0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
1K tayangan26 halaman

Dasar Teori Line Balancing

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 26

BAB II LANDASAN TEORI

Definisi Line Balancing1 Line balancing adalah serangkaian stasiun kerja (mesin dan peralatan) yang dipergunakan dalam pembuatan produk. Line balancing biasanya terdiri dari sejumlah area kerja yang dinamakan stasiun kerja yang ditangani oleh seorang atau lebih operator dan ada kemungkinan ditangani dengan menggunakan bermacammacam alat. Adapun tujuan utama dalam menyusun line balancing adalah untuk membentuk dan menyeimbangkan beban kerja yang dialokasikan pada tiap-tiap stasiun kerja. Jika tidak dilakukan keseimbangan lintasan maka dapat mengakibatkan ketidakefisienan kerja di beberapa stasiun kerja dimana diantara stasiun kerja yang satu dengan stasiun kerja yang lain memiliki beban kerja yang tidak seimbang. Pembagian pekerjaan ini disebut production line balancing, assembly line balancing, atau hanya line balancing. Penyeimbangan mesin-mesin yang dipakai pada proses perakitan pun harus dilakukan. Demikian juga di dalam membeli dan merancang mesin-mesin yang memiliki kapasitas yang diperlukan. Selain itu penyeimbangan mesin-mesinyang dipakai baik itu dalam penggunaan dua mesin untuk mendapatkan kapasitas yang dibutuhkan maupun memperlambat mesin yang bekerja terlalu cepat atau menghidupkan atau mematikan mesin secara terputus-putus perlu dilakukan. Selain itu penyeimbangan mesin-mesin yang dipakai baik itu dalam penggunaan dua mesin untuk mendapatkan kapasitas yang yang dibutuhkan maupun memperlambat mesin yang bekerja terlalu cepat atau menghidupkan atau mematikan mesin secara terputus-putus, dan lain-lain perlu dilakukan. Area kerja atau stasiun kerja yang ditangani seorang atau lebih operator dengan berbagai alat akan mengerjakan elemen kerja ketika unit produk melewati

2.1.

Rosnani Ginting. Sistem Produksi. Yogyakarta: Graha Ilmu, Cet. 1, 2007. h 205-225.

stasiun kerjanya. Jadi dalam proses pengerjaan suatu produk, hampir semua stasiun kerja terlibat dan item yang mengalami pengerjaan akan bertambah lengkap pada setiap stasiun yang dilaluinya. Waktu yang dibutuhkan dalam menyelesaikan pekerjaan pada masingmasing stasiun kerja biasanya disebut service time atau station time. Sedangkan waktu yang tersedia pada masing-masing stasiun kerja disebut waktu siklus. Waktu siklus biasanya sama dengan waktu stasiun kerja yang paling besar. Jangka waktu yang diperbolehkan untuk melakukan operasi pada stasiun kerja ditentukan oleh kecepatan assembly line sehingga seluruh sehingga seluruh work center atau staiun kerja berbagi waktu siklus yang sama. Waktu menganggur (float time) terjadi jika dari stasiun pekerjaan yag ditugaskan padanya membutuhkan waktu yang sedikit daripada waktu siklus yang telah diberikan. Maka selain untuk membentuk dan menyeimbangkan beban kerja, line balancing bertujuan juga untuk

meminimisasikan waktu menganggur ketika operasi pengerjaan pada workcenter berlangsung sesuai dengan urutan prosesnya. Sehingga keseimbangan yang sempurna terjadi apabila dalam penugasan pekerjaan tidak menimbulkan waktu menganggur. Masalah line balancing telah memberikan perhatian yang cukup besar mungkun melebihi assembly line yang lazim. Beberapa teknik menghasilkan solusi yang tepat untuk asumsi-asumsi yang telah diberikan. Teknik lain dirancang untuk menghasilkan perkiraan solusi berdasarkan pertimbangan yang praktis. Perhatian utama adalah tidak harus memperoleh kesimbangan yang sempurna tetapi untuk memperoleh tata letak dan aliran yang optimal sehubungan dengan operasi produksi lainnya. Pengalokasian elemen-elemen pada stasiun kerja dibatasi oleh dua kendala utama yaitu precedence constrain dan zoning constrain.

2.1.1. Precedence Constraint Dalam pembagian elemen pekerjaan dapat diselesaikan dengan beberapa alternatif. Dalam proses assembling ada dua kondisi yang biasanya muncul, yaitu:

1. Tidak ada ketergantungan dari komponen-komponen dalam proses pengerjaan, jadi setiap komponen mempunyai kesempatan untuk dilaksanakan pertama kali dan disini dibutuhkan prosedur penyeleksian untuk untuk menentukan prioritas. 2. Apabila suatu komponen telah dipilih untuk disassembling maka urutan untuk merakit komponen lain dimulai. Disinilah dinyatakan batasan precedence untuk pengerjaan komponen-komponen. Ada beberapa cara untuk menggambarkan kondisi precedence untuk menggambarkan kondisi ini secara efektif yaitu dengan menggunakan diagram precedence. Maksud dari diagram ini adalah untuk menggambarkan situasi lintasan yang nyata dalam bentuk diagram. Precedence diagram dapat disusun menggunakan dua simbol dasar, antara lain: 1. Elemen simbol, adalah lingkaran dengan nomor atau huruf elemen terkandung di dalamnya. Elemen akan diberi nomor atau huruf berurutan untuk menyatakan identifikasi.
2 b

atau Gambar 2.1. Elemen Simbol

2. Hubungan antar simbol biasanya menggunakan anak panah untuk menyatakan hubungan dari elemen simbol yang satu terhadap elemen lainnya. Precedence dinyatakan dengan perjanjian bahwa elemen pada ekor panah harus mendahului elemen pada kepala panah.
1 2 3

Gambar 2.2. Hubungan Antar Simbol

2.1.2

Zoning Constraint Selain precedence constraint, pengalokasian dari elemen-elemen kerja

pada stasiun kerja juga dibatasi oleh zoning constraint yang menghalangi atau mengharuskan pengelompokan elemen kerja tertentu pada stasiun tertentu. Zoning constraint yang negatif menghalangi pengelompokan elemen kerja pada stasiun kerja yang sama. Misalnya operasi 1 mempunyai sifat antagonis dengan operasi 2 sebab bisa menyebabkan percikan atau konseling api maka tidak dapat disatukan walaupun dari segi makna dapat disatukan. Sebaliknya zoning constraint yang positif menghendaki pengelompokan elemen-elemen kerja pada 1 stasiun yang sama dengan alasan misalnya menggunakan peralatan yang sama dan peralatan itu mahal.

2.2.

Beberapa Teknik Line Balancing Untuk penyeimbangan lintasan peralitan, terdapat beberapa teori yang

dikemukakan oleh para ahli yang meneliti bidang ini. Secara garis besar, metode ini dibagi dalam dua bagian, yaitu: 1. Pendekatan Analitis 2. Pendekatan Heuristik Pada awalnya, teori-teori line balancing dikembangkan dengan pendekatan matematis/ analitis yang akan memberikan solusi optimal, tapi lambat laun akhirnya para ahli yang meneliti bidang ini mulai menyadari bahwa pendekatan secara matematis tidak ekonomis. Hal tersebut membuat para ahli mengembangkan metode heuristik. Metode ini didasarkan pada pendekatan matematis dan akal sehat. Batasan heuristik menyatakan pendekatan trial and error dan teknik ini memberikan hasil yang secara matematis belum optimal tetapi cukup mudah untuk memakainya. Pendekatan heuristik merupakan suatu cara yang praktis, mudah dimengerti dan mudah diterapkan. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap, berikut ini diberikan beberapa model analitis dan model heuristik untukpenyeimbangan lintasan perakitan.

2.2.1. Pendekatan Analitis Penyeimbangan lintasan dengan pendekatan analitis, terbagi atas: 1. Metode 0-1 (Zero-One) Kita dapat melihat model zero-one yang dikemukakan oleh Patterson dan Albracht untuk memberikan bentuk matematis yang tepat bagi masalh penyeimbangan lintasan perakitan. Dalam metode ini, kita dapat menggunakan notasi: C tk : Waktu siklus : Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan elemen k dimana k = 1,2,3,...,k. Sk(Pk) : Subset dari semua elemen kerja yang harus mendahului atau sebelum k Wi : Subset dari semua elemen kerja yang ditugasi pada stasiun I,I = 1,2,...,M M Xki : Batas atas dari jumlah stasiun : 1, Jika elemen kerja ditugaskan pada stasiun I; 0, Jika lainnya

Jumlah stasiun yang dibutuhkan untuk melengkapi semua predecessor dan successor dari setiap tugas diberikan oleh formulasi sebagai berikut.

Ek = 1, untuk tk +

t i 0, k 1,2,...,k dan
t
Sk 0, k 1,2,...,k dan

j pk

untuk lainnya.

Lk = M, untuk tk+

j pk

untuk lainnya.

Notasi diatas yang pertama menyatakan integer yang paling kecil a. Definisi I(M) dari Ek(Lk) dibutuhkan jika simbol dummy dipakai dalam diagram precedence untuk permulaan atau akhir pekerjaan. Untuk perhitungan selanjutnya, dibutuhkan batasan-batasan, antara lain: a. Occurence Constrain Kendala ini membatasi bahwa penugasan dari masing-masing elemen kerja k hanya pada suatu stasiun dan ditulis sebagai berikut.

i Ek

Xk 1, k 1,2,..., k

Lk

b. Precedence Constrain Untuk masing-masing hubungan precedence dimana mendahului dengan tepat elemen b (a < b), dibuthkan precedence constrain dengan simulasi sebagai berikut.

i Ea

ix X

ai

jEb jx X bj dimana a < b


b

c. Batasan Waktu Siklus Jumlah waktu pengerjaan elemen kerja dalam satu stasiun harus lebih kecil atau sama dengan waktu siklus C.
i Wi

t X
k

ki

C dengan i = 1,2,...,M

2. Metode Helgeson Birnie Metode ini biasanya lebih dikenal dengan ranked positional weight system (RPW). Langkah pertama adalah membuat diagram precedence dan matriks precedence. Kemudian dihitung bobot positional untuk setiap elemen yang diperoleh dari penjumlahan waktu pengerjaan elemen tersebut dengan waktu pengerjaan elemen lain yang mengikuti elemen tersebut.
3' 4'

6'

9'

2'

Gambar 2.3. Diagram Precedence untuk Menerangkan Metode RPW

Hubungan precedence juga dapat dibuat dalam bentuk matriks dimana setiap hubungan bernilai -1,0,1. Hubungan precedence yang bernilai +1 jika elemen yang hendak dihubungkan tersebut dikerjakan sebelum elemen yang mau dihubungkan dengannya, bernilai -1 jika sebaliknya dan 0 jika tidak ada hubungan. Penugasan elemen-elemen terhadap stasiun kerja mengikuti langkah-langkah berikut: 1. Elemen yang mempunyai bobot tertinggi (rank 1)ditempatkan pada stasiun 1. 2. Hitung antara waktu siklus dengan waktu elemen (a) yang telah ditetapkan T = C a1. 3. Kemudian pilih elemen dengan bobot terbesar berikutnya dan dilakukan pemeriksaan terhadap: a. Precedence, hanya elemen yang semua pendahulunya sudah

ditempatkan boleh bergabung. b. Waktu pengerjaan di elemen tersebut harus lebih kecil atau sama dengan stasiun yang masih tersedia. c. Langkah 2 dan 3 diulang sampai T = 0 atau tidak ada kemungkinan untuk menugaskan elemen lagi pada stasiun kerja karena waktu T lebih kecil dari waktu masing-masing elemen yang belum ditugaskan. d. Stasiun kerja yang kedua kemudian dimulai dari elemen yang belum ditugaskan yang bobotnya paling besar. e. Langkah 2, 3, 4, dan 5 dilanjutkan sampai semua elemen telah dikelompokkan dalam satu stasiun kerja.

3.

Metode Moodie Young Metode Moodie-Young memiliki dua tahap analisis. Fase (tahap) satu adalah membuat pengelompokan stasiun kerja berdasarkan matriks hubungan antartask, tidak dirangking seperti metode Helgeson-Birnie. Fase dua, dilakukan revisi pada hasil fase satu.

Fase satu: Elemen pengerjaan ditempatkan pada stasiun kerja yang berurutan dalam lini perakitan dengan menggunakan aturan largest-candidate. Aturan largest-candidate terdiri atas penempatan elemen-elemen yang ada untuk tujuan penurunan waktu. Dari sini, bila dua elemen pengerjaan cukup untuk ditempatkan di stasiun, salah satu yang mempunyai waktu yang lebih besar ditempatkan pertama. Setelah masing-masing elemen ditempatkan,

ketersediaan elemen dipertimbangkan untuk tujuan pengurangan nilai waktu untuk penugasan selanjutnya. Sebagai pemisalan, matriks P menunjukkan pengerjaan pendahulu masing-masing elemen dan matriks F pengerjaan pengikut untuk tiap elemen untuk tiap prosedur penugasan. Fase dua: Pada fase dua ini mencoba untuk mendistribusikan waktu nganggur (idle) secara merata (sama) untuk tiap-tiap stasiun melalui mekanisme jual dan transfer elemen antar stasiun. Langkah-langkah pada step dua ini adalah sebagai berikut. 1. Menentukan dua elemen terpendek dan terpanjang dari waktu stasiun dari penyeimbangan fase satu. 2. Tentungan setengah dari perbedaan kedua nilai tujuan (GOAL). 3. GOAL = (STmax STmin) / 2. 4. Menentukan elemen tunggal dalam STmax yang lebih kecil dari kedua nilai GOAL dan yang tidak melampaui elemen pengerjaan terdahulu. 5. Menentukan semua penukaran yang mungkin dari STmax dengan elemen tunggal dari STmin yang mereduksi STmax dan mendapatkan STmin akan lebih kecil dari 2 x GOAL. 6. Lakukan penukaran yang ditunjukkan oleh kandidat dengan perbedaan mutlak terkecil antara kandidat tersebut dengan GOAL. 7. Bila tidak ada penukaran atau transfer yang dimungkinkan antara stasiun terbesar dan terkecil, mengusahakan penukaran antara rank pada pengerjaan berikut: N (stasiun ranking ke N memiliki jumlah waktu idle terbesar), N-1, N-2, N-3, , 3, 2, 1. 8. Bila penukaran masih tidak mungkin, lakukan pembatasan dengan nilai GOAL dan ulangi langkah satu hingga enam.

2.2.2.

Pendekatan Heuristik Penyeimbangan lintasan dengan pendekatan heuristik terbagi atas:

1. Metode Kilbridge Wester (Region Approach) Dalam metode ini diagram precedence dengan elemen-elemennya

dikelompokkan dalam sejumlah kelompok. Semua elemen yang tergabung dalam sebuah kolom independent karenanya dapat permutasikan diantara mereka dalam berbagai cara tanpa melanggar kaidah precedence. Elemenelemen juga bisa ditransferkan dari kolom satu ke kolom lain dikanannya tanpa mengubah precedence dengan menjaga permutabilitas dalam kolom yang baru. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan salam metode ini, antara lain: 1. Buat diagram precedence dari persoalan yang dihadapi 2. Kelompokkan daerah precedence dari kiri ke kanan dalam bentuk kolomkolom 3. Gabungkan elemen-elemen dalam daerah precedence yang paling kiri dalam berbagai cara dan ambil hasil gabungan terbaik yang hasilnya sama atau hampir sama dengan waktu siklus 4. Apabila ada elemen-elemen yang belum bergabung dan jumlahnya lebih kecil dari C lanjutkan menggabungkannya dengan elemen di daerah precedence di kanannya dengan memperhatikan batasan precedence 5. Proses berlanjut sampai semua elemen bergabung dalam suatu stasiun kerja Sulit untuk mengatakan metode yang lebih baik, karena kalau dihitung delay time antara kedua metode hasilnya akan sama. Kalau dilihat dalam kemudahan penerapannya, misalnya untuk jaringa kerja yang rumit mungkin metode Kilbridge dan Wester lebih mudah diterapkan. Tetapi pemakaian metode tertentu saja tergantung dengan keadaan yang dihadapi, mana yang cocok dan lebih mudah untuk diterapkan. Berikut contoh penerapan metode Kilbridge Wester. Misalkan diagram precedence berikut ini akan diseimbangkan.

Gambar 2.4. Diagram Precedence untuk Contoh Kasus Metode Killbridge Wester Dari diagram precedence dibuat tabel sebagai berikut : Tabel 2.1. Matriks Precedence Diagram Kolom I II Elemen A B C D E F G H I J K Waktu Proses 4 3 6 3 5 4 2 7 3 3 6 Jumlah Waktu 4

21 9 6 6

III IV V

Apabila diambil waktu siklus 12 menit dan perhatikan jumlah kumulatif suatu kolom maka stasiun kerja pertama akan tediri dari Kolom I dan beberapa elemen di Kolom II. Karena semua elemen dalam kolom saling tidak bergantungan maka semua elemen dapat diseleksi. Maka alternatif yang mungkin untuk stasiun I adalah: a. Elemen a dan c b. Elemen a,b,c c. Elemen a,d d. Elemen a,b,d e. Elemen a,d,f = 10 menit = 12 menit = 12 menit = 11 menit = 11 menit

Maka alternatif yang dipilih boleh a,b,c atau a,d,e. Di sini diambil yang sesuai dengan urutan yaitu a,b,c. Kemudian modifikasi tabel dengan membatasi

elemen yang sudah bergabung dalam satu stasiun kerja dengan garis putusputus. Tabel 2.2. Matriks Precedence Diagram Alternatif Kolom I II Elemen A B E C D F G H I J K Waktu Proses 4 3 5 6 3 4 2 7 3 3 6 Waktu Proses 4 8 Jumlah Waktu 4 9 6 13 6

III IV V

6 6

Dari tabel pada kolom 2 elemen yang belum bergabung adalah g dan f. Jumlah waktu ketiga elemen ini adalah 13 yang berarti lebih besar dari c. Penggabungan terjadi pada kolom 2 ini dengan kemungkinan penggabungan. a. Elemen c dan d = waktu 9 menit b. Elemen c dan f = waktu 10 menit Peenggabungan yang diambil adalah c dan f dan tabel kembali dimodifikasi. Stasiun kerja berikutnya stasiun 3 dan dilihat dari tabel elemen yang bisa bergabung adalah elemen d,g,h dan terakhir stasiun 4 jatuh pada elemen i,j,k. Jadi, hasil akhir dari penyelesaian dengan metode Kilbridge & Wester adalah sebagai berikut: a. Stasiun kerja 1 b. Stasiun kerja 2 c. Stasiun kerja 3 d. Stasiun kerja 4 elemen a,b,e elemen c dan f elemen d,g,h elemen i,j,k waktu = 12 menit waktu = 10 menit waktu = 12 menit waktu = 12 menit

Sesuai dengan batasan precedence tiap elemen hubungan antar stasiunnya adalah seperti Gambar 2.5.

Stasiun 1

Stasiun 2

Stasiun 3

Stasiun 4

Gambar 2.5. Bentuk Hubungan antar Stasiun Hasil dari Metode Region Approach

2. Metode Integer (berdasarkan formulasi masalah line balancing U) Perakitan terdiri dari rangkaian stasiun kerja kumpulan dari tugas yang dinyatakan berdasarkan rangkaian tugas-tugas. Masalah dalam pemilihan dan pengelompokkan subjek pada rangkaian ini terdiri atas rangkaian stasiun kerja yang diberikan berdasarkan langkah-langkah produksi atau pemaksimalan

rata-rata produksi diberikan berdasarkan jumlah stasiun kerja yang biasanya dalam lintasan perakitan. Keterkaitan dan kekompleksitasan berdasarkan masalah line balancing diselesaikan dengan metode riset operasi. Ketika perakitan dirancang pada garis lurus, umumnya berhubungan dengan traditional line balancing problem (TLBP). Jika waktu proses untuk tiap tugas diasumsikan tetap, kita akan memperoleh visi deterministic traditional line balancing problem (DTLBP). Ketika seminar DTLBP oleh Ssalveson (1995), ada sejumlah artikel yang membahas mengenai masalah ini. Artikel tersebut dapat dikategorikan dengan menggunakan prosedur solusi untuk menyelesaikan masalah, termasuk program integer, program dinamik dan pendekatan heuristik. Kilbridge dan Wester (1986) dan Ignal (1965) menyediakan pengulangan yang terbaik untuk pendekatan ini. Dua puluh tahun kemudian Talbot (1986) mengulangi secara khusus penggunaan pendekatan heuristik yang digunakan untuk menyelesaikan masalah ini. Konsesus umum terlihat dari sudut praktis, versi dari masalah ini telah terselesaikan jika waktu proses dari masing-masing tugas diketahui dalam bentuk variabel, masalah ini biasanya berhubungan dengan stochastic line balancing problem (SLBP). Versi dari masalah line balancing sangat kompleks,

prosedur pemecahan dikembangkan untuk masalah ini bergantung kepada probabilitas distribusi normal yang digunakan mewakili waktu proses acak algoritma. Algoritma yang dibuat oleh Kao (1976) dilanjutkan dengan program dinamik dari Held (1963) diikuti proses variabel waktu Carrwoy (1989) membuat dua algoritma yang dilanjutkan oleh formula Held. Peningkatan tekanan kompetitif dihasilkan dalam pengingatan ulang perakitan arsitektur pada beberapa level. Perakitan tradisional tidak fleksibel dan biasanya dibuat untuk perakitan dalam jumlah besar dan keragaman yang rendah.

Bagaimanapun dengan peningkatan permintaan untuk ragam yang tinggi, produk berjumlah tinggi seperti automobile, dan pemakaian elektronik barubaru ini diperlukan untuk dibuat lebih fleksibel sesuai permintaan konsumen. Selanjutnya keberhasilan dari sistem seperti just in time dan didesain untuk meminimalkan bahan mentah dan kerja dalam proses inventori, umunya bergantung pada fleksibilitas penetapan perakitan. U-line mempunyai keuntungan diatas konfigurasi garis lurus. Untuk lebih cepat ada jarak penglihatan yang besar dari pengoperasian dan komunikasi diantara operator dalam barisan, yang keduanya merupakan kunci untuk meminimalkan jumlah dari kualitas dan pengawasan yang berhubungan dengan kerusakan dalam lintasan. 3. Algoritma Genetik Algoritma genetik ditemukan oleh John Holland. Saat ini algoritma genetik mulai banyak digunakan untuk menyelesaikan masalah optimisasi.Algoritma benetik merupakan metode optimisasi yang tidak berdasarkan matematika, melainkan berdasarkan fenomena alam yang dalam penelusurannya mencari titik optimal berdasarkan pada ide yang ada pada genetik, yaitu ilmu yang membahas tentang sifat keturunan. Algoritma genetik merupakan merupakan algoritma pencarian yang yang memanfaatkan analogi mekanisme seleksi alamiah pada teori Darwin dan mekanisme kawin silang, mutasi, inverse, dan mekanisme-mekanisme lain yang ada pada genetika.

2.3.

Pola Aliran Bahan2 Dalam perencanaan tata letak fasilitas, dikenal 5 jenis pola aliran bahan,

yaitu: 1. Pola Garis Lurus (Straight Line) Pola aliran ini dapat digunakan jika proses produksi relatif pendek, relatif sederhana dan hanya mengandung sedikit komponen atau peralatan produksi yang digunakan. Pola aliran garis lurus ini dapat dilihat pada Gambar 2.6.
1 2 3 4

Gambar 2.6. Pola Aliran Garis Lurus

2. Pola Zig-Zag (Serpenting) Pola ini dapat diterapkan jika lintasan lebih panjang dari ruangan yang dapat digunakan untuk ditempatinya, dan karenanya berbelok-belok dengan sendirinya untuk memberikan lintasan aliran yang lebih panjang dalam bangunan yang luas, bentuk, dan ukuran yang lebih ekonomis. Pola aliran zig-zag ini dapat dilihat pada Gambar 2.7.
1 4 5

Gambar 2.7. Pola Aliran Zig-Zag

3. Pola Aliaran U (U-Shaped) Pola aliran ini dapat diterapkan jika produk diharapkan produk jadinya mengakhiri proses pada tempat yang relatif sama dengan awal proses. Pola aliran bentuk U ini dapat dilihat pada Gambar 2.8.

James Apple. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Bandung: ITB. 1997. h.121.

Gambar 2.8. Pola Aliran U-Shaped

4. Pola Aliran Melingkar (Circulair) Pola ini dapat diterapkan jika diharapkan barang atau produk kembali ke tempat waktu memulai proses. Pola aliran melingkar ini dapat dilihat pada Gambar 2.9.
3 4 2

1 6

Gambar 2.9. Pola Aliran Melingkar

5. Pola Aliran Tak Tentu / Tak Beraturan Pola aliran ini digunakan untuk memperpendek lintasan aliran antara kelompok peralatan, stasiun kerja dan komponen lainnya. Metode Pengukuran Waktu3 Pengukuran waktu ditujukan untuk mendapatkan waktu baku penyelesaian pekerjaan yaitu waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh seorang pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan dalam sistem kerja terbaik. Ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa waktu baku yang dicari bukanlah waktu penyelesaian yang diselesaikan secara tidak wajar seperti terlalu cepat atau terlalu lambat.
3

2.4.

Iftikar Z Sutalaksana, dkk, Teknik Tata Cara Kerja, Bandung, 1979, Hal. 131-171.

Secara garis besar, metode pengukuran waktu terbagi ke dalam dua bagian, yaitu: 1. Pengukuran secara langsung Pengukuran yang dilakukan secara langsung di tempat dimana pekerjaan yang bersangkutan dijalankan. Dua cara yang termasuk pengukuran langsung adalah cara jam henti (stopwatch time study) dan sampling kerja (work sampling). 2. Pengukuran secara tidak langsung Pengukuran secara tidak langsung merupakan pengukuran waktu tanpa harus berada ditempat kerja yaitu dengan membaca tabel-tabel yang tersedia asalkan mengetahui jalannya pekerjaan melalui elemen-elemen pekerjaan atau elemenelemen gerakan. Yang termasuk pengukuran tidak langsung adalah data waktu baku dan data waktu gerakan. Dengan salah satu cara ini, waktu penyelesaian pekerjaan yang dikerjakan dengan suatu sistem kerja tertentu dapat ditentukan sehingga jika pengukuran dilakukan terhadap beberapa alternatif sistem kerja, kita dapat memilih yang terbaik dari segi waktu yaitu sistem yang membutuhkan waktu penyelesaian yang tersingkat. Adapun beberapa istilah di dalam metode pengukuran waktu, yaitu: 1. Waktu Siklus Waktu Siklus merupakan data waktu sesungguhnya yang terukur oleh pengamat yang diawali dan diakhiri oleh suatu elemen operasi yang sama. Pengukuran waktu siklus haruslah mencakup seluruh elemen operasi (gerakan) yang mungkin muncul pada saat pekerjaan dilakukan. a. Pengujian Kecukupan Data Untuk memastikan data yang dikumpulkan adalah cukup secara objektif. b. Pengujian Keseragaman Data Ini dilakukan untuk memastikan bahwa data yang terkumpul berasal dari suatu sistem yang sama. 2. Waktu Siklus Rata-rata (Ws) Waktu diperoleh dari dengan cara menjumlahkan seluruh data waktu siklus, kemudian dibagi dengan banyaknya data yang telah terkumpul.

3.

Waktu Normal (Wn) Dalam melakukan pekerjaannya, seorang operator dapat saja menunjukkan kecepatan kerja yang tidak konsisten. Operator dapat bekerja secara cenderung cepat, atau bahkan sebaliknya cenderung lambat. Data waktu yang terukur dari cara kerja seperti ini, haruslah ditambah dengan rating factor (Rf). Rumus : Wn = Ws x Rf

4.

Waktu Standar (Waktu Baku) Disamping melakukan pekerjaan rutin, seorang operator mungkin saja hanya melakukan aktivitas-aktivitas lain yang tidak berhubungan secara langsung dengan pekerjaan. Aspek ini di koreksi dengan menambahkan suatu nilai yang disebut dengan allowance (kelonggaran). Rumus : Wb = Wn x (1 + allowance) Waktu Baku adalah waktu yang dibutuhkan oleh seorang pekerja normal untuk bekerja secara wajar dalam sistem kerja yang terbaik.

2.4.1. Pengukuran Waktu Jam Henti (Stopwatch Time Study) Sesuai dengan namanya, maka pengukuran waktu ini menggunakan jam henti (stopwatch) sebagai alat utamanya. Cara ini tampaknya merupakan cara yang paling banyak dikenal, dan karenanya paling banyak dipakai.Salah satu yang menyebabkannya adalah kesederhanaan aturan-aturan yang dipakai. Ada beberapa aturan pengukuran yang dijalankan untuk mendapatkan hasil yang baik. Aturan-aturan tersebut dijelaskan dalam langkah-langkah berikut ini. 1. Langkah-langkah sebelum melakukan pengukuran a. Penetapan tujuan pengukuran Dalam pengukuran waktu, hal-hal penting yang harus diketahui dan ditetapkan adalah untuk apa hasil pengukuran, berapa tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan yang diinginkan dari hasil pengukuran tersebut. b. Melakukan penelitian pendahuluan Yang dicari dari pengukuran waktu adalah waktu yang pantas diberikan kepada pekerja untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Tentu suatu kondisi yang ada dapat dicari waktu yang pantas tersebut, artinya akan didapat juga waktu yang

pantas untuk menyelesaikan pekerjaan dengan kondisi yang bersangkutan. Suatu perusahaan biasanya menginginkan waktu kerja yang sesingkat-singkatnya agar dapat meraih keuntungan yang sebesar-besarnya. Keuntungan demikian tidak akan diperoleh jika kondisi kerja dari pekerjaan-pekerjaan yang ada diperusahaan tersebut tidak menunjang tercapainya hasil tadi. c. Memilih operator Operator yang akan melakukan pekerjaan yang diukur bukanlah operator dari pabrik. Orang ini harus memenuhi beberapa syarat tertentu agar pengukuran dapat berjalan dengan baik, dan dapat diandalkan hasilnya. Syarat-syarat tertentu adalah berkemampuan normal dan dapat diajak kerja sama. Jika jumlah pekerja yang bersangkutan banyak, maka jika kemampuan mereka dibandingkan akan terlihat perbandingan perbedaan antaranya, yaitu dari yang berkemampuan rendah hingga tinggi. Operator yang dipilih adalah operator yang pada saat pengukuran dilakukan mau bekerja secara wajar. Walau operator yang bersangkutan sehari-hari dikenalmemenuhi syarat pertama tadi, bukan berarti mustahikldia bekerja secara tidak wajar ketika pengukuran dilakukan karena alasan tertentu. d. Melatih operator Walaupun operator yang baik telah didapat, kadang-kadang masih diperlukan adalah bagi operator tersebut terutama jika kondisi dan cara kerja yang dipakai tidak sama dengan yang biasa dilakukan operator. Hal ini terjadi jika pada saat penelitian pendahuluan kondisi kerja atau cara kerja sesudah mengalami perubahan. Dalam keadaan ini operator harus dilatih terlebih dahulu karena sebelum diukur operator harus terbiasa dengan kondisi kerja yang telah ditetapkan. Harap diingat bahwa yang dicari adalah waktu penyelesaian pekerjaan yang didapat dari suatu penyelesaian yang wajar dan bukan penyelesaian dari orang-orang yang bekerja kaku dengan berbagai kesalahan. e. Mengurai pekerjaan atas elemen-elemen pekerjaan Disini pekerjaan dipecah menjadi elemen pekerjaan yaitu merupakan gerakan bagian dari pekerjaan yang bersangkutan. Elemen-elemen inilah yang diukur waktu siklusnya. Waktu siklus adalah waktu penyelesaian satu satuan produksi

sejak bahan baku mulai diproses di tempat kerja yang bersangkutan. Namun satu siklus tidak harus berarti waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu produk sehingga menjadi barang jadi. Ada beberapa alasan yang menyebabkan pentingnya melakukan penguraian pekerjaan atas beberapa elemennya, yaitu menjelaskan cacatan tentang tata cara kerja yang dibakukan, untuk memungkinkan melakukan penyesuaian bagi setiap elemen karena ketrampilan bekerjanya operator karena ketrampilan bekerjanya operator belum tentu sama untuk semua bagian dari gerakan-gerakan kerjanya, untuk memudahkan mengamati terjadinya elemen yang tidak baku yang mungkin saja dilakukan pekerja, untuk memungkinkan dikembangkannya data waktu standard atau tempat kerja yang bersangkutan. f. Menyiapkan alat-alat pengukuran Setelah kelima langkah tersebut dapat dijalankan dengan baik, tibalah sekarang pada langkah terakhir sebelum melakukan pengukuran yaitu menyiapkan alatalat yang diperlukan. Alat-alat tersebut adalah: i. ii. iii. iv. Stopwatch Lembar pengamatan Pena atau pensil Papan pengamatan

2. Melakukan pengukuran waktu Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati dan mencatat waktu-waktu kerjanya baik setiap elemen ataupun siklus dengan menggunakan alat-alat yang telah disiapkan terlebih dahulu. Bila operator telah siap didepan mesin atau ditempat kerja lain yang waktu kerjanya akan diukur, maka pengukuran memilih posisi tempat dia berdiri mengamati dan mencatat. Posisi ini hendaknya sedemikian rupa sehingga operator tidak terganggu gerakangerakannya ataupun merasa canggung karena terlampau merasa diamati, misalnya juga pengukur berdiri didepan operator. Posisi ini pun hendaknya memudahkan pengukur mengamati jalannya pekerjaan sehingga dapat mengikuti dengan baik saat-saat suatu siklus atau elemen bermula dan berakhir.

Umumnya posisi agak menyimpang dibelakang operator sejauh

1,5 m

merupakan tempat yang baik. Hal pertama yang dilakukan adalah pengukuran pendahuluan. Tujuan pengukuran pendahuluan ialah untuk mengetahui berapa kali pengukuran harus dilakukan untuk tingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan. Pengukuran pendahuluan pertama dilakukan dengan melakukan beberapa buah pengukuran yang banyaknya ditentukan oleh pengukur. Biasanya sepuluh kali atau lebih. 3. Tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan Tingkat ketelitian dan keyakinan adalah pencerminan tingkat kepastian yang diinginkan oleh pengukur setelah memutuskan tidak akan melakukan pengukuran penyimpangan yang sangat banyak. hasil Tingkat ketelitian dari waktu menunjukkan penyelesaian

maksimum

pengukuran

sebenarnya. Sedangkan tingkat keyakinan menunjukkan besarnya keyakinan pengukur bahwa hasil yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian tadi. 4. Melakukan perhitungan waktu baku Jika pengukuran-pengukuran telah selesai yaitu semua data yang didapat memiliki keseragaman yang dikehendaki dan jumlahnya telah memenuhi tingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan, maka selesailah kegiatan pengukuran waktu. Langkah selanjutnya adalah mengolah data tersebut sehingga memeberikan waktu baku.

2.4.2. Rating Factor Rating Factor (faktor penyesuaian) merupakan perbandingan performansi seseorang pekerja atau individual dengan konsep normalnya. Ada beberapa kriteria rating factor (Rf) dari pekerja yaitu: 1. Pekerja normal Rf = 100% =1 (waktu normal). 2. Pekerja terampil Rf > 1 ( waktu pekerja lebih kecil dari waktu normal). 3. Pekerja lamban Rf < 1 ( waktu pekerja lebih besar dari waktu normal).

Ada beberapa cara menentukan rating factor antara lain: 1. Cara Persentase Cara ini merupakan cara yang paling awal digunakan dalam melakukan penyesuaian. Di sini besarnya faktor penyesuian sepenuhnya ditentukan oleh pengukur melalui pengamatan selama pengukuran. WN=14,6 x 1,1 = 16,6 menit. 2. Cara Shumard Cara Shumard memberikan patokan-patokan penilaian melalui kelas-kelas performansi kerja dimana setiap kelas mempunyai nilai tersendiri. Tabel 2.3. Penyesuaian Menurut Cara Shumard Kelas Superfast Fast + Fast Fast Excellent Good + Good + Good Good Normal Fair + Fair Fair Poor 3. Cara Westinghouse Cara Westinghouse mengarahkan penilaian pada empat faktor yang dianggap menentukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja yaitu keterampilan, usaha, kondisi kerja dan konsistensi. Setiap faktor terbagi kedalam kelas-kelas dengan nilainya masing-masing. Untuk keperluan penyesuaian keterampilan dibagi menjadi enam kelas yaitu: 1. Super Skill Penyesuaian 100 95 90 85 80 75 75 70 65 60 55 50 45 40

Yaitu untuk pekerja sudah sangat terbiasa melakukan pekerjaan yang dilakukannya sehingga sangat cepat menyelesaikan pekerjaanya. 2. Exellent Skill Yaitu untuk pekerja yang terampil, dapat berkoordinasi dengan baik, dan jarang melakuan kesalahan.

3. Good Skill Ciri-ciri dari pekerja tipe ini adalah tiada keragu-raguan, bekerjanya stabil, gerakannya terkordinasi dengan baik. 4. Average Skill Pekerja tipe ini tamapak sebagai pekerja yang cakap, bekerjanya cukup teliti, dan secara keseluruhan hasil kerjanya cukup memuaskan. 5. Fair Skill Tipe pekerja dengan tingkat ini dalah pekerja yang belum terbiasa denagn lingkungan kerjanya sehingga banyak melakukan kesalahan. 6. Poor Skill Untuk tingkat ini adalah pekerja yang masih sangat baru sehingga sangat banyak melakukan kesalahan dan juga tipe pekerja seperti ini tidak dapat mengambil inisiatif sendiri. Tabel 2.4. Penyesuaian Menurut Westinghouse Faktor Kelas Superskill Keterampilan Excellent Good Average Fair Poor Excessive Usaha Excellent Lambang A1 A2 B1 B2 C1 C2 D E1 E2 F1 F2 A1 A2 B1 B2 Penyesuaian +0,15 +0,13 +0,11 +0,08 +0,06 +0,03 0,00 -0,05 -0,10 -0,16 -0,22 +0,13 +0,12 +0,10 +0,08

Tabel 2.4. Penyesuaian Menurut Westinghouse (Lanjutan) Faktor Kelas Good Average Fair Poor Ideal Excellently Good Average Fair Poor Perfect Excellent Good Average Fair Poor Lambang C1 C2 D E1 E2 F1 F2 A B C D E F A B C D E F Penyesuaian +0,05 +0,02 0,00 -0,04 -0,08 -0,12 -0,17 +0,06 +0,04 +0,02 0,00 -0,03 -0,07 +0,04 +0,03 +0,01 0,00 -0,02 -0,04

Kondisi Kerja

Konsistensi

2.3.3. Allowance Kelonggaran (allowance) diberikan kepada tiga hal yaitu untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan kelelahan dan hambatan yang tidak dapat dihindarkan. Ketiganya merupakan hal yang secara nyata dibutuhkan oleh pekerja selama pengamatan karenanya setelah mendapatkan waktu normal perlu ditambahkan kelonggaran. Dalam menghitung besarnya allowance, bagi keadaan yang dianggap wajar diambil harga allowance =100 %. Sedangkan bila terjadi penyimpangan dari keadaan ini, harga p harus ditambah dengan faktor-faktor yang sesuai dengan waktu siklus yang diperoleh dan waktu ini dicapai berdasarkan setiap departemen. Kelonggaran diberikan untuk tiga hal, yaitu: 1. Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi (personal) Yang termasuk didalam kebutuhan pribadi adalah hal-hal sepeti minum sekedarnya untuk menghilangkan rasa haus, ke kamar kecil, bercakap-cakap dengan teman sekedarnya untuk menghilangkan ketegangan ataupun

kejenuhan dalam sewaktu bekerja. 2. Kelonggaran untuk menghilangkan rasa fatique.

Fatique merupakan hal yang akan terjadi pada diri seseorang sebagai akibat dari melakukan suatu pekerjaan. 3. Kelonggaran untuk hambatan-hambatan tidak terhindarkan (delay) Hambatan-hambatan tidak terhindarkan terjadi karena berada diluar

kekuasaan/kendali pekerja. Tabel 2.5. Besar Allowance yang Diberikan Berdasarkan Faktor-faktor yang Berpengaruh No A 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. B 1. 2. 3. 4. 5. C 1. 2. 3. 4. Faktor Tenaga yang dikeluarkan Dapat diabaikan Sangat ringan Ringan Sedang Berat Sangat berat Luar biasa berat Sikap Kerja Duduk Berdiri di atas dua kaki Berdiri di atas satu kaki Berbaring Membungkuk Gerakan Kerja Normal Agak terbatas Sulit Pada anggota badan terbatas Bekerja di meja, duduk Bekerja di meja, berdiri Menyekop, ringan Mencangkul Mengayun palu yang berat Memanggul beban Memanggul karung berat Bekerja duduk, ringan Badan tegak, ditumpu dua kaki Satu kaki mengerjakan alat kontrol Pada bagian sisi, belakang, atau depan badan Badan dibungkukkan bertumpu pada kedua kaki Ayunan bebas dari palu Ayunan terbatas dari palu Membawa beban berat dengan satu tangan Bekerja dengan tangan di atas kepala Contoh Pekerjaan Ekuivalen bebas (kg) Tanpa beban 0,00 2,25 2,25 9,00 9,00 18,00 19,00 27,00 27,00 50,00 Di atas 50,00 Kelonggaran (%) Pria 0,0 6,0 6,0 7,5 7,5 12,0 12,0 19,0 19,0 30,0 30,0 50,0 Wanita 0,0 6,0 6,0 7,5 7,5 16,0 16,0 30,0

0,00 1,00 1,00 2,50 2,50 4,00 2,50 4,00 4,00 10,0 0 05 05 5 10

Tabel 2.5. Besar Allowance yang Diberikan Berdasarkan Faktor-faktor yang Berpengaruh (Lanjutan) No D 5. 1. 2. Faktor Kelelahan Mata *) Seluruh anggota Bekerja di lorongan badan terbatas pertambangan yang sempit Pandangan yang Membawa alat ukur terputus-putus Pandangan yang Pekerjaan-pekerjaan yang hampir terusteliti menerus Pandangan terus-menerus Memeriksa cacat-cacat dengan fokus pada kain berubah-ubah Pandangan terus-menerus Pemeriksaan yang sangat dengan fokus teliti tetap Keadaan Temperatur Temperatur (C) Tempat Kerja **) Beku Di bawah 0 Rendah 0 - 13 Sedang 13 22 Normal 22 28 Tinggi 28 38 Sangat tinggi Di atas 38 Keadaan Atmosfer ***) Ruang yang berventilasi Baik baik, udara segar Ventilasi kurang baik, ada Cukup bau-bauan tidak berbahaya Adanya debu-debu beracun Kurang baik dan tidak beracun Adanya bau-bauan berbahaya yang Buruk mengharuskan menggunakan alat-alat pernapasan Keadaan Lingkungan yang Baik Bersih, sehat, cerah dengan kebisingan rendah Contoh Pekerjaan Kelonggaran (%) Pencahayaan Pencahayaan Baik Buruk 10 15 0,0 6,0 6,0 7,5 0,0 6,0 6,0 7,5

3.

7,5 19,0

7,5 16,0

4.

19,0 50,0

16,0 30,0

E 1. 2. 3. 4. 5. 6. F 1. 2. 3.

Kelemahan Normal Di atas 0 10 0 50 05 5 40 Di atas 40 0 05 5 10

Berlebihan Di atas 12 12 5 80 0-8 8 100 Di atas 100

4.

10 20

G 1.

Tabel 2.5. Besar Allowance yang Diberikan Berdasarkan Faktor-faktor yang Berpengaruh (Lanjutan) No 2. 3. 4. 5. 6. 7. Faktor Contoh Pekerjaan Siklus kerja berulang-ulang antara 5-10 detik Siklus kerja berulang-ulang antara 0-5 detik Sangat bising Jika faktor-faktor yang berpengaruh dapat menurunkan kualitas Terasa adanya getaran lantai Keadaan-keadaan yang luar biasa (bunyi, kebersihan, dll) Keterangan: *) Kontras antara warna perlu diperhatikan **) Tergantung juga pada keadaan ventilasi ***) Dipengaruhi juga oleh ketinggian tempat kerja dari permukaan laut dan keadaan iklim Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi bagi: Pria : 0 2,5% Wanita : 2 5,0% Kelonggaran (%) 01 13 05 05 5 10 5 15

Anda mungkin juga menyukai