Diagram Terner

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 5

Edisi Khusus Desember 2008, hal : 88 - 92

ISSN : 1411-1098

Jurnal Sains Materi Indonesia


Indonesian Journal of Materials Science

Akreditasi LIPI Nomor : 536/D/2007


Tanggal 26 Juni 2007

PENGARUH RUTHENIUM PADA STRUKTURMIKRO


AGING SUPERALLOY BERBASIS NIKEL
Efendi Mabruri
Pusat Penelitian Metalurgi (P2M) - LIPI
Gedung 470, Kawasan Puspiptek, Serpong 15314, Tangerang
e-mail : efendi_lipi@yahoo.com

ABSTRAK
PENGARUH RUTHENIUM PADA STRUKTURMIKRO AGING SUPERALLOY BERBASIS
NIKEL.Telah dilakukan penelitian pengaruh Ruthenium (Ru) terhadap strukturmikro superalloy berbasis nikel
pada suhu aging 1.324 K. Pengamatan strukturmikro dilakukan dengan menggunakan Scanning Electron
Microscope (SEM). Hasil percobaan menunjukkan bahwa fasa memiliki bentuk kuboid yang lebih tajam
dengan ukuran yang lebih kecil pada superalloy yang ditambahkan unsur Ru. Penambahan 6 %w/w Ru pada
superalloy menyebabkan adanya presipitasi fasa ketiga yang teridentifikasi sebagai intermetalik berbasis RuAl
berdasarkan analisis komposisi kimia dengan Energy Dispersive X-Ray (EDX). Selain itu ditunjukkan bahwa
baik pada superalloy yang mengandung Ru maupun yang tidak mengandung Ru, kinetika pembesaran fasa
dikontrol oleh proses difusi dan Ru tidak mempunyai pengaruh terhadap konstanta kecepatan pembesaran
fasa . Hasil ini dijelaskan dengan mempertimbangkan bahwa Ru meningkatkan energi antarmuka tetapi
menurunkan difusi Re sebagai unsur pengontrol kecepatan pembesaran fasa .
Kata kunci : Strukturmikro, fasa , Fasa ketiga, Rutenium, Nikel, Superalloy, Rutenium aluminida

ABSTRACT
RUTHENIUM EFFECT ON AGING MICROSTRUCTURE OF NICKEL BASED
SUPERALLOYS. The effect of Ruthenium on the microstructure of nickel based superalloys has been
investigated at aging temperature of 1,324 K. The microstructural observation by using Scanning Electron
Microscope (SEM) showed that the aged microstructures revealed the cuboidal precipitates for all alloys.
As Ru content increased in the alloys, the was more cuboid and its sizes appeared to slightly decreased. The
third phase precipitated in the alloy containing Ru of 6 %w/w and it was considered to be the RuAl based
intermetallic compound according to Energy Dispersive X-Ray (EDX) measurement. In addition, it was
cleared that the coarsening kinetics of the phase in both Ru-free and Ru-containing superalloys were controlled
by diffusion and Ru was found to have no effect on the rate constant of the phase coarsening.The result was
explained by considering the balancing effect of Ru to increase slightly the interfacial energy between and
phases and to decrease slightly the diffusivity of the rate controlling element Re.
Key words : Microstructure, phase, Third phase, Ruthenium, Nickel, Superalloys, Ruthenium aluminide

PENDAHULUAN
Superalloy berbasis nikel banyak digunakan di
dalam mesin pesawat terbang dan turbin gas pembangkit
listrik sebagai material turbin blade karena memiliki
kemampuan untuk mempertahankan kekuatan struktur
(creep, fatigue) dan kestabilan permukaan (oksidasi,
korosi) pada suhu tinggi. Paduan logam ini diperkuat
oleh larutan padat fasa matriks dan oleh presipitasi
fasa berbasis Ni3Al. Perkembangan yang sangat berarti
dalam peningkatan kemampuan paduan ini pada suhu
tinggi adalah sejak dimasukannya unsur-unsur refraktori
terutama Tungsten (W) dan Rhenium (Re) sebagai unsur
paduan [1-4]. Akan tetapi, kandungan unsur-unsur
refraktori yang tinggi di dalam paduan akan
88

meningkatkan ketidakhomogenan kimia karena segregasi


mikro unsur-unsur ini di dalam inti dendrit selama proses
pengecoran dan meningkatkan kecenderungan terjadinya
fasa Topologically Closed Pack (TCP) yang merugikan
pada suhu operasi [4-7].
Perkembangan terakhir melaporkan bahwa
Ruthenium (Ru) merupakan unsur potensial yang dapat
menekan terbentuknya fasa TCP pada suhu tinggi dan
meningkatkan kekuatan creep [8-10]. Ada beberapa
kemungkinan yang menyebabkan Ru mempunyai
pengaruh yang positif pada paduan ini misalnya Ru
menurunkan tingkat segregasi unsur-unsur refraktori [6],
meningkatkan kelarutan Re dalam Ni [11] dan mengubah

Pengaruh Ruthenium pada Strukturmikro Aging Superalloy Berbasis Nikel (Efendi Mabruri)

rasio partisi unsur-unsur refraktori terutama Re diantara


fasa dan [10]. Akan tetapi, kemungkinan terakhir masih
merupakan masalah yang diperdebatkan akhir-akhir ini
karena adanya perbedaan hasil yang ditunjukkan oleh
para peneliti [10,12-13].
Sehubungan dengan pentingnya Ru pada
pengembangan superalloy berbasis nikel, beberapa
penelitian yang intensif bermunculan berkaitan dengan
karakteristik pemaduan unsur Ru [8-10,12-19]. Makalah
ini melaporkan hasil eksperimen pengaruh Ru terhadap
strukturmikro dan evolusinya pada suhu tinggi pada
superalloy berbasis nikel.

(a)

(b)

METODE PERCOBAAN
Empat buah komposisi paduan superalloy
berbentuk button ingot dibuat dengan peleburan busur
listrik (Arc Melting) dalam atmosfir gas Ar. Komposisi
superalloy ditunjukkan pada Tabel 1 dengan perbedaan
pada kandungan Ru yang berkisar dari 0 %w/w sampai
dengan 6 %w/w.

(c)

Tabel 1. Komposisi superalloy yang digunakan dalam


penelitian (%w/w).
Super alloy

Ni

Al

Cr

Co

Ta

Re

Ru

Bal

14,91

6,21

12,04

1,73

2,85

2,22

Bal

14,69

6,21

11,95

1,77

2,60

2,16

2,08

Bal

13,80

6,38

12,15

1,59

2,89

2,15

4,00

Bal

14,44

6,20

12,04

1,64

2,88

2,12

6,45

Paduan dipotong menjadi ukuran yang sesuai dan


dimasukkan ke dalam ampul kuarsa dan diisi gas Ar.
Kemudian ampul dimasukkan ke dalam tungku muffle
untuk dilakukan homogenization dan solution treatment
pada suhu 1.587 K dan kemudian diaging pada suhu
1.324 K dengan waktu penahanan masing-masing selama
5 jam, 24 jam, 72 jam, 160 jam dan 256 jam. Setelah itu
paduan dipersiapkan dengan metalografi standar untuk
pengamatan strukturmikro dengan Scanning Electron
Microscope (SEM). Larutan campuran HNO3 dan HCl
dengan perbandingan yang sama digunakan sebagai
larutan etsa untuk menampakkan strukturmikro. Ukuran
fasa diukur pada foto SEM dengan menggunakan
ImageTool Software [20]. Panjang sisi-sisi kubus
diukur dalam dua arah untuk sekitar 200 presipitat dalam
setiap paduan untuk setiap kondisi aging.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Gambar 1 menunjukkan hasil pengamatan
dengan SEM terhadap strukturmikro dari keempat
superalloy yang diaging pada suhu 1.423 K selama
72 jam. Pada gambar tersebut terlihat keempat superalloy
memiliki presipitat (fasa yang berwarna lebih gelap)
berbentuk kuboid. Fasa memiliki tingkat kuboid lebih
tajam dengan ukuran yang relatif lebih kecil pada
superalloy yang mengandung Ru dibandingkan dengan

(d)

Gambar 1. Strukturmikro setelah aging pada 1324 K,


72 jam pada superalloy yang mengandung (a) 0 %Ru
(b) 2 %Ru (c) 4 %Ru dan (d) 6 %Ru.

pada superalloy yang tidak mengandung Ru (0 %Ru)


dan perbedaan keduanya (tingkat ketajaman kuboid dan
ukuran) semakin besar dengan semakin besarnya
kandungan Ru. Karena lattice misfit / berpengaruh
besar terhadap tingkat kuboidal maka secara kualitatif
bisa dikatakan bahwa Ru berpengaruh terhadap lattice
misfit /Rasio partisi Ru yang cenderung masuk ke
dalam fasa membuat konstanta kisi lebih meregang
dan mengubah lattice misfit (menjadi lebih negatif
berdasarkan hubungan berikut:
...............................

(1)

Hasil pengujian kekerasan mikro terhadap ke


empat sampel ditunjukkan pada Gambar 2. Terlihat
bahwa penambahan Ru sampai 4 %w/w hanya menaikkan
kekerasan beberapa puluh HV, tetapi penambahan
89

Edisi Khusus Desember 2008, hal : 88 - 92


ISSN : 1411-1098

Jurnal Sains Materi Indonesia


Indonesian Journal of Materials Science

lamanya waktu penahanan aging. Hasil analisis


komposisi kimia terhadap fasa ketiga dengan
menggunakan EDX ditunjukkan oleh Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi fasa ketiga pada superalloy yang mengandung
6 %w/w Ru.

Gambar 2. Kekerasan mikro HV keempat superalloy


setelah aging.

6 %Ru menaikkan kekerasan sampai hampir dua kali


lipat kekerasan superalloy.
Pengamatan strukturmikro terhadap daerah yang
lebih luas pada superalloy yang mengandung 6 %w/w
Ru menunjukkan adanya presipitasi fasa ketiga
selain fasa dan seperti ditunjukkan oleh Gambar 3.
Presipitat ini semakin tumbuh anisotrop, memperlihatkan
bentuk menyerupai jarum (needle-like) dengan semakin

Unsur

Ni

Al

Cr

Co

Ta

Re

Ru

%w/w
%mol

Bal

31,85

2,24

3,59

7,49

3,86

0,75

31,73

Dari tabel tersebut terlihat bahwa fasa ketiga


memiliki kandungan Al dan Ru yang tinggi dengan
konsentrasi yang relatif sama antara kedua unsur
tersebut (31,85 %w/w untuk Al dan 31,73 %w/w untuk
Ru). Dari komposisi kimia ini disimpulkan fasa ketiga
merupakan intermetalik berbasis RuAl (Ruthenium
Aluminide). Oleh karena itu superalloy dengan
kandungan 6 %w/w Ru berada pada daerah tiga fasa
++RuAl seperti ditunjukkan oleh diagram terner NiAl-Ru pada Gambar 4 [21].

(a)

+`+RuAl

(b)
Gambar 4. Diagram terner Ni-Al-Ru pada 1000 oC [21].

(c)

(d)

Selain morfologi dan distribusi, ukuran fasa


berpengaruh terhadap sifat mekanik superalloy. R. A.
Steves and P. E. J. Flewitt melaporkan bahwa permbesaran
fasa menurunkan kekerasan dan ketahanan creep [22].
Untuk mengetahui pengaruh Ru terhadap kinetika
pembesaran fasa , dilakukan pengukuran terhadap
panjang sisi-sisi kubus untuk superalloy yang
mengandung 0% dan yang mengandung 4% Ru pada
semua kondisi waktu aging. Panjang rata-rata sisi-sisi
kubus dinyatakan dengan a / 2 diplot dengan waktu
aging t 1 / 3 berdasarkan teori LSW (Lifshitz, Slyozov dan
Wagner) [23-24]:
a a0
1/ 3
kt
2 2

...................................

(2)

dimana
a = Panjang rata-rata sisi kubus pada waktu t
a0 = Panjang rata-rata sisi kubus pada waktu t = 0
k = Konstanta kecepatan pembesaran fasa.
Konstanta kecepatan k didefinisikan oleh
persamaan berikut :
Gambar 3. Strukturmikro setelah aging pada 1.324 K,
72 jam superalloy yang mengandung (a) 0 %Ru,
(b) 2 %Ru, (c) 4 %Ru dan (d) 6 %Ru,

90

8DC eVm2
9 RT

...........................................

(3)

Pengaruh Ruthenium pada Strukturmikro Aging Superalloy Berbasis Nikel (Efendi Mabruri)

di mana :
= Energi antarmuka matrik-presipitat
D = Koefisien difusi solut di dalam matrik
C e = Konsentrasi kesetimbangan solut di dalam
matik
Vm = Volume molar presipitat
R = Konstanta gas universal
T = Suhu absolut
Meskipun representasi konstanta kecepatan
telah dimodifikasi untuk memperhitungkan pengaruh
fraksi volume presipitat yang cocok untuk paduan
multikomponen, seperti yang dilakukan peneliti
sebelumnya [25,26], penggunaan relasi k yang original
sudah cukup untuk analisis kinetika pembesaran fasa
dalam studi ini karena tidak ditemukan koalisi fasa
yang berarti pada semua waktu aging yang digunakan.
Jikapun ada, fraksinya sangat kecil dan bisa diabaikan
sehingga bukan merupakan mekanisme yang dominan.
Plot a / 2 terhadap t 1 / 3 untuk suhu aging 1324 K
ditunjukkan oleh Gambar 5 . Dari gambar tersebut terlihat
a / 2 kedua superalloy fit secara linier dengan t 1 / 3 yang
menunjukkan bahwa pembesaran fasa untuk kedua
superalloy adalah proses yang dikontrol oleh difusi.
Gradien garis pada Gambar 5 menyatakan konstanta
kecepatan k, dan memiliki nilai yang persis sama untuk
kedua superalloy yaitu 0,036 mm/ h1/3.

Untuk mengkonfirmasikan penurunan


diffusitas Re oleh Ru, dilakukan percobaan difusi
dengan menggunakan kopel difusi Ni//Ni-5Re dan
Ni-8Ru//Ni-8Ru-5Re. Kopel pertama untuk menentukan
difusivitas Re di dalam Ni, sedangkan kopel kedua untuk
difusivitas Re di dalam Ni yang mengandung Ru.
Prosedur percobaan dan perhitungan difusi yang
dilakukan sesuai dengan yang telah dilakukan peneliti
sebelumnya [28-30].
Hasil percobaan dan perhitungan ditunjukkan
pada Gambar 6. Dari gambar tersebut terlihat bahwa
koefisien difusi Re di dalam kopel yang mengandung Ru
(kopel Ni-8Ru//Ni-8Ru-5Re) sedikit lebih kecil
dibandingkan dengan kopel yang tidak mengandung Ru
( kopel Ni//Ni-5Re). Ini berarti sesuai dengan prediksi
pada paragraf sebelumnya bahwa Ru menurunkan
difusivitas Re di dalam paduan Ni.

Gambar 6. Koefisien difusi Re pada kopel difusi


Ni//Ni-5Re dan Ni-8Ru//Ni-8Ru-5Re yang dianil pada
1523 K selama 259,2 ks.

KESIMPULAN

Gambar 5. Plot a / 2 terhadap t 1 / 3 untuk superalloy yang


tidak mengandung Ru dan superalloy yang mengandung
4 %Ru pada suhu aging 1.324 K.

Ini menunjukkan bahwa penambahan Ru tidak


mengubah kecepatan pembesaran fasa pada
superalloy. Keberadaan Ru mungkin dapat mengubah
parameter-parameter pada Persamaan (3), tetapi
perubahan tersebut saling menyeimbangkan
menyebabkan harga k tidak berubah. Dengan
mempertimbangkan bahwa ukuran rata-rata pada
superalloy yang mengandung Ru sedikit lebih kecil
dibandingkan pada superalloy yang tidak mengandung
Ru seperti terlihat pada Gambar 5, diharapkan adanya
peningkatan energi antarmuka oleh penambahan Ru.
Akan tetapi, dengan asumsi bahwa parameter Vm dan Ce
pada persamaan (3) adalah konstan, peningkatan energi
antarmuka dapat diseimbangkan dengan penurunan
difusivitas D untuk Re sebagai unsur pengontrol
kecepatan fasa [27].

Pengaruh Ru terhadap strukturmikro superalloy


berbasis nikel telah diteliti. Ru menyebabkan fasa
memiliki bentuk kuboid yang lebih tajam dengan ukuran
yang lebih kecil. Penambahan 6 %w/w Ru pada superalloy
menyebabkan adanya presipitasi fasa ketiga yang
teridentifikasi sebagai intermetalik berbasis RuAl
berdasarkan analisis komposisi kimia dengan EDX.
Telah ditunjukkan pula bahwa kinetika
pembesaran fasa dikontrol oleh proses difusi
unsur-unsur di dalam paduan dan Ru tidak
mempunyai pengaruh terhadap konstanta kecepatan
pembesaran fasa . Hasil ini dijelaskan dengan
mempertimbangkan bahwa Ru meningkatkan
energi antarmuka tetapi menurunkan difusi Re
sebagai unsur pengontrol kecepatan pembesaran
fasa . Percobaan kopel difusi yang dilakukan
mengkonfirmasikan menurunnya kecepatan difusi Re
terhadap penambahan Ru.

DAFTAR ACUAN
[1].

P. CARRON and T. KHAN, Aerosp. Sci. Technol.,


3 (1999) 513-523
91

Jurnal Sains Materi Indonesia


Indonesian Journal of Materials Science

[2].

[3].

[4].
[5].
[6].
[7].
[8].

[9].

[10].

[11].

[12].

[13].
[14].
[15].

[16].
[17].
[18].
[19].

[20].
[21].

[22].
[23].
[24].
[25].

92

K. MATSUGI, Y. MURATA, M. MORINAGA and


N. YUKAWA, Superalloys, TMS, Warrendale, PA,
(1992) 307-316
T. HINO, et al., Materials for Adv. Power Eng.,
Forschungszentrum Julich Publisher, Julich, (1998)
1129
R. DAROLIA, D. F. LAHRMAN and R. D. FIELD,
Superalloys, TMS, Warrendale, PA (1998) 255-264
G.L. ERRICKSON, Superalloys, TMS, Warrendale,
PA, (1996) 35-44
R.M. KEARSEY, J.C. BEDDOES, P. JONES, and
P. AU, Intermetallic, 12 (2004) 903-910
C.M.F. RAE and R.C. REED, Acta Mater., 49 (2001)
4113-4125
S. WALSTON, A. CETEL, R. MACKAY, K.
OHARA, D. DUHL, and R. DRESHFIELD:
Superalloys, TMS, Warrendale, PA, (2004) 15-24
H. MURAKAMI, T. HONMA, Y. KOIZUMI and H.
HARADA, Superalloys, TMS, Warrendale, PA,
(2000) 747-756
K. S. OHARA, W. S. WALTSON, E. W. ROSS and
R. DAROLIA, General Electric Company, US Patent
#5, 482, 789 (1996)
T. B. MASSALSKI, Binary Alloys Phase Diagram,
2nd Edition,ASM International, Materials Park, OH
(1990)
T. YOKOKAWA, M. OSAWA, K. NISHIDA,
T. KOBAYASHI, Y. KOIZUMI and H. HARADA,
Script. Mater., 49 (2003) 1041-1046
A. VOLEK, F. PYCZAK, R.F. SINGER, and
H. MUGHRABI, Script. Mater., 52 (2005) 141-145
A. Sato et al , Scripta Mater., 54 (2006) 1679-1684
Y. KOIZUMI,T. KOBAYASHI, T. YOKOKAWA,,
Z. JIANXIN, M. OSAWA, H. HARADA, Y. AOKI
and M. ARAI, Superalloys, TMS, Warrendale, PA,
(2004) 35-43
F. PYCZAK, B. DEVRIENT, F.C. NEUNE and H.
MUGHRABI, Acta Mater., 53 (2005) 3879-3891
A.C. Yeh and S. Tin : Scripta Mater., 52 (2005)
519-524
L.J. Rowland, Q. Feng. and T.M. Pollock:
Superalloys, TMS, Warrendale, PA, (2004) 697-706
A. P. OFORI, C. J. HUMPHREYS, S. TIN, C. N.
JONES: Superalloys, TMS, Warrendale, PA, (2004)
787-794
UHTSCAImageTool software, tersedia online pada
http://ddsdx.uthscsa.edu/dig/itdesc.html
P. VILLARS, A. PRINCE, H. OKAMOTO, The
Handbook of Ternary Phase Diagrams, ASM
International, Materials Park, OH, (1995)
R. A. STEVES and P. E. J. FLEWITT, Mater. Sci.
and Eng., 37 (1979) 237-247
I. LIFSHITZ, V. SLYOZOV, J. Phys. Chem. Sol., 19
(1961) 35
C. WAGNER, Elektrochem., 65 (1961) 581
A.D. BRAILSFORD and P. WYNBLATT, Acta
Metall., 27 (1979) 489-497

Edisi Khusus Desember 2008, hal : 88 - 92


ISSN : 1411-1098

[26]. C.K.L. DAVIES, P. NASH, and R.N. STEVES, Acta


Metall., 28 (1980) 179-189
[27]. A.F. GIAMEI and D.L. ANTON , Met. Trans. A16
(1985) 1997-2005
[28]. E. MABRURI, M. HATTORI, K. HASUIKE,
T. KUNIEDA, Y. MURATA, and M. MORINAGA,
Mater. Trans., 47 (5) (2006) 1408-1411
[29]. E. MABRURI, S. SAKURAI, Y. MURATA,
T. KOYAMA and M. MORINAGA, Mater. Trans.,
48 (10) (2007) 2718-2723
[30]. E. MABRURI, S. SAKURAI, Y. MURATA,
T. KOYAMA and M. MORINAGA, M Mater.
Trans., 49 (6) (2008) 1441-1445

Anda mungkin juga menyukai