T Hypoid
T Hypoid
T Hypoid
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
1.2
Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
1.3
Tujuan Penulisan
Tujuan Umum :
Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan demam thypiod.
Tujuan Khusus :
1.4
Manfaat Penulisan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
BAB II
PEMBAHASAN
KONSEP TEORITIS
2.1
Definisi
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella
Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah
terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman
salmonella. ( Bruner and Sudart, 1994 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman
salmonella Thypi ( Arief Maeyer, 1999 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman
salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini
adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah Noer, 1996 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga
paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis
(.Seoparman, 1996).
Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala
sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C.
penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999).
Dari beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan sebagai berikut, Typhoid
adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type
A, B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang
terkontaminasi.
2.2
Etiologi
2.3
Manifestasi Klinis
Gejala- gejala yang timbul bervariasi. Dalam minggu pertama, keluhan dan
gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya, yaitu demam, nyeri
kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare,
perasaan tidak enak diperut, batuk, dan epitaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya
didapatkan peningkatan suhu badan.
Dalam minggu kedua gejala- gejala menjadi lebih jelas berupa demam,
bradikardi relative, lidah thypoit (kotor ditengah, tepi dan ujung merah dan
tremor), hepatomegali,Splenomegali, Meteorismus, Ganggua kesadaran berupa
samnolen sampai koma, sedangkan roseolae jarang ditemukan pada orang
Indonesia.
2.4
Patofisiologi
2.5
Penatalaksanaan
Sampai saat ini masih dianut trilogy penatalaksanaan demam thypoid
yaitu :
pemberian antibiotic, untuk menghentikan dan memusnahkan penyebaran
kuman. Antibiotk yang dapat digunakan :
kloranfenikol dosis hari pertama 4X250 mg, hari ke dua 4 X 500 mg diberikan
selama demam dilanjutkan 2 hari sampai bebas demam, kemudian dosis
diturunkan menjadi 4X250 mg selama 5 hari kemudian. Penelitian terakhir
(Nelwan, dkk di RSUP persahabatan) ,penggunan klortamfenikol masih
memperlihatkan hasil penurunan suhu 4 hari, sama seperti obat terbaru dari
jenis kuinolen.
Ampisilin/ amoksilin dosis 50- 150 mg/kg BB, diberikan selama 2 minggu
Kotrimoksazol 2X2 tablet (1 tablet mengandung 400mg sulfametroktazol 80 mg
trimitropin, diberikan selama 2 minggu pula.
Istirahat dan perawatan professional mencegah komplikasi dan mempercepat
penyembuhan. Pasien harus tirah baring absolute sampai minimal 7 hari bebas
demam atau kurang dari selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan secara bertahap
sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Dalam perawatan perlu sekali dijaga
higine perorangan kebersihan, tempat tidur, pakaian, dan peralatan yang dipakai
oleh pasien. Pasien dengan kesadaran menurun, posisinya perlu diubah- ubah
untuk mencegah dekubitus dan pneumonia hipostastik. Defekasi dan buang air
kecil harus diperhatikan, karena kadang- kadang terjadi obstipasi dan retensi
urin.
Diet dan terapi penunjang (simtomatis dan suportif)
pertama pasien diberikan diet bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya
nasi sesuai tingkat kesembuhan pasien. Namun beberapa penelitian menunjukan
bahwa pemberian makanan pada dini, yaitu nasi dengan lauk pauk rendah
selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikandengan aman.
Juga diperlukan pemberian vitamin dan mineral yang cukup untuk mendukung
keadan umum pasien. Diharapkan dengan menjaga keseimbangan dan
homeostasis system imum akan berfungsi secara optimal.
2.6
Pemerikasaan Diagnostik
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali
normal setelah sembuhnya typhoid.
c.
Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan
darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini
dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
1. Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal
ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu
pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat
bakteremia berlangsung.
2. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama
dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan
darah dapat positif kembali.
d.
Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).
Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien
dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen
yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan
dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan
adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat
infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman).
2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel
kuman).
3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai
kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya
untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.
2.7
Komplikasi
a. Komplikasi intestinal
1)
Perdarahan usus
2)
Perporasi usus
3)
Ilius paralitik
4)
5)
6)
Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan
arthritis.
7)
Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis,
polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.
2.8
WOC
Infeksi ( S. Typhi)
Usus halus
Pembuluh limfe
Peredaran darah
Zat pirogen
(panas meningkat)
Berkembang biak
Hypertermia
Peredaran darah/bakterimia
Lidah kotor
Diare
Bibir kering
Mual/muntah
Ggn kebutuhan cairan
Bedrest (Kelemahan)
Intolerasi Aktivitas
2.9
2.9.1
a.
Pengumpulan data
1)
Identitas klien
Keluhan utama
Keluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam yang tidak turun-turun,
nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta penurunan
kesadaran.
3)
a)
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntah saat
makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan sama sekali.
b)
Pola eliminasi
Eliminasi alvi. Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring lama.
Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna urine
menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan demam tifoid terjadi peningkatan
suhu tubuh yang berakibat keringat banyak keluar dan merasa haus, sehingga
dapat meningkatkan kebutuhan cairantubuh.
c)
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak terjadi
komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
d)
Pemeriksaan fisik
a)
Keadaan umum
38 410 C,
Tingkat kesadaran
Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan gambaran
seperti bronchitis.
d)
Sistem kardiovaskuler
Sistem integumen
Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut agak kusam
f)
Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas), mual,
muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak,
peristaltik usus meningkat.
g)
Sistem muskuloskeletal
Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi lunak
serta nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan perut kembung serta
pada auskultasi peristaltik usus meningkat.
2.9.3 Intervensi.
Dx 1 Peningkatan suhu tubuh (hypertermia) b/d proses infeksi salmonella typhi.
Intervensi
Rasional
1)
Observasi suhu, N, TD,
RR tiap 2-3 jam
2)
Catat intake dan output
cairan dlm 24 jam
2) Mengetahui keseimbangan
cairan dalam tubuh pasien untuk
membuat perencanaan kebutuhan
cairan yang masuk.
3)
Kaji sejauh mana
pengetahuan keluarga dan
pasien tentang hyperthermia
4)
Anjurkan klien/klg untuk
melaporkan bila tubuh terasa
panas dan keluhan lain.
5)
Jelaskan upaya upaya
untuk mengatasi hypertermia
dan bantu klien/keluarga dlm
upaya tersebut:
4)
Penanganan perawatan dan
pengobatan yang tepat diperlukan
untuk megurangi keluhan dan gejala
penyakit pasien sehingga kebutuhan
pasien akan kenyamanan terpenuhi.
Banyak minum
Rasional
1)
Observasi masukan dan
keluaran, bandingkan dengan
BB harian. Catat kehilangan
melalui usus, contoh muntah
dan diare.
2)
Kaji tanda vital, nadi
perifer, pengisian kapiler,
turgor kulit dan membran
mukosa.
3)
Berikan pasien minum
air putih sedikit tapi sering.
3) Untuk mencegah dehidrasi pada
pasien.
4)
Jelaskan pada pasien
tentang pentingnya cairan
dalam tubuh.
5)
Kolaborasi dalam
mengawasi nilai laboratorium:
HB, HT, Na albumin.
6)
Kolaborasi dalam
memberikan cairan IVseperti
glukosa dan Ringer laktat.
Rasional
1)
Observasi pemasukan
diet/jumlah kalori.
2)
3)
Berikan perawatan mulut
sebelum makan.
4)
Dorong pemasukan sari
jeruk, minuman karbonat dan
permen sepanjang hari.
5)
Anjurkan makan dalam
posisi duduk tegak.
6)
Konsul ahli diet,
dukungan tim nutrisi untuk
memberikan diet sesuai
kebutuhan klien.
7)
Kolaborasi dalam
pengawasan glukosa darah.
8)
Kolaborasi dalam
pemberikan obat sesuai
indikasi: antasida, antiemetik,
vitamin B kompleks.
7) Hiperglikemia/hipoglikemia dapat
terjadi pada klien dengan anoreksi.
Rasional
1)
1)
Mengetahui keadaan umum
pasien.
Observasi TTV.
2)
Tingkatkan tirah
baring/duduk. Berikan
2)
3)
Ubah posisi dengan
seringdan berikan perawatan
kulit yang baik.
3)
Meningkatkan fungsi pernafasan
dan meminimalkan tekanan pada area
tertentu untuk menurunkan resiko
kerusakan jaringan.
4)
Tingkatkan aktifitas
sesuai toleransi, bantu
melakukan latihan rentang
gerak sendi pasif/aktif.
4)
Tirah baring lama dapat
menurunkan kemampuan. Ini dapat
terjadi karena keterbatasan aktifitas
yang mengganggu periode istirahat.
5)
Anjurkan penggunaan
teknik manajemen stres,
contoh: relaksasi progresif,
visualisasi, bimbingan
imajinasi. Berikan aktifitas
hiburan yang tepat contoh:
menonton TV, radio, membaca.
5)
Meningkatkan relaksasi dan
penghematan energi, memusatkan
kembali perhatian dan dapat
meningkatkan koping.
2.9.4 Implementasi
Sesuai dengan intervensi
2.9.5 Evaluasi
Dx 1
1.
2.
3.
Pucat (-).
Dx 2
1.
Dehidrasi (-).
2.
3.
Dx 3
1.
2.
3.
Dx 4
1.
2.
Aktivitas (+).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh
salmonella type A, B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan
minuman yang terkontaminasi. Etiologi demam typoid adalah salmonella
thypi. Gejala- gejala yang timbul bervariasi.
3.2 Saran
Dengan diberikannya tugas ini penulis dapat lebih memahami dan mengerti
tentang bagaimana penyakit thypoid dan dapat melakukan perawatan yang baik
dan tepat serta menegakkan asuhan keperawatan yang baik. Dengan adanya
hasil tugas ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bacaan untuk menambah
wawasan dari ilmu yang telah didapatkan dan lebih baik lagi dari sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 20012002, NANDA
Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth,EGC, Jakarta
Doenges M.E. at al., 1992, Nursing Care Plans, F.A. Davis Company, Philadelphia