Produksi Kitosan Secara Enzimatik Oleh Bacillus Sampah Perikanan Enzymatic Chitosan Production by New Isolated Bacillus From Fisheries Waste

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 9

SP-007-010

Proceeding Biology Education Conference p-ISSN: 2528-5742


Volume 14, Nomor 1
Halaman 286-294 Oktober 2017

Produksi Kitosan Secara Enzimatik oleh Bacillus Sampah Perikanan

Enzymatic Chitosan Production by New Isolated Bacillus


from Fisheries Waste

Kufah Nur Afifah1, Maharani Pertiwi Koentjoro2, Endry Nugroho Prasetyo1*


1Departemen Biologi FMIPA-ITS, Kampus ITS Keputih Sukolilo Surabaya 60111 Indonesia
2Laboratory of Environmental Microbiology-Shizuoka University,
Structural Biological Research Center, Photon Factory-KEK Japan
*Corresponding author: endry@bio.its.ac.id

Abstract: The ability of Bacillus sp. has been developed by isolation bacteria from fisheries waste to synthesis chitin
deaetylase. This microorganism secretes extracellular chitin deacetylase and does not involve cell lysis. Chitin
deacetylase has roles as bioconversion which converts chitin to chitosan with deacetylation N-
acetylglucosamine residue in chitin. The bioconversion process of chitin into chitosan in this study is occured
by Bacillus sp. B3, Bacillus sp. B5, Bacillus sp. B6, and Bacillus sp. B12 through deacetylation enzymatic
which is isolated from fisheries waste. The protein component of crude enzyme was measured using Bradford
methods with BSA (Bovine Serum Albumin) as standard. The enzyme was purified by ammonium sulfate
precipitation. Chitin deacetylase was characterized by measuring isoelectric point, enzyme activity, and protein
component. While the fungtional groups of chitosan had characterized by FTIR and measured degree of
deacetylation chitosan. The highest enzyme activity was achieved by Bacillus sp. B12 through ammonium
sulphate purification at 75-90% fraction is 345.21U/ml with protein content is 0.0512 mg/ml. Chitin deacetylase
from fourth Bacillus sp. has an isoelectric point at pH 5. The highest degree of deacetylation chitosan is 67%
and the termination of acetyl groups had confirmed by IR spectra.

Keywords: Bacillus sp., chitin deacetylation, chitosan, enzymatically deacetylation, shrimp waste.

1. PENDAHULUAN (40-50%) pada temperatur tinggi (Peniston &


Johnson, 1980). Akan tetapi metode tersebut
Kitin merupakan senyawa homopolimer polisakarida menghasilkan kitosan dengan kualitas rendah
alami yang melimpah di alam dan memiliki rantai ditunjukkan oleh struktur polimer yang tidak
panjang berbasis glukosamin berbentuk linier beraturan (Zhou, 2010). Solusi alternatif dan inovatif
(Tokuyasu et al., 1999). Kitin memiliki berat molekul dalam biokonversi kitin menjadi kitosan berkualitas
besar (>150 kDa) dan tidak bercabang (Wang & lebih baik yaitu dengan cara hidrolisis menggunakan
Chang, 1997; Oh et al., 2000; Purwani, 2002), serta kitin deasetilase (Tsigos et al., 1995).
tersusun atas tiga macam struktur kristal allomorphs Umumnya mikroorganisme yang diketahui
yaitu α-, β-, dan γ- (Beier et al., 2013). Polimer kitin mampu menghasilkan kitin deasetilase adalah
tersusun atas residu N-asetilglukosamin (GlcNac) golongan fungi yaitu Mucor rouxii (Zhao et al., 2010),
yang dihubungkan oleh ikatan β-(1,4)-glikosidik Serratia sp. (Kaur et al., 2012), dan Colletotrichum
(Cohen et al., 1998; Shahidi et al. 1999; Patil et al., lindemuthianum (Tsigos et al., 1995). Selain itu kitin
2000). Kitin merupakan senyawa berstruktur rumit deasetilase dapat diproduksi oleh bakteri yang
sehingga memiliki tingkat kelarutan yang rendah pada teradaptasi pada lingkungan yang mengandung kitin
beberapa pelarut umum (Zhou, 2010). Modifikasi misalnya sampah perikanan (Prameela et al., 2010).
kitin diperlukan untuk meningkatkan aplikasinya, Jayanti et al. (2015) melaporkan bahwa Bacillus sp.
sehingga perlu dilakukan pengubahan gugus fungsi yang berhasil diisolasi dari sampah perikanan
asetil menjadi gugus amina yang disebut deasetilasi menunjukkan aktivitas kitin deasetilase sampai 360,37
(Kumar, 2000; Khan, 2001; Krajewska, 2004; Kim & U/ml.
Rajapakse, 2005). Sampah perikanan berupa kulit udang
Kitosan merupakan produk deasetilasi kitin yang mengandung kitin dan kalsium karbonat (Kumirska et
memiliki potensi yang besar dalam bidang al., 2010). Kandungan kitin dalam kulit udang
bioteknologi, biomedis, dan industri farmasi (Tsigos mencapai sekitar 20-30% dari keseluruhan massa
et al., 1995). Pada umumnya, metode konvensional udang (Prameela et al., 2010). Aplikasi dari kitin kulit
konversi kitin menjadi kitosan dilakukan dengan cara udang masih sangat rendah dan belum banyak
kimiawi menggunakan basa kuat NaOH atau KOH dimanfaatkan (Zhou et al., 2010), sehingga perlu
Afifah, K.N. et al. Produksi Kitosan Secara Enzimatik oleh Bacillus Sampah Perikanan 287

adanya peningkatan nilai ekonomi limbah kulit udang tekanan 1,5 atm selama 15 menit. Selanjutnya media
melalui kitin deasetilase. dituang pada cawan Petri steril dan dibiarkan
Produksi kitosan menggunakan kulit udang dengan memadat. Cawan Petri diwrap dan disimpan dalam
kitin deasetilase yang diproduksi dari sampah lemari pendingin sebagai stock media (Thiel, 1999).
perikanan sebagai biokatalis akan lebih baik secara Media Nutrient Broth (NB) digunakan sebagai
ekonomi dan belum banyak dilakukan, karena tidak media peremajaan isolat Bacillus sp.. Sebanyak 13
membutuhkan energi yang besar dalam proses gram serbuk NB dilarutkan dalam 1 liter akuades,
reaksinya. Oleh karena itu dalam penelitian ini dipanaskan pada suhu 100 °C sambil diaduk dengan
dilakukan perbandingan produksi kitosan dari empat menggunakan magnetic stirrer. Selanjutnya media
jenis kitin deasetilase hasil isolat sampah perikanan NB dimasukkan ke dalam Erlenmeyer, ditutup dengan
dengan kulit udang sebagai sumber kitin. sumbat dan disterilisasi dengan autoklaf pada suhu
121°C dengan tekanan 1,5 atm selama 15 menit
2. METODOLOGI (Thiel, 1999).

2.1 Waktu dan Tempat Penelitian 2.2.1.2 Persiapan Media Aklimatisasi


Media aklimatisasi digunakan untuk membiasakan
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga bakteri tumbuh pada media yang mengandung kitin.
Mei 2016 di Laboratorium Mikrobiologi dan Sumber kitin dalam media aklimatisasi berasal dari
Bioteknologi Jurusan Biologi, serta Laboratorium limbah kulit udang. Sebanyak 250 gram limbah kulit
Karakterisasi Material Jurusan Teknik Material dan udang dibersihkan dengar air. Selanjutnya limbah
Metalurgi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. kulit udang direbus dalam akuades dan dioven pada
suhu 60 °C selama 24 jam hingga kering yang ditandai
dengan berat kulit udang yang konstan. Limbah kulit
2.2 Metode yang Digunakan udang yang kering ditumbuk dan disaring membentuk
bubuk kitin kulit udang.
Penelitian ini diawali dengan persiapan media yang Media aklimatisasi dibuat dengan melarutkan 1
terdiri dari media kultur, media aklimatisasi, dan gram bubuk kitin kulit udang dalam 1 liter media NB.
media fermentasi. Selanjutnya dilakukan peremajaan Kemudian ditambahkan 1 liter akuades dan
isolat bakteri. Bakteri yang digunakan terdiri dari dipanaskan hingga suhu 100 °C sambil diaduk dengan
Bacillus sp. B3, Bacillus sp. B5, Bacillus sp. B6, dan menggunakan magnetic stirrer. Selanjutnya media
Bacillus sp. B12 hasil isolasi sampah perikanan di aklimatisasi ditutup dengan sumbat dan disterilisasi
daerah Kenjeran Surabaya. Setiap bakteri dilakukan dengan autoklaf pada suhu 121 °C dengan tekanan 1,5
tahapan pengujian yang sama akan tetapi tidak atm selama 15 menit.
dikonsorsiumkan. Selanjutnya dilakukan proses
produksi kitin deasetilase melalui fermentasi cair pada 2.2.1.3 Persiapan Media Fermentasi
media fermentasi dengan lama inkubasi mengacu pada Sumber kitin dalam media fermentasi berasal dari
profil pertumbuhan Bacillus sp. pada penelitian limbah kulit udang. Media fermentasi yang terdiri dari
sebelumnya (Atmaja et al., 2015). Isolasi kitin 0,5 % sumber kitin (bubuk kulit udang); 0,2 % yeast
deasetilase dilakukan melalui metode sentrifugasi ekstract; 0,2 % ammonium sulfat ((NH4)2SO4); 0,1 %
menggunakan centrifuge. Ekstrak kasar enzim yang KH2PO4; 0,1 % tryptone; dan 0,01 % MgSO4.7H2O
dihasilkan dipurifikasi dengan metode presipitasi dilarutkan dalam 1 liter akuades (Natsir, 2012).
protein menggunakan ammonium sulfat. Selanjutnya Larutan media dihomogenkan dengan menggunakan
dilakukan pengujian aktifitas kitin deasetilase dengan magnetic stirrer pada suhu 70 °C. Selanjutnya media
metode Tokuyasu et al. (1999) menggunakan fermentasi ditutup dengan sumbat dan disterilisasi
spektrofotometer UV-Vis. Karakterisasi enzim dengan autoklaf pada suhu 121 °C dengan tekanan 1,5
dilakukan melalui uji aktivitas, uji kandungan protein, atm selama 15 menit (Park et al, 2000).
dan titik isoelektrik enzim. Selanjutnya dilakukan
produksi kitosan dari sumber kitin kulit udang secara
enzimatis. Sumber kitin dan kitosan yang dihasilkan
2.2.2 Mikroorganisme
Bakteri yang akan digunakan dalam penelitian ini
dikarakterisasi dengan menggunakan spektroskopi
adalah Bacillus sp. B3, Bacillus sp. B5, Bacillus sp.
FTIR untuk mengetahui perubahan gugus fungsi dan
B6, dan Bacillus sp. B12 koleksi Laboratorium
dihitung nilai derajat deasetilasinya.
Mikrobiologi dan Bioteknologi Jurusan Biologi,
FMIPA, ITS. Masing-masing bakteri dilakukan
2.2.1 Persiapan Media perlakuan yang sama hingga tahap produksi kitosan,
2.2.1.1 Persiapan Media Kultur akan tetapi tidak dikonsorsiumkan.
Media Nutrient Agar (NA) digunakan sebagai media
kultur isolat Bacillus sp. B3, Bacillus sp. B5, Bacillus 2.2.2.1 Peremajan isolat Bacillus sp.
sp. B6, dan Bacillus sp. B12 hasil isolasi sampah Peremajaan isolat dilakukan dengan menumbuhkan
perikanan. Sebanyak 28 gram serbuk NA dilarutkan kembali keempat isolat bakteri, yaitu Bacillus sp. B3,
dalam 1 liter akuades, dipanaskan pada suhu 100 °C Bacillus sp. B5, Bacillus sp. B6, dan Bacillus sp. B12
sambil diaduk dengan menggunakan magnetic stirrer. ke media NA slant. Masing-masing isolat bakteri
Setelah homogen, media ditutup dengan sumbat dan diambil satu ose dan digoreskan pada media NA slant
disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121 °C dengan yang berbeda secara aseptis dan diinkubasi pada suhu
288 Proceeding Biology Education Conference Vol. 14 (1): 286-294, Oktober 2017

ruang selama 24 jam hingga tumbuh koloni bakteri. supernatan II sambil diaduk. Setelah (NH4)2SO4 larut
Selanjutnya isolat disimpan di lemari pendingin sempurna kemudian dibiarkan selama 1 jam.
sebagai stock culture. Isolat yang telah berumur 24 Selanjutnya endapan enzim disentrifugasi dengan
jam diremajakan pada Erlenmeyer yang berisi 50 ml kecepatan 3000 rpm, pada suhu 4ºC selama 30 menit
medium NB sebanyak tiga ose dan diinkubasi pada sehingga dihasilkan supernatan III dan endapan III.
suhu optimum 50°C selama 24 jam. d. Pengendapan 60-75 %
Sebanyak 10 ml Kultur Bacillus sp. yang telah Sebanyak 2,06 gram (NH4)2SO4 ditambahkan sedikit
diinkubasi pada media NB diinokulasikan pada 90 ml demi sedikit ke dalam gelas Beaker 50 ml yang berisi
media aklimatisasi dan diinkubasi pada suhu optimum supernatan III sambil diaduk. Setelah (NH4)2SO4 larut
50°C selama 24 jam. Selanjutnya, sebanyak 10 ml sempurna kemudian dibiarkan selama 1 jam.
inokulum yang telah teraklimatisasi pada media Selanjutnya endapan enzim disentrifugasi dengan
aklimatisasi diinokulasikan ke dalam 90 ml media kecepatan 3000 rpm, pada suhu 4ºC selama 30 menit
starter dan diinkubasi pada suhu optimum 50°C sehingga dihasilkan supernatan IV dan endapan IV.
selama 24 jam. Media starter memiliki komposisi e. Pengendapan 75-90 %
yang sama dengan media fermentasi. Selanjutnya, Sebanyak 2,15 gram (NH4)2SO4 ditambahkan sedikit
sebanyak 10 ml inokulum starter diinokulasikan ke demi sedikit ke dalam gelas Beaker 50 ml yang berisi
dalam 100 ml media fermentasi dan diinkubasi pada supernatan IV sambil diaduk. Setelah (NH4)2SO4 larut
suhu optimum 50°C hingga mencapai awal fase sempurna kemudian dibiarkan selama 1 jam.
eksponensial sesuai kurva pertumbuhan Bacillus sp. Selanjutnya endapan enzim disentrifugasi dengan
pada penelitian sebelumnya (Atmaja et al., 2015). kecepatan 3000 rpm, pada suhu 4ºC selama 30 menit
sehingga dihasilkan supernatan V dan endapan V
2.2.3 Produksi Kitin Deasetilase (Ariningsih, 2003).
Kitin deasetilase diperoleh dengan cara fermentasi Supernatan yang dihasilkan selama presipitasi
cair oleh masing-masing isolat Bacillus sp. yang telah enzim digunakan untuk fraksi selanjutnya, sedangkan
teraklimatisasi pada media fermentasi. Ekstrak kasar natan yang dihasilkan di setiap fraksi dibagi menjadi
enzim (filtrat kultur) diperoleh dengan metode dua bagian untuk pengujian aktivitas enzim dan
sentrifugasi inokulum yang telah diinkubasi pada kandungan kadar protein.
media fermentasi dengan kecepatan 8000 rpm selama
15 menit pada suhu 4 °C (Ariningsih, 2003). 2.2.5 Karakterisasi Protein Kitin
Selanjutnya diambil bagian supernatan yang Deasetilase
dihasilkan dan dilakukan purifikasi, pengukuran 2.2.5.1 Uji Aktivitas Kitin Deasetilase
kandungan protein, dan pengujian aktivitas enzimnya. Pengujian aktivitas kitin deasetilase dilakukan dengan
menggunakan metode Tokuyasu et al., (1999) yang
2.2.4 Purifkasi Kitin Deasetilase telah dimodifikasi. Larutan digesti yang terdiri dari 0,1
Purifikasi kitin deasetilase dilakukan melalui metode ml ekstrak kasar enzim, 10 mg bubuk kitin, dan 1 ml
presipitasi protein yang terlarut pada supernatan buffer diinkubasi pada suhu optimum 50 °C (Atmaja
dengan menggunakan ammonium sulfat, sehingga et al., 2015) selama 20 menit. Selanjutnya aktivitas
senyawa protein dan nonprotein dapat terpisah (Sakai enzim diterminasi dengan penambahan asam asetat 33
et al., 1998). Purifikasi ekstrak kasar enzim dilakukan % sebanyak 200 μl. Penggunaan asam asetat dalam
dengan teknik salting out, yaitu dengan menambahkan terminasi aktivitas enzim dikarenakan asam asetat
ammonium sulfat (NH4)2SO4 ke dalam supernatan merupakan salah satu produk dari reaksi kitin menjadi
secara bertahap (Uria et al., 2005) dengan fraksi 0-30 kitosan (Dische & Borenfreund, 1950).
%, 30-45 %, 45-60 %, 60-75 %, dan 75-90 % dengan Untuk pengontrolan, penambahan enzim
metode sebagai berikut: dilakukan sesaat setelah penambahan asam asetat.
a. Pengendapan 0-30 % Setelah digesti, konsentrasi residu glukosamin yang
Sebanyak 3,52 gram (NH4)2SO4 ditambahkan sedikit terbentuk dari reaksi deaminasi dihitung berdasarkan
demi sedikit ke dalam 20 ml larutan ekstrak kasar oksidasi NaNO2, dengan metode spektrofotometrik
enzim sambil diaduk. Setelah (NH4)2SO4 larut menggunakan indol HCl sesuai dengan Dische dan
sempurna kemudian dibiarkan selama 1 jam. Borenfreund (1950) yang telah dimodifikasi sebagai
Selanjutnya endapan enzim disentrifugasi dengan berikut: sebanyak 200 μl larutan digesti dipipet dan
kecepatan 3000 rpm, pada suhu 4ºC selama 30 menit ditambahkan 200 μl asam asetat 33 % dan 200 μl
sehingga dihasilkan supernatan I dan endapan I. NaNO2 5 %. Selanjutnya, Larutan divorteks dan
b. Pengendapan 30-45 % dibiarkan selama 10 menit pada suhu ruang.
Sebanyak 1,88 gram (NH4)2SO4 ditambahkan sedikit Ditambahkan 500 μl asam askorbat 0,1 mM dan
demi sedikit ke dalam gelas Beaker 50 ml yang berisi digoyang selama 30 menit pada suhu ruang.
supernatan I sambil diaduk. Setelah (NH4)2SO4 larut Selanjutnya ditambahkan 800 μl HCl 5% dan 80 μl
sempurna kemudian dibiarkan selama 1 jam. indol 1% dalam etanol sebagai penghasil karakteristik
Selanjutnya endapan enzim disentrifugasi dengan warna yang spesifik. Kemudian campuran reaksi
kecepatan 3000 rpm, pada suhu 4ºC selama 30 menit didihkan dalam air mendidih selama 5 menit hingga
sehingga dihasilkan supernatan II dan endapan II. terbentuk warna merah kejinggaan. Larutan kemudian
c. Pengendapan 45-60 % didinginkan, ditambah etanol absolut 800 μl dan
Sebanyak 1,97 gram (NH4)2SO4 ditambahkan sedikit divortek. Konsentrasi glukosamin yang terbentuk
demi sedikit ke dalam gelas Beaker 50 ml yang berisi diketahui melalui reaksi pembentukan warna coklat
Afifah, K.N. et al. Produksi Kitosan Secara Enzimatik oleh Bacillus Sampah Perikanan 289

kemerahan yang terjadi dan diukur pada panjang air. Pembentukan endapan kekeruhan paling cepat
gelombang 492 nm. atau paling banyak merupakan pH titik isoelektrik
Satu unit aktifitas enzim dinyatakan sebagai (Ueda et al., 1995).
jumlah enzim yang memproduksi 1 μmol residu
glukosamin permenit. Selanjutnya nilai unit aktivitas 2.2.6 Pretreatmen Substrat Kitin Kulit
tersebut dikonversi ke dalam satuan aktivitas, yaitu Udang
unit/ml. Standar yang digunakan adalah konsentrasi Perlakuan pendahuluan terhadap substrat kitin kulit
glukosamin pada 26,167 mg/10 ml akuades. udang bertujuan untuk mengubah konformasi kristalin
kitin yang rapat sehingga enzim lebih mudah
2.2.5.2 Uji Kandungan Protein berpenetrasi ke dalam substrat untuk mendeasetilasi
a. Pembuatan Pereaksi Bradford polimer kitin (Martinou et al., 1995). Sebanyak 10
Sebanyak 100 mg Coomassie Brilliant Blue G-250 gram kitin kulit udang direndam dalam 100 ml NaOH
dilarutkan dalam 50 ml etanol 95 % dan ditambahkan 60% pada suhu 60 °C selama 180 menit. Selanjutnya
100 ml asam fosfat 85 %. Campuran diencerkan kitin dibilas dengan akuades hingga pH netral dan
dengan menggunakan akuades sampai warna melarut dikeringkan pada suhu 60 °C selama 1 malam
sempurna. Selanjutnya campuran disaring dengan (Emmawati, 2007).
menggunakan kertas saring Whatman No.1 hingga
volume 1000 ml (Bradford, 1976). Larutan yang 2.2.7 Deasetilasi Enzimatis oleh Kitin
dihasilkan disimpan sebagai stock pereaksi Bradford
(Hendarsyah, 2006).
Deasetilase
Sebanyak 10 mg kitin pasca perlakuan pendahuluan
b. Kurva Standar Protein
Kurva standar protein digunakan untuk diinkubasi dengan 0,1 ml kitin deasetilase dan 1 ml
buffer fosfat pada suhu 50 °C selama 48 jam.
menentukan konsentrasi protein yang terkandung
Selanjutnya endapan kitosan yang dihasilkan dibilas
dalam sampel enzim (Setyahadi, 2006). Larutan
dengan akuades, dikeringkan, dan dihitung nilai
standar dibuat dengan melarutkan 100 mg Bovine
Serum Albumin (BSA) dengan konsentrasi 0,1 hingga derajat deasetilasinya menggunakan spektrofotometer
1 mg/ml pada 50 ml akuades. Larutan dikocok UV-Vis.
perlahan dan jangan sampai berbusa. Setelah
homogen, ditambahkan akuades hingga volume 1000 2.2.8 Karakterisasi Kitosan
ml. Konsentrasi akhir larutan standar adalah 1 mg/ml 2.2.8.1 Analisis FTIR
BSA (Lampiran 6). FTIR (Fourier Transform Infrared Spectroscopy)
Untuk pembuatan blanko dilakukan hal yang merupakan suatu metode yang digunakan untuk
sama, namun larutan standar yang digunakan adalah mengidentifikasi gugus fungsi senyawa organik
akuades. Nilai yang diperoleh dibuat grafik dengan (Khopkar, 2003). Sampel kitosan dimasukkan ke
persamaan Y= ax + b, dimana Y adalah nilai dalam pellet press secara merata, dihubungkan ke
absorbansi dan x adalah nilai konsentrasi protein pompa kompresi hydraulic dengan kekuatan 100 ton
(Bradford, 1976). (kg newton), dan dipompa vakum selama 15 menit.
c. Pengukuran Konsentrasi Protein Pellet yang terbentuk diusahakan memiliki ketebalan
Pengukuran konsentrasi protein pada sampel 0,3 mm (transparan). Pellet press dibuka secara hati-
dilakukan dengan mereaksikan 0,1 μl ekstrak kasar hati. Pellet yang dihasilkan dipindahkan dengan
enzim dengan 5 ml reagen bradford. Selanjutnya, menggunakan spatula ke dalam sel holder. Alat
diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada pencatat spektrofotometri IR diatur dengan kecepatan
panjang gelombang 595 nm. Kemudian nilai kertas pada posisi “normal” dan ekspansi transmisi
absorbansi dimasukkan ke dalam kurva standar untuk “10x”. Selanjutnya dilakukan pengecekan skala kertas
menentukan konsentrasi protein yang terkandung dengan cara membuat spektrum dari “film polysterin”
dalam sampel enzim (Bradford, 1976). (Rifai, 2007). Kitosan diukur pada panjang
gelombang 400–4000 cm-1, setiap spektrum terdiri
2.2.5.3 Pengujian Titik Isoelektrik dari 64 kali pengamatan dengan resolusi sebesar 2 cm-
1
Titik isoelektrik merupakan titik dimana jumlah (Biskup et al., 2012).
muatan positif dan negatif protein adalah sama,
sehingga protein pada enzim tidak bergerak apabila 2.2.8.2 Analisis Derajat Deasetilasi Kitosan
diletakkan pada medan listrik. Pada pH isoelektrik Derajat deasetilasi menunjukkan besarnya gugus
(pI), protein memiliki daya kelarutan minimal, asetil dari kitin yang berhasil dikonversi menjadi
sehingga menyebabkan protein mengendap (Burgess gugus amino pada kitosan. Semakin tinggi derajat
et al, 2002). deasetilasi kitosan, maka kualitas kitosan tersebut
Sebanyak 1 ml kitin deasetilase dimasukkan ke semakin baik (Khan et al., 2001). Analisis derajat
dalam 6 buah tabung reaksi bersih dan kering. deasetilasi kitin dan kitosan dilakukan melalui reaksi
Selanjutnya masing-masing tabung reaksi deaminasi yang menghasilkan residu glukosamin
ditambahkan 1 ml buffer asetat dengan variasi pH 3, berdasarkan oksidasi NaNO2, dengan metode
4, 5, 6, 7, dan 8. Campuran dikocok dan dicatat derajat spektrofotometrik menggunakan indol HCl sesuai
kekeruhannya setelah 0, 10, dan 30 menit. Diamati dengan Dische dan Borenfreund (1950) yang telah
berapa tabung yang terbentuk endapan maksimal. dimodifikasi.
Selanjutnya semua tabung dipanaskan diatas penangas
290 Proceeding Biology Education Conference Vol. 14 (1): 286-294, Oktober 2017

3. HASIL DAN PEMBAHASAN kitin deasetilase digunakan bakteri sebagai sumber


karbon untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bakteri
3.1 Produksi dan Isolasi Kitin (Ischaidar et al., 2014).
Deasetilase
3.2 Purifikasi dan Karakterisasi Kitin
Produksi kitin deasetilase dilakukan pada Erlenmeyer Deasetilase
250 ml selama 48 jam dengan mikroba fermentasi
masing-masing adalah empat jenis Bacillus yang Purifikasi kitin deasetilase dilakukan melalui
berbeda. Perubahan warna medium fermentasi kitin presipitasi (pemekatan protein) secara bertingkat
oleh empat jenis Bacillus yang berbeda dapat dilihat menggunakan garam ammonium sulfat (Sakai et al.,
pada Gambar 3.1. 1998). Tingkatan fraksinasi amonium sulfat yang
memiliki aktivitas kitin deasetilase tertinggi
ditunjukkan pada fraksi pemurnian 75-90% seperti
a b pada Gambar 3.2.
. . Dari keempat kitin deasetilase yang dihasilkan,
aktivitas tertinggi pada fraksi pemurnian 75-90%
ditunjukkan oleh Bacillus sp. B12 dengan nilai
aktivitas kitin deasetilase sebesar 345,21U/ml dan
kandungan protein sebesar 0,0512 mg/ml. Kitin
deasetilase dari keempat bakteri Bacillus sp. yang
dihasilkan setelah purifikasi memiliki nilai aktivitas
yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan aktivitas
crude enzim sebelum purifikasi (Lampiran 7), yaitu
c d sebesar 159,8 U/ml dan kandungan protein sebesar
. . 0,1537 mg/ml. Purifikasi enzim dapat meningkatkan
kemampuan gugus fungsional protein, sehingga
aktivitas enzim meningkat (Atmaja et al., 2015).

Gambar 3.1 Visualisasi Medium Produksi Kitin Deasetilase


(a) Sebelum Fermentasi dan (b) Setelah 48 Jam Fermentasi,
serta Visualisasi (a) Kitin Sebelum Deasetilasi dan (b)
Kitosan Pasca Deasetilasi Enzimatis

Pada Gambar 3.1a dan Gambar 3.1b dapat dilihat


bahwa hasil fermentasi selama 48 jam pada medium
kitin kulit udang menunjukkan adanya perubahan
warna dan aroma pada medium produksi. Perubahan
warna disebabkan oleh pertambahan jumlah koloni
bakteri sehingga menghasilkan warna medium yang
keruh. Sedangkan perubahan aroma yang khas
disebabkan adanya reaksi degradasi sumber karbon Gambar 3.2 Aktivitas dan Kandungan Protein Kitin
yang menghasilkan senyawa asam (Deliani, 2008).
Gambar 3.1c dan Gambar 3.1d menunjukkan
perbedaan tekstur dari kitin sebelum deasetilasi dan Deasetilase pada Fraksi Pemurnian Tertinggi
kitosan yang dihasilkan dari deasetilasi enzimatis. Protein memiliki gugus yang mudah terionisasi,
Perubahan tekstur terjadi akibat adanya hidrolisis kitin seperti gugus karboksil dan gugus amina. Umumnya
oleh kitin deasetilase sehingga membentuk tekstur asam amino dalam protein memiliki kisaran nilai pH
kitin yang lebih halus dan menghasilkan warna kitosan titik isoelektrik (pI) yang berbeda. Berdasarkan hasil
yang lebih cerah (Ischaidar et al., 2014). pengujian, kitin deasetilase dari keempat bakteri
Isolasi kitin deasetilase dilakukan ketika bakteri Bacillus sp. terkoagulasi pada pH
memasuki awal fase stasioner (pada jam ke-48) yang Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang
mengacu pada profil pertumbuhan Bacillus sp. pada dilakukan oleh Ischaidar et al., (2014) yang
penelitian sebelumnya (Atmaja et al., 2015). Pada fase menyatakan bahwa kitin deasetilase yang dihasilkan
stasioner, pertumbuhan bakteri sebanding dengan laju oleh Bacillus licheniformis memiliki nilai titik
kematian bakteri. Hal ini terjadi akibat berkurangnya isoelektrik pada pH 5. Titik isoelektrik merupakan
nutrisi dalam medium pertumbuhan bakteri serta suatu kondisi molekul protein memiliki muatan positif
akumulasi produk samping metabolisme (Madigan et dan negatif yang sama, sehingga molekul protein akan
al., 2012). Selama masa pertumbuhan, bakteri bermuatan nol (Tsigos et al., 1995). Pada pH
menghidrolisis sumber kitin kulit udang dengan isoelektrik (pI), protein memiliki polaritas minimal,
menghasilkan ekstraselular enzim berupa kitin sehingga menyebabkan protein mengalami koagulasi
deasetilase (Natsir et al., 2012). Hasil reaksi hidrolisis (Burgess et al., 2002).
Afifah, K.N. et al. Produksi Kitosan Secara Enzimatik oleh Bacillus Sampah Perikanan 291

3.3 Produksi dan Isolasi Kitosan D. Bacillus sp. B12


Berdasarkan Tabel 3.1, kitin hasil deasetilasi
Produksi kitosan dilakukan pada substrat kitin kulit enzimatis memiliki nilai derajat deasetilasi lebih dari
udang dengan perlakuan pendahuluan (pretreatmen) 50%, hal ini menunjukkan bahwa kitin mengalami
alkali sebelum deasetilasi kitosan secara enzimatis. deasetilasi dengan adanya pemutusan gugus asetil
Penggunaan alkali dalam pretreatmen substrat kitin sehingga dihasilkan kitosan. Menurut Synowiecki et
bertujuan untuk mengubah konformasi kristalin al., (2003), kitin yang memiliki nilai derajat
kitin yang rapat sehingga enzim lebih mudah deasetilasi lebih dari 50% dapat disebut sebagai
berpenetrasi untuk mendeasetilasi polimer kitin kitosan.
(Martinou et al., 1995). Deasetilasi polimer kitin akan Produksi kitosan dilakukan pada substrat kitin
berlangsung mulai dari permukaan kitin, kemudian yang memiliki nilai derajat deasetilasi kurang dari
memasuki wilayah amorf dari kitin, dan secara 50% dan menghasilkan kitosan dengan nilai derajat
bertahap deasetilasi terjadi sampai ke wilayah kristalin deasetilasi tertinggi sebesar 63%. Derajat deasetilasi
kitin (Chang et al., 1997). awal yang rendah menunjukkan banyaknya residu
Penggunaan larutan NaOH konsentrasi tinggi asetil yang belum terpotong, sehingga ketersediaan
(>40%(b/v)) berfungsi memutus ikatan antar gugus substrat untuk reaksi enzimatis semakin banyak
karboksil (C=O) dengan atom nitrogen (N-) dari kitin (Emmawati, 2007). Hal ini dapat menyebabkan nilai
yang memiliki struktur kristal tebal dan panjang derajat deasetilasi kitosan setelah reaksi enzimatis
(Angka & Suhartono, 2000). Tingginya konsentrasi mengalami peningkatan sebesar 20,6% jika
NaOH menyebabkan gugus fungsional amino (-NH3+) dibandingkan dengan nilai derajat deasetilasi kitin
yang mensubstitusi gugus asetil kitin di dalam sistem sebelum reaksi enzimatis.
larutan semakin aktif, sehingga proses deasetilasi Berdasarkan Tabel 4.1, nilai derajat deasetilasi
semakin baik (Martinou et al., 1995). tertinggi (sebesar 63%) ditunjukkan oleh kitosan hasil
Kitin hasil deasetilasi alkali digunakan sebagai deasetilasi enzimatis kitin deasetilase yang diproduksi
substrat dalam proses produksi kitosan secara oleh Bacillus sp. B3 yang memiliki aktivitas enzim
enzimatis. Deasetilasi kitosan secara enzimatis sebesar 224,95 U/ml, sedangkan kitin deasetilase dari
dilakukan pada percobaan kombinasi suhu optimum Bacillus sp. B12 yang memiliki aktivitas enzim lebih
50°C dan waktu inkubasi enzim selama 24 jam. Pada tinggi (sebesar 345,217 U/ml) menghasilkan kitosan
penelitian ini, kitin yang digunakan dalam reaksi dengan nilai derajat deasetilasi yang lebih rendah,
deasetilasi enzimatis sebanyak 70 mg, dan yaitu sebesar 59%. Hal ini dimungkinkan adanya
menghasilkan kitosan sebanyak 54 mg. Karakteristik perbedaan struktur protein dan nilai afinitas enzim
kitosan hasil deasetilasi enzimatis dikonfirmasi yang diproduksi oleh masing-masing isolat Bacillus
melalui pengukuran nilai derajat deasetilasi dan sp., serta adanya spesifikasi substrat aplikasi sehingga
analisis gugus fungsi kitosan. mempengaruhi kemampuan enzim dalam
mendeasetilasi substrat kitin.
3.4 Karakterisasi Kitosan Hasil Analisis gugus fungsi kitin dilakukan terhadap
Deasetilasi Enzimatik substrat kitin kulit udang, sedangkan analisis gugus
fungsi kitosan dilakukan terhadap kitosan hasil
deasetilasi enzimatis oleh Bacillus sp. B3 dan Bacillus
Derajat deasetilasi menunjukkan besarnya presentase sp. B12 yang memiliki nilai derajat deasetilasi
gugus asetil (CH3CO-) pada kitin yang berhasil tertinggi berdasarkan Tabel 4.1.
dikonversi menjadi gugus amina (-NH2) pada kitosan Karakteristik nilai derajat deasetilasi kitosan
(Khan et al., 2001). Menurut Liu et al., (2006), kitosan yang menunjukkan banyaknya presentase gugus asetil
memiliki dua gugus kromofor yaitu N-asetil yang terpotong dikonfirmasi melalui analisis gugus
glukosamin dan glukosamin hasil deasetilasi kitin,
fungsi menggunakan spektroskopi FTIR (Fourier
sehingga dapat dianalisis nilai absorbansinya Transform Infrared Spectroscopy) seperti yang
menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Pemutusan ditunjukkan pada Gambar 3.4.
gugus asetil oleh kitin deasetilase akan menghasilkan
Kisaran absorbansi kitin dan kitosan pada
residu senyawa kitosan berupa glukosamin.
spektra FTIR berada pada panjang gelombang 4000-
Peningkatan kandungan glukosamin dalam kitosan 400 cm-1 (Brugnerotto et al., 2001). Pita serapan pada
hasil deasetilasi enzimatis ditunjukkan pada Tabel 3.1. panjang gelombang 3270,52 cm-1 pada kitin
menunjukkan vibrasi gugus (N-H), sedangkan pada
Tabel 3.1 Karakteristik Kitosan Hasil Deasetilasi Enzimatis
kitosan mengalami pergeseran peak dengan intensitas
serapan yang lebih rendah, yaitu pada panjang
Kitosan gelombang 3255,41 cm-1 untuk kitosan Bacillus sp.
Parameter Kitin
A B C D B3, dan panjang gelombang 3255,76 cm-1 untuk
Glukosamin kitosan Bacillus sp. B12.
219 585 454 483 533
(µM/ml)
Kisaran absorbansi pada panjang gelombang
Derajat
Deasetilasi < 50 63 52 55 59
3120,6 hingga 3599,1 cm-1 menunjukkan vibrasi
(%) gugus (O-H) yang terkandung dalam kitin dan kitosan.
A. Bacillus sp. B3
Serapan gugus (O-H) pada kitin memiliki intensitas
B. Bacillus sp. B5
serapan yang lebih tinggi, yaitu pada panjang
C. Bacillus sp. B6
gelombang 3270,52 cm-1, sedangkan pada kitosan
292 Proceeding Biology Education Conference Vol. 14 (1): 286-294, Oktober 2017

mengalami pergeseran peak dengan intensitas serapan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir Dan Lautan.
3255,41cm-1 kitosan Bacillus sp. B3, dan pada Institut Pertanian Bogor, Bogor.
panjang gelombang 3255,76 cm-1 pada kitosan Ariningsih, A., Noor, A., dan Natsir, N. 2003. Usaha
Bacillus sp. B12. Hal ini berkaitan dengan adanya biokonversi
pretreatmen NaOH pada substrat kitin, sehingga kitin Atmaja, Q.I and Nugroho, P. 2015. Chitin Deacetylase
yang digunakan memiliki kandungan gugus (O-H) Production by Newly Thermophilic Isolate
yang tinggi. Sedangkan pada kitosan memiliki gugus Bacillus sp. SK II-5. Proceeding Seminar
(O-H) ysng relatif lebih rendah karena adanya proses Biomaterial and Enzyme Technology. Biology
pengeringan kitosan pasca deasetilasi enzimatis ITS: Surabaya.
sehingga dihasilkan bubuk kitosan yang halus dan Biskup, R., Jarosinska, D., Rokita, B., Ulanski, P.,
kering. Rosiak, J. 2012. Determination of Degree
Pita serapan pada panjang gelombang 1626,45 Deacetylation of Chitosan Comparison Methods.
cm-1 pada kitin menunjukkan vibrasi gugus (C=O) Progress on Chemistry and Application of Chitin,
dengan intensitas serapan yang tinggi jika vol. XVII 2012.
dibandingkan dengan intensitas serapan gugus (C=O) Blair, D.E., Hekmat, O., Schuttelkopf, A.W.,
oleh kitosan Bacillus sp. B3 yang teramati pada Shrestha, B., Tokuyasu, K., Withers, S.G., van
panjang gelombang 1620,88 cm-1 dan kitosan Bacillus Aalten, D.M.F. 2006. Structure and Mechanism
sp. B12 yang teramati pada panjang gelombang of Chitin Deacetylase from the Fungal Pathogen
1618,58 cm-1. Hal ini menunjukkan bahwa kitin Colletotrichum lindemuthianum. Biochemistry,
memiliki jumlah gugus C=O yang lebih banyak jika 45, 9416–9426.
dibandingkan dengan kitosan yang telah mengalami Bradford, M. M. 1976. A Rapid and Sensitive
deasetilasi enzimatis. Menurut Tokuyasu et al., Method for the Quantitation of Microgram
(1999), deasetilasi kitin dilakukan melalui reaksi Quantities of Protein Utilizing the Principle of
pemutusan ikatan karbon rangkap (C=O) pada gugus Protein-Dye Binding. Analytical Biochemistry
asetil kitin sehingga dihasilkan kitosan 72, 248-254 (1976).
Brugnerotto, J., J. Lizardi, F. M. Goycoolea, W.
4. KESIMPULAN Argüelles Monal, J. Desbrières, M. Rinaudo.
2001. Polymer. 42, 3569.
Produksi kitosan oleh kitin deasetilase Bacillus Burgess, Thomson, Anthony C. Grabski1 and
sampah perikanan diperoleh derajat deasetilasi Richard R.. 2002. Preparation of protein
tertinggi (sebesar 63%) ditunjukkan oleh kitosan samples for SDS-polyacrylamide gel
Bacillus sp. B3 dengan nilai aktivitas enzim sebesar electrophoresis: procedures and tips1”. Applied
230,45 U/ml. Nilai aktivitas enzim tertinggi Microbiology and Biotechnology. 62: 191-201.
ditunjukkan oleh Bacillus sp. B12 (sebesar 345,217 Caufrier, F., Martinou, A., Dupont, C., Bouriotis, V.
U/ml) dan memiliki nilai derajat deasetilasi kitosan 2003. Carbohydrate esterase family 4 enzymes:
sebesar 59%. Kitosan Bacillus sp. B5 memiliki derajat Substrate specificity. Carbohydrate Research.
deasetilasi terendah (sebesar 52%) dengan nilai 338, 687–692.
aktivitas enzim sebesar 289,483 U/ml. Kitosan Chang KLB, Tsai G, Lee J, Fu W. 1997.
Bacillus sp. B6 memiliki nilai derajat deasetilasi Heterogenous N-deacetylation of chitin in
sebesar 55% dengan nilai aktivitas enzim sebesar alkaline solution. Carbohydrate Research. 303:
224,95 U/ml.Deasetilasi enzimatis kitin mampu 327-332.
meningkatkan derajat deasetilasi kitosan dan telah Dahiya, N., Tewari, R., Tiwari, R.P., and Hoondal,
dikonfirmasi adanya pemutusan gugus asetil melalui G.S. 2005. Chitinase from Enterobacter sp.
spektra FTIR. NRG4: Its Purification, Characterization and
Reaction Pattern. Elect. Journal Biotechnology
5. UCAPAN TERIMA KASIH 8(2):134–145.
Deliani. 2008. Pengaruh Lama Fermentasi
Terhadap Kadar Protein, Lemak, Komposisi
Penulis mengucapkan terima kasih kepada PT.
Asam Lemak dan Asam Fitat pada Pembuatan
Gudang Garam Tbk Direktorat Produksi Gempol Tempe. Tesis. Medan: Universitas Sumatera
Pasuruan yang telah memberikan bantuan finansial Utara.
dalam publikasi di Prosiding Seminar Nasional Dische,Z dan E.Borenfrund. 1950. A
Biology Education Conference Surakarta 2017. Spectrophotometric method
Emmawati, A., Laksmi Jenie, B.S., dan Fawzya,
6. DAFTAR PUSTAKA Y.N.,. 2007. Kombinasi Perendaman dalam
Natrium Hidroksida dan Aplikasi Kitin
Abelson, John., Simon, Melvin., and Pyle, Anna. Deasetilase terhadap Kitin Kulit Udang untuk
2014. Methods in Enzymology. Elsevier Inc.and Menghasilkan Kitosan dengan Berat Molekul
Characterization of Chitin Deacetylase from Rendah. Jurnal Teknologi Pertanian 3(1) : 12-
Absidia Coerulea. Journal Biochemistry. 117, 18, Agustus 2007 for the microdetermination of
257-263 (1995). hexosamines. Journal Biology Chemistry 1949,
Angka, S. L. dan M. T. Suhartono. 2000. Pemanfaatan 184:517-522
Limbah Hasil Laut. Bioteknologi Hasil Laut.
Afifah, K.N. et al. Produksi Kitosan Secara Enzimatik oleh Bacillus Sampah Perikanan 293

for the microdetermination of hexosamines. J. Biol. Spectrophotometry Using Dual Standards.


Chem. 1950, Carbohydrate Research.
Ghormade, V., Kulkarni, V., Doiphode, N., Madigan, M. T., Martinko, J.M., Stahl, D.A., dan
Rajamohanan, P.R., dan Deshpande, M.V. 2010. Clark, D.P. 2012. Brock: Biology of
Chitin Deacetylase: A Comprehensive Account Microorganisms Thirteenth Edition. Pearson
on Its Role in Nature and its Biotechnological Education Inc. United States of America.
Applications. Current Research, Technology And Martinou, A., Kafetzopoulos, D., and Bouriotis, V.
Education Topics In Applied Microbiology And 1995. Chitin Deacetylation by Enzymatic Means:
Microbial Biotechnology Formatex. Monitoring of Deacetylation Processes. Journal
Gohel, V., Singh, A., Vimal, M., Ashwini, P., and Carbohidrate Research. 273(2): 235–242.
Chhatpar, H. S. 2006. Bioprospecting and Min, BM., Lee, S., Lim, J., Lee, T., Kang, P., Park, W.
Antifungal Potential of Chitinolytic 2004. Chitin and Chitosan Nanofibers:
Microorganism. African Journal Biotechnology Electrospinning and Deacetylation of Chitin
5(2):54–72. Nanofibers. Polymer 45:7137-7142.
Gooday, G.W., 1990. The Ecology of Chitin Muharni. 2010. Isolasi dan Identifikasi Bakteri
Degradation. In: KC. Marshall (Ed): Advances Penghasil Kitinase dari Sumber Air Panas Danau
and Biotechnology. Vol. 34 : 715–719. Ranau Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian Sains
Hendarsyah, D., Setyahadi, S., dan Bunasor, T.K. Edisi Khusus Juni (D) 10, 06-09.
2006. Karakterisasi Kitin Deasetilase Muzzarelli, RA. & Rocchetti, R. 1985. Determination
Termostabil Isolat Bakteri Asal Pancuran of the Degree of Acetylation of Chitosans by First
Tujuh Baturaden, Jawa Tengah. Jurnal Derivative Ultraviolet Spectrotometry.
Teknologi dan Industri Pangan, Vol.XVII No. 1 Carbohydrate Polymers 5. (1985) 461-472.
Th. 2006. Nasran S., Farida A., dan Ninoek I. 2003. Produksi
Howling, GI., Dettmar, P., Goodard, P., Hampson, F, Kitinase dan Kitin Deasetilase dari Vibrio
Domish, M., Wood. 2001. J. Biomaterial harveyi. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia
22:2959-2966. 5:9.
Ischaidar., Natsir, H., dan Dali, S., 2014. Natsir, Hasnah., Dali, Seniwati., dan Fattah, Nurlaeli.
Production and Application of Chitin 2012. Potensi Protease dan Kitin Deasetilase
Deacetylase from Bacillus licheniformis HSA3- dari Bacillus licheniformis HSA3-1a untuk
la as Biotermicide. Marina Chimica Acta, Produksi Kitosan sebagai Bahan Pengawet
April 2014 Vol. 15 No. 1. Alami Produk Perikanan. Universitas
Jayanti, R and Nugroho, P. 2015. Pra-Production of Hasanudin.
Chitin Deacetylase from Fisheries Waste Oh, Y.S., Shih, I.L., Tzeng, Y.M., and Wang, S.L.
Bacteria. Proceeding Seminar Biomaterial and 2000. Protease Produced by Pseudomonas
Enzyme Technology. Biology ITS: Surabaya. aeruginosa K-187 and its Application in
Kafetzopoulos, D., A. Martinou dan V. Deproteinization of Shrimp and Crab Shell
Bouriotis.1993. Bioconversion of Chitin and Wastes. J. Enzyme Microbiology Technology. 27:
Chitosan : Purification and Characterization of 3–10.
Chitin Deacetylase from Mucor rouxii. Proc. Okafor, N. 2007. Modern Industrial Microbiology and
Natl. Acad. Sci. (90) : 2564 – 2568. Applied Biotechnology. Science Publishers. USA.
Biology Science. USA. Park, S.H., Lee, J.H, and Lee, H.K. 2000. Purification
Kamil Z., M. Rizk, M. Saleh and S. Moustafa. 2007. and Characterization of Chitinase from a Marine
Isolation and Identification of Rhizosphere Soil Bacterium, Vibrio sp. 98CJ11027. Journal
Chitinolytic Bacteria and Their Potential in Microbiology. 38(4): 224–229.
Antifungal Biocontrol. Global Journal of Patil, RS., Ghormade, V., Deshpande, MV. 2000.
Molecular Sciences 2:2, 57-66, 2007. IDOSI Chitinolytic Enzymes: An Exploration
Publications. Technology 26, 473-483.
Kaur, K.., Dattajirao, V., Shrivastava, V., dan Prameela, K., Mohan, C.M., Smitha, P.V., dan
Bhardwaj, U. 2012. Isolation and Hemalatha, K.P.J. 2010. Bioremediation of
Characterization of Chitosan-Producing Bacteria Shrimp Biowaste by Using Natural Probiotic for
from Beaches of Chennai, India. Enzyme Chitin and Carotenoid Production an Alternative
Research Volume 2012, Article ID 421683. Method to Hazardous Chemical Method.
Khan, Tanveer., Peh, Khiang., Seng, Hung. 2001. International Journal of Applied Biology and
Reporting Degree of Deacetylation Value of Pharmaceutical Technology Volume: I: Issue-3:
Chitosan: The Influence of Analytical Methods. Nov-Dec -2010.
Journal Pharm Pharmaceut Sci. 5(3): 205-212. Raval R., Raval, K., dan Moerschbacher BM. 2013.
Khopkar. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Enzymatic Modification of Chitosan Using Chitin
Universitas Indonesia Press: Jakarta Deacetylase Isolated from Bacillus cereus.
kitin asal kepiting rajungan menjadi khitosan. Volume 2 issue 1 2:617. Scientificreports.
Marina Chimica Acta, April 2003, hal. 9-12. Rifai, D. 2007. Isolasi dan Identifikasi Kitin dan
Liu, Dasheng., Wei, Yuan., Yao, Pingjia., amd Jiang, Kitosan dari Cangkang Hewan Mimi (Horseshoe
Linbin. 2006. Determination of the Degree of crab) menggunakan Spektrofotometri Infra
Acetylation of Chitosan by UV Merah. Universitas Islam Negeri (UIN): Malang.
294 Proceeding Biology Education Conference Vol. 14 (1): 286-294, Oktober 2017

Rinaudo, M. 2006. Chitin and Chitosan Preparation 26.


from Marine Sources, Structure, Properties and Tsigos, I., Martinou, A., Kafetzopoulos, D., dan
Application. Marine Drugs 2015, 13, 1133-1174. Bouriotis, V. 1995. Chitin Deacetylases: New,
Rudall, K.; Kenchington, M. W. 1969. Biology Review Versatile Tools in Biotechnology. Tibtech July
1973, 49, 597 2000 (Vol. 18).
Sakai K, Yokota A, Kurokawa H, Wakayama M, Ueda M, Fujiwara A, Kawaguchi T, Arai M. 1995.
Moriguchi M. 1998. Purification and Purification and Some Properties of Six
Characterization of Three Thermostable Chitinase from Aeromonas sp. No.10S-24.
Endochitinase of a Noble Bacillus sp. Strain, Biosci. Biotech. Biochem. 59 (11) : 2162-2164.
MH-1, Isolated from Chitin Containing Compost. Uma C, Arulraj C, Ravikumar G, et.al. 2012.
Appl. Environ. Microbiol. p. 3397-3402. Production and Purification of Chfitinase by
Synowiecki, J.; Al-Khateeb, N.A. 2003. Production, Streptomyces sp. from soil. Journal Advamnce
Properties, and Some New Applications of Chitin Science Research. 3:3, 25-29.
and Its Derivatives. Crit. Review Food Science Uria, A., Chasanah, E., Fawzya Y. 2005. Optimization
and Nutrient, 43, 145–171. of Bacillus sp. K29-14 Chitinase Production
Tanaka, T., Fujiwara, S., Nishikori, S., Fukui, T., Using Marine Crustacean Waste. Journal of
Takagi Masahiro, and Imanaka, T. 1999. A Coastal Development. Volume 8, Number 2,
Unique Chitinase with Dual Active Site and February 2005 : 155-162
Triple Substrate Binding Sites from the Wang, S.L. and Chang, W.T. 1997. Purification and
Hyperthermophilic Archaeon Pyrococcus Characterization of Two Bifunctional
kodakaraensis KOD1. Journal Applied Chitinase/Lysozymes Extracellularly Produced
Environmental Microbiolgy. 65(12): 5338–5344. by Pseudomonas aeruginosa K-187 in a Shrimp
Thatte, M.R. 2004. Synthesis and Antibacterial and Crab Shell Powder Medium. Journal Applied
Assessment of Water-soluble Hydrophobic Environment Microbiology. 63(2): 380–386.
Chitosan Derivatives Bearing Quaternary Widdel, Friedrich. 2007. Theory and Measurenment of
Ammonium Functionality. PhD. Disertation. Bacterial Growth. Mikrobiologie. Universitat
Lousiana State University, LA. 126 pp. Bremen.York. Marcel Dekker.
Thiel, Teresa. 1999. Nutrient Broth, Agar Plates and Zhou, G., Zhang, H., He, Y., dan He, L. 2010.
Slants. Microbiogical applications: laboratory Identification of a Chitin Deacetylase Producing
manual in general Microbiology. Bacteria Isolated from Soil and its Fermentation
Tokuyasu, K., Kaneko, S., Hayashi, K., and Mori, Y. Optimization. African Journal of Microbiology
1999. Production of Recombinant Chitin Research Vol. 4(23), pp. 2597-2603, 4
Deacetylation in the Culture Medium of December, 2010
Escherichia coli Cells. Journal FEBS. 458: 23–

Anda mungkin juga menyukai