Pad
Pad
Pad
TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit arteri perifer adalah semua penyakit yang terjadi pada pembuluh darah
non sindrom akoroner akut setelah keluar dari jantung dan aortailiaka, meliputi pembuluh
pada keempat ekstremitas, arteri karotis, arteri renalis, arteri mesentrika, aorta
abdominalis dan semua pembuluh cabang yang keluar dari aorta iliaka.1
PAP dapat terjadi oleh karena adanya perubahan struktur ataupun fungsi
pembuluh darah. PAP sering kali merupakan bagian dari proses penyakit sistemuk yang
berpengaruh terhadap kelainan arteri multiple. Adanya PAP pada satu arteri menjadi
prediktor kuat adanya PAP pada arteri lainnya, termasuk pada pembuluh darah koroner,
karotis dan serebral.1
Keluhan PAP yang paling umum adalah sensasi sakit pada kaki saat sedang
berolahraga / aktivitas fisik, dikenal sebagai klaudikasio intermiten. Sensasi sakit, sensasi
terbakar, sensasi berat atau sesak pada otot-otot kaki biasanya dimulai setelah berjalan
pada jarak tertentu, berjalan menaiki bukit atau menaiki tangga, dan akan hilang setelah
beristirahat selama beberapa menit. Pasien dengan klaudikasio intermiten memiliki aliran
darah yang normal pada saat istirahat. Dengan berolahraga, aliran darah pada arteri otototot kaki dapat dibatasi oleh sumbatan aterosklerosis. Ini mengakibatkan terjadinya
ketidaksesuaian antara suplai oksigen dan otot permintaan metabolik, sehingga
memunculkan gejala klaudikasio. 2
Pasien dengan PAP yang berat dapat mengalami klaudikasio setelah berjalan
walaupun hanya dalam jarak yang pendek atau mengalami sensasi sakit pada kaki ketika
istirahat atau ketika berbaring di tempat tidur di malam hari. Pada kasus yang parah,
pasien juga dapat mengalami ulkus yang tidak sembuh dengan sendirinya atau kulit yang
menghitam (gangrene) pada kaki atau jari kaki 2
II. 1 Definisi
Penyakit arteri perifer (Peripheral Artery Diseases/PAD) merupakan semua
penyakit yang terjadi pada pembuluh darah setelah keluar dari jantung dan aortailiaka.
Penyakit ini meliputi keempat ekstremitas, arteri karotis, arteri renalis, arteri mesenterika
dan semua percabangan setelah ke luar dari aortailiaka. Penyakit arteri perifer atau
peripheral arterial disease (PAD) merupakan suatu kumpulan kelainan yang ditandai oleh
paha. Arteri femoralis mengalirkan darah ke kulit dan bagian otot dari paha dalam.
Setelah mencapai bagian inferior paha, arteri femoralis menyilang di posterior menjadi
arteri popliteal. Di bawah lutut, arteri popliteal bercabang menjadi arteri tibialis anterior
dan arteri tibialis posterior. Arteri tibialis anterior bergerak turun di sebelah depan dari
kaki bagian bawah menuju bagian dorsal/punggung telapak kaki dan menjadi arteri
dorsalis pedis. Arteri tibialis posterior bergerak turun menyusuri betis dari kaki bagian
bawah dan bercabang menjadi arteri plantaris di dalam telapak kaki bagian bawah.7
1. Endothelial Injury
Aterosklerosis biasanya didahului oleh adanya disfungsi endotel. Endothelium
sehat, normalnya berfungsi untuk mempertahankan homeostasis pembuluh darah
dengan menghambat kontraksi sel otot polos, proliferasi tunika intima, thrombosis
dan adhesi monosit. Endotel memiliki peranan penting dalam meregulasi proses
inflamasi dalam pembuluh darah yang normal, yakni menyediakan permukaan
antitrombotik yang menghambat agregasi platelet dan memfasilitasi aliran darah.
8
Zat yang diperdebatkan sebagai zat yang paling berperan dalam relaksasi
pembuluh darah adalah nitrat oksida. NO tidak hanya terlibat dalam relaksasi otot
polos pembuluh darah, tetapi juga memediasi penghambatan aktivasi trombosit,
adhesi dan agregasi, mencegah proliferasi otot polos pada pembuluh darah; dan
mencegah adhesi leukosit pada endotel. Aktivitas biologis NO terganggu pada
pasien dengan penyakit vascular aterosklerotik koroner dan pembuluh darah
perifer8
Endothelial yang intak dan licin berfungsi sebagai dinding yang menjamin
aliran darah arteri lancar. Faktor resiko aterosklerosis yang dimiliki pasien akan
memudahkan masuknya LDL yang teroksidasi meupun makrofag ke dalam
dinding arteri. Interaksi antara endothelial injury dengan platelet, monosit dan
6
Aterosklerosis umumnya tiadk megganggu lumen sampai plak menutup 40% area
pada lamina elasatic interna. Erosi pada dinding endothelium atau fibrous cap
akan menyebabkan rupturnya plak sehingga terjadi kontak antara thrombogenic
tissur factor yang terdapat dalam foam cells ,makrofag dengan faktor koagulasi
dalam darah. Thrombus yang terbentuk dapat menyebabkan oklusi baik secara
permanen maupun transien. Episode kerusakan plak yang berulang menyebabkan
terbentuknya remodeling arteri oleh fibrosis dan matriks ekstraseluler. 8
yang
terjadi
pada
pembuluh
darah
non-kardiak
atau
kronik)
dan
lokasi
serta
ekstensi
dari
penyakit.
Ketika
Berikut kategori individu yang beresiko terkena penyakit arteri perifer ekstremitas
inferior (AHA, 2011):8,11
a. Usia <50 tahun, dengan diabetes dan salah satu resiko aterosklerosis
(merokok, dyslipidemia, hipertensi, atau hiperhomosisteinemia)
11
12
Rutherford
Stage
Clinical
Grade
Category
Clinical
Asymptomatic
Asymptomatic
IIa
Mild claudication
Mild claudication
IIb
Moderate
severe I
Moderate
to
claudication
claudication
I
Severe claudication
III
II
IV
Ulceration or
III
Gangrene
III
Berhenti berjalan sejenak dan dalam waktu kurang lebih 10-15 menit
istirahat dapat membaik, sehingga memungkinkan pasien untuk melanjutkan
berjalan lagi biasanya sejauh jarak yang sama setelah nyeri berulang. Beratnya
gejala bergantung pada tingkat stenosis, efektivitas pembuluh darah kolateral,
serta berat ringannya aktivitas. Tingkat keparahan dapat diklasifikasikan
berdasarkan kategori Fontaine maupun Rutherford (Tabel 1). Klaudikasio dapat
terjadi pada satu sisi maupun bilateral, baik di satu regio maupun beberapa secara
bersamaan, di lokasi seperti pantat dan pinggul, paha, betis, atau nyeri kaki,
14
tergantung pada lokasi lesi arteri (Tabel 2). Pada pasien dengan klaudikasio,
pengukuran ABI harus dilakukan.11
Nyeri atipikal diartikan sebagai nyeri pada pasien dengan beberapa
komorbiditas medis, terkadang sulit untuk membedakan nyeri ekstremitas yang
disebabkan oleh arthritis, neuropati, stenosis tulang belakang, fibromyalgia,
statin-induced myalgia, dan etiologi lainnya. Namun demikian, sebelum
menghubungkan gejala atipikal dengan PAD, gangguan ekstremitas bawah
lainnya harus dipertimbangkan.12
Tabel Asosiasi antara lokasi lesi aterosklerotik dengan manifestasi klinis
klaudikasio
Area of Lesion
Clinical Picture
Aortoiliac
Buttock-thigh-calf claudication
Impotency in a man (if bilateral involvement
is present): Leriche syndrome
Femoropopliteal
Infrapopliteal
Calf
claudication
with/without
plantar
claudication
Plantar claudication
disertai dengan nyeri misalnya yang terbentuk dari plak aterosklerosis, fibrilasi
atrial, aneurisma aorta, thrombosis graft bypass atau stent. Gejala khas dikenal
dengan istilah 5P: Pain, Pulselessess, Paresthesia, Paralysis, dan Pallor. Beberapa
sumber menambahkan poikiloterimia (rasa dingin pada kuku/ujung jari).
Klasifikasi acute limb ischemia dapat dilihat pada tabel di bawah.7
Iskemia arterial akut disebabkan oleh emboli atau thrombosis akut
mengikuti obstruksi parsial kronik. Emboli dapat berasal dari jantung atau bukan
jantung. Berikut tabel etiologi insufisiensi arteri akut:9
Tabel Etiologi Insufisiensi Arteri Akut
Emboli:
-
Fibrilasi atrium
Embolus paradoksik
Kardiomiopati kongestif
Kardiomiopati hipertropik
Perdarahan intraplak
Penyalahgunaan obat
Berdasarkan ukuran arteri yang tersumbat dapat diketahui asal emboli, berasal
dari jantung atau dari aorta atau dari arteri iliaka komunis. Embolus yang menyangkut
pada arteri akan membentuk thrombus yang menyumbat aliran darah, distal dari
sumbatan menjadi spasme. Terbentuk bekuan darah pada proksimal sumbatan. Hal ini
16
tergantung dari adekuat atau tidaknya kolateral. Pada bagian distal yang spasme
dalam 8 jam akan terbentuk bekuan darah menjalar ke bawah menyumbat seluruh
kolateral yang ada, memperburuk iskemia, sehingga menyebabkan kulit menjadi biru,
kaku, dan licin.9
Kerusakan jaringan tergantung dari sirkulasi kolateral yang adekuat, keadaan
fungsi jantung, viskositas darah, kadar oksigen darah, menjalarnya bekuan darah
sampai ke mikrovaskular, dan efektivitas dan ketepatan pengobatan. Reperfusi pada
daerah ekstremitas yang iskemia harus diikuti dengan evaluasi organ lain pada
seluruh tubuh karena metabolism anaerob menghasilkan asam, sel mati mengeluarkan
kalium dan miogloin, pembentukan mikrotrombus pada area yang stasis dan asidosis.
Terjadi akumulasi produk inflamasi, prokoagulan dan agregasi trombosit. Dengan
adanya reperfusi faktor-faktor toksik tersebut akan masuk ke sirkulasi sistemik dan
dapat terjadi kegagalan fungsi organ seperti paru, ginjal, jantung, dan status mental
pasien. Tetapi hal tersebut tergantung dari derajat nekrosis, cepat atau lambatnya
revaskularisasi yang adekuat dan kondisi dasar organ-organ tersebut. Manifestasi
klinis insufisiensi arterial akut disebabkan karena emboli kardiak dapat mengenai
tempat lain, antara lain iskemia ekstremitas atas, iskemia serebral dan iskemia
visceral.7,9
Description/Prognosis Sensory
Loss
Viable
Not immediately
Muscle
Arterial
Venous
weakness
Doppler
Doppler
Signals
Signals
None
None
Audible
Audible
None
(Often)
Audible
threatened
Threatened
Salvageable if
Minimal
marginally
promptly treated
(toes)
or
17
none
audible
Threatened
Salvageable with
More than
Mild,
(usually)
immediately
immediate
toes;
moderate
inaudible
revascularization
associated
Inaudible
Audible
with rest
pain
Irreversible
Profound,
Profound
permanent nerve
anesthetic
paralysis
damage
Inaudible
(rigor)
Gejala klinis insufisiensi arteri akut ditandai dengan perubahan suhu yang
mencolok pada distal ekstremitas yang tersumbat. Jika telapak kaki masih dapat
bergerak dorsofleksi dan plantarfleksi menandakan otot-otot masih hidup. Jika
telapak kaki tak dapat bergerak menandakan adanya ancaman nekrosis paling
tidak pada beberapa bagian otot. Timbulnya kekakuan pada otot, mengeras,
dibanding sisi yang normal menandakan nekrosis otot luas. Parastesi dan anestesi
pada ekstremitas menandakan iskemia persarafan. Wax (berlilin), kulit berwarna
putih merupakan tanda yang khas spasme pembuluh darah dan masih ada arteriola
yang mengaliri. Bercak-bercak sianosis yang tidak memudar dengan penekanan
menandakan thrombosis pada kapiler subkutikular dan terjadi nekrosis kulit.7
Dari pemeriksaan fisik dicari kelainan jantung yang dapat menyebabkan
sumber emboli. Insufisiensi arteri akut biasanya ditandai dengan perubahan
temperatur yang mencolok pada distal obstruksi. Ketidakmampuan telapak kaki
untuk bergerak dorsofleksi dan plantarfleksi menandakan aliran darah ke daerah
betis terganggu dan terjadi ancaman nekrosis dari otot tersebut.jika betis menjadi
mengeras, otot spasme dibandingkan dengan sebelahnya yang normal
menandakan nekrosis lanjut pada otot, parestesia dan anesthesia menandakan
iskemia pada saraf. Kulit seperti berlilin, kulit menjadi putih merupakan tanda
dari spasme dan dapat dilihat ada arteriola yang mengalir ke kulit.
7,10
Iskemia kronik terjadi paling sering akibat adanya stenosis atau oklusi
arteri yang melibatkan lebih dari 1 cabang arteri, seperti segmen aortoiliac dan
18
femoropopliteal. Pasien dapat menunjukkan adanya atrofi otot, bulu kaki rontok,
hipertrofi dan pertumbuhan yang lambat pada kuku, vena superfisial mengecil,
capillary refill time >2 detik, dan tampak kemerahan.7
Klaudikasio merupakan manifestasi yang paling sering terlihat pada
insufisiensi arteri kronik. Klaudikasio biasanya timbul setelah aktivitas fisik dan
berkurang atau bahkan menghilang setelah istirahat beberapa saat. Nyeri otot pada
klaudikasio diperkirakan terjadi akibat aliran darah yang tidak adekuat.
Penumpukan asam laktat dan metabolisme lain pada otot yang iskemia
menyebabkan nyeri kram pada otot.2
Lokasi yang paling sering terkena adalah daerah betis, tetapi bisa juga
pada daerah paha jika lokasi obstruksi terdapat di arteri iliaka eksterna atau arteri
komunis, atau pada daerah bokong akibat penyempitan aorta atau arteri iliaka
komunis. Sedang gejala klaudikasio atipikal dapat muncul berupa nyeri pada
telapak kaki atau rasa terbakar.7,10
atau bruit)
Critical limb ischemic (CLI) adalah penyakit arteri perifer dimana
penderita memiliki tipe kronik iskemik. Penyakit perifer ini dapat dikatakan
kronik limb iskemiik (CLI) bila pasien atau penderita memiliki gejala lebih dari 2
minggu. Diagnosa CLI biasanya dikonfirmasi oleh ankle-brachial-index (ABI),
toe sistolik pressure atau transcutaneous oxygen tension. Ischemic rest pain secara
umumnya ankle pressure di bawah 50 mmHg atau toe pressure lebih kecil dari 30
mmHg. ABI atau ankle brachial index adalah perbandingan tekanan darah sistolik
arteri dorsalis pedis dan tibialis posterior pada tungkai bawah dengan arteri
brachialis pada lengan menggunakan Doppler yang telah divalidasi dibanding
dengan angiografi dengan spesifitas 95% dan sensitifitas hamper 100%. Beberapa
ulserasi (pada tungkai) biasanya termasuk iskemik yang menjadi penyebabnya,
penyebab lain kemungkinan trauma, neuropathic, gangguan vena, tetapi jika sulit
sembuh maka hal tersebut disebabkan severitas dari PAD. Untuk pasien dengan
ulserasi atau gangrene, kehadiran CLI diusulkan dengan ankle pressure lebih
rendah dari 70 mmHg atau toe pressure kurang dari 50 mmHg11
Gejala atau tanda klinis yang biasa ditimbulkan adalah Pain(nyeri), Ulcer
dan gangrene, kram, lebih sering timbul pada malam hari dan akan sakit bila kaki
terangkat (lebih tinggi dari jantung).2,11
Tabel Kategori Klinis Iskemik Limb Kronik
Deraja Kategori Klinis
t
0
0
1
Asimptomatik
Klaudikasio ringan
Kriteria Objektif
Treadmill stress test normal
Treadmill
komplit,
tekanan
ankle
II
2
3
4
Klaudikasio sedang
Klaudikasio berat
brachial
Antara kategori 1 dan 3
Treadmill tak selesai dan tekanan ankle
lemah.
Kematian jaringan minor, Tekanan ankle saat istirahat < 40 mmHg;
ulkus tak sembuh, gangren nadi ankle dan metatarsal datar atau sangat
atas
fungsi
transmetatarsal,
kaki
tak
dapat
diselamatkan
Inspeksi warna dan perabaan suhu kulit. Kurangnya aliran darah yang
cukup signifikan dan berat akan menyebabkan kulit menjadi kering, tipis,
mengkilat, dan tidak berambut, kuku gampang patah. Pemeriksa dapat
melakukan uji Buerger, yakni mengelevasi kaki setinggi 25 cm atau
membentuk sudut +- 45 pada posisi berbaring, kemudian kaki diposisikan
menggantung dan dinilai pengisian kembali arteri. Normalnya ekstremitas
tetap memiliki warna (merah muda) saat elevasi. Pada pasien dengan PAD
21
yang signifikan warna kulit akan menjadi pucat saat elevasi dan menjadi
hiperemis setelah posisi bergantung. Adanya ulserasi dan gangrene,
biasanya pada jari kaki dan telapak kaki, menunjukkan PAD yang telah
(misalnya,
ankle
and
toe-brachial
index,
segmental
pressure
24
arteri pada
pergelangan kaki pasien yang memiliki penyakit diabetes, gagal ginjal dan
rheumatoid arthritis; dan pada keadaan ini, tes vaskuler lainnya seperti TBI
(Toe Brachial Index) perlu dilakukan
3. Beberapa individu dengan stenosis arteri dapat mengalami gejala klaudikasio
saat beraktivitas namun memiliki tekanan pergelangan kaki yang normal saat
istirahat, pada kasus ini perlu evaluasi vascular lainnya
Kontraindikasi untuk ABI :
Apabila terdapat rasa sakit luar biasa di kaki bagian bawah / kaki.
pergelangan kaki. Segmental limb pressure dapat menilai adanya penyakit arteri
perifer serta lokasinya yang dicatat dengan alat Doppler Plaethysmographic Cuffs
yang ditempatkan pada arteri brakialis dan daerah tungkai bawah ternasuk di atas
paha, di bawah lutut dan pergelangan kaki. Tes ini mempunyai batasan yang sama
dengan ABI tentang adanya pembuluh darah yang kaku10
Adanya perbedaan tekanan sebesar 20 mmHg di sepanjang tungkai
menandakan adanya oklusi. Metode ini dapat juga dilakukan dengan
menggunakan alat pletismograf yang dapat mengukur perubahan volume di
sepanjang tungkai. Hasil gelombang dikatakan normal apabila terdapan kenaikan
tinggi, puncak sistolik yang menajam, pulsasi yang menyempit, dan adanya
dictoric notch sampai dasar. Pada gangguan PAD, terdapat gambaran gelombang
yang mulai landim puncak yang melingkar, pulsasi yang melebar, dan dictoric
notch yang menghilang dan mengarah ke bawah11
Pulse Volume Recording, digunakan dengan system cuffs, dimana Pneumo
Plaethysmograph mendeteksi perubahan volume pada tungkai melalui siklus
jantung. Perubahan kontur nadi dan amplitude juga dapat dianalisa. Gelombang
normal bila kenaikannya yang tinggi, puncak sistolik yang menajam, pulsasi yang
menyempit, adanya dicortic notch sampai dasar. Pada gangguan arteri perifer,
terdapat gambaran gelombang yang mulai landai, puncak yang melingkar, pulsasi
yang melebar, dicortic notch yang menghilang dan melengkung ke bawah.11
Duplex ultrasonography
Ultrasonografi merupakan pemeriksaan pencitraan yang non-invasif,
cepat, dan sederhana, namun memiliki kegunaan spesifik dalam mengindentifikasi
lokasi dan luasnya gangguan vaskular, hemodinamik arteri, serta morfologi lesi.
Meskipun demikian, beberapa keterbatasan dari pemeriksaan ini ialah adanya
faktor operator-dependent dan tidak dapat menampilkan keseluruhan arteri.
Terdapat 3 macam ultrasonografi yang umum digunakan untuk pemeriksaan arteri
yaitu Doppler, B (brightness)- mode, dan Duplex-mode. Doppler menggunakan
respon gelombang suara yang menggambarkan struktur vaskular yang dilalui oleh
gelombang suara yang dikirimkan. Hasilnya dideskripsikan sebagai trifasi,
26
Diagnosa Banding
Beberapa diagnosis yang harus dipertimbangkan dalam diagnosis PAD
yang menyebabkan nyeri pada tungkai diantaranya : 7, 9
27
Arthtritis : nyeri artritis bervariasi dari hari ke hari dan dapat dipicu oleh
beberapa aktivitas fisik. Tidak seperti nyeri klaudikasio, istirahat tidak
meredakan nyeri.
Varicose veins : nyeri terkait varicose vein bersifat tumpul, umumnya
muncul di akhir hari atau setelah berdiri untuk suatu periode yang lama.
II.9 Penatalaksanaan
Tujuan utama dari penatalaksanaan PAD adalah mencegah progresi penyakit
aterosklerosis yang dapat berujung pada mortalitas dan morbiditas kardiovaskuler pada
seluruh penderita. Untuk pasien dengan Klaudikasio intermiten, tujuan tambahan ialah
untuk mengatasi nyeri guna meningkatkan fungsi. Bagi penderita CLI, tujuan akhir ialah
mencegah amputasi, mengebalikan mobilitas, dan menurunkan mortalitas.14
Terapi PAD terdiri dari terapi suportif, farmakologis, intervensi non operasi, dan
operasi. Terapi suportif meliputi perawatan kaki dengan menjaga tetap bersih dan lembab
dengan memberikan krem pelembab. Memakai sandal dan sepatu yang ukurannya pas
dan dari bahan sintetis yang berventilasi. Hindari penggunaan bebat elastik karena
mengurangi aliran darah ke kulit. Pengobatan terhadap semua faktor yang menyebabkan
atersklerosis harus diberikan seperti berhenti merokok, merubah gaya hidup, dan
mengontrol hipertensi .14
Menurunkan resiko kardiovaskular
Mengontrol faktor resiko. Berdasarkan TASC II, pasien dengan PAD umumnya
memiliki faktor resiko komplikasi kardiovaskular yang lebih tinggi, meningkat sekitar 528
Rekomendasi
Merokok
Hiperlipidemia
Hipertensi
Diabetes
Homocysteine
dari luka, infeksi, dan gangrene pada kaki maupun jari dapat terjadi pada suatu truma
minor (laserasi superfisial) .15
Pemberian antiplatelet jangka panjang ditujukan kepada seluruh penderita PAD
dengan atau tanpa riwayat penyakit kardiovaskular. Aspirin/asetilsalisilat, suatu agen
antiplatelet, memiliki mekanisme sebagai penghambat agregasi platelet, penghambat
sintesis prostaglandin sehingga meningkatkan aliran darah yang mengalir pada
ekstremitas. Aspirin secara signifikan dapat menurunkan resiko stroke dan iskemia
miokard pada pasien dengan PAD simptomatis. TASC II menganjurkan pemberian dosis
aspilet 75-160 mg, namun menurut ACC/AHA pemberian hingga dosis 325 mg per hari
masih dalam rentan aman dan efektif. Clopidogrel (Plavix, Thienopyridines), suatu
penghambat jalur adenosine diphosphate (ADP untuk agregasi platelet, telah terbukti
lebih efektif dari aspirin untuk mengurangi resiko kardiovaskular. Dosis anjuran untuk
clopidogrel adalah 75 mg per hari. Pemberian kombinasi aspirin dengan clopidogrel tidak
menunjukkan adanya penurunan resiko yang lebih baik jika dibandingkan dengan
pemberian monoterapi aspirin.12,15
Meningkatkan status fungsi pada klaudikasio
Exercise training
Latihan fisik merupakan pengobatan yang paling efektif. Hal ini disebabkan
karena peningkatan aliran darah kolateral, perbaikan fungsi vasodilator endotel, respons
inflamasi, metabolisme muskuloskeletal dan oksigenasi jaringan lebih baik dengan
viskositas darah.14
Terapi dengan olahraga dan program latihan yang dengan pengawasan
menunjukkan peningkatan kecepatan, jarak, dan durasi berjalan serta penurunan gejala
klaudikasio. Latihan fisik dapat meningkatkan jarak tempuh sampai terjadinya gejala
klaudikasio. Olahraga terbukti dapat memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan
pemberian farmakoterapi semata. Tipe latihan yang dianjurkan adalah treadmill atau
latihan berjalan. Sesi dilakukan minimal 3 kali seminggu dengan durasi minimal 30 menit
dan dilakukan dengan intensitas beban sampai menimbulkan gejala klaudikasio selama 35 menit, atau sampai terasa hampir mendekati nyeri maksimal. lalu diselingi dengan
periode singkat untuk beristirahat. Ulangi siklus latihan dan istirahat dengan bertahap
30
menigkatkan waktu sampai bisa berjalan 50 menit. Program ini dapat dilakukan selama
6-12 bulan.14
Medikamentosa
Terapi farmakologis yang dapat diberikan pada pasien PAD meliputi aspirin,
klopidogrel, pentoksifilin, cilostazol, dan tiklopidin. Obat terpilih adalah heparin, sebab
kerjanya cepat dan cepat dimetabolisme. Dosis 100-200 unit/kgBB bolus, diikuti 15-30
unit/kgBB/jam, jika perlu 300 unit/kgBB bolus, diikuti 60-70 unit/kgBB/jam dengan
infus kontinu. Dengan pemantauan APTT 1,5-2,5 kontrol atau waktu pembekuan darah.
Penggunaan dosis tinggi bertujuan agar distal penyumbatan pada daerah iskemia dan
kolateral tidak terjadi pembekuan darah yang meluas.15
Aspirin (anti-platelet) dengan dosis 75 Mg sehari. Menurut studi American Heart
Assosiation, Aspirin dapat mencegah dan menurunkan angka kejadian Trombo-embolic
sebagai salah satu komplikasi PAD. 14
Pemberian cilostazol (phospodiesterasi inhibitor) seperti Pletaal diindikasikan
pada pasien dengan gangguan aktivitas akibat gejala klaudikasio. Gejala dapat berkurang
40-60% setelah 12-24 minggu terapi. Cilostazol adalah suatu inhibitor fosfodiesterase
yang meningkatkan konsentrasi cAMP di dalam trombosit dan agregasi platelet, sebagai
vasodilator, dan meningkatkan konsentrasi HDL dan menurunkan trigliserida. Obat ini
dapat mengurangi nyeri dari klaudikasio yang dialami pasien. Dosis obat ialah 200 mg
perhari dibagi dalam dua kali pemberian. Efek samping yang umum adalah diare dan
nyeri kepala. Alternatif dari cilostazol adalah pentoxifylline (Trental); namun pada
umumnya kurang efektif. Namun efek samping lebih jarang ditemukan pada obat ini. 15
Pantoxyfiline,
yang
memiliki
mekanisme
mengurangi
viskositas
darah,
menghambat agregasi platelet, dan mengurangi kada fibrinogen, merupakan second line
dari Cilostazol dan diberikan dengan dosis 1200 mg per hari dibagi dalam 3 kali
pemberian.15
Tabel farmakoterapi untuk pasien dengan klaudikasi:12
31
Obat
Dosis
Aspirin
81-325 mg/hari
Direkomendasi
oleh
American
College
of
Chest
75 mg/hari
Pentoxifylline
1,2 g/hari PO
Cilostazol
100 mg 2 kali/hari
Tiklodipin
500 mg/hari
Revaskularisasi
Indikasi revaskularisasi pada pasien dengan klaudikasio intermiten berdasarkan
TASC, baik berupa endovaskular atau surgical adalah:14
a. Operasi
32
33
menyebabkan reaksi dari sistem imun, dikarenakan graft pembuluh darah yang diambil
berasal dari dalam diri sendiri.16
Tipe bypass yang dilakukan tergantung pada tipe lesi berdasarkan TASC. Apabila
ditemukan lesi plak aterosklerosis di daerah kruris atau femur, dapat dilakukan femoropopliteal bypass. Bypass graft dilakukan dengan menggunakan vena sapheneous magna.
Operasi bypass memungkinkan untuk memperbaiki lebih dari 1 pembuluh darah yang
mengalami penyempitan. Namun luka operasi akan lebih besar dibandingkan dengan
stent, dan lama penyembuhan akan lebih lama dibandingkan dengan proses stent. Operasi
bypass tidak menyebabkan reaksi dari sistem imun, dikarenakan graft pembuluh darah
yang diambil berasal dari bagian tubuh sendiri16
Pasien yang telah menjalani penempatan bypass ekstremitas bawah dengan vena
autogenous harus menjalani evaluasi berkala setidaknya selama 2 tahun untuk menilai
gejala klaudikasio dengan pemeriksaan fisik khususnya pulsasi pembuluh darah
proksimal, graft, dan outflow, serta pencitraan duplex dari sepanjang graft dan
pengukuran tekanan pembuluh darah16
b. Trombolitik
Menggunakan rTPA (Recombinant tissue Plasminogen Activator), dengan
mekanisme kerja untuk mendegenerasi jaringan fibroblast, sehingga mencegah
pembentukan plak atherosklerotik. Terapi trombolitik dengan kateter arterial selektif
perkutan pada trombus yang menyumbat dapat mengurangi komplikasi perdarahan
dibandingkan dengan cara pemberian intra vena. Tissue plasminogen activator dosis
34
rendah atau streptokinase dosis rendah intra arteri 5000-10.000 IU/jam selama 12-48 jam
dengan monitor efek terapi baik secara klinis atau serial arteriografi. Dapat juga diberikan
urokinase 240.000 IU/jam selama 4 jam, diikuti 120.000 IU/jam sampai maksimum 48
jam, atau rekombinan tPA diinfus 1 mg/jam atau 0,05 mg/kg/jam. Dilanjutkan
antikoagulan intravena heparin dan diikuti warfarin per oral.15
c. Angioplasty transluminal perkutan
Terapi angioplasty transluminal perkutan segera mengikuti terapi trombolitik intra
arterial, pemasangan stent dan aterektomi, memberikan hasil yang baik terhadap patensi
arteri yang tersumbat. Teknik percutaneous transluminal balloon angioplasty (PTA)
merupakan jenis terapi endovascular invasif minimal dengan mengakses pembuluh darah
secara perkutan dengan kateter dengan panduan fluoroskopi. Arteri femoralis merupakan
lokasi yang paling umum dijadikan akses secara retrograd. Pada keadaan tertentu apabila
kesulitan untuk mengakses pembuluh darah dari a. Femoralis, arteri brachialis sinistra
dapat di jadikan alternatif. Guidewire digunakan sebagai penuntun kateter. Ketika kateter
mencapai arteri yang menyempit, balon kecil yang berada di ujung tabung mengembang
untuk waktu yang singkat,dan menekan plak aterosklerosis pada dinding arteri sehingga
melebarkan lumen untuk meningkatkan aliran darah. Setelah itu dapat dilakukan
pemasangan stent. Stenting merupakan teknik operasi perkutanous dengan cara
memasukkan balon melalui kateter dari arteri femoral atau arteri subklavia hingga
mencapai titik timbulnya stenosis atau oklusif. Balon yang dimasukkan kemudian
35
dikembangkan agar aliran darah terbuka, sehingga supply aliran darah pada jaringan di
sekitarnya memadai kembali, Keuntungan memakai stenting adalah luka yang lebih kecil
dibandingkan dengan operasi bypass, kemudian proses penyembuhan yang lebih cepat.
Namun kelemahan dari stenting adalah penggunaan bahan balon dapat menimbulkan
reaksi imunitas dari tubuh. Stent berfungsi sebagai alat penyokong dinding pembuluh
darah agar tidak kolaps dan mencegah berulangnya stenosis. Bahan dasar stent bervariasi,
termasuk diantaranya stainless steel, tantalum cobat-based alloy, dan nitinol. Selain
angioplasty dengan menggunakan balon, dapat juga dilakukan subintimal angioplasty
(melakukan bypass oklusi melalui jalur intima), cryoplasty (balon pada kateter diisi
dengan cairan NO yang akan membekukan dan menghancurkan plak dalam arterti), dan
aterektomi (melepaskan atheroma yang mengobstruksi arteri dengan suatu alat pemotong
maupun laser). Ketika sumbatan terlalu besar untuk diterapi dengan angioplasty dan
stent, operasi open bypass harus diilakukan baik dengan menggunakan vena dari tungkai
maupun material sintetis. Prosedur ini membutuhkan 2 hingga 5 jam operasi dengan 3
hinga 7 hari masa perawatan. Angioplasti dan open surgical repair secara umum aman
dan berhasil. Namun terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan
diantaranya besarnya sumbatan pada arterial, keadaan umump asien, dan pengaturan atau
kontrol faktor resiko setelah intervensi ; dimana faktor yang paling signifikan adalah
rokok.14,15
36
38
39
40
41
Berikut algoritma diagnosis dan penatalaksanaan Critical Limb Ischemia (AHA, 2011):
42
(AHA, 2011):
43
44
Daftar Pustaka
1. Hirsch A, Criqui M, Jacobson D, Regensteiner J, Creager M, Olin J et al. Peripheral
arterial disease detection, awareness, and treatment in primary care. JAMA
2001;286(11):1317e1324.
2. Kannel WB, Skinner JJ, Schwartz MJ, Shurtleff D. Intermittent claudication. Incidence in
the Framingham Study. Circulation. 1970;41:875-83.
3. Antono & Ismail. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II: Penyakit Arteri
Perifer. Jakarta: FK UI.
4. Selvin E, Erlinger TP. Prevalence of and risk factors for peripheral arterial disease in the
United States: results from the Nacional Health and Nutrition Examination Survey, 19992000. Circulation. 2004;110:738-43.
5. Bonow RO, et al. (2012). Braunwalds Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular
Medicinie 9th Edition. Philadelphia: Elsevier Saunders.
6. ADA.
Peripheral
arterial
disease
in
people
with
diabetes.
Diabetes
Care
2003;26(12):3333e3341.
7. Mcdermott M, Greenland P, Liu K, Guralnik JM, Criqui MH, Dolan NC et al. Leg
symptoms in peripheral arterial disease: associated clinical characteristics and functional
impairment. JAMA 2001;286(13):1599e1606.
8. Ridker PM, Stampfer MJ, Rifai N. Novel risk factors for systemic atherosclerosis: a
comparison of C-reactive protein, fibrinogen, homocysteine, lipoprotein(a), and standard
cholesterol screening as predictors of peripheral arterial disease. JAMA 2001;
285(19):2481e2485.
9. Rutherford. Principles Of Vascular Surgery. Subbab ; Peripheral Arterial Disease. Page
1987 1995. 7th Edition. 2008
10. Kaplan. USMLE Course. Guidelines, Prevention and Treatment for Peripheral Arterial
Diseases. 2nd Volume. Circulation and Complication : Heart Focusing. Scope : Page 209212 Subbab 3A. 2010.
45
46