0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
97 tayangan11 halaman

Bab I

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 11

BAB I

PENDAHULUAN
Stenosis duodenum merupakan penyempitan pada duodenum yang menyebabkan
obstruksi pada duodenum. Stenosis duodenum dipercayai terjadi akibat kegagalan
dalam proses pembentukan embriologi struktur bilier dan pankreas selama masa fetus.
Side to side duodenoduodenostomy adalah terapi operatif perbaikan standar pada
stenosis duodenum, pada beberapa kasus, duodenojejunostomy dapat menjadi pilihan
jenis operasi yang lain dengan perbaikan yang lebih mudah dengan pembedahan yang
minimal.
Walaupun insidens obstruksi duodenum cukup jarang, diestimasi insidennya
bervariasi antara1 dari 10.000 hingga 1 dari 40.000 kelahiran. Kebanyakan diperoleh
perbandingan antara atresia dan stenosis adalah 3:2 atau 2:2. Atresia duodenum dan
stenosis adalah penyebab tersering dari obstruksi intestinum pada bayi yang baru lahir.
Ada berbagai jenis tipe obstruksi duodenum, obstruksi dapat parsial maupun komplit,
ekstrinsik atau instrinsik, atau bahkan kedua-duanya. Atresia dan stenosis duodenum
termasuk dalam obstruksi instrinsik.
Obstruksi duodenum berkaitan dengan prematuritas (46%) dan polyhidramnions
maternal (33%). Sebagai tambahan, terdapat angka kejadian yang tinggi hubungan
antara obstruksi duodenum dan sejumlah anomali, yaitu down syndrome (>30%),
malrotasi (>20%), kelainan jantung bawaan (20%). Gejala klinis yang paling sering
muncul adalah muntah bilious dan intoleransi makanan. Dari pemeriksaan fisis, tdak
ada temuan yang spesifik untuk menegakkan diagnosis, namun mungkin kita akan
menemukan distensi pada perut bagian atas. Pada pemeriksaan penunjang dapat
dilakukan pemeriksaan foto polos abdomen. Pada foto polos abdomen akan didapatkan
gambaran udara double bubble yang merupakan patognomonis gambaran pada
obstruksi duodenum.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI DUODENUM

Intestinum tenue merupakan organ pencernaan yang sering juga disebut


sebagai small intestine atau usus kecil/ usus halus. Intestinum tenue
menghubungkan gaster dengan valvulla ileocaecal (bauhini) yang merupakan
batas antara intestinum tenue dengan intestinum crassum. Seluruh organ yang
termasuk dalam intestinum tenue juga merupakan organ-organ intraperitoneal.
Intestinum tenue terdiri atas duodenum, jejenum, dan ileum.
Duodenum atau juga disebut dengan usus 12 jari merupakan usus yang
berbentuk seperti huruf C yang menghubungkan antara gaster dengan jejunum.
Duodenum melengkung di sekitar caput pancreas. Duodenum merupakan bagian
terminal/ muara dari system apparatus biliaris dari hepar maupun dari pancreas.
Selain itu duodenum juga merupakan batas akhir dari saluran cerna atas. Dimana
saluran cerna dipisahkan menjadi saluran cerna atas dan bawah oleh adanya
ligamentum Treitz (m. suspensorium duodeni) yang terletak pada flexura
duodenojejunales yang merupakan batas antara duodenum dan jejunum. Di dalam
lumen duodenum terdapat lekukan-lekukan kecil yang disebut dengan plica
sircularis. Duodenum terletak di cavum abdomen pada regio epigastrium dan

umbilikalis.

Duodenum

memiliki

penggantung

yang

disebut

dengan

mesoduodenum. Duodenum terdiri atas beberapa bagian :


a. Duodenum pars Superior
Bagian ini bermula dari pylorus dan berjalan ke sisi kanan vertebrae
lumbal I dan terletak di linea transyplorica. Bagian ini terletak setinggi
Vertebrae Lumbal I, dan memiliki syntopi :

Anterior : lobus quadariatus hepatis, vesica fellea


Posterior : bursa omentalis, a. gastroduodenalis, ductus choledocus, v.

portae hepatis dan V. cava inferior


Superior : foramen epiploica winslow
Inferior : caput pancreas
b. Duodenum pars Descendens
Merupakan bagian dari duodenum yang berjalan turun setinggi
Vertebrae Lumbal II III. Pada duodenum bagian ini terdapat papilla
duondeni major dan minor, yang merupakan muara dari ductus pancreaticus
major dan ductus choledocus, juga oleh ductus pancreaticus minor yang
merupakan organ apparatus biliaris yang merupakan organ-organ system
enterohepatic. Duodenum bagian ini memiliki syntopi :

Anterior : fundus vesica fellea, colon transversum, lobus hepatis dextra,

lekukan usus halus.


Posterior : ureter dextra, hilus renalis dextra
Medial : caput pancreas
Lateral : colon ascendens, flexura coli dextra, lobus hepatis dextra
c. Duodenum pars Horizontal
Merupakan bagian dari duodenum yang berjalan horizontal ke sinistra
mengikuti pinggir bawah caput pancreas dan memiliki skeletopi setinggi
Vertebrae Lumbal II. Duodenum bagian ini memiliki syntopi :

Anterior : mesenterium usus halus, vasa. Mesenterica superior, lekukan

jejunum
Posterior : ureter dextra, m. psoas dextra, VCS, aorta
Superior : caput pancreas
Inferior : lekukan jejunum
d. Duodenum pars Ascendens
Merupakan bagian terakhir dari duodenum yang bergerak naik hingga pada
flexura duodenujejunales yang merupakan batas antara duodenum dan
jejunum. Pada flexura duodenojejunales ini terdapat ligamentum yang

menggantung yang merupakan lipatan peritoneum yang disebut dengan lig.


Treitz (m. suspensorium duodeni) yang dimana ligamentum ini juga
merupakan batas yang membagi saluran cerna menjadi saluran cerna atas
dan saluran cerna bawah. Duodenum bagian ini memiliki skeletopi setinggi
Vertebrae Lumbal I atau II. Duodenum bagian ini memiliki syntopi :

Anterior : mesenterium, lekukan jejunum.


Posterior : pinggir kiri aorta , pinggir medial m. psoas sinistra

Vaskularisasi Duodenum
Vaskularisasi duodenum baik arteri maupun vena nya terbagi menjadi 2.
Untuk duodenum pars superior hingga duodenum pars descendens diatas papilla
duodeni major (muara ductus pancreticus major), divaskularisasi oleh R. superior
a. pancrearicoduodenalis cabang dari a. gastroduodenalis, cabang dari a. hepatica
communis, cabang dari triple hallery yang dicabangkan dari aorta setinggi
Vertebae Thoracal XII Vertebrae Lumbal I. dan aliran vena nya lgsg bermuara
ke sistem portae.
Sedangkan dibawah papilla duodeni major, duodenum divaskularisasi oleh
R. duodenalis a. mesenterica superior yang dicabangkan dari aorta setinggi
Vertebrae Lumbal I. Sedangkan aliran vena nya bermuara ke v. mesenterica
superior.
Innervasi Duodenum
Duodenum di innervasi oleh persarafan simpatis oleh truncus sympaticus
segmen thoracal VI-XII, sedangkan persarafan parasimpatis nya oleh n. vagus (n.
X)
Fisiologi Duodenum
Pada duodenum pars superior secara histologist terdapat adanya sel
liberkeuhn yang berfungsi untuk memproduksi sejumlah basa. Basa ini berfungsi
untuk menaikkan pH dari chymus yang masuk ke duodenum dari gaster, sehingga
permukaan duodenum tadi teriritasi dengan adanya chymus yang asam tadi.
Selain itu, pada duodenum terjadi proses pencernaan karbohidariat secara
enzymatic yang telah berbentuk disakarida. Dimana duodenum mendapatkan

muara dari ductus pancreaticus, dimana pada pancreas diproduksi enzyme


maltase, lactase dan sukrase. Dimana enzyme maltase akan berfungsi untuk
memecah 1 gugus gula maltose menjadi 2 gugus gula glukosa. Sedangkan lactase
akan merubah 1 gugus gula laktosa mjd 1 gugus glukosa dan 1 gugus galaktosa.
Sementara itu, enzyme sukrase akan memecah 1 gugus sukrosa mjd 1 gugus
fruktosa dan 1 gugus glukosa.
Sementara itu, di dalam duodenum juga terjadi pencernaan lipid secara
enzymatic. Dimana lipid dalam bentuk diasilgliserol akan teremulsi oleh adanya
getah empedu yang dialirkan mll ductus choledocus dari vesica fellea dan hepar.
Setelah itu, emulsi lemak tadi akan diubah oleh enzyme lipase pancreas mjd asam
lemak dan 2 diasilgliserol.
2.2 EPIDEMIOLOGI
Insiden obstruksi duodenum bervariasi antara1 dari 10.000 hingga 1 dari
40.000 kelahiran. Kebanyakan diperoleh perbandingan antara atresia dan stenosis
adalah 3:2 atau 2:2. Atresia duodenum dan stenosis adalah penyebab tersering dari
obstruksi intestinum pada bayi yang baru lahir.
Obstruksi

duodenum

berkaitan

dengan

prematuritas

(46%)

dan

polyhidariamnions maternal (33%). Sebagai tambahan, terdapat angka kejadian


yang tinggi hubungan antara obstruksi duodenum dan sejumlah anomali, yaitu
down syndariome (>30%), malrotasi (>20%), kelainan jantung bawaan (20%).
2.3 ETIOLOGI
Stenosis adalah suatu obstruksi lengkap dengan lubang kecil sekunder
diafragma atau web, sedangkan atresia adalah sebuah obstruksi lengkap.
Stenosis duodenum adalah penyempitan atau striktura lumen duodenum yang
abnormal menyebabkan obstruksi yang tidak lengkap. Bedakan dengan atresia
yang menyebabkan obstruksi lengkap Stenosis dan atresia duodenum umumnya
terdapat pada bagian pertama dan kedua duodenum, kebanyakan pada daerah
sekitar papilla Vater. Saluran empedu utama dapat berhubungan dengan mukosa
intraluminal web. Stenosis jejunum dan ileum adalah penyempitan atau striktura
lumen jejunum dan ileum yang abnormal menyebabkan obstruksi yang tidak
lengkap. Stenosis intestinum minor adalah sebuah penyempitan pada bagianbagian usus halus yaitu duodenum, ileum dan jejunum yang merupakan penyakit

kelainan

bawaan

yang

menyebabkan

obstruksi

tidak

lengkap.

Etiologinya antara lain :

Kompresi dari permukaan duodenum oleh band-band Ladd sekunder untuk

rotasi lengkap dari usus.


Annular membungkus pancreas.
Keturunan resesif autosomal
Adanya Polyhidramnion ( saat kehamilan )
Obstruksi instrinsik pada duodenum terjadi akibat kegagalan vakuolisasi dan
rekanalisasi.

2.4 PATOFISIOLOGI
Penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena adanya daya mekanik
yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga menyebabkan
penyempitan atau penyumbatan lumen usus. Hal tersebut menyebabkan pasase
lumen usus terganggu. Sehingga terjadi pengumpulan isi lumen usus yang berupa
gas dan cairan pada bagian proksimal tempat penyumbatan yang menyebabkan
pelebaran dinding usus (distensi).
Awalnya, peristaltik pada bagian proksimal usus meningkat sebagai
kompensasi adanya sumbatan atau hambatan. Bila obstruksi terus berlanjut dan
terjadi peningkatan tekanan intraluminal, maka bagian proksimal dari usus tidak
akan berkontraksi dengan baik dan bising usus menjadi tidak teratur dan hilang.
Peningkatan tekanan intraluminal dan adanya distensi menyebabkan gangguan
vaskuler terutama stasis vena. Dinding usus menjadi udem dan terjadi translokasi
bakteri ke pembuluh darah. Produksi toksin yang disebabkan oleh adanya
translokasi bakteri menyebabkan timbulnya gejala sistemik. Efek lokal
peregangan usus adalah iskemik akibat nekrosis disertai absorbsi toksin-toksin
bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik. Hal ini biasanya
terjadi pada obstruksi usus dengan strangulasi. Bahaya umum dari keadaan ini
adalah sepsis.
Pada obstruksi mekanik sederhana, hambatan pasase muncul tanpa disertai
gangguan vaskuler dan neurologik. Makanan dan cairan yang tertelan, sekresi
usus dan udara akan berkumpul dalam jumlah yang banyak jika obstruksinya
komplit. Bagian proksimal dari usus mengalami distensi dan bagian distalnya

kolaps. Fungsi sekresi dan absorbsi membran mukosa usus menurun dan dinding
usus menjadi edema dan kongesti. Distensi intestinal yang berat dengan
sendirinya secara terus menerus dan progresif akan mengacaukan peristaltik dan
fungsi sekresi mukosa serta meningkatkan risiko terjadinya dehidariasi, iskemik,
nekrosis, perforasi, peritonitis dan kematian.
2.5 MANIFESTASI KLINIK
Saat berumur beberapa bulan/tahun Gejala : Muntah , bilious dan non bilious
Bisa timbul saat dewasa : refluks gastroesofageal, ulserasi peptic, atau

obstruksi duodenum proksimal dari stenosis oleh bezoar.


Gejala sering tidak berkembang pada masa neonates
Biasanya anak mengalami mual intermiten dengan muntah. Muntahan berisi

empedu
Anak gagal untuk berkembang
Dapat ditemukan di perut bagian atas kembung.
Diwarnai empedu muntah pada neonatus berusia 24 jam
Radiografi polos yang menunjukkan penampilan ganda-gelembung gas tanpa

distal.
Gas usus distal mengindikasikan stenosis, membran tidak lengkap, atau

anomali duktus hepatopancreatic.


stenosis duodenum signifikan tidak diobati, kondisi cepat menjadi fatal
sebagai akibat dari hilangnya elektrolit dan ketidakseimbangan cairan.

2.6 PEMERIKSAAN FISIK


Inspeksi : tampak contour/ peristalsis lambung atau usus di daerah
epigastrium. Pada Inspeksi (Distensi abdomen, perut buncit, muntah muntah
warna kehijauan). Palpasi : tampak distended pada daerah epigastrium disebabkan
oleh duodenum dan gaster yang berdilatasi. Palpasi atau Perabaan (Perabaan pada
abdomen terasa bagian bagian darikolonyang melebar dan bisa dirasakan perut
keras atau defans abdomen).
2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada pemeriksaan penunjang dapat dilakukan pemeriksaan foto polos


abdomen. Pada foto polos abdomen akan didapatkan gambaran udara double
bubble yang merupakan patognomonis gambaran pada obstruksi duodenum.
2.8 PENATALAKSANAAN
Pemberian obat-obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai
profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah.
A. Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidariasi dan dekompresi nasogastrik untuk
mencegah sepsis sekunder.Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul
dengan teknik bedah yang disesuaikandengan hasil eksplorasi selama laparotomi.
1.

Persiapan Prabedah
Tindakan dekompresi dengan pemasangan sonde lambung (NGT) dan
lakukan pengisapan cairan dan udara. Tindakan ini untuk mencegah muntah
dan aspirasi. Resusitasi cairan dan elektrolit, koreksi asam basa, hiponatremia
dan hipokalemia perlu mendapat perhatian khusus.

2.

Pembedahan
Secara umum semua bentuk obstruksi duodenal indikasi untuk
dilakukan tindakan pembedahan. Atresia duodenal bersifat relatif emergensi
dan harus dikoreksi dengan tindakan pembedahan selama hari pertama setelah
bayi lahir. Prosedur operatif standar saat ini berupa duodenoduodenostomi
melalui insisi pada kuadarian kanan atas, meskipun dengan perkembangan
yang ada telah dimungkinkan untuk melakukan koreksi atresia duodenum
dengan cara yang minimal invasive. Atau dapat dilakukan tindakan
pembedahan

Anastomosis duodenoyeyunostomi. Tidak dilakukan reseksi

bagian atresia, karena dapat terjadi pemotongan ampula vateri dan saluran
Wirsungi. Prosedur pembedahan dimulai dengan insisi tranversal pada supra
umbilikalabdominal, 2 cm di atas umbilikus dengan cakupan mulai dari garis
tengah sampai kuadarian kanan atas. Setelah membuka kavum abdominal,
dilakukan inspeksi didalamnya untuk mencari kemungkinan adanya kelainan
anomali lainnya. Untuk mendapatkan gambaran lapang pandang yang baik
pada pars superior duodenum,dengan sangat hati-hati dilakukan penggeseran
hati (liver) selanjutnya kolon asenden dan fleksura coli dekstra disingkirkan
dengan

perlahan-lahan.

Terdapat

dua

bentuk

anastomosis

duodenduodenostomy yang dapatadiilakukan yaitu bentuk 1) Side to side


duodenostomy dan 2) Proksimal tranverseto distal longitudinal (Diamond
Shaped

Duodenoduodenostomy).

Tindakan

operasi

Diamond

Shaped

Duodenoduodenostomy (DSD) dilakukan sebagai berikut :

Incisi tranversal pada akhir duodenum proximal

Insisi longitudinal dibuat pada bagian yang lebih kecil duodenum distal

Papila Vattery ditempatkan dengan melihat bile flow

Nellaton cateter yang kecil dimasukkan melalui ujung segmen distal yang
dibuat.

20 - 30 ml saline hangat diinjeksikan

Cateter kemudian dilepas

2.9 Hubungan Sindrom Down dengan Stenosis Duodenum


Kromosom 21 yang lebih akan memberi efek ke semua sistem organ dan
menyebabkan perubahan sekuensi spektrum fenotip. Hal ini dapat menyebabkan
komplikasi yang mengancam nyawa, dan perubahan proses hidup yang signifikan
secara klinis. Sindrom Down akan menurunkan survival prenatal dan meningkatkan
morbiditas prenatal dan postnatal. Anak anak yang terkena biasanya mengalami
keterlambatan pertumbuhan fisik, maturasi, pertumbuhan tulang dan pertumbuhan
gigi yang lambat. Lokus 21q22.3 pada proksimal lebihan kromosom 21 memberikan
tampilan fisik yang tipikal seperti retardasi mental, struktur fasial yang khas, anomali
pada ekstremitas atas, dan penyakit jantung kongenital. Hasil analisis molekular
menunjukkan

regio

21q.22.1-q22.3

pada

kromosom

21

bertanggungjawab

menimbulkan penyakit jantung kongenital pada penderita sindrom Down. Sementara


gen yang baru dikenal, yaitu DSCR1 yang diidentifikasi pada regio 21q22.1-q22.2,
adalah sangat terekspresi pada otak dan jantung dan menjadi penyebab utama
retardasi mental dan defek jantung. Abnormalitas fungsi fisiologis dapat
mempengaruhi metabolisme thiroid dan malabsorpsi intestinal. Infeksi yang sering
terjadi dikatakan akibat dari respons sistem imun yang lemah, dan meningkatnya
insidensi terjadi kondisi aotuimun, termasuk hipothiroidism dan juga penyakit
Hashimoto. Penderita dengan sindrom Down sering kali menderita hipersensitivitas
terhadap proses fisiologis tubuh, seperti hipersensitivitas terhadap pilocarpine dan
respons lain yang abnormal. Sebagai contoh, anak anak dengan sindrom Down yang
menderita leukemia sangat sensitif terhadap methotrexate. Menurunnya buffer proses

metabolik menjadi faktor predisposisi terjadinya hiperurisemia dan meningkatnya


resistensi terhadap insulin. Ini adalah penyebab peningkatan kasus Diabetes Mellitus
pada penderita Sindrom Down. Anak anak yang menderita sindrom Down lebih
rentan menderita leukemia, seperti Transient Myeloproliferative Disorder dan Acute
Megakaryocytic Leukemia. Hampir keseluruhan anak yang menderita sindrom Down
yang mendapat leukemia terjadi akibat mutasi hematopoietic transcription factor
gene yaitu GATA1. Leukemia pada anak anak dengan sindrom Down terjadi akibat
mutasi yaitu trisomi 21, mutasi GATA1, dan mutasi ketiga yang berupa proses
perubahan genetik yang belum diketahui pasti
Diperkirakan sekitar 75% kehamilan dengan trisomi 21 tidak akan bertahan.
Sekitar 85% bayi dapat hidup sampai umur satu tahun dan 50% dapat hidup sehingga
berusia lebih dari 50 tahun. Penyakit jantung kongenital sering menjadi faktor yang
menentukan usia penderita sindrom Down. Selain itu, penyakit seperti Atresia
Esofagus dengan atau tanpa fistula transesofageal, Hirschsprung disease, atresia
duodenal dan leukemia akan meningkatkan mortalitas. Kelainan pada sistem
gastrointestinal pada penderita sindrom Down yang dapat ditemukan adalah atresia
atau stenosis, Hirschsprung disease (<1%), TE fistula, Meckel divertikulum, anus
imperforata dan juga omphalocele. Selain itu, hasil penelitian di Eropa dan Amerika
didapatkan prevalensi mendapat Celiac disease pada pasien sindrom Down
adalahsekitar 5-15%. Penyakit ini terjadi karena defek genetik, yaitu spesifikpada
human leukocyte antigen (HLA) heterodimers DQ2 dan juga DQ8.Dilaporkan juga
terdapat kaitan yang kuat antara hipersensitivitas danspesifikasi yang jelek.

BAB III
KESIMPULAN
Stenosis duodenum adalah penyempitan atau striktura lumen duodenum yang
abnormal menyebabkan obstruksi yang tidak lengkap. Bedakan dengan atresia yang
menyebabkan obstruksi lengkap Stenosis dan atresia duodenum umumnya terdapat
pada bagian pertama dan kedua duodenum, kebanyakan pada daerah sekitar papilla
Vater. Insidens stenosis duodenum 1/5000-10.000 kasus. Rasio atresia dan stenosis
adalah 3:2 atau 2:2.

Anamnesis : Bila lumen sangat kecil, gejala menyerupai atresia Bila lumen agak
longgar : gejala muncul saat berumur beberapa bulan/tahun Gejala : Muntah, bilious
dan non bilious Bisa timbul saat dewasa : refluks gastroesofageal, ulserasi peptic, atau
obstruksi duodenum proksimal. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan adanya tanda
khas untuk mendiagnosa stenosis duodenum selain adanya distensi pada abdomen
bagian atas.
Pada pemeriksaan penunjang dapat dilakukan pemeriksaan foto polos abdomen.
Pada foto polos abdomen akan didapatkan gambaran udara double bubble yang
merupakan patognomonis gambaran pada obstruksi duodenum.
Prinsip penatalaksanaan ileus obstruktif parsial et causa suspek stenosis
duodenum pada dasarnya berupa balance cairan dan elektrolit, dekompresi, mengatasi
syok

dan

keadaan

emergensi

(jika

ada),

dan

hilangkan

obstruksi.

Dapat

dipertimbangkan untuk pemberian antibiotik spektrum luas. Duodenuduodenostomy


atau duodenotomy dengan reseksi membran merupakan pilihan tindakan operatif
pilihan.

Anda mungkin juga menyukai