0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
53 tayangan15 halaman

Pestisida

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 15

PESTISIDA

A. Pengertian Pestisida

Pestisidia merupakan bahan kimia yang digunakan untuk membunuh hama, baik
insekta, jamur maupun gulma. Pestisida telah secara luas digunakan untuk tujuan membrantas
hama dan penyakit tanaman dalam bidang pertanian. Pestisida juga digunakan dirumah tangga
untuk memberantas nyamuk, kecoa dan berbagai serangga penggangu lainnya. Dilain pihak
pestisida ini secara nyata banyak menimbulkan keracunan pada orang.

Pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama dan sida yang berasal dari
kata caedo berarti pembunuh. Pestisida dapat diartikan secara sederhana sebagai pembunuh
hama. Secara umum pestisida dapat didefenisikan sebagai bahan yang digunakan untuk
mengendalikan populasi jasad yang dianggap sebagai hama.

Pengertian pestisida menurut Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973 dalam


Kementrian Pertanian dan Permenkes RI No.258/Menkes/Per/III/1992  adalah semua zat
kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk :

1. Memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian-
bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian
2. Memberantas rerumputan
3. Mengatur atau merangsang pertumbuhan yang tidak diinginkan
4. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan peliharaan atau ternak
5. Memberantas atau mencegah hama-hama air
6. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam bangunan
rumah tangga alat angkutan, dan alat-alat pertanian
7. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit
pada manusia dan binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan tanaman, tanah
dan air.

Menurut PP RI No.6 tahun 1995, pestisida juga didefinisikan sebagai zat atau senyawa
kimia, zat pengatur tubuh dan perangsang tubuh, bahan lain, serta mikroorganisme atau virus
yang digunakan untuk perlindungan tanaman.

Sementara itu, The United States Environmental Control Act mendefinisikan pestisida
sebagai berikut :
1. Pestisida merupakan semua zat atau campuran zat yang khusus digunakan untuk
mengendalikan, mencegah atau menangkis gangguan serangga, binatang pengerat,
nematoda, gulma, virus, bakteri, serta jasad renik yang dianggap hama; kecuali virus,
bakteri, atau jasad renik lain yang terdapat pada hewan dan manusia.
2. Pestisida merupakan semua zat atau campuran zat yang digunakan untuk mengatur
pertumbuhan atau mengeringkan tanaman.

Menurut Depkes, pestisida kesehatan masyarakat adalah pestisida yang digunakan


untuk pemberantasan vektor penyakit menular (serangga, tikus) atau untuk pengendalian
hama di rumah-rumah, pekarangan, tempat kerja, tempat umum lain, termasuk sarana
nagkutan dan tempat penyimpanan/pergudangan. Pestisida terbatas adalah pestisida yang
karena sifatnya (fisik dan kimia) dan atau karena daya racunnya, dinilai sangat berbahaya bagi
kehidupan manusia dan lingkungan, oleh karenanya hanya diizinkan untuk diedarkan,
disimpan dan digunakan secara terbatas.

Pestisida adalah substansi (zat) kimia yang digunakan untuk membunuh atau
mengendalikan berbagai hama. Pestisida berasal dari bahasa inggris yaitu pest berarti hama
dan cida berarti pembunuhan. Yang dimaksud hama bagi petani sangat luas yaitu : tungau,
tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria dan
virus, nematoda (cacing yang merusak akar), siput, tikus, burung, dan hewan lain yang
dianggap merugikan.

Pestisida merupakan suatu substansi bahan kimia dan material lain (mikroorganisme,
virus, dan lain-lain) yang tujuan penggunaannya untuk mengontrol atau membunuh hama dan
penyakit yang menyerang tanaman, bagian tanaman, dan produk pertanian, membasmi
rumput/gulma, mengatur, dan menstimulasi pertumbuhan tanaman atau bagian tanaman,
namun bukan penyubur. Pestisida meliputi herbisida (untuk mengendalikan gulma),
insektisida (untuk mengendalikan serangga), fungisida (untuk mengendalikan fungi),
nematisida (untuk mengendalikan nematoda), dan rodentisida (racun vertebrata).

B. Penggolongan Pestisida

Sebagian besar insektisida merupakan bahan kimia sintetik dengan penggolongan


berdasarkan bahan aktif yaitu:

1. Golongan chlorinated hydrocarbon (DDT)


2. Golongan organofosfat
3. Golongan karbamat

Penggunaan dalam bidang pertanian sangat banyak jenis pestisida yang digunakan
dengan beberapa jenis pestisida yang terbanyak digunakan adalah sebagai berikut:16

1. Insektisida (Insecticides)
Insektisida merupakan bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang
bisa mematikan semua jenis serangga. Serangga menyerang tanaman untuk
memperoleh makanan denganberbagai cara, sesuai tipe mulutnya. Kelompok
pestisida yang terbesar dan terdiri atas beberapa sub kelompok kimia yang
berbeda
2. Fungisida (Fungicides)
Fungisida merupakan bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan
bisa digunakan untuk memberantas dan mencegah fungi/cendawan. Cendawan
ini merusak tanaman dengan berbagai cara. Misalnya sporanya masuk kedalam
bagian tanaman lalu mengadakan pembelahan dengan cara pembesaran sel
yang tidak teratur sehingga menimbulkan bisul-bisul. Pertumbuhan yang tidak
teratur ini mengakibatkan sistem kerja pengangkut air menjadi terganggu
3. Herbisida (Herbicides)
Herbisida merupakan pestisida yang digunakan untuk mengandalikan gulma
atau tumbuhan pengganggu yang tidak dikehendaki. Karena herbisida aktif
terhadap tumbuhan, maka herbisida bersifat fitotoksik.
4. Acarisida (Acaricides)
Akarisida atau sering juga disebut dengan mitisida adalah bahan yang
mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk membunuh
tungau, caplak dan laba-laba. Bagian tanaman yang diserang adlah daun,
batang, dan buah. Bagian tanaman yang diserang oleh tungau akan mengalami
perubahan warna, bentuk, timbul bisul-bisul atau buah rontok sebelum
waktunya.
5. Larvasida (Larvacides)
Larvasida adalah suatu zat yang digunakan untuk membunuh larva
nyamuk. Larvasida yang umum digunakan saat ini adalah larvasida berbahan
dasar kimia sintetis yaitu bubuk abate yang mengandung insektisida
temefos Mitisida (Miticides)
6. Molusida (Molluscides)
Moluskisida adalah jenis pestisida yang secara khusus dibuat dan digunakan
untuk mengendalikan hama tanaman jenis moluska. Cara penggunaan
moluskisida bukan dilakukan dengan penyemprotan seperti menggunakan
pestisida pada umumnya, tetapi moluskisida diaplikasikan dengan cara
ditaburkan pada sekitar tanaman.
7. Bakterisida
Bakterisida mengandung bahan aktif yang bisa membunuh bakteri. Ukuran
bakteri sangat kecil yaitu sekitar 0,15-6 mikron, sehingga mudah masuk
kedalam tanaman inang melalui luka, stomata, pori air, kelenjar madu dan
lentisel. Didalam tanaman, enzim bakteri akan memecah sel sehingga
menimbulkan lubang pada bermacam-macam jaringan atau memecah tepung
menjadi gula dan menyederhanakan senyawa nitrogen yang komplek untuk
memperoleh tenaga agar bertahan hidup. Bakteri ini juga menghasilkan zat
racun dan zat lain yang merugikan tanaman, bahkan menghasilkan zat yang
bisa merangsang sel-sel inang membelah secara tidak normal. Didalam
tanaman, bakteri ini akan bereaksi menimbulkan penyakit sesuai tipenya.
Bakteri bisa menyebar melalui biji, buah, umbi, serangga, burung, siput, ulat,
manusia, dan pupuk kandang.
Bakterisida biasanya bekerja dengan cara sistemik karena bakteri melakukan
perusakan dalam tubuh inang. Perendaman bibit dalam larutan bakterisida
merupakan salah satu cara aplikasi untuk mengendalikan Pseudomonas
solanacearumyang bisa mengakibatkan layu pada tanaman famili
solanaceae.Contoh bakterisida yaitu Agrymicin danAgrept.
8. Nematisida
Nematoda yang bentuknya seperti cacing kecil panjangnya 1 cm walaupun
pada umumnya pnjangnya kurang dari 200 sampai 1000 milimikron, hidup
pada lapisan tanah bagian atas. Racun yang dapat mengendalikan nematoda ini
disebut nematisida. Umumnya nematisida berbentuk butiran yang
penggunaanya bisa dengan cara ditaburkan atau dibenamkan dalam tanah.
Walaupun demikian, ada pula yang berbentuk larutan dalam air yang
penggunaanya dengan cara disiramkan.

9. Rodentisida
Rodentisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang
digunakan untu mematikan berbagai jenis binatang pengerat isalnya tikus.
Tikus sering menyerang tanaman pangan, holtikultura, dan tanaman
perkebunan dalam waktu yang singkat dengan tingkat kerugian yang cukup
besar. Rodentisida yang efektif biasanya dalam bentuk umpan beracun.
Contohnya Diphacin 110, Kleret RMB, Racumin, Ratikus RB, Ratilan, Ratak
dan Gisorin.
World Health Organization (WHO) mengklasifikasikan pestisida atas dasar toksisitas
dalam bentuk formulasi padat dan cair.17

Kelas IA : amat sangat berbahaya

Kelas IB : Amat Berbahaya

Kelas II : Cukup berbahaya

Kelas III : Agak Berbahaya

Penggunaan pestisida sintetis di seluruh dunia selalu meningkat dan penggunaan


pestisida campuran juga sangat banyak ditemukan diareal pertanian. Berdasarkan toksisitas
dan golongan, pestisida organik sintetik dapat digolongkan menjadi;

1. Golongan Organoklorin
Pestisida golongan organoklorin merupakan pestisida yang sangat berbahaya
sehingga pemakainnya sudah banyak dilarang. Sifat pestisida ini yang volatilitas
rendah, bahan kimianya yang stabil, larut dalam lemak dan bitransformasi serta
biodegradasi lambat menyebabkan pestisida ini sangat efektif untuk membasmi hama,
namun sebaliknya juga sangat berbahaya bagi manusia maupun binatang oleh karena
persitensi pestisida ini sangat lama di dalam lingkungan dan adanya biokonsentrasi
dan biomagnifikasi dalam rantai makanan.
Organoklorin atau disebut “Chlorinated hydrocarbon” terdiri dari beberapa
kelompok yang diklasifikasi menurut bentuk kimianya. Yang paling popular dan
pertama kali disinthesis adalah “Dichloro-diphenyl- trichloroethan” atau disebut DDT.

2. Golongan Organofosfat
Golongan organofosfat sering disebut dengan organic phosphates, phosphoris
insecticides, phosphates, phosphate insecticides dan phosphorus esters atau
phosphoris acid esters. Mereka adalah derivat dari phosphoric acid dan biasanya
sangat toksik untuk hewan bertulang belakang. Golongan organofosfat struktur kimia
dan cara kerjanya berhubungan erat dengan gas syaraf.
Organofosfat senyawa kimia ester asam fosfat yang terdiri atas 1 molekul
fosfat yang dikelilingi oleh 2 gugus organik (R1 dan R2) serta gugus (X) atau leaving
group yang tergantikan saat organofosfat menfosforilasi asetilkholin. Gugus X
merupakan bagian yang paling mudah terhidrolisis. Gugus R dapat berupa gugus
aromatik atau alifatik. Pada umumnya gugus R adalah dimetoksi atau dietoksi.
Sedangkan gugus X dapat berupa nitrogen , fluorida, halogen lain dan dimetoksi
atau dietoksi .
Dalam perkembangannya dikembangkan parathion (O,O-diethyl- O-p-
nitrophenyl phosphorothioate dan oxygen analog paraoxon (O,O- diethyl-O-p-
nitrophenyl phosphate). Parathion digunakan sebagai pengganti DDT, namun efek
toksik yang diakibatkan ternyata hampir sama dengan DDT sehingga pemakaiannya
mulai dilarang. Meskipun dua jenis pestisida ini memiliki struktur yang berbeda di
alam, namun efek toksik yang diakibatkannya identik yang ditandai dengan adanya
penghambatan asetilkolinesterase (acethylcholinesterase=AChE), enzyme yang
bertanggung jawab untuk inhibisi dan destruksi aktivitas biologic dari neurotransmitter
acethylcholine (ACh). Pada keracunan pestisida golongan ini akan terjadi akumulasi
ACh yang bebas dan tidak terikat pada ujung persarafan dari saraf kolinergik, sehingga
terjadi stimulasi aktivitas listrik yang kontinyu.

3. Golongan Karbamat
Insektisida dari golongan karbamat adalah racun saraf yang bekerja dengan
cara menghambat asetilkolinesterase (AChE). Jika pada golongan organofosfat
hambatan tersebut bersifat irreversible (tidak dapat dipulihkan), pada karbamat
hambatan tersebut bersifat reversible (dapat dipulihkan). Pestisida dari golongan
karbamat relatif mudah diurai di lingkungan (tidak persisten) dan tidak terakumulasi
oleh jaringan lemak hewan. Karbamat juga merupakan insektisida yang banyak
anggotanya.

C. Formulasi Pestisida

Bahan penting yang ada didalam pestisida yang bekerja aktif terhadap hama sasaran
disebut bahan aktif. Pada pembuatan pestisida dipabrik bahan aktif tersebut tidak dibuat
secara murni (100%) tetapi bercampur sedikit dengan bahan lainnya. Produk jadi yang
merupakan campuran fisik antara bahan aktif dan bahan tambahan yang tidak aktif disebut
formulasi.
Formulasi menentukan bagaimana pestisida dengan bentuk, komposisi, dosis,
frekuensi serta jasad sasaran apa pestisida dengan formulasi tersebut dapat digunakan secara
efektif. Selain itu, formulasi pestisida juga menentukan aspek keamanan penggunaan pestisida
dibuat dan diedarkan dalam banyak macam formulasi , sebagai berikut.

1. Formulasi Padat

b. Soluble Powder (SP), merupakan formulasi berbentuk tepung yang jika


dicampur air akan membentuk larutan homogen. Digunakan dengan cara
disemprotkan.

c. Butiran, umumnya merupakan sediaan siap pakai dengan konsentrasi bahan aktif
rendah (sekitar 2%). Ukuran butiran bervariasi antara 0,7 – 1 mm. Pestisida
butiran umumnya digunakan dengan cara ditaburkan di lapangan (baik secara
manual maupun dengan mesin penabur).

d. Soluble Granule (SG), mirip dengan WDG yang juga harus diencerkan dalam
air dan digunakan dengan cara disemprotkan. Bedanya, jika dicampur dengan
air, SG akan membentuk larutan sempurna.

e. Tepung Hembus, merupakan sediaan siap pakai (tidak perlu dicampur dengan
air) berbentuk tepung (ukuran partikel 10 – 30 mikron) dengan konsentrasi
bahan aktif rendah (2%) digunakan dengan cara dihembuskan (dusting).

3. Formulasi Cair
a. Emulsifiable Concentrate atau Emulsible Concentrate (EC), merupakan
sediaan berbentuk pekatan (konsentrat) cair dengan kandungan bahan aktif yang
cukup tinggi. Oleh karena menggunakan solvent berbasis minyak, konsentrat ini
jika dicampur dengan air akan membentuk emulsi (butiran benda cair yang
melayang dalam media cair lainnya). Bersama formulasi WP, formulasi EC
merupakan formulasi klasik yang paling banyak digunakan saat ini.
b. Water Soluble Concentrate (WCS), merupakan formulasi yang mirip dengan
EC, tetapi karena menggunakan sistem solvent berbasis air maka konsentrat ini
jika dicampur air tidak membentuk emulsi, melainkan akan membentuk larutan
homogen. Umumnya formulasi ini digunakan dengan cara disemprotkan.
c. Soluble Liquid (SL), merupakan pekatan cair. Jika dicampur air, pekatan cair ini
akan membentuk larutan. Pestisida ini juga digunakan dengan cara
disemprotkan.
d. Ultra Low Volume (ULV), merupakan sediaan khusus untuk penyemprotan
dengan volume ultra rendah, yaitu volume semprot antara 1 – 5 liter/hektar.
Formulasi ULV umumnya berbasis minyak karena untuk penyemprotan dengan
volume ultra rendah digunakan butiran semprot yang sangat halus.

D. Bahan Aktif Pestisida

Bahan aktif pestisida yang ditemukan mencapai 53 jenis, untuk insektisida didominasi
golongan piretroid (41,38%), Organofosfat (13,79%), Karbamat (10,34%). Untuk fungisida
sekitar 73,91% berupa mancozeb yang termasuk dalam golongan dithiocarbamat(Marinajati
DKK, 2012).

Menurut WHO bahan aktif ini termasuk dalam golongan U (tidak menimbulkan
bahaya akut dalam dosis normal), golongan III (cukup berbahaya), golongan II (berbahaya),
hingga golongan Ib (sangat berbahaya). Sebanyak 12% dari keseluruhan insektisida yang
ditemukan yaitu triazofos (organofosfat), metamidofos (organofosfat), karbofuran (karbamat)
dan beta siflutrin (ptieroid).

E. Petunjuk Penggunaan Pestisida

Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam penggunakan pestisida adalah sebagai


berikut.

1. Dosis pestisida
Dosis adalah jumlah pestisida dalam liter atau kilogram yang digunakanuntuk
mengendalikan hama tiap satuan luas tertentu atau tiap tanamanyang dilakukan dalam
satu kali aplikasi atau lebih. Ada pula yangmengartikan dosis adalah jumlah pestisida
yang telah dicampur ataudiencerkan dengan air yang digunakan untuk menyemprot
hama dengansatuan luas tertentu. Dosis bahan aktif adalah jumlah
bahanaktif pestisida yang dibutuhkan untuk keperluan satuan luas atau satuanvolume
larutan. Besarnya suatu dosis pestisida biasanya tercantumdalam label pestisida.
2. Konsentrasi pestisida
Ada tiga macam konsentrasi yang perlu diperhatikan dalam hal penggunaan pestisida :
 Konsentrasi bahan aktif, yaitu persentase bahan aktif suatu pestisida dalam
larutan yang sudah dicampur dengan air
 Konsentrasi formulasi, yaitu banyaknya pestisida dalam cc ataugram setiap liter
air.
 Konsentrasi larutan atau konsentrasi pestisida, yaitu persentasekandungan
pestisida dalam suatu larutan jadi
4. Alat semprot
Alat untuk aplikasi pestisida terdiri atas bermacam-macamseperti knapsack sprayer
(high volume) biasanya dengan volume larutankonsentrasi sekitar 500 liter. Mist
blower (low volume) biasanyadengan volume larutan konsentrasi sekitar 100 liter.
Dan Atomizer(ultra low volume) biasanya kurang dari 5 liter.4.

F. Dampak Penggunaan Pestisida Terhadap Kesehatan Manusia

Penggunaan pestisida sangat berdampak terhadap kesehatan manusia. Setiap hari


ribuan petani dan para pekerja di pertanian diracuni oleh pestisida dan setiap tahun
diperkirakan jutaan orang yang terlibat dipertanian menderita keracunan akibat penggunaan
pestisida. Dalam beberapa kasus keracunan pestisida langsung, petani Universitas Sumatera
Utara 17 dan para pekerja di pertanian lainnya terpapar (kontaminasi) pestisida pada proses
mencampur dan menyemprotkan pestisida. Di samping itu masyarakat sekitar lokasi pertanian
sangat beresiko terpapar pestisida melalui udara, tanah dan air yang ikut tercemar, bahkan
konsumen melalui produk pertanian yang menggunakan pertisida juga beresiko
terkontaminasi pestisida.

Dampak pestisida pada tubuh sebagai penghambat kerja enzim kolinesterase dengan
cara menempel enzim tersebut. Sehingga asetilkolin tidak dapat dipecah menjadi kolin dan
asam asetat oleh enzim kolinesterase. Apabila terdapat pestisida organofosfat di dalam tubuh,
kolinesterase akan mengikat pestisida organofosfat tersebut, sehingga terjadi penumpukan
substrat asetilkolin pada sel efektor. Keadaan ini dapat menyebabkan gangguan fungsi saraf

Menurut data WHO (World Health Organization), penggunaan pestisida semakin lama
semakin tinggi, terutama di negara-negara berkembang di Asia, Afrika, Amerika Tengah dan
Amerika Latin. Tetapi, negara-negara berkembang ini hanya menggunakan 25% dari total
penggunaan pestisida di seluruh dunia. Yang mengejutkan adalah, walaupun negara-negara
berkembang ini hanya menggunakan 25% saja dari pestisida di seluruh dunia (world-wide),
tetapi dalam hal kematian akibat pestisida, 99% dialami oleh negara-negara di wilayah
tersebut karena rendahnya tingkat edukasi petani-petani di negaranegara tersebut sehingga
cara penggunaannya sangat tidak aman.
Gejala yang ditimbulkan dari keracunan pestisida antara lain: (1) golongan
organoklorin, yaitu sakit kepala, pusing, mual, muntah-muntah, mencret, badan lemah, gugup,
gemetar dan kesadaran hilang. Mekanisme terjadi keracunan yaitu pestisida mempengaruhi
sistem saraf pusat dan cara kerjanya belum diketahui dengan jelas; (2) golongan organofosfat,
yaitu timbulnya gerakan otot tertentu, pupil atau mata menyempit menyebabkan penglihatan
kabur, mata berair, mulut berbusa dan berair liur banyak, sakit kepala, pusing, keringat
banyak, detak jantung sangat cepat, mual, muntah-muntah, kejang perut, mencret, sukar
bernafas, otot tidak dapat digerakkan atau lumpuh dan pingsan. Mekanisme terjadi keracunan
adalah pestisida berikatan dengan enzim dalam darah yang berfungsi mengatur kerjanya saraf,
yaitu kolinesterase. Apabila kolinesterase terikat, maka enzim tidak dapat melaksanakan
tugasnya dalam tubuh terutama meneruskan untuk mengirimkan perintah kepada otot-otot
tertentu, sehingga otot-otot bergerak tanpa dapat dikendalikan; dan (3) Golongan karbamat
gejala dan tanda keracunan sama dengan golongan organofosfat. Mekanismenya juga sama
yaitu menghambat enzim kolinesterase tetapi berlangsung singkat, karena karbamat cepat
terurai di dalam tubuh. Gejala yang timbul akibat paparan pestisida antara lain: mual, muntah,
susah tidur, penurunan kadar kolinesterase darah, hipertensi, sakit kepala, otot-otot kejang,
depresi pernapasan, dan diare.

G. Faktor – faktor Keracunan Pestisida

Faktor-faktor yang mempengaruhi keracunan pestisida dapat dibedakan menjadi 2 kelompok


meliputi:

a. Faktor di luar tubuh yang meliputi:

1) Waktu penyemprotan dan suhu lingkungan

Waktu penyemprotan perlu diperhatikan dalam melakukan penyemprotan


pestisida, secara umum disarankan waktu yang baik untuk melakukan
penyemprotan pestisida adalah pada pagi hari pukul 07.00-10.00 dan sore hari
pukul 15.00-18.00. Hal ini berkaitan dengan suhu lingkungan yang dapat
menyebabkan keluarnya keringat lebih banyak terutama pada siang hari. Suhu
lingkungan yang tinggi akan mempermudah penyerapan pestisida organofosfat ke
dalam tubuh melalui kulit dan atau pencernaan.

Penyemprotan pada siang hari dengan suhu yang tinggi akan


menyebabkan metabolisme di dalam tubuh meningkat dan penyerapan pestisida
kedalam tubuh menjadi lebih besar. Suhu lingkungan yang buruk bagi petani
penyemprot pestisida adalah jika lebih tinggi dari tubuh manusia yaitu 37ºC. Jika
suhu lingkungan tinggi maka suhu tubuh juga akan meningkat juga menyebabkan
vosodilasi yaitu pembuluh darah mengembang untuk berdekatan dengan kulit
(lingkungan luar) yang memungkinkan panas di bebaskan keluar, lebih banyak
darah pada kulit untuk memudahkan panas darah terbebas keluar melalui proses
penyinaran dan berpeluh, air keringat yang dirembes oleh kelenjar keringat
mempunyai panas tertentu sehingga dapat menyerap panas yang tinggi dan terbebas
ke lingkungan sekitar bila air keringat menguap. Suhu melebihi yang
ditentukan membuat petani mudah berkeringat sehingga pori–pori banyak terbuka
dan pestisida akan mudah masuk melalui kulit.

2) Arah dan kecepatan angin

Penyemprotan yang baik harus searah dengan arah angin supaya kabut
semprot tidak tertiup ke arah penyemprot dan sebaiknya penyemprotan dilakukan
pada kecepatan angin di bawah 750 meter per menit. Petani yang menyemprot
melawan arah angin akan mempunyai risiko keracunan pestisida lebih besar bila
dibanding dengan petani yang menyemprot tanaman searah dengan arah angin.

3) Dosis

Semua jenis pestisida adalah racun, dosis semakin besar semakin


mempermudah terjadinya keracunan pada petani pengguna pestisida. Dosis
pestisida berpengaruh langsung terhadap bahaya keracunan pestisida yang
ditentukan dengan lama paparan. Dosis yang dianjurkan 0,5 – 1,5 kg/ha untuk
penyemprotan di lapangan khususnya golongan organofosfat.

4) Lama penyemprotan per hari

Semakin lama melakukan penyemprotan per hari maka semakin tinggi pula
intensitas pemaparan yang terjadi. Petani tidak boleh terpapar pestisida lebih dari 5
jam per hari atau 30 jam dalam satu minggu. Semakin lama waktu kerja yang
digunakan dan semakin sering melakukan penyemprotan, maka semakin besar
untuk terpajan oleh pestisida yang mengakibatkan menurunnya aktivitas
cholinesterase. Penelitian yang dilakukan Budiyono menurut Budiawan
menyatakan bahwa semakin lama petani melakukan penyemprotan maka akan
semakin banyak pestisida yang menempel dalam tubuh sehingga terjadi
pengikatan cholinesterasedarah oleh pestisida. Penyemprotan yang dilakukan
dengan frekuensi tinggi tanpa dilengkapi dengan pemakaian alat pelindung diri
(APD) akan mempengaruhi cholinesterasepetani meskipun lama penyemprotan
yang dilakukan <5 jam sehari.

5) Masa Kerja

Masa kerja merupakan waktu berapa lam petani mulai bekerja sebagai
petani. Semakin panjang masa kerja, semakin sering pula terjadi kontak langsung
dengan pestisida sehingga risiko untuk keracunan pestisida semakin
meningkat.Lama waktu bekerja sebagai penyemprot mempengaruhi lama pajanan
yang menahun (kronis), hal ini disebabkan lamanya kontak dengan pestisida selama
bertahun-tahun. Semakin lama petani menjadi penyemprot, maka kontak dengan
pestisida semakin lama dan risiko keracunan pestisida semakin tinggi.

6) Kebiasaan memakai alat pelindung diri (APD)

Penggunaan APD dalam melakukan pekerjaan bertujuan untuk melindungi


dirinya dari sumber bahaya tertentu, baik yang berasal dari pekerjaan maupun
lingkungan kerja. Racun dalam pestisida umumnya bersifat kontak, oleh sebab itu
penggunaan APD pada petani waktu menyemprot pestisida sangat penting untuk
menghindari kontak langsung dengan pestisida. Walaupun luas lahan yang
disemprot lebih banyak dan dosis semakin tinggi apabila menggunakan alat
pelindung diri (APD) saat menyemprot dapat mencegah absorbsi pestisida ke dalam
tubuh petani penyemprot. Keracunan pestisida dapat terjadi karena masuknya
pestisida yang berlebih atau karena mengabaikan prosedur keamanan, kesehatan
dan keselamatan kerja serta peralatan kerja yang kurang memadai.

7) Pengelolaan Pestisida

Pengelolaan pestisida adalah tindakan yang dilakukan responden sebelum,


selama dan sesudah penyemprotan yang meliputi, penyimpanan pestisida, percikan,
penyemprotan pestisida, perlakuan terhadap sisa pestisida, kelengkapan APD dan
pembuangan kemasan pestisida. Biasanya petani cenderung menganggap ringan
bahaya pestisida sehingga tidak mematuhi syarat-syarat keselamatan dalam
menggunakan pestisida. Keracunan pestisida, terutama keracunan kronis ,sering
tidak terasa dan akibatnya sulit diperkirakan. Oleh karena itu kebanyakan petani
yang sudah belasan tahun mengaplikasikan pestisida dengan cara mereka dan tidak
merasa terganggu. Padahal justru anggapan praktek pengelolaan pestisida yang
dilakukan petani di Indonesia saat ini sangat berbahaya bagi diri mereka sendiri
maupun lingkungan hidup disekitarnya.

b. Faktor di dalam tubuh

Beberapa faktor di dalam tubuh yang mempengaruhi terjadinya keracunan


antara lain:

1) Umur petani

Seseorang dengan bertambahnya umur menyebabkan fungsi metabolisme


akan menurun maka kadar rata-rata kolinesterase dalam darah akan semakin rendah
sehingga akan mempermudah terjadinya keracunan pestisida. Umur juga berkaitan
dengan kekebalan tubuh dalam mengatasi tingkat toksisitas suatu zat, semakin tua
seseorang makan efektifitas system kekebalan tubuh akan semakin berkurang

2) Jenis kelamin

Petani perempuan cenderung memiliki rata-rata kadar kolinesterase yang


lebih tinggi dibandingkan petani laki-laki.

3) Status gizi

Petani yang status gizinya buruk cenderung berisiko mengalami keracunan


yang lebih besar bila bekerja dengan pestisida organofosfat dan karbamat. Enzim
kolinesterase terbentuk dari protein dan dalam keadaan gizi yang buruk,
proteinyang ada di dalam tubuh terbatas, sehingga pembentukan enzim
kolinesterase terganggu.

4) Keadaan Kesehatan

Umumnya orang yang menderita penyakit hepatitis, sirosis, karsinoma


metastatik pada hati, penyakit kuning obstruktif, infark miokardium, dan
dermatomiositis memiliki kadar enzim kolinesterase rendah.
Diisoproyfluorophospate yang digunakan sebagai pengobatan myasthenia gravis,
ileus paralitik.

5) Kebiasaan Merokok

Nikotin mempunyai pengaruh yang mirip dengan acetylcholinesterase


terhadap serabut otot sehingga mampu menginvasi cholinesterase pada sinaps yang
menyebabkan tidak dapat menghidrolisis achetylcholine yang dilepaskan pada
lempeng akhiran. Akibatnya, jumlah acetylcholine meningkat bersamaan dengan
timbulnya impuls beruntun sehingga merangsang serabut otot dan menimbulkan
hemalian.

H. Tanda Dan Gejala Keracunan Pestisida

a. Pestisida Golongan Organoklor ( Dicofan 460 EC ; Keltane 250 EC )


Pestisida golongan organoklor bekerja mempengaruhi sistem syaraf pusat. Tanda dan
gejala keracunan pestisida organoklor dapat berupa sakit kepala, rasa pusing, mual,
muntah-muntah, mencret, badan lemah, gugup, gemetar, kejang-kejang dan kesadaran
hilang.
b. Pestisida Golongan Organofostat ( Basta 150 EC ; Eagle 480 AS )
Apabila masuk kedalam tubuh, baik melalui kulit, mulut dan saluran pernafasan
maupun saluran pencernaan, pestisida golongan organofosfat akan berikatan dengan
enzim dalam darah yang berfungsi mengatur bekerjanya saraf, yaitu kholonesterase.
Apabila kholonesterase terikat, maka enzim tersebut tidak dapat melaksanakan
tugasnya sehingga syaraf terus-menerus mengirimkan perintah kepada otot-otot
tertentu. Dalam keadaan demikian otot-otot tersebut senantiasa bergerak tanpa dapat
dikendalikan. Disamping timbulnya gerakan-gerakan otot-otot tertentu, tanda dan
gejala lain dari keracunan pestisida organofosfat adalah pupil atau celah iris mata
menyempit sehingga penglihatan menjadi kabur, mata berair, mulut berbusa atau
mengeluarkan banyak air liur, sakit kepala, rasa pusing, berkeringat banyak, detak
jantung yang cepat, mual, muntah-muntah, kejang pada perut, mencret, sukar bernafas,
otot-otot tidak dapat digerakkan atau lumpuh dan pingsan.
c. Pestisida Golongan Karbamat ( Sevin 85 S ; Darmafur 3 G )
Cara kerja pestisida Karbamat sama dengan pestisida organofosfat, yaitu menghambat
enzim kholonesterase. Tetapi pengaruh pestisida Karbamat terhadap kholonesterase
hanya berlangsung singkat karena pestisida Karbamat cepat mengurai dalam tubuh.
d. Pestisida Golongan Senyawa / dipiridil ( Top Star 300 EW )
Senyawa dipirindi dapat membentuk ikatan dan merusak jaringan epithel dari kulit,
kuku, saluran pernafasan dan saluran pencernaan, sedangkan larutan yang pekat dapat
menyebabkan peradangan.
Tanda dan gejala keracunan senyawa dipirindil selalu terlambat diketahui atau
disadari karena gejala baru timbul setelah beberapa lama, 24-72 jam setelah keracunan
baru terlihat gejala yang ringan seperti sakit perut, mual, muntah, dan diare karena ada
iritasi pada saluran pencernaan, 48-72 jam baru timbul gejala-gejala kerusakan ginjal
seperti albunuria, proteinnura, haematuria dan peningkatan kretanin lever, 72 jam-24
hari, tanda-tanda kerusakan pada paru-paru.
e. Pestisida Golongan Arsen ( Score 250 EC )
Keracunan pestisida Arsen pada umumnya melalui mulut walaupun bisa juga diserap
melalui kulit dan saluran pencernaan. Tanda dan gejala keracunan akut pestisida
golongan Arsen adalah nyeri pada perut, muntah, dan diare, sedang keracunan sub
akut akan timbul gejala seperti sakit kepala, pusing dan banyak keluar ludah.

I. Klasifikasi Paparan Pestisida

Klasifikasi keparahan paparan pestisida dilihat dari kegiatan yang dilakukan dibagi menjadi
empat kategori oleh saldana et al. (2007) dalam Sathyananarayana et al. (2010) mulai dari
yang terendah sampai yang tertinggi adalah :

a. Tidak ada paparan sama sekali


b. Paparan tidak langsung yaitu orang-orang yang hanaya melakukan penanaman.
c. Paparan residensial yaitu orang-orang yang menggunakan pestisida untuk kebun
rumah tangga sendiri.
d. Paparan agikultural yaitu orang-orang yang ikut serta dalam pencampuran pestisida,
perbaikan saranan yang penyemprotan pestisida ataupun orang-orang yang
menerapkan pestisida langsung ketanaman.

Anda mungkin juga menyukai