukan Israel.

Dengan kata lain, menurut The Shorter Oxford English Dictionary on


Historical Principles, ada dua pengertian yang terkandung dalam istilah ethnic,
yaitu menunjuk kepada bangsa-bangsa non-Kristen dan non-Yahudi serta
menunjuk kepada bangsa yang masih menyembah berhala.

Dalam perkembangan berikutnya, istilah ethnic dikenal luas setelah dipakai


secara resmi oleh suatu Ethnological Society, yaitu suatu lembaga yang didirikan
di London pada 1843. Lloyd Warner (1978) menjelaskan bahwa yang terkandung
dalam pengertian ethnic menunjuk kepada individu-individu guna
mempertimbangkan posisi seseorang atau berdasarkan latar belakang kebudayaan.
Oleh karena itu, istilah ethnic cenderung lebih bersifat sosio-kultural daripada
yang berkaitan dengan ras.

Secara umum, suku bangsa adalah suatu golongan manusia yang


mengidentifikasi dirinya dengan sesama berdasarkan garis keturunan yang
dianggap sama dengan merujuk ciri khas seperti budaya, bangsa, bahasa, agama
dan perilaku. Suku bangsa adalah golongan sosial yang dibedakan dari golongan-
golongan sosial lainnya, karena mempunyai ciri-ciri yang paling mendasar dan
umum yang berkaitan dengan asal usul, tempat asal, serta kebudayaannya.

Suku bangsa adalah suku sosial yang khusus dan bersifat askriptif (ada sejak
lahir), yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin. Indonesia
dikenal bangsa dengan banyak suku bangsa, dan menurut statistik hampir
mencapai 300 suku bangsa. Setiap suku mempunyai adat istiadat, tata kelakuan,
dan norma yang berbeda. Namun demikian, beragam suku bangsa ini mampu
mengintegrasikan dalam suatu negara Indonesia untuk mencapai tujuan
masyarakat yang adil dan makmur.
2.6.................................................................................................................................................. Sistem
Sistem Nilai Budaya, Pandangan Hidup, dan Ideologi. Sistem budaya
merupakan tingkatan tingkat yang paling tinggi dan abstrak dalam adat istiadat.
Hal itu disebabkan karena nilai-nilai budaya itu merupakan konsep-konsep
mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga suatu
masyarakat mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga, dan penting
dalam hidup, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah
dan orientasi kepada kehidupan para warga masyarakat itu sendiri.

Nilai-nilai budaya ini bersifat umum, luas dan tak konkret maka nilai-nilai
budaya dalam suatu kebudayaan tidak dapat diganti dengan nilai-nilai budaya
yang lain dalam waktu yang singkat. Dalam masyarakat ada sejumlah nilai budaya
yang satu dan yang lain berkaitan satu sama lain sehingga merupakan suatu
sistem, dan sistem itu sebagai suatu pedoman dari konsep-konsep ideal dalam
kebudayaan memberi pendorong yang kuat terhadap arah kehidupan masyarakat.
Menurut ahli antropologi terkenal C.Kluckhohn, tiap sistem nilai budaya dalam
tiap kebudayaan itu mengenai lima masalah dasar dalam kehidupan manusia yang
menjadi landasan bagi kerangka variasi system nilai budaya adalah :

1. Masalah mengenai hakekat dari hidup manusia (disingkat MH) Ada


kebudayaan yang memandang hidup manusia itu pada hakekatnya suatu
hal yang buruk dan menyedihkan. Pada agama Budha misalnya, pola-pola
tindakan manusia akan mementingkan segala usaha untuk menuju arah
tujuan bersama dan memadamkan hidup baru. Adapun kebudayaan-
kebudayaan lain memandang hidup manusia dapat mengusahakan untuk
menjadikannya suatu hal yang indah dan menggembirakan

2. Masalah mengenai hakekat dari karya manusia (disingkat MK) Ada


kebudayaan yang memandang hidup manusia itu pada hakekatnya suatu
hal yang buruk dan menyedihkan. Pada agama Budha misalnya, pola-pola
tindakan manusia akan mementingkan segala usaha untuk menuju arah
tujuan bersama dan memadamkan hidup baru. Adapun kebudayaan-
kebudayaan lain memandang hidup manusia dapat mengusahakan untuk
menjadikannya suatu hal yang indah dan menggembirakan
3. Masalah mengenai hakekat dari kedudukan manusia dalam ruang dan
waktu (disingkat MW) Kebudayaan memandang bahwa karya manusia
bertujuan untuk memungkinkan hidup, kebudayaan lain menganggap
hakekat karya manusia itu untuk memberikannya kehormatan, ada juga
kebudayaan lain yang menganggap karya manusia sebagai suatu gerak
hidup yang harus menghasilkan lebih banyak karya lagi.

4. Masalah mengenai hakekat dari kedudukan manusia dalam ruang dan


waktu (disingkat MW). Kebudayaan memandang penting dalam
kehidupan manusia pada masa lampau, keadaan serupa ini orang akan
mengambil pedoman dalam tindakannya contoh-contoh dan kejadian-
kejadaian dalam masa lampau. Sebaliknya ada kebudayaan dimana orang
hanya mempunyai suatu pandangan waktu yang sempit. Dalam
kebudayaan ini perencanaan hidup menjadi suatu hal yang sangat amat
penting.

5. Masalah mengenai hakekat hubungan manusia dengan alam sekitarnya


(disingkat MA) Kebudayaan yang memandang alam sebagai suatu hal
yang begitu dahsyat sehingga manusia hanya dapat bersifat menyerah
tanpa dapat berusaha banyak. Sebaliknya ,banyak pula kebudayaan lain
yang memandang alam sebagai lawan manusia dan mewajibkan manusia
untuk selalu berusaha menaklukan alam. Kebudayaan lain masih ada yang
menganggap bahwa manusia dapat berusaha mencari keselarasan dengan
alam.

6. Masalah mengenai hakekat hubungan manusia dengan sesamanya


(disingkat MM).

7. Ada kebudayaan yang mementingkan hubungan vertikal antara manusia


dengan sesamanya. Tingkah lakunya akan berpedoman pada tokoh-tokoh.
2.7.................................................................................................................................................. Terb

Susunan pola hidangan makanan terbentuk sejak manusia diciptakan, sejak


manusia makan sejak diciptakan. Ahli antropologi banyak mempelajari pola
hidangan makanan dan cara manusia mendapatkan makanan (Sediaoetama, 2000)
menjelaskan fase-fase manusia mendapatkan makanan yang berhubungan dengan
lingkungan hidupnya yaitu:

1. Fase ekstrasi, yang terdiri atas sub fase berburu dan memetik/memungut
dan sub fase berburu dan mengumpul/meramu Fase ini, manusia hanya
mengambil bahan pangan dari lingkungan hidupnya, tanpa berusaha
mengambilkan atau memperbaiki kekurangan bahan pangan pada
lingkungan yang telah diambil tersebut. Pada sub fase berburu dan
memungut, susunan makanan lebih banyak mengandung unsur hewani
dari binatang buruan berukuran besar. Ditambah bahan pangan nabati yang
dipungut dan langsung dimakan. Pada sub fase berburu dan meramu,
komposisi hidangan bergeser ke arah lebih banyak bahan makanan nabati,
karena binatang buruan semakin mengecil karena adaptasi pada
lingkungan hidupnya.
2. Fase ekstrasi dan rehabilitasi/regenerasi, yang terdiri atas fase
mengembala dan bercocok tanam primitive dan sub fase
3. Fase produksi dan sintesis teknokimia modern.

Berdasarkan uraian tersebut dipahami bahwa (1) apa yang dimakan oleh
manusia, sangat dipengaruhi oleh sumber makanan apa yang ada dialam, (2)
susunan hidangan makanan manusia dapat berubah seiring dengan perubahan
letersediaan bahan makanan dilingkungannya.

Masakan Indonesia merupakan pencerminan beragam budaya dan tradisi


berasal dari kepulauan Nusantara yang terdiri dari sekitar 6.000 pulau dan
memegang tempat penting dalam budaya nasional Indonesia secara umum dan
hampir seluruh masakan Indonesia kaya dengan bumbu berasal dari rempah-
rempah seperti kemiri, cabai, temu kunci, lengkuas, jahe, kencur, kunyit, kelapa
dan gula aren dengan diikuti penggunaan teknik-teknik memasak menurut bahan
dan tradisi-adat yang terdapat pula pengaruh melalui perdagangan yang berasal
seperti dari India, Tiongkok, Timur Tengah, dan Eropa.

Pada dasarnya tidak ada satu bentuk tunggal "masakan Indonesia", tetapi
lebih kepada, keanekaragaman masakan regional yang dipengaruhi secara lokal
oleh Kebudayaan Indonesia serta pengaruh asing. Sebagai contoh, beras yang
diolah menjadi nasi putih, ketupat atau lontong (beras yang dikukus) sebagai
makanan pokok bagi mayoritas penduduk Indonesia namum untuk bagian timur
lebih umum dipergunakan juga jagung, sagu, singkong, dan ubi jalar dan Sagu.
Bentuk lanskap penyajiannya umumnya disajikan di sebagian besar makanan
Indonesia berupa makanan pokok dengan lauk-pauk berupa daging, ikan atau
sayur disisi piring.
Sepanjang sejarahnya, Indonesia telah terlibat dalam perdagangan dunia
berkat lokasi dan sumber daya alamnya. Teknik memasak dan bahan makanan asli
Indonesia berkembang dan kemudian dipengaruhi oleh seni kuliner India, Timur
Tengah, China, dan akhirnya Eropa. Para pedagang Spanyol dan Portugis
membawa berbagai bahan makanan dari Benua Amerika jauh sebelum Belanda
berhasil menguasai Indonesia. Pulau Maluku yang termahsyur sebagai
"Kepulauan Rempah-rempah", juga menyumbangkan tanaman rempah asli
Indonesia kepada seni kuliner dunia. Seni kuliner kawasan bagian timur Indonesia
mirip dengan seni memasak Polinesia dan Melanesia.

Masakan Sumatera, sebagai contoh, seringkali menampilkan pengaruh Timur


Tengah dan India, seperti penggunaan bumbu kari pada hidangan daging dan
sayurannya, sementara masakan Jawa berkembang dari teknik memasak asli
nusantara. Unsur budaya masakan China dapat dicermati pada beberapa masakan
Indonesia. Masakan seperti bakmi, bakso, dan lumpia telah terserap dalam seni
masakan Indonesia.

Beberapa jenis hidangan asli Indonesia juga kini dapat ditemukan di beberapa
negara Asia. Masakan Indonesia populer seperti sate, rendang, dan sambal juga
digemari di Malaysia dan Singapura. Bahan makanan berbahan dasar dari kedelai
seperti variasi tahu dan tempe, juga sangat populer. Tempe dianggap sebagai
penemuan asli Jawa, adaptasi lokal dari fermentasi kedelai. Jenis lainnya dari
makanan fermentasi kedelai adalah oncom, mirip dengan tempe tapi
menggunakan jenis jamur yang berbeda, oncom sangat populer di Jawa Barat.
2.8.................................................................................................................................................. Pola
Indonesia adalah bangsa yang memiliki keanekaragaman budaya yang
terbentang dari Sabang sampai Merauke dengan latar belakang etnis, suku dan tata
kehidupan sosial yang berbeda satu dengan yang lain. Hal ini telah memberikan
suatu formulasi struktur sosial masyarakat yang turut mempengaruhi menu
makanan maupun pola makan. Banyak sekali penemuan para ahli sosialog dan
ahli gizi menyatakan bahwa faktor budaya sangat berperan terhadap proses
terjadinya kebiasaan makan dan bentuk makanan itu sendiri, sehingga tidak jarang
menimbulkan berbagai masalah gizi apabila faktor makanan itu tidak diperhatikan
secara baik oleh kita yang mengkonsumsinya.

Kecendrungan yang muncul dari suatu budaya terhadap makanan sangat


tergantung dari potensi alamnya atau faktor pertanian yang dominan. Sebagai
contoh: bahwa orang Jawa makanan pokoknya akan berbeda dengan orang Timor
atau pendek kata bahwa setiap suku-etnis yang ada pasti mempunyai makanan
pokoknya tersediri. Keragaman dan keunikan budaya yang dimiliki oleh suatu
identitas masyarakat tertentu merupakan wujud dari gagasan, rasa, tindakan dan
karya sangat menjiwai aktivitas keseharian baik itu dalam tatanan sosial, teknis
maupun ekonomi telah turut membentuk karakter fisik makanan (menu, pola dan
bahan dasar).

Pengaruh budaya terhadap pangan atau makanan sangat tergantung kepada


sistim sosial kemasyarakatan dan merupakan hak asasi yang paling dasar, maka
pangan/makanan harus berada didalam kendali kebudayaan itu sendiri.

Beberapa pengaruh budaya terhadap pangan/makanan adalah:


a. Adanya bermacam jenis menu makanan dari setiap komunitas dan etnis
masyarakat dalam mengolah suatu jenis hidangan makanan karena
perbedaan bahan dasar/adonan dalam proses pembuatan, contoh: orang
Jawa ada jenis menu makanan berasal dari kedele, orang Timor jenis menu
makanan lebih banyak berasal dari jagung dan orang Ambon jenis menu
makanan berasal dari sagu.
b. Adanya perbedaan pola makan/konsumsi/makanan pokok dari setiap suku-
etnis, contoh: orang Timor pola makan lebih kepada jagung, orang Jawa
pola makan lebih kepada beras.
c. Adanya perbedaan cita-rasa, aroma, warna dan bentuk fisik makanan dari
setiap suku-etnis, contoh: makanan orang Padang cita rasanya pedis, orang
Jawa makanannya manis dan orang Timor makanannya selalu yang asin.
d. Adanya bermacam jenis nama dari makanan tersebut atau makanan khas
berbeda untuk setiap daerah, contoh: Soto Makasar berasal dari daerah
Makasar-Sulawesi Selatan, Jagung ”Bose” dari daerah TimorNusa
Tenggara Timur.
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, Novi Fuji. (2021). “IPTEK Artinya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi,
Berikut Penjelasannya”, https://www.merdeka.com/jabar/iptek-artinya-ilmu-
pengetahuan-dan-teknologi-berikut-penjelasannya-kln.html, diakses pada 28
Januari 2023 pukul 20.28.
Banudi, L., & Imanuddin. (2017). SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI GIZI.
Kendari: Forum Ilmiah Kesehatan (FORIKES).
Nasir, B. (2021). DIKTAT PENGANTAR ANTROPOLOGI. Samarinda:
Repository Universitas Mulawarman.
Nasukha, Reza Adi. (2015). “Materi Antropologi Kelas XII bab III Pengaruh
IPTEK pada Budaya Lokal”,
https://blog.unnes.ac.id/azzelins/2015/12/19/materi-antropologi-kelas-xii-
bab-iii-pengaruh-iptek-pada-budaya-lokal/, diakses pada 28 Januari 2023
pukul 19.39.
Shella, Yauma Fikka Nur. (2020). “CATATAN PERKULIAHAN SOSIOLOGI
ANTROPOLOGI GIZI”,
https://www.academia.edu/42904779/JURNAL_HASIL_PERKULIAHAN_
SOSIOLOGI_ANTROPOLOGI_GIZI, diakses pada 28 Januari 2023 pukul
12.49.
Sudargo, T., Wahyuningtyas, R., Prameswari A, A., Aulia, B., Aristasari, T., &
Putri R, S. (2022). Budaya Makan Dalam Perspektif Kesehatan.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Vous aimerez peut-être aussi