Toksikologi - Laporan 5

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 6

Hari/Tanggal : Rabu/ 18 September 2019

Kelompok/Paralel : 2 / Siang
Dosen PJ : Dr. Drh. Aulia Andi Mustika, MSi

Laporan Toksikologi Veteriner

KERACUNAN SIANIDA

Kelompok II:

Stepany Nivia Bangka B04160163


Shila Rahmafia Putri B04160181
Zulfikar Djailani B04160188
Yuliesa Jane Jagannathan B04168022

DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2019
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sianida merupakan racun yang bekerja cepat, berbentuk gas tak berbau
dan tak berwarna, yaitu hidrogen sianida (HCN) atau sianogen khlorida (CNCl)
atau berbentuk kristal seperti sodium sianida (NaCN) atau potasium sianida
(KCN). Hidrogen sianida merupakan gas yang mudah dihasilkan dengan
mencampur asam dengan garam sianida dan sering digunakan dalam pembakaran
plastik, wool, dan produk natural dan sintetik lainnya.
Keracunan hidrogen sianida dapat menyebabkan kematian, dan pemaparan
secara sengaja dari sianida (termasuk garam sianida) dapat menjadi alat untuk
melakukan pembunuhan ataupun bunuh diri. Akibat racun sianida tergantung pada
jumlah paparan dan cara masuk tubuh, lewat pernapasan atau pencernaan. Racun
ini menghambat sel tubuh mendapatkan oksigen sehingga yang paling
terpengaruh adalah jantung dan otak. Paparan dalam jumlah kecil mengakibatkan
napas cepat, gelisah, pusing, lemah, sakit kepala, mual dan muntah serta detak
jantung meningkat. Paparan dalam jumlah besar menyebabkan kejang, tekanan
darah rendah, detak jantung melambat, kehilangan kesadaran, gangguan paru serta
gagal napas hingga korban meninggal (Mardjono 2007).
Dosis lethal (LD 50) dari komponen ini adalah sekitar 2 mg/kg, dengan
menelan 50-75 mg dari garam sianida ini dapat menyebabkan sulit bernafas
dalam waktu beberapa menit. Hallogen sianida adalah gas yang mengiritasi dan
dapat menyebabkan oedema paru-paru, air mata kelur terus dan hipersalivasi.
Kebanyakan plastik dan serat acrylic dapat mengeluarkan gas sianida bila
dibakar. Gas tersebut dapat terhisap melalui pernafasan terabsorpsi melalui kulit
dan dapat menyebabkan terjadinya kematian. Sumber lain dari keracunan sianida
ialah dengan memakan/termakan cyanogenik glycosida yang terdapat dalam biji
dari buah-buahan tertentu. Amygdalin, adalah salah satu senyawa cyanogenik
glykosida yang terdapat dalam biji buah apel, peach, plum, apricot, cherry dan biji
almond, dimana amygdalin dihidrolisa menjadi hidrogen sianida (Neal 2006).

Tujuan

Praktikum ini bertujuan mengetahui gejala klinis keracunan sianida dan


efek
antidota sodium nitrit (NaNO) dan sodium thiosulfat (Na,s,0) yang diujikan
pada kelinci serta identifikasi CN dalam tanaman menggunakan kertas pikrat dan
identifikasi larutan NaCN atau KCN.
METODE PRAKTIKUM

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan adalah syringe, tabung reaksi, mortar,
penangas air, kertas pikrat, penjepit tabung reaksi, sumbat tabung reaksi, kelinci,
NaCN 1%, NaOH, NaNO2 1%, FeSO4, FeCl3, HCI, Na2S2O3 5%, aquadest, dan
daun singkong.

Prosedur Kerja

Identifikasi CN dalam tanaman


Tabung I diisi dengan aquadest sebagai kontrol negatif (-), tabung 2 diisi
NaCN dan HCI sebagai kontrol positif (+) dan tabung 3 diisi gerusan daun
singkong. Kertas pikrat dimasukkan pada bagian sumbat, kemudian dipanaskan.
Perubahan warna pada kertas pikrat diperhatikan.

Identifikasi CN dari sampel asal hewan


Larutan NaCN 1% dimasukkan pada tabung reaksi kemudian ditambahkan
1 mL NaOH 50%, 3 tetes FeSO4, dan 3 tetes FeCl3. Tabung dipanaskan dan
dibiarkan dingin. Setelah dingin, ditambahkan HCl pekat. Perubahan warna
menjadi biru berlin (Prussian Blue) diperhatikan.

Gejala klinis keracunan sianida dan antidotanya


Kelinci percobaan ditimbang. Larutan NaNO2 1% dan larutan Na2S2O3 5%
disiapkan masing-masing sebanyak 2.5 mL pada spoid yang berbeda. Larutan
NaCN 1% sebanyak 5-10 mg/kg BB dimasukkan melalui mulut kelinci
menggunaken spoid yang telah dilepas jarumaya. Gejala klinis yang terjadi pada
kelinci diperhatikan kemudian disuntikkan antidotanya secara intra vena melalui
vena auricularis. Pemberian antidota dimulai dengan larutan NaNO2 1% kemudian
larutan Na2S2O3 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sianida merupakan kelompok senyawa yang mengandung gugus siano


yang terdapat di alam dalam bentuk berbeda (Luque et al. 2011). Sianida di alam
dapat diklasifikasikan sebagai sianida bebas, sianida sederhana, kompleks sianida,
dan senyawa turunan sianida (Smith dan Mudder 1991). Hasil percobaan
identifikasi sianida dan gejala klinis keracunan sianida yang dilakukan ditunjukan
dalam tabel sebagai berikut
Tabel 1. Identifikasi sianida asal tanaman
No. Tabung Perubahan warna pada kertas pikrat
1 Aquadest (kontrol negatif) Tidak ada perubahan warna
2 Gerusan daun singkong Berubah menjadi warna merah
3 NaCN 1% + HCI (kontrol positif) Berubah menjadi warna merah

Hasil yang didapatkan pada pengujian kandungan sianida pada daun


singkong menunjukan hasil yang positif. Hasil positif terdapat kandungan sianida
pada gerusan daun singkong ditunjukan pada perubahan warna kuning menjadi
merah bata pada kertas pikrat. Sianida pada daun singkong akan menguap, lalu
ditangkap oleh kertas pikrat yang mengandung Na2S2O3
Daun siingkong (Manihot esculenta) mengandung zat-zat nutrien dan
antioksidan dan racun yakni glikosida sianogenik. Kandungan glikosida
sianogenik daun singkong berada dalam level yang berpotensi toksik yang terdiri
dari linamarin (95% total kandungan sianogen) dan lotaustralin (5%). Linamarin
merupakan glikosida sianogenik yang disimpan dalam setiap sel tumbuhan
singkong terutama pada daun. Linamarin kemudian dihidrolisis menjadi glukosa
dan aseton sianohidrin yang dapat didekomposisi menjadi aseton dan hydrogen
sianida (HCN) (OECD, 2009). Sianida dapat mengikat bagian aktif dari enzim
sitokrom oksigenase yang mengakibatkan metabolisme sel secara aerobik terhenti
dan bergeser menjadi metabolisme anaerobik. Paparan sianida pada manusia
melalui jalur oral menyebabkan jaringanjaringan tubuh seperti hepar, otak, limpa,
darah, ginjal, dan paru-paru mengandung sianida. HCN akan mengurangi
ketersediaan energi dan oksigen di semua sel terutama hepar karena hepar
memiliki peranan penting dalam proses metabolisme (Baskin dan Thomas, 1997).
Asam sianida mempunyai kemampuan untuk mengikat mineral – mineral
seperti Fe2+, Mn2+, dan Cu2+ yang berperan penting sebagai kofaktor untuk
meningkatkan kerja enzim, menghambat proses reduksi oksiden tingkat selular
oleh sitokrom oksidase, dan transport elektron (Harborne 1987). Sistem saraf juga
menjadi sasaran utama paparan sianida yang dapat menstimulasi sistem saraf
pusat yang diikuti dengan depresi, kejang, lumpuh, bahkan bisa menimbulkan
kematian (Pitoi 2014).

2 1 3
1 2
3

Hasil perubahan warna pada kertas pikrat sebelum dan setelah pemanasan
Tabel 2 Identifikasi sianida dari sampel asal hewan
No. Tabung Perubahan warna
1 NaCN 1% + NaOH 50% + FeSO4
Tabung menjadi warna biru
+ FeCl3

Identifikasi sianida pada sampel asal hewan menunjukkan perubahan


warna campuran menjadi warna biru yang disebut biru berlin atau Prussian Blue.
Reaksi ini merupakan bentuk reaksi sianida yang spesifik. Penambahan HCl
ditujukan untuk menetralkan setiap alkali bebas yang dihasilkan dari proses
reakasi antara NaCN dan FeCL3. Bentuk reaksi sebagai beriikut (Baskin 2006) :
6 NaCN + 3 FeSO4 3[Fe(CN)6]4- + 3 Na2SO4
[Fe(CN)6]4- +2HCl + FeSO4 Fe4[FeCN6]3 (warna biru) + 2H2SO4 + 2Cl

Sifat dari Prussian blue ini adalah tidak toksik dan justru digunakan sebagai obat.
Pengginaan terbesar ari zat ini adalah pada industry cat dan tinta cair. Selain itu
digunakan sebagai obat pada keracunan logam berat misalnya pada keracunan
akibat logam thalium dan isotope radio katif cesium (Husna dan Zainul 2018)

Tabel 3. Pengamatan gejala klinis keracunan sianida


Waktu Gejala klinis
Kelinci Lemas, denyut jantung
2 menit melambat, kejang, sesak nafas hingga
gagal nafas
Setelah diberikan antidota -

Percobaan gejala keracunan sianida dilakukan pada hewan coba kelinci.


Terdapat kesalahan perhitungan dosis sehingga kelinci diberikan sianida dalam
dosis besar. Hasil pengamatan menunjukkan setelah diberikan sianida melalui rute
per oral, kelinci mengalami kejang dan sesak nafas. Saat dilakukan palpasi pada
bagian thoraks, denyut jantung kelinci sudah melambat hingga kemudian kelinci
mengalami kematian. Gejala yang diamati pada percobaan sesuai dengan literatur,
dimana menurut Robson 2007, gejala klinis keracunan sianida yang bersifat akut
adalah susah bernafas, denyut nadi cepat, lemah, tremor, mata terbelalak, kejang-
kejang, lapsisan mukosa berwarna merah terang, dan terkadang disertai dengan
salivasi dan vomit. Gejala keracunan sianida dapat diatasi dengan pemberian
antidota. Dalam praktikum, antidota yang digunakan adalah NaNO2 1% dan
Na2S2O3 5%, namun kelinci lebih dulu mengalami kematian sebelum diberikan
antidota. Menurut Ambarwati 2012, NaNO2 atau natrium nitrit mampu
meningkatkan kadar eritrosit dalam darah. Natrium nitrit bekerja sebagai antidota
keracunan sianida dengan cara membentuk methemoglobin. Methemoglobin
sengaja dibentuk untuk bersaing dengan sianida di tempat ikatan pada sistem
sitokrom oksidase (Tintus 2008). Pemberian natrium nitrit sebagai antidota
sianida dikombinasikan dengan pemberian Na2S2O3 5% (natrium tiosulfat).
Menurut Olson (2007), natrium tiosulfat mampu menurunkan konsentrasi sianida
pada beberapa metode. Natrium tiosulfat diasumsikan secara intrinsik bersifat non
toksik, namun prooduk detoksifikasi yang dibentuk dari sianida, yaitu tiosianat
dapat menimbulkan toksisitas pada pasien dengan kerusakan ginjal

DAFTAR PUSTAKA

[OECD] Organisation for Economic Co-operation and Development. 2009.


Consensus Document on Compositional Consideratons for New Varieties of
Cassava (Manihot esculenta Crantz): Key Food and Feed Nutrients, Anti-
nutrients, Toxicants and Allergens. Paris (FR): OECD Environment, Health,
and Safety Publications.
Ambarwati R. 2012. Effect of sodium nitrite to erithrocyte and hemoglobin profile
in white rat (Rattus norvegicus). Folia Medica Indonesiana. 48(1): 1-5.
Baskin SI, Thomas GB. 1997. Cyanide poisoning. Medical Aspects of Chemical
and Biological Warfare. 1(10): 271-286.
Baskin SI, Brewer TG. 2006. Cyanide Poisoning. Maryland (USA) : Army
Medical Research Institute of Chemical Defense, Aberdeen Proving round

Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis


Tumbuhan. Bandung (ID): Penerbit ITB.
Husna Aulia Dinul, Zainul Rahadian. 2018. Analisis Molekular dan Karakteristik
Hidrogen Sianida (HCN). Padang (ID) : Universitas Negeri Padang
Luque-Almagro VM, Blasco R, Martinez-Luque, et al. 2011. Bacterial cyanide
degradation is under review: Pseudomonas pseudoalcaligenes CECT5344, a
case of an alkaliphilic cyanotroph. Biochemical Society Transactions. 39(1):
269-274.
Mardjono M. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta (ID): Gaya Baru.
Neal MJ. 2006. At a Glance Farmakologi Medis Edisi kelima. Jakarta
(ID): Erlangga.
Olson KR. 2007. Poisoning and Drug Overdose, 2nd Edition. USA: Prentice Hall
International inc.
Pitoi MM. 2014. Sianida: Klasifikasi, Toksisitas, Degradasi, Analisis (Studi
Pustaka). J Mipa Unsrat Online. 4 (1): 1-4.
Robson S. 2007. Prussic acid poisoning in livestock. Primefact. 417.
Smith A, Mudder T. 1991. The Chemistry and Treatment of Cyanidation Waste.
London (UK): Mining Journal Books.
Tintus LH. 2008. Dosis efektif kombinasi natrium tiosulfat dan natrium nitrit
sebagai antidota keracunan sianida akut pada mencit jantan galur Swiss
[Skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas Sanata Dharma.

Anda mungkin juga menyukai