0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
125 tayangan15 halaman

Refrat Bedah Saraf AVM TL BELAKANG

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 15

REFERAT BEDAH SARAF

MALFORMASI ARTERIOVENA TULANG BELAKANG

Oleh:
Cakradenta Yudha PG99151025
Naili Nur Saadah N G99151051
Johannes Ephan G99152087
Rima Aghnia G99152088
Made Gizha Wagiswari G99161045
M Beizar Yudisthira G99161060

Periode : 19 -25 Desember 2016

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2016
BAB I
PENDAHULUAN

Anomali vaskular adalah kelainan kongenital yang paling sering terjadi


pada anak- anak dan neonatus. Selama ini penatalaksanaan dari penyakit ini
dihambat oleh terminologi yang membingungkan dan klasifikasi yang kurang
sesuai. Penamaan lesi biasa menggunakan nama- nama yang deskriptif atau
dengan istilah histopatologis. Meskipun sebagian anomali vaskular dapat terlihat
berbeda, sebagian memiliki ciri khas biologis yang sangat mencolok. Oleh karena
itu, penatalaksanaan perlu dilakukan sesuai dengan klasifikasi system yang benar.
Malformasi arterio-vena merupakan kelainan intrakranial yang relatif
jarang tetapi lesi ini semakin sering ditemukan. Umumnya, lesi yang terjadi akibat
kelainan kongenital ini muncul dan dikenali setelah terdapat perdarahan. Akan
tetapi, seiring dengan berkembangnya teknologi kedokteran, lesi malformasi
arterio- vena (AVM) semakin sering ditemukan (Rustam dan Charles, 2001)
Arterio-Venous Malformation (AVM) atau malformasi pada pembuluh
darah arteri dan vena dengan banyak pirau yang saling berhubungan tanpa
pembuluh darah kapiler sehingga rentan terjadi penyumbatan di otak. AVM
merupakan kelainan kongenital atau bawaan lahir yang jarang terjadi namun
berpotensial memberikan gejala neurologi yang serius apabila terjadi pada
vaskularisasi otak dan bahkan berisiko menimbulkan kematian. (Rustam dan
Charles, 2001)
Penyakit AVM umumnya adalah penyakit yang tidak menunjukkan gejala
apapun dan baru diketahui setelah terjadi perdarahan intrakranial atau
subarahnoid. Penyakit ini biasanya memberikan gejala berupa sakit kepala dan
kejang tanpa sebab. (Rustam dan Charles, 2001)
Tulang belakang terdiri dari jalur neuron, jaringan glial, dan struktur
rajutan vaskuler yang memberi nutrisi pada parenkim tulang belakang.
Malformasi vaskuler (arteri dan vena) tulang belakang merupakan gangguan
berbagai kelompok pembuluh darah yang mempengaruhi parenkim tulang
belakang baik secara langsung maupun tidak langsung. Malformasi vaskuler pada

1
tulang belakang antara lain AVM, dural arteriovenous fistulas (AVF), spinal
hemangioma, angioma cavernosus, aneurisma. (Anson dan Spetzler, 1992)

AVM dan AVF merupakan kondisi langka yang dapat menyebabkan


deteriorasi neurologik. Diagnosis akurat sangat penting dikarenakan lesi ini dapat
menjadi penyebab reversibel dari myelopati. Pada AVM, sering terjadi
peningkatan tekanan vena yang menyebabkan seseorang terkena iskemik ataupun
perdarahan. (James, 2016)

AVM dapat dideteksi dengan pemeriksaan penunjang yang canggih seperti


angiografi. Angiografi adalah teknik pemeriksaan pencitraan pembuluh darah.
Angiografi dapat dilakukan dengan tiga metode yaitu dengan kateterisasi dengan
x- ray, CT scan dan yang terakhir adalah dengan Magnetic Resonance Imaging
(MRI). Semakin canggih teknologi yang dipakai semakin aman dan tidak invasive
dan lebih sensitif. Teknik angiografi dengan alat MRI dikenal dengan MRA yaitu
magnetic Resonance Angiography. Teknik ini menggunakan medan magnet untuk
menggambarkan pembuluh darah dan dapat dilakukan tanpa menggunakan
kontras. (Rustam dan Charles, 2001)

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Arteriovenous Malformation adalah kelainan kongenital yang terdiri


dari kompleks arteri dan vena yang saling terhubung dan kusut dan
dihubungkan oleh satu atau lebih fistula. Penyakit ini biasa muncul pada
dewasa muda dengan tingkat morbiditas berkisar antara 30-50%.

B. Epidemiologi
Insidens dan prevalensi malformasi vaskular tidak diketahui secara
pasti; berdasarkan studi antara tahun 1980 dan 1990, insidens malformasi
vaskular pertahunnya sekitar 11 hingga 21 kasus dalam 100.000 populasi.
Jumlah malformasi arterio-vena (AVM) hampir 90% lebih jarang
dibandingkan dengan insidens aneurisma intracranial (Krapf et al, 2001).

C. Etiologi
a. Faktor idiopatik
b. Faktor simtomatik
Faktor Ektrinsik, berupa: tekanan daerah sistemik, kemampuan
jantung memompa daerah ke sirkulasi sistemik, kualitas pembuluh darah
kortico vertebral dan kualitas darah yang menentukan viskositasnya.
Faktor Intrinsik, berupa: autoregulasi arteri cerebral, faktor
biokimiawi regional (konsentrasi asam laktat dan ion hidrogen) dan peran
susunan saraf otonom (tetapi hanya sedikit) (Chao et al, 2006).

3
D. Klasifikasi

Berdasarkan alirannya, MV digolongkan menjadi dua kelompok:


High flow malformation: apabila MV terjadi pada arteri dan arteri-vena
Low flow malformation: apabila MV terjadi pada vena, kapiler, atau limfe
Selain itu MV juga dikelompokkan berdasarkan lokasi pembuluh yang
mengalami kelainan seperti dalam Hamburg Classification of Vascular
Anomalies and Malformations.

Tabel 1. Hamburg Classification of Vascular Anomalies and Malformations


MAIN CLASS SUBCLASS SUBGROUP
Arterial Truncular Obstructive
Dilating
Extratruncular Diffuse
Limited (localized)
Venous Truncular Obstructive
Dilating
Extratruncular Diffuse
Limited/localized
Arteriovenous Truncular Deep
Superficial
Extratruncular Diffuse/infiltrating
Limited/localized
Combined, mixed Truncular Venous and arterial
Hemolymphatic
Extratruncular Diffuse
Limited/localized

Tabel 2. Klasifikasi AVM berdasarkan kriteria Schobinger


I (quiescence) Lesi berwarna pink, hangat, dan terdapat shunt
arteriovaskular
II (expansion) Sama dengan stadium I, ditambah pembesaran,
pulsasi, thrill, bruit, dan vena yang berkelok-
kelok
III (destruction) Sama dengan stadium II, ditambah perubahan
distrofik pada kulit, ulserasi, perdarahan, nyeri
persisten, atau nekrosis jaringan
IV (decompensation) Sama dengan stadium III, ditambah gagal

4
jantung

E. Patofisiologi
Malformasi arteriovenosus pada tulang belakang dapat dibagi menjadi dua
sub kelompok (Harrop et al, 2016a) :

1. Sub kelompok pertama diyakini merupakan lesi yang didapat. Hal ini
ditunjukkan dalam hubungan antara arteri radikular dengan vena medularis
pada tulang belakang. Fistula ini mengakibatkan aliran lambat pada
Malformasi arteriovenosus yang biasanya terbentuk setelah beberapa bulan
atau tahun. Tekanan yang tinggi pada aliran arteri dari arteri radicular
mendilatasi sistem vena premedularis, menyebabkan keadaan statis dan
hipertensi vena. Terjadi penurunan gradien arteri-vena akibat hipertensi vena.
Pada akhirnya, terjadi obstruksi aliran vena, hipoperfusi, dan hipoksia pada
tulang belakang. Kompensasi neurologis telah diajukan menjadi penyebab
sekunder terjadinya pembengkakan vena dan berakhir iskemia tulang
belakang.
2. Sub kelompok kedua malformasi arteriovenosus/ fistula arteri-vena intradural
tulang belakang, yang merupakan lesi kongenital yang terdiri atas
abnormalitas vascular. Lesi ini melibatkan pembuluh darah arteri dan
pembuluh darah vena berdinding tipis. Perdarahan terjadi ketika sistem arteri
dengan aliran tinggi melebihi kapasistas dari pembuluh darah vena yang
abnormal.

Penting untuk mengetahui gejala dan tanda klinis yang disebabkan oleh
hipertensi vena tulang belakang. Fakta bahwa pasien memiliki malformasi
arteriovenosus pada dura spinal tidak dapat disepelekan. Perlu diperhatikan
aliran vena pada malformasi arteriovenosus yang bermuara pada pleksus
venosus koronalis, hal ini dapat berakhir menjadi kongesti pleksus, aliran
yang stagnan dari arteri melewati tulang belakang, penurunan tekanan perfusi,
iskemia dan edema.

5
Spinal Dural Arteriovenosus Fistula (SDAVF) terdiri atas dua
kompartemen yang saling berhubungan: malformasi arteriovenosus yang
terletak pada spinal dura dan vena medularis dan pleksus venosus koronalis
yang menyerap malformasi arteriovenosus. Seringnya, arteri
radikulomedularis masuk ke akar dorsolateral dural pada cabang akar dural.
Arteri ini mensuplai malformasi arteriovenosus yang tertanam dengan
duramater sekitar cabang akar nervus proksimalis dan atau spinal dura yang
berdekatan. Aliran vena pada malformasi arteriovenosus kemudian via aliran
retrograd melalui vena medularis yang beranastomosis dengan pleksus
venosus koronalis. Vena medularis dan pleksus venosus koronalis ini dapat
terlihat pada angiogram superselective spinal. Vena medularis dan pleksus
venosus koronalis ini normal tetapi mengalami dilatasi dari aliran melewati
malformasi arteriovenosus pada dinding dural spinal.

Arteri radikulomedularis terpisah dari cabang yang normalnya


menempel pada dura untuk mensuplai arteri spinalis anterior atau posterior.
Pembuluh darah ini mensuplai kedua malformasi dan arteri spinalis anterior.

Walapun kebanyakan SDAVF memiliki satu arteri pensuplai, beberapa


diantaranya memiliki dua arteri pensuplai yang masuk melewati beberapa
tingkatan. Pensuplai tambahan muncul untuk melewati duramater ke nidus
fistula yang terletak pada dinding dura spinal, di mana mereka bertemu dan
berkomunikasi dengan intradural efferent medullary vein. Tidak ditemukan
katup pada vena radialis atau pleksus koronalis, sehigga, peningkatan tekanan
ditransmisikan ke parenkim tulang belakang. Sangat penting menyadari
cabang pensuplai tambahan ketika hal ini terjadi, karena kegagalan untuk
menghilangkan semua saluran masuk dapat berakibat malformasi
arteriovenosus.

Pada angiografi, nidus muncul sebagai area sempit dari pembuluh darah
dekat neuroforamen. Dari situ, aliran fistula melewati intradural melalui vena
medularis dan kemudian pleksus venosus dorsalis di sepanjang permukaan

6
tulang belakang. Pleksus ini berdilatasi dan alirannya terganggu karena
tekanan arteri-vena dan mungkin meluas melebihi panjang dari tulang
belakang servikalis, thorakalis, dan lumbalis (Batjer et al, 2012).

Malformasi arteriovenosus intradural berasal dari arteri intramedularis


cabang arteri spinalis anterior. Nidus terdapat pada spinal (intramedular),
pada permukaan pia (ekstramedular), atau kombinasi dari intramedular dan
ekstramedular. Malformasi arteriovenosus bersistem tekanan tinggi dengan
aliran darah yang cepat. Pada sistem ini dapat terjadi aneurisma arteri yang
dapat mengalami perdarahan spontan pada tulang belakang atau pada ruang
subarachnoid. Tidak seperti malformasi arteriovenosus dural, malformasi
arteriovenosus intradural terjadi di sepanjang tulang belakang (Jones et al,
2012).

F. Gambaran Klinis
Riwayat dan gejala klinis merupakan faktor penting dalam
mendiagnosis malformasi arteriovenosus tulang belakang dibanding
gangguan neurologis lainnya. Pasien dengan malformasi arteriovenosus dural
memiliki gejala klinis yang berbeda dibandingkan pasien dengan malformasi
arteriovenosus intradural.

Tanda khusus pasien dengan malformasi arteriovenosus dural (tipe


1)

Pasien malformasi arteriovenosus biasanya berusia lebih dari 40 tahun.


Biasanya lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding perempua. Gejala
meningkat signifikan dalam waktu beberapa bulan sampai tahun termasuk
kelemahan progesif ekstremitas bawah dan kesulitan BAK dan BAB dalam
waktu yang bersamaan. Nyeri pada regio distal posterior vertebralis torakalis,
bukan nyeri radikular. Tetapi, nyeri radikulopati juga bisa dirasakan. Pada
perubahan posisi atau aktivitas dapat memicu terjadinya gejala pada region
torakalis atau lumbalis dan dapat berakibat kongesti vena vertebra torakalis
dan kelemahan ekstremitas bawah.

7
Lesi ini dapat disalahartikan sebagai spinal stenosis dan klaudikasio
neurogenic. Riwayat pasien dengan klaudikasio spinal biasanya tidak terjadi
kelemahan pada ekstremitas bawah, tetapi dapat terjadi nyeri signifikan yang
juga terdapat pada malformasi arteriovenosus dural.

Sindrom Foix-Alajouanine merupakan bentuk malformasi


arteriovenosus dural yang terjadi pada minoritas pasien. Dapat ditemukan
mielopati progresif akibat dari trombosis vena dari keadaan statis vena
spinalis.

Tanda khusus pasien dengan malformasi arteriovenosus intradural


(tipe 2-4)

Biasa ditemukan pada pasien dengan usia kurang dari 30 tahun dan
memiliki riwayat perdarahan subarakhnoid atau perdarahan intraparenkim,
vascular steal phenomenon, dan yang paling jarang, massa atau tumor
vertebra.

Pasien dengan malformasi arteriovenosus intradural dicirikan akut


setelah perdarahan subarakhnoid atau perdarahan intraparenkim. Pasien
dengan perdarahan subarakhnoid mungkin mengalami nyeri berat onset
mendadak, meningismus, atau fotopobia. Perdarahan subarakhnoid akut
dengan nyeri punggung yang menyiksa yang dikenal dengan coup de
poignard. Malformasi arteriovenosus spinal harus dibedakan dengan
perdarahan subarakhnoid dengan hasil angiografi serebral yang negatif.

Pada perdarahan intraparenkim, pasien mengalami deteriorasi


neurologic mendadak, nyeri onset mendadak, dan disfungsi neurologis sesuai
dengan tingkatan spinal. Pasien dengan vascular steal phenomenon, di mana
darah arteri teroksigenasi terdorong melewati malformasi arteriovenosus
menyebabkan parenkim normal di sekitarnya menjadi hipoperfusi.

Pasien dengan lesi intradural dapat disertai dengan efek massa atau
tumor yang disebabkan oleh perkembangan malformasi arteriovenosus.

8
Pembesaran dari malformasi arteriovenosus menekan jaringan saraf di
sekitarnya, mengganggu fungsi neurologis.

Malformasi arteriovenosus intradural (tipe 2-4) berkembang selama


embryogenesis dan kemudian terdistribusi di sepanjang vertebra. Pasien
dengan malformasi arteriovenosus intradural, dapat terjadi kelemahan pada
ekstremitas atas atau ekstremitas bawah, hal ini berbeda dengan malformasi
arteriovenosus dural yang hanya melibatkan ekstremitas bawah (Harrop et al,
2016b).

Pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan pada malformasi


arteriovenosus tulang belakang sebagai berikut (Harrop et al, 2016b):

1. Bruit sepanjang tulang belakang - malformasi arteriovenosus intradural


2. Hiperrefleksi pada bagian kaudal lesi - malformasi arteriovenosus dural dan
intradural
3. Gejala upper motor neuron (UMN) - malformasi arteriovenosus dural dan
intradural
4. Kelemahan - malformasi arteriovenosus dural dan intradural
5. Peningkatan tonus - malformasi arteriovenosus dural dan intradural
6. Gangguan sensorik - malformasi arteriovenosus dural

G. Diagnosis
Pada pasien dengan gejala perdarahan subarachnoid, pungsi lumbal
menunjukkan darah dalam cairan tulang belakang.

H. Tatalaksana
Saat ini, tidak tidak terdapat terapi farmakologis berarti yang tersedia
untuk mengobati malformasi vaskular tulang belakang. Penggunaan
glukokortikoid dapat meningkatkan fungsi neurologis pasien untuk waktu
yang singkat. Steroid ini menurunkan edema vasogenik, tetapi mereka tidak
mengatasi kelainan patologi yang mendasari gangguan tersebut. Sayangnya,
obat-obat ini memiliki pengaruh jangka panjang yang merugikan.
Penggunaan berkepanjangan steroid dikaitkan dengan efek sistemik yang
merugikan, seperti ulserasi lambung, kadar glukosa darah, dan penekanan
pada sistem kekebalan tubuh.

9
Terapi bedah
Setiap malformasi vaskular tulang belakang adalah lesi yang unik. Oleh
karena itu, algoritma pengobatan individual harus disesuaikan dengan setiap
pasien. Sekarang pilihan pengobatan bedah meliputi ligasi terbuka bedah atau
reseksi malformasi, oklusi endovascular, radiasi tulang belakang, atau
kombinasi dari teknik ini. (Ozkan et al, 2015)
Dural fistula arteriovenosa (AVFs) tipe 1, dapat diobati dengan ligasi
terbuka atau endovascular. Kedua teknik menghasilkan hasil yang sangat
baik, dengan tingkat oklusi dilaporkan lebih tinggi dari 80%. Manfaat dari
teknik endovascular adalah kurang invasif. Jika pasien memiliki beberapa
situs formasi fistula, ligasi terbuka lebih tepat karena semua pembuluh darah
dapat diligasi dengan penglihatan langsung. Operasi terbuka diperlukan jika
pembuluh darah arteri tidak mungkin untuk diakses karena anatomi pembuluh
darah yang berliku-liku atau jika pembuluh darah memasok darah ke daerah
yang sehat dari sumsum tulang belakang(Lin et al, 2015; Signorelli et al,
2015)
AVMs intradural (jenis 2-4) biasanya diobati dengan operasi
endovascular dan, jika diperlukan, operasi terbuka dan reseksi.

Pengobatan endovascular
Pilihan pengobatan ditentukan oleh lokasi lesi, kondisi medis pasien, dan
perbandingan antara risiko dan manfaat. Faktor yang paling penting dalam
menentukan pilihan pengobatan adalah menghindari keberadaan intramedulla
atau extramedulla. Malformasi yang subpial di lokasi cenderung untuk
disembuhkan. Ini biasanya disediakan oleh cabang subcommissural arteri
spinal anterior (ASA). Peran embolisasi parsial pada pengobatan ini tidak
jelas. Hasil klinis jangka panjang pada pasien dengan gejala AVM tulang
belakang telah menunjukkan insiden perdarahan berulang lebih rendah, ini
mungkin memiliki peran dalam lesi sulit. Lesi pada permukaan sumsum
tulang belakang yang disediakan oleh cabang keliling dari ASA dapat diobati
dengan aman baik embolisasi atau pembedahan. (Clark et al, 2013; Kirsch et
al, 2013)

10
Generasi terbaru dari bahan emboli cairan dan mikrokateter telah
membuat pengobatan intervensi dari AVM tulang belakang menjadi lebih
aman, dengan hasil yang lebih baik. Tujuan dari intervensi adalah untuk
menghilangkan shunt. Mikrokateterisasi adalah kebutuhan penting dalam
mencapai hasil yang efektif. Penyampaian materi emboli ke nidus lesi
mengurangi arteriovenous malformation (AVM) dan mengurangi risiko
embolisasi secara sengaja dari pembuluh normal. (Maimon et al, 2016;
Warakaulle et al, 2003)
Agen emboli cairan adalah pilihan pertama bagi sebagian besar AVM
tulang belakang karena mereka adalah yang paling mungkin untuk mengisi
nidus distal dan karena mereka berhubungan dengan tingkat rekanalisasi
rendah. Pilihan agen dari penulis adalah yang n-butil cyanoacrylate (n-BCA)
dan Onyx (etilena vinil alkohol copolymer). Embolisasi lesi yang disediakan
oleh ASA membutuhkan kateterisasi selektif dan deposisi material emboli.
Defisit permanen karena embolisasi di wilayah ASA terjadi pada sampai 11%
dari pasien. (Veznedaroglu et al, 2006)
Manipulasi viskositas emboli cairan seperti dalam kasus n-BCA atau
penggunaan yang berbeda pada viskositas Onyx (Onyx-18 vs Onyx-34)
membantu untuk memastikan deposisi yang lebih tepat. Polimerisasi harus
terjadi dalam transit melalui shunt arteriovenosa. Pada lesi dengan aliran lebih
tinggi, digunakan farmakologi induksi hipotensi, biasanya dengan tekanan
arteri rata-rata 50 mmHg. Dengan pembuluh darah lebih besar, manuver
Valsava juga membantu untuk menunda waktu transit.
Ketika embolisasi pra operasi direncanakan, mikropartikel polivinil
alkohol (PVAs) adalah pilihan yang wajar dari bahan emboli. Mereka juga
berguna untuk embolisasi AVM tipe 2. Keuntungan dari PVA adalah
embolisasi dapat dilakukan pada lokasi yang lebih proksimal dan bahwa
ukuran partikel dapat ditentukan tergantung pada ukuran lesinya. Tujuan dari
pengobatan baik dengan agen adalah untuk memberikan oklusi distal dari
nidus tersebut. Hasil oklusi proksimal di pemulihan agunan, dengan sedikit
harapan untuk sembuh. Terlepas dari pilihan bahan yang digunakan untuk

11
embolisasi, semua prosedur harus dilakukan di bawah anestesi umum dengan
pemantauan neurofisiologis, tergantung pada lokasi lesi. (corkill et al, 2007)

I. Komplikasi
1. Komplikasi dari tindakan pembedahan terbuka
a. Infeksi kulit seperti selulitis
b. Perdarahan
c. Cedera pada jaringan saraf yang dapat menyebabkan paralysis, bladder
bowel dysfunction atau disfungsi seksual
d. Chronic pain syndrome
e. Thrombosis vena epidural
f. Fistula rekuren
g. Infark medulla spinalis
2. Komplikasi dari tindakan ligasi atau reseksi
a. Meningitis
b. Kebocoran lcs
3. Komplikasi dari tindakan endovaskuler
a. Hematom
b. Pseudoaneurisma dan thrombosis
c. Diseksi arteri

J. Prognosis
Prognosis pasien terkait dengan fungsi neurologis pasien ketika
dilakukan tindakan pembedahan. Pasien yang dapat beraktivitas dengan baik
cenderung untuk dapat beraktivitas kembali dan dapat meningkatkan
kekuatan ototnya dengan fisioterapi. Pasien yang tidak mempunyai kekuatan
untuk melawan gravitasi pada tungkai bawahnya sebelum tindakan bedah
fungsi neurologisnya cenderung untuk tidak kembali lagi. Tindakan operasi
juga hanya mengembalikan fungsi neurologis secara terbatas pada pasien
dengan bladder bowel dysfunction .
DAFTAR PUSTAKA

Anson JA, Spetzler RF. 1992. Interventional neuroradiology for spinal pathology.
Clin Neurosurg. 39:388-417.

Batjer HH, Bhalla T, Spiotta A, Rasmussen PA, Sperzier (2012). Spinal Dural
Vascular Malformations. Dalam: Benzel EC, penyunting. Spine Surgery:
Techniques, Complication Avoidace, and Management. Edisi ketiga. Volume
1. Philadelpia: Elsevier Saunders, h: 1006.

12
Chao, et al. 2006.Cerebral Amyloid Angiopathy: CT and MR Imaging Findings.
Rad. Vol.26 no.5: 1517-1531. Diunduh tanggal 24 Juli 2013
Clark S, Powell G, Kandasamy J, Lee M, Nahser H, Pigott T. Spinal dural
arteriovenous fistulas--presentation, management and outcome in a single
neurosurgical institution. Br J Neurosurg. 2013 Aug. 27 (4):465-70.

Corkill RA, Mitsos AP, Molyneux AJ. Embolization of spinal intramedullary


arteriovenous malformations using the liquid embolic agent, Onyx: a single-
center experience in a series of 17 patients. J Neurosurg Spine. 2007 Nov.
7(5):478-85.

Harrop JS, Pritchett JW, Cheresnick CE, Dumont AS, Ghobrial GM, Fried
TB,Talavera F (2016a). Pathophysiology of Vascular Malformations of the
Spinal Cord.
Harrop JS, Pritchett JW, Cheresnick CE, Dumont AS, Ghobrial GM, Fried
TB,Talavera F (2016b). Presentation of Vascular Malformations of the
Spinal Cord.
http://emedicine.medscape.com/article/248456-overview#a10 Diakses
pada tanggal 18 Desember 2016.

http://emedicine.medscape.com/article/248456-overview#a9 Diakses pada


tanggal 18 Desember 2016.

James SH. 2016. Vascular Malformations of the Spinal Cord Treatment &
Management.

Jones HR, Carnac A, Gutrecht JA (2012). Spinal Cord Myelopathies. Dalam:


Jones HR, Srinivasan J, Allam GJ, Baker RA, penyunting. Netters
Neurology. Edisi kedua. Philadelpia: Elsevier Saunders, h: 370.

Kirsch M, Berg-Dammer E, Musahl C, Bzner H, Khne D, Henkes H.


Endovascular management of spinal dural arteriovenous fistulas in 78
patients. Neuroradiology. 2013 Feb. 55 (3):337-43.

Krapf, H, Siekmann, R, et al. 2001.Spontaneous Occlusion of a Cerebral


Ateriovenous Malformation: Angiography ang MR Imaging Follow up and
Review of Literature.Germany.p: 1556-1560. Diunduh pada tanggal 22 Juli
2013.
Lin N, Smith ER, Scott RM, Orbach DB. Safety of neuroangiography and
embolization in children: complication analysis of 697 consecutive
procedures in 394 patients. J Neurosurg Pediatr. 2015 Oct. 16 (4):432-8.

13
Maimon S, Luckman Y, Strauss I. Spinal Dural Arteriovenous Fistula: A
Review. Adv Tech Stand Neurosurg. 2016. 43:111-37.

zkan N, Kreitschmann-Andermahr I, Goerike SL, Wrede KH, Kleist B, Stein


KP, et al. Single center experience with treatment of spinal dural
arteriovenous fistulas. Neurosurg Rev. 2015 Oct. 38 (4):683-92.

Rustam AS., Charles W., 2001. A Systematic Review of The Frequency and
Prognosis of Arteriovebous Malformation of he Brain in Adults. Brain 124:
1900-26.

Signorelli F, Della Pepa GM, Sabatino G, Marchese E, Maira G, Puca A, et al.


Diagnosis and management of dural arteriovenous fistulas: a 10 years
single-center experience. Clin Neurol Neurosurg. 2015 Jan. 128:123-9.

Veznedaroglu E, Nelson PK, Jabbour PM, Rosenwasser RH. Endovascular


treatment of spinal cord arteriovenous malformations. Neurosurgery. 2006
Nov. 59(5 Suppl 3):S202-9; discussion S3-13.

Warakaulle DR, Aviv RI, Niemann D, Molyneux AJ, Byrne JV, Teddy P.
Embolisation of spinal dural arteriovenous fistulae with
Onyx. Neuroradiology. 2003 Feb. 45(2):110-2.

14

Anda mungkin juga menyukai