0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
361 tayangan10 halaman

Qawa'Id Ushuliyyah

Unduh sebagai rtf, pdf, atau txt
Unduh sebagai rtf, pdf, atau txt
Unduh sebagai rtf, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 10

I;

Latar Belakang
Nash-nash Al-Qur`an dan Sunnah disampaikan dalam bahasa Arab.
Pemahaman hukum dari nash bsa menjadi satu pemahaman yang benar apabila
diperhatikan dan dijaga tata bahasa Arab dan cara-cara dalalahnya, serta dalil
yang menunjukkan bahwa lafal-lafalnya itu berbentuk mufrad atau susunan.
Oleh karena inilah, maka ulama ushul fiqih Islam menaruh perhatian serius
pada penelitian tentang gramatikal bahasa Arab.1
Gambaran Al-Qur`an pada hukum tidak hanya menggunakan satu bentuk
kalimat tertentu, tetapi tampil dalam berbagai bentuk, seperti kalimat perintah
(shighat amar), kalimat larangan (shighat larangan), kalimat yang bersifat
umum, muthlaq dan sebagainya.2
Oleh karena itulah, ulama ushul fiqih melakukan penelitian dan
pembahasan secara sistematis mengenai stuktur bahasa Arab, ungkapanungkapannya dan mufradat-mufradatnya atau melakukan penelitian secara
sungguh-sungguh terhadap gaya bahasa serta pemakaiannya dalam syariat. 3
Dari hasil penelitian itu kemudian para ulama ushul fiqih membuat kaidahkaidah standar yang akan dipakai untuk memahami nash-nash itu, sehingga
sesuai dengan apa yang dimaksud oleh bahasa nash itu sendiri. Maka dari itu,
dalam makalah ini kami menyebutkan beberapa kaidah-kaidah ushuliyyah yang
telah dirangkai oleh para ulama ushul fiqih.

II;

III;

Rumusan Masalah
1; Apa definisi qawaid ushuliyyah?
2; Bagaimana objek dan urgensi dari kaidah-kaidah ushuliyah?
3; Bagaimana kaidah-kaidah ushuliyah?
Pembahasan
A; Definisi Qawaid Ushuliyah

1 Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushulul Fiqh, (Indonesia: Al-Haramain An-Nasyr wat Tauzi, 2004),
h. 140.
2 Abdul Wahid, Kaidah-Kaidah Pemahaman dan Pengambilan Hukum Al-Qur`an dan As-Sunnah
(Studi Tentang Lafadz Am, Khas, Lafadz Muthlaq, dan muqayyad), (Jurnal Pendidikan dan
Pranata Islam Syaikhuna, Edisi 10 Nomor 2 Maret 2015), h. 59.
3 Abdul Wahid, Kaidah-Kaidah Pemahaman dan Pengambilan Hukum Al-Qur`an dan As-Sunnah,
h. 59. Lihat juga: Alaidin Koto, Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh (Sebuah Pengantar), (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2006), h. 7

Qawaid ushuliyah merupakan susunan dari dua kata yang harus


dijelaskan secara terpisah, yaitu kaidah dan ushuliyah. 4 Adapun kaidah dalam
bahasa Arab disebut ( )sebagai bentuk tunggal, sementara qawaid (
)merupakan bentuk jamak dari kata kaidah, yang artinya adalah kaidahkaidah. Kini kata qaidah telah menyatu dengan bahasa Indonesia dengan kata
kaidah.
Menurut Ahmad Muhammad Asy-Syafii dalam bukunya Ushul Fiqh
Islami menyatakan bahwa kaidah adalah:

Hukum-hukum ysng bersifat kulli (menyeluruh) yang dijadikan jalan untuk


terciptanya masing-masing hukum juzi.
Fathi Ridlwan meyatakan dalam bukunya Min Falsafati At-Tasyri AlIslami bahwa kaidah adalah:

Hukum yang bersifat kulli (general law) yang meliputi semua bagianbagiannya.
Sedangkan Hasbi Ash-Shiddieqi mengidentikkan dengan asas atau fondasi.
Selanjutnya beliau menukil pengertian kaidah yang dikemukakan oleh Prof.
Mustafa Az-Zarqa, menurutnya kaidah ialah:

Hukum yang berlaku sebagian besar yang meliputi sebagian besar bagianbagiannya.
Adapun yang dimaksud dengan kaidah ini adalah kaidah-kaidah yang
dipakai oleh ulama ushuliyun berdasarkan makna dan tujuan ungkapanungkapan yang telah ditetapkan oleh para ahli bahasa Arab, sesudah diadakan
penelitian-penelitian yang bersumber dari kesusasteraan Arab.5
Pengertian kaidah tersebut berkenaan dengan pengertian yang digunakan
oleh para ushuliyyun,karena pada dasarnya keberlakuan kaidah, baik kaidah
ushuliyan maupun kaidah fiqhiyah itu bersifat sebagian besar bukan
keseluruhan.6
4 Mukhlis Usman, Kaidah-Kaidah Istinbath Hukm Islam: (Kaidah-Kaidah Ushuliyah dan
Fiqhiyah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), h. 3.
5 Peunoh Daly dan Quraish Shihab, Ushul Fiqh II: Qaidah-Qaidah Istinbath dan Ijtihad (Metode
Penggalian Hukum Islam), (Jakarta: Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam,
1986), h. 2.
6 Mukhlis Usman, Kaidah-Kaidah Istinbath Hukm Islam, h. 4

Sedangkan pengertian ushuliyah diambil dari kata ashl yang diberi ya`
nisbah (ya` yang berfungsi untuk membangsakan atau menjeniskan). Dalam
arti terminologi ashal mempunyai makna sebagai berikut:

:
Sesuatu yang dijadikan dasar atas sesuatu yang lain.
Dalam arti terminologi ashal mempunyai 5 pengertian, yaitu:7
1; Ashal berarti kaidah yang bersifat menyeluruh. Misalnya kebolehan
memakan bangkai bagi yang terpaksa itu menyalahi hukum ashal yakni
menyalahi bagi kaidah kulliyah, yaitu:



2; Ashal berarti yang lebih kuat (Rajih)

Misalnya kalimat Al-ashlu fil kalami al-haqiqoh (ashal yang lebih kuat dari
suatu ungkapan adalah makna sebenarnya bukan makna simbolik).
3; Ashal berarti hukum ashal (Mustashhab)
Misalnya kalimat al-ashlu baqou ma kana ala ma kana, (Hukum
ashal/istishab adalah tetapnya apa yang telah ada atas apa yang telah ada).
Misalnya keraguan apakah wudhunya masih sah atau sudah batal, maka hal
itu masih sah.
4; Ashal berarti Maqis alaih (dalam bab Qiyas)
Misalnya keberlakuan hukum riba bagi beras dan gandum. Beras
merupakan maqis (yang diserupakan) yang dikatakan furu, sedangkan
gandum merupakan maqis alaih (yang diserupai) yang dikatakan ashal.
5; Ashal berarti dalil
Misalnya ungkapan Ashal masalah ini adalah Al-Qur`an dan As-Sunnah
yakni dalilnya.
Dengan demikian pengertian Kaidah Ushuliyah adalah suatu hukum
kulli yang dapat dijadikan standar hukum bagi juzi yang diambil dari dasar
kulli yakni Al-Qur`an dan As-Sunnah. Karena itu kaidah ushuliyah dapat
dikatakan sebagai kaidah istinbathiyah ataupun kaidah lughawiyah.8
B; Metode Perolehan Kaidah Ushuliyah

Ulama ushuliyah membagi metode perolehan kaidah ushuliyah dengan 3


bagian, yaitu: metode mutakallimin, metode ahnaf dan metode campuran.
7 Abdul Hamid Hakim, Al-Bayan, Jilid 3, (Jakarta: Maktabah As-Sadiyah Putra, t.t.), h. 3.
8 Mukhlis Usman, Kaidah-Kaidah Istinbath Hukm Islam, h. 6.

1; Metode mutakallimin

Metode mutakallimin sering disebut sebagai metode syafiiyyah. Metode


ini banyak dikembangkan oleh golongan Muktazilah Asyariyah dan Imam
Syafii sendiri. Mereka menggunakan metode ini dengan cara
memproduksi kaidah-kaidah serta mengeluarkan qonun-qonun ushuliyah
dari penggaliyan lafal-lafal serta uslub-uslub bahasa Arab.9
2; Metode ahnaf
Metode ahnaf (hanafiyah) dicetuskan oleh Imam Abu hanifah dengan jalan
mengadakan istiqra` (induksi) terhadap pendapat-pendapat imam
sebelumnya dan mengumpulkan pengertian makna dan batasan-batasan
yang mereka pergunakan sehingga metode ini mendapatkan konklusi
darinya.
Metode hanafiyah ditempuh melalui sistem penyusunan kaidah-kaidah dan
bahasan-bahasan ushuliyah yang telah diyakininya bahwa para imam telah
menyandarkan ijtihadnya pada kaidah-kaidah atau bahasan-bahasan
ushuliyaj tersebut.10
3; Metode campuran
Metode ini merupakan metode penggabungan antara metode mutakallimin
dan metode hanafiyah, yakni dengan cara memperhatikan kaidah-kaidah
ushuliyah dan mengemukakan dalil-dalil atas kaidah-kaidah itu. Juga
memperhatikan aplikasinya terhadap ushul fiqih fariyyah dan relevansinya
terhadap kaidah-kaidah tersebut.11
C; Objek dan Urgensi Kaidah-Kaidah Ushuliyah

Penggunaan kaidah-kaidah ushuliyah hanya dipakai sebagai jalan untuk


memperoleh dalil hukum dan hasil hukumnya. Misalnya penerapan hukum
amar, nahi dan sebagainya serta penerimaan atau penggalian dalil-dalil
dhanniyyah seperti qiyas, istishab, istishan dan sebagainya.12
Kaidah-kaidah ushuliyah merupakan gambaran umum yang pada lazimnya
mencangkup metodeistinbatiyah dari sudut pemaknaan, baik dari tinjauan
lughawi (kebahasaan) maupun tarkib (susunan) dan uslub-uslubnya (gaya
bahasa). Karena itu semua merupakan model-model istinbath harus mengacu
9 Mukhlis Usman, Kaidah-Kaidah Istinbath Hukm Islam, h. 8
10 Mukhlis Usman, Kaidah-Kaidah Istinbath Hukm Islam, h.10.
11 Mukhlis Usman, Kaidah-Kaidah Istinbath Hukm Islam, h.11.
12 Mukhlis Usman, Kaidah-Kaidah Istinbath Hukm Islam, h.13.

pada kaidah yang telah ditetapkan dan disepakati bersama. Seseorang akan
mampu berbicara masalah hukum jika ia telah mengetahui kaidah-kaidah
ushuliyah walaupun pengetahuan tentang dalil-dalil nash kurang dikuasai.
D; Kaidah-Kaidah Ushuliyah

Kaidah-kaidah ushuliyah banyak berkaitan dengan amar, nahyu, amm,


khas, muthlaq, muqayyad, mujmal, mufashshal. Berikut kami menjelaskan
kaidah-kaidah yang terdapat pada kaidah ushuliyah:
1; Kaidah-kaidah yang berpautan dengan amar
Amar adalah tuntutan mengerjakan suatu perbuatan dari yyang lebih tinggi
derajatnya untuk bawahannya. Adapun kaidah-kaidah yang berkaitan
dengan amar adalah sebagai berikut:
a; Amar menunjukkan arti wajib


Pada dasarnya amar itu menunjukkan arti wajib
2; Kaidah-kaidah yang berpautan dengan nahi
Nahi secara bahasa artinya larangan, sedangkan secara
terminologinya adalah tuntutan untuk meninggalkan perbuatan tertentu dari
yang lebih tinggi menuju kepada yang lebih rendah tingkatannya.13 Adapun
kaidah-kaidahnya adalah sebagai berikut:


pada dasarnya larangan itu menunjukkan arti haram.
3; Kaidah-kaidah yang berpautan dengan amm dan khas
Amm adalah lafal yang menunjukkan pada satuan-satuan yang
terbatas dari semua satuan yang tercakup pada maknanya tanpa terbatasi
sesuatu baik tinjauan bahasa maupun penyertanya.14 Sementara Abdul
Wahab Khalaf mendefinisikannya bahwa amm adalah lafal yang
ditetapkan untuk satu makna. Satu makna ini terealisir pada satuan-satuan
yang banyak yang tidak terbatasi pada lafalnya, kendatipun dalam
kenyataannya satuan itu terbatas.15 Adapun kaidah-kaidah yang berkaitan
dengan amm adalah sebagai berikut:


13 Abdul Hamid Hakim, Al-Bayan, h. 30.
14 Abdul Hamid Hakim, Al-Bayan, h. 35.
15 Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushulul Fiqh, (Indonesia: Al-Haramain An-Nasyr wat Tauzi,
2004), h. 177.

keumuman itu yang dimaksud dari sudut lafalnya.


Khas merupakan kebalikan dari amm, yaitu sesuatu yang tidak
dapat memperoleh dua atau lebih tanpa adanya pembatasan. 16 Khas adalah
lafal yang menjelaskan makna satu dari satuan-satuannya.17 Sedangkan
menurut Abdul Wahab Khalaf khas merupakan lafal yang ditetapkan untuk
makna yang terbukti keberadaannya pada satu perorangan atau beberapa
orang yang terbatas jumlahnya. Adapun kaidah yang berkaitan dengan khas
ini adalah:



Sesungguhnya pengkhususan lafadz-lafadz amm itu diperbolehkan.
4; Kaidah-kaidah yang berpautan dengan muthlaq dan muqayyad
Muthlaq adalah lafafadz yang menunjukkan pada satuan tanpa ada
batasan-batasannya. Hukum dari menggunakan lafadz muthlaq adalah
dapat digunakan sesuai dengan kemuthlakannya selama tidak ada hal yang
dapat membatasinya.18 Adapun kaidahnya adalah sebagai berikut:


Muthlaq itu ditetapkan menurut kemuthlakkannya selama belum ada bukti
yang membatasinya.
Sedangkan muqayyad adalah lafal yang menunjukkan satuansatuan tertentu yang dibatasi oleh batasan yang mengurangi keseluruhan
jangkauannya.19 Adapun kaidah yang berkaitan dengan muqayyad adalah:



Muqayyad itu ditetapkan berdasarkan batasannya selama belum ada dalil
yang menyatakan kemutlakannya.
5; Kaidah-kaidah yang berpautan dengan mujmal dan mubayyin
Mujmal adalah lafadz yang mengandung sejumlah keadaan atau
hukum yang tercangkup di dalamnya dan tidak dapat diketahui ketentuannya tanpa adanya penjelasan lebih lanjut. Sedangkan mubayyin adalah lafal
yang sudah jelas ketentuannya, dan bayan adalah mengeluarkan ketentuan

16 Abdul Hamid Hakim, Al-Bayan, h. 52.


17 Mukhlis Usman, Kaidah-Kaidah Istinbath Hukm Islam, h. 44.
18 Abdul Hamid Hakim, Al-Bayan, h. 78.
19 Abdul Hamid Hakim, Al-Bayan, h. 78. Lihat juga: Mukhlis Usman, Kaidah-Kaidah Istinbath
Hukm Islam, h. 57.

dari yang sulit menuju ketentuan yang jelas. 20 Kaidah-kaidah yang


berkaitan dengan mujmal dan mubayyin adalah sebagai berikut:


Keduanya diikutkan pada yang memberi faedah makna dua.
Kaidah tersebut digunakan dengan ketentuan bila terdapat lafal yang
mengandung 2 visi, visi pertama mempunyai makna satu dan visi yang
lainnya mempunyai makna dua.
6; Kaidah-kaidah yang berpautan dengan muradif dan musytarak
Muradif adalah lafal yang hanya mempunyai satu makna,
sedangkan musytarak adalah lafal yang mempunyai dua makna atau lebih.21
Kaidah-kaidah yang berkaitan dengan muradif dan musytarak adalah
sebagai berikut:
a; Peletakkan dua muradif pada tempat yang lain


Mendudukkan setiap dua muradif pada tempat yang lain itu
diperbolehkan jika tidak ditetapkan oleh syara.22
b; Penggunaan lafal musytarak


Penggunaan musytarak pada yang dikehendaki ataupun beberapa
maknanya itu diperbolehkan.
7; Kaidah-kaidah yang berpautan dengan manthuq dan mafhum
Manthuq adalah lafadz yang hukumnya memuat apa yang
diucapkan (tersurat). Sedangkan mafhum adalah lafadz yang hukumnya
terkandung dalam arti di balik manthuq.
Kaidah-kaidah yang berkaitan dengan manthuq dan mafhum
adalah:
a; Mafhum mukholafah dapat dijadikan hujjah. Kaidahnya:


Mafhum muwafaqah (makna tersirat yang sesuai) dapat dijadikan
hujjah.
b; Semua mafhum mukhalafah dijadikan hujjah, yaitu mafhum shifat,
mafhum illah, mafhum syarat, mafhum adad, mafhum ghayah,
20 Abdul Hamid Hakim, Al-Bayan, h. 70.
21 Mukhlis Usman, Kaidah-Kaidah Istinbath Hukm Islam, h. 64.
22 Abdul Hamid Hakim, Al-Bayan, h. 77.

mafhum hasyr, mafhum zaman dan makan, kecuali mafhum liqab.


Kaidahnya:


Dan semua mafhu mukhalafah dapat dijadikan hujjah kecuali mafhum
laqab.
8; Kaidah-kaidah yang berpautan dengan dhohir dan mu`awwal
Dhohir adalah lafadz yang menunjukkan makna secara langsung
tanpa memerlukan penyerta lain untuk memahami maksud lafadz itu dan
memungkinkan adanya takhsis maupun ta`wil serta nasakh pada masa
Rasulullah Saw. Sedangkan mu`awwal adalah lafadz yang dikeluarkan dari
makna dhahirnya pada makna lain yang menghendakinya berdasarkan bukti
yang menunjukkan demikian, serta memungkinkan adanya rajih.23
Kaidah yang berkaitan dengan dhohir dan mu`awwal: adalah
jumhur ulama sepakat bahwa masalah-masalah furuiyyah dapat
ditakwilkan.

Masalah furu dapat dimasuki takwil secara ittifaq.24


9; Kaidah-kaidah yang berpautan dengan nasakh-mansukh
Nasakh adalah menghapus hukum yang sebenarnya masih berlaku
dengan hukum baru, seandainya tidak ada penghapusan itu tentunya ia
masih berlaku.25
Kaidah yang berkaitan dengan nasakh adalah sebagai berikut:

Dallil qothi tidak dapat dihapus dengan dalil dhanni.
Dalil qothi hanya ada pada Al-Qur`an dan As-Sunnah serta
sebagian ijma, sedangkan dalil dhanni adalah qiyas, istishan, istishab,
mahlahah mursalah, urf, syaru man qoblana, dan sebagainya.
IV;

Analisis
Dalam kaidah nahi (larangan) yang menyatakan bahwa pada dasarnya
larangan itu menunjukkan arti haram. Adapun jika larangan tersebut disertai
dengan qorinah tertentu, maka nahi tersebut bermakna sesuai dengan
konteksnya yang menyertainya, yaitu:
23 Mukhlis Usman, Kaidah-Kaidah Istinbath Hukm Islam, h. 67.
24 Abdul Hamid Hakim, Al-Bayan, h. 86.
25 Mukhlis Usman, Kaidah-Kaidah Istinbath Hukm Islam, h. 69.

a; Nahi bermakna makruh


b; Nahi bermakna harapan
c; Nahi bermakna petunjuk (irsyad)
d; Nahi bermakna akibat
e; Nahi bermakna keabadian
f;
g;
h;
i;
j;

Nahi bermakna memberikan keputusasaan


Nahi bermakna menghibur
Nahi bermakna angan-angan
Nahi bermakna menjelaskan
Nahi bermakna larangan biasa

Artinya: Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut


kemiskinan. kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga
kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang
besar.26
Berkaitan dengan ayat al-Qur`an di atas yang menjelaskan tentang
larangan membunuh anak merupakan larangan yang maksudnya pengharaman
walau bagaimanapun keadaannya. Orang yang membunuh anak karena takut
mengadapi kemiskinan sebenarnya putus asa dan tidak ridha dengan ketentuan
Allah. Seseorang yang tega membunuh anaknya seolah-olah telah memastikan,
bahwa jika anaknya tetap hidup, kehidupannya akan semakin miskin. Padahal
dalam ayat tersebut Allah pun berjanji bahwa Dia akan memberikan rezeki
kepada hambanya, maka membunuh anak menjadi suatu dosa besar karena ia
telah menentang takdir Allah.
V;

Kesimpulan
Dari pemaparan di atas kami dapat simpulkan bahwa:
; Kaidah ushuliyah merupakan suatu hukum kulli yang dapat dijadikan
standar hukum bagi juzi yang diambil dari dasar yang kulli, yakni AlQur`an dan As-Sunnah.
; Metode dalam penerapan kaidah ushuliyah ada 3 metode, yaitu: metode
mutakallimin, metode ahnaf (hanafiyah), dan metode campuran.

26 QS. Al-Isro` [17]: 31

; Kaidah-kaidah ushuliyah dari shighah amar, nahi, am, khas, muthlaq,

muqayyad, mujmal, mubayyin, muradif, musytarak, mafhum, manthuq,


dhohir, mu`awwal, dan nasikh-mansukh.

DAFTAR PUSTAKA
Daly, Peunoh dan Quraish Shihab, 1986,Ushul Fiqh II: Qaidah-Qaidah Istinbath
dan Ijtihad (Metode Penggalian Hukum Islam), (Jakarta: Direktorat
Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam.
Hakim, Abdul Hamid Al-Bayan, Jilid 3, Jakarta: Maktabah As-Sadiyah Putra, t.t.
Khalaf, Abdul Wahab, 2004, Ilmu Ushulul Fiqh, Indonesia: Al-Haramain AnNasyr wat Tauzi.
Koto, Alaidin, 2006, Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh (Sebuah Pengantar), (Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Usman, Mukhlis, 1999,Kaidah-Kaidah Istinbath Hukm Islam: (Kaidah-Kaidah
Ushuliyah dan Fiqhiyah, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Wahid, Abdul, 2015, Kaidah-Kaidah Pemahaman dan Pengambilan Hukum AlQur`an dan As-Sunnah (Studi Tentang Lafadz Am, Khas, Lafadz
Muthlaq, dan muqayyad), Jurnal Pendidikan dan Pranata Islam
Syaikhuna, Edisi 10 Nomor 2 Maret.

Anda mungkin juga menyukai