Panduan Biokimia
Panduan Biokimia
Panduan Biokimia
Penuntun praktikum biokimia ini diterbitkan untuk digunakan oleh setiap mahasiswa yang
akan melaksanakan Praktikum Biokimia. Praktikum ini merupakan pelengkap dalam mengambil
Mahasiswa diharapkan dapat memahami isi diktat dengan sebaik-baiknya, sehingga mampu
menjelaskan arti pangkal kesehatan di dalam laboratorium dan penggunaan alat – alat laboratorium,
demikian pula sebelum melakukan setiap percobaan, mahasiswa diharapkan telah mengetahui
Kami menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan baik dari cara penulisan
maupun isi dari penuntun ini, karenanya kami siap menerima kritik maupun petunjuk/saran dari
Akhirnya kami mengucapkan selamat belajar dan bekerja di Laboratorium Ilmu Biokimia.
Penyusun
Nama :
NIM :
Kelompok :
Regu :
BAGIAN BIOKIMIA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BOSOWA
KARTU KONTROL
PRAKTIKUM BIOKIMIA
Nama :
NIM :
Kelompok :
Regu :
Pendahuluan
Praktikum I
Praktikum II
Praktikum III
Praktikum IV
Praktikum V
Praktikum VI
PraktikumVII
Pembimbing Praktikum
DAFTAR ISI
PETUNJUK PRAKTIKUM BIOKIMIA
A. Persiapan :
Sebelum melakukan praktikum pelajarilah baik-baik petunjuk praktikum yang akan dilakukan dan
jawablah pertanyaan yang ada serta bacalah teori-teori yang melatarbelakanginya. Waktu praktikum
bawalah jas praktek, lap/tissue, serta buku catatan. Jawaban pertanyaan harus dikumpulkan
sebelum praktikum dimulai, sedangkan laporan praktikum harus dikumpulkan sebelum melakukan
praktikum berikutnya. Dilarang keras makan, minum atau merokok di dalam laboratorium.
B. Pangkal Keselamatan :
A. Peralatan gelas :
1. Pipet gelas
Pipet mempunyai tanda TD ( atau D atau Ex) = to deliver atau TC (atau In atau C ) = to
contain) dan tanda pada suhu mana pipet tersebut ditera. Tanda T.D. ( to deliver )
menunjukkan bahwa kita harus membiarkan isinya keluar dengan sendirinya. Untuk
maksud ini isi pipet harus terletak tegak lurus dan diletakan pada dinding tabung
dimana cairan akan dialirkan. Dinding tabung tersebut harus membentuk sudut 45
derajad terhadap pipet. Tanda T.C. ( to contain ) bermakna bahwa kita harus mencuci
bagian dalam pipet tersebut dengan cairan ke dalam mana isi pipet itu di alirkan, lalu
ditiup hingga isinya keluar sebanyak mungkin.
Jenis Pipet yang sering dipergunakan dalam penelitian
- Pipet volumetrik
Dirancang untuk memindahkan cairan sesuai dengan volume (satu ukuran) yang
tertera, misalnya 1, 2, 3, 4, 5, 10, 25, 50, 100 ml. Digunakan untuk cairan nonviskus
(tidak kental) atau viskositas rendah, filtrat, larutan standard. Sebaiknya dari Pyrex.
Pipet ini mempunyai bentuk gelembung silindris agak di tengah. Pipet ini bertanda
TD. Tidak ditiup.
- Pipet ukut (Graduated pipet atau Measuring pipet )
Pada umumnya digunakan apabila kita tidak memerlukan pengukuran volume
yang terlalu teliti. Pada umumnya pipet ukur adalah pipet T.D. Ada pipet ukur yang
sisa cairan di ujung pipet harus ditiup, dan ini diberi tanda cincin goresan atau
pasangan cincin pada pangkalnya. Oleh karena pipet ukur kurang teliti maka bila
hendak mengukur larutan sejumlah misalnya 1 ml janganlah menggunakan pipet
ukur. Juga larutan-larutan yang penting bagi penentuan kuantitatif tidak boleh
diambil dengan pipet ukur. Juga perlu diingat bila kita memerlukan 0,9 ml cairan
dan akan menggunakan pipet pembagi lebih baik kita gunakan pipet ukur ukuran 1
ml daripada yang ukuran 10 ml.
- Pipet kapiler (Capillary pipet)
Pipet pengukur volume yang kecil misalnya 0.1 ml, 0.2 ml , biasanya diberi tanda
In atau C.
Cara mengeringkan pipet yang basah :
Bilas pipet gelas volumetrik yang basah dengan sedikit alkohol absolut, lalu
biarkan mengering sendiri atau tiup dengan udara kering sampai kering
bagian dalamnya.
Mencuci bagian dalam pipet dengan larutan yang akan diukur. Larutan
yang dipakai untuk mencuci itu,tentu saja kita buang.
2. Buret
Ada dua macam buret yaitu :
1. Mikro Buret
2. Makro Buret
Membaca buret seharusnya dengan menaksir sampai per sepuluh bagian antara
dua garis. Dalam laboratorium kita, para mahasiswa cukup menaksir sampai separuh
bagian antara dua garis pembagi yang terkecil. Setelah mengeluarkan cairan dari buret
membacanya harus kita tunggu+ 1 menit, untuk memberi kesempatan agar cairan yang
melekat pada dinding turun.
Untuk larutan asam dapat dipakai buret dengan kran gelas, tetapi untuk larutan
basa tidak, ini harus memakai jepitan.
3. Gelas Ukur
Ketelitian gelas ukur lebih rendah dibanding pipet terbagi. Gelas ukur hanya digunakan
bagi maksud-maksud dimana tidak diperlukan ketelitian yang tinggi.
4. Labu Ukur
Labu ukur mempunyai ketelitian 0,1 %. Labu ukur digunakan untuk membuat larutan
dengan kadar yang diketahui atau untuk mengencerkan larutan. Jumlah zat yang akan
dilarutkan ditimbang atau diukur, zat pelarutnya ( air atau cairan lain ) diisikan sampai
setengah volume labu ukur tersebut. Setelah semua larut baru ditambah cairan sampai
volume yang ditentukan (sampai garis).
Untuk melarutkan , air sebagai solven yang akan dimasukkan labu ukur boleh dipanasi
sedikit tetapi penambahan sampai volume harus dilakukan setelah larutan dingin
kembali.
Catatan :
Pemakaian gelas, biasanya bisa mengeluarkan basa. Oleh karena itu, tidak boleh dipergunakan
untuk menyimpan larutan standart alkali/asam. Peritiwa ini dapat kita cegah dengan jalan
memakai gelas pyrex karena pyrex tidak mengeluarkan basa.
Latihan Keterampilan :
a. Cara membuat larutan 10% menjadi 5%
Cara A :
Dengan pipet kering kita mengambil 50 ml dari 10% dan masukkan ke dalam labu 100 ml.
(tidak perlu kering bagian bawah dari garis tanda, bagian atas harus kering). Kemudian
ditambah aquadest sampai pada garis tanda. Tutuplah dengan sumbat dan kocoklah
dengan baik.
Cara B :
Dengan pipet kering 50 ml kita isap larutan 10 % dan masukkan kedalam gelas beaker
(harus kering). Dengan pipet lain kita ambil 50 ml aquadest. Campurlah dengan baik.
b. Perhitungan
Ketelitian perhitungan atau penetapan dinyatakan oleh banyaknya angka yang terletak
dibelakang koma. Misalnya dengan MacroKjeldhal jumlah N adalah 7.2 gr. Ketelitihan cara
ini tidak lebih besar dari pada 1% . Dengan Microkjeldahl jumlah N adalah 7.19 gr. Ketelitian
dalam hal ini tidak lebih dari 0.1% (1 0/00). Kadang-kadang kita tidak perlu pengukuran atau
perhitungan yang terlalu teliti dan kadang-kadang kita perlu untuk mengukur atau
menghitung seteliti-telinya.
Ketelitian suatu cara kuantitatif ditentukan oleh alat yang paling kasar yang dipakai pada
pekerjaan itu.
f. Paralax
Waktu membaca pemukaan cairan pada buret, pipet dan lain-lain, perlu sekali diperhatikan
bahwa mata kita diletakkan setinggi meniskus. Mata itu adalah setinggi meniskus bila kita
melihat batas meniskus sebagai garis dan bukan elips. Bila mata diletakkan diatas
meniskus, pembacaan kita lebih kecil dari yang semestinya. Terangkan ! Peristiwa ini
disebut "Paralax".
ALAT – ALAT INSTRUMEN LABORATORIUM
1. Timbangan
Perhatikanlah sebelum menimbang daya muat untuk timbangan tersebut.
Timbangan dengan daya muat 200 gram, janganlah dipakai untuk menimbang
barang-barang yang lebih dari 200 gram.
Bila mungkin janganlah dipakai untuk menimbang barang-barang berat 100 gram
keatas. Peganglah anak timbangan dengan pinset.
Janganlah menjatuhkan bahan-bahan kimia diatas timbangan. Bila hal ini terjadi
bersihkanlah segera dengan lap bersih yang sedikit dibasahkan.
Penggunaan timbangan analitik hanya untuk petugas teknis laboratorium.
2. Sentrifugasi
Sebelum dilakukan pemusingan timbang dahulu tabung yang akan dipusingkan
dengan timbangan tabung pemusing. Perhatikanlah apakah sebelum dipakai
tabung yang berhadapan dalam keadaan seimbang.
Lihatlah apa pada dasar selubung pemusing terdapat bantal karet. Bantal -bantal
ini tidak boleh dipindahkan.
Bila terdengar tabung pusingan itu pecah, pusingan harus segera dihentikan dan
selubung pusingan diangkat dan dibersihkan.
Tabung pemusing tidak boleh dipanaskan. Tabung pemusing yang dipanaskan
dengan maksud untuk mengeringkan menjadi rapuh dan mudah pecah.
Janganlah memakai tabung pemusing yang terlalu panjang. Ingatlah bahwa pada
waktu memusingkan sikap tabung menjadi datar dan bila terlalu panjang, pangkal
tabung akan menyentuh poros pusingan.
Janganlah sampai alat pemusing kekurangan minyak.
Bila pesawat pusingan kontak dan mengeluarkan bunga api beritahulah petugas
tekniks laboratorium yang menjaga.
3. Fotometer
Disebut alat untuk mengukur nilai absorbansi sinar dalam larutan. Secara singkat bentuknya
terdiri dari 3 sistem :
Sumber Penampungan
Sinar Kuvet Sinar
Io Kuvet I
Untuk bahan penyerap yang seragam, jumlah sinar yang dapat lewat disebut T
(transmitansi) ata daya tembus, yang merupakan perbandingan antara intensitas sinar yang
tembus atau dilepas I dan intensitas sinar yang masuk Io.
Bila suatu cahaya monokromatis melalui suatu larutan, maka intensitasnya akan berkurang
secara eksponensial sesuai dengan panjang larutan yang dilewatinya. Intensitas sinar
berkurang sebanyak prosentase yang sama dari sinar yang masuk. Dengan demikian,
terdapat suatu ketergantungan logaritma yang didefinikan sebagai A serapan (absorption)
atau E ekstingsi (extinction). Untuk A biasa digunakan kata absorbans (absorbance).
A=k*c*d
Dimana :
A : absorbansi atau ekstingsi
k : koefisien penyerapan E molar dari bahan penyerap pada panjang gelombang
tertentu (dm3/mol cm)
c : konsentrasi molar dari senyawa penyerap (mol/I)
d : jarak yang dilalui sinar dalam senyawa penyerap dalam satuan cm
Transmitansi dapat bernilai antara 0 – 100 %, tetapi seraapn tidak ada satuannya berkisar
antara 0 – tak terhingga.
Padanan angkanya sebagai berikut :
Hubungan antara sinar terserap, T dan E
E
% sinar terserap % T Bagian I/T
E= log I/T
0 100 1,0 1 0,00
25 75 0,75 1,3 0,12
50 50 0,5 2 0,30
75 25 0,25 4 0,60
83 17 0,17 6 0,95
90 10 0,1 10 1,00
95 5 0,05 20 1,30
99 1 0,01 100 2,00
99,9 0,1 0,001 1000 3,0
100 0 0 - -
Sebagai pegangan baku, koefisien E dari suatu senyawa ditetapkan pada ketebalan 1 cm
dengan konsentrasi 1% dengan tanda E1% 1 cm.
Terlihat derajat T akan mengecil dengan tingginya konsentrasi sedangkan derajat
absorbansi berbanding lurus dengan konstrasi.
Hukum Lambert dan Beer ini berlaku hanya untuk sinar monokromatis dan untuk larutan
encer dan tidak berlaku apabila :
a. Konsentrasi tinggi kemungkinan oelh karena terionisasi atau terpolimerisasi.
b. Senyawa menggumpal atau keruh.
c. Peralatannya menimbulkan sinar yang terganggu.
Setiap metode harus selalu diperhatikan apakah larutan yang akan diperiksa terlalu pekat
atau tidak dan di daerah mana proporsi antara abs dan konsentrasi masih berlaku. Hanya
dalam daerah tersebut pemeriksaan dapat dilakukan. Sampel yang menghasilkan abs terlalu
tinggi harus diencerkan.
A sampel dan A standar diukur, sedangkan C standar diketahui C sampel dapat dicari
dengan menggunakan rumus di atas. Standar harus senantiasa diikut-sertakan dalam
pemeriksaan apabila suatu faktor kalkulasi yang tepat tidak dapat digunakan. Kalkulasi dari
faktor tersebut hanya dapat dilaksanakanapabila penentuan koefisien ekstingsi molar untuk
panjang gelombang tertentu dapat tercapai.
Suatu seri pemeriksaan yang mengikutsertakan suatu standar sebaiknya dibatasi hanya
untuk 10-20 sampel. Untuk seri pemeriksaan yang lebih besar dianjurkan untuk
menggunakan satu standar baru.
Teknik tersebut di atas dapat juga digunakan untuk pengukuran yang menggunakan sinar
ukutr yang tidak monokromatis dimana tebal pita sinar ukur terlalu lebar, ini termasuk
golongan fotometer tidak linier. Namun dalam hal demikian kalkulasi hasil tidak dapat
dilakukan hanya dengan mengikutsertakan satu larutan standar, melainkan harus dengan
beberapa larutan standar (3-5) dengan konsntrasi yang berbeda-beda untuk suatu kueva
baku (kurva standar atau kurva kalibrasi).
Macam-macam Fotometer
Fotometer umumnya dibedakan menurut sumber sinar dan pemisahannya. Beberapa
macam fotometer :
Fotometer Sumber sinar Pembiasan sinar Sinar pengukuran
Spektrofotometer :
Untuk mendapatkan spekrtum serapan, angka serapan (extinction) suatu bahan harus
diukur pada panjang gelombang tertentu yang diketahui. Teknik yang dipakai menggunakan
prinsip tegangan listrik yang terbentuk pada sel fotoelektron setara dengan jumlah radiasi
sinar yang mengenainya.
Sinar kontinyu akan dibiaskan oleh suatu prisma atau kisi-kisi, dan dengan suatu celah
diafragma panjang gelombang yang diinginkan dapat diisolasi.
Keuntungan : dapat mengukur sinar dnegan semua panjang gelombang terutama daerah
ultra violet.
Kekurangan : karena intensitas sinar sangat lemah, maka dibutuhkan penguat yang baik
sekali untuk arus foto dan ini harganya mahal.
Gambar skema
Gangguan-gangguan pada spektrofotometer
Setiap elemen fungsionil dari spektrofotometer dapat menimbulkan gangguan- gangguan
tersendiri yang mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap pengukuran fotometris.
Jenis-jenis gangguan adalah sebagai berikut :
Lampu yang sudah tua : dapat mengakinatkan terutama penurunan intensitas sinar
dan dengan demikian sensitivitas dari fotometer menjadi berkurang.
Kekeliruan penyetelan dari panjang gelombang :ada pergeseran dari titik berat,
filter, yang dapat mengakibatkan penyimpangan pada absorpsi yang diukur dari
absorpsi yang sebenarnya. Penyimpangan tersebut dapat berupa ketinggian atau
kerendahan. Hal ini tergantung dari spektrum absorpsi dari larutan yang diukur.
Penyimpangan dari linieritas : terutama pada absorpsi (daerah konsentrasi) yang
tinggi, pada pengukuran fotometris, merupakan gangguan fotometer yang paling
sering terjadi. Penyimpangan tersebut dapat terlihat pada kurva baku dalam
pengukuran larutan standar dengan konsentrasi yang berbeda-beda (dari
konsentrasi yang rendah sampai tinggi). Peningkatan absorpsi tidak lagi linier atau
proporsional dengan konsentrasi. Semakin tinggi konsentrasi larutan standar,
semakin kecil peningkatan absorpsinya.
a. Efek kimia fisik ( disosiasi, dimerisasi, dll) dari larutan yang diukur.
b. Kualitas filter atau monokromator yang buruk (tebal pita yang besar
menghasilkan sinar ukur yang tidak monokromatis)
c. Gangguan-gangguan lainnya : umumnya disebabkan dari bagian elektroniknya.
Sop Spektrofotometer Optima Sp-300
HINDARILAH KECEROBOHAN
PRAKTIKUM 1
SPEKTROFOTOMETRI
Tujuan :
Pelaksanaan :
Hasil percobaan :
Pertanyaan :
Jawaban :
Skema Percobaan :
2. Hubungan serapan dengan kadar zat dalam larutan (Hukum Lambert – Beer)
Dasar : jumlah cahaya yang diserap oleh suatu zat pada gelombang tertentu
sebanding dengan kadar zat tersebut dalam larutan.
Pelaksanaan :
Hasil Percobaan :
Pelaksanaan :
1. Baca serapan larutan kobalt-nitray (U1, U2, dan U3) pada 𝜆 𝑚𝑎𝑘𝑠
2. Hitung kadar larutan U1, U2, dan U3 berdasarkan kurva standar yang saudara
buat pada percobaan 2.
Hasil Percobaan :
1. Buat tabel serapan (Y) dan konsentrasi (X) pada program Ms-Excel
2. Blok tabel tersebut kemudian klik “insert”
3. Pada menu “insert” klik “scatter” dan pilih “scatter with smoth lines and markes”
4. Setelah terbentuk grafik, klik kanan garis yang terbentuk pada kurva pilih “add
trendline” lalu centang “display equation on chart” dan “display R-squared value on
chart”. Rumus yang diperoleh digunakan untuk menentukan konsentrasi “uji” pada
percobaan 3. Nilai R2 menunjukkan linearitas kurva, nilai yang mendekati 1
menunujukkan linearitas yang tinggi sehingga rumus yang diperoleh valid untuk
digunakan pada penentuan konsentrasi.
Skema Percobaan :
PRAKTIKUM 2
ENZIM
Tujuan :
Pelaksanaan :
6. Baca serapan (A) pada panjang gelombang 680 nm. Hitung selisih serapan
(∆A) antara tabung B (pada t = 0 menit) dengan tabung U dari tiap suhu.
7. Buatlah tabel berikut ini
Suhu AB AU ∆A/menit (v)
0 oC
25 oC
Suhu ruang
37 oC
60 oC
100 oC
Pelaksanaan :
Pelaksanaan :
1. Encerkan liur 100x, 200x, 300x, 400x, dan 500x dengan air suling.
2. Siapkan 5 tabung reaksi yang bersih. Tiap tabung diberi tanda “B” untuk blanko
dan “U” unutuk di uji.
3. Pipet ke dalam tiap-tiap tabung.
Larutan Tabung B Tabung U
Larutan Pati 1 ml 1 ml
Diamkan pada suhu 37 C paling sedikit 5 menit
o
Tujuan :
ragi
Karbohidrat Etanol + CO2
anaerob
Hasil Percobaan :
Larutan KH Bau Etanol CO2 Isapan Ibu Jari
Pati
Sukrosa
Glukosa
Laktosa
Skema Percobaan :
2. Uji Schardinger
Tujuan :
1. Memperlihatkan, bahwa oksidasi dapat terjadi melalui dehidrogenasi suatu
substrat, dalam hal ini formaldehida.
2. Memperlihatkan adanya enzim dehidrogenase aerob, yaitu aldehid
dehidrogenase di dalam susu segar.
3. Memperlihatkan bahwa proses pasteurisasi merusak enzim.
Dasar : Aldehid dehidrogenase mengoksidasi formaldehid dengan cara
melepas hidrogen. Hidrogen ini dapat dipindahkan langsung ke oksigen udara menjadi H 2O2
atau ke suatu senyawa penerima, misalnya riboflavin atau biru metilen. Pada akhirnya,
senyawa penerima yang tereduksi tersebut akan menyerahkan H+ ke oksigen udara
membentuk H2O2. Hal itu tampak jelas bila menggunakan bila biru metilen sebagai penerima
hidrogen. Biru metilen tereduksi yang tidak berwarna (leuko biru metilen) pada permukaan
larutan susu akan teroksidasi kembali menjadi biru karena ada kontak dengan udara.
H+
H2O Metilen blue Leukometilen
anaerob
Pelaksanaan :
Hasil Percobaan :
Pertanyaan :
1. Tulis rx. Dehidrogenasi (dalam rumus kimia) dari formaldehid menjadi asam
format.
2. Mengapa susu yang telah dipasteurisasi memberikan hasil uji Schardinger
yang berbeda ?
Skema Percobaan :
3. Uji Peroksidase
Tujuan : Membuktikan adanya enzim peroksidase di dalam susu segar.
Dasar : Hidrogen peroksida akan direduksi oleh peroksidase dalam susu
menjadi H2O2.. Sebagai donor hidrogen digunakan guaiak. Guaiak yang teroksidasi akan
berwarna biru.
2 H2O2
2 H2O2 peroksidase
O2
Guaiak Guaiak Biru
Pelaksanaan :
Hasil Percobaan :
Susu Segar
Susu Pasteurisasi
Pertanyaan :
1. Apakah ada perbedaan antara susu segar dan susu yang di panaskan?
Mengapa
Jawaban :
Skema Percobaan :
4. Uji Oksidase dalam kentang
Tujuan : Membuktikan adanya enzim oksidase di dalam kentang.
Dasar : Polifenol oksidase (PPO) yang terdapat di dalam kentang akan
mengoksidasi fenol menjadi katekol yang kemudian menjadi kinon dan selanjutnya melalui
kondensasi membentuk senyawa berwarna coklat. PPO juga akan mengubah pirogalol
menjadi purpurogalin yang berwarna coklat.
Pelaksanaan :
PPO
Fenol Senyawa coklat + H2O2
O2
PPO
Asam Askorbat Asam dehidroaskorbat + H2O2
O2
Akibatnya, fenol yang ada, dalam buah – buahan, terlindung dari oksidasi sehingga
warna coklat tidak terbentuk.
Pelaksanaan :
Jawaban :
Skema Percobaan :
PRAKTIKUM 4
MAKANAN
Tujuan :
1.
Pelaksanaan :
1. Ambil 3 tabung reaksi, isi masing-masing 2 ml susu sapi dan ujilah dengan
larutan indikator yang berlainan.
- Metil merah (Methyl red) 2 % ( merah - kuning, pH : 4,2 - 6,2 )
- Fenol merah (Phenol red) 1 % ( kuning - merah, pH : 6,8 - 8,4 )
- Fenolftalein (Phenolphtalein) 1% (tak berwarna - merah, pH 8,3 -10)
2. Perhatikan dan kira – kira berapa pH susu yang di uji.
Skema Percobaan :
2. Uji Lemak
Tujuan :
Dasar : Lemak di dalam susu merupakan butir-butir kecil yang menyebabkan
susu kelihatan putih karena tidak dapat ditembus sinar (merupakan emulsi minyak dalam
air). Butir-butir kecil tersebut mempunyai selaput protein. Oleh karena adanya selaput ini,
maka jika susu dikocok dengan eter atau CCL4 lemak tersebut tidak dapat larut dalam eter
atau CCL4 tersebut.
Penambahan sedikit alkali akan merusak selaput ini, sehingga lemak dalam susu tersebut
dapat diekstraksi dengan eter atau CCL4.
Pelaksanaan :
Pelaksanaan :
1. Filtrat I yang didapatkan dari percobaan di atas dipanaskan dalam air mendidih.
Albumin dan globumin akan mengendap. Ini dikumpulkan dengan kertas
penyaring dan fitratnya ditampung untuk percobaan selanjutnya (Filtrat II).
2. Pada residu kita lakukan reaksi Xanthoprotein dan Millon
a) Uji Millon
- Masukkan suspensi yang akan diuji dalam tabung reaksi
sebanyak 2 ml.
- Tetesi larutan diatas dengan 2 ml lar. Millon dengan
menggunakan pipet.
- Amati perubahan warna yang terbentuk endapan putih
(merah).
b) Uji Xanthoprotein
- Masukkan suspensi yang akan diuji dalam tabung reaksi
sebanyak 2 ml.
- Tetesi larutan diatas dengan 10 tetes lar. HNO3 pekat dengan
menggunakan pipet (kuning).
- Tetesi larutan diatas dengan 10 tetes lar. NaOH pekat dengan
menggunakan pipet (orange).
- Amati perubahan warna yang terbentuk (sampai keunguan).
Skema Percobaan :
5. Uji Laktosa
Tujuan :
Dasar :
Pereaksi dan alat :
1. Tabung rx
2. Filtrat II dari uji Laktobumin dan Laktoglobumin
3. Larutan Fehling A
4. Larutan Fehling B
5. Pipet 2 ml
Pelaksanaan :
1. Sebagian dari filtrat yang didapat dari percobaan di atas (Filtrat II) dipakai untuk
menunjukkan adanya gula susu dengan percobaan Fehling.
- Masukkan filtrat II yang akan diuji dalam tabung reaksi sebanyak 1 ml.
- Tetesi larutan diatas dengan 2 ml lar. Heling A dan lar. Fehling B dengan
menggunakan pipet.
- Amati perubahan warna yang terbentuk endapan Cu2O (merah bata).
Skema Percobaan :
6. Uji Kalsium (Ca = Calcium)
Tujuan :
Dasar :
Pereaksi dan alat :
1. Tabung rx
2. Filtrat II dari uji Laktobumin dan Laktoglobumin
3. Larutan Ammonium oxalat
4. Pipet tetes
5. Pipet 2 ml
Pelaksanaan :
1. Ambillah sedikit dari Filtrat II, tetesi larutan amonium oksalat, beberapa saat
kemudian terjadilah endapan putih kalsium oksalat (Calcium oxalate).
2. Masukkan filtrat II yang akan diuji dalam tabung reaksi sebanyak 2 ml.
- Tetesi larutan diatas dengan 5 tetes lar. Ammonium oxalat dengan
menggunakan pipet.
- Amati perubahan warna yang terbentuk endapan Ca Oxalat (putih).
Skema Percobaan :
7. Uji Fosfor (P = Phosphor)
Tujuan :
Dasar :
Pereaksi dan alat :
1. Tabung rx
2. Larutan Ammonium Molibdat
3. Larutan HNO3 pekat
4. Pipet 2 ml
5. Pipet tetes
Pelaksanaan :
1. Ambillah sebagian dari filtrat II, tambahkan larutan amonium molibdat 10 tetes
dan HNO3 pekat satu tetes (untuk membebaskan fosfat dari anionnya). Timbul
endapan amonium fosfomolibdat yang berwarna kuning.
2. Masukkan filtrat II yang akan diuji dalam tabung reaksi sebanyak 2 ml.
- Tetesi larutan diatas dengan 10 tetes lar. Ammonium moliobdat dengan
menggunakan pipet.
- Tetesi lar. HNO3 pekat pada dinding tabung secara berhati-hati. Lakukan
pencamputran di dalam lemari asam.
3. Amati perubahan warna yang terbentuk endapan Amonium Phosphomolibdat
(putih)
Skema Percobaan :
PRAKTIKUM 5
PENCERNAAN MAKANAN
Tujuan :
Pelaksanaan :
1. Sediakan 3 tabung reaksi yang masing-masing diisi 1 ml saliva.
2. Tambahkan pada tabung pertama 1 tetes larutan Phenolphetalein.
3. Pada tabung kedua 1 tetes litmus
4. Tabung ketiga 1 tetes larutan merah congo.
5. Amati dan tentukan pH nya
Phenolphetalien 8.3 - 10.00 tak berwarna - merah
Litmus 5.0 - 8.0 merah - biru
Merah congo 3.0 - 5.2 biru - ungu - merah
*pH dari saliva berkisar antara 5.2 dan 8.0
Skema Percobaan :
2. Protein (terutama mucin, sedikit albumin, globulin, dan enzim-enzim)
Tujuan :
Dasar :
Pereaksi dan alat :
1. Saliva
2. Larutan NaOH 10%
3. Larutan CuSO4 1%
4. Pipet 1 ml
5. Pipet tetes
6. Tabung rx
Pelaksanaan :
1. Tambahkan pada 1 ml saliva (dalam tabung) reaksi 5 tetes NaOH 10 % ,
campur, lalu beri 2 tetes larutan CuSO4 1 % .
2. Akan terlihat perubahan warna menjadi biru-ungu.
3. Reaksi ini ialah reaksi biuret dan menunjukkan adanya protein.
Skema Percobaan :
3. Mucin
Tujuan :
Dasar : Mucin adalah glicoprotein yang tak dapat larut dalam air dan asam
encer, tetapi dapat larut dalam alkali encer.
Pereaksi dan alat :
1. Saliva
2. Larutan HCl 5%
3. Aquadest
4. Larutan NaOH 10%
5. Tabung rx
6. Pipet 1 ml
Pelaksanaan :
1. Tambahkan kedalam tabung reaksi yang berisi 2 ml saliva beberapa tetes
asam cuka 5%, apa yang terlihat?
2. Pada tabung reaksi yang berisi 1 ml saliva ditambahkan 5 ml Aqua.
Perhatikan mucin yang tak larut. Tambahkan 2 tetes NaOH 10%, mucin akan
larut.
Skema Percobaan :
4. Khlorida
Tujuan :
Dasar :
Pereaksi dan alat :
1. Saliva
2. Larutan HNO3 5%
3. Larutan AgNO3 1%
4. Tabung rx
5. Pipet tetes
Pelaksanaan :
1. Asamkan 1 ml saliva dengan 1 tetes HNO3 - 5 % , kemudian tambahkan 1 tetes
AgNO3 1 % .
2. Amati, apa yang terjadi ?
Skema Percobaan :
5. Sulfat
Tujuan :
Dasar :
Pereaksi dan alat :
1. Saliva
2. Larutan HCl2
3. Larutan BaCl2 2%
4. Tabung rx
5. Pipet tetes
Pelaksanaan :
1. Asamkan 1 ml saliva dengan 1 tetes HCl2 % dan tambahkan 1 tetes larutan
BaCl2 2%.
2. Amati, apa yang terjadi ?
Skema Percobaan :
6. Fosfat
Tujuan :
Dasar :
Pereaksi dan alat :
1. Saliva
2. Larutan HNO3 5%
3. Larutan ammonium molibdat
4. Tabung rx
5. Pipet tetes
6. Pipet 1 ml
7. Hotplate
Pelaksanaan :
1. Asamkan 1 ml saliva dengan 1 tetes HNO3 5% .
2. tambahkan 1 ml larutan ammonium molibdat dan panaskan sampai 65°C, akan
terjadi endapan kuning dari ammonium fosfomolibdat.
* Jika endapan tidak segera terbentuk, diamkan kira-kira 10 menit dengan
kadang-kadang diaduk dan dipanaskan.
Skema Percobaan :
7. Kalsium
Tujuan :
Dasar :
Pereaksi dan alat :
1. Saliva
2. Larutan HCl2 5%
3. Larutan ammonium oxalat jenuh
4. Tabung rx
5. Pipet tetes
Pelaksanaan :
1. Asamkan 1 ml saliva dengan 1 tetes asam cuka 5 % dan tambahkan 1 tetes
larutan amonium oxalat jenuh.
2. Amati, akan terjadi endapan dari Ca Oxalat.
Skema Percobaan :
8. Nitrit
Tujuan :
Dasar :
Pereaksi dan alat :
1. Saliva
2. Larutan H2SO4 5%
3. Larutan KI
4. Larutan amilum 1%
5. Tabung rx
6. Pipet tetes
Pelaksanaan :
1. Asamkan 1 ml saliva dengan 1 tetes H2SO4 5 %.
2. Tambahkan 2 tetes larutan KI yang baru dan 1 tetes larutan amilum 1 %, akan
terbentuk asam nitrit, dan yodium yang dibebeskan akan memberi warna biru
dengan amilum.
Skema Percobaan :
9. Thiocianat
Tujuan :
Dasar :
Pereaksi dan alat :
1. Saliva
2. Larutan FeCl3 2%
3. Larutan HCl2 5%
4. Larutan HgCl2 2%
5. Tabung rx
6. Pipet tetes
Pelaksanaan :
1. Dalam tabung reaksi yang berisi 1 ml saliva, tambahkan 1 tetes larutan (FeCl3)
ferri clhorida 2 % dan 3 tetes HCl 5 % .
2. Warna merah yang terbentuk menunjukkan adanya garam thiocianat yang
membentuk komplek ion dengan Fe+++ atau dapat disebabkan karena
terbentuknya ferri fosfat.
3. Bila warna merah tadi dikarenakan garan thiocianat maka pada pemberian 3
tetes larutan HgCl2 2%, warna merah akan hilang karena terbentuk
mercurirhodanida.
4. Amati, apa yang terjadi ?
Skema Percobaan :
10. Ptyalin
Tujuan :
Dasar :
Pereaksi dan alat :
1. Saliva
2. Larutan amilum 1%
3. Larutan lugol (I-KI)
4. Tabung rx
5. Pipet tetes
6. Pipet tetes skala 1 ml
Pelaksanaan :
1. Lakukanlah percobaan Fehling terhadap larutan amilum 1%. Perhatikan reaksi
yang terjadi?
2. Pada larutan amilum 1% , teteskan 1-2 tetes larutan lugol (I-KI). Warna apa
yang terlihat ?
3. Dalam tabung reaksi yang berisi 3 ml larutan amilum 1%, dan masukkan 0,5 ml
ludah yang telah disaring. Sesudah beberapa saat larutan tersebut akan
menjadi jernih. Apa yang terjadi ?
4. Pada larutan yang sudah menjadi jernih tadi lakukanlah percobaan- percobaan
seperti tertulis pada ad 1 dan 2. Apa yang terjadi ?
Skema Percobaan :
PRAKTIKUM 6
Tujuan :
Pelaksanaan :
1. Reaksi Pettenkoffer.
Ke dalam tabung reaksi masukkan 2 ml larutan empedu yang telah
diencerkan 10x , beri 1 tetes sukrosa 10%, campur.
Kemudian tuangkan H2SO4 pekat kira-kira 2 ml pelan-pelan pada
dinding tabung reaksi tersebut yang dimiringkan.
Setelah beberapa waktu akan kelihatan lingkaran yang berwarna
merah.
2. Reaksi Hay
Ambilah 2 tabung reaksi yang agak besar. Yang satu diisi dengan air,
dan yang lain diisi dengan larutan empedu encer, sampai kira-kira
setengah tabung reaksi.
Pada permukaan dari kedua cairan tersebut ditaburkan bubuk belerang
(sulfur) dan biarkan untuk beberapa saat. Lihat perbedaannya !
3. Reaksi Gmellin
Tambahkan kedalam tabung reaksi yang berisi 2 ml saliva beberapa
tetes HCl 5 % , apa yang terlihat ?
Pada tabung reaksi yang berisi 1 ml saliva ditambahkan 5 ml Aqua.
Perhatikan mucin yang tak larut. Tambahkan 2 tetes NaOH 10 %,
mucin akan larut.
Skema Percobaan :
2. Indol
Tujuan :
Dasar : Indol adalah hasil pembusukan asam amino triptofan oleh bakteri usus.
Indol ini terserap masuk ke dalam peredaran darah dan akan mengalami
proses detoksifikasi di hati dengan cara pengikatan dengan sulfat
menjadi indoksil sulfat. Indoksil sulfat akan dikeluarkan melalui urine
dalam bentuk indikan (indican) yaitu bentuk garam K /Na-nya. Adanya
indikan dapat ditunjukkan dengan reaksi Jolles dan reaksi Obermeyer.
Reaksi Jolles. Prinsipnya, indoksil sulfat yang dalam urine
berbentuk sebagai garam K-nya oleh HCl diubah menjadi indoksil.
Indoksil oleh FeCl3 dioksidasi menjadi indigo biru (bila oksidasi
berjalan cepat) atau indigo merah (bila oksidasi berjalan lambat).
Timol (naftol) melambatkan oksidasi sehingga warna yang
terbentuk lebih merah
Pereaksi dan alat :
1. Tabung rx
2. Urine
3. Larutan timol 5% dalam alkohol
4. Larutan Chloroform
5. Pipet 1 ml, 5 ml
6. Larutan FeCl3 0.3 % dalam HCL 37 % .
Pelaksanaan :
1. Reaksi Jolles
- Ke dalam tabung reaksi masukkan 5 ml urine dan 15 tetes larutan timol
5% dalam alkohol (baru dibuat).
- Tabung ditutupi, dibalik-balik, lalu ditambah 5 ml larutan FeCl3 0.3 %
dalam HCL 37 % .
- Campur lagi dengan cara membalik-balikkan tabung. Kemudian
masukkan 1 ml chloroform.
- Tabung dibalik-balik dengan pelan sebanyak 10 kali. Lapisan
chloroform akan berwarna merah violet.
Skema Percobaan :
3. Vitamin
Tujuan :
Dasar :
- Vitamin A (Axerophthol), axerophthol dapat ditunjukkan dengan menggunakan
reaksi Carr dan Price. Apabila larutan SbCl3 dalam chloroform dicampur
dengan larutan yang mengadung Vit. A, maka akan terjadi warna biru.
- Vitamin B1 (Thiamin), reaksi ini didasarkan atas kenyataan bahwa vit. B1
mudah dioksidasi oleh bahan oksidator lemah dalam suasana alkali membentuk
thiochroom. Thiochroom dapat di ekstraksi oleh isobutil alkohol dan memberi
fluoresensi biru di bawah sinar ultra violet.
- Vitamin. B2 (Riboflavin), Riboflavin menunjukkan fluoresensi hijau dibawah
sinar ultra violet.
- Vitamin C (Asam Askorbat), penentuan kadar vit. C biasanya dilakukan
berdasarkan daya reduksi yang kuat dari vit. C. Salah satu cara ialah
menggunakan 2,6 di-chlorophenol-indophenol, suatu senyawa yang berwarna
biru dalam keadaan basa. Oleh vit. C zat warna ini direduksi menjadi senyawa
yang tak berwarna. Kelebihan 2,6 dichlorophenol indophenol dalam suasana
asam berwarna merah. Reaksi ini tidak khusus untuk vit C. oleh karena zat
warna tersebut dapat pula direduksi oleh senyawa-senyawa reduktor yang lain.
Pelaksanaan :
1. Vitamin A
- Ke dalam tabung reaksi kering teteskan satu tetes minyak ikan dan
5 - 6 tetes chloroform kering.
- Kemudian tambahkan 1 - 2 tetes asam cuka anhidrida (untuk
menghilangkan sisa - sisa air ) dan 20 tetes antimonium trichlorida
dalam chloroform yang baru dan jenuh.
- Terjadilah sekarang warna biru, yang dalam beberapa detik
mencapai maksimumnya, kemudian berubah menjadi biru keabu-
abuan.
- Campur lagi dengan cara membalik-balikkan tabung. Kemudian
masukkan 1 ml chloroform.
- Tabung dibalik-balik dengan pelan sebanyak 10 kali. Lapisan
chloroform akan berwarna merah violet
2. Vitamin B1 (Thiamin)
1 ml larutan vit. B1 diberi 1 ml metil alkohol dan 0,6 ml NaOH
40%.
Tambahkan 3 tetes larutan K3Fe(CN)6 dan 5 ml isobutil alkohol.
Tabung dibalik-balik beberapa kali, supaya vit. B1 terlarut dalam
isobutil alkohol.
Lihatlah hasilnya dibawah sinar ultraviolet ! (Perhatikan warna
fluoresensinya)
3. Vitamin B2 (Riboflavin)
Ke dalam tabung pemusing masukkan 5 ml alkohol 80 %,
kemudian masukkan 2 ml susu sapi dan kocok. Suspensikan lalu
di pusingkan.
Ambil fitratnya, pindahkan ke dalam tabung yang kering
Lihat di bawah sinar ultraviolet.
DARAH
Tujuan :
Pelaksanaan :
1. Sediakan 3 buah tabung reaksi. Masukkan pada masing-masing tabung 5 ml darah
dengan pengenceran 800x, 1600x, dan 3200x.
2. Sediakan 1 buah tabung reaksi dan masukkan 5 ml darah dengan pengenceran
800x. Panaskan tabung sampai mendidih, kemudian dinginkan dengan merendam
dalam air.
3. Teteskan 10 tetes larutan guaiak ke dalam tiap tabung sehingga timbul kekeruhan.
4. Tambahkan 2-3 tetes H2O2 3% ke dalam tiap tabung.
5. Perhatikan dan catat perubahan warna biru yang terjadi.
Hasil Percobaan :
Bahan Warna yang terbentuk
Darah segar
Darah dipanaskan
Darah encer segar
Darah encer dipanaskan
Pertanyaan :
1. Apakah ada perbedaan antara darah segar dengan darah yang dipanaskan? Mengapa?
2. Zat – zat lain pakah yang memperlihatkan hasil positif dengan percobaan guaiak?
Jawaban :
Skema Percobaan :
1.2. Sel darah merah Uji oksihemoglobin dan deoksihemoglobin
Tujuan : Membuktikan bahwa hemoglobin dapat mengikat oksigen menjadi
HbO2 dan senyawa ini dapat terurai kembali menjadi deoksi Hb dan
O2 .
Dasar : Dalam keadaan tereduksi Fe dalam Hb dapat mengikat dan
melepaskan O2.
Hb (Fe2+) + O2 Hb (Fe2+) O2
Deoksi Hb (Hb) Oksi Hb (Hb O2)
Dalam lingkungan udara biasa, Hb segera mengikat O2 menjadi HbO2. Di dalam
tabung reaksi HbO2 akan melepaskan O2 pada penambahan pereaksi Stokes
(pereduksi).
Pereaksi dan alat :
1. Suspensi darah
2. Pereaksi Stokes
3. Larutan ammonium hidroksida (NH4OH)
4. Tabung rx
5. Pipet 2 ml, 5 ml
6. Aquades
Pelaksanaan :
A. Oksihemoglobin
1. Ke dalam tabung rx masukkan 2 ml darah + 6 ml aquades. Campur dengan
baik, perhatikan dan catat terbentuknya HbO2 yang berwarna merah, karena
bereaksi dengan oksigen.
2. Bagilah menjadi 2 tabung masing-masing berisi 4 ml. Tabung 1 digunakan
sebagai kontrol.
B. Pembentukan deoksihemoglobin
1. Pipet ke dalam suatu tabung reaksi 2 ml pereaksi Stokes dan tambahkan
NH4OH secukupnya untuk melarutkan endapan yang segera terbentuk.
2. Pada salah satu tabung yang berisi HbO2 dari percobaan A teteskan tetes
pereaksi Stokes dari percobaan B. Perhatikan dan catat warna deoksi Hb yang
terbentuk dan bandingkan dengan warna HbO2 dalam tabung yang satu lagi
pada percobaan A2 (tabung kontrol).
C. Pembentukan kembali HbO2 dari deoksiHb
1. Kocok kuat-kuat tabung yang berisi deoksiHb (hasil percobaan B2). Perhatikan
dan catat warna HbO2 yang kemballi terbentuk. O2 yang diikat oleh Hb ini
berasal dari udara. Deoksigenasi dan reoksigenasi dapat dilakukan berulang-
ulang.
Hasil Percobaan :
Tabung 1 2 3
Oksihemoglobin Deoksihemoglobin Rx.Deoksihemoglobin
Warna yang
terbentuk
Pertanyaan :
Jawaban :
Skema Percobaan :
1.3. Uji pembentukan methemoglobin
Tujuan : memperlihatkan, bahwa bila besi di dalam Hb yang terbentuk ferro
(Fe2+) dioksidasi menjadi bentuk ferri (Fe3+), warna hb berubah
menjadi gelap dan tidak mampu lagi mengikat oksigen.
Dasar : Oksidasi Fe2+ dalam Hb oleh suatu oksidator, kalium ferrisianida
K3Fe(CN)6 sehingga terbentuk Hb(Fe3+) atau disebut jg metHb,
seperti rx berikut :
Hb(Fe2+) + 4 K3Fe(CN)6 Hb(Fe3+) + 3 K4Fe(CN)6
Hb(Fe3+) atau metHb ini tidak lagi dapat mengikat oksigen
MetHb + O2 tidak ada reaksi
Pereaksi dan alat :
1. Suspensi darah
2. Larutan K3Fe(CN)6 10% dibuat baru
3. Pereaksi Stokes
4. Larutan NH4OH
5. Tabung rx
6. Pipet 2 ml, 5 ml, dan 10 ml
7. Aquades
Pelaksanaan :
1. Ke dalam tabung rx masukkan 2 ml darah + 9 ml aquades. Bagi campuran ini
ke dalam 2 tabung rx, masing – masing 5 ml.
2. Tabung 1 tambahkan beberapa tetes K3Fe(CN)6. Perhatikan dan catat
perubahan warna yang terjadi.
3. Kocok tabung kuat-kuat. Perhatikan dan catat perubahan warna.
4. Tambahkan beberapa tetes pereaksi Stokes yang telah diberi NH4OH
(percobaan 2). Perhatikan apakah ada perubahan warna. Kocok kuat-kuat,
apakah ada perubahan warna.
5. Tabung 2 direndam dalam air hangat (±40 oC). Tambahkan beberapa tetes
K3Fe(CN)6. Perhatikan dan catat perubahan warna juga gelembung yang
terbentuk.
Hasil Percobaan :
Tabung 1 2
Darah hemolisis 5 ml 5 ml
Direndam air hangat ±40 oC - Tabung direndam
Larutan K3Fe(CN)6 10% Beberapa tetes Beberapa tetes
Perhatikan dan catat perubahan
warna juga gelembung yang
terbentuk.
pereaksi Stokes yang telah diberi
Beberapa tetes -
NH4OH
Kocok tabung kuat-kuat. Beberapa tetes -
Perhatikan perubahan warna
Pertanyaan :
1. Suspensi darah ditambah beberapa tetes K3Fe(CN)6 dikocok kuat – kuat dan
berdasarkan warna yang terbentuk apakah HbO2 terbentuk kembali ? mengapa ?
2. Jelaskan gas apa yang terbentuk pada tabung kedua dan mengapa hal itu terjadi pada
tabung pertama ?
Jawaban :
Skema Percobaan :
1.4. Hemolisis sel darah merah
Tujuan : Memperlihatkan bahwa membran sel darah merah dapat
mengalami lisis dalam pelarut organik.
Dasar : membran sel darah merah antara lain mengandung lipid. Bila
SDM dimasukkan ke dalam larutan yang mengandung pelarut
organik, maka lipid membran akan larut, sehingga terjadi hemolisis.
Pereaksi dan alat :
1. Suspensi darah
2. NaCl 0,9%
3. Kloroform
4. Eter
5. Aseton
6. Toluen
7. Alkohol
Pelaksanaan :
1. Masukkan 10 ml NaCl 0,9% ke dalam 6 masing-masing tabung reaksi.
2. Tabung 1 digunakan sebagai kontrol, tabung 5 lainnya tambahkan masing-
masing 2 tetes Kloroform, Eter, Aseton, Toluen, dan Alkohol secara berurutan.
3. Tambahkan kedalam tiap tabung 2 tetes suspensi darah, campur dengan
membalikkan secara perlahan, biarkan 30 menit (jangan dikocok) perhatikan
warna yang terbentuk pada larutan bagian atas dan bandingkan dengan
kontrol.
Hasil Percobaan :
Pelarut Hemolisis
Kontrol (NaCl 0,9%)
Kloroform
Eter
Aseton
Toluen
Alkohol
Skema Percobaan :
1.5. Pengaruh pelarut kimia terhadap membran sel darah merah
Tujuan : Memperlihatkan pengaruuh larutan hiper/hipotonik terhadap
membran sel darah merah.
Dasar : SDM akan mengerut bila berada dalam larutan hipertonik
terhadap tekanan osmotik plasma. Dalam larutan yang hipotonik,
cairan dari luar sel masuk ke dalam sel sehingga SDM akan
membengkak, dan akhirnya terjadi hemolisis. Hb dalam SDM larut
dalam larutan, sehingga memberi warna merah jernih pada larutan.
Pelaksanaan :
1. Sediakan 10 tabung rx dan isi dengan campuran berikut ini :
Tabung Aquadest (ml) NaCl 2% (ml) % NaCL
1 10 0
2 9 1
3 8 2
4 7,5 2,5
5 7 3
6 6,5 3,5
7 6 4
8 5,5 4,5
9 5 5
10 4,5 5,5
2. Campur dengan baik
3. Tambahkan 2 tetes suspensi darah ke dalam setiap tabung dan campur
dengan membalikkan perlahan. Diamkan 1 jam.
4. Perhatikan dan catat derajat hemolisis pada tiap tabung.
Hasil Percobaan :
Tabung Kadar NaCl Hemolisis
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Pertanyaan :
Jawaban :
Skema Percobaan :
1.6. Kolestrol (Metode Enzimatik CHOD-PAP)
Tujuan :
1. Untuk mengetahui pemeriksaan fraksi lemak (Kolestrol, LDL, trigliserida)
2. Melihat pengaruh makanan berlemak terhadap peningkatan fraksi lemak.
Dasar : Kolestrol ditemukan setelah hidrolisa enzimatik dan oksidasi. Zat
warna quinoneimin terbentuk dari hydrogen peroksida dan 4-
aminoantipirin dengan adanya fenol dan peroksida.
Kolestrolesterase
Kolestrol ester + H2O kolestrol + as.Lemak
Kolestroksidase
Kolestrol ester + H2O + O2 kolestrol-3-one + H2O2
POD
H2O2 + 4-aminoantipirin + fenol turunan zat warna quinoneimin + 4 H2O2
- Peroksidase 20 𝜇𝑘𝑎𝑡
3. Tabung reaksi
4. Mikropipet
5. Standar kolestrol 200 mg/dl
6. Spektrofotometer
Pelaksanaan :
1. Siapkan 3 tabung reaksi bersih dan kering. Beri tanda dengan :
Tambahkan ke dalam tabung Sampel Standar Blanko
Serum atau plasma 20 µl - -
Larutan standar - 20 µl -
Reagensia warna 2 ml 2 ml 2 ml
2. Campurkan baik-baik dan biarkan selama 5 menit pada suhu 37oC atau 10
menit pada suhu ruangan.
Perhitungan :
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Kadar Total Kolestrol = 𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
× 200 𝑚𝑔/𝑑𝑙
Nilai normal < 200 mg/dl dan dicurigai jika 220 – 260 mg/dl
Skema Percobaan :
1.7. Trigliserida (Metode Enzimatik GPO-PAP)
Tujuan : Untuk mengetahui pemeriksaan fraksi lemak (Kolestrol, LDL,
trigliserida)
Dasar : Trigliserida ditentukan setelah hidrolisa enzimatik dengan lipase.
Zat warna quinoneimin terbentuk dari hidrogen peroksida, 4-
aminoantipirin, dan 4-klorofenol dengan katalisator peroksidase.
LP (lipase)
Trigliserida + H2O kolestrol + as.Lemak
Gliserol kinase
Gliserol + ATP gliserol-3-fosfat + ADP
GPO
Gliserol-3-fosfat + O2 kolestrol-3-one + H2O2
POD
2 H2O2 + 4-aminoantipirin + 4-klorofenol quinoneimin + HCl + 4 H2O2
- 4-klorofenol : 6 mmol/l
3. Tabung reaksi
4. Mikropipet
5. Spektrofotometer
Pelaksanaan :
1. Siapkan 3 tabung reaksi bersih dan kering. Beri tanda dengan :
Tambahkan ke dalam tabung Sampel Standar Blanko
Serum atau plasma 20 µl - -
Larutan standar - 20 µl -
Reagensia warna 2 ml 2 ml 2 ml
2. Campurkan baik-baik dan biarkan selama 20 menit pada suhu kamar.
3. Dalam waktu 30 menit, baca absorban sampel dan standar terhadap blangko
pada panjang gelombang 510 nm.
Perhitungan :
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Kadar Trigliserida = 𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
× 200 𝑚𝑔/𝑑𝑙
Skema Percobaan :
1.8. HDL-Kolestrol (Metode Fosfotungstat)
Tujuan :
Dasar : Dengan asam fosfotungstat dan magnesium klorida maka
kilomikron, VLDL (Very Low Density Lipoprotein) dan LDL (Low
Density Lipoprotein) akan mengendap (presipitasi). Supernatan
yang jernih (setelah sentrifugasi) dipergunakan untuk menentukan
HDL-Kolestrol dengan metode CHOD-PAP.
Pereaksi dan alat :
1. Suspensi darah
2. Reagensia pengendap
- Asam fosfotungstat 0,55 mmol/l
- Magnesium klorida 0,25 mmol/l
3. Reagensia warna enzimatik kolestrol
4. Standar kolestrol 100 mg/dl
5. Tabung reaksi
6. Mikropipet
7. Sentrifugs
8. Spektrofotometer
Pelaksanaan :
A. Metode 1
1. Siapkan tabung reaksi bersih dan kering. Beri tanda dengan :
Tambahkan ke dalam tabung Sampel
Serum atau plasma 200 µl
Reagensia pengendap 0,5 ml
2. Campurkan baik-baik dan biarkan selama 15 menit pada suhu 20 - 25oC.
Sentrifugasi selama 10 menit pada kecepatan 4000rpm atau 2 menit pada
kecepatan 12000rpm. Setelah pemusingan dapat ditentukan kolestrol didalam
supernatan.
3. Siapkan 3 tabung reaksi bersih dan kering. Beri tanda dengan :
Tambahkan ke dalam tabung Sampel Standar Blanko
Serum atau plasma 20 µl - -
Larutan standar - 20 µl -
Reagensia warna 2 ml 2 ml 2 ml
4. Campurkan baik-baik dan biarkan selama 5 menit pada suhu 37oC atau 10
menit pada suhu ruangan.
5. Ukur dan baca absorban sampel dan standar terhadap blangko pada panjang
gelombang 500 nm.
Perhitungan :
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Kadar HDL − Kolestrol = 𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
× 100 𝑚𝑔/𝑑𝑙
Pelaksanaan :
Drabkin’s reagent 5,0 ml
Darah 20 ɥl
1. Bilas pipet dengan campuran pereaksi, campurkan benar-benar.
2. Sesudah 3 menit pindahkan isi tabung rx ke dalam kuvet.
3. Baca absorbans pada panjang gelombang 546 nm.
Hasil Percobaan :
Perhitungan kadar Hb = absorbans x 36,8 g Hb/dl
Nilai normal :
Laki – laki 14 – 18 g Hb/dl
Perempuan 12 – 16 g Hb/dl
Bayi (0-4 minggu) 16 – 25 g Hb/dl
Anak (1 bulan – 2 tahun) 10 – 15 g Hb/dl
Anak (2 – 6 tahun) 11 – 14 g Hb/dl
Anak (6 – 12 tahun) 12 – 16 g Hb/dl
Skema Percobaan :
2.2. Glukosa Darah (Metode enzimatik GOD – PAP )
Tujuan :
Dasar : Glukosa Oksidase (GOD) mengkatalisa oksidasi dari glukosa
menurut persamaan
Glukosa + O2 + H2O GOD As. Glukonat + H2O2
Hidrogen peroksida yang terbentuk bereaksi dengan 4 –
aminoantipyrin, dan 2,4 diklorfenol. Dengan adanya peroksidase
(PGD) dan menghasilkan antipyrilquinimin, yakni suatu zat warna
merah. Intensitas warna sebanding dengan kadar glukosa, diukur
secara fotometrik.
Pereaksi dan alat :
1. Reagen warna (fosfat buffer 200 mmol/liter, GOD 205 kat, POD 20 kat, 4 –
aminoantipyrin 0,75 mmol/liter, 2,4 diklorfenol 1 mmol/liter)
2. Standar glukosa 100 mg/dl
3. Pipet
4. Tabung reaksi
5. Spektrofotometer
6. Mikropipet 20 ɥl
Pelaksanaan :
1. Siapkan 3 buah tabung rx bersih dan kering.
Tambahkan ke dlm tabung Sampel Standar Blanko
Lar. Standar - 20 ɥl -
Reagensia warna 2 ml 2 ml 2 ml
2. Campurkan baik – baik & inkubasi selama 15 menit pada temperatur kamar
dalam waktu 30 menit. Ukur absorban sampel dan standar terhadap blanko
pada panjang gelombang 510 nm.
Hasil Percobaan :
Perhitungan
𝐴𝑏𝑠 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
kadar Glukosa = 𝑥 100 𝑚𝑔/𝑑𝑙
𝐴𝑏𝑠 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
Skema Percobaan :
PRAKTIKUM 8
URINE
Pelaksanaan :
1. Urin hari pertama dibuang pada waktu yang telah ditentukan (misalnya jam 6
pagi).
2. Semua urin mulai waktu itu sampai dengan waktu yang sama pada hari
berikutnya dikumpulkan.
3. Seluruh urin harus disimpan dalam keadaan dingin dengan toluen sebagai
pengawet.
Hasil Percobaan :
Volume total urin 24 jam =
Pertanyaan :
Jawaban :
Skema Percobaan :
1.2. pH Urin
Tujuan : pH urin ditentukan dengan indikator universal, urine yang
digunakan adalah urin 24 jam.
Dasar : Urin dapat bersifat asam, netral atau basa dengan pH antara 4,7
– 8,0. Tetapi urin yang dikumpulkan selama 24 jam biasanya
bersifat asam. Urin yang diambil pada waktu – waktu tertentu
mempunyai pH yang berbeda-beda. Beberapa waktu setelah
makan, urin akan bersifat netral bahkan alkalis. Ini disebut alkalin
fermentation. Hal ini disebabkan oleh bakteri dan pH urin menjadi
basa.
Pereaksi dan alat : strip indikator universal, gelas kimia, dan kertas pH
Skema Percobaan :
1.3. Bau, Warna, dan Kekeruhan
Tujuan :
Dasar : Urin yang baru dikeluarkan mempunyai bau khas. Bila urin
mengalami dekomposisi, timbul bau amonia yang tidak enak. Pada
penderita diabetes melitus dengan ketosis maka urin akan berbau
aseton.
Warna urin berbeda-beda sesuai dengan kepekatannya tetapi
dalam keadaan normal urin berwarna kuning muda. Warna
terutama disebabkan oleh pigmen urokom yang berwarna kuning &
sejumlah kecil oleh uroblin & hematoporfinin.
Dalam keadaan demam karena pemakatan, warna urin berubah
menjadi kuning tua atau agak coklat. Pada penyakit hati, pigmen
empedu dapat menyebabkan urin menjadi hijau, coklat atau kuning
tua. Darah menyebabkan warna urin merah, sedangkan
methemoglobin atau asam hemogentisat menyebabkan warna urin
coklat tua.
Urin normal biasanya jernih pada waktu dikeluarkan, tetapi bila
dibiarkan dalam waktu lama akan timbul kekeruhan disebabkan
oleh nukleoprotein atau sel-sel epitel. Selain itu pada urin yang
alkalis, kekeruhan dapat disebabkan ileh endapan fosfat
sedangkan urin asam biasanya disebabkan oleh endapan urat.
Pereaksi dan alat : Gelas kimia
Pelaksanaan : Catat bau, warna dan kekeruhan urin sewaktu, pagi hari dan urin
24 jam.
Hasil Percobaan :
Bau =
Warna =
Kekeruhan =
Skema Percobaan :
Skema Percobaan :
2.2. Belerang
Tujuan :
Dasar : Dalam keadaan normal, 1 gram belerang dikeluarkan dalam 24
jam. Belerang adalah zat sisa metabolisme asam aminno yang
mengandung S, (tiosulfat, sulfida, dsb). Belerang yang
diekskresikan terdapat 2 bentuk yakni :
Belerang yang tak teroksidasi (netral), dengan adanya
katalisator Zn, belerang yang terdapat dalam urin bereaksi
dengan HCl encer menghasilkan gas H2S yang baunya
sangat khas dimana gas ini dapat diidentifikasi dengan
menghitamnya kertas saring yang telah direndam dengan
Pb asetat membentuk PbS (endapan hitam).
Belerang yang teroksidasi sulfat organik dan sulfat
eterial.
Tes Obermeyer akan mengoksidasi gugus indoksil membentuk
warna biru indigo yang larut dalam kloroform.
Skema Percobaan :
2.3. Fosfat
Tujuan :
Dasar : Pada umunya jumlah ekskresi fosfat melalui urin kira-kira 1,1
gram/24 jam. Sebagian besar dalam bentuk fosfat anorganik dan
hanya 1 – 4% dalam bentuk fosfat organik. Jumlah fosfat
meningkat pada beberapa penyakit, misalnya hiperparatitoidisme,
penyakit tulang (osteomalasia, ricketsia, dsb.). sedangkan ekskresi
fosfat menurun pada hipoparatitoidisme, penyakit ginjal, kehamilan,
dll.
Pereaksi dan alat :
1. Tabung reaksi
2. Urin
3. Larutan urea 10%
4. Perekasi molibdat spesial
5. Larutan ferrosulfat spesial.
Pelaksanaan :
1. Masukkan 5 ml urin + 1 ml lar. Urea 10% dan 10 ml perekasi molibdat spesial.
2. Campur dan tambahkan 1 ml lar. Ferosulfat spesial. Warna biru yang
terbentuk menunjukkan adanya fosfat.
Skema Percobaan :
2.4. Amonia
Tujuan :
Dasar : Amonia merupakan hasil akhir metabolisme protein yang
mengandung N. Ini merupakan kedua yang terpenting setelah urea.
Dalam urin, amonia terdapat dalam bentuk garam ammonium dan
jumlahnya kira-kira 0,7 gram/24 jam atau 2,5 – 4,5 % dari nitrogen
total/24 jam.
Pereaksi dan alat :
1. Tabung rx
2. Urin
3. Larutan NaOH
4. Kertas lakmus
Pelaksanaan :
1. Masukkan beberapa ml NaOH pada 2 ml urin sehingga reaksinya alkalis
(caranya dengan melihat perubahan warna dari kertas lakmus, jika kertas
lakmus berubah menjadi biru hentikan penambahan NaOH).
2. Panaskan, perhatikan bau yang timbul dan uji uap yang terbentuk dengan
kertas lakmus yang dibasahi.
Skema Percobaan :
3. ZAT – ZAT PATOLOGIK DALAM URIN
3.1. Zat – zat keton
Tujuan : memeriksa adanya zat – zat keton dalam urin
Dasar : Yang termasuk zat-zat keton adalah asam asetoasetat, β-
hidroksibutirat dan aseton. Zat –zat ini merupakan zat antara pada
pemecahan asalm lemak di dalam hati dan selanjutnya mengalami
pemecahan pada jaringan ekstrahepatik. Pada beberapa keadaan
patologik, terjadi penimbunan zat-zat keton dalam darah
(ketonemia) dan dikeluarkan melalui urin dalam jumlah besar
(ketonuria). Keadaan ini disebut ketosis.
Pereaksi dan alat :
1. Tabung reaksi
2. Urin
3. Kristal Amonium sulfat
4. Larutan Na-nitroprussid 5%
5. Ammonium hidroksida pekat
Pelaksanaan :
1. Masukkan 5 ml urin, bubuhkan kristal Amonium sulfat sampai jenuh.
(penambahan ditereuskan sedikit demi sedikit, jika dikocok kristal Amonium
sulfat tidak larut lagi maka hentikan pu
2. 5% dan 1 – 2 ml lar. Ammonium hidroksida pekat.
3. Campurkan dan biarkan selama 30 menit. Terbentuknya warna ungu
menyatakan adanya zat-zat keton.
Pertanyaan :
Jawaban :
Skema Percobaan :
3.2. Darah
Tujuan :
Dasar : Bila darah dalam urin terdapat darah, keadaan ini disebut
hematuria atau hemoglobinuria. Hematuria terjadi karena darah
masuk ke dalam urin, misalnya pada radang atau kerusakan ginjal,
dan saluran kemih. Sedangkan hemoglobinuria terjadi karena
hemolisis sehingga hemoblin dibebaskan. Ini dapat terjadi pada
penyakit malaria, rx tranfusi atau kongenital.
Darah dapat diperiksa secara mikroskopik atau kimia. Secara kimia
yaitu dengan tes yang diketahui sebagai benzidin
test/orthotoluidine test atau dapat pula dengan tes guaiak.
Pereaksi dan alat :
1. Tabung reaksi
2. Urin
3. Reagen guaiak 1% dalam alkohol
4. Larutan H2O2 3%
5. Pipet
6. Hotplate
Pelaksanaan :
1. Pipet 5 ml urin dan 3 ml BaCl2 10%. Campurkan kemudian saring.
2. Bentangkan kertas saring di atas corong biarkan hingga kering. Teteskan 2 –
3 tetes reagen fouchet diatas kertas saring berisi endapan tersebut.
Terbentuknya warna hijau menandakan bilirubin positif.
Skema Percobaan :