Laporan Pendahuluan TF

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

“THYPOID FEVER”
RUANG KENANGA RSUD DR. R. GOETENG TAROENADIBRATA
PURBALINGGA

RISKA TRI ISMUWARDANI


I4B017019

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2017
A. LATAR BELAKANG
Demam tifoid merupakan masalah global terutama di negara dengan higiene buruk.
Etiologi utama di Indonesia adalah Salmonella enterika subspesies enterika serovar Typhi
(S.Typhi) dan Salmonella enterika subspesies enterika serovar Paratyphi A (S. Paratyphi A).
CDC Indonesia melaporkan prevalensi demam tifoid mencapai 358-810/100.000 populasi
pada tahun 2007 dengan 64% penyakit ditemukan pada usia 3-19 tahun, dan angka mortalitas
bervariasiantara 3,1 – 10,4 % pada pasien rawat inap.
Di Indonesia, demam tifoid masih tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat,
berbagai upaya yang dilakukan untuk memberantas penyakit ini tampaknya belum
memuaskan. Di seluruh dunia WHO memperkirakan pada tahun 2000 terdapat lebih dari 21,65
juta penderita demam tifoid dan lebih dari 216 ribu diantaranya meninggal . Di Indonesia
selama tahun 2006, demam tifoid dan demam paratifoid merupakan penyebab morbiditas
peringkat 3 setelah diare dan Demam Berdarah Dengue.
Kejadian demam tifoid meningkat terutama pada musim hujan.Usia penderita di Indonesia
(daerah endemis) antara 3-19 tahun (prevalensi 91% kasus). Dari presentase tersebut, jelas
bahwa anak-anak sangat rentan untuk mengalami demam tifoid. Demam tifoid sebenarnya
dapat menyerang semua golongan umur, tetapi biasanya menyerang anak usia lebih dari 5
tahun. Itulah sebabnya demam tifoid merupakan salah satu penyakit yang memerlukan
perhatian khusus. Penularan penyakit ini biasanya dihubungkan dengan faktor kebiasaan
makan, kebiasaan jajan, kebersihan lingkungan, keadaan fisik anak, daya tahan tubuh dan
derajat kekebalan anak.
Perlu penanganan yang tepat dan komprehensif agar dapat memberikan pelayanan yang
tepat terhadap pasien. Tidak hanya dengan pemberian antibiotika, namun perlu juga asuhan
keperawatan yang baik dan benar serta pengaturan diet yang tepat agar dapat mempercepat
proses penyembuhan pasien dengan demam tifoid.
B. PENGERTIAN
Demam thypoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh
Salmonella thypi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang
terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. (Simanjuntak, 2009)
Demam thypoid (enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada
pencernaan, dan gangguan kesadaran. (Nursalam, 2005)
Demam thypoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam
satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan
kesadaran. (Rampengan, 2007)
C. ETIOLOGI
Etiologi demam thypoid adalah salmonella thypi (S.thypi) 90 % dan salmonella
parathypi (S. Parathypi Adan B serta C). Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif, mempunyai
flagela, dapat hidup dalam air, sampah dan debu. Namun bakteri ini dapat mati dengan
pemanasan suhu 600 selama 15-20 menit. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, pasien membuat
antibodi atau aglutinin yaitu :
a. Aglutinin O (antigen somatik) yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman).
b. Aglutinin H (antigen flagela) yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel
kuman).
c. Aglutinin Vi (envelope) terletak pada kapsul yang dibuat karena rangsangan antigen Vi
(berasal dari simpai kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk
diagnosa, makin tinggi titernya makin besar pasien menderita tifoid. (Aru W. Sudoyo, 2009)
D. PATOFISIOLOGI
Bakteri Salmonella typhi bersama makanan atau minuman masuk ke dalam tubuh
melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (pH < 2) banyak bakteri yang
mati. Keadaan-keadaan seperti aklorhidiria, gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor
histamin H2, inhibitor pompa proton atau antasida dalam jumlah besar, akan mengurangi dosis
infeksi. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di usus halus, bakteri melekat
pada sel-sel mukosa dan kemudian menginvasi mukosa dan menembus dinding usus, tepatnya
di ileum dan jejunum. Sel-sel M, sel epitel khusus yang melapisi Peyer’s patch, merupakan
tempat internalisasi Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus, mengikuti
aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik sampai ke
jaringan RES di organ hati dan limpa. Salmonella typhi mengalami multiplikasi di dalam sel
fagosit mononuklear di dalam folikel limfe, kelenjar limfe mesenterika, hati dan limfe.
Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang lamanya ditentukan oleh
jumlah dan virulensi kuman serta respons imun pejamu makaSalmonella typhi akan keluar dari
habitatnya dan melalui duktus torasikus masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini
organisme dapat mencapai organ manapun, akan tetapi tempat yang disukai oeh Salmonella
typhi adalah hati, limpa, sumsum tulang belakang, kandung empedu dan Peyer’s patch dari
ileum terminal. Invasi kandung empedu dapat terjadi baik secara langsung dari darah atau
penyebaran retrograd dari empedu. Ekskresi organisme di empedu dapat menginvasi ulang
dinding usus atau dikeluarkan melalui tinja. Peran endotoksin dalam patogenesis demam tifoid
tidak jelas, hal tersebut terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi penderita
melalui pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari Salmonella typhi menstimulasi makrofag
di dalam hati, limpa, folikel limfoma usus halus dan kelenjar limfe mesenterika untuk
memproduksi sitokin dan zat-zat lain. Produk dari makrofag inilah yang dapat menimbulkan
nekrosis sel, sistem vaskular yang tidak stabil, demam, depresi sumsum tulang belakang,
kelainan pada darah dan juga menstimulasi sistem imunologik. (Soedarmo, dkk., 2012).
E. TANDA DAN GEJALA
Menurut Sjamsuhidayat, (1998) tanda dan gejala demam typoid antara lain:
a. Pada kondisi demam, dapat berlangsung lebih dari 7 hari, febris reminten, suhu tubuh
berangsur meningkat
b. Ada gangguan saluran pencernaan, bau nafaas tidak sedap,bibir kering pecah-pecah
(ragaden), lidah ditutpi selaput putih kotor (coated tongue, lidah limfoid) ujung dan tepinya
kemerahan, biasanya disertai konstipasi, kadang diare, mual muntah, dan jarang kembung.
c. Gangguan kesadaran, kesadaran pasien cenderung turun, tidak seberapa dalam, apatis
sampai somnolen, jarang sopor, koma atau gelisah
d. Relaps (kambung) berulangnya gejala tifus tapi berlangsung ringan dan lebih singkat.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium,
yang terdiri dari:
1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat
leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering
dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi
berada pada batas-batas normal bahkan kadang-
kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal
setelah sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan
darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini
dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor:
a. Teknik pemeriksaan laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal
ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu
pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia
berlangsung.
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan
berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat
positif kembali.
c. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi
dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
d. Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
4. Uji widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien
dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang
digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di
laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam
serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien
membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
b. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
c. Aglutinin VI, yang dibuat karena rangsangan antigen VI (berasal dari simpai kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya
untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.
G. PATHWAY

Makanan dan minuman


yang terkontaminasi

Mulut

Saluran pencernaan

Typhus Abdominalis

Peningkatan asam lambung Usus

Proses infeksi Penurunan Limfoid plaque penyeri di


Perasaan tidak enak pada
perut, mual, muntah peristaltic ileum terminalis
Merangsang peningkatan usus
(anorexia)
peristaltic usus Perdarahan dan
perforasi intestinal
Konstipasi
Diare
Kuman masuk aliran
Ketidakseimbangan limfe mesentrial
H.
nutrisi: Kurang dari
I.
kebutuhan tubuh Menuju hati dan limfa

Kuman berkembang biak

J.
Kekurangan
K. cairan
volume Hipertrofi
Jaringan tubuh (limfa)
(hepatosplenomegali)

Peradangan Penekanan pada saraf di hati


Kurang intake cairan

Pelepasan zat pyrogen Nyeri ulu hati Nyeri Akut

Pusat termogulasi tubuh Intoleransi Aktivitas

Hipertermia
H. PENGKAJIAN
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama, status
perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa medik
2. Keluhan utama
Keluhan utama demam thypoid adalah panas atau demam yang tidak turun-turun, nyeri
perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta penurunan kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke dalam tubuh.
4. Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam thypoid.
5. Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.
6. Pola-pola fungsi kesehatan
a). Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan
muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan sama
sekali.
b). Pola eliminasi
Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring lama. Sedangkan
eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna
urine menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan demam thypoid terjadi
peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak keluar
dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh.
c). Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak terjadi
komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
d). Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh.
e). Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan pada orang tua terhadap keadaan penyakit anaknya.
f). Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan umumnya tidak
mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham pada klien.
g). Pemeriksaan fisik
Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38 – 41°C muka kemerahan.
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermia b.d. Penyakit/ Peningkatan metabolism tubuh
2. Diare b.d. Inflamasi gastrointestinal
3. Kekurangan volume cairan b.d. kehilangan cairan aktif
4. Nyeri akut b.d. agen cedera fisik
5. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh

J. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Dx keperawatan Tujuan Intervensi

1 Hipertermia b.d. NOC : Thermoregulation NIC :Fever Treatment


Penyakit/
Peningkatan a. Monitor suhu sesering
metabolism tubuh mungkin
b. Monitor IWL
c. Monitor watna dan suhu
tubuh
d. Monitor TTV
e. Monitor Wbc, Hb, Hct
f. Monitor intake dan output
cairan
g. Kolaborasi pemberian
antipuretik
h. Kolaborasi pemberian cairan
IV
i. Kompres pasien dengan air
hangat
j. Berikan pengobatan untuk
mengatasi penyebab demam
2 Diare b.d. Inflamasi NOC : Bowel Elimination NIC : Diarhea Management
gastrointestinal a. Instruksikan kepada keluarga
untuk mencatat warna,
jumlah, frekuensi dan
konsistensi dari feses
b. Evaluasi intake makanan
yang masuk
c. Observasi turgot kulit secara
rutin
d. Instrusikan kepada keluarga
untuk makan makanan
rendah serat, tinggi protein,
dan tinggi kalori jika
memungkinkan
e. Kolaborasi pemberian cairan
IV
f. Kolaborasi pemberian obat
diare
3 Kekurangan NOC : Fluid Balance, NIC : Fluid Management
Kekurangan volume Hydration
cairan b.d. a. Monitor status hidrasi pasien
kehilangan cairan b. Pertahankan catatan intake
aktif dan output cairan
c. Monitor TTV
d. Monitor masukan makanan
dan cairan dan hitung intake
kalori harian
e. Kolaborasi pemberian cairan
IV
4 Nyeri akut b.d. agen NOC : Pain Control NIC : Pain Management
cedera fisik
Setelah dilakukan asuhan a. Melakukan pengkajian nyeri
keperawatan selama 2x24 secara komprehensif
jam diharapkan nyeri klien termasuk lokasi, karakteristik,
akan menurun dengan kapan dimulain atau durasi,
kriteria hasil: frekuensi, kualitas, intensitas
dan faktor pencetus
Indikator A T b. Observasi reaksi nonverbal
1. Mengetahui 3 4 dari ketidaknyamanan
kapan nyeri c. Gunakan teknik komunikasi
dimulai terapeutik untuk mengetahui
2. Mendiskrip 3 4 pengalaman nyeri klien
sikan faktor d. Kaji budaya yang
sebab dan mempengaruhi respon nyeri
akibat 3 4 klien
3. Menggunak e. Eksplore pengetahuan dan
an tindakan kepercayaan klien tentang
pencegahan 3 5 nyeri
4. Menggunak f. Evaluasi bersama klien dan
an tenaga kesehatan tentang
analgesik ketidakefektifan kontrol nyeri
yang 3 5 di masa lalu
dianjurkan g. Kontrol lingkungan yang
5. Menggunak dapat memperburuk nyeri
an sumber misalnya suhu ruangan atau
yang 2 4 kebisingan
tersedia h. Pilih dan lakukan penanganan
6. Mengenali nyeri (farmakologi,
gejala nyeri nonfarmakologi dan
interpersonal)
Keterangan : i. Ajarkan tentang teknik non
1 : Tidak Pernah farmakologi
mendemonstrasikan j. Gunakan kontrol nyeri
2 : Jarang sebelum nyeri bertambah
3 : Kadang-kadang berat
4 : Sering
5 : Konsisten

5 Ketidakseimbangan NOC : Nutritional Status NIC : Nutritional Management


nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh Setelah dilakukan perawatan a. Kaji adanya alergi makanan
selama 3 x 24 jam status b. Kolaborasi dengan ahli gizi
nutrisi klien akan membaik
untuk menentukan nutrisi
dengan indicator :
yang dibutuhkan
c. Berikan sustansi gula
Indikator A T d. Berikan diet tinggi serat untuk
1. Intakae 3 4
mencegah konstipasi
nutrisi
2. Intake 3 4 e. Monitor jumlah nutrisi dan
cairan kandungan kalori
3. Energy 3 4 f. Kaji kemampuan pasien
4. Hidrasi 3 4 untuk mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan
Keterangan : g. Makan sedikit-sedikit namun
1. severe deviation from
sering untuk mencegah
normal range
2. substantial muntah
3. moderate
4. mild Nutrition Monitoring
5. none
a. Monitor turgor kulit
b. Monitor mual dan muntah
DAFTAR PUSTAKA
Inawati. 2009. Demam Tifoid. Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma. Edisi Khusus.
Nadyah. 2014. Hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi insidens penyakit demam tifoid di
Kelurahan Samata Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa 2013. Jurnal Kesehatan, Vol
VII, No 1, 305-321.
Ngastiyah. 2005. Perawatan anak sakit. Jakarta: EGC
Nugroho, Susilo. 2011. Pengobatan Demam Tifoid. Yogyakarta: Nuha Medika
Mansjoer, Arif. 2009. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Simanjuntak, C. H. 2009. Demam Tifoid, Epidemiologi dan Perkembangan Penelitian. Cermin
Dunia Kedokteran No. 83. Jakarta. Nuha
Sjamsuhidayat. 1998. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. Jakarta: EGC
Smeltzer & Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: EGC
Soedarmo, dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta: IDAI
Wardana, I. M. T. L., et al. (2014). Diagnosis demam thypoid dengan pemeriksaan widal. Bali:
Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat
Sanglah
Widodo, D. 2007. Buku Ajar Keperawatan Dalam. Jakarta: FKUI

Anda mungkin juga menyukai