Pengantar Metodologi Studi Islam
Pengantar Metodologi Studi Islam
Pengantar Metodologi Studi Islam
Oleh:
2024
1
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah tentang pengantar metodologi
studi islam ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak
yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua
itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah
tentang putusan hakim ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi
terhadap pembaca.
Penulis
2
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ........................................................................................................ 17
B. Saran .................................................................................................................. 17
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ummat Islam Indonesia sampai saat ini masih banyak yang
beranggapan bahwa Islam, agama yang bersifat sempit. Anggapan
ini timbul karena salah dalam mengartikan hakikat Islam, Kekeliruan
itu terjadi karena pengajian dan kurikulum pendidikan hanya
menekankan pada aspek ibadah, tauhid, Alquran, Sunnah. Itupun
mengajarkannya hanya menurut satu madzhab dan aliran saja, jadi
identik dengan pengajian Islam. Sebetulnya ada juga orang yang
pengetahuannya cukup luas dan mendalam, namun tidak
terkoordinasi dan tersusun secara sistematis. Hal yang demikian
menurut Abudin Nata karena orang yang bersangkutan ketika
menerima ajaran Islam tidak sistematik dan terkoordinasi. Biasanya
mereka belajar ilmu dari berbagai guru, namun antara satu guru
dengan guru lainnya tidak pernah saling bertemu dan tidak memiliki
satu acuan yang sama semacam kurikulum, akibatnya tidak dapat
melihat hubungan yang terdapat dalam berbagai pengetahuan yang
dipelajarinya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Metodologi Studi Islam?
2. Apa saja ruang lingkup dalam Metodologi Studi Islam?
3. Apa saja aspek urgensi mempelajari Studi Islam?
4. Apa saja aspek sasaran Studi Islam?
5. Bagaimana pertumbuhan studi islam dari dulu sampai sekarang?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Pengertian Metodologi Studi Islam
2. Untuk Mengetahui ruang lingkup mempelajari Metodologi Studi
Islam
3. Untuk mengetahui ungensi dalam mempelajari MSI
4. Untuk mengetahui aspek-aspek sasaran Studi Islam
5. Untuk mengetahui pertumbuhan dalam Studi Islam
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
B. Ruang Lingkup Studi Islam
Dalam Studi Islam, agama Islam dibahas secara luas dan
lengkap dengan mengkaji dasar-dasar ajaran Islam serta metode
untuk memahami ajaran Islam yang berkembang di kalangan
intelektual baik insider maupun outsider meliputi para ulama dari
klasik hingga kontemporer, dan sarjana barat (orientalis), serta
intelektual muslim yang mengembangkan metodologi studi Islam di
berbagai Perguruan Tinggi Agama Islam (PΤΑΙ) di Indonesia.1
1
Dr. Siti NurJanah, M.Ag, Sri Handayana, M.Hum, Metodologi Studi Islam (Gerbang
Moderasi Beragama), (Yogyakarta: IDEA Press Yogyakarta,2019), h 18
2
Umi Hani, S. Ag., M.Pd, Pengantar Studi Islam, (Banjarmasin: Universitas Islam
Kalimantan Muhammad Arsyad Al-Banjary, 2022), h 9
6
turun temurun agar mampu beradaptasi dan menjawab
fantangan serta tuntutan zaman dan dunia modern dengan
tetap berpegang pada sumber ajaran iskam yang murni
dan asli, yaitu al-quran dan As sunnah. Studi islam juga
dapat diharapkan mampu memberikan pedoman dan
pegangan hidup bagi umat islam agar tetap menjadi
seorang muslim sejati yang ludup dalam dan mampu
menjawab tantangan serta tuntutan zaman modern
maupun era global sekarang.
3
Rosihon Anwar, M. Ag. DKK, Pengantar Studi Islam (Randung: Pustaka Satia, 2000),h 3
7
D. Sasaran Aspek Studi Islam
Sasaran atau objek kajian studi Islam adalah semua hal yang
membicarakan tentang Islam, mulai dari tingkat wahyu atau nash,
hal- hal yang berkaitan dengan pemikiran umat Islam hingga praktek
yang dilakukan oleh masyarakat. Pada wahyu, ajaran Islam
terangkum dalan tiga hal pokok yang saling terkait erat, yaitu
akidah, syariah, dan akhlak. Akidah merupakarı hal-hal asasi dan
mendasar dalam Islam berkenaan dengan keyakinan yang terletak di
hati, didukung dalil dan pemikiran manusia. Adapun syariah
merupakan ajaran Islam yang berkaitan dengan perbuatan manusia,
meliputi ritual ibadah dan pola hubungan manusia dengan dirinya
sendiri, orang lain, dan lingkungannya. Sedangkan akhlak adalah
sifat manusia mencakup baik dan buruk yang mempengaruhi
kehidupannya. Akhlak merupakan produk akidah dan syariah yang
benar serta merupakan tujuan utama dari ajaran Islam.4
4
Ibid, h 26
8
E. Pertumbuhan Studi Islam
Ruang lingkup sejarah Islam dilihat dari segi periodisasinya
dapat di bagi menjadi tiga. Pertama periode klasik berlangsung
sejak tahun 650-1250 M,ini dapat di bagi lagi menjadi masa
kemajuan Islam I, yaitu dari sejak tahun 650-1000, dan masa
disintegrasi yaitu dari tahun 1000-1250. Pada masa kemajuan Islam I
itu tercatat sejarah perjuangan Nabi Muhammad SAW. dari tahun
750-632 M. Khulafaurasyidin dari tahun 632-661 M, Bani Umayyah
dari tahun 661-750 M. Bani Abbas dari tahun 750-1250 M.
5
Abudin Nata, M.A, Metodologi Studi Islam, (Jakarat:PT Raja Grafindo Persada,2004),
h.363-364
9
sekedar memberikan penafsiran "baru" atau pemikiran
"independen" yang tetap berada dalam kerangka doktrin
yang mapan dan disepakati. Dengan demikian, ilmu ilmu
non agama/eksakta sebagai akar pengembangan sains dan
teknologi sejak awal telah termarjinalkan. Kondisi seperti
ini berbeda dengan dasar Islam yang tidak
mendikotomikan antara ilmu agama dan non agama. Al-
Ghazali (1085-1111M) disebut-sebut sebagai "yang
bertanggungjawab" memisahkan ilmu-ilmu agama
dengan ilmu-ilmu non agana. Menuntut ilmu agarna
wajib bagi setiap muslim, sedangkan wajib kifayah untuk
menuntut ilmu-ilmu umum.
Menurut catatan sejarah, ada empat perguruan tinggi
yang dianggap sebagai kiblat bagi pengembangan studi
Islam khususnya di kalangan masyarakat muslim,
Langkah mereka selanjutnya diikuti oleh para orientalis
dalam studi Islam di kalangan sarjana Barat. Pertama,
Madrasah Nizamiyyah di Nisyafur. Madrasah ini,
menurut Ibnu Khalikan (w. 681-1282) dibangunoleh
Nizam al-Mulk untuk al-Juwaini (seorang tokoh
Asy'ariah), la menjadi guru besar di madrasah ini selama
tiga dekade hingga wafat pada tahun 478/1085. Madrasah
ini terdiri dari tiga bagian inti, gedung madrasah, masjid,
dan perpustakaan (bayt al-maktah).
Kedua, madrasah di Bagdad yang didirikan pada
tahun 455/1063 oleh khalifah al-Makmun (813-833 M).
Madrasah ini dilengkapi dengan perpustakaan
termasyhur, Bayt al-Hikmah. Berbeda dengan madrasah
Nizamiyyah di Nisyafur, Bagdad tidak memiliki masjid.
Sebagai madrasah terbesar di zamannya, madrasah ini
diajar oleh para guru besar yang memiliki reputasi tinggi,
seperti Abu Ishaq al-Syirazi (w. 476/1083), al- Kiya al-
Harasi, dan al-Gazali (1058-1111 M) yang tercatat
sebagai pemikir terbesar dengan sebutan Imam al-
Ghazali dan pengaruhnya cukup kuat di Timur. Madrasah
yang berusia hampir dua abad ini akhirnya hancur
sekaligus melambangkan kehancuran Islam pada masa
pemerintahan Abbasiyah, setelah Hulagu Khan (1256-
1349 M) melakukan penyerbuan besar-besaran ke
Bagdad.
Ketiga, Universitas Al-Azhar di Kairo. Universitas
Al-Azhar di Kairo, Mesir ini tidak terlepas dari eksistensi
10
Abbasiyah-Syiah yang pengaruh kekuatan politiknya
mulai melenah. Di sinilah wilayah wilayah kekuasaan
Daulat Abbasiyah seperti Thahiriyah, Safawiyah,
Samawiyah, Thuluniyah, Fathimiyah, Ghaznawiah, dan
lain-lain menuntut otonomi.
Daulah Fathimiyah (909-1171 M) muncul di Tunis.
'Ubaidillah al- Mahdi diangkat sebagai khalifah pertama
Fathimiyah yang beraliran Syiah. Pada masa
pemerintahan khalifah keempat Muiz li Dinillah (952-
975 M), Libya dan Mesir berhasil ditaklukkan di bawah
panglima besarnya, Jauhar al-Siqli (362 H/972 M). la
kemudian dikenal sebagai pendiri ibukota. baru Mesir,
Kairo menggantikan Kota Fustat. Kemudian ibu kota
Syria. dipindahkan dari Tunis ke Kairo, Mesir. Al-Siqli
pula yang membangun perguruan tinggi Al- Azhar
berdasarkan ajaran sekte Syiah. Selanjutnya pada masa
khalifah al-Hakim bin Amrillah (996-1020 M), dibangun
perpustakaan terbesar di Kairo, Buit al-Hikmah, yang
konon disebut- sebut sebagai corong propaganda syiah.
Al-Hakim menggelontorkan dana 275 dinar untuk
menggandakan manuskrip dan perbaikan buku-buku.
Kurikulum yang dikembangkan lebih banyak berorientasi
pada masalah- masalah keislaman, astronomi, dan
kedokteran. Ali Ibn Yunus, Ali al- Hasan, dan Ibn al-
Haitam, tercatat sebagai tokoh yang mengembangkan
ilmu astronomi. Dalam masa ini kurang lebih seratus
karya tentang matematika, astronomi, filsafat dan
kedokteran telah dihasilkan. Bahkan, pada masa al-
Muntasir, terdapat perpustakaan yang di dalamnya berisi
200.000 buku.
Pada tahun 567 H/1171 M, Shalahuddin al-Ayyubi
(1171-1193 M) berhasil merebut Daulah Fathimiyah dan
mendirikan Daulat Ayubiyyah (1171-1269 M) serta
menyatakan tunduk kembali kepada Abbasiyah. Pada saat
itu Al-Azhar beralih kurikulum dan orientasi dari Syiah
ke Sunni. Al- Azhar tetap berdiri tegak hingga abad ke-
21 ini.
Keempat adalah Universitas Cordova. Pemerintahan
Abdurrahman. I dipandang sebagai tonggak kemajuan
ilmu dan kebudayaan di Cordova. Sejarah mencatat
bahwa Aelhoud dari Bath (Inggris) belajar di Cordova
11
pada tahun 1120 M yang mendalami geometri, aljabar,
dan matematika.
12
Setelah ilmu pengetahuan Islam bermigrasi ke Barat
dan dikembangkan oleh para sarjana mereka, ternyata
banyak ajaran Islam yang mulai menyimpang dari jalur
karena telah dirasuki oleh paham sekuler. Inilah yang
menyebabkan para sarjana Muslim melakukan upaya
pemurnian ajaran. Ismail Raji al-Faruqi. Naquib alAttas,
Ali Ashraf. Ziauddin Sardar, dan lain-lain terpanggil
untuk upaya ini. Tokoh-tokoh ini menawarkan gagasan
Islamisasi pengetahuan, yakni melakukan penulisan
ulang terhadap ilmu-ilmu modern (produk Barat) dan
menanggalkan ciri-ciri sekularismenya. Upaya lainnya
mendirikan universitas universitas Islam seperti,
International Islamic University di Pakistan. Islamic of
Advanced Studies di Washington DC. atau the
International Institute of Islamic Thought and
Civilization (biasa disebut ISTAC) yang dipelopori oleh
Naquib al-Attas.
Di Amerika, studi Islam pada umumnya menekankan
pada studi sejarah Islam, bahasa-bahasa Islam selain
bahasa Arab, sastra dan ilmu- ilmu sosial, yang berada di
bawah Pusat Studi Timur Tengah atau Timur Dekat. Di
UCLA misalnya, studi Islam dibagi empat komponen.
Pertama, mengenai doktrin dan sejarah Islam, termasuk
pemikiran Islam. Kedua, bahasa Arab dan teks-teks
klasik mengenai sejarah, hukum dan lain-lain. Ketiga,
bahasa-bahasanon Arab yang muslim, seperti Urdu,
Persia, Turki, bahasa yang telah mengantarkan
kebudayaan. Keempat, ilmu-ilmu sosial, sejarah bahasa
Arab, bahasa-bahasa Islam, sosiologi, dan lain-lain.
Di London, studi Islam digabungkan dalam School of
Oriental and African Studies, sebuah fakultas mengenai
studi Ketimuran dan Afrika, yang memiliki berbagai
jurusan Bahasa dan Kebudayaan Asia dan Afrika. Salah
satu program studi di dalamnya program MA tentang
masyarakat dan budaya Islam yang dapat dilanjutkan ke
jenjang doktor.
Di Kanada studi Islam menekuni kajian budaya dan
peradaban Islam di zaman Nabi Muhammad hingga masa
kontemporer, memahami ajaran Islam dan masyarakat
Muslim di seluruh dunia, serta mempelajari berbagai
bahasa Muslim, seperti bahasa Persia, Urdu, dan Turki.
Sedangkan di Belanda, yang dulunya menganggap tabu
13
mempelajari Islam, ternyata masih menyisakan kajian
Islam di Indonesia, walaupun tidak menekankan pada
aspek sejarah Islam itu sendiri.
14
Islam Indonesia (UII) dengan mengembangkan empat
fakultas, yaitu Fakultas Agama, Fakultas Hukum,
Fakultas Ekonomi, dan Fakultas Pendidikan.
Lembaga pendidikan tinggi Islam tersebut baru
direalisasikan secara resmi oleh pemerintah pada tahun
1950 di Yogyakarta. Bersamaan dengan itu, pemerintah
mengubah status Universitas Gadjah Mada menjadi
universitas negeri sesuai dengan PP No. 37/1950 yang
dibentuk bagi golongan nasionalis, Pada saat yang sama,
kepada kelompok Islam diberikan perguruan tinggi
agama Islam (PTAIN) dengan mengubah status Fakultas
Agama UII. Tidak berselang lama Departemen Agama
mendirikan Akaderni Dinas Ilmu Agama (AIDA) di
Jakarta pada 1 Juli 1957, sebagai lembaga yang
dipersiapkan untuk mendidik pegawai negeri dengan
kemampuan akadernik dan semi akademik tingkat
diploma sebagai guru agama di SLTP.
Berdasarkan alasan akademis di atas maka pada
tanggal 24 Agustus 1960 Presiden mengeluarkan PP No.
II yang menggabungkan PTAIN dan AIDA menjadi
Institut Agarna Islam Negeri (IAIN). Sejak itulah secara
berturut-turut di beberapa propinsi Indonesia berdiri
IAIN sebagai sarana bagi masyarakat muslim untuk
mendapatkan pendidikan tinggi.
Seiring dengan tuntutan perkembangan zaman,
orientasi kelembagaan dan kurikulum perguruan tinggi
Islam tersebut mengalami berbagai inovasi. Tetapi,
inovasi tersebut belum diimbangi oleh ketersediaan dosen
ahli (expert) dalam bidang keilmunya. Sebagaimana
dikatakan Atho Mudzhar, bahwa dalam upaya
mengembangkan perguruan tinggi untuk masa depan, hal
yang perlu dibenahi antara lain, memposisikan disiplin
ilmu mana yang termasuk ilmu inti dan mana yang
termasuk ilmu bantu.
Sejauh ini, beberapa IAIN/STAIN belum mampu
memetakari berbagai ilmu ke dalam dua kategori
tersebut. Di sini diperlukan dosen yang ahli (expert)
daları bedah ilmu bantu, seperti Sosiologi Agatna,
Filsafat Agama, Psikologi Agama, dan sebagainya.
Beberapa IAIN/STAIN telah mampu mengembangkan
ilmu pengetahuan dalam berbagai disiplin ilmu
(interdisipliner), tidak hanya ilmu-ilmu keagamaan, tetapi
15
mencakup ilmu- ilmu eksakta, sosial, humaniora, dan
lain-lain. Di samping itu, beberapa IAIN/ STAIN telah
membuka program studi umum, dan bahkan fakultas
umum.
Seiring dengan pendirian universitas Islam ini para
cendekiawan muslim muncul dengan tawaran pendekatan
baru. Harun Nasution menawarkan pendekatan rasional,
M. Amin Abdullah menitikberatkan pada pendekatan
historis-empiris, pluralisme, nilai-nilai, dan pandangan
hidup. Sedangkan M. Atho' Muzhar menawarkan dengan
pendekatan sosiologis serta Jalaluddin Rahmad dengan
pendekatan humaniora.
Studi Islam menggunakan pola Islantic Studies yang
berkembang dalam tradisi akademik barat. Corak yang
dipakai dalam Studi Islam berbeda dengan metode at-
tarbiyyah al-islamiyyah yang secara ringkas merupakan
proses transmisi ajaran agama dan selanjutnya
diwujudkan dalam sikap sehari-hari. Sedangkan pola
yang diterapkan dalam Islamic Studies adalah kritis
terhadap pemikiran dan praktek keagarnaan meliputi teks,
doktrin, pemikiran, dan institusi keislaman. Analisis
terhadap agarna menggunakan pendekatan- pendekatan
seperti fikih, filsafat, tasawuf, historis, antropologis,
sosiologis dan sebagainya. Kajian Islam dengan pola
demikian bukan bertujuan untuk menggugat atau
mempertahankan keimanan atau kebenaran suatu ajaran
tertentu melainkan mengkaji secara ilmiah.
Konsekuensinya, kajian seperti ini memberi peluang
untuk diterima atau ditolak. Penelitian Islam dengan
corak ilmiah ini kebanyakan dilakukan oleh para
orientalis atau inteletual muslim yang memposisikan diri
mereka sebagai outsider atau insider (pengkaji dari
kalangan muslim) terutama dalam studi keislaman
kontemporer.
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Metodologi
Studi Islam ialah prosedur yang ditempuh secara ilmiah, cepat dan
tepat dalam mempelajari Islam secara luas dalam berbagai aspeknya,
baik dari segi sumber ajaran, pemahaman terhadap sumber ajaran
maupun sejarahnya. Dalam metodologi Studi Islam terdapat
prosedur ilmiah, sebagai ciri pokoknya, yang membedakan dengan
studi Islam lainnya yang tanpa metodologi. Kegiatan pengajian
misalnya, berbeda dengan kegiatan pengkajian. Pengajian adalah
proses memperoleh pengetahuan Islam yang bersifat normatif-
teologis bersumber pada Alquran dan Sunnah yang dipahami
berdasarkan salah satu pemahaman tokoh madzhab tertentu. Adapun
objek kajian studi Islam itu sendiri ialah semua hal yang
membicarakan tentang Islam, mulai dari tingkat wahyu atau nash,
hal- hal yang berkaitan dengan pemikiran umat Islam hingga praktek
yang dilakukan oleh masyarakat.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan
dalam pembuatan makalah ini, untuk itu kritik dan saran dari
pembaca sangat di harapkan. Sebagai bahan evaluasi untuk
penulisan makalah berikutnya.
17
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Siti NurJanah, M.Ag, Sri Handayana, M.Hum, Metodologi Studi Islam
(Gerbang Moderasi Beragama), Yogyakarta, IDEA Press
Yogyakarta,2019
Umi Hani, S. Ag., M.Pd, Pengantar Studi Islam, Banjarmasin: Universitas
Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al-Banjary, 2022
Rosihon Anwar, M. Ag. DKK, Pengantar Studi Islam, Randung: Pustaka
Satia, 2000
Abudin Nata, M.A, Metodologi Studi Islam, Jakarat:PT Raja Grafindo
Persada,2004
18