Laporan PBL 3
Laporan PBL 3
Laporan PBL 3
LAPORAN PBL 3
BLOK CARDIOVASCULAR SYSTEM
Congestif Heart Failure
Tutor:
dr. Tri Lestari
Oleh:
Kelompok 10
Dewi Widiningsih
Rahayu Nurmalia Fauziah
Dzicky Rifqi Fuady
Izzatun Nisa Syahidah
Regina Wahyu Apriani
Melati Nuretika
Dimitri Iman Prawira
Ririn Widya Ningrum
Agnesya Ria Monica
Giga Hasabi Alkarani
Btari Farhana Indillah
G1A012019
G1A012020
G1A012040
G1A012046
G1A012069
G1A012070
G1A012071
G1A012072
G1A012136
G1A012137
G1A012153
2014I. PENDAHULUAN
Sesak Nafas
Informasi 1
Pasien Tn J Usia 52 tahun datang dengan keluhan sesak nafas sejak 2 hari
sebelum masuk rumah sakit. Sesak nafas terutama dirasakan apabila pasien tidur
berbaring, dan terasa lebih nyaman
duduk atau berbaring dengan menyangga kepala menggunakan bantal lebih dari 3.
Pasien mengaku sering terbangun dari tidur saat malam hari karena sesak. Pasien
juga mengeluhkan kaki bengkak, badan terasa mudah lelah, mual, perut terasa
penh dan kembung. Pasien mengkal adanya batuk, demam dan gangguan buang
air kecil (BAK).
Informasi 2
Pada awalnya pasein mengeluhkan sering merasa lelah, dan muncul sesak
apabila pasien berjalan jauh atau ketika naik turun tangga, dan dirasakan
berkurang bila istirahat. Namun keluhan tersebut bertambah parah dan muncul
ketika pasien sedang melakukan aktivitas sehari-hari sepert mandi, mengggosok
gigi dan mencuci dan butuh waktu untuk istirahat lebih lama agar keluhan hilang.
Pasien juga mengeluhkan sebelumnya dada kiri sering berdebar-debar. Pasien
merupakan penderita tekanan darah tinggi. Pada awalnya pasien rutin kontrol ke
puskesmas dan menminum obat tekanan darah tinggi, namun karena pasien
merasa sudah tidak ada keluhan dan membaik, pasien tidak kontrol lagi ke
puskesmas.
Pasien
menyangkal
kelenjar
gondoknya
pernah
membesar,
menyangkal pernah menderita sakit tengggorok atau batuk yang disertai demam,
nyeri sendi, gerakan yang tiba-tiba tanpa disadari, kemerahan yang menonjol pada
kulit badan, lengan dan tungkainya saat anak-anak, menyangkal mengalami
kekurangan darah, dan menyangkal menderita kencing manis dan penyakit ginjal
sebelumnya.
Informasi 3
Pemeriksaan Fisik (di IGD)
Keadaan Umum
Kesadaran
: Compos mentis
Vital Sign
-
Tekanan Darah
Nadi
RR
Suhu
:
:
:
:
16/100 mmHg
126 x/menit, ruguler, isi dan tegangan cukup
30 x/menit
36,8oC (axila)
Status Generalis
Kepala
-
Leher
-
Paru
-
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
:
:
:
:
Jantung
- Inspeksi
Ekstremitas
-
Pitting Edema
Akral dingin
Clubbing finger
Informasi 4
-
Hb
Ht
Leukosit
Eritorit
Trombosit
Urea Nitrogen
Kreatinin
SGOT
SGPT
GDS
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
14,5 g/dl
41,7 %
10.300/mm3
4,61 juta/mm3
291.000/mm3
22,3 mg/dl
1,2 mg/dl
30 U/L
25 U/L
142 mg/dl
:
:
:
:
170 mg/dl
50 mg/dl
65 mg/dl
65 mg/dl
:
:
:
:
3,7 mEq/L
135 mEq/L
2 mEq/L
4,5 mEq/L
Profil Lipid
-
Kolesterol total
HDL
LDL
Trigliserid
Elektrolit serm
-
Pottasium
Sodium
Magnesium
Calsium
EKG
- Frekuensi
- Irama
- Axis QRS
- SV1 + RV6
: Normal
: 38 mm
Diagnosis Anatomi
Diagnosis Etiologi
: Hipertensi
Terapi Farmakologi
-
Informasi 7
Prognosis
-
Advitam
Adfungsionam
Adsanationam
: Dubai ad malam
: Dubai ad malam
: Dubai ad malam
II. ISI
A. Klarifikasi Istilah
1. Edema
Edema adalah pengumpulan cairan secara abnormal di ruang
interseluler tubuh (Dorland, 2011). Jika pengumpulan cairan terjadi dikaki
maka akan terjadi edema kaki.
2. Orthopnea
Yaitu kesulitan bernafas apabila berbaring telentang. Ortopnea
disebabkan oleh redistribusi aliran darah dari bagian-bagian tubuh ke
jantung dan paru-paru. Penurunan kapasitas vital paru-paru merupakan
suatu faktor penyebab yang penting (Swartz, 2004).
Berdasarkan hal tersebut, maka ketika penderita pada keadaan
setengah duduk atau dengan bantal lebih dari 3 akan lebih nyaman, karena
redistrubusi cairan akan mengikuti gravitasi sehingga cairan berada di
bawah sehingga tidak memenuhi pada rongga paru (Swartz, 2004).
B. Batasan Masalah
1. Bagaimanakah mekanisme orthopnea dan PND?
orthopnea
sederhana bisa dikurangi dengan duduk tegak di sisi tempat tidur dengan
kaki tergantung, pada pasien dengan paroxysmal nocturnal dyspnea
(PND), batuk dan mengi sering bertahan bahkan dalam posisi tegak. PND
mungkin disebabkan sebagian oleh depresi dari pusat pernapasan saat
tidur, yang dapat mengurangi ventilasi cukup untuk menurunkan tekanan
oksigen arteri, khususnya pada pasien dengan edema paru interstitial dan
mengurangi kepatuhan paru. Asma kardiak terkait erat dengan paroxysmal
nocturnal dyspnea dan batuk malam hari yang ditandai dengan mengi
sekunder untuk bronkospasme yang biasanya paling menonjol di malam
hari. Edema paru akut adalah bentuk parah asma jantung karena elevasi
ditandai oleh peningkatantekanan kapiler paru yang menyebabkan edema
alveolar. Sering ditemukan juga sesak napas ekstrim, rales paru-paru, dan
dahak cairan darah kebiruan. Jika tidak segera diobati , edema paru akut
dapat berakibat fatal (Kasper et al., 2005).
2. Mekanisme mual muntah
Muntah dikoordinasi oleh batang otak dan dipengaruhi oleh respon
neuromuskuler dalam usus, faring, dan dinding thoracoabdominal.
Mekanisme yang mendasari mual dihipotesiskan melibatkan korteks
serebral,
karena
elektroensefalografik
mual
memerlukan
menunjukkan
persepsi
aktivasi
sadar.
daerah
Studi
korteks
serta
menurunnya
pembuangan
Gagal Jantung
sisa
hasil
katabolisme
Metabolisme anaerob
Asidosis metabolik
ATP
Mudah lelah
10
11
12
13
14
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
mesothelioma
Post MI, post operasi CT, post prosedur
Uremia
Post XRT
Idiopatik
Penyakit pada jaringan ikat : Systemic lupus erythematosus,
10)
11)
muscular dystrophy
c. External to pericardial sac (efusi pleura menyebabkan tamponade
physiology)
C. Klasifikasi Diagnosis Banding
1. Gagal Jantung
a. Klasifikasi Gagal Jantung menurut ACC / AHA
15
jantung
berdasarkan
etiologi
dan
Kriteria mayor
Dispnea nokturnal paroksismal atau ortopnea
Peningkatan tekanan vena jugularis
Ronki basah tidak nyaring
Kardiomegali
Edema paru akut
Irama derap S3
Peningkatan tekanan vena >16 cm H2O
Refluks hepatojugular
1)
2)
Kriteria Minor
Edema pergelangan kaki
Batuk malam hari
16
3)
4)
5)
6)
7)
1)
2)
Dyspnea deffort
Hepatomegali
Efusi pleura
Kapasitas vital berkurang menjadi 1/3 maksimum
Takikardi (>120x/menit)
Kriteria mayor atau minor
Penurunan berat badan >4,5 kg dalam 5 hari setelah terapi
Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor; atau 1 kriteria
mayor dan 2 kriteria minor harus ada pada saat yang bersamaan.
b. Pemeriksaan penunjang
Dilakukan untuk menemukan penyebab, menilai beratnya
1)
>
50%,
terutama
pada
gagal
jantung
kronis.
17
dinding.
Elektrokardiografi (EKG)
Memperlihatkan beberapa abnormalitas pada 80-90%
pasien. Abnormalitas pada gelombang Q, perubahan ST-T,
hipertrofi ventrikel kiri/LVH (misal pada hipertensi, stenosis
aorta), aritmia (misal pada fibrilasi atrium), dan gangguan
4)
5)
konduksi.
EKG ambulatori harus dilakukan jika diduga aritmia.
Biokimiawi
Disfungsi tiroid (hipo- maupun hipertiroidisme) dapat
menyebabkan gagal jantung, sehingga pemeriksaan fungsi tiroid
harus selalu dilakukan. Tes darah direkomendasikan untuk
menyingkirkan anemia dan menilai fungsi ginjal sebelum terapi
dimulai. Penggunaan penanda biokimiawi (seperti peptida
6)
7)
8)
18
a. Anamnesis
1)
Ada riwayat trauma dada
2)
Nyeri dada yang menyebar ke leher, punggung, atau bahu
serasa ditusuk-tusuk, semakin parah saat bernapas atau batuk.
3)
Kesulitan bernapas
4)
Rasa tidak nyaman yang tersa lebih lega jika duduk tegak
5)
Berdebar-debar
6)
Sesak napas
b. Pemeriksaan fisik :
1)
Beck triad (JVP, hipotensi, bunyi jantung berkurang)
Tanda syok :
a) Denyut jantung >100
b) Tekanan darah
c) Akral dingin
2)
Pulsus paradoksus -> saat inspirasi, TD sistolik berkurang
sampai 10 mmHg
c. Pemeriksaan Penunjang :
1)
X ray : cardiomegaly, water bottle-shape heart
2)
Pemeriksaan dengan alat rekam jantung (EKG) dapat membantu
menegakkan dignosa tamponade. Dapat dihasilkan gelombang P
dan QRS berkurang pada setiap gelombang berikutnya, dan
3)
19
yang terjadi adalah hipertrofi. Pada saat ini, terjadi tahap gagal
jantung terkompensasi. Saat hipertrofi berlangsung lama, jantung
akan mendapat beban volume yang menyebabkan dilatasi ruang
jantung. Dalam jangka waktu yang lama, akan terjadi ekspresi
protein tertentu yang menyebabkan gangguan kontraktilitas miosit
dan kematian premature miosit. Pada tahap ini, terjadi gagal
jantung dekompensasi (Kumar et al., 2007).
20
menyebabkan
menyebabkan
aktivasi
forward
sistem
failure.
Hal
renin-angiotensin
ini
akan
yang
akan
21
22
2. Tamponade Jantung
Proses patofisiologis yang mendasari untuk pengembangan
tamponade adalah karena berkurangnya tekanan diastolik mengisi
distending
transmural
tidak
cukup
untuk
mengatasi
tekanan
23
3)
4)
5)
6)
7)
8)
yang tiba-tiba
Mengurangi berat badan pada pasien dengan obesitas
Hentikan kebiasaan merokok
Pada perjalanan jauh dengan pesawat, ketinggian, udara panas
9)
trisiklik, steroid
b. Terapi Farmakologis
1)
ACE-Inhibitor
a) Dianjurkan sebagai obat lini pertama baik dengan atau tanpa
keluhan
b) Harus diberikan sebagai terapi awal bila tidak ditemui retensi
cairan. Bila ditemukan retensi cairan cairan harus diberikan
bersama diuretik.
c) Harus segera diberikan bila ditemui tanda dan gejala gagal
jantung, segera sesudahh infark jantung untuk meningkatkan
survival, menurunkan angka reinfark serta kekerapan rawat
inap.
d) Harus dititrasi sampai dosis yang dianggap bermanfaat sesuai
dengan bukti klinis, bukan berdasarkan perbaikan gejala.
e) Contoh obat : Captopril, Benazepril, Enalapril
2)
3)
Diuretik
a) Penting untuk pengobatan simtomatik bila ditemukan
cairan berlebihan, kongesti paru dan edema perifer.
b) Contoh obat : Tiazid, metolazon.
Beta Bloker
a) Direkomendasikan pada semua gagal jantung ringan,
sedang, dan berat yang stabil baik karena iskemia atau
kardiomiopati non iskemia dalam pengobatan standar
seperti diuretik atau ACE-Inhibitor. Dengan syarat tidak
ditemukan adanya kontraindikasi terhadap penyekat beta.
24
Nebivolol
Antagonis Reseptor Aldosteron
Penambahan erhadap ACE-Inhibitor, beta bloker, diuretik
pada gagal jantung berat dapat menurunkan morbiditas dan
5)
6)
mortalitas.
ARB
a) Masih merupakan alternatif bila pasien tidak tpoleran
terhadap ACE-Inhibitor
b) Contoh obat : Losartan, Candesartan
Glikosida Jantung
a) Indikasi pada fibrilasi arium pada berbagai derajat gagal
jantung, terlepas apakah gagal jantung bukan atau sebagai
penyebab
b) Kombinasi digoksin dan nbeta bloker lebih superior
dibandingkan bila dipakai sendiri-sendiri
c) Tidak mempunyai efek terhadap mortalitas, tetapi dapat
7)
8)
jantung.
Obat Inotropik Positif
a) Pemakaian jangka panjang dan berulang tidak dianjurkan
karena meningkatkan mortalitas.
b) Pemakaian intravena pada kasus yang berat sering digunakan,
namun tidak ada bukti manfaat, justru komplikasi lebih sering
muncul.
c) Penyekat fosfodiesterase, seperti milrinon, enoksimon efektif
bila digabung dengan beta bloker, dan mempunyai efek
9)
25
10)
1)
2)
penderita,
control
dengan
servikal
tetap
in-line
iii.
iv.
karena
dapat
menurunkan
venous
return
dan
26
i.
ii.
massif segera.
Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis.
Periksa tekanan darah
Management:
Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal
Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus
mengambil sampel darah untuk pemeriksaan rutin, kimia
darah, golongan darah dan cross-match serta Analisis
Gas Darah (BGA).
Beri cairan kristaloid 1-2 liter yang sudahdihangatkan
dengan tetesan cepat
Bed rest dengan elevasi tungkai untuk membantu venous
return
Transfusi darah jika perdarahan massif dan tidak ada
responos terhadap pemberian cairan awal.
Obat-obatan Inotropic (misalnya : dobutamine) : ini
bermanfaat karena meningkatkan cardiac output tanpa
meningkatkan resistensi vascular sistemik.
Pemasangan kateter urin untuk monitoring indeks perfusi
jaringan.
b. Perikardiosentesis
1) Evakuasi cepat darah dari perikard merupakan indikasi bila
dengan syok hemoragik tidak memberikan respon pada
resusitasi cairan dan kemungkinan tamponade jantung.
2) Perikardiosentesis merupakan tindakan aspirasi efusi
perikard atau pungsi perikard.
3) Monitoring EKG untuk menunjukkan tertusuknya miokard
( voltase gelombang T atau terjadi disritmia).
4) Lokasi : seringnya di subxyphoid
5) Teknik
27
45
yang mengalir,
jarum
28
pembuatan
jendela
perikardial
operasi
untuk
Melalui
kateter
intrapericardial,
kortikosteroid,
ganas,
pembuatan
pericardio-peritoneal
shunt
29
jam.
Peningkatan dalam dosis aspirin menyebabkan peningkatan
kadar plasma.
b. Farmakodinamik
Aspirin menghambat biosintesis prostaglandin
1) Efek analgesik aspirin : menekan rangsang nyeri
2) Efek antipiretik aspirin : menghambat pirogen yang diinduksi
oleh pembentukan prostaglandin sehingga menyebabkan suhu
turun dengan jalan vasodilatasi
3) Menurunkan insiden trombosis arteri koronaria (Katzung,
2002).
2. Pemberian Indometasin 25-50 mg/6 jam
a. Farmakokinetik
Absorbsi per oral indometasin cukup baik, 92-99% terikat
protein plasma, metabolisme di hati, ekskresi dalam bentuk
metabolik lewat urine dan empedu.
b. Farmakodinamik
Obat yang terutama bekerja perifer, memiliki aktivitas
penghambat radang dengan mekanisme kerja menghambat
biosintesis prostaglandin melalui penghambatan aktivitas enzim
siklooksigenase.
Walaupun
efektif
tapi
toksik
maka
30
denyut jantung
6) Penyerapan obat dalam saluran cerna cukup baik.
7) Kadar plasma tertinggi obat dicapai dalam 1-2 jam, dengan
waktu paruh plasma 5 jam.
8) Eliminasi terutama oleh metabolisme hati (Kee J. L., 2005).
b. Farmakodinamik
1) Sifat mendepresi pernafasan dapat meniadakan terjadinya
takipnea selama anestesi.
31
32
minggu-minggu pertama
pasca
lahir,
misalnya
33
DAFTAR PUSTAKA
Baughman, D.C., & JoAnn C. Hackley. 2000. Keperawatan Medikal Bedah: Buku
Saku dari Brunner & Suddart. Jakarta: EGC.
Dickstein, K. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic
heart failure. Europian Society of Cardiology.2008: 29;2388-442
Djojodibroto, R Darmanto. 2001. Seluk Beluk Pemeriksaan Kesehatan Edisi 1.
Pustaka Populer Obor: Jakarta
Dorland, W.A. N. 2011. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Ed 28. Jakarta: EGC
Ghanie, A. 2009. Gagal Jantung Kronik Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:
Internal Publishing.
Gray, H. H. 2002. Lecture Notes Kardiologi Edisi Keempat. Jakarta : Erlangga
Medical Series
Gunawan, G. S. 2009. Farmakologi dan Terapi edisi 5. Jakarta: Departemen
Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Kasper, D.L., Fauci, A.S., Longo, D.L., Braunwald, E., & Hauser, S.L. 2005.
Harrisons Principles of Internal Medicine. New York: McGraw-Hill.
Katzung, B. G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik., Edisi II. Jakarta, Salemba
Medika.
Kee J. L., Hayes. 2005. Farmakologi. Jakarta : EGC.
Kumar, V., Cotran, R.S., & Robbins, S.L. 2007. Robbins Buku Ajar patologi
Volume 2. Edisi 7. Jakarta: EGC.
Mahendra, B. 2010. Tubuh Anda Cerminan Kesehatan Anda. Depok: Penebar Plus
Manuaba, I.A.C. 2008. Buku Ajar Patologi Obstetri. Jakarta: EGC
Manurung, D. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid III. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Indonesia.
Munthe, E. 2011. "Laporan Kasus: Tamponade Jantung et causa Perikarditis
Tuberkulosis", CDK 184, Vol.38, No.3: 205-208.
Panggabean, M. M. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna
Publishing.
34
C.
2011.
Cardiac
Tamponade.
http://emedicine.medscape.com/article/152083-clinical
Availabe
(Diakses
at:
pada
(Diakses
pada