0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
124 tayangan120 halaman

Panduan Biokimia

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 120

KATA PENGANTAR

Penuntun praktikum biokimia ini diterbitkan untuk digunakan oleh setiap mahasiswa yang

akan melaksanakan Praktikum Biokimia. Praktikum ini merupakan pelengkap dalam mengambil

mata kuliah Biokimia Kedokteran setiap semester yang berjalan.

Mahasiswa diharapkan dapat memahami isi diktat dengan sebaik-baiknya, sehingga mampu

menjelaskan arti pangkal kesehatan di dalam laboratorium dan penggunaan alat – alat laboratorium,

demikian pula sebelum melakukan setiap percobaan, mahasiswa diharapkan telah mengetahui

tentang prinsip, tujuan, dan cara kerja dari percobaan tersebut.

Kami menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan baik dari cara penulisan

maupun isi dari penuntun ini, karenanya kami siap menerima kritik maupun petunjuk/saran dari

pembaca demi tercapainya kesempurnaan dalam penerbitan berikutnya.

Akhirnya kami mengucapkan selamat belajar dan bekerja di Laboratorium Ilmu Biokimia.

Makassar, 26 November 2018

Penyusun

Dr. dr. Agnes Kwenang, Sp. Biok


PENUNTUN / LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BOSOWA

Nama :

NIM :

Kelompok :

Regu :

BAGIAN BIOKIMIA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BOSOWA
KARTU KONTROL
PRAKTIKUM BIOKIMIA

Nama :

NIM :

Kelompok :

Regu :

Tanggal Praktikum Jenis Kegiatan

Pendahuluan

Praktikum I

Praktikum II

Praktikum III

Praktikum IV

Praktikum V

Praktikum VI

PraktikumVII

Pembimbing Praktikum
DAFTAR ISI
PETUNJUK PRAKTIKUM BIOKIMIA

A. Persiapan :
Sebelum melakukan praktikum pelajarilah baik-baik petunjuk praktikum yang akan dilakukan dan
jawablah pertanyaan yang ada serta bacalah teori-teori yang melatarbelakanginya. Waktu praktikum
bawalah jas praktek, lap/tissue, serta buku catatan. Jawaban pertanyaan harus dikumpulkan
sebelum praktikum dimulai, sedangkan laporan praktikum harus dikumpulkan sebelum melakukan
praktikum berikutnya. Dilarang keras makan, minum atau merokok di dalam laboratorium.

B. Pangkal Keselamatan :

1. Gunakan jas praktikum sewaktu bekerja di dalam laboratorium.


2. Jangan bekerja dengan bahan-bahan yang mudah terbakar seperti eter, bensin, alkohol di
dekat api.
3. Jangan menghisap/menghirup langsung larutan kimia seperti asam-asam keras, basa keras
atau zat – zat yang bersifat racun seperti sianida atau fenilhidrasin dengan pipet. Bila perlu
diukur, maka disediakan burat, tabung ukur atau bola pengisap.
4. Berhati-hatilah bila mencampurkan zat-zat yang bereaksi keras atau zat-zat yang tidak
dikenal sifat-sifatnya.
5. Waktu memanaskan cairan di dalam tabung reaksi, goyang-goyangkan tabung tersebut
terus menerus, agar cairan itiu tidak tersembur keluar dan selain itu jangan mengarahkan
mulut tabung ke wajah.
6. Semua percobaan yang mengeluarkan asap atau bau kurang enak/menyengat di dalam
lemari asam.
7. Cucilah tangan setelah menuang asam-asam keras atau basa keras dari botolnya.
Usahakan agar etiket terletak di atas atau dalam genggaman untuk menjaga etiket tidak
rusak. Tutup botol ditengadahkan ke atas setelah botol dibuka sewaktu diletakkan di meja.
8. Adanya beberapa macam gas yang bersifat racun, misalnya asam sulfida, nitrogen-dioksida,
toluen, aseton, kloroform, air raksa, yang perlu diingat bahwa gejala-gejala keracunan yang
jelas mungkin baru timbul beberapa bulan kemudian.
9. Untuk larutan yang mudah menguap, ingat bahaya yang dapat terjadi yaitu bahaya
kebakaran dan bahaya keracunan melalui saluran nafas, maka janganlah membuang-buang
larutan yang mudah menguap. Bila larutan tersebut tertumpah, segera dikeringkan. Pada
pekerjaan dimana dilakukan ekstraksi atau presipitasi dari atau dengan bahan-bahan yang
mudah menguap, harus dilakukan dalam lemari asap dengan kipas angin yang berputar dan
api yang ada di dalam lemari asap dipadamkan serta jauhkanlah api disekitarnya. Bila
dalam hal ini kita membutuhkan pemanasan, pakailah hot plate.
10. Hati-hati bila memeriksa bahan cairan tubuh, misalnya darah, karena cairan tubuh
kemungkinan mengandung bakteri atau virus yang berbahaya. Jangan membuang jarum
suntik atau bahan yang terkontaminasi sembarangan. Sterilkan alat-alat yang
terkontaminasi atau gunakan alat disposable (sekali pakai).
11. Jangan membuang bahan kimia habis pakai secara sembarangan, buanglah di tempat yang
seharusnya.
PENGENALAN DAN PENGGUNAAN ALAT – ALAT LABORATORIUM

A. Peralatan gelas :
1. Pipet gelas
Pipet mempunyai tanda TD ( atau D atau Ex) = to deliver atau TC (atau In atau C ) = to
contain) dan tanda pada suhu mana pipet tersebut ditera. Tanda T.D. ( to deliver )
menunjukkan bahwa kita harus membiarkan isinya keluar dengan sendirinya. Untuk
maksud ini isi pipet harus terletak tegak lurus dan diletakan pada dinding tabung
dimana cairan akan dialirkan. Dinding tabung tersebut harus membentuk sudut 45
derajad terhadap pipet. Tanda T.C. ( to contain ) bermakna bahwa kita harus mencuci
bagian dalam pipet tersebut dengan cairan ke dalam mana isi pipet itu di alirkan, lalu
ditiup hingga isinya keluar sebanyak mungkin.
Jenis Pipet yang sering dipergunakan dalam penelitian
- Pipet volumetrik
Dirancang untuk memindahkan cairan sesuai dengan volume (satu ukuran) yang
tertera, misalnya 1, 2, 3, 4, 5, 10, 25, 50, 100 ml. Digunakan untuk cairan nonviskus
(tidak kental) atau viskositas rendah, filtrat, larutan standard. Sebaiknya dari Pyrex.
Pipet ini mempunyai bentuk gelembung silindris agak di tengah. Pipet ini bertanda
TD. Tidak ditiup.
- Pipet ukut (Graduated pipet atau Measuring pipet )
Pada umumnya digunakan apabila kita tidak memerlukan pengukuran volume
yang terlalu teliti. Pada umumnya pipet ukur adalah pipet T.D. Ada pipet ukur yang
sisa cairan di ujung pipet harus ditiup, dan ini diberi tanda cincin goresan atau
pasangan cincin pada pangkalnya. Oleh karena pipet ukur kurang teliti maka bila
hendak mengukur larutan sejumlah misalnya 1 ml janganlah menggunakan pipet
ukur. Juga larutan-larutan yang penting bagi penentuan kuantitatif tidak boleh
diambil dengan pipet ukur. Juga perlu diingat bila kita memerlukan 0,9 ml cairan
dan akan menggunakan pipet pembagi lebih baik kita gunakan pipet ukur ukuran 1
ml daripada yang ukuran 10 ml.
- Pipet kapiler (Capillary pipet)
Pipet pengukur volume yang kecil misalnya 0.1 ml, 0.2 ml , biasanya diberi tanda
In atau C.
Cara mengeringkan pipet yang basah :

 Bilas pipet gelas volumetrik yang basah dengan sedikit alkohol absolut, lalu
biarkan mengering sendiri atau tiup dengan udara kering sampai kering
bagian dalamnya.
 Mencuci bagian dalam pipet dengan larutan yang akan diukur. Larutan
yang dipakai untuk mencuci itu,tentu saja kita buang.

2. Buret
Ada dua macam buret yaitu :
1. Mikro Buret
2. Makro Buret
Membaca buret seharusnya dengan menaksir sampai per sepuluh bagian antara
dua garis. Dalam laboratorium kita, para mahasiswa cukup menaksir sampai separuh
bagian antara dua garis pembagi yang terkecil. Setelah mengeluarkan cairan dari buret
membacanya harus kita tunggu+ 1 menit, untuk memberi kesempatan agar cairan yang
melekat pada dinding turun.
Untuk larutan asam dapat dipakai buret dengan kran gelas, tetapi untuk larutan
basa tidak, ini harus memakai jepitan.

3. Gelas Ukur
Ketelitian gelas ukur lebih rendah dibanding pipet terbagi. Gelas ukur hanya digunakan
bagi maksud-maksud dimana tidak diperlukan ketelitian yang tinggi.

4. Labu Ukur
Labu ukur mempunyai ketelitian 0,1 %. Labu ukur digunakan untuk membuat larutan
dengan kadar yang diketahui atau untuk mengencerkan larutan. Jumlah zat yang akan
dilarutkan ditimbang atau diukur, zat pelarutnya ( air atau cairan lain ) diisikan sampai
setengah volume labu ukur tersebut. Setelah semua larut baru ditambah cairan sampai
volume yang ditentukan (sampai garis).
Untuk melarutkan , air sebagai solven yang akan dimasukkan labu ukur boleh dipanasi
sedikit tetapi penambahan sampai volume harus dilakukan setelah larutan dingin
kembali.
Catatan :
Pemakaian gelas, biasanya bisa mengeluarkan basa. Oleh karena itu, tidak boleh dipergunakan
untuk menyimpan larutan standart alkali/asam. Peritiwa ini dapat kita cegah dengan jalan
memakai gelas pyrex karena pyrex tidak mengeluarkan basa.

B. Peralatan bukan gelas :


- Pipet mikro (micropipette)
Untuk mengukur volume yang sangat kecil. Pipet mikro dari gelas biasanya ditandai
TC. Contohnya pipet 20, 50, 100 dan 200 ul dan pipet Sahli untuk mengukur kadar
hemoglobin.

Latihan Keterampilan :
a. Cara membuat larutan 10% menjadi 5%
Cara A :
Dengan pipet kering kita mengambil 50 ml dari 10% dan masukkan ke dalam labu 100 ml.
(tidak perlu kering bagian bawah dari garis tanda, bagian atas harus kering). Kemudian
ditambah aquadest sampai pada garis tanda. Tutuplah dengan sumbat dan kocoklah
dengan baik.
Cara B :
Dengan pipet kering 50 ml kita isap larutan 10 % dan masukkan kedalam gelas beaker
(harus kering). Dengan pipet lain kita ambil 50 ml aquadest. Campurlah dengan baik.

b. Perhitungan
Ketelitian perhitungan atau penetapan dinyatakan oleh banyaknya angka yang terletak
dibelakang koma. Misalnya dengan MacroKjeldhal jumlah N adalah 7.2 gr. Ketelitihan cara
ini tidak lebih besar dari pada 1% . Dengan Microkjeldahl jumlah N adalah 7.19 gr. Ketelitian
dalam hal ini tidak lebih dari 0.1% (1 0/00). Kadang-kadang kita tidak perlu pengukuran atau
perhitungan yang terlalu teliti dan kadang-kadang kita perlu untuk mengukur atau
menghitung seteliti-telinya.
Ketelitian suatu cara kuantitatif ditentukan oleh alat yang paling kasar yang dipakai pada
pekerjaan itu.

c. Cara mengukur jumlah zat dalam larutan yang mengandung endapan


Bila kita harus menentukan jumlah suatu zat yang terlarut dalam larutan yang mengandung
endapan maka dapat kita lakukan dengan 2 cara
 Endapan kita saring.
Kertas saring dan endapan dicuci dengan aquadest. Zat yang terbawa dengan air
cucian itu dicampur dengan larutan pertama. Kemudian volume diukur dan ambil
sebagian tertentu untuk ditentukan kadarnya . Kemudian hitung jumlahnya pada
volume total.
 Zat yang akan diperiksa dianggap terbagi rata didalam cairan maupun didalam
endapan.
Setelah volume ditentukan ambil sebagian tertentu untuk ditentukan kadarnya. Cara
ini diantaranya dipakai pada analisis darah.

d. Menyaring dengan kertas saring


1. Ingatlah kertas saring mempunyai berbagai macam kepadatan.
2. Kertas saring diambil sedemikian, hingga setelah dilipat dan dipasang, lebih kecil
dari pada corongnya dan tepinya +1 cm dibawah tepi corong.
3. Pada penyaringan janganlah menggoyang-goyang corong.
4. Bila cairan yang keluar dari corong itu sedikit keruh, ulangilah penyaringan sekali
lagi dengan saringan yang pertama kali dipakai.
5. Corong itu hendaknya disanggah dengan baik.
6. Pilihlah tempat untuk menampung yang cukup besarnya tetapi juga jangan terlalu
besar.

e. Bahan- bahan untuk penentuan kuantitatif


Janganlah memasukkan pipet kedalam botol-botol untuk penentuan kuantitatif. Ambillah
sejumlah tertentu kedalam tabung reaksi yang kering. Juga pipet-pipet harus kering. Sisa
cairan dibuang, maka dari itu janganlah mengambil larutan terlalu banyak dari botol.
Janganlah sampai tertukar sumbatnya. Sebab selain dapat mengotori larutan kuantitatif itu,
sumbat dapat juga menghisap bahan-bahan alkali atau asam hingga dengan tertukarnya
sumbat, titer dari larutan kuantitatif itu akan berubah. Untuk menjaga agar waktu menuang
larutan dari gelas ke gelas lain, cairan tidak mengalir dibagian luar gelas, dapat dipakai
batang pengaduk.

f. Paralax
Waktu membaca pemukaan cairan pada buret, pipet dan lain-lain, perlu sekali diperhatikan
bahwa mata kita diletakkan setinggi meniskus. Mata itu adalah setinggi meniskus bila kita
melihat batas meniskus sebagai garis dan bukan elips. Bila mata diletakkan diatas
meniskus, pembacaan kita lebih kecil dari yang semestinya. Terangkan ! Peristiwa ini
disebut "Paralax".
ALAT – ALAT INSTRUMEN LABORATORIUM

1. Timbangan
 Perhatikanlah sebelum menimbang daya muat untuk timbangan tersebut.
 Timbangan dengan daya muat 200 gram, janganlah dipakai untuk menimbang
barang-barang yang lebih dari 200 gram.
 Bila mungkin janganlah dipakai untuk menimbang barang-barang berat 100 gram
keatas. Peganglah anak timbangan dengan pinset.
 Janganlah menjatuhkan bahan-bahan kimia diatas timbangan. Bila hal ini terjadi
bersihkanlah segera dengan lap bersih yang sedikit dibasahkan.
 Penggunaan timbangan analitik hanya untuk petugas teknis laboratorium.

2. Sentrifugasi
 Sebelum dilakukan pemusingan timbang dahulu tabung yang akan dipusingkan
dengan timbangan tabung pemusing. Perhatikanlah apakah sebelum dipakai
tabung yang berhadapan dalam keadaan seimbang.
 Lihatlah apa pada dasar selubung pemusing terdapat bantal karet. Bantal -bantal
ini tidak boleh dipindahkan.
 Bila terdengar tabung pusingan itu pecah, pusingan harus segera dihentikan dan
selubung pusingan diangkat dan dibersihkan.
 Tabung pemusing tidak boleh dipanaskan. Tabung pemusing yang dipanaskan
dengan maksud untuk mengeringkan menjadi rapuh dan mudah pecah.
 Janganlah memakai tabung pemusing yang terlalu panjang. Ingatlah bahwa pada
waktu memusingkan sikap tabung menjadi datar dan bila terlalu panjang, pangkal
tabung akan menyentuh poros pusingan.
 Janganlah sampai alat pemusing kekurangan minyak.
 Bila pesawat pusingan kontak dan mengeluarkan bunga api beritahulah petugas
tekniks laboratorium yang menjaga.
3. Fotometer
Disebut alat untuk mengukur nilai absorbansi sinar dalam larutan. Secara singkat bentuknya
terdiri dari 3 sistem :

Sumber Penampungan
Sinar Kuvet Sinar

Sumber sinar : lampu, filter dan alat optik lainnnya.


Sistem kuvet : kuvet dan tempatnya
Penampung sinar : fotosel dan transformer.

Prinsip pengukuran sinar


Molekul dari suatu larutan yang diukur menyerap (mengabsorpsi) sebagian sinar yang
dipancarkan. Serapan tersebut tidak dapat diukur secara langsung, tetapi yang diukur
adalah intensitas sinar dan intensitas sinar yang tidak menyerap.

Io Kuvet I

Untuk bahan penyerap yang seragam, jumlah sinar yang dapat lewat disebut T
(transmitansi) ata daya tembus, yang merupakan perbandingan antara intensitas sinar yang
tembus atau dilepas I dan intensitas sinar yang masuk Io.

T = I/Io  T(%) = I/Io . 100%

Bila suatu cahaya monokromatis melalui suatu larutan, maka intensitasnya akan berkurang
secara eksponensial sesuai dengan panjang larutan yang dilewatinya. Intensitas sinar
berkurang sebanyak prosentase yang sama dari sinar yang masuk. Dengan demikian,
terdapat suatu ketergantungan logaritma yang didefinikan sebagai A serapan (absorption)
atau E ekstingsi (extinction). Untuk A biasa digunakan kata absorbans (absorbance).

A = log 1/T = log Io/I


Hukum Lambert dan Beer menyatakan bahwa ekstingsi setara dengan konsentrasi dari
senyawa penyerap dan ketebalannya.

A=k*c*d

Dimana :
A : absorbansi atau ekstingsi
k : koefisien penyerapan E molar dari bahan penyerap pada panjang gelombang
tertentu (dm3/mol cm)
c : konsentrasi molar dari senyawa penyerap (mol/I)
d : jarak yang dilalui sinar dalam senyawa penyerap dalam satuan cm
Transmitansi dapat bernilai antara 0 – 100 %, tetapi seraapn tidak ada satuannya berkisar
antara 0 – tak terhingga.
Padanan angkanya sebagai berikut :
Hubungan antara sinar terserap, T dan E
E
% sinar terserap % T Bagian I/T
E= log I/T
0 100 1,0 1 0,00
25 75 0,75 1,3 0,12
50 50 0,5 2 0,30
75 25 0,25 4 0,60
83 17 0,17 6 0,95
90 10 0,1 10 1,00
95 5 0,05 20 1,30
99 1 0,01 100 2,00
99,9 0,1 0,001 1000 3,0
100 0 0 - -
Sebagai pegangan baku, koefisien E dari suatu senyawa ditetapkan pada ketebalan 1 cm
dengan konsentrasi 1% dengan tanda E1% 1 cm.
Terlihat derajat T akan mengecil dengan tingginya konsentrasi sedangkan derajat
absorbansi berbanding lurus dengan konstrasi.
Hukum Lambert dan Beer ini berlaku hanya untuk sinar monokromatis dan untuk larutan
encer dan tidak berlaku apabila :
a. Konsentrasi tinggi kemungkinan oelh karena terionisasi atau terpolimerisasi.
b. Senyawa menggumpal atau keruh.
c. Peralatannya menimbulkan sinar yang terganggu.

Setiap metode harus selalu diperhatikan apakah larutan yang akan diperiksa terlalu pekat
atau tidak dan di daerah mana proporsi antara abs dan konsentrasi masih berlaku. Hanya
dalam daerah tersebut pemeriksaan dapat dilakukan. Sampel yang menghasilkan abs terlalu
tinggi harus diencerkan.

Teknik Pengukuran Blanko Reagen/Standar/Sampel


Hukum Lambert dan Beer (A = k*c*d) hanya dapat digunakan tanpa modifikasi apabila k dari
zat warna hasil reaksi dapat diketahui. Untuk beberapa zat warna seringkali tidak dapat
dihitung karena kompleksotas strukturnya dan lain-lainnya. Dalam hal demikian pengukuran
perlu dilaksanakan dengan mengikutsertakan satu atau beberapa larutan standar yang
konsentrasinya diketahui. Karena standar mengandung zat dengan hasil reaksi sama
dengan sampel, maka :
Rumus adalah sebagai berikut  A sampel = k*c sampel*d (1)
A standar = k*c standar*d (2)
Oleh karena k dan d dari sampel dan standar sama, maka untuk itu dapat berlaku
persamaan berikut :
𝐴 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝐶 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = × 𝐶 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
𝐴 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟

A sampel dan A standar diukur, sedangkan C standar diketahui C sampel dapat dicari
dengan menggunakan rumus di atas. Standar harus senantiasa diikut-sertakan dalam
pemeriksaan apabila suatu faktor kalkulasi yang tepat tidak dapat digunakan. Kalkulasi dari
faktor tersebut hanya dapat dilaksanakanapabila penentuan koefisien ekstingsi molar untuk
panjang gelombang tertentu dapat tercapai.
Suatu seri pemeriksaan yang mengikutsertakan suatu standar sebaiknya dibatasi hanya
untuk 10-20 sampel. Untuk seri pemeriksaan yang lebih besar dianjurkan untuk
menggunakan satu standar baru.

Teknik tersebut di atas dapat juga digunakan untuk pengukuran yang menggunakan sinar
ukutr yang tidak monokromatis dimana tebal pita sinar ukur terlalu lebar, ini termasuk
golongan fotometer tidak linier. Namun dalam hal demikian kalkulasi hasil tidak dapat
dilakukan hanya dengan mengikutsertakan satu larutan standar, melainkan harus dengan
beberapa larutan standar (3-5) dengan konsntrasi yang berbeda-beda untuk suatu kueva
baku (kurva standar atau kurva kalibrasi).
Macam-macam Fotometer
Fotometer umumnya dibedakan menurut sumber sinar dan pemisahannya. Beberapa
macam fotometer :
Fotometer Sumber sinar Pembiasan sinar Sinar pengukuran

Untuk daerah nyata


Prisma atau kisi – Monokromatis
: Lampu wolfram;
Spektrofotometer kisi apabila tebal pita
Untuk daerah UV :
Prisma quartz atau cukup kecil
lampu H2 dan D2
kisi -kis
Lampu Hg Filter kaca atau
Spketrolinifotometer Monokromatis
Lampu Cd filter inferens
Lampu tungsten Filter kaca Kurang
Filter fotometer (wolfram) monokromatis
Lampu halogen Filter inferens Monokromatis

 Spektrofotometer :
Untuk mendapatkan spekrtum serapan, angka serapan (extinction) suatu bahan harus
diukur pada panjang gelombang tertentu yang diketahui. Teknik yang dipakai menggunakan
prinsip tegangan listrik yang terbentuk pada sel fotoelektron setara dengan jumlah radiasi
sinar yang mengenainya.
Sinar kontinyu akan dibiaskan oleh suatu prisma atau kisi-kisi, dan dengan suatu celah
diafragma panjang gelombang yang diinginkan dapat diisolasi.
Keuntungan : dapat mengukur sinar dnegan semua panjang gelombang terutama daerah
ultra violet.
Kekurangan : karena intensitas sinar sangat lemah, maka dibutuhkan penguat yang baik
sekali untuk arus foto dan ini harganya mahal.
Gambar skema
Gangguan-gangguan pada spektrofotometer
Setiap elemen fungsionil dari spektrofotometer dapat menimbulkan gangguan- gangguan
tersendiri yang mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap pengukuran fotometris.
Jenis-jenis gangguan adalah sebagai berikut :
Lampu yang sudah tua : dapat mengakinatkan terutama penurunan intensitas sinar
dan dengan demikian sensitivitas dari fotometer menjadi berkurang.
Kekeliruan penyetelan dari panjang gelombang :ada pergeseran dari titik berat,
filter, yang dapat mengakibatkan penyimpangan pada absorpsi yang diukur dari
absorpsi yang sebenarnya. Penyimpangan tersebut dapat berupa ketinggian atau
kerendahan. Hal ini tergantung dari spektrum absorpsi dari larutan yang diukur.
Penyimpangan dari linieritas : terutama pada absorpsi (daerah konsentrasi) yang
tinggi, pada pengukuran fotometris, merupakan gangguan fotometer yang paling
sering terjadi. Penyimpangan tersebut dapat terlihat pada kurva baku dalam
pengukuran larutan standar dengan konsentrasi yang berbeda-beda (dari
konsentrasi yang rendah sampai tinggi). Peningkatan absorpsi tidak lagi linier atau
proporsional dengan konsentrasi. Semakin tinggi konsentrasi larutan standar,
semakin kecil peningkatan absorpsinya.
a. Efek kimia fisik ( disosiasi, dimerisasi, dll) dari larutan yang diukur.
b. Kualitas filter atau monokromator yang buruk (tebal pita yang besar
menghasilkan sinar ukur yang tidak monokromatis)
c. Gangguan-gangguan lainnya : umumnya disebabkan dari bagian elektroniknya.
Sop Spektrofotometer Optima Sp-300

Gambar 1. Spektrofotometer yang digunakan di Laboratorium Fakultas Kedokteran UNIBOS

Prosedur Pemakaian Alat :


1. Sebelum menyalakan alat, periksa terlebih dahulu “sampel kompartemen” dan harus dalam
keadaan kosong.
2. Tekan tombol Power yang berada dibelakang alat, lampu power akan menyala.
3. Secara otomatis instrumen akan melakukan proses inisialisasi.
4. Alat dibiarkan ±20 menit untuk pemanasan alat.
5. Atur panjang gelombang yang akan digunakan pada alat dan sampel.
6. Tekan tombol Mode untuk memilih kadar apa yang akan dicari .
- Simbol A untuk Absorbansi
- Simbol T untuk Transmitan
- Simbol C untuk Konsentrasi
7. Lakukan kalibrasi terlebih dahulu sebelum mengukur kadar sampel.
8. Memasukkan sampel A (Blanko) ke dalam kuvet lalu tekan tombol 100%T/0-Abs.
(penggunaan kuvet harus berhati-hati, dinding kuvet harus bersih)
9. Setelah itu pada layar akan muncul nilai Abs 0.00, pilih larutan standar untuk mencari 𝜆
(panjang gelombang) maksimum.
10. Jika nilai 𝜆 maks telah diperoleh, masukkan kembali satu per satu larutan standar untuk
membuat kurva kalibrasi.
11. Setelah pengukuran semua larutan standar selesai, masukkan sampel yang akan dicari nilai
absorbansinya.
12. Pengukuran selesai, matikan alat dengan menekan kembali tombol Power dibelakang alat.
13. Bersihkan alat dan sekitar peralatan untuk mencegah terjadinya kerusakan.
Catatan :
- Menyediakan wadah pembuangan, tisu untuk membersihkan dinding kuvet, dan
aquadest untuk membilas kuvet.
- Setiap memasukkan kuvet ke dalam tempat sampel, bagian luar kuvet harus bersih,
kering dan tidaka ada sidik jari yang melekat (gunakan tisu)
- Jangan sampai ada cairan yang tumpah ke dalam alat. Usahakan tinggi cairan tidak
sampai penuh atau melewati ketinggian kuvet (berikan jarak 1 cm dari permukaan atas
kuvet)
- Untuk setiap penetapan pada panjang gelombang yag berbeda, pada setiap alat harus
tertera dengan blanko ( atau akuades). (= A harus menunjukkan angka 0 atau 100%T)
- Pengertian blanko adalah pelarutnya sama dengan pelarut standar dan sampel.

SELAMAT BEKERJA - SAFETY FIRST

HINDARILAH KECEROBOHAN
PRAKTIKUM 1

SPEKTROFOTOMETRI

Tujuan :

1. Menentukan serapan maksimum suatu larutan pada panjang gelombang tertentu.


2. a) membuktikan hukum Lambert – Beer
b) membuat kurva standar
3. Menentukan kadar zat dalam larutan

Macam – macam percobaan :


1. Penentuan panjang gelombang yang menunjukkan serapan maksimum
Dasar : setiap zat menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu.
Pereaksi dan alat :
1. Spektrofotometer Optima Sp-300 dan kuvet
2. Larutan kobalt-nitrat
3. Pipet 5 ml
4. Kertas grafik

Pelaksanaan :

1. Masukkan ke dalam kuvet 4 ml larutan kobalt-nitrat.


2. Baca serapan larutan tersebut pada panjang gelombang 440-450-470-480-490-
500-510-520-530-540 nm. Untuk setiap panjang gelombang, tiap kali alat harus
distandarisasi/ditera dengan akuades (A harus menunjuk = 0 atau T = 100%).
3. Buat kurva hubungan serapan dan panjang gelombang.

Hasil percobaan :

𝝀 (𝒏𝒎) Serapan (abs)


440
450
460
470
480
490
500
510
520
530
540
550
560
570
580
590
600

Kurva hubungan panjang gelombang (𝝀)- serapan (A) kobalt-nitrat

Pertanyaan :

Pada panjang gelombang berapa, kobalt-nitrat menunjukkan serapan maksimum ?

Jawaban :
Skema Percobaan :
2. Hubungan serapan dengan kadar zat dalam larutan (Hukum Lambert – Beer)

Dasar : jumlah cahaya yang diserap oleh suatu zat pada gelombang tertentu
sebanding dengan kadar zat tersebut dalam larutan.

Alat dan peraksi :

1. Spektrofotometer Optima Sp-300 dan kuvet


2. Larutan kobalt-nitrat 0,5%,1%, 1,5%, 2%, dan 3%
3. Pipet
4. Tabung reaksi
5. Kertas grafik

Pelaksanaan :

1. Siapkan serangkaian tabung reaksi berisi masing-masing 4 ml larutan kobalt-


nitrat 0,5%,1%, 1,5%, 2%, dan 3%.
2. Baca serapan tiap tabung pada panjang gelombang maksimum yang saudara
peroleh pada percobaan 1.
3. Buat grafik hubungan serapan dengan kadar larutan kobalt-nitrat, menghaislkan
kurva standar.

Hasil Percobaan :

Kadar larutan kobalt-nitrat (%) Serapan pada 𝝀 (𝑨 … )


0,5
1
1,5
2
3

Grafik hubungan kadar dengan serapan


Skema Percobaan :
3. Penentuan kadar suatu zat dalam larutan

Dasar : Kadar suatu zat dalam larutan dapat diketahui dengan


membandingkannya dengan kadar standar pada kurva standar.

Alat dan peraksi :

1. Spektrofotometer Optima Sp-300 dan kuvet


2. Larutan kobalt-nitrat

Pelaksanaan :

1. Baca serapan larutan kobalt-nitray (U1, U2, dan U3) pada 𝜆 𝑚𝑎𝑘𝑠
2. Hitung kadar larutan U1, U2, dan U3 berdasarkan kurva standar yang saudara
buat pada percobaan 2.

Hasil Percobaan :

Larutan Serapan (A..) Kadar (%)


U1
U2
U3

Cara membuat grafik menggunakan MS-Excel

1. Buat tabel serapan (Y) dan konsentrasi (X) pada program Ms-Excel
2. Blok tabel tersebut kemudian klik “insert”
3. Pada menu “insert” klik “scatter” dan pilih “scatter with smoth lines and markes”
4. Setelah terbentuk grafik, klik kanan garis yang terbentuk pada kurva pilih “add
trendline” lalu centang “display equation on chart” dan “display R-squared value on
chart”. Rumus yang diperoleh digunakan untuk menentukan konsentrasi “uji” pada
percobaan 3. Nilai R2 menunjukkan linearitas kurva, nilai yang mendekati 1
menunujukkan linearitas yang tinggi sehingga rumus yang diperoleh valid untuk
digunakan pada penentuan konsentrasi.
Skema Percobaan :
PRAKTIKUM 2

ENZIM

Tujuan :

1. Membuktikan pengaruh suhu pada kecepatan reaksi enzimatik.


2. Membuktikan pengaruh pH pada kecepatan reaksi enzimatik
3. Membuktikan pengaruh kadar enzim pada kecepatan reaksi enzimatik.

Macam – macam percobaan :


1. Pengaruh Suhu Pada Kecepatan Reaksi Enzimatik.
Tujuan : Membuktikan kecepatan reaksi enzimatik sampai suhu tertentu
sebanding dengan kenaikan suhu, dan reaksi paling cepat berlangsung
pada suhu optimum.
Dasar : Suhu yang sangat rendah akan menyebabkan terhentinya kerja enzim
secara reversible, karena dalam keadaan tersebut tidak terjadi benturan antara partikel E
dan S. Akibatnya kompleks E-S yang sangat penting dalam reaksi enzimatik tidak terbentu,
sehingga P juga terbentuk. Bila suhu dinaikkan sedikit demi sedikit benturan E dan S untuk
membentuk kompleks E-S akan makin meningkat sehingg P yang terbentuk makin banyak.
Keadaan ini terjadi sampai pada suhu tertentu, yaitu suhu optimum.
Suhu yang lebih tinggi dari suhu optimum menyebabkan enzim terdenaturasi. Akibatnya
meskipun benturan E dan S meningkat, kompleks ES tidak terbentuk karena enzim
terdenaturasi. Akibatnya pembentukan P berkurang. Denaturasi enzim dapat terjadi
irreversibel terutama bila suhu lingkungan jauh melampaui suhu optimum.
Pereaksi dan alat :
1. Spektrofotometer Optima Sp-300 dan kuvet
2. Liur, sebagai sumber amilase. Tampunglah 2 ml air liur di dalam tabung reaksi
yang bersih dan kering.
3. Larutan pati 0,4 mg/ml
4. Larutan iodium
5. Hotplate / Waterbath
6. Gelas kimia
7. Tabung reaksi
8. Termometer ruang
9. Termometer

Pelaksanaan :

1. Encerkan liur 100x dengan air suling.


2. Siapkan 6 tabung reaksi yang bersih.
a. Tabung 1 ditempatkan dalam wadah yang berisi es (0 oC)
b. Tabung 2 ditempatkan dalam bejana berisi air, yang suhunya dipertahankan
tetap 25 oC
c. Tabung 3 ditempatkan di rak tabung, pada suhu ruang
d. Tabung 4 ditempatkan dalam penangas air suhunya dipertahankan 37 oC
e. Tabung 5 ditempatkan dalam penangas air yang suhunya tetap 60 oC.
f. Tabung 6 ditempatkan dalam penangas air mendidih (100 oC)
3. Tiap tabung diberi tanda “B” untuk blanko dan “U” unutuk di uji.
4. Diamkan tabung pada setiap suhu selama paling sedikit 5 menit
5. Pipetkan ke dalam tiap tabung :
Larutan Tabung B Tabung U
Larutan Pati 1 ml 1 ml
Diamkan tabung dari tiap suhu paling sedikit 5 menit
Liur (diencerkan 100x) - 200 ml
Campurkan, diamkan ± 1 menit
Larutan Iodium (untuk 1 ml 1 ml
suhu 60 dan 100
penambahan dilakukan
diluar penangas)
Air suling 8 ml 8 ml

6. Baca serapan (A) pada panjang gelombang 680 nm. Hitung selisih serapan
(∆A) antara tabung B (pada t = 0 menit) dengan tabung U dari tiap suhu.
7. Buatlah tabel berikut ini
Suhu AB AU ∆A/menit (v)
0 oC
25 oC
Suhu ruang
37 oC
60 oC
100 oC

8. Buat kurva yang menggambarkan hubungan kecepatan reaksi enzimatik (v =


∆A/menit) dengan suhu.
Skema Percobaan :
2. Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim.
Tujuan : Membuktikan keasaman pH mempengaruhi kecepatan reaksi
enzimatik.
Dasar : enzim bekerja pada suatu kisaran pH dan menunjukkan aktivitas
maksimum pada pH optimum dan di luar pH optimum aktivitas enzim dapat terganggu.

Pereaksi dan alat :


1. Spektrofotometer Optima Sp-300 dan kuvet
2. Liur, sebagai sumber amilase. Tampunglah 2 ml air liur di dalam tabung reaksi
yang bersih dan kering.
3. Larutan pati 0,4 mg/ml dilarutkan dalam berbagai pH (4, 5, 6,5, 8, dan 10)
4. Larutan iodium
5. Tabung reaksi
6. Larutan buffer (pH 4, 5, 6,5, 8, dan 10)
7. Pipet 1 ml
8. Pipet 10 ml

Pelaksanaan :

1. Encerkan liur 100x dengan air suling.


2. Siapkan 6 tabung reaksi yang bersih. Tiap tabung diberi tanda “B” untuk blanko
dan “U” unutuk di uji.
3. Pipet ke dalam tiap-tiap tabung.
Larutan Tabung B Tabung U
Larutan Pati 1 ml 1 ml
Diamkan pada suhu 37 oC paling sedikit 5 menit
Liur (diencerkan 100x) - 200 ml
Campurkan, diamkan ± 1 menit
Larutan Iodium (untuk suhu 1 ml 1 ml
60 dan 100 penambahan
dilakukan diluar penangas)
Air suling 8 ml 8 ml
4. Baca serapan (A) pada panjang gelombang 680 nm. Hitung selisih serapan
(∆A) antara tabung B (pada t = 0 menit) dengan tabung U
5. Buatlah tabel berikut ini
H AB AU ∆A/menit (v)
4
5
6,5
8
10

6. Buat kurva yang menggambarkan hubungan kecepatan reaksi enzimatik (v =


∆A/menit) dengan suhu.
Skema Percobaan :
3. Pengaruh kadar enzim terhadap aktivitas enzim.
Tujuan : Membuktikan bahwa kecepatan reaksi enzimatik berbanding lurus
dengan konsentrasi enzim.
Dasar : pada konsentrasi substrat tertentu, penambahan enzim dengan
konsentrasi bertingkat akan meningkatkan pembentukan kompleks enzim-substrat, sehingga
jumlah produk yang terbentuk akan meningkat.
Pereaksi dan alat :
1. Spektrofotometer Optima Sp-300 dan kuvet
2. Liur, sebagai sumber amilase. Tampunglah 2 ml air liur di dalam tabung reaksi
yang bersih dan kering.
3. Larutan pati 0,4 mg/ml dilarutkan dalam berbagai pH
4. Larutan iodium
5. Tabung reaksi
6. Pipet 1 ml
7. Pipet 10 ml
8. Gelas kimia
9. Hotplate
10. Termometer

Pelaksanaan :
1. Encerkan liur 100x, 200x, 300x, 400x, dan 500x dengan air suling.
2. Siapkan 5 tabung reaksi yang bersih. Tiap tabung diberi tanda “B” untuk blanko
dan “U” unutuk di uji.
3. Pipet ke dalam tiap-tiap tabung.
Larutan Tabung B Tabung U
Larutan Pati 1 ml 1 ml
Diamkan pada suhu 37 C paling sedikit 5 menit
o

Liur (diencerkan 100x – - 200 ml


500x)
Campurkan, diamkan ± 1 menit
Larutan Iodium (untuk suhu 1 ml 1 ml
60 dan 100 penambahan
dilakukan diluar penangas)
Air suling 8 ml 9 ml
4. Baca serapan (A) pada panjang gelombang 680 nm. Hitung selisih serapan
(∆A) antara tabung B (pada t = 0 menit) dengan tabung U dari tiap
pengenceran enzim.
5. Buatlah tabel berikut ini
Pengenceran AB AU ∆A/menit (v)
enzim
500x
400x
300x
200x
100x

6. Buat kurva yang menggambarkan hubungan kecepatan reaksi enzimatik (v =


∆A/menit) dengan konsentrasi atau pengenceran enzim.
Skema Percobaan :
PRAKTIKUM 3

MACAM – MACAM ENZIM

Tujuan :

1. Memperlihatkan reaksi oksidasi anaerob yang berlangsung dalam sel ragi.


2. Memperlihatkan adanya enzim dehidrogenase aerob dalam susu.
3. Memperlihatkan adanya enzim periksodase dalam susu.
4. Memperlihatkan adanya enzim oksidase dalam kentang.
5. Memperlihatkan efek antioksidan vitamin C.

Macam – macam percobaan :


1. Peragian
Tujuan :
1. Membuktikan bahwa di dalam sel ragi terjadi reaksi oksidasi karbphidrat
menjadi CO2 dan etanol dalam keadaan anaerob.
2. Memperlihatkan bahwa laktosa tidak dapat diragikan.
Dasar : Karbohidrat seperti sukrosa, glukosa dapat diuraikan dalam keadaan
anaerob oleh enzim – enzim dalam ragi menjadi CO2 dan etanol.

ragi
Karbohidrat Etanol + CO2
anaerob

Pereaksi dan alat :


1. Ragi roti atau kue yang mengandung Sacharomyces cerevisae.
2. Larutan pati sukrosa 2%, glukosa 2%, dan laktosa 2%.
3. Larutan NaOH encer.
4. Lumpang & Alu
5. Tabung rx
Pelaksanaan :

1. Gerus 1 gram ragi dengan 14 ml larutan karbohidrat dengan menggunakan


dasar tabung reaksi, aduk sehingga didapat suspensi yang rata.
2. Tuang suspensi tersebut ke dalam tabung peragian dan balikkan tabung
peragian sehingga ujung lengan tertutup terisi penuh. Balikkan tabung kembali
dan lengan tertutup tersebut harus tetap terisi.
3. Biarkan +/-1 ½ jam. Adanya peragian ditandai oleh :
- Bau tapai (etanol)
- Gelembung CO2 di ujung lengan tertutup. Dibuktikan lebih lanjut
dengan cara kimia, yaitu dengan menambahkan NaOH encer
sampai penuh kemudian ditutup dengan ibu jari, maka akan terasa
isapan pada ibu jari bila tabung dibalik – balikkan.

Hasil Percobaan :
Larutan KH Bau Etanol CO2 Isapan Ibu Jari
Pati
Sukrosa
Glukosa
Laktosa
Skema Percobaan :
2. Uji Schardinger
Tujuan :
1. Memperlihatkan, bahwa oksidasi dapat terjadi melalui dehidrogenasi suatu
substrat, dalam hal ini formaldehida.
2. Memperlihatkan adanya enzim dehidrogenase aerob, yaitu aldehid
dehidrogenase di dalam susu segar.
3. Memperlihatkan bahwa proses pasteurisasi merusak enzim.
Dasar : Aldehid dehidrogenase mengoksidasi formaldehid dengan cara
melepas hidrogen. Hidrogen ini dapat dipindahkan langsung ke oksigen udara menjadi H 2O2
atau ke suatu senyawa penerima, misalnya riboflavin atau biru metilen. Pada akhirnya,
senyawa penerima yang tereduksi tersebut akan menyerahkan H+ ke oksigen udara
membentuk H2O2. Hal itu tampak jelas bila menggunakan bila biru metilen sebagai penerima
hidrogen. Biru metilen tereduksi yang tidak berwarna (leuko biru metilen) pada permukaan
larutan susu akan teroksidasi kembali menjadi biru karena ada kontak dengan udara.

Formaldehid Aldehid Asam Format


Dehidrogenase

H+
H2O Metilen blue Leukometilen
anaerob

Bahan dan Pereaksi :


1. Susu segar, susu pasteurisasi
2. Larutan Methyl blue 0,02%
3. Larutan formaldehid 0,4%
4. Tabung reaksi
5. Hotplate
6. Pipet 5 ml

Pelaksanaan :

1. Siapkan 2 tabung reaksi,pada tabung pertama masukkan 5 ml susu segar dan


pada tabung kedua masukkan 5 ml susu pasteurisasi.
2. Kemudian tambahkan berturut – turut 1 ml larutan biru metil dan 1 ml larutan
formaldehid 0,4 % ke dalam masing – masing tabung.
3. Campurkan dengan baik dan masukkan ke dalam penangas air 60 – 65 oC.
4. Catat apa yang terlihat.

Hasil Percobaan :

Bahan Warna sebelum dipanaskan Warna setelah dipanaskan


dalam suhu 60 – 65 oC dalam 60 – 65 oC
Susu Segar
Susu Pasteurisasi

Pertanyaan :

1. Tulis rx. Dehidrogenasi (dalam rumus kimia) dari formaldehid menjadi asam
format.
2. Mengapa susu yang telah dipasteurisasi memberikan hasil uji Schardinger
yang berbeda ?
Skema Percobaan :
3. Uji Peroksidase
Tujuan : Membuktikan adanya enzim peroksidase di dalam susu segar.
Dasar : Hidrogen peroksida akan direduksi oleh peroksidase dalam susu
menjadi H2O2.. Sebagai donor hidrogen digunakan guaiak. Guaiak yang teroksidasi akan
berwarna biru.

2 H2O2

2 H2O2 peroksidase

O2
Guaiak Guaiak Biru

Bahan dan Pereaksi :


1. Susu segar
2. Larutan guaiak dalam alkohol
3. Larutan H2O2 3 %
4. Tabung reaksi
5. Pipet tetes
6. Pipet 2 ml, 5 ml, dan 10 ml

Pelaksanaan :

1. Campurkan 2 ml susu dengan 8 ml air suling, bagilah dalam tabung masing –


masing 5 ml.
2. Panaskan tabung pertama sampai mendidih dan dinginkan dengan merendam
dalam air.
3. Teteskan 10 tetes larutan guaiak ke dalam tiap tabung.
4. Tambahkan 2 – 3 tetes H2O2 3% ke dalam tiap tabung.
5. Perhatikan dan catat apa yang terlihat.

Hasil Percobaan :

Bahan Warna yang terbentuk

Susu Segar
Susu Pasteurisasi
Pertanyaan :

1. Apakah ada perbedaan antara susu segar dan susu yang di panaskan?
Mengapa

Jawaban :

Skema Percobaan :
4. Uji Oksidase dalam kentang
Tujuan : Membuktikan adanya enzim oksidase di dalam kentang.
Dasar : Polifenol oksidase (PPO) yang terdapat di dalam kentang akan
mengoksidasi fenol menjadi katekol yang kemudian menjadi kinon dan selanjutnya melalui
kondensasi membentuk senyawa berwarna coklat. PPO juga akan mengubah pirogalol
menjadi purpurogalin yang berwarna coklat.

Bahan dan Pereaksi :


1. Ekstrak kentang
2. Larutan fenol 1%
3. Larutan piroganol 1%
4. Tabung reaksi
5. Pipet 5 ml
6. Pipet tetes

Pelaksanaan :

Bahan / Perx Tabung 1 Tabung 2


Ekstrak kentang 5 ml 5 ml
Larutan fenol 10 tetes -
Larutan piroganol - 10 tetes
Kocok tabung

Hasil Percobaan : Perhatikan warna yang terbentuk


Skema Percobaan :
5. Efek antioksidan vitamin C (asam askorbat)
Tujuan : Memperlihatkan efek antioksidan dari vitamin C (asam askorbat)
Dasar : Senyawa fenol, oleh enzim polifenol oksidase (PPO) akan dioksidasi
dengan oksigen udara, menjadi senyawa berwarna coklat dan H2O2.

PPO
Fenol Senyawa coklat + H2O2
O2

Adanya vitamin C akan mengalihkan kerja PPO, dengan mengoksidasi vitamin C


menjadi asam dehidroaskorbat dan H2O2.

PPO
Asam Askorbat Asam dehidroaskorbat + H2O2
O2

Akibatnya, fenol yang ada, dalam buah – buahan, terlindung dari oksidasi sehingga
warna coklat tidak terbentuk.

Bahan dan Pereaksi :


1. Larutan asam askorbat (1 mg/ml)
2. Potongan pisang
3. Pipet 5 ml
4. Tabung reaksi

Pelaksanaan :

1. Masukkan potong kecil pisang ke dalam 2 tabung rx bersih & kering.


2. Tabung pertama tambahkan 3 ml aquades + 3 ml as. Askorbat.
3. Kocok & diamkan beberapa menit.
4. Catat berapa menit warna coklat timbul.

Bahan Tabung 1 Tabung 2


Potongan pisang + +
Air + --
Lar. Asam Askorbat -- +
Biarkan dalam beberapa menit
Hasil : berapa menit warna --
coklat timbul
Pertanyaan :

Mengapa vitamin C dapat berperan sebagai antioksidan ?

Jawaban :

Skema Percobaan :
PRAKTIKUM 4

MAKANAN

Tujuan :

1.

Macam – macam percobaan :


1. pH Susu
Tujuan :
Dasar :

Pereaksi dan alat :


1. Tabung Reaksi
2. Susu sapi
3. Larutan Methyl red
4. Larutan Phenol red
5. Larutan Phenolphtalein
6. pH meter / kertas pH
7. Pipet 2 ml
8. Pipet tetes

Pelaksanaan :

1. Ambil 3 tabung reaksi, isi masing-masing 2 ml susu sapi dan ujilah dengan
larutan indikator yang berlainan.
- Metil merah (Methyl red) 2 % ( merah - kuning, pH : 4,2 - 6,2 )
- Fenol merah (Phenol red) 1 % ( kuning - merah, pH : 6,8 - 8,4 )
- Fenolftalein (Phenolphtalein) 1% (tak berwarna - merah, pH 8,3 -10)
2. Perhatikan dan kira – kira berapa pH susu yang di uji.
Skema Percobaan :
2. Uji Lemak
Tujuan :
Dasar : Lemak di dalam susu merupakan butir-butir kecil yang menyebabkan
susu kelihatan putih karena tidak dapat ditembus sinar (merupakan emulsi minyak dalam
air). Butir-butir kecil tersebut mempunyai selaput protein. Oleh karena adanya selaput ini,
maka jika susu dikocok dengan eter atau CCL4 lemak tersebut tidak dapat larut dalam eter
atau CCL4 tersebut.
Penambahan sedikit alkali akan merusak selaput ini, sehingga lemak dalam susu tersebut
dapat diekstraksi dengan eter atau CCL4.

Pereaksi dan alat :


1. Tabung Reaksi
2. Susu
3. Larutan NaOH 10%
4. Larutan chloroform
5. Pipet 2 ml
6. Pipet tetes

Pelaksanaan :

1. Ambil 2 tabung reaksi, isi masing-masing 2 ml susu sapi.


2. Tabung 1 tambahkan 2 tetes NaOH 10% dan 2 ml chlorofom.
3. Tabung 2 hanya menambahkan 2 ml chloroform.
4. Lalu kedua tabung dikocok dan perhatikan reaksi yang terjadi.
Skema Percobaan :
3. Uji Casein
Tujuan :
Dasar : Kasein adalah protein yang ditemukan dalam susu dan digunakan
secara terpisah dalam banyak makanan sebagai bahan pengikat. Secara teknis, itu adalah
bagian dari kelompok yang disebut phos phopr oteins , koleksi protein terikat dengan
sesuatu yang mengandung asam fosfat. Kasein juga dapat disebutcas einogen, terutama
dalam makanan Eropa. Kasein adalah protein yang paling banyak tersedia di susu. Protein
ini relatif tidak bisa larut dan cenderung membentuk struktur yang disebut misel yang
meningkatkan kelarutannya di air. Selama pemrosesan susu, yang umumnya melibatkan
panas atau asam, senyawa kasein peptide dan struktur misel akan terganggu dan
membentuk struktur yang lebih sederhana.
Kasein dapat diendapapkan oleh asam, enzim rennet, dan alkohol. Selain penambahan
asam, pengendapan kasein susu juga dilakukan dengan penambahan renin, yaitu suatu
enzim proteolitik yang diperoleh dari induk sapi betina. Oleh karena itu, susu dapat
dikoagulasikan (digumpalkan) oleh asam yang terbentuk di dalam susu sebagai aktivitas
dari mikroba.Kasein merupakan protein yang stabil terhadap pemanasan dan tidak
mengalami denaturasi bila air susu dipanaskan(Sigit & Mufidah, 2011).

Pereaksi dan alat :


1. Erlenmeyer
2. Susu
3. Larutan HCl 6%
4. Larutan H2O (Aquades)
5. Aseton panas
6. Larutan Biuret
7. Larutan Millons
8. Larutan Hopskin-cole
9. Gelas ukur 25 ml
10. Pipet 1 ml, 5 ml
11. Cawan porselin
12. Hotplate
13. Kertas saring
Pelaksanaan :

1. Dalam sebuah erlenmeyer, 15 ml. susu dicampur dengan 35 ml air


suling/aquades lalu beri HCl 6% tetes demi tetes sambil dikocok pelan-pelan
sehingga casein mengendap.
2. Pengasaman ini dilakukan hingga mencapai pH kira-kira 4.55 tetapi jangan
lebih rendah ( Untuk ini dibutuhkan HCl 6% kira-kira 0.5 ml).
- Perubahan pH dapat ditest dengan mengambil sebagian kecil dari
larutan, kita masukkan ke dalam tabung reaksi, lalu kita tetesi metil
merah. Pada waktu pH yang kita inginkan tercapai warna kuning dari
metil merah berubah menjadi merah muda.
3. Pada pengendapan casein ini, lemak yang berbentuk emulsi turut mengendap.
Saringlah endapan dan jika filtrat masih keruh saring lagi dengan kertas saring
yang sama.
4. Filtrat ini (Filtrat I) kita simpan untuk percobaan selanjutnya. Residu dipakai
untuk percobaan lemak dalam susu dan pemeriksaan bahan-bahan dalam
casein.

5. Lemak dalam susu


- Residu dalam kertas saring kita siram dengan 5 ml aseton panas
(aseton dipanaskan dalam air mendidih, api dimatikan dulu sebelum
memanaskan aseton), filtratnys ditampung dalam cawan porselin.
(Aseton panas akan melarutkan lemak ). Taruhlah cawan porselen di
atas hotplate listrik. Setelah itu aseton akan menguap tinggallah lemak
mentega di dalam cawan (kekuningan).
6. Bahan-bahan dalam casein
- Casein yang tinggal dalam kertas disuspensikan dalam air. Larutan ini
kita bagi-bagi untuk kita uji dengan reaksi Biuret, Millon dan Hopkins
Cole.
a) Uji Biuret
- Masukkan suspensi yang akan diuji dalam tabung reaksi
sebanyak 2 ml.
- Tetesi larutan diatas dengan 1-10 tetes lar. Biuret dengan
menggunakan pipet.
- Amati perubahan warna yang terbentuk (sampai keunguan).
b) Uji Millons
- Tambah 2 ml pereaski Millon ke dalam 2 ml suspensi di dalam
tabung reaksi.
- Panaskan kedua cairan tersebut dengan baik. Jika
menggunakan pereaksi terlalu banyak maka warna menghilang
saat pemanasan berlangsung. Uji ini dilakukan terhadap
larutan albumin .
- Amati perubahan warna yang terbentuk (merah).
c) Uji Hopskin Cole
- Masukkan suspensi yang akan diuji dalam tabung reaksi
sebanyak 2 ml.
- Tambahkan 2 ml lar. Hopskin Cole dengan menggunakan pipet
melalui dinding tabung dengan berhati-hati di dalam lemari
asam.
- Amati perubahan warna yang terbentuk (cincin ungu).
Skema Percobaan :
4. Uji Laktalbumin dan Laktoglobumin
Tujuan :
Dasar :
Pereaksi dan alat :
1. Erlenmeyer
2. Larutan H2O (Aquades)
3. Larutan Millons
4. Larutan HNO3 pekat
5. Larutan NaOH pekat
6. Tabung reaksi
7. Pipet 2 ml
8. Pipet tetes

Pelaksanaan :
1. Filtrat I yang didapatkan dari percobaan di atas dipanaskan dalam air mendidih.
Albumin dan globumin akan mengendap. Ini dikumpulkan dengan kertas
penyaring dan fitratnya ditampung untuk percobaan selanjutnya (Filtrat II).
2. Pada residu kita lakukan reaksi Xanthoprotein dan Millon
a) Uji Millon
- Masukkan suspensi yang akan diuji dalam tabung reaksi
sebanyak 2 ml.
- Tetesi larutan diatas dengan 2 ml lar. Millon dengan
menggunakan pipet.
- Amati perubahan warna yang terbentuk endapan putih
(merah).

b) Uji Xanthoprotein
- Masukkan suspensi yang akan diuji dalam tabung reaksi
sebanyak 2 ml.
- Tetesi larutan diatas dengan 10 tetes lar. HNO3 pekat dengan
menggunakan pipet (kuning).
- Tetesi larutan diatas dengan 10 tetes lar. NaOH pekat dengan
menggunakan pipet (orange).
- Amati perubahan warna yang terbentuk (sampai keunguan).
Skema Percobaan :
5. Uji Laktosa
Tujuan :
Dasar :
Pereaksi dan alat :
1. Tabung rx
2. Filtrat II dari uji Laktobumin dan Laktoglobumin
3. Larutan Fehling A
4. Larutan Fehling B
5. Pipet 2 ml

Pelaksanaan :

1. Sebagian dari filtrat yang didapat dari percobaan di atas (Filtrat II) dipakai untuk
menunjukkan adanya gula susu dengan percobaan Fehling.
- Masukkan filtrat II yang akan diuji dalam tabung reaksi sebanyak 1 ml.
- Tetesi larutan diatas dengan 2 ml lar. Heling A dan lar. Fehling B dengan
menggunakan pipet.
- Amati perubahan warna yang terbentuk endapan Cu2O (merah bata).

Skema Percobaan :
6. Uji Kalsium (Ca = Calcium)
Tujuan :
Dasar :
Pereaksi dan alat :
1. Tabung rx
2. Filtrat II dari uji Laktobumin dan Laktoglobumin
3. Larutan Ammonium oxalat
4. Pipet tetes
5. Pipet 2 ml

Pelaksanaan :

1. Ambillah sedikit dari Filtrat II, tetesi larutan amonium oksalat, beberapa saat
kemudian terjadilah endapan putih kalsium oksalat (Calcium oxalate).
2. Masukkan filtrat II yang akan diuji dalam tabung reaksi sebanyak 2 ml.
- Tetesi larutan diatas dengan 5 tetes lar. Ammonium oxalat dengan
menggunakan pipet.
- Amati perubahan warna yang terbentuk endapan Ca Oxalat (putih).

Skema Percobaan :
7. Uji Fosfor (P = Phosphor)
Tujuan :
Dasar :
Pereaksi dan alat :
1. Tabung rx
2. Larutan Ammonium Molibdat
3. Larutan HNO3 pekat
4. Pipet 2 ml
5. Pipet tetes

Pelaksanaan :
1. Ambillah sebagian dari filtrat II, tambahkan larutan amonium molibdat 10 tetes
dan HNO3 pekat satu tetes (untuk membebaskan fosfat dari anionnya). Timbul
endapan amonium fosfomolibdat yang berwarna kuning.
2. Masukkan filtrat II yang akan diuji dalam tabung reaksi sebanyak 2 ml.
- Tetesi larutan diatas dengan 10 tetes lar. Ammonium moliobdat dengan
menggunakan pipet.
- Tetesi lar. HNO3 pekat pada dinding tabung secara berhati-hati. Lakukan
pencamputran di dalam lemari asam.
3. Amati perubahan warna yang terbentuk endapan Amonium Phosphomolibdat
(putih)
Skema Percobaan :
PRAKTIKUM 5

PENCERNAAN MAKANAN

Tujuan :

Macam – macam percobaan :


1. Saliva
Tujuan :
Dasar :
Pereaksi dan alat :
1. Saliva (Sekresi dari ludah dapat diperlancar dengan mengunyah kapas.
Sebelum mengunyah kapas hendaklah berkumur dahulu untuk menghilangkan
sisa-sisa makanan yang mungkin ada. Kumpulkan + 20 ml. ludah dalam bejana
kimia dan saringlah dengan kain kasa. Liur, sebagai sumber amilase.
Tampunglah 2 ml air liur di dalam tabung reaksi yang bersih dan kering.)
2. Indikator Phenolphetalien
3. Indikator Litmus
4. Indikator Merah congo
5. Kertas pH
6. Tabung rx

Pelaksanaan :
1. Sediakan 3 tabung reaksi yang masing-masing diisi 1 ml saliva.
2. Tambahkan pada tabung pertama 1 tetes larutan Phenolphetalein.
3. Pada tabung kedua 1 tetes litmus
4. Tabung ketiga 1 tetes larutan merah congo.
5. Amati dan tentukan pH nya
Phenolphetalien 8.3 - 10.00 tak berwarna - merah
Litmus 5.0 - 8.0 merah - biru
Merah congo 3.0 - 5.2 biru - ungu - merah
*pH dari saliva berkisar antara 5.2 dan 8.0
Skema Percobaan :
2. Protein (terutama mucin, sedikit albumin, globulin, dan enzim-enzim)
Tujuan :
Dasar :
Pereaksi dan alat :
1. Saliva
2. Larutan NaOH 10%
3. Larutan CuSO4 1%
4. Pipet 1 ml
5. Pipet tetes
6. Tabung rx

Pelaksanaan :
1. Tambahkan pada 1 ml saliva (dalam tabung) reaksi 5 tetes NaOH 10 % ,
campur, lalu beri 2 tetes larutan CuSO4 1 % .
2. Akan terlihat perubahan warna menjadi biru-ungu.
3. Reaksi ini ialah reaksi biuret dan menunjukkan adanya protein.

Skema Percobaan :
3. Mucin
Tujuan :
Dasar : Mucin adalah glicoprotein yang tak dapat larut dalam air dan asam
encer, tetapi dapat larut dalam alkali encer.
Pereaksi dan alat :
1. Saliva
2. Larutan HCl 5%
3. Aquadest
4. Larutan NaOH 10%
5. Tabung rx
6. Pipet 1 ml

Pelaksanaan :
1. Tambahkan kedalam tabung reaksi yang berisi 2 ml saliva beberapa tetes
asam cuka 5%, apa yang terlihat?
2. Pada tabung reaksi yang berisi 1 ml saliva ditambahkan 5 ml Aqua.
Perhatikan mucin yang tak larut. Tambahkan 2 tetes NaOH 10%, mucin akan
larut.

Skema Percobaan :
4. Khlorida
Tujuan :
Dasar :
Pereaksi dan alat :
1. Saliva
2. Larutan HNO3 5%
3. Larutan AgNO3 1%
4. Tabung rx
5. Pipet tetes

Pelaksanaan :
1. Asamkan 1 ml saliva dengan 1 tetes HNO3 - 5 % , kemudian tambahkan 1 tetes
AgNO3 1 % .
2. Amati, apa yang terjadi ?

Skema Percobaan :
5. Sulfat
Tujuan :
Dasar :
Pereaksi dan alat :
1. Saliva
2. Larutan HCl2
3. Larutan BaCl2 2%
4. Tabung rx
5. Pipet tetes

Pelaksanaan :
1. Asamkan 1 ml saliva dengan 1 tetes HCl2 % dan tambahkan 1 tetes larutan
BaCl2 2%.
2. Amati, apa yang terjadi ?

Skema Percobaan :
6. Fosfat
Tujuan :
Dasar :
Pereaksi dan alat :
1. Saliva
2. Larutan HNO3 5%
3. Larutan ammonium molibdat
4. Tabung rx
5. Pipet tetes
6. Pipet 1 ml
7. Hotplate

Pelaksanaan :
1. Asamkan 1 ml saliva dengan 1 tetes HNO3 5% .
2. tambahkan 1 ml larutan ammonium molibdat dan panaskan sampai 65°C, akan
terjadi endapan kuning dari ammonium fosfomolibdat.
* Jika endapan tidak segera terbentuk, diamkan kira-kira 10 menit dengan
kadang-kadang diaduk dan dipanaskan.

Skema Percobaan :
7. Kalsium
Tujuan :
Dasar :
Pereaksi dan alat :
1. Saliva
2. Larutan HCl2 5%
3. Larutan ammonium oxalat jenuh
4. Tabung rx
5. Pipet tetes

Pelaksanaan :
1. Asamkan 1 ml saliva dengan 1 tetes asam cuka 5 % dan tambahkan 1 tetes
larutan amonium oxalat jenuh.
2. Amati, akan terjadi endapan dari Ca Oxalat.

Skema Percobaan :
8. Nitrit
Tujuan :
Dasar :
Pereaksi dan alat :
1. Saliva
2. Larutan H2SO4 5%
3. Larutan KI
4. Larutan amilum 1%
5. Tabung rx
6. Pipet tetes

Pelaksanaan :
1. Asamkan 1 ml saliva dengan 1 tetes H2SO4 5 %.
2. Tambahkan 2 tetes larutan KI yang baru dan 1 tetes larutan amilum 1 %, akan
terbentuk asam nitrit, dan yodium yang dibebeskan akan memberi warna biru
dengan amilum.

Skema Percobaan :
9. Thiocianat
Tujuan :
Dasar :
Pereaksi dan alat :
1. Saliva
2. Larutan FeCl3 2%
3. Larutan HCl2 5%
4. Larutan HgCl2 2%
5. Tabung rx
6. Pipet tetes

Pelaksanaan :
1. Dalam tabung reaksi yang berisi 1 ml saliva, tambahkan 1 tetes larutan (FeCl3)
ferri clhorida 2 % dan 3 tetes HCl 5 % .
2. Warna merah yang terbentuk menunjukkan adanya garam thiocianat yang
membentuk komplek ion dengan Fe+++ atau dapat disebabkan karena
terbentuknya ferri fosfat.
3. Bila warna merah tadi dikarenakan garan thiocianat maka pada pemberian 3
tetes larutan HgCl2 2%, warna merah akan hilang karena terbentuk
mercurirhodanida.
4. Amati, apa yang terjadi ?

Skema Percobaan :
10. Ptyalin
Tujuan :
Dasar :
Pereaksi dan alat :
1. Saliva
2. Larutan amilum 1%
3. Larutan lugol (I-KI)
4. Tabung rx
5. Pipet tetes
6. Pipet tetes skala 1 ml

Pelaksanaan :
1. Lakukanlah percobaan Fehling terhadap larutan amilum 1%. Perhatikan reaksi
yang terjadi?
2. Pada larutan amilum 1% , teteskan 1-2 tetes larutan lugol (I-KI). Warna apa
yang terlihat ?
3. Dalam tabung reaksi yang berisi 3 ml larutan amilum 1%, dan masukkan 0,5 ml
ludah yang telah disaring. Sesudah beberapa saat larutan tersebut akan
menjadi jernih. Apa yang terjadi ?
4. Pada larutan yang sudah menjadi jernih tadi lakukanlah percobaan- percobaan
seperti tertulis pada ad 1 dan 2. Apa yang terjadi ?

Skema Percobaan :
PRAKTIKUM 6

EMPEDU, INDOL, DAN VITAMIN

Tujuan :

1. Mempelajari sifat – sifat dan susunan empedu.


2.

Macam – macam percobaan :


1. Empedu
Tujuan :
 Membuktikan adanya pigmen empedu
 Membuktikan adanya asam empedu
Dasar : Bahan terpenting dalam empedu adalah garam empedu dan zat warna
empedu.
- Reaksi Pettenkoffer dipakai untuk menunjukkan adanya garam empedu.
Prinsip, H2SO4 akan menguraikan sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa.
Selanjutnya H2SO4 dengan glukosa dan fruktosa akan membentuk furfural,
yang dengan asam empedu membentuk warna merah . Bila sukrosa terlalu
banyak akan terjadi arang dan ini menyebabkan warna coklat/hitam yang
sering terlihat dibawah warna merah.
- Reaksi Hay digunakan untuk menunjukkan salah satu fungsi garam empedu.
Prinsip, salah satu sifat empedu yaitu dapat menurunkan tegangan permukaan.
Ini penting untuk fungsi emulsifikasi lemak dalam usus.
- Reaksi Gmellin dipakai untuk menunjukkan adanya bilirubin. (Bilirubin
merupakan zat warna empedu). Mucin adalah glicoprotein yang tak dapat larut
dalam air dan asam encer, tetapi dapat larut dalam alkali encer.
Pereaksi dan alat :
1. Tabung rx
2. Tabung rx besar
3. Larutan Empedu
4. Larutan sukrosa 10%
5. Larutan H2SO4 pekat
6. Larutan HCl 5%
7. Larutan NaOH 10 %
8. Sulfur
9. Pipet 2 ml
10. Aquades
11. Pipet 5 ml
12. Pipet tetes

Pelaksanaan :
1. Reaksi Pettenkoffer.
 Ke dalam tabung reaksi masukkan 2 ml larutan empedu yang telah
diencerkan 10x , beri 1 tetes sukrosa 10%, campur.
 Kemudian tuangkan H2SO4 pekat kira-kira 2 ml pelan-pelan pada
dinding tabung reaksi tersebut yang dimiringkan.
 Setelah beberapa waktu akan kelihatan lingkaran yang berwarna
merah.

2. Reaksi Hay
 Ambilah 2 tabung reaksi yang agak besar. Yang satu diisi dengan air,
dan yang lain diisi dengan larutan empedu encer, sampai kira-kira
setengah tabung reaksi.
 Pada permukaan dari kedua cairan tersebut ditaburkan bubuk belerang
(sulfur) dan biarkan untuk beberapa saat. Lihat perbedaannya !

3. Reaksi Gmellin
 Tambahkan kedalam tabung reaksi yang berisi 2 ml saliva beberapa
tetes HCl 5 % , apa yang terlihat ?
 Pada tabung reaksi yang berisi 1 ml saliva ditambahkan 5 ml Aqua.
Perhatikan mucin yang tak larut. Tambahkan 2 tetes NaOH 10 %,
mucin akan larut.
Skema Percobaan :
2. Indol
Tujuan :
Dasar : Indol adalah hasil pembusukan asam amino triptofan oleh bakteri usus.
Indol ini terserap masuk ke dalam peredaran darah dan akan mengalami
proses detoksifikasi di hati dengan cara pengikatan dengan sulfat
menjadi indoksil sulfat. Indoksil sulfat akan dikeluarkan melalui urine
dalam bentuk indikan (indican) yaitu bentuk garam K /Na-nya. Adanya
indikan dapat ditunjukkan dengan reaksi Jolles dan reaksi Obermeyer.
 Reaksi Jolles. Prinsipnya, indoksil sulfat yang dalam urine
berbentuk sebagai garam K-nya oleh HCl diubah menjadi indoksil.
Indoksil oleh FeCl3 dioksidasi menjadi indigo biru (bila oksidasi
berjalan cepat) atau indigo merah (bila oksidasi berjalan lambat).
Timol (naftol) melambatkan oksidasi sehingga warna yang
terbentuk lebih merah
Pereaksi dan alat :
1. Tabung rx
2. Urine
3. Larutan timol 5% dalam alkohol
4. Larutan Chloroform
5. Pipet 1 ml, 5 ml
6. Larutan FeCl3 0.3 % dalam HCL 37 % .

Pelaksanaan :
1. Reaksi Jolles
- Ke dalam tabung reaksi masukkan 5 ml urine dan 15 tetes larutan timol
5% dalam alkohol (baru dibuat).
- Tabung ditutupi, dibalik-balik, lalu ditambah 5 ml larutan FeCl3 0.3 %
dalam HCL 37 % .
- Campur lagi dengan cara membalik-balikkan tabung. Kemudian
masukkan 1 ml chloroform.
- Tabung dibalik-balik dengan pelan sebanyak 10 kali. Lapisan
chloroform akan berwarna merah violet.
Skema Percobaan :
3. Vitamin
Tujuan :
Dasar :
- Vitamin A (Axerophthol), axerophthol dapat ditunjukkan dengan menggunakan
reaksi Carr dan Price. Apabila larutan SbCl3 dalam chloroform dicampur
dengan larutan yang mengadung Vit. A, maka akan terjadi warna biru.
- Vitamin B1 (Thiamin), reaksi ini didasarkan atas kenyataan bahwa vit. B1
mudah dioksidasi oleh bahan oksidator lemah dalam suasana alkali membentuk
thiochroom. Thiochroom dapat di ekstraksi oleh isobutil alkohol dan memberi
fluoresensi biru di bawah sinar ultra violet.
- Vitamin. B2 (Riboflavin), Riboflavin menunjukkan fluoresensi hijau dibawah
sinar ultra violet.
- Vitamin C (Asam Askorbat), penentuan kadar vit. C biasanya dilakukan
berdasarkan daya reduksi yang kuat dari vit. C. Salah satu cara ialah
menggunakan 2,6 di-chlorophenol-indophenol, suatu senyawa yang berwarna
biru dalam keadaan basa. Oleh vit. C zat warna ini direduksi menjadi senyawa
yang tak berwarna. Kelebihan 2,6 dichlorophenol indophenol dalam suasana
asam berwarna merah. Reaksi ini tidak khusus untuk vit C. oleh karena zat
warna tersebut dapat pula direduksi oleh senyawa-senyawa reduktor yang lain.

Pereaksi dan alat :


1. Tabung rx
2. Sinar UV
3. Vitamin A (minyak ikan)
- Larutan Chloroform kering
- Larutan HCl Anhidrida
- Larutan antimonium trichlorida (SbCl3)
- Larutan Chloroform
4. Tablet Vitamin B1
- Larutan metil alkohol (Metanol)
- Larutan NaOH 40%
- Larutan Kalium ferricyanida (K3Fe(CN)6)
- Larutan Isobutil alkohol (Isobutanol)
5. Susu (untuk vitamin B2)
 Larutan alkohol 80%
6. Tablet Vitamin C
 Larutan asam cuka trichlorida 10% (TCA)
 Larutan 2,6 dichlorophenol indophenol (DIP)
7. Pipet tetes
8. Pipet 1 ml, 2 ml, 5 ml
9. Buret + klem
10. Erlenmeyer
11. Cawan porselin

Pelaksanaan :
1. Vitamin A
- Ke dalam tabung reaksi kering teteskan satu tetes minyak ikan dan
5 - 6 tetes chloroform kering.
- Kemudian tambahkan 1 - 2 tetes asam cuka anhidrida (untuk
menghilangkan sisa - sisa air ) dan 20 tetes antimonium trichlorida
dalam chloroform yang baru dan jenuh.
- Terjadilah sekarang warna biru, yang dalam beberapa detik
mencapai maksimumnya, kemudian berubah menjadi biru keabu-
abuan.
- Campur lagi dengan cara membalik-balikkan tabung. Kemudian
masukkan 1 ml chloroform.
- Tabung dibalik-balik dengan pelan sebanyak 10 kali. Lapisan
chloroform akan berwarna merah violet

2. Vitamin B1 (Thiamin)
 1 ml larutan vit. B1 diberi 1 ml metil alkohol dan 0,6 ml NaOH
40%.
 Tambahkan 3 tetes larutan K3Fe(CN)6 dan 5 ml isobutil alkohol.
 Tabung dibalik-balik beberapa kali, supaya vit. B1 terlarut dalam
isobutil alkohol.
 Lihatlah hasilnya dibawah sinar ultraviolet ! (Perhatikan warna
fluoresensinya)

3. Vitamin B2 (Riboflavin)
 Ke dalam tabung pemusing masukkan 5 ml alkohol 80 %,
 kemudian masukkan 2 ml susu sapi dan kocok. Suspensikan lalu
di pusingkan.
 Ambil fitratnya, pindahkan ke dalam tabung yang kering
 Lihat di bawah sinar ultraviolet.

4. Vitamin C (Asam Askorbat)


 Standardisasi larutan. 2,6 dichlorophenol-indophenol (DIP)
Untuk menentukan kadar vitamin C dalam suatu larutan kita
menggunakan cara titrasi dengan larutan 2,6 DIP. Oleh karena itu
sebelumnya kita perlu melakukan standardisasi larutan 2,6 DIP
atau mencari tahu 1ml larutan 2,6 DIP yang kita pakai setara
dengan berapa mg vitamin C.
 Mula-mula kita harus membuat larutan vitamin C (asam askorbat)
standar misalnya dengan kadar 50 mg/ liter,
 lakukan standardisasi larutan 2,6 DIP.
 Ambil dengan pipet 5 ml larutan asam askorbat standar (tiap
liternya mengandung 50 mg asam askorbat) dan masukkan ke
dalam mangkok porselin.
 Tambahkan 2 ml larutan asam cuka trichlorida 10%, sesudah itu
titrasi dengan lar. 2,6 DIP (dengan menggunakan mikro buret)
sampai terlihat warna merah muda yang tak hilang selama 30 detik.
 Penentuan titik akhir titrasi tidak begitu mudah oleh karena warna
merah muda itu mungkin kurang jelas. Untuk memudahkan, dapat
dilakukan perbandingan dengan mangkok lain yang di beri air
sama banyak.
 Titrasi dilakukan dalam duplo, lalu dihitung banyaknya asam
askorbat yang dapat dititrasi oleh 1 ml lar. 2,6 DIP
Skema Percobaan :
PRAKTIKUM 7

DARAH

Tujuan :

1. Memperlihatkan bahwa hemoglobin mempunyai sifat peroksidase.


2. Memperlihatkan bahwa hemoglobin dapat mengikat dan melepaskan oksigen.
3. Memperlihatkan bahwa hemoglobin dapat mengikat CO dengan kuat sekali sehingga
tidak dapat mengikat oksigen.
4. Memperlihatkan bahwa besi dalam hemoglobin bila dioksidasi akan menjadi
methemoglobin dan tidak dapat mengikat oksigen lagi.
5. Memperlihatkan pengaruh larutan hiper/hipotonik terhadap membran sel darah merah.
6. Memperlihatkan pengaruh pelarut organik terhadap fraglitas membran sel darah merah.
7. Memperlihatkan bahwa hemoglobin dan derivatnya dapat menyerap sebagian cahaya
putih yang melewatinya.

Macam – macam percobaan :


1. Pemeriksaan Darah Kualitatif
1.1. Uji sifat peroksidase dari hemoglobin (percobaan guaiak)
Tujuan :
Memperlihatkan bahwa hemoglobin, karena adanya gugus hem, mampu mengkatalis
reduksi H2O2. Berbeda dengan enzim peroksidase, sifat ini tidak hilang oleh
pemanasan. Reaksi ini sangat peka sehingga dapat digunakan untuk melacak adanya
sedikit (sejumlah kecil) hemoglobin/darah samar dari contoh uji.
Dasar :
Hidrogen peroksida (H2O2) oleh Hb direduksi dan selanjutnya mengoksidasi guaiak
membentuk H2O dan guaiak yang teroksidasi yang berwarna biru.
Hemoglobin
H2O2 + guaiak 2 H2O + guaiak teroksidasi biru
Pereaksi dan alat :
1. Darah dengan pengenceran 800x, 1600x, dan 3200x.
2. H2O2 3%
3. Larutan guaiak dalam alkohol
4. Tabung rx
5. Pipet 5 ml
6. Pipet tetes

Pelaksanaan :
1. Sediakan 3 buah tabung reaksi. Masukkan pada masing-masing tabung 5 ml darah
dengan pengenceran 800x, 1600x, dan 3200x.
2. Sediakan 1 buah tabung reaksi dan masukkan 5 ml darah dengan pengenceran
800x. Panaskan tabung sampai mendidih, kemudian dinginkan dengan merendam
dalam air.
3. Teteskan 10 tetes larutan guaiak ke dalam tiap tabung sehingga timbul kekeruhan.
4. Tambahkan 2-3 tetes H2O2 3% ke dalam tiap tabung.
5. Perhatikan dan catat perubahan warna biru yang terjadi.

Hasil Percobaan :
Bahan Warna yang terbentuk
Darah segar
Darah dipanaskan
Darah encer segar
Darah encer dipanaskan

Pertanyaan :
1. Apakah ada perbedaan antara darah segar dengan darah yang dipanaskan? Mengapa?
2. Zat – zat lain pakah yang memperlihatkan hasil positif dengan percobaan guaiak?

Jawaban :
Skema Percobaan :
1.2. Sel darah merah  Uji oksihemoglobin dan deoksihemoglobin
Tujuan : Membuktikan bahwa hemoglobin dapat mengikat oksigen menjadi
HbO2 dan senyawa ini dapat terurai kembali menjadi deoksi Hb dan
O2 .
Dasar : Dalam keadaan tereduksi Fe dalam Hb dapat mengikat dan
melepaskan O2.
Hb (Fe2+) + O2 Hb (Fe2+) O2
Deoksi Hb (Hb) Oksi Hb (Hb O2)
Dalam lingkungan udara biasa, Hb segera mengikat O2 menjadi HbO2. Di dalam
tabung reaksi HbO2 akan melepaskan O2 pada penambahan pereaksi Stokes
(pereduksi).
Pereaksi dan alat :
1. Suspensi darah
2. Pereaksi Stokes
3. Larutan ammonium hidroksida (NH4OH)
4. Tabung rx
5. Pipet 2 ml, 5 ml
6. Aquades

Pelaksanaan :
A. Oksihemoglobin
1. Ke dalam tabung rx masukkan 2 ml darah + 6 ml aquades. Campur dengan
baik, perhatikan dan catat terbentuknya HbO2 yang berwarna merah, karena
bereaksi dengan oksigen.
2. Bagilah menjadi 2 tabung masing-masing berisi 4 ml. Tabung 1 digunakan
sebagai kontrol.

B. Pembentukan deoksihemoglobin
1. Pipet ke dalam suatu tabung reaksi 2 ml pereaksi Stokes dan tambahkan
NH4OH secukupnya untuk melarutkan endapan yang segera terbentuk.
2. Pada salah satu tabung yang berisi HbO2 dari percobaan A teteskan tetes
pereaksi Stokes dari percobaan B. Perhatikan dan catat warna deoksi Hb yang
terbentuk dan bandingkan dengan warna HbO2 dalam tabung yang satu lagi
pada percobaan A2 (tabung kontrol).
C. Pembentukan kembali HbO2 dari deoksiHb
1. Kocok kuat-kuat tabung yang berisi deoksiHb (hasil percobaan B2). Perhatikan
dan catat warna HbO2 yang kemballi terbentuk. O2 yang diikat oleh Hb ini
berasal dari udara. Deoksigenasi dan reoksigenasi dapat dilakukan berulang-
ulang.

Hasil Percobaan :

Tabung 1 2 3
Oksihemoglobin Deoksihemoglobin Rx.Deoksihemoglobin
Warna yang
terbentuk

Pertanyaan :

Peristiwa faal apakah yang ditiru pada percobaan ini ?

Jawaban :

Skema Percobaan :
1.3. Uji pembentukan methemoglobin
Tujuan : memperlihatkan, bahwa bila besi di dalam Hb yang terbentuk ferro
(Fe2+) dioksidasi menjadi bentuk ferri (Fe3+), warna hb berubah
menjadi gelap dan tidak mampu lagi mengikat oksigen.
Dasar : Oksidasi Fe2+ dalam Hb oleh suatu oksidator, kalium ferrisianida
K3Fe(CN)6 sehingga terbentuk Hb(Fe3+) atau disebut jg metHb,
seperti rx berikut :
Hb(Fe2+) + 4 K3Fe(CN)6  Hb(Fe3+) + 3 K4Fe(CN)6
Hb(Fe3+) atau metHb ini tidak lagi dapat mengikat oksigen
MetHb + O2  tidak ada reaksi
Pereaksi dan alat :
1. Suspensi darah
2. Larutan K3Fe(CN)6 10% dibuat baru
3. Pereaksi Stokes
4. Larutan NH4OH
5. Tabung rx
6. Pipet 2 ml, 5 ml, dan 10 ml
7. Aquades

Pelaksanaan :
1. Ke dalam tabung rx masukkan 2 ml darah + 9 ml aquades. Bagi campuran ini
ke dalam 2 tabung rx, masing – masing 5 ml.
2. Tabung 1 tambahkan beberapa tetes K3Fe(CN)6. Perhatikan dan catat
perubahan warna yang terjadi.
3. Kocok tabung kuat-kuat. Perhatikan dan catat perubahan warna.
4. Tambahkan beberapa tetes pereaksi Stokes yang telah diberi NH4OH
(percobaan 2). Perhatikan apakah ada perubahan warna. Kocok kuat-kuat,
apakah ada perubahan warna.
5. Tabung 2 direndam dalam air hangat (±40 oC). Tambahkan beberapa tetes
K3Fe(CN)6. Perhatikan dan catat perubahan warna juga gelembung yang
terbentuk.
Hasil Percobaan :
Tabung 1 2
Darah hemolisis 5 ml 5 ml
Direndam air hangat ±40 oC - Tabung direndam
Larutan K3Fe(CN)6 10% Beberapa tetes Beberapa tetes
Perhatikan dan catat perubahan
warna juga gelembung yang
terbentuk.
pereaksi Stokes yang telah diberi
Beberapa tetes -
NH4OH
Kocok tabung kuat-kuat. Beberapa tetes -
Perhatikan perubahan warna

Pertanyaan :

1. Suspensi darah ditambah beberapa tetes K3Fe(CN)6 dikocok kuat – kuat dan
berdasarkan warna yang terbentuk apakah HbO2 terbentuk kembali ? mengapa ?
2. Jelaskan gas apa yang terbentuk pada tabung kedua dan mengapa hal itu terjadi pada
tabung pertama ?

Jawaban :
Skema Percobaan :
1.4. Hemolisis sel darah merah
Tujuan : Memperlihatkan bahwa membran sel darah merah dapat
mengalami lisis dalam pelarut organik.
Dasar : membran sel darah merah antara lain mengandung lipid. Bila
SDM dimasukkan ke dalam larutan yang mengandung pelarut
organik, maka lipid membran akan larut, sehingga terjadi hemolisis.
Pereaksi dan alat :
1. Suspensi darah
2. NaCl 0,9%
3. Kloroform
4. Eter
5. Aseton
6. Toluen
7. Alkohol

Pelaksanaan :
1. Masukkan 10 ml NaCl 0,9% ke dalam 6 masing-masing tabung reaksi.
2. Tabung 1 digunakan sebagai kontrol, tabung 5 lainnya tambahkan masing-
masing 2 tetes Kloroform, Eter, Aseton, Toluen, dan Alkohol secara berurutan.
3. Tambahkan kedalam tiap tabung 2 tetes suspensi darah, campur dengan
membalikkan secara perlahan, biarkan 30 menit (jangan dikocok) perhatikan
warna yang terbentuk pada larutan bagian atas dan bandingkan dengan
kontrol.
Hasil Percobaan :
Pelarut Hemolisis
Kontrol (NaCl 0,9%)
Kloroform
Eter
Aseton
Toluen
Alkohol
Skema Percobaan :
1.5. Pengaruh pelarut kimia terhadap membran sel darah merah
Tujuan : Memperlihatkan pengaruuh larutan hiper/hipotonik terhadap
membran sel darah merah.
Dasar : SDM akan mengerut bila berada dalam larutan hipertonik
terhadap tekanan osmotik plasma. Dalam larutan yang hipotonik,
cairan dari luar sel masuk ke dalam sel sehingga SDM akan
membengkak, dan akhirnya terjadi hemolisis. Hb dalam SDM larut
dalam larutan, sehingga memberi warna merah jernih pada larutan.

Pereaksi dan alat :


1. Suspensi darah
2. NaCl 2%
3. Tabung rx
4. Aquades
5. Pipet 5 ml & 10 ml

Pelaksanaan :
1. Sediakan 10 tabung rx dan isi dengan campuran berikut ini :
Tabung Aquadest (ml) NaCl 2% (ml) % NaCL
1 10 0
2 9 1
3 8 2
4 7,5 2,5
5 7 3
6 6,5 3,5
7 6 4
8 5,5 4,5
9 5 5
10 4,5 5,5
2. Campur dengan baik
3. Tambahkan 2 tetes suspensi darah ke dalam setiap tabung dan campur
dengan membalikkan perlahan. Diamkan 1 jam.
4. Perhatikan dan catat derajat hemolisis pada tiap tabung.
Hasil Percobaan :
Tabung Kadar NaCl Hemolisis
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Pertanyaan :

1. Apakah yang dimkasud dengan hemolisis ?


2. Berapakah resistensi osmotik minimum SDM ?

Jawaban :
Skema Percobaan :
1.6. Kolestrol (Metode Enzimatik CHOD-PAP)
Tujuan :
1. Untuk mengetahui pemeriksaan fraksi lemak (Kolestrol, LDL, trigliserida)
2. Melihat pengaruh makanan berlemak terhadap peningkatan fraksi lemak.
Dasar : Kolestrol ditemukan setelah hidrolisa enzimatik dan oksidasi. Zat
warna quinoneimin terbentuk dari hydrogen peroksida dan 4-
aminoantipirin dengan adanya fenol dan peroksida.
Kolestrolesterase
Kolestrol ester + H2O kolestrol + as.Lemak

Kolestroksidase
Kolestrol ester + H2O + O2 kolestrol-3-one + H2O2

POD
H2O2 + 4-aminoantipirin + fenol turunan zat warna quinoneimin + 4 H2O2

Pereaksi dan alat :


1. Suspensi darah
2. Reagensia warna enzimatik kolestrol
- Buffer fosfat 150 mmol/l
- Natrium fenolat 7,8 mmol/l

- 4-aminoantipirin 0,4 mmol/l

- Kolesterol esterase 1,7 mmol/l

- Kolesterol oksidase 1 mmol/l

- Peroksidase 20 𝜇𝑘𝑎𝑡
3. Tabung reaksi
4. Mikropipet
5. Standar kolestrol 200 mg/dl
6. Spektrofotometer
Pelaksanaan :
1. Siapkan 3 tabung reaksi bersih dan kering. Beri tanda dengan :
Tambahkan ke dalam tabung Sampel Standar Blanko
Serum atau plasma 20 µl - -
Larutan standar - 20 µl -
Reagensia warna 2 ml 2 ml 2 ml
2. Campurkan baik-baik dan biarkan selama 5 menit pada suhu 37oC atau 10
menit pada suhu ruangan.

Perhitungan :
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Kadar Total Kolestrol = 𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
× 200 𝑚𝑔/𝑑𝑙

Nilai normal  < 200 mg/dl dan dicurigai jika 220 – 260 mg/dl

Skema Percobaan :
1.7. Trigliserida (Metode Enzimatik GPO-PAP)
Tujuan : Untuk mengetahui pemeriksaan fraksi lemak (Kolestrol, LDL,
trigliserida)
Dasar : Trigliserida ditentukan setelah hidrolisa enzimatik dengan lipase.
Zat warna quinoneimin terbentuk dari hidrogen peroksida, 4-
aminoantipirin, dan 4-klorofenol dengan katalisator peroksidase.
LP (lipase)
Trigliserida + H2O kolestrol + as.Lemak

Gliserol kinase
Gliserol + ATP gliserol-3-fosfat + ADP

GPO
Gliserol-3-fosfat + O2 kolestrol-3-one + H2O2

POD
2 H2O2 + 4-aminoantipirin + 4-klorofenol quinoneimin + HCl + 4 H2O2

Pereaksi dan alat :


1. Suspensi darah
2. Reagensia warna enzimatik kolestrol
- PIPES buffer pH 7,5 : 24 mmol/l
- Adenosin Trifosfat (ATP) : 1 mmol/l

- 4-aminoantipirin (PAP) : 0,5 mmol/l

- Lipoprotein lipase (PLP) : 50 µkat

- Standar trigliserida : 200 mg/dl

- Gliserol kinase (GK) : 13 µkat

- Gliserol Fosfat Oksigen (GPO) : 25 µkat

- 2-peroksidase (POD) : 5 µkat

- 4-klorofenol : 6 mmol/l
3. Tabung reaksi
4. Mikropipet
5. Spektrofotometer
Pelaksanaan :
1. Siapkan 3 tabung reaksi bersih dan kering. Beri tanda dengan :
Tambahkan ke dalam tabung Sampel Standar Blanko
Serum atau plasma 20 µl - -
Larutan standar - 20 µl -
Reagensia warna 2 ml 2 ml 2 ml
2. Campurkan baik-baik dan biarkan selama 20 menit pada suhu kamar.
3. Dalam waktu 30 menit, baca absorban sampel dan standar terhadap blangko
pada panjang gelombang 510 nm.

Perhitungan :
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Kadar Trigliserida = 𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
× 200 𝑚𝑔/𝑑𝑙

Nilai normal  Laki – laki : 40 – 160 mg/dl


Perempuan : 35 – 135 mg/dl

Skema Percobaan :
1.8. HDL-Kolestrol (Metode Fosfotungstat)
Tujuan :
Dasar : Dengan asam fosfotungstat dan magnesium klorida maka
kilomikron, VLDL (Very Low Density Lipoprotein) dan LDL (Low
Density Lipoprotein) akan mengendap (presipitasi). Supernatan
yang jernih (setelah sentrifugasi) dipergunakan untuk menentukan
HDL-Kolestrol dengan metode CHOD-PAP.
Pereaksi dan alat :
1. Suspensi darah
2. Reagensia pengendap
- Asam fosfotungstat 0,55 mmol/l
- Magnesium klorida 0,25 mmol/l
3. Reagensia warna enzimatik kolestrol
4. Standar kolestrol 100 mg/dl
5. Tabung reaksi
6. Mikropipet
7. Sentrifugs
8. Spektrofotometer

Pelaksanaan :
A. Metode 1
1. Siapkan tabung reaksi bersih dan kering. Beri tanda dengan :
Tambahkan ke dalam tabung Sampel
Serum atau plasma 200 µl
Reagensia pengendap 0,5 ml
2. Campurkan baik-baik dan biarkan selama 15 menit pada suhu 20 - 25oC.
Sentrifugasi selama 10 menit pada kecepatan 4000rpm atau 2 menit pada
kecepatan 12000rpm. Setelah pemusingan dapat ditentukan kolestrol didalam
supernatan.
3. Siapkan 3 tabung reaksi bersih dan kering. Beri tanda dengan :
Tambahkan ke dalam tabung Sampel Standar Blanko
Serum atau plasma 20 µl - -
Larutan standar - 20 µl -
Reagensia warna 2 ml 2 ml 2 ml

4. Campurkan baik-baik dan biarkan selama 20 menit pada suhu kamar.


5. Dalam waktu 45 menit, baca absorban sampel dan standar terhadap blangko
pada panjang gelombang 510 nm.
B. Metode 2
1. Siapkan tabung reaksi bersih dan kering. Beri tanda dengan :
Tambahkan ke dalam tabung Sampel
Serum atau plasma 300 µl
Reagensia pengendap 1 tetes
2. Campurkan baik-baik dan biarkan selama 15 menit pada suhu 20 - 25oC.
Sentrifugasi selama 15 menit pada kecepatan 2000rpm atau 2 menit pada
kecepatan 10000rpm. Setelah pemusingan dapat ditentukan kolestrol didalam
supernatan.
3. Siapkan 3 tabung reaksi bersih dan kering. Beri tanda dengan :
Tambahkan ke dalam tabung Sampel Standar Blanko
Supernatan dari sampel
20 µl - -
serum atau plasma
Larutan standar - 20 µl -
Reagensia warna 2 ml 2 ml 2 ml

4. Campurkan baik-baik dan biarkan selama 5 menit pada suhu 37oC atau 10
menit pada suhu ruangan.
5. Ukur dan baca absorban sampel dan standar terhadap blangko pada panjang
gelombang 500 nm.

Perhitungan :
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Kadar HDL − Kolestrol = 𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
× 100 𝑚𝑔/𝑑𝑙

Nilai normal  Laki – laki : 45 – 65 mg/dl


Perempuan : 35 – 55 mg/dl
𝑡𝑟𝑖𝑔𝑙𝑖𝑠𝑒𝑟𝑖𝑑𝑎
LDL-Kolestrol = 𝑇 𝑘𝑜𝑙𝑒𝑠𝑡𝑟𝑜𝑙 − (𝐻𝐷𝐿 − 𝐾𝑜𝑙𝑒𝑠𝑡𝑟𝑜𝑙) − ( 5
)

Rasio (total kolestrol : HDL – kolestrol) <5


Skema Percobaan :
2. Pemeriksaan darah Kuantitatif
2.1. Hemoglobin (Metode Hemoglobincyanid)
Tujuan :
Dasar : Derivat – derivat hemoglobin dalam darah diubah oleh kalium
Hexacyanoferrat (III) dan kalium cyanida menjadi
Cyanomethemoglobin (HiCN). Intensitas warna sebanding dengan
kadar Hb, diukur secara fotometrik.
Pereaksi dan alat :
1. Drabkin’s reagent (NaHCO3 1000mg, K3Fe(CN)3 200 mg, KCN
50mg/1000ml).
2. Pipet 5 ml
3. Mikropipet 20 ɥl
4. Tabung reaksi
5. Spektrofotometer

Pelaksanaan :
Drabkin’s reagent 5,0 ml
Darah 20 ɥl
1. Bilas pipet dengan campuran pereaksi, campurkan benar-benar.
2. Sesudah 3 menit pindahkan isi tabung rx ke dalam kuvet.
3. Baca absorbans pada panjang gelombang 546 nm.

Hasil Percobaan :
Perhitungan  kadar Hb = absorbans x 36,8 g Hb/dl
Nilai normal :
Laki – laki 14 – 18 g Hb/dl
Perempuan 12 – 16 g Hb/dl
Bayi (0-4 minggu) 16 – 25 g Hb/dl
Anak (1 bulan – 2 tahun) 10 – 15 g Hb/dl
Anak (2 – 6 tahun) 11 – 14 g Hb/dl
Anak (6 – 12 tahun) 12 – 16 g Hb/dl
Skema Percobaan :
2.2. Glukosa Darah (Metode enzimatik GOD – PAP )
Tujuan :
Dasar : Glukosa Oksidase (GOD) mengkatalisa oksidasi dari glukosa
menurut persamaan
Glukosa + O2 + H2O  GOD  As. Glukonat + H2O2
Hidrogen peroksida yang terbentuk bereaksi dengan 4 –
aminoantipyrin, dan 2,4 diklorfenol. Dengan adanya peroksidase
(PGD) dan menghasilkan antipyrilquinimin, yakni suatu zat warna
merah. Intensitas warna sebanding dengan kadar glukosa, diukur
secara fotometrik.
Pereaksi dan alat :
1. Reagen warna (fosfat buffer 200 mmol/liter, GOD 205 kat, POD 20 kat, 4 –
aminoantipyrin 0,75 mmol/liter, 2,4 diklorfenol 1 mmol/liter)
2. Standar glukosa 100 mg/dl
3. Pipet
4. Tabung reaksi
5. Spektrofotometer
6. Mikropipet 20 ɥl

Pelaksanaan :
1. Siapkan 3 buah tabung rx bersih dan kering.
Tambahkan ke dlm tabung Sampel Standar Blanko

Serum atau plasma 20 ɥl - -

Lar. Standar - 20 ɥl -

Reagensia warna 2 ml 2 ml 2 ml

2. Campurkan baik – baik & inkubasi selama 15 menit pada temperatur kamar
dalam waktu 30 menit. Ukur absorban sampel dan standar terhadap blanko
pada panjang gelombang 510 nm.
Hasil Percobaan :
Perhitungan 

𝐴𝑏𝑠 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
kadar Glukosa = 𝑥 100 𝑚𝑔/𝑑𝑙
𝐴𝑏𝑠 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟

Nilai normal : Darah, serum atau plasma (puasa) = 60 – 110 mg/dl

Skema Percobaan :
PRAKTIKUM 8

URINE

Tujuan : membedakan urin normal dan urin patologis.

Macam – macam percobaan :


1. Sifat – sifat urin
1.1. Volume Urin
Tujuan : Menentukan volume urine diperlukan urine yang dikumpulkan
dalam 24 jam.
Dasar : Volume urin dalam 24 jam tergantung pada faktor fisiologi
(misalnya intake cairan, suhu, dan kerja fisik) dan faktor patologik
(misalnya penyakit ginjal, diabetes mellitus, dsb). Beberapa obat
misalnya golongan diuretik, kopi, alkohol dapat pula mempengaruhi
volume urin. Pada manusia, normal volume urin antara 600 – 2500
ml/24 jam.
Kelainan dalam volume urin :
a. Poliuri : vol. Urin > 2500 ml/24 jam
b. Oligouri : vol. Urin < 600 ml/24 jam
c. Anuri : tidak terbentuk urin
Pereaksi dan alat :
1. Toluen
2. Gelas kimia
3. Urin

Pelaksanaan :
1. Urin hari pertama dibuang pada waktu yang telah ditentukan (misalnya jam 6
pagi).
2. Semua urin mulai waktu itu sampai dengan waktu yang sama pada hari
berikutnya dikumpulkan.
3. Seluruh urin harus disimpan dalam keadaan dingin dengan toluen sebagai
pengawet.
Hasil Percobaan :
Volume total urin 24 jam =

Pertanyaan :

1. Sebutkan faktor – faktor yang dapat mempengaruhi volume urin 24 jam ?

Jawaban :

Skema Percobaan :
1.2. pH Urin
Tujuan : pH urin ditentukan dengan indikator universal, urine yang
digunakan adalah urin 24 jam.
Dasar : Urin dapat bersifat asam, netral atau basa dengan pH antara 4,7
– 8,0. Tetapi urin yang dikumpulkan selama 24 jam biasanya
bersifat asam. Urin yang diambil pada waktu – waktu tertentu
mempunyai pH yang berbeda-beda. Beberapa waktu setelah
makan, urin akan bersifat netral bahkan alkalis. Ini disebut alkalin
fermentation. Hal ini disebabkan oleh bakteri dan pH urin menjadi
basa.
Pereaksi dan alat : strip indikator universal, gelas kimia, dan kertas pH

Pelaksanaan : celupkan secarik strip indikator universal ke dalam urin sewaktu


dan 24 jam kemudian bacalah pH urin tersebut.
Hasil Percobaan :
pH urin =

Skema Percobaan :
1.3. Bau, Warna, dan Kekeruhan
Tujuan :
Dasar : Urin yang baru dikeluarkan mempunyai bau khas. Bila urin
mengalami dekomposisi, timbul bau amonia yang tidak enak. Pada
penderita diabetes melitus dengan ketosis maka urin akan berbau
aseton.
Warna urin berbeda-beda sesuai dengan kepekatannya tetapi
dalam keadaan normal urin berwarna kuning muda. Warna
terutama disebabkan oleh pigmen urokom yang berwarna kuning &
sejumlah kecil oleh uroblin & hematoporfinin.
Dalam keadaan demam karena pemakatan, warna urin berubah
menjadi kuning tua atau agak coklat. Pada penyakit hati, pigmen
empedu dapat menyebabkan urin menjadi hijau, coklat atau kuning
tua. Darah menyebabkan warna urin merah, sedangkan
methemoglobin atau asam hemogentisat menyebabkan warna urin
coklat tua.
Urin normal biasanya jernih pada waktu dikeluarkan, tetapi bila
dibiarkan dalam waktu lama akan timbul kekeruhan disebabkan
oleh nukleoprotein atau sel-sel epitel. Selain itu pada urin yang
alkalis, kekeruhan dapat disebabkan ileh endapan fosfat
sedangkan urin asam biasanya disebabkan oleh endapan urat.
Pereaksi dan alat : Gelas kimia
Pelaksanaan : Catat bau, warna dan kekeruhan urin sewaktu, pagi hari dan urin
24 jam.
Hasil Percobaan :
Bau =
Warna =
Kekeruhan =
Skema Percobaan :

2. Zat – zat fisiologik urin


2.1. Klorida
Tujuan :
Dasar : kllorida merupakan zat padat yang jumlahnya terbanyak kedua
urea dalam urin. Ekskresi melalui urin terutamanya dalam bentuk
NaCl sekitar 10 – 15 gr/24 jam tergantung intake. Dengan
menetukan jumlah klorida maka kita dapat menentukan jumlah
NaCl yang diekskresikan melalui urin. Ekskresinya menurun pada
perspirasi berlebihan, retensi natrium, radang ginjal menahun,
diare, dsb. Sedangkan pada insufisiensi korteks adrenal,
ekskresinya akan bertambah.
Pereaksi dan alat :
1. tabung reaksi
2. pipet tetes
3. larutan HNO3 encer
4. larutan AgNO3 2%
5. pipet 5 ml
6. pipet tetes
Pelaksanaan :
1. Masukkan 5 ml urin ke dalam tabung rx + 4 tetes HNO3 encer dan 4 tetes
AgNO3 2%.
2. Perhatikan, catat dan gambar. Terjadi endapan putih yang terbentuk adalah
perak klorida yang larut dalam amonia.

Skema Percobaan :
2.2. Belerang
Tujuan :
Dasar : Dalam keadaan normal, 1 gram belerang dikeluarkan dalam 24
jam. Belerang adalah zat sisa metabolisme asam aminno yang
mengandung S, (tiosulfat, sulfida, dsb). Belerang yang
diekskresikan terdapat 2 bentuk yakni :
 Belerang yang tak teroksidasi (netral), dengan adanya
katalisator Zn, belerang yang terdapat dalam urin bereaksi
dengan HCl encer menghasilkan gas H2S yang baunya
sangat khas dimana gas ini dapat diidentifikasi dengan
menghitamnya kertas saring yang telah direndam dengan
Pb asetat membentuk PbS (endapan hitam).
 Belerang yang teroksidasi  sulfat organik dan sulfat
eterial.
Tes Obermeyer akan mengoksidasi gugus indoksil membentuk
warna biru indigo yang larut dalam kloroform.

Pereaksi dan alat :


1. Tabung reaksi
2. Urin
3. HCl encer
4. BaCl2
5. Pb (timbal)
6. Pereaksi Obermeyer (FeCl3 dalam HCl pekat)
7. Kloroform
8. Pipet 1 ml,
Pelaksanaan :
a. Sulfat Anorganik
 Masukkan 10 ml urin + 1 ml HCl encer dan BaCl2, lalu dikocok.
Terbentuknya endapan putih menunjukkan BaSO4 yang terbentuk.
b. Belerang yang tak teroksidasi
 Masukkan 10 ml urin + sebutir Zn & sedikit HCl encer.
 Tutup tabung dengan kertas saring yang dibasahi dengan Pb-asetat. Kertas
saring akan tampak berwarna hitam.
c. Indikan (Tes Obermeyer)
 Masukkan 5 ml urin + 5 ml pereaksi Obermeyer, biarkan beberapa menit.
 Lalu tambahkan 3 ml kloroform. Campurkan dengan membolak-balikkan 10
kali. Jangan mengocoknya.
 Kloroform akan mengekstraksi biru indigoyang terbentuk. Warna biru akan
lebih nyaat bila cairan diatas ekstrak kloroform dibuang dan ditambahkan
air.

Skema Percobaan :
2.3. Fosfat
Tujuan :
Dasar : Pada umunya jumlah ekskresi fosfat melalui urin kira-kira 1,1
gram/24 jam. Sebagian besar dalam bentuk fosfat anorganik dan
hanya 1 – 4% dalam bentuk fosfat organik. Jumlah fosfat
meningkat pada beberapa penyakit, misalnya hiperparatitoidisme,
penyakit tulang (osteomalasia, ricketsia, dsb.). sedangkan ekskresi
fosfat menurun pada hipoparatitoidisme, penyakit ginjal, kehamilan,
dll.
Pereaksi dan alat :
1. Tabung reaksi
2. Urin
3. Larutan urea 10%
4. Perekasi molibdat spesial
5. Larutan ferrosulfat spesial.

Pelaksanaan :
1. Masukkan 5 ml urin + 1 ml lar. Urea 10% dan 10 ml perekasi molibdat spesial.
2. Campur dan tambahkan 1 ml lar. Ferosulfat spesial. Warna biru yang
terbentuk menunjukkan adanya fosfat.

Skema Percobaan :
2.4. Amonia
Tujuan :
Dasar : Amonia merupakan hasil akhir metabolisme protein yang
mengandung N. Ini merupakan kedua yang terpenting setelah urea.
Dalam urin, amonia terdapat dalam bentuk garam ammonium dan
jumlahnya kira-kira 0,7 gram/24 jam atau 2,5 – 4,5 % dari nitrogen
total/24 jam.
Pereaksi dan alat :
1. Tabung rx
2. Urin
3. Larutan NaOH
4. Kertas lakmus

Pelaksanaan :
1. Masukkan beberapa ml NaOH pada 2 ml urin sehingga reaksinya alkalis
(caranya dengan melihat perubahan warna dari kertas lakmus, jika kertas
lakmus berubah menjadi biru hentikan penambahan NaOH).
2. Panaskan, perhatikan bau yang timbul dan uji uap yang terbentuk dengan
kertas lakmus yang dibasahi.
Skema Percobaan :
3. ZAT – ZAT PATOLOGIK DALAM URIN
3.1. Zat – zat keton
Tujuan : memeriksa adanya zat – zat keton dalam urin
Dasar : Yang termasuk zat-zat keton adalah asam asetoasetat, β-
hidroksibutirat dan aseton. Zat –zat ini merupakan zat antara pada
pemecahan asalm lemak di dalam hati dan selanjutnya mengalami
pemecahan pada jaringan ekstrahepatik. Pada beberapa keadaan
patologik, terjadi penimbunan zat-zat keton dalam darah
(ketonemia) dan dikeluarkan melalui urin dalam jumlah besar
(ketonuria). Keadaan ini disebut ketosis.
Pereaksi dan alat :
1. Tabung reaksi
2. Urin
3. Kristal Amonium sulfat
4. Larutan Na-nitroprussid 5%
5. Ammonium hidroksida pekat

Pelaksanaan :
1. Masukkan 5 ml urin, bubuhkan kristal Amonium sulfat sampai jenuh.
(penambahan ditereuskan sedikit demi sedikit, jika dikocok kristal Amonium
sulfat tidak larut lagi maka hentikan pu
2. 5% dan 1 – 2 ml lar. Ammonium hidroksida pekat.
3. Campurkan dan biarkan selama 30 menit. Terbentuknya warna ungu
menyatakan adanya zat-zat keton.

Pertanyaan :

1. Senyawa apa saja yang termasuk zat keton ?


2. Pada keadaan apa zat keton ditemukan dalam urin ?

Jawaban :
Skema Percobaan :
3.2. Darah
Tujuan :
Dasar : Bila darah dalam urin terdapat darah, keadaan ini disebut
hematuria atau hemoglobinuria. Hematuria terjadi karena darah
masuk ke dalam urin, misalnya pada radang atau kerusakan ginjal,
dan saluran kemih. Sedangkan hemoglobinuria terjadi karena
hemolisis sehingga hemoblin dibebaskan. Ini dapat terjadi pada
penyakit malaria, rx tranfusi atau kongenital.
Darah dapat diperiksa secara mikroskopik atau kimia. Secara kimia
yaitu dengan tes yang diketahui sebagai benzidin
test/orthotoluidine test atau dapat pula dengan tes guaiak.
Pereaksi dan alat :
1. Tabung reaksi
2. Urin
3. Reagen guaiak 1% dalam alkohol
4. Larutan H2O2 3%
5. Pipet
6. Hotplate

Pelaksanaan : Test Guaiak


1. Pipet 2 ml urin ke dalam tabung rx, dan 3 ml reagen guaiak 1% dalam
alkohol. Tambahkan 1 ml lar. H2O2 3%. Warna merah yang terbentuk
menunjukkan hasil tes positif.
2. Pipet 2 ml urin yang telah dimasak (diatas hotplate air mendidih) ke dalam
tabung rx, dinginkan. Tambahkan 1 ml reagen Guaiak 1% dalam alkohol dan
1 ml lar. H2O2 3%. Warna merah yang terbentuk menunjukkan hasil positif
dan catat perbedaannya.
Skema Percobaan :
3.3. Bilirubin
Tujuan :
Dasar : Bilirubin normalnya tidak terdapat dalam urin. Pada keadaan
patologik seperti hepatitis dan batu empedu maka bilib=rubin akan
meninggu jadarnya didalam darah dan kemudian diekskresikan
melalui urin.
Pereaksi dan alat :
1. Tabung reaksi
2. Urin
3. Larutan BaCl2 10%
4. Corong
5. Kertas Saring
6. Reagen Fouchet

Pelaksanaan :
1. Pipet 5 ml urin dan 3 ml BaCl2 10%. Campurkan kemudian saring.
2. Bentangkan kertas saring di atas corong biarkan hingga kering. Teteskan 2 –
3 tetes reagen fouchet diatas kertas saring berisi endapan tersebut.
Terbentuknya warna hijau menandakan bilirubin positif.

Skema Percobaan :

Anda mungkin juga menyukai