Bab 4 Pelayanan Farmasi
Bab 4 Pelayanan Farmasi
Bab 4 Pelayanan Farmasi
2. Perencanaan Kebutuhan
Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan
jumlah dan periode pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan
dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan hasil kegiatan
pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat
jumlah, tepat waktu dan efisien.
Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan Obat
dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan
dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain
konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan
epidemiologi dan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
Jumlah kebutuhan obat dihitung berdasarkan rata-rata
kebutuhan bulanan yang diambil dari data pemakaian satu bulan
terakhir. Estimasi stok gudang disiapkan minimal untuk
kebutuhan 4 (empat) bulan.
Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan:
a. Anggaran yang tersedia;
b. Penetapan prioritas;
c. Sisa persediaan;
d. Data pemakaian periode yang lalu;
e. Waktu tunggu pemesanan;
f. Rencana pengembangan
3. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk
merealisasikan perencanaan kebutuhan.Pengadaan yang efektif
harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat
dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu.
Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai
dari pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian
antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan,
pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi kontrak, pemantauan
proses pengadaan, dan pembayaran.
Untuk memastikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan
Medis Habis Pakai sesuai dengan mutu dan spesifikasi yang
dipersyaratkan maka jika proses pengadaan dilaksanakan oleh
bagian lain di luar Instalasi Farmasi harus melibatkan tenaga
kefarmasian. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
antara lain:
a. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
harus mempunyai Nomor Izin Edar;
b. Expired date minimal 2 (dua) tahun kecuali untuk Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai tertentu
(vaksin, reagensia, dan lain-lain), atau pada kondisi tertentu
yang dapat dipertanggung jawabkan.
Untuk mencegah kekosongan stok obat karena kondisi hambatan
dalam pengadaan ataupun pada saat Instalasi Farmasi tutup,
maka Rumah Sakit mengadakan kontrak kerja sama dengan
apotek di sekitar rumah sakit untuk pelayanan copy resep bagi
pasien rawat jalan dan pasien rawat inap. Selain itu Rumah Sakit
juga membuat perjanjian kerjasama dengan Pedagang Besar
Farmasi untuk dapat menjamin ketersediaan stok sediaan
farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai.
Pengadaan dapat dilakukan melalui:
a. Pembelian
Untuk Rumah Sakit pemerintah pembelian Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai harus sesuai
dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa yang berlaku.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelian adalah:
1) kriteria Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan
Medis Habis Pakai, yang meliputi kriteria umum dan
kriteria mutu Obat;
2) persyaratan pemasok;
3) penentuan waktu pengadaan dan kedatangan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai;
dan
4) pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah dan
waktu.
b. Sumbangan/Dropping/Hibah /Pinjaman
Instalasi Farmasi harus melakukan pencatatan dan
pelaporan terhadap penerimaan dan penggunaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
sumbangan/dropping/ hibah/pinjaman.
Seluruh kegiatan penerimaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai dengan cara
sumbangan/dropping/hibah/pinjaman harus disertai
dokumen administrasi yang lengkap dan jelas. Agar
penyediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan
Medis Habis Pakai dapat membantu pelayanan kesehatan,
maka jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan
Medis Habis Pakai harus sesuai dengan kebutuhan pasien di
Rumah Sakit. Instalasi Farmasi dapat memberikan
rekomendasi kepada pimpinan Rumah Sakit untuk
mengembalikan/menolak
sumbangan/dropping/hibah/pinjaman Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak
bermanfaat bagi kepentingan pasien Rumah Sakit. Instalasi
Farmasi Rumah Sakit tidak menerima sumbangan/hibah
Obat sampel.
4. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian
jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga
yang tertera dalam kontrak atau surat pesanan dengan kondisi
fisik yang diterima. Semua dokumen terkait penerimaan barang
harus tersimpan dengan baik.
5. Penyimpanan
Setelah barang diterima di Instalasi Farmasi perlu dilakukan
penyimpanan sebelum dilakukan pendistribusian. Penyimpanan
harus dapat menjamin kualitas dan keamanan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan
persyaratan kefarmasian.Persyaratan kefarmasian yang dimaksud
meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya,
kelembaban, ventilasi, dan penggolongan jenis Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai.
Komponen yang harus diperhatikan antara lain:
a. Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan
Obat diberi label yang secara jelas terbaca memuat nama,
tanggal pertama kemasan dibuka, tanggal kadaluwarsa dan
peringatan khusus;
b. Elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di unit perawatan
kecuali di IGD, ICU/ICCU, Ruang Bersalin, Ruang Operasi,
NICU;
c. Elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit
perawatan pasien dilengkapi dengan pengaman, harus diberi
label yang jelas dan disimpan pada area yang dibatasi ketat
(restricted) untuk mencegah penatalaksanaan yang kurang
hati-hati;
d. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk
penyimpanan barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi;
e. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis
Pakai yang dibawa oleh pasien harus disimpan secara khusus
dan dapat diidentifikasi.
Instalasi Farmasi harus dapat memastikan bahwa Obat disimpan
secara benar dan diinspeksi secara periodik.
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
yang harus disimpan terpisah yaitu:
a. Bahan yang mudah terbakar, disimpan dalam ruang/tempat
tahan api dan diberi tanda khusus bahan berbahaya
b. Obat-obatan golongan narkotik/psikotropika
c. Sediaan farmasi yang tergolong High Alert
d. Gas medis disimpan dengan posisi berdiri, terikat, dan diberi
penandaaan untuk menghindari kesalahan pengambilan jenis
gas medis. Penyimpanan tabung gas medis kosong terpisah
dari tabung gas medis yang ada isinya. Penyimpanan tabung
gas medis di ruangan harus menggunakan tutup demi
keselamatan.
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi,
bentuk sediaan, dan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan
Bahan Medis Habis Pakai dan disusun secara alfabetis dengan
menerapkan prinsip First Expired First Out ( FEFO ) dan First In
First Out ( FIFO ) disertai sistem informasi manajemen.
Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis
Habis Pakai yang penampilan dan penamaan yang mirip ( LASA,
Look Alike Sound Alike ) tidak ditempatkan berdekatan dan harus
diberi penandaan khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan
pengambilan Obat.
Rumah Sakit harus dapat menyediakan lokasi penyimpanan
Obat emergensi untuk kondisi kegawatdaruratan.Tempat
penyimpanan harus mudah diakses dan terhindar dari
penyalahgunaan dan pencurian.
Pengelolaan Obat emergensi harus menjamin:
a. Jumlah dan jenis Obat sesuai dengan daftar Obat mergensi
yang telah ditetapkan;
b. Tidak boleh bercampur dengan persediaan Obat untuk
kebutuhan lain;
c. Bila dipakai untuk keperluan emergensi harus segera
diganti;
d. Dicek secara berkala setiap bulan apakah ada yang
kadaluwarsa; dan
e. Dilarang untuk dipinjam untuk kebutuhan lain.
Cara penyimpanan obat yang secara umum adalah sebagai
berikut:
a. Ikuti petunjuk penyimpanan pada label/ kemasan;
b. Obat disimpan pada lemari atau rak dan suhu ruangan diatur
dengan AC suhu maksimal 25oC;
c. Simpan obat dalam kemasan asli dan dalam wadah tertutup
rapat;
d. Jangan menyimpan obat di tempat panas atau lembab;
e. Jangan menyimpan obat bentuk cair dalam lemari pendingin
agar tidak beku, kecuali jika tertulis pada etiket obat;
f. Jangan menyimpan obat yang telah kadaluarsa atau rusak.
Peralatan penyimpanan obat secara umum memerlukan
lemari/rak yang rapi dan terlindung dari debu, kelembaban dan
cahaya yang berlebihan, dan lantai dilengkapi dengan palet.
Cara Penyimpanan Obat Secara Khusus adalah sebagai berikut :
a. Sediaan obat vagina dan ovula
Sediaan obat berupa ovula dan suppositoria disimpan di
lemari es karena dalam suhu kamar akan mencair. Obat
yang harus disimpan dalam medical refrigerator harus dijaga
suhunya agar berada pada suhu 2 sampai 8oC.
b. Sediaan Aerosol / Spray
Sediaan obat jangan disimpan di tempat yang mempunyai
suhu tinggi karena dapat menyebabkan ledakan.
Peralatan yang digunakan untuk penyimpanan obat dengan
kondisi khusus diantaranya :
3. Verifikasi Obat
Obat sebelum diserahkan ke pasien rawat jalan dan pasien rawat
inap baik yang dibawa oleh perawat maupun keluarga pasien
dilakukan verifikasi. Verifikasi yang dilakukan meliputi:
a. Obat dengan resep atau pesanan;
b. Waktu dam frekuensi pemberian dengan resep atau
pemesanan;
c. Jumlah dan dosis dengan resep atau pesanan;
d. Route pemberian dengan resep atau pesanan;
e. Identitas pasien.
4. Rekonsiliasi Obat
Rekonsiliasi Obat merupakan proses membandingkan
instruksi pengobatan dengan Obat yang telah didapat pasien.
Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan
Obat (medication error) seperti obat tidak diberikan, duplikasi,
kesalahan dosis atau interaksi Obat. Kesalahan Obat
(medication error) rentan terjadi pada pemindahan pasien dari
satu Rumah Sakit ke Rumah Sakit lain, antar ruang perawatan,
serta pada pasien yang keluar dari Rumah Sakit ke layanan
kesehatan primer dan sebaliknya.
Tujuan dilakukannya rekonsiliasi Obat adalah:
a. Memastikan informasi yang akurat tentang Obat yang
digunakan pasien;
b. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak
terdokumentasinya instruksi dokter;
c. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya
instruksi dokter.
Tahap proses rekonsiliasi Obat yaitu:
a. Pengumpulan data
Mencatat data dan memverifikasi Obat yang sedang dan
akan digunakan pasien, meliputi nama Obat, dosis,
frekuensi, rute, Obat mulai diberikan, diganti, dilanjutkan
dan dihentikan, riwayat alergi pasien serta efek samping
Obat yang pernah terjadi. Khusus untuk data alergi dan efek
samping Obat, dicatat tanggal kejadian, Obat yang
menyebabkan terjadinya reaksi alergi dan efek samping, efek
yang terjadi, dan tingkat keparahan.
Data riwayat penggunaan Obat didapatkan dari pasien,
keluarga pasien, daftar Obat pasien, Obat yang ada pada
pasien, dan rekam medik/medication chart. Data Obat yang
dapat digunakan tidak lebih dari 3 (tiga) bulan sebelumnya.
Semua Obat yang digunakan oleh pasien baik Resep
maupun Obat bebas termasuk herbal harus dilakukan
proses rekonsiliasi.
b. Komparasi
Petugas kesehatan membandingkan data Obat yang
pernah, sedang dan akan digunakan. Discrepancy atau
ketidakcocokan adalah bilamana ditemukan
ketidakcocokan/perbedaan diantara data-data tersebut.
Ketidakcocokan dapat pula terjadi bila ada Obat yang hilang,
berbeda, ditambahkan atau diganti tanpa ada penjelasan
yang didokumentasikan pada rekam medik pasien.
Ketidakcocokan ini dapat bersifat disengaja ( intentional ) oleh
dokter pada saat penulisan Resep maupun tidak disengaja (
unintentional ) dimana dokter tidak tahu adanya perbedaan
pada saat menuliskan Resep.
c. Melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan
ketidaksesuaian dokumentasi.
Bila ada ketidaksesuaian, maka dokter harus dihubungi
kurang dari 24 jam. Hal lain yang harus dilakukan oleh
Apoteker adalah:
1) Menentukan bahwa adanya perbedaan tersebut disengaja
atau tidak disengaja;
2) Mendokumentasikan alasan penghentian, penundaan,
atau pengganti; dan
3) Memberikan tanda tangan, tanggal, dan waktu
dilakukannya rekonsilliasi Obat.
d. Komunikasi
Melakukan komunikasi dengan pasien dan/atau keluarga
pasien atau perawat mengenai perubahan terapi yang terjadi.
Apoteker bertanggung jawab terhadap informasi Obat yang
diberikan.
6. Konseling
Konseling Obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau
saran terkait terapi Obat dari Apoteker (konselor) kepada pasien
dan/atau keluarganya. Konseling untuk pasien rawat jalan
maupun rawat inap di semua fasilitas kesehatan dapat
dilakukan atas inisitatif Apoteker, rujukan dokter, keinginan
pasien atau keluarganya. Pemberian konseling yang efektif
memerlukan kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap
Apoteker.
Pemberian konseling Obat bertujuan untuk mengoptimalkan
hasil terapi, meminimalkan risiko reaksi Obat yang tidak
dikehendaki (ROTD), dan meningkatkan cost-effectiveness yang
pada akhirnya meningkatkan keamanan penggunaan Obat bagi
pasien (patient safety).
Secara khusus konseling Obat ditujukan untuk:
5) Meningkatkan hubungan kepercayaan antara Apoteker dan
pasien;
6) Menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap pasien;
7) Membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan Obat;
8) Membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan
penggunaan Obat dengan penyakitnya;
9) Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani
pengobatan;
10) Mencegah atau meminimalkan masalah terkait Obat;
11) Meningkatkan kemampuan pasien memecahkan
masalahnya dalam hal terapi;
12) Mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan;
dan
13) Membimbing dan mendidik pasien dalam penggunaan
Obat sehingga dapat mencapai tujuan pengobatan dan
meningkatkan mutu pengobatan pasien.
Kegiatan dalam konseling Obat meliputi:
a. Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien;
b. Mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang
penggunaan Obat melalui Three Prime Questions;
c. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan
kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan
Obat;
d. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan
masalah pengunaan Obat;
e. Melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek
pemahaman pasien; dan
f. Dokumentasi.
Faktor yang perlu diperhatikan dalam konseling Obat:
a. Kriteria Pasien:
1) Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi
ginjal, ibu hamil dan menyusui);
2) Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis
(epilepsi, dan lain-lain);
3) Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi
khusus (penggunaan kortiksteroid dengan tappering
down/off);
4) Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit
(digoksin, phenytoin);
5) Pasien yang menggunakan banyak obat (polifarmasi); dan
6) Pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan rendah.
b. Sarana dan Peralatan:
1) ruangan atau tempat konseling; dan
2) alat bantu konseling (kartu pasien/catatan konseling).
7. Visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap
yang dilakukan Apoteker secara mandiri atau bersama tim
tenaga kesehatan untuk mengamati kondisi klinis pasien secara
langsung, dan mengkaji masalah terkait Obat, memantau terapi
Obat dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki, meningkatkan
terapi Obat yang rasional, dan menyajikan informasi Obat
kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya.
Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar
Rumah Sakit baik atas permintaan pasien maupun sesuai
dengan program Rumah Sakit yang biasa disebut dengan
Pelayanan Kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care).
Sebelum melakukan kegiatan visite Apoteker harus
mempersiapkan diri dengan mengumpulkan informasi mengenai
kondisi pasien dan memeriksa terapi Obat dari rekam medik
atau sumber lain.