0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
272 tayangan108 halaman

Praktikum Petrokimia - LAPORAN PETROKIMIA 3C

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 108

PRAKTIK KE-1

Analisis Bahan Baku Pembuatan Ban

SUB JUDUL

a) Percobaan 1. Penetapan Bilangan Penyabunan

b) Percobaan 2. Penetapan Bilangan Iod

c) Percobaan 3. Penetapan Kadar Zink

Oksida TUJUAN

a) Percobaan 1

Menetapkan bilangan penyabunan dalam sampel bahan baku yang digunakan


dalam pembuatan ban secara titrimetri.

b) Percobaan 2

Menetapkan bilangan iod dalam sampel bahan baku yang digunakan dalam
pembuatan ban secara titrimetri.

c) Percobaan 3

Menetapkan kadar zink oksida dalam sampel bahan baku yang digunakan
dalam pembuatan ban secara titrimetri.

PRINSIP

a) Percobaan 1 (Bilangan Penyabunan)

Sampel disabunkan dengan KOH-Alkohol. Kelebihan KOH dititar dengan


HCl menggunakan indikator fenolftalein. Titik akhir titrasi ditandai dengan
perubahan warna larutan menjadi tidak berwarna. Jumlah KOH yang
bereaksi dengan sampel diketahui dengan penetapan blanko.

b) Percobaan 2 (Bilangan Iod)

Sampel direaksikan dengan kloroform dengan penambahan I 2 berlebih,


sehingga terjadi reaksi adisi yang memutus ikatan rangkap. Sisa I 2 yang tidak
bereaksi dengan sampel dititar dengan Na2S2O3 dengan indicator kanji. Titik

LAPORANPRAKTIKUMPETROKIMIA/3CANALISISKIMIA2018/2019 Page 1
akhir titrasi ditandai dengan hilangnya warna biru dari kanji-I 2. Untuk
mengetahui banyaknya I2 yang bereaksi dengan sampel, dilakukan penetapan
blanko.

c) Percobaan 3 (Kadar Zink Oksida)

Zink oksida digunakan sebagai bahan penggiat yang mempercepat reaksi


dari bahan pencepat hingga mencapai kemampuan penuh dalam reaksi
kimia. Sampel direaksikan dengan ammonium sulfat kemudian ditambahkan
difenilamin dan kalium ferrisianida lalu dititar dengan kalium ferrisianida
hingga larutan berwarna kekuningan.

REAKSI

 Standarisasi HCl

Na2B4O7 + 2HCl + H2O → 2NaCl + 4H3BO3

 Bilangan Penyabunan

CH2-COO-R CH2-OH

CH-COO-R + 3KOH → 3 R-COOK + CH-OH

CH2-COO-R CH2-OH

KOH + HCl → KCl + H2O

 Standarisasi Na2S2O3

K2Cr2O7 + 14HCl + 6KI → 8KCl + 3I2 + 2CrCl3 + 7H2O

I2 + 2Na2S2O3 → 2NaI + Na2S4O6

 Bilangan Iod
I2 + R-(CH=CH)n-R → R-(CH-CH)n-R

I I

R-COOH + 2KI + 2H2O → R-OH + I2 +

KOH I2 + 2Na2S2O3 → 2NaI + Na2S4O6

DASAR TEORI

1. Pengertian ban

Ban adalah material komposit, biasanya dari karet alam / karet


isoprena yang digunakan untuk ban truk dan ban mobil penumpang seperti
pada sabuk tapak, sidewall, carcassply, dan innerliner. Serbuk-serbuk
ban bekas adalah suatu jaringan tiga dimensi atau suatu produk ikatan
silang dari karet alam dan karet sintetis diperkuat dengan carbon black
yang menyerap minyak encer dari semen aspal selama reaksi yang dapat
mengalami pengembangan (Swelling) dan pelunakan (Softenning) dari
serbuk ban bekas (Warith, 2006).

Ban terdiri dari bahan karet atau polimer yang sangat kuat diperkuat
dengan serat-serat sintetik dan baja yang sangat kuat yang dapat
menghasilkan suatu bahan yang mempunyai sifat-sifat unik seperti kekuatan
tarik yang sangat kuat, fleksibel, ketahanan pergeseran yang tinggi (Warith,
2006).

Khususnya mengandung 85% hidrokarbon, 10-15% baja dan bahan-


bahan kimia lainnya. Pada ban dilakukan proses vulkanisasi yaitu suatu
tekhnik pembekuan sehingga tahan lama. Proses vulkanisasi adalah proses
irreversible pada keadaan suhu dan tekanan atmosfer standar. Proses
vulkanisasi juga menggunakan percepatan primer dan sekunder terutama
sulfur yang mengandung senyawa organik dan aktivator seperti dengan zink
oksida dan asam stearat. Ban bekas mempunyai kandungan diantaranya
adalah:

1. Karet alam dan karet sintetis

2. Filler penguat

3. Minyak

4. Antioksidan

5. Zink oksida

6. Akselerator

7. Sulfur (Warith, 2006).

2. Karet

Karet adalah polimer hidrokarbon yang terkandung pada lateks


beberapa jenis tumbahan. Sumber utama produksi karet daam perdagangan
internasional adalah para atau hevea brasiliensis (Suku Euphorbiaceae).
Beberapa tumbuhan lain juga menghasilkan getah lateks dengan sifat yang
sedikit berbeda dengan karet, seperti anggita suku Araan (Misalnya Beringin),
Sawo-sawoan (misalnya getah percah dan sawo manila), Euphorbiaceae,
serta Dandelion.

Ada dua jenis karet,yaitu karet alam dan karet sintetis. Setiap jenis
karet ini memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga keberadaannya
saling melengkapi. Kelemahan karet alam bisa diperbaiki oleh karet sintetis
dan sebaliknya, sehingga kedua jenis karet tersebut tetap
dibutuhkan. (Setiawan.D.H,2008)

Walaupun karet alam sekarang ini jumlah produksi dan konsumsinya


jauh dibawah karet sintetis atau karet buatan pabrik, tetapi sesungguhnya
karet alam belum dapat digantikan oleh karet sintetis. Bagaimanapun,
keunggulan yang dimiliki karet alam sulit ditandingi oleh karet sintetis.
Adapun kelebihan-kelebihan yang dimiliki karet alam dibanding karet
sintetis adalah :
a. Memiliki daya elastik atau daya lenting yang sempurna
b. Memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah
c. Mempunyai daya aus yang tinggi
d. Tidak mudah panas (low heat build up) , dan
e. Memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan (groove cracking
resistance).

Walaupun demikian, karet sintetis memiliki kelebihan seperti tahan


terhadap berbagai zat kimia dan harganya yang cenderung bisa
dipertahankan supaya tetap stabil. Pada proses produksinya, ada 3 jenis
karet sintetis yang saat ini digunakan pada ban yaitu :
a. Styrene

Merupakan karet sintetis yang sangat populer dikalangan produsen


ban. Biasanya dikenal dengan Styrene Butyl Rubber (SBR).
b. Polybutadiene

Merupakan karet sintetis tambahan yang mulai digunakan pada


ban standar. Karet sintetis jenis ini adalah kemampuannya yang
menahan penyerapan panas berlebihan dari sebuah ban.
c. Halobutyl Rubber

Karet sintetis yang sering digunakan untuk ban-ban tubless.


Unsur halogen yang terkandung didalamnya saling mengikat dengan
unsur ban sintetis standar lainnya. Karet sintetis ini menggantikan
peran ban dalam (Suloff, 2013).
Adapun material pendukung yang fungsinya menambah performa
ban adalah terdiri dari susunan : karbon, silika, sulfur, akselerator,
aktivator, antioksidan, dan tekstil. (Spelman, 1998).
Menurut Wik dan Xiaolin (2010), karet ban komposisinya terdiri dari 40
- 60% karet polimer, agen penguat seperti karbon hitam (20-35%),
minyak oksida, benzothiazole dan turunannya, antioksidan (1%) dan bahan
pembantu proses (<1%, seperti plastizer dan softener) (Spelman, 1998).
3. Bahan Pengaktif Ban
Bahan pengaktif (Activator) adalah bahan yang dapat meningkatkan
kerja dari bahan pemercepat. Umumnya bahan pemercepat tidak dapat
bekerja baik tanpa bahan pengaktif. Bahan pengaktif yang bisa digunakan
adalah ZnO, asam stearat, PbO, MgO dan sebagainya. Campuran bahan
pengaktif, bahan pemercepat dan belerang (S) disebut sistem vulkanisasi dari
kompon (vulcanising system of the compound)(Spelman, 1998).

4. Bahan Pemercepat

Bahan pemercepat (Accelerator) berfungsi untuk membantu


mengontrol waktu dan temperatur pada proses vulkanisasi dan dapat
memperbaiki sifat vulkanisasi karet. Beberapa jenis bahan pemercepat
antara lain bahan pemercepat organik. Misalnya, Marcapto Benzhoathizole
Disulfida (MBTS), Marcapto Benzoathizole (MBT), dan Diphenil Guanidin
(DPG), dan bahan pemercepat anorganik, misalnya Karbonat, Magnesium,
Timah Hitam, dan lain
-lain (Spelman, 1998).
5. Bahan Penstabil
Bahan penstabil (Stabilizer) berfungsi untuk mempertahankan
produk plastik dari kerusakan, baik selama proses dalam penyimpanan
maupun aplikasi produk. Ada 3 jenis bahan penstabil yaitu :
Penstabil panas (heat stabilizer), Penstabil terhadap sinar ultra violet
(UV Stabilizer), dan Antioksidan. UV Stabilizer berfungsi mencegah
kerusakan barang plastik akibat pengaruh sinar matahari. Hal ini
dikarenakan sinar matahari mengandung sinar ultra violet dengan panjang
gelombang 3000-4000 Å yang mampu mencegah sebagian besar senyawa
kimia terutama senyawa organik (Steven, 2001).

CARA KERJA

a) Penetapan Bilangan Penyabunan

ditimbang 1 g sampel ke erlenmeyer Ditambah 20 Direfluks


mL KOH 0,5 N selama 1 jam

+ 25 mL etanol 99
8 / 2 0 1 9 % Page
LAPORANPRAKTIKUMPETROKIMIA/3CANALISISKIMIA201
6
+ indicator PP
Dititrasi dengan
Dilakukan HCl 0,5 N (tidak
berwarna)
penetapun
blangko

Standarisasi HCl

Ditimbang 0,05 g + aquades DititrasidenganH


borakskeerlenmey Cl 0,5 N
er + indicator SM

Penetapan Bilangan Iod

Ditimbang 1 g + 10 mL Didiamkan 1
sampel ke kloroform jam
erlen meyer +25 mL ditempat
asah larutan Wijs
(ditutup)

Dititrasi + 15 mL KI 10%
+ 1 drop kanji
dengan Na2S2O3 + 50 mL
0,1 N aquades
hingga
larutan

Dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N Dilakukan


arna biru penetapan blangko
hingga w
Dilakuk anpenetap
hilang
anblanko

LAPORANPRAKTIKUMPETROKIMIA/3CANALISISKIMIA2018/2019 Page 7
Standardisasi Na2S2O3

+ 10 mL HCl 4N
Ditimbang 0,049 Dititrasi
+10 mL KI
g K2Cr2O7 dengan
10%
keerlenmeyer Na2S2O3 0,1 N
+25 mL
(larutankuning)
aquades

Dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N + 1 drop kanji


(warna biru hilang)

Penetapan Kadar Zink Oksida

Ditimbang Ditambahkan
Dilarutkan dengan
sebanyak 0,2- 5g
20 mL H2SO4 (1:4) (NH4)2SO4
0,3 g sampel di
dan 100 mL
erlenmeyer

Dititrasi dengan Ditambahkan 0,3 mL Dipanaskan pada


kalium difenilamin dan 0,5 suhu 700 c selama
mL kalium 30 menit pada
ferrosianida 0,005
ferrisianida 0,1% waterbath
M (TA:

HASIL DAN PERHITUNGAN

a. Data identifikasi bahan.


Nama Bahan Wujud Warna Bau
Na2S2O3 0,1 N Cairan Tidak berwarna Tidak berbau
K2Cr2O7 Padatan Jingga Tidak berbau
Indikator Kanji 1% Cairan Tidak berwarna Tidak berbau
HCl 0,5 N Cairan Tidak berwarna Bau khas HCl
Akuades Cairan Tidak berwarna Tidak berbau
KOH Cairan Tidak berwarna Tidak berbau
Etanol 99% Cairan Tidak berwarna Bau khas alkohol
Indikator PP Cairan Tidak berwarna Tidak berbau
Boraks Padatan Putih Bau khas boraks
Klorofom Cairan Tidak berwarna Bau khas klorofom
Larutan WIJS Cairan Coklat kemerahan Tidak berbau
KI 10 % Cairan Tidak berwarna Tidak berbau
Indikator MM Cairan Merah Tidak berbau
Sampel asam Padatan Putih Tidak berbau
stearat

b. Data standardisasi HCl 0,5 N.

Bobot Boraks V HCl Indikator Pengamatan N HCl


0,9550 g 12,97 mL MM Kuning 0,3863
merah sindur mgrek/mL

c. Data penetapan bilangan penyabunan.

Uraian Bobot V. HCl indikator Pengamatan


Sampel
Sampel 1,0066 g 7,73 mL Pp Merah muda
Blangko - 17, 13 mL berubah
menjadi
tidak
berwarna
Data standardisasi Na2S2O3

Bobot K2Cr2O7 V. Tio Indikator Pengamatan N Tio


0,0537 g 10,65 Kanji Jingga kuning 0,1029
mL Hijau biru tua mgrek/mL

Data penetapan bilangan Iod

Uraian Bobot V. Tio Indikator Pengamatan


Sampel
Sampel 1,0003 g 20,55 Kanji Jingga + tio kuning +
mL kanji
blangko 20,60 Tio + biru tua
mL Tidak berwarna (warna
kanji hilang)

Data penetapan kadar zink oksida (tidak dipratikkan)

Bobot Sampel V. Kalium Indikator Pengamatan


Ferrosianida
- - - -

 Standarisasi HCl

 Bobot boraks yang ditimbang

Bobot boraks = N HCl x BE boraks x V HCl

 Normalitas HCl

N HCl =

LAPORANPRAKTIKUMPETROKIMIA/3CANALISISKIMIA2018/2019 Page 10
N HCl =

 Bilangan Penyabunan

Bilangan penyabunan

Bilangan Penyabunan =

 Standarisasi Tio

 Bobot K2Cr2O7 yang ditimbang

Bobot K2Cr2O7 = N Tio x BE K2Cr2O7 x V Tio

 Normalitas Tio

N Tio =

N Tio =

 Bilangan Iod

Bilangan Iod =

Bilangan Iod =

=
PEMBAHASAN
Ban tersusun atas bahan karet baik alam ataupun sintetik sabagai
bahan utamanya, dalam pembuatannya ditambahkan bahan aktif seperti
vulcanizing agent, activator acceleration, dan antioxidant. Salah satu bahan
yang memiliki peran penting adalah bahan pengaktif, bahan pengaktif yang
umum digunakan adalah asam stearat.

Pada percobaan ini dilakukan Analisis Bahan Baku Pembuatan


Ban, analisis yang dilakukan terdapat dua parameter uji yaitu penetapan
bilangan penyabunan dan penetapan bilangan iod. Pengujian kedua analisis
tersebut dilakukan pada sampel asam stearat. Analisis ini bertujuan
menetapkan bilangan penyabunan dan bilangan iod pada sampel asam
stearat, yang dimaksudkan untuk menganalisis dan menguji kualitas bahan
baku pembuatan ban.

Asam stearat merupakan bahan penggiat (activator acceleration) yang


berpungsi untuk mengaktifkan bahan pencepat pada proses vulkanisasi, dalam
hal ini asam stearat berguna meningkatkan kualitas barang jadi karet.
Analisis dengan parameter bilangan penyabunan dan bilangan iod dalam asam
stearat dilakukan dengan membandingkan standard yang terdapat dalam
syarat keberterimaan tanpa adanya bahan penggiat. Manfaat lain dari
penggunaan bahan penggiat ini yaitu bisa didapatkan perbaikan kualitas
barang pada karet, karena adanya daya tahan yang lebih baik dan kekuatan
tarik yang lebih tinggi dibandingkan dengan vulkanisasi tanpa adanya bahan
penggiat.

Bilangan penyabunan merupakan jumlah mg KOH yang dibutuhkan


untuk menyabunkan satu gram lemak. Alkohol dalam KOH berfungsi untuk
melarutkan asam lemak, sehingga mempermudah terjadinya reaksi dengan
basa (KOH) yang akan menghasilkan sabun. Bilangan penyabunan dilakukan
untuk menentukan berat molekul suatu asam lemak. Besarnya bilangan
penyabunan bergantung pada berat molekul asam lemak, semakin besar berat
molekul asam lemak maka semakin rendah bilangan penyabunan. Berdasarkan
percobaan bilangan penyabunan, sampel yang direaksikan dengan KOH
berlebih kemudian direfluks. Hal ini bertujuan untuk melarutkan asam lemak
hasil hidrolisis, agar mempermudah reaksi dengan basa. KOH sisa yang
kemudian dititsasi dengan HCl yang telah distandaridisasi. Pemanasan yang
dilakukan pada sampel berfungsi untuk menyabunkan minyak atau lemak
secara sempurna. Fungsi penambahan KOH sebelum direfluks untuk
menyabunkan minyak atau lemak,
dan penambahan alkohol setelah direfluks untuk melarutkan sampel sehingga
tersabunkan secara sempurna. Nilai bilangan penyabunan yang diperoleh
sebesar 202 mg/g. Berdasarkan syarat keberterimaan dari Bridgestone Tires,
bilangan penyabunan untuk asam stearat adalah 190-220 mg/g. dengan
demikian, sampel memenuhi syarat keberterimaan menurut Bridgestone
Tires.

Bilangan Iod merupakan jumlah gram iod untuk mengadisi ikatan


rangkap dalam 100 gram lemak. Ikatan tak jenuh dalam asam stearat dapat
mengikat iodium, sehingga untuk mengetahui banyaknya ikatan tak jenuh
atau ikatan rangkap dalam asam stearat dapat dilakukan dengan penetapan
bilangan iod. Pada penetapan bilangan iod, sampel direaksikan dengan
kloroform dan larutan wijs, dimana kloroform berfungsi sebagai pelarut
sampel dan larutan wijs sebagai pengadisi ikatan rangkap pada sampel.
Proses pemdiaman dilakukan ditempat gelap dikarenakan larutan wijs mudah
rusak apabila terpapar cahaya sehingga proses pengadisian ikatan rangkap
menjadi tidak sempurna. Selanjutnya penambahan KI 10% berfungsi untuk
mereduksi larutan dan membebaskan I2 yang dititar dengan tio membentuk
natrium iodida. Nilai bilangan iod yang diperoleh sebesar 0 g/100 g.
Berdasarkan syarat keberterimaan bilangan iod menurut Bridgestone Tires
adalah tidak boleh lebih 20 g/100 g. Dengan demikian sampel memenuhi
syarat keberterimaan menurut Bridgestone Tires.

SIMPULAN

Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa ; bilangan


penyabunan dari sampel asam stearat sebesar dan bilangan iod dari
sampel asam stearat sebesar .

DAFTAR PUSTAKA

1. Warith, M. A. Rao, S. M. 2006. Predicting the compecibillity


behaviour of tyre shred sample forlandfill application. Waste
Management 26: 268-276.
2. Setiawan, D. H dan A. Andoko, 2005. Petunjuk Lengkap Budi Daya
Karet. Agromedia Pustaka, Jakarta.

3. Suloff, P.D. 1987. The Goodyear Tire and Rubber Company.Prentice


Hall. University of Michigan
4. Spelman, R.H. 1998. General Tire and Rubber Company. Prentice Hall.
Micigan University.
5. Steven, M.P. 2001. Kimia Polimer. Edisi Kesatu. Jakarta : PT. Pradnya
Paramith.
PRAKTIK KE-2

Penetapan Kadar Sulfaktan Anionik Secara Biru Metilen

Menggunakan Spektrofotomer

TUJUAN

1. Dapat mengetahui kadar sulfaktan anionik secara biru


metilen menggunakanperalatan spektrofotometer.

2. Dapat mengetahui prinsip kerja dan mengoperasikan alat spektrofotomer


dengan benar sesuai SOP.

PRINSIP

1. Prinsip Percobaan

Sulfaktan anionik bereaksi dengan biru metilen membentuk pasangan


ion biru yang larut dalam pelarut organik. Intensitas warna biru yang
terbentuk diukur dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 652
nm serapan yang terukur setara dengan kadar sulfaktan anionik.

2. Prinsip Alat

Prinsip kerja alat spektrofotometer berdasarkan hukum lambert-Beer,


dimana bila cahaya monokromatik ( Io) melalui suatu media ( larutan )
maka sebagian cahaya tersebut akan diserap ( Ia ), sebagian di pantulkan
( Ir ) dan sebagian lagi dipancarkan ( It ) .

REAKSI

1. Reaksi biru dengan sulfaktan anionik

Metilen biru Sulfaktan anionik


Garam

Metilen biru - sulfaktan anionik


2. Metilen biru dengan linear avylbenzene sulfanate ( LAS )

LAS Garam
Metilen biru
Metilen biru - LAS

DASAR TEORI

Air limbah merupakan air buangan dari masyarakat hasil sisa dari
berbagai aktifitas manusia. Kandungan zat kimia dalam air limbah perlu
diketahui sebagai langkah awal untuk menentukan perlakuan yang tepat
terhadap air limbah tersebut. Selain itu, hal ini juga dilakukan untuk
mengetahui tingkat pencemaran yang terjadi. Adanya bahan-bahan organik
dalam suatu air limbah dapat mempengaruhi kehidupan dari makhluk hidup
tertentu seperti ikan, serangga dan organisme lain yang sangat bergantung
pada oksigen (HINDARKO,2003).

Salah satu contoh air limbah adalah deterjen. Deterjen merupakan


bahan pembersih yang umum digunakan oleh usaha industri ataupun rumah
tangga. Produksi deterjen terus meningkat setiap tahunnya untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat akan bahan pembersih (CONNEL &
MILLER,1995). Deterjen merupakan gabungan dari berbagai senyawa dimana
komponen utama dari gabungan tersebut adalah surface active agents atau
surfaktan. Surfaktan deterjen yang paling sering digunakan adalah LAS atau
Linier Alkilbenzen Sulfonat (SUPRIYONO dkk, 1998).

Surfaktan zat aktif permukaan atau tensides adalah zat yang


menyebabkan turunnya tegangan permukaan cairan, khususnya air. Ini
menyebabkan pembentukan gelembung dan pengaruh permukaan lainnya yang
memungkinkan zat-zat ini bertindak sebagai zat pembersih atau penghambur
dalam industri dan untuk tujuan rumah tangga (CONNEL & MILLER, 1995).
Surfaktan atau surface active agent atau wetting agent merupakan bahan
organik yang berperan sebagai bahan aktif pada deterjen, sabun dan shampoo.
Surfaktan dapat menurunkan tegangan permukaan sehingga memungkinkan
partikel- partikel yang menempel pada bahan-bahan yang dicuci terlepas dan
mengapung atau terlarut dalam air. Surfaktan dikelompokkan menjadi empat,
yaitu surfaktan anion, surfaktan kationik, surfaktan nonionik dan surfaktan
amphoteric (zwitterionic) (EFFENDI, 2003). Untuk keperluan rumah
tangga digunakan kelompok surfaktan anion (deterjen). Telah dikenal dua
macam deterjen anion, yakni alkil sulfonat linear dan alkil benzene sulfonat
(SASTRAWIJAYA, 1991). Bentuk deterjen merupakan salah satu jenis bahan
pembersih yang digunakan untuk mengurangi kotoran dari pakaian, piring,
dan barang lainnya (SAWYER, 1967).

LAS adalah sebuah alkil aril sulfonat yang mempunyai struktur rantai
lurus tanpa cabang, sebuah cincin benzen dan sebuah sulfonat. LAS
merupakan konversi dari Aliklbenzen sulfonat atau ABS, dimana LAS
lebih mudah terdegradasi dalam air dan merupakan deterjen ’lunak’
(HIRSCH, 1963 dalam ABEL, 1974). Limbah deterjen merupakan salah satu
pencemar yang bisa membahayakan kehidupan organisme di perairan karena
menyebabkan suplai oksigen dari udara sangat lambat akibat busanya yang
menutupi permukaan air (CONNEL & MILLER,1995).

Pengaruh deterjen terhadap lingkungan dapat diketahui dengan


menganalisis kadar surfaktan anion atau deterjen pada sampel beberapa
limbah dengan metode MBAS (Methylen Blue Active Surfactant) yakni
menambahkan zat metilen biru yang akan berikatan dengan surfaktan dan
dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis. Konsentrasi yang terbaca adalah
kadar surfaktan anion pada sampel limbah yang berikatan dengan metilen biru.
Metode ini membahas tentang perpindahan metilen biru yaitu larutan kationik
dari larutan air ke dalam larutan organik yang tidak dapat campur dengan air
sampai pada titik jenuh (keseimbangan). Hal ini terjadi melalui formasi
(ikatan) pasangan ion antara anion dari MBAS (methylene blue active
substances) dan kation dari metilen biru. Intensitas warna biru yang dihasilkan
dalam fase organik merupakan ukuran dari MBAS (sebanding dengan jumlah
surfaktan). Surfaktan anion adalah salah satu
dari zat yang paling penting, alami dan sintetik yang menunjukkan aktifitas dari
metilen biru. Metode MBAS berguna sebagai penentuan kandungan surfaktan
anion dari air dan limbah, tetapi kemungkin adanya bentuk lain dari MBAS
(selain interaksi antara metilen biru dan surfaktan anion) harus selalu
diperhatikan. Metode ini relatif sangat sederhana dan pasti. Inti dari metode
MBAS ini ada 3 secara berurutan yaitu: Ekstraksi metilen biru dengan surfaktan
anion dari media larutan air ke dalam kloroform (CHCl3) kemudian diikuti
terpisahnya antara fase air dan organik dan pengukuran warna biru dalam
CHCl3 dengan menggunakan alat spektrofotometri pada panjang gelombang 652
nm Batas deteksi surfaktan anion menggunakan pereaksi pengomplek metilen
biru sebesar 0,026 mg/L, dengan rata-rata persen perolehan kembali 92,3%
(RUDI dkk, 2004).

Spektrometri merupakan metode pengukuran yang didasarkan pada


interaksi radiasi elektromagnetik dengan partikel, dan akibat dari interaksi
tersebut menyebabkan energi diserap atau dipancarkan oleh partikel dan
dihubungkan pada konsentrasi analit dalam larutan. Prinsip dasar dari
spektrofotometri UV-Vis adalah ketika molekul mengabsorbsi radiasi UV atau
visible dengan panjang gelombang tertentu, elektron dalam molekul akan
mengalami transisi atau pengeksitasian dari tingkat energi yang lebih rendah
ke tingkat energi yang lebih tinggi dan sifatnya karakteristik pada tiap
senyawa. Penyerapan cahaya dari sumber radiasi oleh molekul dapat terjadi
apabila energi radiasi yang dipancarkan pada atom analit besarnya tepat sama
dengan perbedaan tingkat energi transisi elektronnya (RUDI dkk, 2004).

CARA KERJA

- Pembuatan larutan induk LAS 1000 ppm

Ditambahkan
Ditimbang 1 g LAS
100 mL H2O

Ditera
Dimasukkan ke
dengan
labu takar 1000
akuades dan
mL
dihomogenka
- Pembuatan larutan baku LAS 10 ppm

Dipipet 1 mL
Dimasukkan ke
larutan induk LAS
labu takar 100 mL
1000 ppm

Ditera dengan
akuades dan
dihomogenkan

- Pembuatan larutan kerja LAS

Larutan baku LAS 10 ppm

0 mL 4 mL 8 mL 12 mL 20 mL

0,0 mL 0,4 mL 0,8 mL 1,2 mL 2,0 mL

Labu takar

Ditera dengan akuades dan dihomogenkan

- Pembuatan kurva kalibrasi

Larutan LAS (0,0;0,4;0,8;1,2;2,0


Dipipet 25 mL masing masing konsentrasi
Dimasukkan ke corong pemisah
ppm)

LAPO R A N P R A K T I K U M P ETR O K I M I A / 3 C A N A L I S ISK I M I A 2 0 1 8 / 2 0 1 9 Page 19


Diekstrak 30
Didiamkan detik kocok kuat Ditambahkan 6,25
(apabila ada mL metilen biru
hingga 2
emulsi dan 2,5 mL CHCl3
fase
ditambahkan

Lapisan bawah Diekstrak 25 detik


Corong pemisah sebanyak 2 kali
(CHCl3)
(A) ditambahkan dan lapisan
ditampung ke
2,5 mL bawah (CHCl3)
corong pemisah
(B) ditampung ke
corong pemisah

Di corong pemisah
Diekstrak 30 (B) Hasil tampungan
detik dan ditambahkan di corong
didiamkan hingga 12,5 mL larutan pemisah (B)
2 fasa pencuci dan 2,5
mL CHCl3

Lapisan kloroform (C Lapisan air Diekstrak 30


RANPRAKTIKUMP
LAPO E T R O K I M I A / 3 C A N)A L I S ISK IMIA2018/2019
ditampung di labu ditambahkan detik
takar 25 mL CHCl3 (dilakukan
sebanyak 1 kali)
Page 20
Diukur pada Ditera Lapisan
spektrodotomete dengan kloroform
r UV-Vis dengan kloroform ditampung ke
panjang dan labu takar 25 mL
dihomogenka

- Preparasi Sampel

Dilarutkan
1 gram sampel Dimasukkan ke
dengan aquades
ditimbang labu takar 500 mL
secukupnya

Ditera dan
Dimasukkan ke Dipipet sebanyak 1
dihomogenkan
kabu takar 100 mL
dengan aquades
mL

- Pengujian Sampel

25 mL sampel
LAPO RANPRAKTIKUMP Ditambah
ETRO KIM I A / 3 C A NNaOH
ALISI SKIMIA2018/2019 Page 21
dipipet ke corong hingga berwarna
pemisah, dan pink, dan H2SO4
Ditambah 6,25
metilen blue,
dan 2,5
kloroform

Lapisan bawah Diekstrak 30


(CHCl3) ditampung detik kocok kuat
ke corong pemisah Didiamkan hingga
(apabila ada
(B) 2 fase
emulsi
ditambahkan

Diekstrak 25 detik
sebanyak 2 kali dan lapisan bawah (CHCl 3) ditampung
Hasil tampungan
ke corong pemisah
di corong pemisah (B)
Corong pemisah (B)
(A) ditambahkan
2,5 mL

Di corong pemisah
Lapisan Diekstrak 30 detik (B)
kloroform dan didiamkan ditambahkan
ditampung di hingga 2 fasa 12,5 mL
labu takar 25 mL larutan pencuci
(C) dan 2,5

Lapisan air Diekstrak 30 detik Lapisan


ditambahka (dilakukan kloroform
n CHCl3 sebanyak 1 kali) ditampung ke
labu takar 25 mL

Diukur pada spektrodotometer UV-Vis


Ditera dengan
dengan kloroform dan dihomogenkan

OKIMIA/3CANALIS MIA2018/2019
LAPORANPRAKTIKUMPETR panjang ISKI Page 22
- Pembuatan Blanko

Diekstrak 30
Ditambah 6,25 detik kocok kuat
25 mL
metilen blue, (apabila ada
aquades
dan 2,5 emulsi
dipipet
kloroform ditambahkan

Lapisan bawah
Corong pemisah
(CHCl3) ditampung Didiamkan hingga
(A)
ke corong pemisah 2 fase
ditambahk
(B)
an 2,5 mL

Diekstrak 25 detik Di corong pemisah


banyak 2 kali dan lapisan bawah (CHCl 3) ditampung
Hasilketampungan
corong pemisah
di corong
(B) (B)
pemisah
ditambahkan
(B) 12,5 mL larutan pencuci dan 2,5
mL CHCl3

Lapisan air Lapisan Diekstrak 30 detik


ditambahka kloroform dan didiamkan
n CHCl3 ditampung di hingga 2 fasa
labu takar 25 mL
(C)

Diekstrak 30 detik Lapisan Ditera


(dilakukan kloroform dengan
sebanyak 1 kali) ditampung ke kloroform
labu takar 25 mL dan
dihomogenka

LAPORANPRAK TIK UMPETROK IMIA/3CANALISISK IMIA2018/2 019


Page 23
Diukur pada
spektrodotomete
r UV-Vis dengan
panjang

DATA PENGAMATAN

Sampel : Sampo

Rejoice Wujud : Cairan kental

Warna : Putih

Bau : Bau khas

Rejoice Bobot Penimbangan :

1,0029 g Panjang Gelombang: 653,6

nm

- Hasil Pengukuran

Konsentrasi (mg/l) Absorbansi (Abs)

0,0 0,0313
0,4 0,1528
0,8 0,2666
1,2 0,3165
2,0 0,6176
Sampel 0,5455

- Persamaan regresi : Y = A + BX

Y= 0,0277 abs + 0,2833

LAPORANPRAKTIKUMPETROKIMIA/3CANALISISKIMIA2018/2019 Page 24
A = 0,0277 abs

B = 0,2833

r = 0,9910

PERHITUNGAN

1. Pembuatan Larutan Induk LAS 1000 mg/L

Bobot LAS yang ditimbang =

= 1000 mg

2. Pembuatan Larutan Baku LAS 10 mg/L dari Larutan Induk LAS 1000 mg/L

Volume LAS 1000 PPM yang dipipet =

= 1 mL

3. Pembuatan Deret Standar LAS

V larutan baku yang dipipet =

 0 ppm

V Larutan Baku =

= 0 mL

 0,4 ppm

V Larutan Baku =
= 4 mL

 0,8 ppm

V Larutan Baku =

= 0 mL

 1,2 ppm

V Larutan Baku =

= 0 mL

 2,0 ppm

V Larutan Baku =

= 0 mL

4. Konsentrasi Terukur Sampel

C terukur (mg/L)=

= 1,83 mg/L

PEMBAHASAN

Analisis kadar surfaktan anionik dalam sampel dapat dilakukan dengan


metode metilen biru menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis. Dalam
analisis ini digunakan sampel sampo merek “X” yang diduga mengandung kadar
LAS (linear alkylbenzene sulfonate). LAS adalah surfaktan dalam detergen yang
bersifat toksik terhadap organisme air. LAS merupakan jenis surfaktan yang
lebih mudah diuraikan oleh bakteri dan mempunyai kemampuan berbusa 10-
30% bahan organik aktif serta dapat menghilangkan busa secara berangsur-
angsur sehingga tidak mengganggu lingkungan. Surfaktan dapat menyebabkan
permukaan kulit menjadi kasar, hilangnya kelembaban alami yang ada
pada permukaan kulit, dan dapat meningkatkan permeabilitas permukaan luar.

Analisis ini menggunakan spektrofotometer UV-Vis yang merupakan


analisis dengan metode perbandingan sehingga diperlukan standar. Standar
yang digunakan dalam praktik ini yaitu LAS. Prinsip analisis spektrofotometri
yaitu adanya interaksi antara materi dengan sinar radiasi, sehingga akan ada
sinar yang diserap, diteruskan, dan sedikit yang dipantulkan. Sinar yang
diserap akan sebanding dengan konsentrasi larutannya. Pada
sepektrofotometer UV-Vis ini, sampel yang bisa dianalisa yaitu sampel dalam
bentuk senyawaan kompleks. Sehingga pada praktik ini sampel dan deret
standar dibentuk menjadi senyawaan kompleks terlebih dahulu menggunakan
metilen biru.

Pada tahap preparasi sampel maupun pembuatan deret standar, mulanya


direaksikan dengan metilen biru, maka surfaktan anionik akan bereaksi dengan
metilen biru membentuk senyawa baru dengan pasangan kation-anion baru
sehingga dapat mengubah surfaktan anionik yang tidak larut dalam pelarut
organik menjadi larut dalam pelarut organik. Senyawa baru tersebut
dipisahkan dari larutan dengan metode ekstraksi. Ekstraksi dilakukan dengan
penambahan pelarut organik (nonpolar). Pada praktik ini digunakan kloroform,
maka akan terjadi distribusi materi dari sampel ke pelarut organik. Syarat
proses ekstraksi adalah kedua pelarutnya tidak boleh saling bercampur agar
mudah dalam proses pemisahan. Pada proses ekstraksi ini akan tebentuk dua
fasa yaitu fasa organik yang berada pada bagian bawah dan fasa air yang
berada pada bagian atas. Larutan yang diambil yaitu bagian fasa organik
karena senyawa surfaktan tersebut larut dalam kloroform dengan terbentuknya
warna biru. Proses ekstraksi dilakukan berulang kali dengan pelarut yang
sedikit demi sedikit. Hal ini dilakukan karena hasil yang diperoleh akan lebih
efektif dibandingkan dengan ekstraksi yang dilakukan hanya satu kali. Setelah
diekstraksi dengan kloroform berulang kali, hasilnya dicampur dengan air
pencuci untuk mengikat fasa air yang terbawa pada saat proses pemisahan agar
mendapatkan hasil yang bebas air. Khusus pada sampel, mulanya dilakukan
penetralan terlebih dahulu karena proses pembentukkan senyawa baru hasil
reaksi dengan metilen biru efektif pada kondisi netral, lalu dilakukan ekstraksi
dan intensitas warna biru yang terbentuk diukur absorbansinya menggunakan
spektrofotometer UV-Vis dengan mencari λ maksimal terlebih dahulu agar
diperoleh serapan maksimum. Pada praktik ini
diperoleh panjang gelombang maksimum sebesar 653,6 nm.

Berdasarkan hasil pengukuran didapatkan kadar surfaktan pada sampel


sampo merek “X” sebesar 9,12% (b/b). Nilai tersebut didapatkan
berdasarkan persamaan regresi dari kurva kalibrasi deret standar sehingga
diperoleh nilai konsentrasi terukurnya. Dari nilai konsentrasi terukur, dapat
dihitung nilai kadar surfaktannya Menurut SNI 06-2692-1992 tentang
sampo, kadar minimum surfaktan yang diperbolehkan sebesar 4,5%. Sehingga
sampo merek “X” ini telah memenuhi syarat mutu dari SNI 06-2692-1992 dan
layak untuk digunakan oleh masyarakat. Apabila nilai kadar surfaktan yang
diperoleh kurang dari syarat minimum SNI diatas, maka sampo tersebut
tidak akan membersihkan rambut secara maksimal.

SIMPULAN

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa


kadar surfaktan dari sampel shampoo rejoice adalah sebesar 9,12%, hal ini
menyatakan bahwa sampel tersebut layak digunakan berdasarkan SNI 2692-1992
tentang shampoo dimana kadar minumnya adalah 4,5%.

DAFTAR PUSTAKA

1. ABEL, P.D. 1974. Toxicity of Synthetic Detergents to Fish aquatic Invertebrates.


J.Fish. Biol
2. CONNEL, D. W. & MILLER, G. J. (A) 1995. Kimia dan Ekotoksikologi
Pencemaran. UI-Press. Jakarta.
3. CONNEL, D. W. & MILLER, G. J. (B) 1995. Kimia dan Ekotoksikologi
Pencemaran. UI-Press. Jakarta.
4. CONNEL, D. W. & MILLER, G. J. (C) 1995. Kimia dan Ekotoksikologi
Pencemaran. UI-Press. Jakarta.
5. EFFENDI, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya
dan Lingkungan Perairan. Jurusan MSP Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
IPB. Bogor.
6. HINDARKO, S. 2003. Mengolah Air Limbah Supaya Tidak Mencemari Orang
Lain. ESHA. Jakarta
7. RUDI, L. A. SURATNO, W. & PAUNDANAN, J. 2004. Perbandingan Penentuan
Surfaktan Anionik Dengan Spektrofotometer UV-ST Menggunakan
Pengompleks Malasit hijau Dan Metilen biru. Jurnal Kimia Lingkungan. Vol. 6
No. 1. Surabaya. Universitas Airlangga
8. SASTRAWIJAYA, A. T. 1991. Pencemaran Lingkungan. Rineka Cipta. Jakarta.
9. SAWYER, C. N., MCCARTHY, P. L. & PARKIN, G. F. 1967. Chemistry for the
Environmental Engineering and Science. McGraw-Hill Company. Singapore.
10.SUPRIYONO, E. TAKASHIMA, F. & STRUSSMAN, C.A. 1998. Toxicity of LAS to
Juvenile Kuruma Shrimp, Penaeus japonicus : A Histopathological Study On
Acute and Subchronic Levels. Journal of Tokyo University of Fisheries.
Japan Vol. 85

LAMPIRAN

Grafik Kurva Kalibrasi Deret Standar Linear Alkylbenzene Sulfonate (LAS) Hubungan
Antara Konsentrasi dan Absorbansi

PRAKTIK KE-3

Penetapan Kadar Pb (Timbal) dalam Produk Plastik PVC Secara Spektrofotometri


Serapan Atom (SSA)

TUJUAN

1. Menetapkan kadar Pb (Timbal) dalam produk plastik PVC secara


Spektrofotometri Serapan Atom

2. Mampu mengoperasikan alat spektrofotometri serapan atom dengan baik


dan benar

PRINSIP

Penetapan kadar Pb dalam produk plastik dilakukan dengan proses


destruksi kering dan dikukur menggunakan spektrofotometri serapan atom
(SSA). Proses destruksi dilakukan pada suhu 300˚ C dan larutan yang dihasilkan
selanjutnya akan diatomisasi. Atom-atom unsur Pb berinteraksi dengan sinar
dari lampu Pb. Interaksi tersebut berupa serapan sinar yang sebanding dengan
konsentrasi unsur logam tersebut. Pengukuran absorbansi dilakukan pada
panjang gelombang 283,3 nm menggunakan alat SSA.

REAKSI

3 Pb (S) + 8 HNO3 (aq) → 3 Pb2+ (aq) + 6 NO3 -(aq) + 2 NO (g) + 4 H2O (l)

DASAR TEORI

Timbal adalah logam yang berwarna abu-abu kebiruan dengan


kerapatan yang tinggi 11,34 g/cm3 pada suhu kamar. Timbal mudah larut dalam
asam nitrat yang sedang pekatnya (8M) dan terbentuk juga nitrogen oksida. Gas
nitrogen (II) oksida yang tidak berwarna itu, bila bercampur dengan udara akan
teroksidasi menjadi nitrogen dioksida yang merah. Dengan asam nitrat pekat,
terbentuk lapisan pelindung berupa timbal nitrat pada permukaan logam, yang
mencegah pelarutan lebih lanjut. Asam klorida encer atau asam sulfat encer
mempunyai pengaruh lebih sedikit, karena terbentuknya timbal klorida atau
timbal sulfat yang tidak larut pada permukaan logam. (Shevla, 1985)

Destruksi basah adalah proses perombakan logam organic dengan


menggunakan asam kuat, baik tunggal maupun campuran, kemuidan dioksidasi
menggunakan zat oksidator sehingga dihasilkan logam anorganik bebas.
Destruksi basah sangat sesuai untuk penentuan unsur-unsur yang mudah
menguap. Pelarut yang bisa digunakan untuk destruksi basah adalah HNO 3 dan
HClO4. Pelarut tersebut dapat digunakan secara tunggal maupun campuran.
Kesempurnaan destruksi ditandai dengan diperolehnya larutan jernih pada
larutan destruksi yang menunjukkan bahwa semua kontituen yang ada telah
larut semua atau penambahan senyawa organic berjalan dengan baik.
Senyawa-senyawa
LAPORANPRAKTIKUMPETROKIMIA/3CANALISISKIMIA2018/2019 Page 30
garam yang terbentuk setelah destruksi merupakan senaywa garam yang stabil
jika disimpan selama beberapa hari. Pada umumnya pelaksanaan kerja
destruksi basah dilakukan dengan metode Kjeldahl. (Raimon, 1993)

Metode destruksi basah lebih baik dari pada cara kering, karena
tidak banyak bahan yang dapat hilang dengan suhu pengabuan sangat tinggi.
Hal ini merupakan salah satu factor mengapa cara basah lebih sering digunakan
oleh para peneliti. Disamping itu destruksi dengan cara basah biasanya
dilakukan untuk memperbaiki cara kering yang biasanya memerlukan waktu
yang lama. (Sumardi, 1981)

CARA KERJA

1. Pembuatan Larutan Induk Pb 10 mg/L

Dipipet 0,50 Dimasukkan ke Ditera


mL standar labu takar 50 menggunakan
induk Pb 1000 mL HNO3 (1:3) lalu
mg/L

2. Pembuatan Larutan Deret Standar Pb

Larutan standar Pb 10 mg/L

0,00 mL 2,50 mL 5,00 mL 7,50 mL 10,00 12,50

0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50

Dimasukkan ke
labu takar 50 mL

Ditera
LAPORAN PRAKTIKUM
m e n
PETROKIMIA / 3 C
ggA
uNnAaLkIaSnI HS NK OI M3
IA 2018/20 19 Page 31
Diukur menggunakan spektrofotometer serapan atom pada λ =

3. Preparasi Sampel

Ditimbang 0,5 g sampel ke cawan porselen Dimeker


Dimasukkan ke tanur
selama kurang
dengan suhu 600o C
lebih 10 menit
selama 60 menit

Dilarutkan
Disaring dan Didinginkan
dengan HNO3
diambil
(1:3)

Dimasukkan ke Diukur menggunakan


Ditera dengan
labu takar 100 spektrofotometer
HNO3 (1:3) ,
mL serapan atom pada λ =
lalu
dihomogenkan

DATA PENGAMATAN

 Data sampel

1. Nama Sampel : Pipa paralon (

PVC) Wujud : Padatan

Wana : Putih

Bau : Tidak berbau

Bobot : 0,5002 g

LAPORANPRAKTIKUMPETROKIMIA/3CANALISISKIMIA2018/2019 Page 32
2. Nama Sampel : Sambungan pipa paralon (PVC)

Wujud : Padatan

Wana : abu abu

Bau : Tidak berbau

Bobot : 0,4997 g

 Data hasil pengukuran

No Konsentrasi (mg/L) Absorbansi

1 0,00 - 0,0005

2 0,10 0,0017

3 0,30 0,0038

4 0,70 0,0076

5 1,00 0,0108

6 2,00 0,0204

Sampel 1 ( pipa paralon) 0,1690

Sampel 2 ( sambungan 0,6182


Paralon)

Bedasarkan perhitungan didapat

a = 0,00036455 abs

b = 0,010149

abs.L/mg r = 0,9980

Maka persamaan regresinya adalah :

Y = 0,00036455 (abs) + 0,010149 (abs.L/mg). X (mg/L)


PERHITUNGAN

 Data sampel

3. Nama Sampel : Pipa paralon (

PVC) Wujud : Padatan

Wana : Putih

Bau : Tidak berbau

Bobot : 0,5002 g

4. Nama Sampel : Sambungan pipa paralon (PVC)

Wujud : Padatan

Wana : abu abu

Bau : Tidak berbau

Bobot : 0,4997 g

 Data hasil pengukuran

No Konsentrasi (mg/L) Absorbansi

1 0,00 - 0,0005

2 0,10 0,0017

3 0,30 0,0038

4 0,70 0,0076

5 1,00 0,0108

6 2,00 0,0204
Sampel 1 ( pipa paralon) 0,1690

Sampel 2 ( sambungan 0,6182


Paralon)

Bedasarkan perhitungan didapat

a = 0,00036455 abs

b = 0,010149

abs.L/mg r = 0,9980

Maka persamaan regresinya adalah :

Y = 0,00036455 (abs) + 0,010149 (abs.L/mg). X (mg/L)

PEMBAHASAN

Pada percobaan ini, dilakukan penetapan kadar timbal (Pb) pada produk
plastik dari PVC. Pada penetapan ini dilakukan menggunakan instrumen
spektrofotometer serapan atom (AAS). Pada analisis kali ini, bahan bakar yang
digunakan adalah campuran udara asetilena, yang bersuhu sekitar 2300˚C. Untuk
analisis aas yang paling sesuai dan paling umum digunakan adalah nyala udara
asitilen. Akan tetapi unsur-unsur yang oksidanya mempunyai energi disosiasi
tinggi tidak mungkin dianalisis dengan nyala ini karena pada suhu rendah akan
menghasilkan sensitivitas yang rendah. Nyala udaraa-asitilen mempunyai
transmitan rendah pada daerah panjang gelombang yang pendek ( ultraviolet).

Timbal merupakan logam yang memiliki sifat toksik terhadap manusia.


Timbal dapat masuk kedalam tubuh melalui konsumsi makanan, minuman,
udara, air, serta debu yang tercemar Pb. Unsur Pb digunakan dalam bidang
industri modern sebagai bahan pembuatan pipa air yang tahan korosi, bahan
pembuat cat, baterai, dan campuran bahan bakar bensin tetraetil. Pb digunakan
dalam bahan- bahan pembuatan PVC, sebab PVC dapat mengalami degradasi
atau penurunan mutu akibat panas sinar UV dan bahan kimia. Maka dari itu PVC
ditambahkan bahan aditif berupa stablilizer atau penstabil, dimana
penstabil tersebut terkandung Pb. Spektrofotometer serapan atom adalah
suatu alat yang digunakan pada metode analisis untuk penetuan unsur-unsur
logam dan metaloid
yang berdasarkan pada penyerapan absorbsi radiasi oleh atom bebas. Prinsip
metode spektrofotometri serapan atom adalah penentuan kadar logam berat
dengan spektofotometri serapan atom didasarkan pada hukum Lambert-
Beer, yaitu absorbansi berbanding lurus dengan panjang nyala yang dilalui sinar
dan konsentrasi uap atom dalam nyala. Kelebihan menggunakan metode
spektrofotometri serapan atom dapat menganalisis konsentrasi logam berat
dalam sampel secara akurat karena konsentrasi yang terbaca pada alat
berdasarkan banyaknya sinar yang berbanding lurus dengan kadar zat.

Pada percobaan ini dilakukan penetapan kadar Pb dalam sampel PVC


yaitu dengan sampel paralon berwarna putih dan sambungan paralon berwarna
abu- abu. Pertama sampel dipotong kecil-kecil agar memudahkan saat proses
destruksi. Sampel didestruksi kering dengan tanur pada suhu 600° C dan maker
pada proses awal pengabuan. Destruksi ini bertujuan untuk menghilangkan
senyawa organik dalam sampel dan menghasilkan senyawa anorganik berupa
oksida logam. Proses pengabuan seharusnya dilakukan hingga semua bahan
organik hilang, tetapi pada praktikum ini hanya dilakukan selama 1 jam.
Sehingga saat oksida logam dilarutkan denga asam nitrat, tidak larut sempurna
masih terdapat endapan hitam.

Pada proses pengabuan, sampel sambungan paralon lebih membutuhkan


waktu yang lama agar menjadi oksida logam dibandingkan paralonnya.
Berdasarkan pengamatan kualitatif pun lebih keras dibandingkan paralon. Hal
tersebut dapat dikarenakan struktur polimer pada sambungan paralon memiliki
ikatan atau interaksi yang lebih kuat atau jumlah ikatannya lebih banyak
sehingga mobilitas rantai polimer lebih rendah dan mempengaruhi sifatnya
secara mekanis dan membutuhkan energi yang lebih banyak untuk memutuskan
atau merusak ikatannya, walaupun terbuat dari polimer yang sama antara
paralon dan sambungannya yaitu polivinilklorida. Padatan hitam yang masih
terdapat pada sampel dipisahkan dengan proses dan cara kuantitatif
dimasukkan kedalam labu takar dan ditera dengan HNO3. Oksida logam pada
sampel saat dilarutkan dengan asam nitrat berubah menjadi kation, termasuk
Pb2+. Larutan yang didapatkan pada hasil penyaringan pertama masih keruh dan
terdapat zat yang melayang. Maka dilakukan penyaringan kembali sebelum
diukur dengan spektrofotometer serapan atom agar tidak meyumbat pipa
kapiler (aspirator) pada alat. Penambahan asam nitrat yaitu untuk mencegah
pengendapan dan melarutkan
semua logam-logam yang ada dalam larutan.

Pengukuran pada alat diawali dengan deret standar Pb (0,0 ; 0,1 ; 0,3 ; 0,7 ;
1,0 ; 2,0 )mg/L, didapatkan hasilnya yaitu nilai intersep 3,6455x10-4 abs, nilai
slope 0,0101 abs L/mg dengan koefisien korelasi 0,9980 yang menunjukkan
bahwa nilai absorbansi yang terbaca 99% dari sampel dan 1% dari noise dan
hubungan antara kosentrasi dan absorbansinya linear. Pada sampel didapatkan
hasil bahwa kadar Pb dalam sambungan paralon sebesar 12.229,11 mg/kg
dan pada paralon sebesar 3342,00 mg/kg. Hal tersebut menujukkan bahwa
paralon tidak layak digunakan apabila menjadi pipa saluran air minum, karena
dapat mencemari perairan dan manusia terkontaminasi Pb. Dari hasil
percobaan terdapat perbedaan kadar Pb dalam sampel uji. Pada sambungan
paralon memiliki kadar Pb yang lebih besar. Hal ini dikarenakan sambungan
paralon dalam aplikasinya lebih banyak menahan atau terkena tekanan arus
air, sehingga sambungan pipa harus dibuat lebih tahan terhadap air agar masa
pencegahan terhadap degradasi sambungan pipa lebih lama, karena lebih kuat
dengan kadar yang lebih besar dari paralon sebab sambungan paralon yang
terkena air kebih besar. Pb dalam sambungan paralon kadarnya lebih besar
dari pada paralonnya, Pb dalam PVC berfungsi untuk stabilizer agar produk
yang dihasilkan tidak mudah terdegradasi oleh panas atau sinar UV, hal
tersebut menguatkan tentang lebih kokohnya sambungan paralon dan lebih
lama terdestruksi karena kadar Pbnya lebih besar. Adapun batasan yang
diperbolehkan dalam pembuatan PVC saluran air yaitu 0,1 mg/L pada SNI 06-
0084-2002. Jika dibandingkan dengan kadar Pb pada sampel uji batas
maksimum pada SNI, maka kadar Pb dalam sampel uji tidak memenuhi standar
yang ditetapkan, karena kadar Pb yang diperoleh melampaui batas maksimum
yang ditetapkan berbahaya bagi lingkungan menimbulkan pencemaran, dapat
menyebabkan karsinogenik dan toksik, karena dosisnya yang tinggi.

Bahanya kandungan Pb dalam sampel paralon dan sambungan paralon


dapat memberikan efek toksik terhadap manusia. Keracunan akibat
kontaminasi Pb dapat menimbulkan berbagai ancaman, diantaranya:

a. menghambat aktivitas enzim yang terlibat dalam pembentukkan


hemoglobin

b. meningkatnya kadar asam aminolevulinat dehidratase (ALAD) dan


kadar protoporphin dalam sel darah merah

c. memperpendek umur sel darah merah

d. menurunkan jumlah sel darah merah dan retikulosit,


serta meningkatkan kandungan logam Fe dalam plasma
darah

Gejala keracunan timbal dapat berupa mual, anemia, sakit disekitar perut , dan
dapat menyebabkan kelumpuhan.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil percobaan Penetapan Kadar Pb Dalam Sampel Produk


Plastik PVC Secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) dapat disimpulkan bahwa :

1. Kadar Pb dalam sambungan paralon sebesar 12.229,11 mg/kg

2. Kadar Pb dalam paralon sebesar 3342,00

mg/kg DAFTAR PUSTAKA

1. Shevla. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimakro.
Jakarta. PT Kalman Media Pustaka

2. Raimon. 1993. Perbandingan Metode Destruksi Basah dan Kering Secara AAS.
Yogyakarta. Santika

3. Sumardi. 1981. Metode Destruksi Contoh Secara Kering dalam Analisis


Unsur- unsur Fe, Cu, dan Zn dalam Contoh-contoh Biologis. Jakarta. LIPI
PRAKTIK KE-4

Analisis Kerosene, Gliserol, dan Urea Menggunakan Fourier Transform Infrared (FTIR)

TUJUAN

Mengidentifikasi gugus fungsi dalam sampel kerosene, gliserol, dan urea


menggunakan Fourier Transform InfraRed (FTIR).

PRINSIP

Senyawa kerosene, gliserol, dan urea merupakan ssenyawa organik yang


banyak mengandung unsur C, H, dan O dan banyak memiliki gugus
fungsi. Keberadaan gugus fungsi dalam suatu senyawa dapat diidentifikasi
secara kualitatif menggunakan Fourier Transform InfraRed (FTIR). Setiap
gugus fungsi
mampu menyerap sumber radiasi daerah infrared pada frekuensi tertentu.
Adanya interaksi energi dan materi. Ketika materi dikenai energi, maka
materi tersebut akan mengalami vibrasi pada panjang gelombang tersebut.
Besarnya energi vibrasi tiap komponen molekul berbeda-beda tergantung pada
atom-atom dan kekuatan ikatan yang menghubungkannya sehingga akan
dihasilkan frekuensi yang berbeda.

DASAR TEORI

Salah satu jenis spektroskopi adalah spektroskopi infra merah (IR).


spektroskopi ini didasarkan pada vibrasi suatu molekul. Spektroskopi
inframerah merupakan suatu metode yang mengamati interaksi molekul dengan
radiasi elektromagnetik yang berada pada daerah panjang gelombang 0.75-
1.000 µm atau pada bilangan gelombang 13.000-10 cm-1.

Prinsip kerja spektrofotometer infra merah adalah sama dengan


spektrofotometer yang lainnya yakni interaksi energi dengan suatu materi.
Spektroskopi inframerah berfokus pada radiasi elektromagnetik pada rentang
frekuensi 400-4000cm-1, di mana cm-1 yang dikenal sebagai
wavenumber (1/wavelength), yang merupakan ukuran unit untuk
frekuensi. Untuk menghasilkan spektrum inframerah, radiasi yang
mengandung semua frekuensi di wilayah IR dilewatkan melalui sampel. Mereka
frekuensi yang diserap muncul sebagai penurunan sinyal yang terdeteksi.
Informasi ini ditampilkan sebagai spektrum radiasi dari% ditransmisikan
bersekongkol melawan wavenumber.

Spektroskopi inframerah sangat berguna untuk analisis kualitatif


(identifikasi) dari senyawa organik karena spektrum yang unik yang dihasilkan
oleh setiap organik zat dengan puncak struktural yang sesuai dengan fitur yang
berbeda. Selain itu, masing-masing kelompok fungsional menyerap sinar
inframerah pada frekuensi yang unik. Sebagai contoh, sebuah gugus karbonil, C
= O, selalu menyerap sinar inframerah pada 1670-1780 cm-1, yang
menyebabkan ikatan karbonil untuk meregangkan (Silverstein, 2002).

Atom-atom di dalam suatu molekul tidak diam melainkan


bervibrasi (bergetar). Ikatan kimia yang menghubungkan dua atom dapat
dimisalkan sebagai dua bola yang dihubungkan oleh suatu pegas. Bila radiasi
inframerah dilewatkan melalui suatu cuplikan maka molekul-molekulnya dapat
menyerap (mengabsorpsi) energi dan terjadilah transisi di antara tingkat
LAPORANPRAKTIKUMPETROKIMIA/3CANALISISKIMIA2018/2019 Page 40
vibrasi

LAPORANPRAKTIKUMPETROKIMIA/3CANALISISKIMIA2018/2019 Page 41
dasar dan tingkat tereksitasi. Contoh suatu ikatan C-H yang bervibrasi 90
triliun kali dalam satu detik harus menyerap radiasi inframerah pada frekuensi
tersebut untuk pindah ketingkat vibrasi tereksitasi pertama. Pengabsorpsian
energi pada frekuensi dapat dideteksi oleh spektrofotometer infra merah yang
memplot jumlah radiasi infra merah yang akan memberikan informasi enting
tentang tentang gugus fungsional suatu molekul (Blanchard, 1986).

Pada dasarnya spektrometer FTIR sama dengan spektrofotometer FTIR


sama degan spektrofotometer IR yang membedakannya adalah pengembangan
pada sistem optiknya sebelum berkas sinar inframerah melewati sampel.Sistem
optik spektrofotometer IR dilengkapi dengan cermin diam.Dengan demikian
radiasi inframerah akan menimbulkan perbedaan jarak yang ditempuh menuju
cermin bergerak dan cermin yang diam. Pada sistem optik Fourier Traansform
InfaRed digunakan radiasi laser yang berfungsi sebagai radiasi yang
diinterferensikan dengan radiasi inframerah agar sinyal radiasi inframerah
yang diterima oleh detektor secara utuh dan lebih baik (Underwood, 2002).

Gliserol adalah senyawa golongan alkohol polihidrat dengan 3 buah gugus


hidroksil dalam satu molekul (alkohol trivalen). Gliserol memiliki berat molekul
92,1 g/mol dan massa jenis 1,23 g/cm2. Rumus molekul gliserol adalah C3H8O3
dengan nama kimia 1,2,3,-propanatriol. Gliserol terdapat pada lemak hewani
dan minyak nabati sebagai ester gliserin dari asam palmitat dan oleat. Gliserol
adalah senyawa netral, rasa manis, tidak berwarna, cairan kental dengan
titik lebur
20 oC dan memiliki titik didih yang tinggi yaitu 290 oC. Gliserol dapat larut
sempurna dalam air dan alkohol namun tidak larut dalam minyak. Oleh karena
itu gliserol merupakan pelarut yang baik (Winarno, 1997).

Kerosin (minyak tanah), biasa digunakan sebagai bahan bakar untuk


keperluan rumah tangga. Kerosin juga digunakan sebagai bahan baku
pembuatan bensin melalui proses cracking. Minyak tanah (bahasa
Inggris:keroseneatauparaffin) adalah cairan hidrokarbon yang tak berwarna dan
mudah terbakar. Diperoleh dengan cara distilasi fraksional dari petroleum
pada 150 °C and 275 °C (rantai karbon dari C12 sampai C15). Nama kerosene
diturunkan dari bahasa Yunani keros (κερωσ, wax ). Dari website Pertamina
diketahui bahwa minyak tanah memiliki kandungan sulfur yang lebih rendah
dibandingkan solar (minyak tanah 0.2 wt% sedangkan solar 0.5 wt%).
Kerosin (Minyak Tanah )
Rentang rantai karbon : C12 sampai C20, Trayek didih : 85 sampai 105 °C.
(Anonim, 2015)

Urea adalah senyawa organik yang tersusun dari unsur karbon,


hidrogen, dan oksigen, dan nitrogen dengan rumus CON2H4 atau (NH2)2CO.
Urea juga dikenal dengan nama carbamide yang terutama digunakan di
kawasan Eropa. Nama lain yang juga sering
dipakai adalah carbamideresin, isourea, carbonyldiamide, dan
carbonyldiamine. Senyawa ini adalah senyawa organic sintesis pertama yang
berhasil dibuat dari senyawa anorganik, yang akhirnya meruntuhkan konsep
vitalisme. (Anonim, 2018)

CARA KERJA

Disiapkan alat Area pengukuran dan instrumen dibersihkan


Kabel power dihubungkan ke sumber
dan sampel
kerosin, gliserol
dan urea
SOP instrumen
FTIR diikuti Instrumen FTIR dihidupkan CPU komputer dihidupkan
dan dilakukan
secara

Dilakukan
Sebelum Sampel pengukuran
pengukuran kristal diletakkan dan diamati
dibersihkan dengn pada kristal peak yang
tisu yang sudah
dibasahi

Gugus fungsi dapat


diidentifikasi dengan
adanya standar atau
database yang
terdapat
DATA PENGAMATAN

a. Data Pengamatan Kualitatif

No. Uraian Bahan Wujud Warna Bau


1. Gliserol Cairan Tidak berwarna Tidak berbau
2. Minyak tanah Cairan Kuning kecoklatan Bau khas minyak
tanah
3. Alkohol Cairan Tidak berwarna Tidak berbau

b. Data Pengamatan Pengukuran (Data Collect Only)

Bilangan Gelombang Golongan


No. Sampel (cm-1) Ikatan Senyawa Intensitas
3265.1 O-H Alkohol Berubah-ubah
2933.4 C-H Alkana Kuat
1. Gliserol
2881.2 C-C Alkana Berubah-ubah
1028.7 C-O Alkohol Kuat
2955.8 C-H Alkana Kuat
2922.2 C-C Alkana Berubah-ubah
2855.1 C-H Alkana Kuat
Minya
2. 1744.4 C=C Alkena Berubah-ubah
k
1461.1 C=C Cincin aromatik Berubah-ubah
Tanah
872.2 C-H Cincin aromatik Kuat
723.1 C-H Cincin aromatik Kuat

c. Data Pengamatan Pengukuran (Qualitative Search)

No. Sampel Quality Name


1. Gliserol 0.98610 Glycerol - pure synthetic
ETHYLENE/PROPYLENE/BUTADIEN
2, Minyak Tanah 0.98682 E
PEMBAHASAN

Fourier transform infrared (FTIR) merupakan salah satu teknik yang


digunakan untuk identifikasi gugus fungsi dalam molekul seperti senyawaan
organik, anorganik, dan polimer. Radiasi inframerah berhubungan dengan valensi
atom-atom di dalam molekul. Setiap senyawa memiliki spektrum inframerah
(IR) yang karakteristik, spektrum ini dijadikan untuk identifikasi gugus fungsi.
Pada dasarnya spektrofotometer fourier transform infrared (FTIR) adalah sama
dengan spektrofotometer IR yang membedakannya adalah pengembangan pada
sistem optiknya sebelum berkas sinar inframerah melewati contoh.

Atom- atom dalam suatu molekul tidak diam melainkan bervibrasi. Bila
radiasi inframerah yang kisaran energinya sesuai dengan frekuensi vibrasi
rentangan (stretching) dan vibrasi bengkokkan (bending) dan ikatan kovalen
dalam kebanyakan molekul dilewatkan dalam suatu cuplikan, maka
molekul- molekul akan menyerap energi tersebut dan terjadi transisi diantara
tingkat energi vibrasi dasar dan tingkat vibrasi tereksitasi.

Pada prinsipnya analisis menggunakan fourier transform infrared FTIR


adalah adanya interaksienergi dan materi. Ketika materi dikenai energi,
maka materi tersebut akan mengalami vibrasi pada panjang gelombang
tertentu. Dari percobaan didapatkan hasil pengamatan identifikasi gugus fungsi
secara kualitatif. Akan tetapi dengan adanya standar atau database yang
terdapat pada alat FTIR Agilent cary 630 dengan menggunakan metode type :
Qualitative search dapat langsung dianalisis dan yang muncul pada display
yaitu jenisnya yang disertai dengan nilai kemiripanya. Dan dapat juga
menggunakan metode type: Data collect sehingga saat muncul peak dapat
diketahui bilangan gelombang dan dibandingkan dengan standar.

Sampel pertama yang dianalisis adalah minyak tanah (kerosin). Saat


dianalisis menggunakan tipe metode qualitative search, spektrum IR
sampel minyak tanah memiliki tingkat kemiripan paling tinggi dengan
ethylene/propylene/butadiene dengan kualitas kemiripan 0.98682, hal ini
disebabkan kemungkinan sampel minyak tanah yang dianalisis tidak murni
karena pada sifat yang seharusnya minyak tanah itu tidak berwarna tetapi
sampel yang digunakan berwarna kuning kecoklatan sehngga kemungkinan
sampel
terdapat campuran senyawa lain. Sedangkan sampel yang kedua adalah gliserol,
saat dianalisis menggunakan tipe metode qualitative search spektrum IR
sampel gliserol yang dihasilkan memiliki tingkat kemiripan paling tinggi dengan
standar gliserol dengan kualitas kemiripan 0.98610, hal itu menunjukkan bahwa
sampel tersebut murni gliserol.

Berdasarkan sampel yang dianalisis terdapat persamaan diantara


keduanya yaitu sama-sama senyawa organik, produk petrokimia yang terdiri dari
atom-atom C, H dan O. Perbedaan dari kedua sampel tersebut yaitu kerosin atau
minyak tanah bersifat nonpolar sedangkan gliserol bersifat polar karena
memiliki gugus O-H. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil identifikasi gugus fungsi
kerosin yang didapat adalah C-H (alkana), C-C (alkana) dan C=C (cincin
aromatik). Jika dilihat dari gugus fungsi kerosin bersifat non polar karena tidak
memiliki pasangan elektron bebas dan tidak memiliki gugus O-H sehingga tidak
adanya ikatan hidrogen yang menyebabkan sampel tidak dapat larut dalam air,
hal ini disebabkan karena unsur hidrogen dan karbon tidak tertarik oleh unsur
hidrogen dan oksigen yang terdapat pada molekul air. Sedangkan gliserol
bersifat polar hal ini dapat dibuktikan dari hasil identifikasi gugus fungsi
gliserol yang didapat adalah gugus O-H (alkohol), C-H (alkana), C-O (alkohol)
sehingga dapat membentuk ikatan hydrogen ketika dilarutkan dalam air. Pada
struktur molekulnya gliserol memiliki 3 gugus O-H yang membuat gliserol
memiliki sifat polar dan memiliki pasangan elektron bebas.

SIMPULAN

Berdasarkan analisis gugus fungsi secara Transform Infrared (FTIR) diperoleh


hasil :

 Sampel 1 merupakan Ethylene/Propylene/Butadiene (bukan kerosin)

 Sampel 2 merupakan gliserol

murni DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. 2015. Minyak Tanah (Kerosin) http: //loeqmansepur. blogspot.


com/2015/08 /minyak-tanah-kerosin.html. Diakses pada tanggal 20
September 2018 Pukul 15.00 WIB.
2. Anonim. 2018. Urea. https://id.wikipedia.org/wiki/Urea. Diakses pada tanggal
20 September 2018 Pukul 16.00 WIB.

3. Blanchard, A. Arthur. 1986. Synthetic Inorganic Chemistry. New York: John


and

4. Wiley Sons.

5. Day, R. A dan A. L. Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif.


Jakarta: Erlangga.

6. Silverstein. 2002. Identification of Organic Compound, 3rd Edition. New York:


John Wiley and Sons Ltd

7. Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama.

LAMPIRAN

1. Hasil Spektra Pengukuran Gilserol (Data Collect Only)


2. Hasil Spektra Pengukuran Kerosene (Data Collect Only)
3. Hasil Pengukuran Kedua Sampel (Qualitative Search)
PRAKTIK KE-5

Uji Migrasi Logam Berat Dalam Sampel Cat

TUJUAN

Dapat mengetahui kadar Pb dalam sampel cat dengan menganalisisnya


secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA).

PRINSIP

Kadar logam berat (seperti timbal)dalam sampel cat dapat dianalisis


menggunakan spektrofotometer serapan atom (SSA). Logam berat dalam cat
dilarutkan dengan HNO3. Disertai denga pemanasan pada suhu kurang lebih
120ºC. Untuk menetapkan kadar timbal dalm sampel cat timbal dalam filtrtat
diukur absorbansinya menggunakan speketrfotometer serapan atom (SSA) pada
panjang gelombang 283,3 nm. Absorbansi ini kemudian diinterpolasikan ke
persamaan regresi deret standar timbal untuk memperoleh kadar timbal dalm
sampel cat.

REAKSI

3+
3 Pb(s) + 8 HNO3(aq) 3 Pb (aq) + 6 NO3 (aq) + 2 NO(g) + 4 H2O(l)

(Svehla,1985)(3)

DASAR TEORI
Cat adalah suatu cairan yang dipakai untuk melapisi permukaan suatu
bahan dengan tujuan memperindah, memperkuat, atau melindungi bahan
tersebut. Setelah dikenakan pada permukaan dan mengering, cat
akan membentuk lapisan tipis yang melekat kuat pada permukaan tersebut.
Pelekatan cat ke permukaan dapat dilakukan dengan banyak
caradiusapkan, dilumurkan, dikuas, disemprotkan, dsb. (Fajar Anugerah,
2009)(1). Komponen atau bahan penyusun dari cat terdiri dari binder (resin),
pigmen, solvent dan additive.

LAPORANPRAKTIKUMPETROKIMIA/3CANALISISKIMIA2018/2019 Page 50
a. Binder

Zat pengikat atau binder merupakan bahan yang mengikat antara partikel
pigmen cat, sehingga cat dapat membentuk lapisan tipis yang rapat
ketika digunakan. Binder bertugas merekatkan partikel-partikel pigmen
kedalam lapisan film cat dan membuat cat merekat pada permukaan.

b. Pigmen

Pigmen berperan sebagai zat pemberi warna utama pada cat.Timbal


sering digunakan untuk mencampurkan cat yang bias menghasilkan warna-
warna cerah. Timbal terkandung dalam pigmen yang merupakan bahan untuk
memberi warna pada cat. Ada warna yang memiliki kandungan timbal yang
lebih tinggi dibandingkan warna-warna lain yaitu warna kuning dan oranye
dan bisa untuk cat minyak. Pada merkuri merupakan bahan logam berat yang
ada dalam kandungan cat.merkuri digunakan dalam campuran anti jamur.

c. Solvent

Solvent atau pelarut berfungsi untuk menjaga kekentalan cat agar tetap
cair saat digunakan, selain itu juga sebagai media pendispersi. Sebuah
cat membutuhkan bahan cair agar patikel pigmen, binder dan material
padat lainnya dapat mengalir.

Tetapi dalam menggunakan solvent tidak baik bagi kesehatan tubuh,


ketika solvent sudah diaplikasi dan sudah kering dia akan mengalami
pemuaian di dinding pada benda yang menyebabkan ganguan dalam
pernapasan atau alergi dan juga dalam menghirup terlalu lama akan
menyebabkan kanker, kerusakan hati dan sistem saraf.

d. Additive

Additive merupakan bahan yang ditambahkan dalam cat untuk


menambahkan property atau sifat-sifat cat sehingga dapat meningkatkan
kualitas cat. Sebagai tambahan selain liquid, pigmen dan binder, suatu cat
dapat mengandung satu atau lebih aditif (zat tambahan) yang berfungsi
untuk meningkatkan performansi, dan biasanya digunakan dalam jumlah yang
sangat
kecil.(Parluhutan, Silitonga. 2015)(2

Timbal merupakan unsur dengan nomor atom 82, memiliki berat atom
207,2, titik leleh 327,46ºC, dan titik didih 1740ºC. Timbal merupakan
logam berwarna abu-abu, dapat ditempa, dan dapat dibentuk. Senyawa ini
mudah larut dalam asam nitrat yang kepekatannya sedang (Svehla, 1985)(3).
Timbal mudah dibentuk dan mempunyai sifat kimia yang aktif sehingga dapat
digunakan untuk melapisi logam untuk mencegah perkaratan.(Darmono, 1995)
(4)
Cat bertimbal dapat menyebabkan dampak buruk bagi kesehatan setelah
lapisan cat lapuk atau terkikis karena penggunaan atau jika sengaja dikikis
untuk pengecatan kembali. Toksisitas akut timbal dapat menyebabkan
anoreksia, muntah, dan kejang terutama pada anak-anak. Toksisitas timbal
tergantung dari tingkat paparan dan lamanya paparan. Target utama dari
toksisitas timbal adalah sistem saraf pusat, darah, dan ginjal. Paparan kronis
timbal pada orang dewasa dihubungkan dengan nefropati, anemia, neuropati
perifer, dan ensepalopati. Selain itu juga dapat terjadi perubahan
neuropsikiatrik pada anak-anak (Gad, 2005)(5). Metode analisis menggunakan
spektrometer serapan atom (atomic absorption spectrophotometry, AAS)
merupakan metode yang populer untuk analisa logam karena disamping
relatif sederhana, metode ini juga selektif dan
mL
sangat sensitif. Oleh karena itu SSA menjadi metode analisis yang seri n
g
digunakan untuk pengukuran sampel logam dengan kadar yang sangat kecil
(Broekaert, 2002)(6)

CARA KERJA

1. Pembuatan deret standar

Larutan Induk Pb 10 mg/L

0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 mg/


Dimasukan ke labu takar 50 mL

Ditera dengan HNO3 0,005 M dan dihomogenkan

2. Preparasi sampel

Ditimbang 5 Ditambahkan Dipanaskan di


g sampel cat HNO3 (p) 20 mL hotplate ± 1
ke piala gelas dan aquadest jam dengan
100 20 suhu ± 120°C

Ditera dengan Dimasukan ke Didinginkann


aquabidest labu takar 50
mL

Diukur
absorbansinya Disaring dan
dengan AAS pada diambil
panjang gelombang filtratnya

HASIL DAN PENGOLAHAN DATA

1. Deskripsi Sampel

 Nama sampel : Cat


tembok

 Warna : merah

 Wujud : emulsi

 Bau : khas
cat

2. Perhitungan

1. Pembuatan larutan standar Pb 10 mg/L

2. Deret Standar

- 0,0 mg/L - 0,2 mg/L


- 0,4 mg/L

- 0,6 mg/L

- 0,8 mg/L

- 1,0 mg/L
3. Konsentrasi Pb dalam sampel

terukur Persamaan regresi :

 Sampel 1

 Sampel 2

3. Kadar Pb dalam sampel

 Sampel 1
 Sampel 2

4. %RPD

5. Perhitungan
LDI

No Konsentrasi Pb (mg/L) Y (abs) Yc (abs) (Y-Yc)2 (abs2)

1 0,0 0,0001 1,9048 x 10-5 6,5533 x 10-9

2 0,2 0,0023 2,1848 x 10-3 1,3280 x 10-8

3 0,4 0,0042 4,3505 x 10-3 2,2643 x 10-8

4 0,6 0,0064 6,5162 x 10-3 1,3500 x 10-8

5 0,8 0,0085 8,6819 x 10-3 3,3089 x 10-8

6 1,0 0.0111 1,0848 x 10-2 6,3696 x 10-8

ℇ 1,5276 x 10-7
Slope = 0,0108 abs.L/mg

PEMBAHASAN

Pada percoban ini bertujuan untuk menganalisis logam berat yang


terdapat dalam sampel cat. Logam berat yang dianalisis yaitu timbal (Pb).
Analisis kadar timbal dalam sampel cat dilakukan menggunakan
spektrofotometer serapan atom. Sampel cat mula-mula dipreparsi dengan cara
dekstruksi basah, yang bertujuan untuk menghilangkan matriks-matriks
pengganggu seperti senyawa organik. Dekstruksi basah dilakukan dengan
melarutkan sampel menggunakan pelarut yang bersifat oksidator. Dalam
percobaan ini digunakan HNO3 pekat. Logam berat dalam sampel seperti timbal
akan teroksidasi menjadi Pb2+ sehingga dapat larut dalm pelarut air. Proses
pelarutan logam berat dalam sampel dibantu dengan menggunakan pemanasan
pada suhu kurang lebih 1200 C, yang bertujuan umtuk mempercepat
proses pelarutan logam dalam sampel. Larutan ini kemudian disaring terlebih
dahulu sebelum diukur menggunakan SSA agar suspensi-suspensi atau padatan
dalam cat dapat terpisahkan dan tidak mengganggu proses pengukuran.

Analisis logam berat dalam percobaan ini yaitu timbal (Pb) dilakukan
secara spektrofotometri serapan atom (SSA), yaitu metode analisis yang
berprinsip pada absopsi cahaya oleh atom-atom. Filtrat hasil penyaringan
diaspirasikan ke alat SSA dan diubah menjadi kabut atau aerosol di nebulizer,
kemudian masuk ke spray chamber untuk menghomogenkan antara aerosol,
gas oksidan dan bahan bakar. Dalam percobaan ini bahan bakar dan oksidan
yang digunakan yaitu udara dan asetilena. Asitilena dan etuna memiliki rumus
kimia yang sama yaitu C2H2, dimana asitilena merupakan nama trivial
sedangkan etuna merupakan nama secara IUPAC. Setelah itu terjadi
pembakaran diburner untuk mengubah ion logam dalam sampel menjadi atom.
Atom logam kemudian diberikan sinar radiasi yang berasal dari lampu katoda.
Pada percobaan ini digunakan lampu Pb. Sinar radiasi ini berfungsi untuk
memancarkan cahaya yang akan digunakan untuk mengeksitasi atom-atom
yang akan dianalisis, dalam hal ini Pb. Atom-atom menyerap cahaya tersebut
pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Cahaya
tersebut ada yang diteruskan, diserap dan dipantulkan. Cahaya yang
diteruskan (transmitan) akan melewati monokromator yang berfungsi
menyeleksi sinar sesatan yang berasal dari api, sehingga yang terbaca oleh
detektor adalah transmitan. Detektor akan mengubah energi radiasi menjadi
sinyal listrik dan diperkuat dengan amplifier dan hasilnya terbaca di display
sebagai nilai absorbansi.

Selain pengukuran sampel dilakukan pula pengukuran pada larutan


standar Pb dengan konsentrasi 0,0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1,0 mg/L, karena
metode yang digunakan merupakan metode perbandingan sehingga dibutuhkan
standar. Absorbansi sampel yang diperoleh akan dibandingkan dengan
absorbansi deret standar atau menginterpolasikan absorbansi sampel terhadap
persamaan regresi deret standar untuk mendapatkan konsentrasi Pb dalam
sampel. Pada percobaan yang dilakukan persamaaan regresi yang diperoleh
mempunyai nilai koefesien korelasi sebesar 0,9991, dimana nilai ini cukup
bagus, sehingga persamaan regresi yang diperoleh dapat digunakn untuk
menghitung kadar Pb dalam sampel.

Pada percobaan ini dilakukan pengukuran sampel sebanyak dua kali. Dari
hasil perhitungan konsentrasi Pb dalam sampel satu dan sampel dua sebesar -
0,0018 mg/L atau sama dengan 0,0000 mg/L, yang artinya sampel cat
tidak mengandung timbal. Nilai %RPD yang diperoleh sebesar 0,00%, yang
artinya praktik yang telah dilakukan memiliki presisi atau tingkat ketelitian
yang baik. Relative percent different (RPD) untuk menyatakan presisi jika
pengulangan pengujian dilakukan secara duplo, sedangkan jika pengulangan
pengujian
dilakukan lebih dari dua kali maka presisi ditentukan berdasarkan persentase
relative standard deviation (%RSD).

SIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang dilakukan, kadar Pb dalam sampel cat berada
di bawah nilai limit deteksi instrumen yaitu sebesar 0,0541 mg/L

DAFTAR PUSTAKA

(1) Fajar, Anugrah. 2009. Pengertian Cat, Komponen Penyusun Cat, Jenis-Jenis
Cat, Kualitas Cat. (Artikel). http://hunter-science.com/2011/06/pengertian-
cat.html. Diakses pada 20 September 2018

(2) Parluhutan,Silitonga. 2014. Cara Menguji Cat yang Ingin Diaplikasikan.


http://loehut.blogspot.com/2014/11/cara-menguji-mutu-cat-yangingin.html.
Diakses tanggal 20 September 2018

(3) Svehla,G. 1985. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimakro.


Edisi kelima. Bagian I Kalman Media Pusaka, Jakarta.

(4) Darmono. 1995. Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. UI-
Press, Jakarta.

(5) Gad, S. C. 2005. Lead. Dalam: Encyclopedia of toxicology (Ed. Ke-2, vol.
2, halaman 705-709). Elsevier, USA

(6) Broekaert, J. A. C. 2002. Analytical atomic spectrometry with flames


and plasmas. Germany: Wiley-VCH

LAMPIRAN

LAPORANPRAKTIKUMPETROKIMIA/3CANALISISKIMIA2018/2019 Page 60
PRAKTIK KE-6

Analisis Zat Pewarna Sintetik

SUB JUDUL

a. Percobaan 1 : Uji Kualitatif Adanya Pewarna Sintetik pada Sampel


b. Percobaan 2 : Penetapan Kadar Zat Warna Sintetik pada Sampel

TUJUAN

a. Percobaan 1

Menguji secara kualitatif adanya pewarna sintetik pada sampel

b. Percobaan 2

Menetapkan kadar zat warna sintetik pada

sampel PRINSIP

a. Percobaan 1

Penarikan zat warna sintetis pada sampel ke dalam benang wol dalam
suasana asam disertai pemanasan yang dilakukan dengan penambahan
reagen asam dan basa (HCl (p), H2SO4 (p), NH4OH 10%, NaOH 10%).
Perubahan warna yang terjadi menunjukkan jenis zat warna yang digunakan
dalam sampel.

b. Percobaan 2

Analisis zat warna sintetik secara kuantitatif deilakukan dengan


metode gravimetri kadar warna sintetik ditetapkan dari selisih
penimbangan setelah sebelum perlakuan.

DASAR TEORI

Zat pewarna merupakan suatu bahan kimia baik alami maupun sintetik
yang memberikan warna (Elbe, 1996). Berdasarkan sumbernya, zat
pewarna dibagi menjadi dua golongan yaitu pewarna alami dan pewarna
buatan. Pada pewarna alami, zat warna yang diperoleh berasal dari hewan dan
tumbuh- tumbuhan seperti karamel, coklat, daun suji, daun pandan, dan kunyit
(Winarno, 1995). Zat pewarna sintetik merupakan zat warna yang berasal dari
zat kimia, yang sebagian besar tidak dapat digunakan sebagai pewarna
makanan karena dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Proses pembuatan
zat warna sintetik biasanya melalui penambahan asam sulfat atau asam
nitrat yang sering kali
terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun (Fiena,
2013). Pemakaian bahan pewarna sintetik pada makanan walaupun mempunyai
dampak positif bagi produsen dan konsumen, diantaranya dapat membuat suatu
makanan lebih menarik, meratakan warna makanan, dan mengembalikan warna
dari bahan dasar yang hilang atau berubah selama pengolahan, ternyata
dapat pula menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan dan bahkan
memberikan dampak negatif terhadap kesehatan manusia (Cahyadi, 2009).

Ada dua macam yang tergolong certified color (pewarna sintetik) yaitu
Dye dan Lake. Keduanya adalah zat pewarna buatan. Zat pewarna yang
termasuk golongan Dye telah melalui prosedur sertifikasi dan spesifikasi yang
telah ditetapkan oleh food and drug administration (FDA). Dye adalah zat
pewarna yang umumnya bersifat larut dalam air dan larutannya dapat
mewarnai. Pelarut yang dapat digunakan selain air adalah gliseril, alkohol,
dan propilen glikol. Dye terdapat dalam bentuk bubuk, butiran, pasta, maupun
cairan yang penggunaannya tergantung dari kondisi bahan, kondisi proses, dan
zat pewarnanya sendiri. Dye terdiri atas empat kelompok yaitu Azo Dye,
Triphenylmethane Dye, Flourescein, dan Sulfonate Indigo (Sumarlin, 2010). FD &
C Lake diizinkan pemakaiannya sejak tahun 1959 dan penggunaanya meluas
dengan cepat. Zat pewarna ini merupakan gabungan dari zat warna (Dye)
dengan radikal basa (Al atau Ca) yang dilapisi dengan hidrat alumina. Lake
stabil pada PH 3,5 – 9,5 dan diluar selang tersebut, lapisan alumina pecah dan
Dye yang dikandungnya lepas. Sesuai dengan sifatnya yang tidak larut dalam
air, zat pewarna ini digunakan untuk produk-produk yang mengandung lemak
dan minyak daripada Dye karena FD & C Lake larut dalam lemak. Daya
mewarnai FD & C Lake adalah dengan membentuk dispersi yang menyebar pada
bahan yang diwarnai (Jana, 2007).

Analisis kualitatif adanya pewarna sintetik dilakukan dengan hot plate


dan stirrer menggunakan serat wol yang digunakan untuk analisis zat warna
karena sifatnya yang dapat mengabsorbsi zat warna baik yang asam maupun
yang basa. Serat wol dan sutera mengandung protein amfoter yang mempunyai
afinitas terhadap asam maupun basa dengan membentuk garam. Dengan
mengamati perubahan warna dari benang wol yang telah dicelup dalam
berbagai pereaksi, maka jenis zat warna dapat ditentukan (Apriyanto, 1989).

CARA KERJA
a. Percobaan satu (Uji Kualitatif)

Sebanyak 25 mL Diasamkansampeldenga Dimasukanbenangwo


sampeldilarutkandengan nsedikitHCl 10% l ± 20 cm
air hinggahomogen kedalamlarutansam

Tiappotonganditetesiden Dikeringkandandipotong
ganHCl (p), H2SO4 (p), Didiamkanlarutans
menjadi 4 bagian
NH4OH 12%, NaOH 10% a mpelselama 30
menit,

Diamatidandicatatperuba
han yang terjadi

b. Percobaan dua (Uji Kuantitatif)

Dicucibenangwol 20 Ditimbang 25 g sampel


Dikeringkandanditimbang
cm sebagaibobotawal
denganheksana

Gelaspialaberisisampeld Benangwoldirendamdal Dilarutkansampeldengan


anbenangdidihkansela a KHSO4 encersebanyak
m a 30 menit mlarutansampeldalamgel 50 mL
aspiala

Dicucibenangwoldengan Ditimbangsebagaibobota
Dikeringkandengan oven
air panas khir

DATA PENGAMATAN
1. Percobaan 1

a. Sampel 1

Deskripsi sampel

Nama sampel : Sampel

Tartrazin Wujud : Cairan

Warna : Kuning

Bau : Khas

Tartazin Warna Sumbu Kompor

: Putih

Hasil uji contoh

Perubahan Warna Hasil


Pereaksi Pengamat
Standar Tartrazin Sampel Tartrazin
an
H2SO4(P) Kuning → Hitam Kuning → Hitam (+)
HCl Kuning → Kuning Kuning → Kuning (+)
NH4OH 12% Kuning → Kuning Kuning → Kuning (+)
NaOH 10% Kuning → Kuning Kuning → Kuning (+)

b. Sampel 2

Deskripsi sampel

Nama sampel : Wantex

Kuning Wujud : Cairan

Warna : Kuning

Bau : Khas Wantex


Kuning Warna Sumbu Kompor : Putih
Hasil uji contoh

Perubahan Warna Hasil


Pereaksi Pengamat
Standar Tartrazin Wantex Kuning
an
H2SO4(P) Kuning → Hitam Kuning → Hitam (+)
HCl Kuning → Kuning Kuning → Hitam ()
NH4OH 12% Kuning → Kuning Kuning → Kuning (+)
NaOH 10% Kuning → Kuning Kuning → Kuning (+)

c. Sampel 3

Deskripsi sampel

Nama sampel : Sampel Ponceau

Wujud : Cairan

Warna : Merah

Bau : Khas Ponceau

Warna Sumbu Kompor : Putih

Hasil uji contoh

Perubahan Warna Hasil


Pereaksi Pengamat
Standar Ponceau Sampel Ponceau
an
H2SO4(P) Merah → Hitam Merah → Hitam (+)
HCl Merah → Ungu Merah → Ungu (+)
NH4OH 12% Merah → Merah Merah → Merah (+)
NaOH 10% Merah → Coklat Merah → Coklat (+)

d. Sampel 4

Deskripsi sampel
4
Nama sampel : Wantex

Merah Wujud : Cairan

Warna : Merah

Bau : Khas Wantex

Merah Warna Sumbu Kompor : Putih

Hasil uji contoh

Perubahan Warna Hasil


Pereaksi Pengamat
Standar Ponceau Wantex Merah
an
H2SO4(P) Merah → Hitam Merah → Hitam (+)
HCl Merah → Ungu Merah → Ungu (+)
NH4OH 12% Merah → Merah Merah → Merah (+)
NaOH 10% Merah → Coklat Merah → Merah (-)

2. Percobaan 2

 Sampel Tartrazin

Kadar zat
Uraian Bobot (g) Volume (Ml)
warna %(b/v)
Bobot sebelum 33,7496
(a)
Bobot sesudah 34,6297 15 5,87
(b)
Bobot sampel 0,8801

 Wantex Kuning

Kadar zat
Uraian Bobot (g) Volume (Ml)
warna %(b/v)
Bobot sebelum 26,3083 15 2,98
(a)
Bobot sesudah 26,7556
(b)
Bobot sampel 0,4473

 Sampel Poceau

Kadar zat
Uraian Bobot (g) Volume (Ml)
warna %(b/v)
Bobot sebelum 25,6735
(a)
Bobot sesudah 27,6061 15 12,88
(b)
Bobot sampel 1,9326

 Wantex Merah

Kadar zat
Uraian Bobot (g) Volume (Ml)
warna %(b/v)
Bobot sebelum 26,9020
(a)
Bobot sesudah 27,5756 15 4,49
(b)
Bobot sampel 0,6736

PERHITUNGAN

Keterangan

a = Bobot sumbu kompor sebelum perlakuan + bobot cawan

b = Bobot sumbu kompor setelah perlakuan + bobot cawan

 Sampel Tartrazin
 Wantex Kuning

 Sampel Penceau

 Wantex Merah

PEMBAHASAN

Pada percobaan ini dilakukan analisis zat pewarna sinetik dengan


pengujian secara kualitatif dan kuantitatif. Percobaan ini menggunakan sampel
tartazin, wantex kuining, wantex merah, dan sampel ponceau. Analisis kualitatif
dengan hot plate dan stitrrer menggunakan serat selulosa (sumbu kompor)
untuk analisis zat warna, karena sifatnya hidrofilik sehingga dapat
mengadsorpsi zat warna dengan baik. Dengan menggunakn perubahan warna
dari serat selulosa yang elah ditetesi pereaksi asam maupun basa maka jenis
zat warna dapat ditentukan.

Uji kulitatif dilakukan dengan mengasamkan sampel dan standard


menggunakan HCL 10%. Standard digunakan untuk membandingkan perubahan
warna yang diperoleh pada sampel pengasaman dengan HCL 10% berfungsi agar
proses penyerapan zat warna oleh serat selulosa berjalan optimal, karena
proses
penyerapan berlangsung dalam suasana asam. Serat selulosa dimasukan ke
dalam larutan sampel dan standard, kemudian didihkan selama 30 menit, hal ini
bertujuan agar zat wrna sintetik lebih terserap ke seerat selulosa. Pencucian
serat seluosa setelah diwarnai dilakukan guna menghilangkan sisa-sisa zat
warna yang tidak terserap pada serat selulosa, serat selulosa yang
telah dicuci dan dikeringkan, ditetsi pereaksi asam dan basa (NH4OH 12%,
NaOH 10%, H2so4 (p), dan HCL (p) sebagai parameter untuk analisis.

Analisi zat warna dari sampel dilarutkan dengan membandingkan hasil


pengamatan sampel dengan standard, standard yang digunakan yaitu standard
tartrazin dan ponceau, perbandingan ini juga bias dilakukan
dengan membandingkan hasil pengamtan sampel dengan table warna dari
indicator. Jika hasil dari analisis menunjukan hasil yang libear/lurus maka
sampel yang mengandung zat warna standard atau juga sama dengan table
warna, sampel tersebut positif megandung zat warna sintetis sesuai dengan
yang diketahui.

Pada hasil pangamtan sampel tartrazin ketika ditetesi NaOH 10%, NH4OH
12%, dan HCL (p) tidak terjadi perubaha warna, sedangkan dengan H2SO4 (p)
berubah menjadi hitam yang semula berwarna kuning. Berdasarkan hasil
pengujian tersebut dengan membandingkan hasil sampel dengan standard
tartrazin, sampel tartrazin positif mengandung zat warna tartrazin, hasil dari
pengujian standard tartrazin yaitu tidak terjadi perubahan warna ketika
ditetesi NaOH 10%, NH4OH 12%, dan HCL (p), dan mejadi hitam ketika ditetesi
H2SO4 (p). pada sampel wantex kuning ketika ditetesi NaOH 10% dan NH4OH
12% tidak terjadi perubahan warna, sedangkan dengan H2SO4 (p) dan HCL (p)
menjadi hitam. Hal ini menunjukan wantex kuning negaif atau tidak
mengandung tartrazin. Pada sampel ponceau ketika ditetesi NaOH 10% menjadi
coklat dan NH4OH 12% tidak terjadi perubahan warna, sedangkan dengan
H2SO4 (p) menjadi hitam dan dengan HCL (p) menjadi ungu. Hal ini
menunjukkan bahwa sampel ponceau positif mengandung standard ponceau,
karena hasil penhujian dari standard menjadi coklat ditetesi NaOH 10%. Pada
wantex merah ketika ditetesi H2SO4 (p) menjadi hitam, HCL (p) menjadi ungu,
dan tidak terjadi perubahan warna ketika ditetesi NH4OH 12% dan NaOH 10%.
Hal ini menunjukkan wantex merah negatif zat warna ponceau.

Pengujian kuantitatif dilakukan dengan metode Gravimetri, yaitu

LAPORANPRAKTIKUMPETROKIMIA/3CANALISISKIMIA2018/2019 Page 70
berdasarkan selisih penimbangan serat selulosa sebelum dan sesudah
perlakuan,

LAPORANPRAKTIKUMPETROKIMIA/3CANALISISKIMIA2018/2019 Page 71
dari hasil percobaan didapatkan kadar, sampel tartrazin 5.87 % (b/v), wantex
kuning 2.98 % (b/v), sampel ponceau 12.89 % (b/v), dan wantex merah 4.49 %
(b/v).

Analisis kuantitatif ini dilakukan dengan mencuci sampel dengn heksana,


sampel zat warna dipipet dan ditambahkan KHSO4 encer yang berfugsi sebagai
pengasam suasana agar peyerapan optimal, dipanaskan bersamaan dengan
benang selama 30 menit, dicuci dengan air panas untuk menghilangkan zat
warna yang tidak menyerap pada benang, sitiriskan dan dikeringkan, lalu
ditimbang sebgai bobot akhir, dan selisih antara bobot awal dan bobot akhir
merupakan zat warna sintetik yang terserap pada benang. Hasil yang diperoleh
penyerapan dipengaruhi oleh kesamaan sifat antara zat warba dengan
benang, artinya ponceau lebin mirip sifatnya dengan benang dan wntex kuning
sifatnya lebih berbeda.

SIMPULAN

Berdasarkan praktikum analisis zat warna sintetik dapat disimpulkan bahwa:

1. Analisis kualitatif pada sampel Wantex kuning dan Wantex merah tidak
mengandung Ponceau mauoun Tartrazin. Sedangkan untuk sampel Ponceau
seseuai dengan standarnya yaitu Ponceau sehingga mengandung Ponceau,
begitu juga untuk sampel Tartrazin mengandung Tartrazin sesuai dengan
standarnya.

2. Analisis kuantitatif yaitu kadar zat warna sintetik yang diserap benang wol
untuk sampel Wantex kuning sebesar 2,98%, sampel Wantex merah sebesar
4,49%, sampel Ponceau sebesar 12,89%, dan sampel Tartrazin sebesar 5,87%.

DAFTAR PUSTAKA

Apriyanto, D.F.A.1989.Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan.Departemen


Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi.Bogor

Cahyadi.2009.Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.Bumi


Aksara.Jakarta
Elbe, J.H & Schwarlz, J.J.1996.Food Chemistry.New York

Fiena.2013.Pewarna Alami dan Pewarna


Sintetik.http://fhienhasidwi.wordpress.com/2013/

04/103/pewarna-alami-dan-pewarna-sintetik/.Diakses pada 21 September


2018 pukul 15.10

Jana, J.2007.Studi Penggunaan Pewarna Sintetik (Sunset Yellow, Tartrazine,


dan Rhodamin B) Pada Beberapa Produk Pangan.FMIPA UMMI.Sukabumi

Sumarlin, L.D.2010.Identifikasi Pewarna Sintetik pada Produk Pangan yang Beredar di


Jakarta dan Ciputat.Jurnal Vol 1 (6)

Winarno, F.G.1995.Kimia Pangan dan Gizi.PT Gramedia Pustaka Utama.Jakarta

PRAKTIK KE-7

Analisis Hidrokuinon Dalam Kosmetik

SUB JUDUL

a. Percobaan 1 : Uji Kualitatif Menggunakan Pereaksi Warna


b. Percobaan 2 : Penetapan Kadar Hidrokuinon Secara Spektrofotometri

TUJUAN
a. Percobaan 1
Mengetahui adanya hidrokuinon yang terkandung dalam kosmetik dengan
menggunakan pereaksi yang memberikan warna
b. Percobaan 2
Menetapkan kadar hidrokuinon secara spektrofotometri

PRINSIP
a. Percobaan 1
Uji kualitatif dilakukan dengan mengambil sedikit sampel
hidrokuinon murni dan contoh kemudian direaksikan dengan pereaksi
Benedict.Ion Cu2+ yang terdapat dalam pereaksi Benedict akan mengalami
reduksi dengan adanya gugus hidroksil. Uji positif dengan pereaksi Benedict
ditandai dengan
terbentuknya Cu2O berupa endapan merah bata.
b. Percobaan 2
Penetapan kadar hidrokuinon secara spektrofotometri dilakukan
dengan menimbang contoh dan dilarutkan denga etanol 96%. Contoh
ditambahkan dengan larutan flouroglusinol 1% dan NaOH 0,5 N. Contoh
dipanaskan sengan suhu 70º C selama 15 menit dan absorbansinya diukur
pada panjang gelombang maksimum dengan spektrofotometer UV-Visible.

REAKSI

DASAR TEORI
Hidrokuinon adalah bahan kimia yang memiliki nama International
Union of Pure and Applied Chemistry (IUPAC) yaitu 1,4–Benzenediol. Dengan
rumus molekul C6H8O2. Hidrokuinon memiliki nama lain yaitu
dihiroksibenzena. Hidrokuinon adalah senyawa kimia yang bersifat larut
dalam air. Senyawa ini banyak digunakan pada produk kosmetik karena sifat
antioksidannya. Hidrokuinon mengurangi warna gelap pada kulit melalui
proses penghambatan proses melanin. Padatan hidrokuinon berbentuk
kristal jarum, tidak berwarna. Karena sifatnya sebagai zat
pereduksi, hidrokuinon dimanfaatkan sebagai zat pada proses cuci cetak
foto (RAHIM , 2011).
Hidrokuinon lebih dari 2% merupakan golongan obat keras yang
penggunaannya harus menggunakan resep dokter. Kadar hidrokuinon yang
melebihi 5% dapat menimbulkan kemerahan dan rasa terbakar pada kulit.
Bahaya pemakaian obat keras ini tanpa pengawasan dokter dapat
menyebabkan iritasi kulit, kulit kemeraha, rasa terbakar, kelainan ginjal,
kanker darah, dan kanker hati. Kadar hidokuinon dalam krim beredar
dipasaran hanyan diperbolehkan 2% lebih dari itu dipergunakan sebagai obat
(BPOM RI, 2007).
Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk
digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir,
dan organ genital bagian luar) atau gigi dan membran mukosa mulut
terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan
dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh
(BPOM RI, 2011). Komposisi utama dari kosmetik adalah bahan dasar yang
berkhasiat, bahan aktif ditambah bahan tambahan lain seperti bahan
pewarna dan bahan pewangi. Pada pencampuran tersebut harus memenuhi
kaidah pembuatan kosmetik ditinjau dari berbagai segi teknologi
pembuatan kosmetik termasuk farmakologi, farmasi, kimia teknik dan lainnya
(Wasitaatmadja, 1997).
Sediaan kosmetika berbentuk krim yang mengandung hidrokuinon
banyak digunakan untuk menghilangkan bercak-bercak hitam pada wajah.
Saat ini hidrokuinon masih digunakan sebagian produsen pemutih karena
hidrokuinon mampu mengelupas kulit bagian luar dan menghambat
pembentukan melanin yang membuat kulit tampak hitam, penggunaan
hidrokuinon dalam kosmetik tidak boleh lebih dari 2%, hidrokuinon tidak boleh
digunakan dalam jangka waktu yang lama, dan jika pemakaian lebih dari 2%
harus di bawah kontrol dokter (FDA, 2006). Penggunaan hidroquinon yang
berlebihan dapat menyebabkan ookronosis, yaitu kulit berbintil seperti pasir
dan berwarna coklat kebiruan, penderita ookronosis akan merasa kulit
seperti terbakar dan gatal.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesiapada
tahun 2006 dan 2007 telah melakukan pengujian laboratorium terhadap
kosmetik yang beredar dan ditemukan 23 (dua puluh tiga) merek kosmetik
yang mengandung bahan yang dilarang digunakan dalam kosmetik yaitu :
Merkuri (Hg), hidroquinon > 2% dan zat warna Rhodamin B. Bahan-
bahan tersebut dilarang penggunaannya sabagaimana tercantum dalam
peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.445/MENKES/PER/V/1998 Tentang Bahan, Zat Warna, Substrat, Zat
Pengawet dan Tabir Surya pada kosmetik dan keputusan kepala Badan
Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) No.HK.00.05.4.1745 Tentang
Kosmetik (SUNARKO dan RIANA, 2007).

CARA KERJA
a) Uji Kualitatif dengan Pereaksi Benedict

Dimasukan sedikit
hidrokuinon murni Dilarutkan Ditambahkan 1
dan contoh ke dua dalam 1 mL pereaksi
tabung reaksi mL
berbeda

Dibandingkan Diamati dan Dipanaskan di


perubahan dicatat atas penangas
contoh dengan perubahan
standar

b) Pembuatan Larutan Induk Hidrokuinon 500 mg/L

Dilarutkan
Ditimbang 50 mg Dimasukan ke
dengan
hidrokuinon murni labu takar
etanol 95%
100
dan
c) Pembuatan Larutan Standar Hidrokuinon 10 mg/L

Dipipet 1 mL
larutan induk Dilarutkan
Dimasukan ke
hidrokuinon 500 dengan
labu takar
mg/L etanol 95%
50
dan

d) Pembuatan Larutan Standar Hidrokuinon 4 dan 8 mg/L

Larutan induk hidrokuinon 10

10 mL 20 mL

4 mg/L 8 mg/L

Masing-masing dimasukan ke labu takar 50

Ditera dengan etanol 95% dan dihomogenkan

e) Pembuatan Kurva Baku Standar Hidrokuinon

Dipipet 1 mL dari setiap standar ke dalam tabung reaksiDitambahkanDipanaskan di penangas air 70º C selama 1
1 mL floroglusinol 1%,
1 mL NaOH 0,5 N, dan
1 mL etanol 95%
Diukur
absorbansinya Ditambahkan 10 mL
menggunakan NaOH 0,5 N, dikocok Didinginkan
spektrofotometer UV- dan didiamkan
Visible pada λ

f) Preparasi Contoh
Dimasukan ke labu takar 25 mL dan ditera dengan
Ditimbang 250 mg contoh kosmetik
Dilarutkan
dalamdengan
gelas piala
etanol 95% hingga tidak ada endapan

Ditera dengan Dipipet 5 mL ke Dihomogenkan


etanol 95% labu takar 25 dan disaring
dan mL

Dipipet 1 mL ke tabung reaksi

Ditambahkan
Dipanaskan di
1 mL floroglusinol
Didinginkan penangas air 1%,
70º C selama 15 1 mL NaOH 0,5 N,
dan

Diukur
Ditambahkan 10 mL absorbansinya
NaOH 0,5 N, dikocok menggunakan
dan didiamkan spektrofotometer UV-
Visible pada λ
DATA PENGAMATAN
a. Data pengamatan sampel

Nama : Krim Malam merek

X Wujud : Semi padat (cream)

Warna : Putih

Bau : Tidak berbau

b. Uji Kualitatif

Uraian Ditambahkan Hasil Pengamatan


Hidrokuin Benedict,dipana (+) Larutan tidak berwana menjadi coklat
on Murni skan
Sampel (-)
Hidrokuin Benedict,dipana Tidakterjadiperubahanwarnahinggasetelah
on skan pemanasan

c. Uji Kuantitatif

Panjang Gelombang Maksimum : 421

nm Bobot sampel : 0,2657 g

Konsentrasi Larutan (mg/L) Absorbansi (nm)


0 0,0003
4 0,4637
8 0,7693
10 0,9287
Sampel 1 (1 kali pengenceran) 0,3540
Sampel 2 (5 kali pengenceran ) 0,1349
PERHITUNGAN

1. Larutan standar induk 500 ppm

Bobot Hidrokuinon = konsentrasi (mg/L) x VLT(L)

= 500 mg/L x 0,1 L

= 50 mg

2. Larutan standar 100 ppm dari larutan standar induk 500 ppm

V1 X C1 = V2 X C2

3. Larutan deret standar konsentrasi 4 ppm dari 100 ppm

4. Larutan deret standar konsentrasi 8 ppm dari 100 ppm

5. Larutan deret standar konsentrasi 10 ppm dari 100 ppm


6. Kadar Hidrokuinon dalam sampel

- Sampel 1 (pengenceran 1x)

- Sampel 2 (pengenceran 5x)

PEMBAHASAN

Analisis hidrokuinon dalam kosmetik diawali dengan uji kualitatif


menggunakan metode reaksi warna dan dengan uji kuantitatif untuk
penetapan kadar hidokuinon dalam krim kosmetik secara spektrofotometri.
Pada praktikum ini dipilih sampel krim malam dengan merek X. Masyarakat
baik remaja maupun dewasa, gemar menggunakan produk krim malam
merek X yang dikenal dapat menghasilkan kulit putih dan bersih dalam
waktu singkat. Krim malam tersebut dapat dibeli bebas tanpa menggunakan
resep dokter. Pada praktikum ini dilakukan analisis untuk mengetahui
apakah kadar hidokuinon dalam krim malam merek X ini memenuhi
persyaratan yang telah ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM) berdasarkan Public Warning/Peringatan Nomor KH 00.01.432.6081
tahun 2007.
LAPORANPRAKTIKUMPETROKIMIA/3CANALISISKIMIA2018/2019 Page 80
Analisis kualitatif hidrokuinon dapat dilakukan dalam berbagai
metode yaitu identifikasi dengan kromatografi lapis tipis (KLT) atau dengan
identifikasi menggunakan reaksi warna seperti yang akan dipraktikumkan.
Metode reaksi warna digunakan beberapa reagen seperti benedict, FeCl3 dan
o
-fenantrolin. Dengan pereaksi benedict, uji poditifnya menghasilkan
warna merah bata. Dengan pereaksi FeCl3 uji positif menghasilkan warna
ungu. Dengan pereaksi o-fenantrolin, uji positif menghasilkan senyawa
kompleks berwarna merah. Dalam praktikum ini, hanya tersedia pereaksi
benedict. Sampel yang telah dilarutkan dengan etanol 95% dipisahkan ke
tabung reaksi, lalu diteteskan pereaksi Benedict, kemudian dipanaskan pada
penangas air. Standar hidrokuinon murni diberikan perlakuan yang sama
sebagai pembanding. Hasil pengujian standar menghasilkan warna merah
bata yang positif menujukan adanyakandungan hidokuinon, sedangkan
sampel krim kosmetik teruji negatif, yang ditunjukan dengan tidak
terbentuknya warna merah bata.

Hasil uji kualitatif reagen benedict bertentangan dengan hasil uji


kuantitatif hidrokuinon dalam sampel krim merek X secara
spektrofotometri. Dalam uji benedict, semakin banyak konsentrasi
monosakarida atau gula pereduksi dalam suatu larutan, akan membuat
warna larutan uji berubah dari warna biru, yang merupakan warna
pereaksi benedict, menjadi warna kehijauan, lalu menguning dan
berakhir pada warna merah bata, dimana timbulnya warna-warna tersebut
bergantung konsentrasi hidrokuinon dalam sampel. Dengan adanya
penjelasan tersebut, pada hasil uji kualitatif, dapat diindikasikan bahwa
sampel mengandung hidokuinon dalam jumlah yang sangat kecil, sehingga
tidak dapat terdeteksidengan pereaksi benedict. Untuk mengetahui kadar
hidrokuinon dalam sampel, dilakukan dengan metode spektrofotometri
yang dikenal lebih sensitif dan spesifik.

Pada uji kuantitatif sampel krim wajah di preparasi dengan


melarutkannya menggunakan alcohol 95% hal ini dikarenakan sampel hanya
dapat larut sempurna dalam alkohol,kemudian sampel tersebut dipisahkan
menjadi 2. Satu dengan dengan konsentrasi sama dan satu lagi diencerkan
5x
,masing-masing sampel dipipet 1mL kemudian ditambahkan larutan
floroglusinol sebagai pemberi warna pada sampel karena nanti akan diukur
dengan spektro UV ,kemudian ditambhkan NaOH 1 mL karena sampel
hidrokuinon stabil dalam suasana basa.Setalah itu sampel dipanaskan
dengan suhu 70ºC selama 15 menit agar sampel mengion sempurna
kemudian ditambahkan NaOH 10 mL.

Sampel dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis dengan prinsip


cahaya yang berasal dari lampu deuterium maupun wolfram yang bersifat
polikromatis di teruskan melalui lensa menuju ke monokromator pada
spektrofotometer dan filter cahaya pada fotometer. Monokromator
kemudian akan mengubah cahaya polikromatis menjadi cahaya
monokromatis (tunggal). Berkas-berkas cahaya dengan panjang tertentu
kemudian akan dilewatkan pada sampel yang mengandung suatu zat dalam
konsentrasi tertentu. Oleh karena itu, terdapat cahaya yang diserap
(diabsorbsi) dan ada pula yang dilewatkan. Cahaya yang dilewatkan ini
kemudian di terima oleh detektor. Detektor kemudian akan menghitung
cahaya yang diterima dan mengetahui cahaya yang diserap oleh sampel.
Cahaya yang diserap sebanding dengan konsentrasi zat yang terkandung
dalam sampel sehingga akan diketahui konsentrasi zat dalam sampel secara
kuantitatif.

Pada uji kuantitatif dilakukan penetapan kadar hidrokuinon dalam


sampel diuji secara spektrofotometri. Tahap awal dilakukan pengukuran
panjang gelombang optimum, dimana pengukuran dilakukan pada wariasi
panjang gelombang 400-600nm dengan satu konsentrasi tetap. Alasan
pentingnya menggunakan panjang gelombang optimum dalam analisis
spektrofotometri, yaitu sebagai berikut.

1. Pada panjang gelombang optimum, kepekaan juga maksimal karena


pada panjang gelombang optimum tersebut serapannya paling
maksimum.

2. Di sekitar panjang gelombang optimum, terbentuk kurva absorbansi


datar dan pada kondisi tersebut hukum lambert beer akan
terpenuhi.

3. Pada pengukuran ulang, nilai kesalahan yang disebabkan


oleh pemasangan ulang panjang gelombang optimum sangat kecil.
(Gandjar, Ibnu Galih, dkk. 2008)

Dari hasil uji kuantitatif secara spektrofotometri didapat panjang


gelombang maksimum sebesar 421 nm. Lalu pada pengukuran standar (0, 4,
8
dan 10) ppm didapat hasil persamaan regresi

: Y = 0,0366 abs + 0,0916 abs.L/mg X

Dengan koefisien korelasi sebesar 0,9944 dimana nilai inicukup bagus


sehingga persamaan regresi yang diperoleh dapat digunakan untuk
menghitung kadar Hidrokuinon dalam sampel.Pada pengukuran sampel
didapat konsentrasi senilai 3,4258 mg/L untuk sampel tanpa
pengenceran sedangkan 1,0731 mg/L untuk sampel pengenceran 5 kali.

Berdasarkan hasil pengamatan sampel yang didapat seharusnya dibuat


deret standar yang lebih rendah konsentrasinya atau sampel dapat dipekatkan
lagi.Berdasarkan hasil perhitungan kadar hidrokuinon dalam sampel krim
malam didapatkan hasil 0,06% untuk sampel tanpa pengenceran dan
0,10% untuk sampel dengan pengenceran 5 kali. Nilai kadar yang didapat
memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh BPOM RI tahun 2007 yang telah
melakukan pengajuan penelitian terhadap kosmetik yang beredar dan
ditemukan 23 merek kosmetik yang mengndung bahan yang dilarang
digunakan,yaitu : merkuri (Hg), Hidrokuinon > 2% dan Rhodamin B. Bahan-
bahan ini dilarang penggunaanya sebagaimana tercantum dalam peraturan
Menteri Kesehatan RI NO.445/MENKES/PER/V/1998.Untuk mendapatkan hasil
yang lebih valid perlu dilakukan metode spike dan pengujian sampel beberapa
ulangan agar didapat hasil yang akurat dan presisi.Dapat dilihat dari kedua
pengujian sampel baik tanpa pengenceran maupun pengenceran 5 kali
didapatkan hasil yang berbeda yaitu 0,10% dan 0,06%.Dapat diasumsikan
perbedaan terjadi akibat lama proses yang dikerjakan sehingga larutan
sampel menguap, larutan sampel mudah menguap karena pelarut yang
digunakan dalam percobaan ini ialah methanol,sehingga saat proses
pemanasan methanol semakin mudah menguap dan hasil yang didapatkan
tidak presisi.

SIMPULAN
Berdasarkan analisis hidrokuinon dalam sampel krim malam merk X
dengan uji kualitatif dan kuantitatif, dapat disimpulkan bahwa sampel krim
malam merk X mengandung Hidrokuinon yang sangat kecil hingga tidak
menghasilkan uji positif dengan pereaksi benedict. Kadar hidrokuinonnya
sebesar 0.06% dengan sampel tanpa pengenceran dan 0.10% dengan
pengenceran lima kali. Kandungan Hidrokuinon dalam sampel krim malam
telah memenuhi standar BPOM 2007 yaitu< 2%.

DAFTAR PUSTAKA

1. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA.

2007. nomor: KH 00.01.432.6081.tentang Kosmetik, Badan Pengawas


Obat dan Makanan Republik Indonesia. Jakarta

2. NOVIA, R. 2011. Penentuan Kadar Hidrokuinon Dalam Krim Pemutih Wajah

Dengan Metode Spektrofotometri UV-VIS. Universitas Islam Negeri


Sultan

Syarif Kasim: Pekan baru

3. WASITAATMAJA S. M.1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. UI-Press.

Jakarta.

4. SUNARKO, TH dan RIANA M. 2007. Analisis Unsur-unsur Toksik dalam

Sampel Krim Pemutih Wajah dengan Metode Analisis Aktivasi


Neutron. Jurnal penelitian Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir
(BTBIN). Tangerang.
LAMPIRAN

DAFTAR KELOMPOK PETROKIMIA

KELOMPOK 1
JUDUL
NO NAMA NIM
1 Elis Yuliana 1617547
2 Nadia Aini Harahap 1617660
3 Uyun Kholilah 1617745
4 Ferra Septiyani 1617565 Analisis Bahan
5 M. Alham 1617610 Baku untuk
6 Fatkhairundhika 1617560 Pembuatan Ban
7 Razak Dardiri 1617695
8 Lintar Alghifari Pratama 1617607
9 Durotul Yatimah 1840009
KELOMPOK 2
JUDUL
NO NAMA NIM
1 Nur Maa'ida 1617674 Penetapan
2 Ainul Husna Nasution 1617490 Kadar Surfaktan
Anionik secara
3 Vani Oktaviani 1617746
4 Sindi Anum Maria 1617724
5 Tri Susilo 1617743
6 Akbar Wahyudi 1617491 Biru Metilan
7 Muhammad Farhan Fuadi 1617637 Menggunakan
Spektrofotomete
8 Abdurrahman Hakim 1617755 r
9 Galih Eka Purnama 1617571
10 Syifaul Hasna 1840026
KELOMPOK 3
JUDUL
NO NAMA NIM
1 Putri Rizki Febriani 1617686
2 Silvi Pirdani 1617723
3 Tiya Nuraini Setiawan 1617741 Penetapan
4 Liriyanti Febrina 1617608 Kadar Pb dalam
5 Ilham Rahmad 1617587 Produk Plastik
PVC secara
6 Nurantama Adhi S 1617676
Spektrofotomete
7 Muhammad Anas Afif 1617634 r Serapan Atom
8 Elvin Abrar 1617549 (SSA)
9 Syahril Khairi Nasution 1617731
10 Diane Amelia Hayuningtyas 1840008
KELOMPOK 4
JUDUL
NO NAMA NIM
1 Puspa Septiahadi Mawarni 1617685
2 Alya Cahya Amany 1617496
3 Putri Senja Yusvita 1617687 Analisis
Kerosene,
4 Nadia Putri Syahdi 1617661 Gliserol, dan
5 Ma'ruf Adnan Tyas 1617615 Urea
6 Hendriyansah 1617579 Menggunakan
7 Ikhwan Halim 1617586 Fourier
8 Hasby Abdurrahman 1617576 Transform
Infrared (FTIR)
9 Regy Reynaldi 1617698
10 Hilza Rana 1840012
KELOMPOK 5
JUDUL
NO NAMA NIM
1 Ni Luh Gede Mega Atika Devi 1617666
2 Anisya Liestianti 1617504
3 Anisa Indriani 1617501
4 Malona 1617614 Uji Migrasi
5 Muhammad Rifqi Badruzzaman 1617650 Logam Berat
dalam Sampel
6 Punjung Widagdo 1617684 Cat
7 Andrie Wiguna 1617500
8 Alwan Halim 1617495
9 Mita Permata Sari 1840017
KELOMPOK 6
JUDUL
NO NAMA NIM
1 Ainaya Nafilah 1617494 Analisis Zat
2 Ines Farida Nur Falaq 1617590 Warna Sintetik
3 Citra Dewi Kania 1617523
4 Dika Dwiyana 1617534
5 Reyhan Juliardo S 1617700
6 Qorry Alimansyah 1617689
7 Dimas Dwi Putera Ramadhani 1617537
8 Yudha Azmi Hakim 1617755
9 Arianto 1840005
KELOMPOK 7
JUDUL
NO NAMA NIM
1 Dinda Rachel Alia 1617540
2 Elvira Ayu K 1617550
3 Ika Nisa Pratiwi 1617584
4 Sherly Regina Tandaju 1617721 Analisis
5 Abdurrahman Risyad Baihaqi 1617480 Hidrokuinon
6 Taufik Putra Hendarsah 1617734 dalam
7 Adma Yudha Alsaba 1617486 Kosmetik
8 Mochamad Ghifari Eka P 1617689
9 Muhammad Farhan 1840018

Anda mungkin juga menyukai