Laporan Minggu Ke-1 (Fraktur Kompresi)
Laporan Minggu Ke-1 (Fraktur Kompresi)
Laporan Minggu Ke-1 (Fraktur Kompresi)
Oleh :
201030200092
TANGERANG SELATAN
TAHUN 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR KOMPRESI
A. Pengertian
Fraktur kompresi (wedge fractures) merupakan kompresi pada bagian depan corpus
vertebralis yang tertekan dan membentuk patahan irisan. Fraktur kompresi adalah fraktur
tersering yang mempengaruhi kolumna vertebra. Fraktur ini dapat disebabkan oleh
kecelakaan jatuh dari ketinggian dengan posisi terduduk ataupun mendapat pukulan di
kepala, osteoporosis dan adanya metastase kanker dari tempat lain ke vertebra kemudian
membuat bagian vertebra tersebut menjadi lemah dan akhirnya mudah mengalami fraktur
kompresi. Vertebra dengan fraktur kompresi akan menjadi lebih pendek ukurannya
daripada ukuran vertebra sebenarnya. Trauma vertebra yang mengenai medula spinalis
dapat menyebabkan defisit neorologis berupa kelumpuhan.
B. Etiologi
Penyebab terjadinya fraktur kompresi vertebra adalah sebagai berikut:
1. Trauma langsung (direct)
Fraktur yang disebabkan oleh adanya benturan langsung pada jaringan tulang seperti
pada kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, dan benturan benda keras oleh
kekuatan langsung.
2. Trauma tidak langsung (indirect)
Fraktur yang bukan disebabkan oleh benturan langsung, tapi lebih disebabkan oleh
adanya beban yang berlebihan pada jaringan tulang atau otot, contohnya seperti pada
olahragawan yang menggunakan hanya satu tangannya untuk menumpu beban
badannya.
3. Trauma tidak langsung (indirect)
Fraktur yang disebabkan oleh proses penyakit seperti osteoporosis, penderita tumor
dan infeksi.
Penyebab pokok dari fraktur kompresi lumbal adalah osteoporosis. Pada wanita, faktor
risiko utama untuk osteoporosis adalah menopause, atau defisiensi estrogen. Faktor
risiko lain yang dapat memperburuk tingkat keparahan osteoporosis termasuk merokok,
aktivitas fisik, penggunaan prednison dan obat lain, dan gizi buruk. Pada laki-laki, semua
faktor risiko non-hormon di atas juga berpengaruh. Namun, kadar testosteron rendah
juga dapat berhubungan dengan fraktur kompresi.
Gagal ginjal dan gagal hati keduanya terkait dengan osteopenia. Kekurangan gizi dapat
menurunkan remodeling tulang dan meningkatkan osteopenia. Akhirnya, genetika juga
memainkan peran dalam pengembangan fraktur kompresi, risiko osteoporosis juga dapat
dilihat dari riwayat keluarga dengan keluhan serupa.
Keganasan dapat bermanifestasi awalnya sebagai fraktur kompresi. Kanker yang paling
umum di tulang belakang adalah metastasis. Keganasan khas yang bermetastasis ke
tulang belakang sel ginjal, prostat, payudara, paru-paru dan meskipun jenis lainnya dapat
bermetastasis ke tulang belakang. 2 hal keganasan tulang primer paling umum adalah
multipel myeloma dan limfoma.
Infeksi yang menghasilkan osteomyelitis dapat juga mengakibatkan fraktur kompresi.
Biasanya, organisme yang paling umum dalam infeksi kronis adalah stafilokokus atau
streptokokus. Tuberkulosis bisa terjadi pada tulang belakang dan disebut penyakit Pott.
1. Gangguan motorik
Cedera medula spinalis yang baru saja terjadi, bersifat komplit dan terjadi kerusakan
sel-sel saraf pada medulla spinalisnya menyebabkan gangguan arcus reflek dan
flacid paralisis dari otot-otot yang disarafi sesuai dengan segmen-segmen medulla
spinalis yang cedera. Pada awal kejadian akan mengalami spinal shock yang
berlangsung sesaat setelah kejadian sampai beberapa hari bahkan sampai enam
minggu. Spinal shock ini ditandai dengan hilangnya reflek dan flacid. Lesi yang
terjadi di lumbal menyebabkan beberapa otot-otot anggota gerak bawah mengalami
flacid paralisis.
2. Gangguan sensorik
Pada kondisi paraplegi salah satu gangguan sensoris yaitu adanya paraplegic pain
dimana nyeri tersebut merupakan gangguan saraf tepi atau sistem saraf pusat yaitu
sel-sel yang ada di saraf pusat mengalami gangguan. Selain itu kulit dibawah level
kerusakan akan mengalami anaestesi, karena terputusnya serabut-serabut saraf
sensoris.
3. Gangguan bladder dan bowel
Pada defekasi, kegiatan susunan parasimpatetik membangkitkan kontraksi otot polos
sigmoid dan rectum serta relaksasi otot spincter internus. Kontraksi otot polos
sigmoid dan rectum itu berjalan secara reflektorik. Impuls afferentnya dicetuskan
oleh ganglion yang berada di dalam dinding sigmoid dan rectum akibat peregangan,
karena penuhnya sigmoid dan rectum dengan tinja. Defekasi adalah kegiatan
volunter untuk mengosongkan sigmoid dan rectum. Mekanisme defekasi dapat
dibagi dalam dua tahap. Pada tahap pertama, tinja didorong kebawah sampai tiba di
rectum kesadaran ingin buang air besar secara volunter, karena penuhnya rectum
kesadaran ingin buang air besar timbul. Pada tahap kedua semua kegiatan berjalan
secara volunter. Spincter ani dilonggarkan dan sekaligus dinding perut
dikontraksikan, sehingga tekanan intra abdominal yang meningkat mempermudah
dikeluarkannya tinja. Jika terjadi inkontinensia maka defekasi tak terkontrol oleh
keinginan.
4. Gangguan fungsi seksual
Pasien pria dengan lesi tingkat tinggi untuk beberapa jam atau beberapa hari setelah
cidera. Seluruh bagian dari fungsi seksual mengalami gangguan pada fase spinal
shock. Kembalinya fungsi sexual tergantung pada level cidera dan komplit/tidaknya
lesi. Untuk dengan lesi komplet diatas pusat reflek pada konus, otomatisasi ereksi
terjadi akibat respon lokal, tetapi akan terjadi gangguan sensasi selama aktivitas
seksual. Pasien dengan level cidera rendah pusat reflek sakral masih mempunyai
reflex ereksi dan ereksi psikogenik jika jalur simpatis tidak mengalami kerusakan,
biasanya pasien mampu untuk ejakulasi, cairan akan melalui uretra yang kemudian
keluarnya cairan diatur oleh kontraksi dari internal bladder sphincter. Kemampuan
fungsi seksual sangat bervariasi pada pasien dengan lesi tidak komplit, tergantung
seberapa berat kerusakan pada medula spinalisnya. Gangguan sensasi pada penis
sering terjadi dalam hal ini. Masalah yang terjadi berhubungan dengan lokomotor
dan aktivitas otot secara volunter.
D. Patofisiologi
Menurut chairudin Rasjad (2012), menegaskan bahwa semua trauma tulang belakang
harus dianggap sebagai trauma yang hebat. Oleh karena itu, klien harus diperlakukan
secara hati-hati saat pertolongan pertama dan dibawa ke rumah sakit dengan
menggunakan transportasi. Trauma pada tulang belakang dapat mengenai jaringan lunak
pada tulang belakang (ligamen dan diskus), tulang belakang dan sumsum tulang
belakang.
Penyebab trauma tulang belakang adalah kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga,
kecelakaan industri, kecelakaan lain seperti jatuh dari pohon atau bangunan, luka tusuk,
luka tembak, trauma kerana tali pengaman (fraktur chance), kejatuhan benda keras.
Sebagian besar trauma tulang belakang yang mengenai tulang tidak disertai kelainan
pada sumsum tulang belakang.
Mekanisme trauma yang terjadi pada trauma tulang belakang adalah:
1. Fleksi.
Trauma terjadi akibat fleksi dan diserta dengan sedikit kompresi pada vertebra.
Vertebra mengalami tekanan berbentuk remuk yang dapat menyebabkan kerusakan
atau tanpa kerusakan ligamen posterior. Apabila terdapat kerusakan ligamen
posterior, fraktus bersifat tidak stabil dan dapat terjadi subluksasi.
2. Fleksi dan rotasi.
Trauma jenis ini merupakan trauma fleksi yang bersama – sama dengan rotasi. Pada
trauma ini terdapat strain dan ligamen dan kapsul serta ditemukan fraktur faset. Pada
kejadian ini terjadi pergerakan ke depan atau dislokasi vertebra diatasnya. Semua
fraktur dislokasi bersifat tidak stabil.
3. Kompresi vertikal (aksial).
Trauma vertikal yang secara langsung mengenai vertebra akan menyebabkan
kompresi aksial. Nukleus polposus akan memecahkan permukaan serta badan
vertebra secara vertikal. Material diskus akan masuk dalam badan vertebra dan
menyebabkan vertebra bisa menjadi rekah (pecah). Pada trauma jenis ini elemen
posterior masih utuh sehingga fraktur yang terjadi bersifat stabil.
4. Hiperekstensi atau retroekstensi.
Biasanya terjadi hiperekstensi sehingga terjadi kombinasi distraksi dan ekstensi.
Keadaan ini sering ditemukan pada vertebra servikalis dan jarang pada vertebra
torakolumbalis. Ligammen anterior dan diskus dapat mengalami kerusakan atau
terjadi fraktur pada arkus neuralis. Fraktur ini biasanya bersifat stabil.
5. Fleksi lateral
Kompresi atau trauma distraksi yang menimbulkan fleksi lateral akan menyebabkan
fraktur pada komponen lateral, yaitu pedikel, foramen vertebra dan sendi laser.
6. Fraktur dislokasi
Trauma yang menyebabkan terjadinya fraktur tulang belakang dan dislokasi pada
tulang belakang.
Pada pasien dengan fraktur vertebra datang dengan nyeri tekan akut, pembengkakan,
spasme otot paravertebralis dan perubahan lengkungan normal atau adanya gap antara
prosesus spinosus. Nyeri akan memberat saat bergerak, batuk atau pembebanan berat
badan (Brunner dan Suddarth, 2001; 2387). Trauma pada sumsum tulang belakang dapat
terjadi perdarahan pada sumsum tulang belakang yang disebut hematomiela. Gejala yang
penting adalah tetap adanya sensibilitas di bawah trauma (pinprick perianal). Gejala yang
paling sering terjadi adalah sindrom sentral berupa paralisis layu yang diikuti paralisis
lower motor neuron anggota gerak atas dan paralisis upper motor neuron (spastik) dari
anggota gerak bawah disertai kontrol kandung kemih dan sensibilitas perianal yang tetap
baik.
Trauma tulang belakang jika mengenai:
1. Vertebra servikalis. Jika terjadi trauma pada vertebra servikalis, maka dapat terjadi
kelumpuhan otot pernapasan karena blok saraf simpatis sehingga klien dapat
mengalami gagal napas. Trauma vertebra servikalis juga dapat menyebabkan
quadiplegik dengan disfungsi kedua lengan, kedua kaki, defekasi dan berkemih.
2. Vertebra torakolumbalis. Dapat terjadi paraplegi dan gangguna dalam menelan.
3. Vertebra sakralis. Jika trauma terjadi pada vertebra ini akan terjadi disfungsi bladder
dan bowel. Trauma pada sakralis juga dapat menyebabkan penis erection.
E. Pathway
Fraktur kompresi
Nyeri Akut Nyeri tulang Kompresi pada bagian depan Gangguan
belakang corpus vertebralis yang tertekan & neurologis
membentuk pataham irisan
Sering Paraplegi/tetraplegi
terbangun Nafsu makan
akibat nyeri menurun
Keterbatasan
rentang gerak
Gangguan Berat badan
Pola Tidur turun
Gangguan
Defisit Nutrisi mobilitas fisik
Komplikasi :
- Shock
- Mal union
- Non union
F. Penatalaksanaan
1. Nyeri akut fraktur kompresi vertebra
Jika pada pasien tidak ditemukan kelainan neurologis, pengobatan pada pasien
dengan akut fraktur harus menekankan pada pengurangan rasa nyeri, dengan
pembatasan bedrest, penggunaan analgetik, brancing dan latihan fisik.
a. Menghindari bedrest terlalu lama
Bahaya dari bedrest yang terlalu lama pada orang tua adalah, meningkatkan
kehilangan densitas tulang, deconditioning, thrombosis, pneumonia, ulkus
dekubitus, disorientasi dan depresi.
b. Analgetik
Analgetik digunakan untuk mengurangi rasa nyeri, biasa diberikan sebagai
terapi awal untuk menghindari dari bedrest yang terlalu lama.
c. Calcitonin
Diberikan secara subkutan, intranasal, atau perrektal mempunyai efek analgetik
pada fraktur kompresi yang disebabkan oleh osteoporosis dan pasien dengan
nyeri tulang akibat metastasis.
d. Bracing
Bracing merupakan terapi yang biasa dilakukan pada manegemen akut non
operatif. Ortose membantu dalam mengontrol rasa nyeri dan membantu
penyembuhan dengan menstabilkan tulang belakang. Dengan mengistirahatkan
pada posisi fleksi, maka akan mengurangi takanan pada kolumna anterior dan
rangka tulang belakang.Bracing dapat digunakan segera, tetapi hanya dapat
digunakan untuk dua sampai tiga bulan. Terdapat beberapa tipe ortose yang
tersedia untuk pengobatan.
e. Vertebroplasty
Vertebroplasty dilakukan dengan menempatkan jarum biopsy tulang belakang
kedalam vertebra yang mengalami kompresi dengan bimbingan fluoroscopy
atau computed tomography. Kemudian diinjeksikan Methylmethacrylate
kedalam tulang yang mengalami kompresi. Prosedur ini dapat menstabilkan
fraktur dan megurangi rasa nyeri dengan cepat yaitu pada 90% 100% pasien.
Tetapi prosedur ini tidak dapat memperbaiki deformitas yang terjadi pada tulang
belakang.
Teknik Vertebroplasty
f. Kypoplasty
Prosedur ini dilakukan dengan menyuntikkan jarum yang berisikan tampon
kedalam tulang yang mengalami fraktur. Insersi jarum tersebut akan membentuk
suatu kavitas pada tulang vertebra. Kemudian kavitas tersebut diisi dengan
campuran methylmetacrylate dibawah tekanan rendah.
G. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu :
1. Roentgenography : pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat tulang vertebra
untuk melihat fraktur dan pergeseran tulang vertebra
H. Pengkajian
Merupakan tahap awal dari pendekatan proses keperawatan dan dilakukan
secara sistematika mencakup aspek bio, psiko, sosio dan spiritual. Langkah
awal dari pengkajian ini adalah pengumpuln data yang diperoleh dari hasil wawancara
dengan klien dan keluarga, observasi pemeriksaan fisik, konsultasi dengan anggota
tim kesehatan lainnya dan meninjau kembali catatan medis ataupun catatan keperawatan.
Pengkajian fisik dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Adapun lingkup pengkajian yang dilakukan pada klien fraktur menurut Brunner and
Suddarth, 2002 adalah sebagai berikut :
1. Data demografi/identitas klien
Antara lain nama, umur, jenis kelamin, agama, tempat tinggal, pekerjaan,
dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Adanya nyeri dan sakit pada daerah punggung
3. Riwayat kesehatan keluarga
Untuk menentukan hubungan genetik perlu diidentifikasi misalnya adanya
predisposisi seperti arthritis, spondilitis ankilosis, gout/pirai (terdapat pada
fraktur psikologis).
4. Riwayat spiritual
Apakah agama yang dianut, nilai-nilai spiritual dalam keluarga dan
bagaimana dalam menjalankannya.
5. Aktivitas kegiatan sehari-hari
Identifikasi pekerjaan klien dan aktivitasnya sehari-hari, kebiasaan membawa
benda-benda berat yang dapat menimbulkan strain otot dan jenis utama lainnya.
Orang yang kurang aktivitas mengakibatkan tonus otot menurun. Fraktur atau
trauma dapat timbul pada orang yang suka berolah raga dan hockey dapat
menimbulkan nyeri sendi pada tangan
6. Pemeriksaan fisik
a. Pengukuran tinggi badan
b. Pengukuran tanda-tanda vital
c. Integritas tulang, deformitas tulang belakang
d. Kelainan bentuk pada dada
e. Adakah kelainan bunyi pada paru-paru, seperti ronkhi basah atau kering, sonor
atau vesikuler, apakah ada dahak atau tidak, bila ada bagaimana warna dan
produktivitasnya.
f. Kardiovaskuler: sirkulasi perifer yaitu frekuensi nadi, tekanan darah, pengisian
kapiler, warna kulit dan temperatur kulit.
g. Abdomen tegang atau lemas, turgor kulit, bising usus, pembesaran hati
atau tidak, apakah limpa membesar atau tidak.
h. Eliminasi: terjadinya perubahan eliminasi fekal dan pola berkemih
karena adanya immobilisasi.
i. Aktivitas adanya keterbatasan gerak pada daerah fraktur
j. Apakah ada nyeri, kaji kekuatan otot, apakah ada kelainan bentuk tulang dan
keadaan tonus otot
7. Tes Diagnostik
Pada klien dengan trauma tulang belakang, biasanya dilakukan beberapa tes
diagnostik untuk menunjang diagnosa medis, yaitu :
a. Foto Rontgen Spinal, yang memperlihatkan adanya perubahan degeneratif
pada tulang belakang, atau tulang intervetebralis atau mengesampingkan
kecurigaan patologis lain seperti tumor, osteomielitis.
b. Elektromiografi, untuk melokalisasi lesi pada tingkat akar syaraf spinal
utama yang terkena.
c. Venogram Epidural, yang dapat dilakukan di mana keakuratan dan
miogram terbatas.
d. Fungsi Lumbal, yang dapat mengkesampingkan kondisi yang berhubungan,
infeksi adanya darah.
e. Tanda Le Seque (tes dengan mengangkat kaki lurus ke atas) untuk mendukung
diagnosa awal dari herniasi discus intervertebralis ketika muncul nyeri pada
kaki posterior.
f. CT - Scan yang dapat menunjukkan kanal spinal yang mengecil, adanya protrusi
discus intervetebralis.
g. MRI, termasuk pemeriksaan non invasif yang dapat menunjukkan
adanya perubahan tulang dan jaringan lunak dan dapat memperkuat adanya
herniasi discus.
h. Mielogram, hasilnya mungkin normal atau memperlihatkan
“penyempitan” dari ruang discus, menentukan lokasi dan ukuran herniasi
secara spesifik
I. Diagnosa keperawatan
1. Defisit nutrisi (Tim Pokja SDKI, 2017, p. 56)
Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
Penyebab
a) Ketidakmampuan menelan makanan
b) Ketidakmampuan mencerna makanan
c) Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
d) Peningkatan kebutuhan metabolisme
e) Faktor ekonomis (mis. finansial tidak mencukupi)
f) Faktor psikologis (mis. stres, keengganan untuk makan)
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
a) Berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang ideal
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
a) Cepat kenyang setelah makan
b) Kram/nyeri abdomen
c) Nafsu makan menurun
Objektif
a) Bising usus hiperaktif
b) Otot pengunyah lemah
c) Otot menelan lemah
d) Membran mukos pucat
e) Sariawan
f) Serum albumin turun
g) Rambutu rontok berlebihan
h) Diare
Kondisi Klinis Terkait
a) Stroke
b) Parkinson
c) Mobius syndrome
d) Cerebral palsy
e) Cleft lip
f) Cleft palate
g) Amvotropic lateral sclerosis
Referensi
h) Luka bakar
i) Kanker
j) Infeksi
k) AIDS
l) Penyakit crohn’s
m) Enterokolitis
n) Fibrosis kistik
J. Intervensi keperawatan
1. Defisit Nutrisi
Manajemen Nutrisi (Tim Pokja SIKI, 2018, p. 200)
Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola asupan nutris yang seimbang
Tindakan
a) Observasi
1) Identifikasi status nutrisi
2) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3) Identifikasi makanan yang disukai
4) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
5) Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
6) Monitor asupan makanan
7) Monitor berat badan
8) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
b) Terapeutik
1) Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
2) Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. piramida makanan)
3) Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
4) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
5) Berikan suplemen makanan, jika perlu
6) Hentikan pemberian makan melalui selang nasogatrik, jika asupan asupan
oral dapat ditoleransi
c) Edukasi
1) Anjurkan posisi duduk, jika perlu
2) Ajarkan diet yang diprogramkan
d) Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
makanan yang dibutuhkan, jika perlu
2. Nyeri Akut
Manajemen Nyeri (Tim Pokja SIKI, 2018, p. 201)
Definsi : Mengidentifikasi dan mengelola pengalaman sensorik atau emosional yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan atau fungsional dengan onset mendadak atau
lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan.
Tindakan
a) Observasi
1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2) Identifikasi skala nyeri
3) Identifikasi respon nyeri non verbal
4) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
5) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
6) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
7) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas tidur
8) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
9) Monitor efek samping penggunaan analgetik
b) Terapeutik
1) Berikan teknik non-farmakologi untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hipnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
2) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
3) Fasilitasi istirahat dan tidur
4) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
c) Edukasi
1) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
3) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri
d) Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
file:///C:/Users/Windows7%20Ultimate/Downloads/337294661-240046006-REFERAT-
Fraktur-Kompresi-Vertebra-Lumbal-1-pdf.pdf, diakses tanggal 24 September, 2020.
https://www.academia.edu/8621454/ASKEP_P_O_FRAKTUR_KOMPRESI_THORAKAL,
diakses tanggal 24 September, 2020.
https://www.scribd.com/document/337294661/240046006-REFERAT-Fraktur-Kompresi-
Vertebra-Lumbal-1-pdf diakses tanggal 24 September, 2020.
https://www.scribd.com/doc/192012874/Askep-Fraktur-Kompresi-Tulang-Belakang diakses
tanggal 24 September, 2020.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Edisi 1 Cetakan II. Jakarta : DPP PPNI.
A. PENGKAJIAN
Jam : 10.00
Pengkajian tgl : 21 September, 2020 NO. RM : 001002
Tanggal MRS : 21 September, 2020 Dx. Masuk : Fraktur kompresi
Ruang/Kelas : VIP/202 dr yg merawat: dr. Melfa, Sp. S,Msi.
Nama : Ny. A. Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 41 tahun Status Perkawinan : Kawin
Agama : Islam Penanggung Biaya : BPJS
Pendidikan : SMA
Identitas
Pekerjaan : IRT
Suku/Bangsa : Jawa
Alamat : Ciputat, Tangsel
Keluhan utama :
Nyeri hebat dibagian tulang belakang, skala nyeri 8, nyeri berawal saat mengalami jatuh 1
minggu yang lalu SMRS, nyeri semakin terasa saat duduk.
Riwayat penyakit saat ini :
Klien mengalami nyeri di bagian tulang belakang, nyeri terasa panas, skala yg dirasakan
yaitu 8, nyeri yang dirasakan terkadang hilang dan cepat timbul kembali, nyeri yang dirasa
Riwayat Sakit dan Kesehatan
sangat mengganggu aktivitasnya, klien mengatakan sakit saat duduk, klien juga mengatakan
bahwa sejak 2 bulan yang lalu, perutnya kadang nyeri, tetapi tidak dirasakannya, klien
tampak meringis, gelisah, saat pengkajian klien terlihat memegangi pinggang, klien
mengatakan tidur kurang nyaman, susah beraktivitas dan cemas, karena nyeri yang
dirasakan. Saat pengkajian didapatkan, hasil TTV : TD, 120/80mmhg, N:85 x/menit, RR 20
x/menit, S: 36,40C, Spo2 : 98%.
Penyakit yang pernah diderita :
Klien mengatakan tidak pernah menderita penyakit yang serius atau dirawat di RS.
Riwayat penyakit keluarga :
Anggota keluarga Ny. A. tidak ada yang menderita penyakit yang sama dengan Ny. A. dan
juga keluarga Ny. A. tidak memiliki penyakit keturunan seperti DM, Hipertensi, dan
lainnya.
Riwayat alergi: ya tidak Jelaskan :
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum: baik sedang lemah Kesadaran:
Tanda vital TD: 120/80 mmHg Nadi: 85x/mnt Suhu : 36,4 ºC RR : 20x/mnt
Pola nafas irama: Teratur Tidak teratur
Dispnoe Kusmaul Ceyne Stokes
Pernafasan
Jenis Lain-lain:
Suara nafas: vesikuler Stridor Wheezing Ronchi Lain-lain:
Sesak nafas Ya Tidak Batuk Ya Tidak
Masalah: Tidak ada masalah
Irama jantung: Reguler Ireguler S1/S2 tunggal Ya Tidak
Ya Tidak
Kardiovaskuler
Nyeri dada:
Bunyi jantung: Normal Murmur Gallop lain-lain
CRT: < 3 dt > 3 dt
Akral: Hangat Panas Dingin kering Dingin basah
Masalah: Tidak ada masalah
GCS Eye: 4 Verbal: 5 Motorik: 6 Total: 15
Refleks fisiologis: patella triceps biceps lain-lain:
Persyarafan
Keramas : Selama di rumah sakit Ny. A. mengatakan tidak pernah mencuci rambutnya
Ganti pakaian : Ny. A. mengganti pakaian satu kali sehari
Sikat gigi : Ny. A. rutin menyikat giginya 2 kali sehari, yaitu saat pagi dan sebelum
tidur
Memotong kuku : Selama di rumah sakit Ny. A. tidak pernah memotong kukunya
Masalah: Tidak ada masalah
Orang yang paling dekat: Istri dan anak
Psiko-sosio-
Kegiatan ibadah: Selama di rawat di rumah sakit, Ny. A. hanya berbaring dan berdoa agar
penyakitnya cepat sembuh
Lain-lain :
Masalah: Tidak ada masalah
Laboratorium
Tanggal : 21 September 2020
- HEMATOLOGI
Hemoglobin 13.5 Gr/dL 13-18
Leukosit 9740 Sel/uL 4000-11000
Eritrosit 4.55 10^6/uL 4.5-6.5
Hematokrit 44 % 32-45
Trombosit 349 10^3/uL 150-450
- URIN LENGKAP
Warna Kuning Kuning
Pemeriksaan penunjang
Kesan :
Suspek Listesis L1-2 grade 1
Lumbal miring ke kiri
Kompresi berat L2 dengan penyempitan diskus inter-vertebralis L1-2, suspek Sponylitis
- Zitaid : 2 x 1 tab
- Ranitidine : 1 mg/12 jam
- Methil prednisolone : 2 x 1 tab
- Keteses : 2 x amp
ANALISA DATA
3 DS
- Klien mengatakan nyeri yang dirasa
sangat mengganggu aktivitasnya
- Klien mengatakan enggan melakukan Kerusakan integritas Gangguan mobilitas
pergerakan struktur tulang fisik
- Klien merasa cemas saat bergerak
(D.0054)
DO
- Klien melakukan gerakan terbatas
- Klienn tampak lemah
- Rentang gerak klien menurun
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Defisit nutrisi b.d peningkatan kebutuhan metabolisme d.d nafsu makan menurun.
2. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik d.d mengeluh nyeri pada tulang belakang
3. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan integritas struktur tulang d.d gerakan terbatas
C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Nama pasien : Ny. A. Nama Mahasiswa : Ni Kadek Winda Oktaviani
Ruang : VIP/202 NPM : 201030200092
No.M.R. : 001002
No Tgl &jam Diagnosa Tujuan dan Intervensi
Keperawatan (PES) Kriteria Hasil
1 21 Defisit nutrisi b.d peningkatan Status Nutrisi Manajemen Nutrisi
September kebutuhan metabolisme d.d L.03030 I.03119
2020 nafsu makan menurun. Setelah dilakukan intervensi 1. Observasi
DS keperawatan selama 3x24 jam a. Identifikasi status nutrisi
- Klien mengatakan nafsu diharapkan : b. Identifikasi alergi dan
makannya menurun 1. Ekspektasi : membaik intoleransi makanan
- Klien mengatakan kram/ 2. Kriteria hasil : c. Identifikasi kebutuhan
nyeri pada abdomen sejak 2 a. Nafsu makan membaik (5) kalori dan jenis nutrien
bulan yang lalu b. Nyeri abdomen menurun d. Monitor asupan makanan
- Klien mengatakan cepat (5) e. Monitor berat badan
kenyang c. Perasaan cepat kenyang 2. Terapeutik
DO cukup meningkat (5) a. Lakukan oral hygiene
- Berat badan klien menurun, d. Berat badan membaik (5) sebelum makan, jika perlu
yaitu dari 60 kg menjadi 58 e. Membran mukosa b. Berikan makanan tinggi
kg membaik (5) serat untuk mencegah
- Membran mukosa klien f. Sariawan menurun (5) konstipasi
tampak pucat dan kering c. Berikan makanan tinggi
- Tampak adanya sariawan kalori dan tinggi protein
disekitar mulut klien 3. Edukasi
a. Anjurkan pasien duduk,
jika mampu
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien
yang dibutuhkan, jika perlu
2 21 Nyeri akut b.d agen pencedera Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri
September fisik d.d mengeluh nyeri pada L.08066 I.08238
2020 tulang belakang Setelah dilakukan intervensi 1. Observasi
DS keperawatan selama 3x24 jam a. Identifikasi lokasi,
- Klien mengatakan nyeri di diharapkan : karakteristik, durasi,
bagian tulang belakang 1. Ekspektasi : menurun, frekuensi, kualitas &
P : Nyeri disebabkan karena membaik intensitas nyeri.
jatuh 1 minggu yang lalu 2. Kriteria hasil : b. Identifikasi skala nyeri
SMRS a. Keluhan nyeri cukup c. Identifikasi respon nyeri
Q : Nyeri terasa panas menurun (4) non verbal
R : Nyeri dirasakan di b. Meringis cukup menurun d. Identifikasi faktor yang
bagian tulang belakang (4) memperberat dan
S : Skala nyeri 8 c. Gelisah menurun (5) memperingan nyeri
T : Nyeri hilang timbul, d. Sikap protektif cukup e. Monitor keberhasilan terapi
semakin terasa saat duduk menurun (4) komplementer yang sudah
DO e. Kesulitan tidur menurun diberikan
- Klien tampak menyeringai (5) 2. Terapeutik
kesakitan a. Berikan teknik non
- Klien tampak gelisah farmakologi untuk
- Klien terlihat berhati-hati mengurangi rasa nyeri
saat bergerak b. Kontrol lingkungan yang
- Klien tampak sulit tidur memperberat rasa nyeri
c. Fasilitasi istirahat dan tidur
3. Observasi
a. Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
3 21 Gangguan mobilitas fisik b.d Mobilitas Fisik Dukungan Mobilisasi
September kerusakan integritas struktur L.05042 I.05173
2020 tulang d.d gerakan terbatas Setelah dilakukan intervensi 1. Observasi
DS keperawatan selama 3x24 jam a. Identifikasi adanya nyeri
- Klien mengatakan nyeri diharapkan : atau keluhan fisik lainnya
yang dirasa sangat 1. Ekspektasi : menurun, b. Identifikasi toleransi fisik
mengganggu aktivitasnya meningkat melakukan pergerakan
- Klien mengatakan enggan 2. Kriteria hasil : c. Monitor frekuensi jantung
melakukan pergerakan a. Nyeri cukup menurun (4) dan tekanan darah sebelum
- Klien merasa cemas saat b. Pergerakan ekstremitas memulai mobilisasi
bergerak cukup meningkat (4) 2. Terapeutik
DO c. Kecemasan menurun (5) a. Fasilitasi aktivitas
- Klien melakukan gerakan d. Gerakan terbatas cukup mobilisasi dengan alat
terbatas menurun (4) bantu
- Klienn tampak lemah e. Kelemahan fisik menurun b. Fasilitasi melakukan
- Rentang gerak klien (5) pergerakan
menurun f. Rentang gerak (ROM) c. Libatkan keluarga untuk
meningkat (5) membantu klien dalam
meningkatkan pergerakkan
3. Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
b. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
c. Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan
D. CATATAN PERKEMBANGAN
Nama Klien : Ny. A.
Diagnosis Medis : Fraktur kompresi
Ruang Rawat : VIP/202
Tgl/ No. Implementasi SOAP
Jam Diagnosa
21
September 1
2020
10.10 1. Mengidentifikasi status nutrisi S:
10.15 2. Mengidentifikasi alergi dan intoleransi - Klien mengatakan lidahnya masih terasa pahit
makanan - Klien mengatakan malas makan
10.20 3. Mengidentifikasi kebutuhan kalori dan - Klien mengatakan nyeri perut berkurang dari
jenis nutrien skala 8 menjadi skala 6
10.30 4. Memonitor asupan makanan - Klien mengatakan cepat merasa kenyang saat
10.35 5. Memonitor berat badan makan
11.10 6. Melakukan oral hygiene sebelum makan, - Klien mengatakan bibirnya masih sariawan
jika perlu O:
11.15 7. Memberikan makanan tinggi serat untuk - Nafsu makan sedang, porsi makan tidak habis
mencegah konstipasi - Berat badan 58,2 kg
11.20 8. Memberikan makanan tinggi kalori dan - Membran mukosa tampak sedikit lembab
tinggi protein A : Masalah defisit nutrisi belum teratasi
11.25 9. Menganjurkan pasien duduk P : Intervensi dilanjutkan
11.35 10. Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk 1. Identifikasi status nutrisi
menentukan jumlah kalori dan jenis 2. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan, nutrien
3. Monitor asupan makanan
4. Monitor berat badan
5. Lakukan oral hygiene sebelum makan
6. Berikan makanan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
7. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
protein
21
September 2
2020
11.40 1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, S:
durasi, frekuensi, kualitas & intensitas - Ny. A. mengatakan nyeri masih terasa
nyeri. meskipun berkurang
11.45 2. Mengidentifikasi skala nyeri - Skala nyeri : 6
11.50 3. Mengidentifikasi respon nyeri non verbal O:
11.55 4. Mengidentifikasi faktor yang - Nyeri sedang
memperberat dan memperingan nyeri - Klien tampak lebih tenang, gelisah berkurang
12.15 5. Memonitor keberhasilan terapi - Klien masih berhati-hati saat bergerak
komplementer yang sudah diberikan - Kesulitan terkadang masih sering terbangun
12.30 6. Memberikan teknik non farmakologi karena nyeri
untuk mengurangi rasa nyeri A : Masalah nyeri akut belum teratasi
12.40 7. Mengontrol lingkungan yang P : Intervensi dilanjutkan
memperberat rasa nyeri 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
12.45 8. Memfasilitasi istirahat dan tidur frekuensi, kualitas & intensitas nyeri.
13.00 9. Mengajarkan teknik non farmakologis 2. Identifikasi skala nyeri
untuk mengurangi rasa nyeri 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
13.05 10. Berkolaborasi pemberian analgetik 4. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri
5. Fasilitasi istirahat dan tidur
6. Kolaborasi pemberian analgetik
21 S:
September 3 - Klien mengatakan cemasnya berkurang
2020 meskipun masih takut untuk melakukan
13.30 1. Mengidentifikasi adanya nyeri atau pergerakan
keluhan fisik lainnya O:
13.40 2. Mengidentifikasi toleransi fisik - Nyeri sedang
melakukan pergerakan - Tampak berhati-hati saat bergerak
13.50 3. Memonitor frekuensi jantung dan tekanan - Klien tampak tenang
darah sebelum memulai mobilisasi - Klien tampak berbaring di atas tempat tidur
14.00 4. Memfasilitasi aktivitas mobilisasi dengan - Rentang gerak (ROM) terbatas
alat bantu A : Masalah gangguan mobilitas fisik belum teratasi
14.10 5. Memfasilitasi melakukan pergerakan P : Intervensi dilanjutkan
14.15 6. Melibatkan keluarga untuk membantu 1. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
klien dalam meningkatkan pergerakkan sebelum memulai mobilisasi
14.25 7. Menjelaskan tujuan dan prosedur 2. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat
mobilisasi bantu
14.30 8. Menganjurkan melakukan mobilisasi dini 3. Fasilitasi melakukan pergerakan
14.40 9. Mengajarkan mobilisasi sederhana yang 4. Libatkan keluarga untuk membantu klien
harus dilakukan dalam meningkatkan pergerakkan