Mukhtariyah Ambai

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 8

Nilai Karakter dari Ulama Kharismatik

Syekh H. Mukhtar Ambai

MAKALAH
Disusun Guna Melengkapi Tugas Mata Kuliah

Pendidikan Karakter dalam Nilai-nilai Kearifan Lokal

OLEH:
SYAHRIL SYARIF
NIM: 211 017 050

DOSEN PENGAMPU:
Dr. Hj. WISNARNI, M.PdI

PROGRAM PASCA SARJANA


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KERINCI
TA. 2018/2019

0
Nilai Karakter dari Ulama Kharismatik
Syekh H. Mukhtar Ambai

A. Perjalanan Hidup H. Mukhtar Ambai


Berdasarkan hasil wawancara dengan KH. Ahmad Mukhtar (Irwanto, 2014)
menceritakan bahwa pada akhir abad ke-18 banyak masyarakat kerinci yang memiliki
keinginan yang besar untuk melakukan perjalanan ke Mekah guna melaksanakan rukun islam
ke lima, tidak ketinggalan hal ini dilakukan oleh seorang yang bernama Mukhtar bin Abdul
Karim seorang pemuda yang berasal dari Ambai, salah satu desa yang terdapat di Kerinci. Agar
dapat melakukan perjalanan ketanah suci Mekah tentulah bukan perkara yang mudah bagi
seorang Mukhtar, bersama dengan saudaranya Yahya dan pemuda yang lain harus
mengumpulkan cukup biaya untuk melakukan perjalan tersebut. Perjalanan pertama yang
ditempuh oleh Muktar bersma rombongan yang lainnya adalah menuju Semenanjung Malaysia
mereka dengan bekerja sebagai penyadap karet dan hidup menetap di suatu daerah yang
bernama Patani berdekatan dengan Siam (Thailand), hidup sebagai pekerja di Malaysia ini juga
dimanfaatkan untuk mendalami agama islam dari berbagai guru yang ada di Semenanjung
Malaysia. Setelah merasa cukup dalam hal biaya, Lalu mereka melanjutkan perjalanan ke Arab
Saudi (Makkah), dengan berbekal ilmu yang didapatkan selama di Malaysia, maka pada setiap
kesempatan merapatnya kapal laut yang membawa mereka ke Mekah selalu dimanfaatkan
untuk berdakwah.
Setelah sampai di mekah dan melaksanakan ibadah haji, Mukhtar memanfaatkan
kesempatan tersebut untuk lebih memperdalam ilmu agama dari ulama-ulama yang ada di
Mekah selama lebih kurang 30 tahun. Setelah menetap dan mendalami ilmu agama Islam di
Mekkah pada masa agresi Belanda yang pertama Mukhtar bin Abdul Karim yang berganti
menjadi nama Syeh H. Mukhtar Ambai kembali ke semenanjung Malaysia, untuk beberapa saat
menetap di Malaysia. Di semenanjung Malaysia Syeh H. Mukhtar membangun surau dn giat
melakukan dakwah/ pengajian dengan pusat dakwah di surau. (Budhi, 2014:44)
Sekitar penghujung tahun 1941, Syekh Haji Mukhtar Ambai kembali ke Kerinci
setelah merantau dan menimba ilmu agama di Malaysia dan Arab Saudi lalu Syekh H. Mukhtar
Ambai membentuk kelompok pengajian ”Jamiatul Ihsaniyah Mukhtariah Ambai. Pada
awalnya kegiatan pengajian hanya dihadiri oleh karib kerabat dan keluarga terdekat. Melihat

1
“perubahan” yang dilakukan oleh Syekh H.Mukhtar Ambai melalui pola dakwah yang humanis
dan persuasif dan kehidupan Syekh yang bersahaja mendapat reaksi positif dari masyarakat
dusun Ambai dan sekitarnya, dalam kurun waktu singkat jumlah anggota pengajian semakin
bertambah, kualitas pengajian semakin ditingkatkan.
Pesatnya perkembangan pengajian dan semakin bertambahnya jumlah santri santri
dari luar daerah alam Kerinci, maka Syekh H. Mukhtar Ambai bersama sama dengan anggota
anggota pengajian dengan semangat persaudaraan yang tinggi secara swadaya membangun
sebuah bangunan ” Rumah Gedang ” untuk menjadi pusat belajar dan pusat dakwah, dengan
berdirinya bangunan rumah gedang, kegiatan proses belajar dan mengajar serta program
dakwah mulai berjalan secara teratur dan terjadwal, pada saat itulah Syekh H.Mukhtar Ambai
mulai mengatur pola belajar dengan membentuk kelompok kelompok pengajian dengan
melakukan pemisahan ruangan dari setiap kelompok golongan umur, dengan sistem ini Syekh
melakukan pola pengajaran dan pengajian dalam bentuk Madrasah. pada tanggal 5 Oktober
tahun 1977, Ulama Kharismatik Syekh H.Mukhtar Ambai meninggal, beliau dimakamkan di
komplek Pesantrenyang ia rintis .

B. Situasi Politik dan Islam pada abad ke18 dan 19


Pada akhir abad ke-18 tepatnya pada tahun 1869 terusan yang menghubungkan Laut
Mediterania dan Laut Merah sepanjang 163 Km yang bernama Terusan Suez dibuka
(Wikipedia, 2018). Pembukaan terusan ini bedampak sangat besat bagi umat islam di Indonesia
yang ingin menunaikan ibadah haji pada masa itu. Dengan adanya terusan ini dapat
menyingkat waktu dan biaya untuk menuju tanah suci Mekah.
Pada abad ke18 dan 19 ini keinginan umat islam dalam menunaikan ibadah haji
semakin besar dan dampaknya pun sampai ketanah Kerinci seperti yang dilakukan oleh ulama
kharismatik Mukhtar.
Selain pembukaan terusan Suez di Eropa juga tengah mengalami revolusi Industri yang
berdampak besar bagi kemajuan industri dunia, dengan dilahirkan alat transportasi kapal uap.
Perkembangan alat tranportasi ini telah dimanfaatkan oleh VOC yang menguasai Indonesia
pada waktu itu sebagai pengangkut hasil pertanian dari Indonesia untuk dibawa ke Belanda.
Disamping itu perkembangan alat transportasi ini di manfaatkan membawa jamaah haji dari
Indonesia menuju Mekah.

2
Di Indonesia yang masih dibawah jajahan kolonial belanda juga mengalami perubahan
yang sangat besar khususnya tumbuhnya semangat nasionalisme yang tinggi dalam melawan
penjajah yang pada umumnya dipimpin oleh para ulama.
Perjuangan menentang penjajahan dalam bentuk peperangan, yang tidak kalah
pentingnya yaitu meningkatnya pemahaman ulama di Indonesia tentang pentingnya
pendidikan agama. Di Jawa telah berkembangnya pusat pendidikan agama islam dalam bentuk
pasantren serta di Sumatera Barat dikenal dengan sebuta Thawalib.
Menurut Prof Dr. Musyrifah Sunanto, (Sunanto, 2007) perkembangan pemikiran Islam
di Indonesia dapat dilihat dari tiga periode yaitu; periode ketika kepemimpinan Ulama sangat
dominan di masyarakat muslim, periode ketika peran ulama digantikan oleh pemimpin-
pemimpin Islam yang bergerak di bidang organisasi atau kepartaian dalam perpolitikan, dan
periode kebangkitan kaum intelektual Muslim.
a. Periode ketika kepemimpinan Ulama sangat dominan di masyarakat Muslim.
Periode ini berlangsung sejak datang dan berkembangnya Islam di Indonesia
(sekitar abad ke-VII M) hingga berlangsungnya masa penjajahan. Pada periode ini,
Ulama merupakan satu-satunya sumber rujukan bertindak dan informasi mengenai
wacana dan faham keislaman, mereka menjadi sumber rujukan ketaatan baik dalam
perilaku sosial maupun politik. Hingga penjajahan Belanda makin merata, peran
Ulama tidak tergoyahkan, bahkan menjadi simbol perlawanan dalam perang-
perang besar melawan penjajah. Misalnya Fatahillah mengusir Portugis dari Sunda
Kelapa, Kiai Maja membantu perang Diponegoro, Imam Bonjol dalam perang
Padri. Periode sekitar tahun 1900, ketika muncul gerakan pembaharuan.
b. Periode ketika peran Ulama digantikan oleh pemimpin-pemimpin Islam yang
bergerak di bidang organisasi atau kepartaian dalam perpolitikan. Ini diawali oleh
peran pemimpin organisasi sosial seperti Haji Abdul Karim Amrullah, Zaenuddin
Labai al-Yunusi, dan pemimpin-pemimpin orgnisasi Sumatra Thawalib di Sumatra,
Syeh Ahmad Surkati dari al-Irsyad, Haji Abdul Halim dari persyarikatan Ulama
Majalengka, KH. Ahmad Dahlan dari Muhammadiah, Ahmad Hasan dari Persis,
dan organisasi politik SI dengan tokoh-tokohnya. Periode ini, para pemimpin
organasasi keagamaan ataupun politik Islam yang diadopsi dari Barat, bergerak
melakukan perlawanan terhadap penjajah dengan menggunakan wadah organisasi

3
dan partai politik yang mereka pimpin. Sementara dalam bidang pembaharuan,
Muhammadiah memilki peran penting dalam memperkenalkan modernitas
terutama dalam bidang pendidikan. Model pendidikan tradisional (pesantren) yang
dulu digunakan diganti dengan model pendidikan Barat (Belanda), yang memakai
bangku, jadwal, kurikulum, dll.
Dari perkembangan pemikiran Islam ini, maka berdampak pada semangat Mukhtar
muda dengan mendirikan pondok pasantren yang dijadikan tempat dakhwah.

C. Dakwah yang dilakukan oleh H. Mukhtar


H. Muktar melakukan dakwah yang berlokasi di desa Ambai ditempat kediaman
beliau dengan mendirikan rumah gedang yang difungsikan sebagai tempat mengajar para
murid-muridnya. Kemasyhuran beliau tersebar keseluruh masyarakat Kerinci dan juga ke
kabupaten sekitar termasuk Kabupaten Muaro Bungo, Tebo dan Bangko.
Berbeda dengan kebanyakan ulama yang ada dikerinci pada saat itu, H. Mukhtar
lebih mendalami dan mengajari murid-muridnya ilmu tasawuf. H. Mukhtar termasuk
ulama yang Khusuk, Ikhlas sehingga beliau sangat disegani dan dihormati oleh banyak
orang. Oleh sebagian ulama yang pernah menimba ilmu pada beliau, H. Mukhtar ini telah
ada pada tingkat tajrid dalam tingkat tasawuf. Walaupun demikian beliau tidak
mengasingkan diri dari masyarakat luas, akan tetapi tetap berbaur dengan masyarakat.
Bentuk pengajian yang di ajarkan oleh H. Mukhtar adalah dalam bentuk tarikat,
yang diajarkan kepada murid-muridnya dalam bentuk amalan-amalan zikir, serta amalan-
amalan lainnya guna mendekatkan diri pada sang khaliq (Rahim, 2018).
Berbeda dengan aliran Thariqah lainnya seperti Thariqah Qadiriyah dan Thariqah
Naqsabandiyah, ajaran Thariqah yang dikembangkan oleh H. Mukhtar tidak mengenal
istilah khalwat. Khalwat adalah tradisi dalam tarekat untuk mendekatkan diri kepada Allah
dengan cara menyepi. Mereka yang menjalani khalwat adalah para pelaku suluk, meskipun
esensinya harus dilakukan oleh umat Islam dan kaum beriman secara keseluruhan (NU,
2012).
Keberhasilan H. Mukhtar dalam membangun pasantren yang disebut rumah gedang
pada awalnya kini telah menjelma dengan berdirinya Pondok Pasantren Jami'atul

4
Ihsaniyah Mukhtariyah yang tetap mengusung misi pendidikan yang di bawa oleh H.
Mukhtar.
Harus diakui bahwa pondok pesantren pertama di alam Kerinci ini masih mencoba
untuk mampu bertahan ditengah-tengah pesatnya pertumbuhan Pendidikan umum di
seantero alam Kerinci, mesti diakui secara jujur bahwa pertumbuhan Pondok Pesantren
Jamiatul Ihsaniyah Mukhtariah Mabai hingga saat ini belum sepenuhnya mampu
menghidupi kebutuhan pondok pesantren, rendahnya minat masyarakat menengah untuk
memasukkan anaknya ke pondok pesantren dan tata pengelolaan managemen pondok
pasantren yang kurang professional, terkesan pondok pesantren ini berjalan ditempat,
namun patut disyukuri para pengasuh hingga saat ini dengan kemampuan yang serba
terbatas mencoba untuk tetap mampu bertahan ditengah-tengah kemajuan peradaban
zaman dan globalisasi yang melintas antara benua. (Budhi, 2014:46)

5
KESIMPULAN

Semangat untuk mendalami ilmu agama islam ke tanah suci Mekah yang ada dikerinci
pada awal abad ke-19 begitu besar, para ulama pada masa itu sanggup merantau ke negara lain
demi mendapatkan biaya yang dibutuhkan untuk ketanah suci Mekah seperti yang telah dilakukan
oleh H. Mukhtar dan ulama lainnya.

Nilai karakter kerja keras sudah tercermin pada awal perjuangan dalam menunaikan ibadah
suci dan menimba ilmu ke Mekah.

Dengan berbekal ilmu yang didapatkan ini H. Mukhtar mendirikan pondok pasantren yang
masih berdiri hingga kini. Tekun, ikhlas dalam mengajar yang dipraktekkan oleh H. Mukhtar
menjadikan beliau tokoh yang sangat dikagumi di Kerinci dan kabupaten disekitarnya. Beliau telah
menjadi ulama sebagai sumber rujukan bertindak dan informasi mengenai wacana dan faham
keislaman, mereka menjadi sumber rujukan ketaatan baik dalam perilaku sosial maupun politik.

Keikhlasan dan perjuangan H. Mukhtar ini hendaknya menjadi teladan bagi para pendidik
zaman sekarang. Sehingga pendidik bisa menjadi teladan bagi anak didik dan masyarakat.

6
DAFTAR PUSTAKA
Budhi Vrihaspati Jauhari, dkk (2014) Tinjauan Sejarah Kebudayaan Islam di Alam Kerinci.
Sungai Penuh: Bina Potensia
Irwanto. (2014, Juli 3). Syekh H. Mukhtar Ambai (pendiri pesantren Ambai). Diambil kembali
dari http://irwantokrc.blogspot.com: http://irwantokrc.blogspot.com/2015/04/syekh-h-
mukhtar-ambai-pendiri-pesantren.html
NU, E. (2012, November 16). Khalwat. Diambil kembali dari http://www.nu.or.id:
http://www.nu.or.id/post/read/40813/khalwat
Rahim, M. (2018, September 10). Mukhtar Ambai. (S. Syarif, Pewawancara)
Sunanto, M. (2007). Sejarah Peradaban Islam Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Wikipedia. (2018, Agustus 5). Terusan Suez. Diambil kembali dari https://id.wikipedia.or:
https://id.wikipedia.org/wiki/Terusan_Suez

Anda mungkin juga menyukai