Konseling Obat
Konseling Obat
Konseling Obat
1. Konseling
a. Pengertian Konseling
Konseling berasal dari kata counsel yang artinya memberikan saran,
melakukan diskusi dan pertukaran pendapat (Depkes RI, 2006). Konseling adalah
suatu proses komunikasi dua arah yang sistematik antara apoteker dan pasien
untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan obat dan
pengobatan. Apoteker harus senantiasa memberikan konseling mengenai sediaan
farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat
memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari
penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan lainnya
(Depkes RIa, 2004).
Kegiatan konseling dapat diberikan atas inisiatif langsung dari apoteker
mengingat perlunya pemberian konseling karena pemakaian obat-obat dengan cara
penggunaan khusus, obat-obat yang membutuhkan terapi jangka panjang sehingga
perlu memastikan untuk kepatuhan pasien meminum obat (Depkes RI, 2006).
b. Tujuan Konseling
1) Tujuan Umum
a) Meningkatkan keberhasilan terapi
b) Memaksimalkan efek terapi
c. Manfaat Konseling
Manfaat Konseling bagi pasien antara lain: menjamin keamanan dan efektifitas
pengobatan, mendapatkan penjelasan tambahan mengenai penyakitnya, membantu
dalam merawat atau perawatan kesehatan sendiri, membantu pemecahan masalah
terapi dalam situasi tertentu, menurunkan kesalahan penggunaan obat,
meningkatkan kepatuhan dalam menjalankan terapi, Menghindari reaksi obat yang
tidak diinginkan, meningkatkan efektifitas dan efisiensi biaya kesehatan.
Sedangkan bagi apoteker antara lain: menjaga citra profesi sebagai bagian dari tim
pelayan kesehatan, mewujudkan bentuk pelayanan asuhan kefarmasian sebagai
tanggung jawab profesi apoteker, menghindarkan apoteker dari tuntutan karena
kesalahan penggunaan obat (medication error), suatu pelayanan tambahan untuk
menarik pelanggan sehingga menjadi upaya dalam memasarkan jasa pelayanannya
(Depkes RI, 2006).
d. Sasaran Konseling
1) Konseling Pasien Rawat Jalan
Pemberian konseling pada pasien rawat jalan dapat diberikan pada saat
pasien mengambil obat di apotik. Pemilihan tempat konseling tergantung dari
kebutuhan dan tingkat kerahasiaan / kerumitan akan hal-hal yang perlu
dikonselingkan kepada pasien. Konseling pasien rawat jalan diutamakan pada
pasien yang:
a) Menjalani terapi untuk penyakit kronis, dan pengobatan jangka panjang
b) Mendapatkan obat dengan bentuk sediaan tertentu dan dengan cara
pemakaian yang khusus
5) Yang berhak meracik resep adalah apoteker dan asisten apoteker di bawah
pengawasan apotekernya
6) Apotek dibuka setiap hari dari pukul 8.00-22.00
7) Apotek dapat ditutup pada hari-hari libur resmi atau libur keagamaan setelah
mendapatkan persetujuan dari Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Depkes
setempat atau Kepala Dinas Keseatan (Kadinkes) setempat, atau pejabat lain
yang berwenang (Syamsuni, 2006).
3. Apoteker
a. Definisi Apoteker
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1027/MENKES/SK/IX/2004
menyebutkan bahwa apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan
profesi dan telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan perundangan yang
berlaku dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai
apoteker (ISFI, 2004).
Apoteker wajib melayani semua resep sesuai tangung jawab dan keahlian
profesinya dan dilandasi pada kepentingan masyarakat. Apoteker wajib memberi
informasi tentang penggunaan obat secara tepat, aman, rasional, kepada pasien atas
permintaan masyarakat (Anief, 2001). Dalam Kepmenkes No. 1027 tahun 2004
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Apoteker di apotek senantiasa
harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik,
mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi,
menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner, kemampuan
mengelola SDM secara efektif, selalu belajar sepanjang karier, dan membantu
memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan
(Hartini dan Sulasmono, 2007).
b. Tugas Apoteker Pengelola Apotek
1) Di bidang pengabdian profesi
a) Melakukan penelitian seperlunya terhadap semua obat dan bahan obat secara
kualitatif/kuantitatif yang dibeli.
b) Mengadakan pengontrolan terhadap bagian pembuatan.
c) Mengadakan pengontrolan serta pengecekan terhadap pelayanan atas resep
yang telah dibuat dan diserahkan kepada pasien.
d) Menyelenggarakan informasi tentang obat pada pasien, Dokter dan sebagainya.
e) Menyelenggarakan komunikasi dengan mengusahakan segala sesuatunya agar
dapat melancarkan hubungan keluar antara lain dengan Dokter, masalah survei
pasar, promosi dan publisitas, dan sebagainya.
2) Di bidang administrasi
a) Memimpin, mengatur dan mengawasi pekerjaan tata-usaha, keuangan, perdagangan
dan statistik.
b) Membuat laporan-laporan.
c) Menyelenggarakan surat-menyurat
3) Di bidang komersiil
a) Merencanakan dan mengatur kebutuhan barang yaitu obat, alat kesehatan dan
sebagainya untuk satu periode tertentu sesuai dengan peraturan yang berlaku.
b) Mengatur dan mengawasi penjualan dalam bentuk resep maupun penjualan bebas,
langganan dan sebagainya.
c) Menentukan kalkulasi harga dan kebijakan harga.
d) Berusaha meningkatkan permintaan.
e) Memupuk hubungan baik dengan para pelanggan.
f) Mencari langganan baru.
g) Menentukan kepada siapa dapat diberi kredit atas pembelian obat.
h) Mengadakan efisiensi dalam segala bidang.
4) Tanggung jawab dan wewenang
a) Kedalam bertanggungjawab mengenai segala aktivitas perusahaan kepada pemilik
sarana dan keluar di bidang farmasi kepada Departemen Kesehatan RI.
b) Memimpin, mengelola sejumlah orang dalam melakukan pengabdian profesi
kefarmasian.
c) Menambah, memberhentikan dan mutasi pegawai serta pemberian dan kenaikan
gaji (Anief, 2001).
4. Persepsi
Persepsi adalah suatu proses memperhatikan dan menyeleksi,
mengorganisasikan dan menafsirkan stimulus lingkungan. Proses memperhatikan
dan menyeleksi terjadi karena panca indera dihadapkan kepada begitu banyak
stimulus lingkungan (Gitosudarmo dan Sudita, 2000).
Sejumlah faktor dapat berpengaruh dalam memperbaiki atau kadang-
kadang mendistorsi persepsi. Faktor-faktor ini dapat terletak pada pelaku persepsi,
objek/target persepsi, dan dalam konteks situasi dimana persepsi itu dibuat
(Muchlas, 2008).
Faktor- faktor psikologis yang dapat mempengaruhi bagaimana kita
mempersepsikan serta apa yang kita persepsikan adalah:
a. Kebutuhan
Ketika seseorang membutuhkan sesuatu, atau memiliki ketertarikan akan suatu hal,
atau menginginkannya, seseorang akan dengan mudah mempersepsikan sesuatu
berdasarkan kebutuhan tersebut.
b. Kepercayaan
Apa yang dianggap sebagai benar dapat mempengaruhi interpretasi seseorang
terhadap sinyal sensorik yang ambigu.
c. Emosi
Emosi dapat mempengaruhi interpretasi seseorang mengenai suatu informasi
sensorik.
d. Ekspektasi
Kecenderungan untuk mempersepsikan sesuatu sesuai dengan harapan disebut
sebagai set persepsi (perceptual set). Set persepsi dapat sangat berguna, set
persepsi akan membantu seseorang mengisi kata-kata dalam sebuah kalimat, tetapi
set persepsi juga dapat memnyebabkan terjadinya kesalahan persepsi (Wade dan
Tavris, 2008).
5. Sumber Informasi Obat
Sumber informasi obat meliputi: dokumen, fasilitas, lembaga, dan manusia.
Dokumen mencakup pustaka farmasi dan kedokteran, yang terdiri dari majalah
ilmiah, buku teks, laporan penelitian, dan farmakope. Fasilitas mencakup fasilitas
informasi obat terkomputerisasi, internet, perpustakaan, dan lain-lain. Lembaga
mencakup industri farmasi, badan POM, Pusat Informasi Obat, pendidikan tinggi
farmasi, organisasi profesi dokter/apoteker. Manusia mencakup dokter, dokter gigi,
perawat, apoteker, dan profesional kesehatan yang lain (Kurniawan dan Chabib,
2010).
Sumber informasi obat digolongkan menjadi:
a. Sumber Informasi Primer
Artikel original yang dipublikasikan dan/atau yang tidak dipublikasikan
oleh penulis/peneliti, yang memperkenalkan pengetahuan baru atau peningkatan
pengetahuan yang telah ada tentang suatu persoalan. Sumber pustaka primer
memberikan informasi paling mutakhir tentang pokok bahasan tertentu pada waktu
tertentu karena karya tersebut merupakan refleksi pengamatan penulis, hasilnya
tidak diinterpretasikan. Keterbatasan utama sumber pustaka primer adalah ketidak
praktisan. Seseorang tidak dapat mencari informasi khusus secara efisien didalam
pustaka primer, kecuali orang tersebut memiliki pengetahuan tentang organisasi
dan jenis pustaka.
Sumber pustaka primer antara lain: hasil penelitian, laporan kasus, studi
evaluasi, dan laporan deskriptif. Contoh beberapa sumber informasi primer:
Annals of Pharmacotherapy, British Medical Journal, Journal of American
Medical Association (JAMA), The Lancet, New England Journal of Medicine.
b. Sumber Informasi Sekunder