Pestisida
Pestisida
Pestisida
A. Pengertian Pestisida
Pestisidia merupakan bahan kimia yang digunakan untuk membunuh hama, baik
insekta, jamur maupun gulma. Pestisida telah secara luas digunakan untuk tujuan membrantas
hama dan penyakit tanaman dalam bidang pertanian. Pestisida juga digunakan dirumah tangga
untuk memberantas nyamuk, kecoa dan berbagai serangga penggangu lainnya. Dilain pihak
pestisida ini secara nyata banyak menimbulkan keracunan pada orang.
Pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama dan sida yang berasal dari
kata caedo berarti pembunuh. Pestisida dapat diartikan secara sederhana sebagai pembunuh
hama. Secara umum pestisida dapat didefenisikan sebagai bahan yang digunakan untuk
mengendalikan populasi jasad yang dianggap sebagai hama.
1. Memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian-
bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian
2. Memberantas rerumputan
3. Mengatur atau merangsang pertumbuhan yang tidak diinginkan
4. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan peliharaan atau ternak
5. Memberantas atau mencegah hama-hama air
6. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam bangunan
rumah tangga alat angkutan, dan alat-alat pertanian
7. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit
pada manusia dan binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan tanaman, tanah
dan air.
Menurut PP RI No.6 tahun 1995, pestisida juga didefinisikan sebagai zat atau senyawa
kimia, zat pengatur tubuh dan perangsang tubuh, bahan lain, serta mikroorganisme atau virus
yang digunakan untuk perlindungan tanaman.
Sementara itu, The United States Environmental Control Act mendefinisikan pestisida
sebagai berikut :
1. Pestisida merupakan semua zat atau campuran zat yang khusus digunakan untuk
mengendalikan, mencegah atau menangkis gangguan serangga, binatang pengerat,
nematoda, gulma, virus, bakteri, serta jasad renik yang dianggap hama; kecuali virus,
bakteri, atau jasad renik lain yang terdapat pada hewan dan manusia.
2. Pestisida merupakan semua zat atau campuran zat yang digunakan untuk mengatur
pertumbuhan atau mengeringkan tanaman.
Pestisida adalah substansi (zat) kimia yang digunakan untuk membunuh atau
mengendalikan berbagai hama. Pestisida berasal dari bahasa inggris yaitu pest berarti hama
dan cida berarti pembunuhan. Yang dimaksud hama bagi petani sangat luas yaitu : tungau,
tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria dan
virus, nematoda (cacing yang merusak akar), siput, tikus, burung, dan hewan lain yang
dianggap merugikan.
Pestisida merupakan suatu substansi bahan kimia dan material lain (mikroorganisme,
virus, dan lain-lain) yang tujuan penggunaannya untuk mengontrol atau membunuh hama dan
penyakit yang menyerang tanaman, bagian tanaman, dan produk pertanian, membasmi
rumput/gulma, mengatur, dan menstimulasi pertumbuhan tanaman atau bagian tanaman,
namun bukan penyubur. Pestisida meliputi herbisida (untuk mengendalikan gulma),
insektisida (untuk mengendalikan serangga), fungisida (untuk mengendalikan fungi),
nematisida (untuk mengendalikan nematoda), dan rodentisida (racun vertebrata).
B. Penggolongan Pestisida
Penggunaan dalam bidang pertanian sangat banyak jenis pestisida yang digunakan
dengan beberapa jenis pestisida yang terbanyak digunakan adalah sebagai berikut:16
1. Insektisida (Insecticides)
Insektisida merupakan bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang
bisa mematikan semua jenis serangga. Serangga menyerang tanaman untuk
memperoleh makanan denganberbagai cara, sesuai tipe mulutnya. Kelompok
pestisida yang terbesar dan terdiri atas beberapa sub kelompok kimia yang
berbeda
2. Fungisida (Fungicides)
Fungisida merupakan bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan
bisa digunakan untuk memberantas dan mencegah fungi/cendawan. Cendawan
ini merusak tanaman dengan berbagai cara. Misalnya sporanya masuk kedalam
bagian tanaman lalu mengadakan pembelahan dengan cara pembesaran sel
yang tidak teratur sehingga menimbulkan bisul-bisul. Pertumbuhan yang tidak
teratur ini mengakibatkan sistem kerja pengangkut air menjadi terganggu
3. Herbisida (Herbicides)
Herbisida merupakan pestisida yang digunakan untuk mengandalikan gulma
atau tumbuhan pengganggu yang tidak dikehendaki. Karena herbisida aktif
terhadap tumbuhan, maka herbisida bersifat fitotoksik.
4. Acarisida (Acaricides)
Akarisida atau sering juga disebut dengan mitisida adalah bahan yang
mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk membunuh
tungau, caplak dan laba-laba. Bagian tanaman yang diserang adlah daun,
batang, dan buah. Bagian tanaman yang diserang oleh tungau akan mengalami
perubahan warna, bentuk, timbul bisul-bisul atau buah rontok sebelum
waktunya.
5. Larvasida (Larvacides)
Larvasida adalah suatu zat yang digunakan untuk membunuh larva
nyamuk. Larvasida yang umum digunakan saat ini adalah larvasida berbahan
dasar kimia sintetis yaitu bubuk abate yang mengandung insektisida
temefos Mitisida (Miticides)
6. Molusida (Molluscides)
Moluskisida adalah jenis pestisida yang secara khusus dibuat dan digunakan
untuk mengendalikan hama tanaman jenis moluska. Cara penggunaan
moluskisida bukan dilakukan dengan penyemprotan seperti menggunakan
pestisida pada umumnya, tetapi moluskisida diaplikasikan dengan cara
ditaburkan pada sekitar tanaman.
7. Bakterisida
Bakterisida mengandung bahan aktif yang bisa membunuh bakteri. Ukuran
bakteri sangat kecil yaitu sekitar 0,15-6 mikron, sehingga mudah masuk
kedalam tanaman inang melalui luka, stomata, pori air, kelenjar madu dan
lentisel. Didalam tanaman, enzim bakteri akan memecah sel sehingga
menimbulkan lubang pada bermacam-macam jaringan atau memecah tepung
menjadi gula dan menyederhanakan senyawa nitrogen yang komplek untuk
memperoleh tenaga agar bertahan hidup. Bakteri ini juga menghasilkan zat
racun dan zat lain yang merugikan tanaman, bahkan menghasilkan zat yang
bisa merangsang sel-sel inang membelah secara tidak normal. Didalam
tanaman, bakteri ini akan bereaksi menimbulkan penyakit sesuai tipenya.
Bakteri bisa menyebar melalui biji, buah, umbi, serangga, burung, siput, ulat,
manusia, dan pupuk kandang.
Bakterisida biasanya bekerja dengan cara sistemik karena bakteri melakukan
perusakan dalam tubuh inang. Perendaman bibit dalam larutan bakterisida
merupakan salah satu cara aplikasi untuk mengendalikan Pseudomonas
solanacearumyang bisa mengakibatkan layu pada tanaman famili
solanaceae.Contoh bakterisida yaitu Agrymicin danAgrept.
8. Nematisida
Nematoda yang bentuknya seperti cacing kecil panjangnya 1 cm walaupun
pada umumnya pnjangnya kurang dari 200 sampai 1000 milimikron, hidup
pada lapisan tanah bagian atas. Racun yang dapat mengendalikan nematoda ini
disebut nematisida. Umumnya nematisida berbentuk butiran yang
penggunaanya bisa dengan cara ditaburkan atau dibenamkan dalam tanah.
Walaupun demikian, ada pula yang berbentuk larutan dalam air yang
penggunaanya dengan cara disiramkan.
9. Rodentisida
Rodentisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang
digunakan untu mematikan berbagai jenis binatang pengerat isalnya tikus.
Tikus sering menyerang tanaman pangan, holtikultura, dan tanaman
perkebunan dalam waktu yang singkat dengan tingkat kerugian yang cukup
besar. Rodentisida yang efektif biasanya dalam bentuk umpan beracun.
Contohnya Diphacin 110, Kleret RMB, Racumin, Ratikus RB, Ratilan, Ratak
dan Gisorin.
World Health Organization (WHO) mengklasifikasikan pestisida atas dasar toksisitas
dalam bentuk formulasi padat dan cair.17
1. Golongan Organoklorin
Pestisida golongan organoklorin merupakan pestisida yang sangat berbahaya
sehingga pemakainnya sudah banyak dilarang. Sifat pestisida ini yang volatilitas
rendah, bahan kimianya yang stabil, larut dalam lemak dan bitransformasi serta
biodegradasi lambat menyebabkan pestisida ini sangat efektif untuk membasmi hama,
namun sebaliknya juga sangat berbahaya bagi manusia maupun binatang oleh karena
persitensi pestisida ini sangat lama di dalam lingkungan dan adanya biokonsentrasi
dan biomagnifikasi dalam rantai makanan.
Organoklorin atau disebut “Chlorinated hydrocarbon” terdiri dari beberapa
kelompok yang diklasifikasi menurut bentuk kimianya. Yang paling popular dan
pertama kali disinthesis adalah “Dichloro-diphenyl- trichloroethan” atau disebut DDT.
2. Golongan Organofosfat
Golongan organofosfat sering disebut dengan organic phosphates, phosphoris
insecticides, phosphates, phosphate insecticides dan phosphorus esters atau
phosphoris acid esters. Mereka adalah derivat dari phosphoric acid dan biasanya
sangat toksik untuk hewan bertulang belakang. Golongan organofosfat struktur kimia
dan cara kerjanya berhubungan erat dengan gas syaraf.
Organofosfat senyawa kimia ester asam fosfat yang terdiri atas 1 molekul
fosfat yang dikelilingi oleh 2 gugus organik (R1 dan R2) serta gugus (X) atau leaving
group yang tergantikan saat organofosfat menfosforilasi asetilkholin. Gugus X
merupakan bagian yang paling mudah terhidrolisis. Gugus R dapat berupa gugus
aromatik atau alifatik. Pada umumnya gugus R adalah dimetoksi atau dietoksi.
Sedangkan gugus X dapat berupa nitrogen , fluorida, halogen lain dan dimetoksi
atau dietoksi .
Dalam perkembangannya dikembangkan parathion (O,O-diethyl- O-p-
nitrophenyl phosphorothioate dan oxygen analog paraoxon (O,O- diethyl-O-p-
nitrophenyl phosphate). Parathion digunakan sebagai pengganti DDT, namun efek
toksik yang diakibatkan ternyata hampir sama dengan DDT sehingga pemakaiannya
mulai dilarang. Meskipun dua jenis pestisida ini memiliki struktur yang berbeda di
alam, namun efek toksik yang diakibatkannya identik yang ditandai dengan adanya
penghambatan asetilkolinesterase (acethylcholinesterase=AChE), enzyme yang
bertanggung jawab untuk inhibisi dan destruksi aktivitas biologic dari neurotransmitter
acethylcholine (ACh). Pada keracunan pestisida golongan ini akan terjadi akumulasi
ACh yang bebas dan tidak terikat pada ujung persarafan dari saraf kolinergik, sehingga
terjadi stimulasi aktivitas listrik yang kontinyu.
3. Golongan Karbamat
Insektisida dari golongan karbamat adalah racun saraf yang bekerja dengan
cara menghambat asetilkolinesterase (AChE). Jika pada golongan organofosfat
hambatan tersebut bersifat irreversible (tidak dapat dipulihkan), pada karbamat
hambatan tersebut bersifat reversible (dapat dipulihkan). Pestisida dari golongan
karbamat relatif mudah diurai di lingkungan (tidak persisten) dan tidak terakumulasi
oleh jaringan lemak hewan. Karbamat juga merupakan insektisida yang banyak
anggotanya.
C. Formulasi Pestisida
Bahan penting yang ada didalam pestisida yang bekerja aktif terhadap hama sasaran
disebut bahan aktif. Pada pembuatan pestisida dipabrik bahan aktif tersebut tidak dibuat
secara murni (100%) tetapi bercampur sedikit dengan bahan lainnya. Produk jadi yang
merupakan campuran fisik antara bahan aktif dan bahan tambahan yang tidak aktif disebut
formulasi.
Formulasi menentukan bagaimana pestisida dengan bentuk, komposisi, dosis,
frekuensi serta jasad sasaran apa pestisida dengan formulasi tersebut dapat digunakan secara
efektif. Selain itu, formulasi pestisida juga menentukan aspek keamanan penggunaan pestisida
dibuat dan diedarkan dalam banyak macam formulasi , sebagai berikut.
1. Formulasi Padat
c. Butiran, umumnya merupakan sediaan siap pakai dengan konsentrasi bahan aktif
rendah (sekitar 2%). Ukuran butiran bervariasi antara 0,7 – 1 mm. Pestisida
butiran umumnya digunakan dengan cara ditaburkan di lapangan (baik secara
manual maupun dengan mesin penabur).
d. Soluble Granule (SG), mirip dengan WDG yang juga harus diencerkan dalam
air dan digunakan dengan cara disemprotkan. Bedanya, jika dicampur dengan
air, SG akan membentuk larutan sempurna.
e. Tepung Hembus, merupakan sediaan siap pakai (tidak perlu dicampur dengan
air) berbentuk tepung (ukuran partikel 10 – 30 mikron) dengan konsentrasi
bahan aktif rendah (2%) digunakan dengan cara dihembuskan (dusting).
3. Formulasi Cair
a. Emulsifiable Concentrate atau Emulsible Concentrate (EC), merupakan
sediaan berbentuk pekatan (konsentrat) cair dengan kandungan bahan aktif yang
cukup tinggi. Oleh karena menggunakan solvent berbasis minyak, konsentrat ini
jika dicampur dengan air akan membentuk emulsi (butiran benda cair yang
melayang dalam media cair lainnya). Bersama formulasi WP, formulasi EC
merupakan formulasi klasik yang paling banyak digunakan saat ini.
b. Water Soluble Concentrate (WCS), merupakan formulasi yang mirip dengan
EC, tetapi karena menggunakan sistem solvent berbasis air maka konsentrat ini
jika dicampur air tidak membentuk emulsi, melainkan akan membentuk larutan
homogen. Umumnya formulasi ini digunakan dengan cara disemprotkan.
c. Soluble Liquid (SL), merupakan pekatan cair. Jika dicampur air, pekatan cair ini
akan membentuk larutan. Pestisida ini juga digunakan dengan cara
disemprotkan.
d. Ultra Low Volume (ULV), merupakan sediaan khusus untuk penyemprotan
dengan volume ultra rendah, yaitu volume semprot antara 1 – 5 liter/hektar.
Formulasi ULV umumnya berbasis minyak karena untuk penyemprotan dengan
volume ultra rendah digunakan butiran semprot yang sangat halus.
Bahan aktif pestisida yang ditemukan mencapai 53 jenis, untuk insektisida didominasi
golongan piretroid (41,38%), Organofosfat (13,79%), Karbamat (10,34%). Untuk fungisida
sekitar 73,91% berupa mancozeb yang termasuk dalam golongan dithiocarbamat(Marinajati
DKK, 2012).
Menurut WHO bahan aktif ini termasuk dalam golongan U (tidak menimbulkan
bahaya akut dalam dosis normal), golongan III (cukup berbahaya), golongan II (berbahaya),
hingga golongan Ib (sangat berbahaya). Sebanyak 12% dari keseluruhan insektisida yang
ditemukan yaitu triazofos (organofosfat), metamidofos (organofosfat), karbofuran (karbamat)
dan beta siflutrin (ptieroid).
1. Dosis pestisida
Dosis adalah jumlah pestisida dalam liter atau kilogram yang digunakanuntuk
mengendalikan hama tiap satuan luas tertentu atau tiap tanamanyang dilakukan dalam
satu kali aplikasi atau lebih. Ada pula yangmengartikan dosis adalah jumlah pestisida
yang telah dicampur ataudiencerkan dengan air yang digunakan untuk menyemprot
hama dengansatuan luas tertentu. Dosis bahan aktif adalah jumlah
bahanaktif pestisida yang dibutuhkan untuk keperluan satuan luas atau satuanvolume
larutan. Besarnya suatu dosis pestisida biasanya tercantumdalam label pestisida.
2. Konsentrasi pestisida
Ada tiga macam konsentrasi yang perlu diperhatikan dalam hal penggunaan pestisida :
Konsentrasi bahan aktif, yaitu persentase bahan aktif suatu pestisida dalam
larutan yang sudah dicampur dengan air
Konsentrasi formulasi, yaitu banyaknya pestisida dalam cc ataugram setiap liter
air.
Konsentrasi larutan atau konsentrasi pestisida, yaitu persentasekandungan
pestisida dalam suatu larutan jadi
4. Alat semprot
Alat untuk aplikasi pestisida terdiri atas bermacam-macamseperti knapsack sprayer
(high volume) biasanya dengan volume larutankonsentrasi sekitar 500 liter. Mist
blower (low volume) biasanyadengan volume larutan konsentrasi sekitar 100 liter.
Dan Atomizer(ultra low volume) biasanya kurang dari 5 liter.4.
Dampak pestisida pada tubuh sebagai penghambat kerja enzim kolinesterase dengan
cara menempel enzim tersebut. Sehingga asetilkolin tidak dapat dipecah menjadi kolin dan
asam asetat oleh enzim kolinesterase. Apabila terdapat pestisida organofosfat di dalam tubuh,
kolinesterase akan mengikat pestisida organofosfat tersebut, sehingga terjadi penumpukan
substrat asetilkolin pada sel efektor. Keadaan ini dapat menyebabkan gangguan fungsi saraf
Menurut data WHO (World Health Organization), penggunaan pestisida semakin lama
semakin tinggi, terutama di negara-negara berkembang di Asia, Afrika, Amerika Tengah dan
Amerika Latin. Tetapi, negara-negara berkembang ini hanya menggunakan 25% dari total
penggunaan pestisida di seluruh dunia. Yang mengejutkan adalah, walaupun negara-negara
berkembang ini hanya menggunakan 25% saja dari pestisida di seluruh dunia (world-wide),
tetapi dalam hal kematian akibat pestisida, 99% dialami oleh negara-negara di wilayah
tersebut karena rendahnya tingkat edukasi petani-petani di negaranegara tersebut sehingga
cara penggunaannya sangat tidak aman.
Gejala yang ditimbulkan dari keracunan pestisida antara lain: (1) golongan
organoklorin, yaitu sakit kepala, pusing, mual, muntah-muntah, mencret, badan lemah, gugup,
gemetar dan kesadaran hilang. Mekanisme terjadi keracunan yaitu pestisida mempengaruhi
sistem saraf pusat dan cara kerjanya belum diketahui dengan jelas; (2) golongan organofosfat,
yaitu timbulnya gerakan otot tertentu, pupil atau mata menyempit menyebabkan penglihatan
kabur, mata berair, mulut berbusa dan berair liur banyak, sakit kepala, pusing, keringat
banyak, detak jantung sangat cepat, mual, muntah-muntah, kejang perut, mencret, sukar
bernafas, otot tidak dapat digerakkan atau lumpuh dan pingsan. Mekanisme terjadi keracunan
adalah pestisida berikatan dengan enzim dalam darah yang berfungsi mengatur kerjanya saraf,
yaitu kolinesterase. Apabila kolinesterase terikat, maka enzim tidak dapat melaksanakan
tugasnya dalam tubuh terutama meneruskan untuk mengirimkan perintah kepada otot-otot
tertentu, sehingga otot-otot bergerak tanpa dapat dikendalikan; dan (3) Golongan karbamat
gejala dan tanda keracunan sama dengan golongan organofosfat. Mekanismenya juga sama
yaitu menghambat enzim kolinesterase tetapi berlangsung singkat, karena karbamat cepat
terurai di dalam tubuh. Gejala yang timbul akibat paparan pestisida antara lain: mual, muntah,
susah tidur, penurunan kadar kolinesterase darah, hipertensi, sakit kepala, otot-otot kejang,
depresi pernapasan, dan diare.
Penyemprotan yang baik harus searah dengan arah angin supaya kabut
semprot tidak tertiup ke arah penyemprot dan sebaiknya penyemprotan dilakukan
pada kecepatan angin di bawah 750 meter per menit. Petani yang menyemprot
melawan arah angin akan mempunyai risiko keracunan pestisida lebih besar bila
dibanding dengan petani yang menyemprot tanaman searah dengan arah angin.
3) Dosis
Semakin lama melakukan penyemprotan per hari maka semakin tinggi pula
intensitas pemaparan yang terjadi. Petani tidak boleh terpapar pestisida lebih dari 5
jam per hari atau 30 jam dalam satu minggu. Semakin lama waktu kerja yang
digunakan dan semakin sering melakukan penyemprotan, maka semakin besar
untuk terpajan oleh pestisida yang mengakibatkan menurunnya aktivitas
cholinesterase. Penelitian yang dilakukan Budiyono menurut Budiawan
menyatakan bahwa semakin lama petani melakukan penyemprotan maka akan
semakin banyak pestisida yang menempel dalam tubuh sehingga terjadi
pengikatan cholinesterasedarah oleh pestisida. Penyemprotan yang dilakukan
dengan frekuensi tinggi tanpa dilengkapi dengan pemakaian alat pelindung diri
(APD) akan mempengaruhi cholinesterasepetani meskipun lama penyemprotan
yang dilakukan <5 jam sehari.
5) Masa Kerja
Masa kerja merupakan waktu berapa lam petani mulai bekerja sebagai
petani. Semakin panjang masa kerja, semakin sering pula terjadi kontak langsung
dengan pestisida sehingga risiko untuk keracunan pestisida semakin
meningkat.Lama waktu bekerja sebagai penyemprot mempengaruhi lama pajanan
yang menahun (kronis), hal ini disebabkan lamanya kontak dengan pestisida selama
bertahun-tahun. Semakin lama petani menjadi penyemprot, maka kontak dengan
pestisida semakin lama dan risiko keracunan pestisida semakin tinggi.
7) Pengelolaan Pestisida
1) Umur petani
2) Jenis kelamin
3) Status gizi
4) Keadaan Kesehatan
5) Kebiasaan Merokok
Klasifikasi keparahan paparan pestisida dilihat dari kegiatan yang dilakukan dibagi menjadi
empat kategori oleh saldana et al. (2007) dalam Sathyananarayana et al. (2010) mulai dari
yang terendah sampai yang tertinggi adalah :