Makalah Askep Eklampsia
Makalah Askep Eklampsia
Makalah Askep Eklampsia
Disusun Oleh :
Tingkat : 2A
i
KATA PENGANTAR
Trenggalek, 2021
Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER............................................................................................... i
KATA PENGANTAR.......................................................................... ii
DAFTAR ISI....................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................... 1
1.1. Latar Belakang............................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ......................................................................2
1.3. Tujuan .........................................................................................2
1.4. Manfaat....................................................................................... 2
BAB 2 PEMBAHASAN...................................................................... 3
2.1. .................................................................. 3
2.2. ……............................................... 6
2.3. …………………….......... 11
2.4.............................................................................................. 12
2.5............................................................................................. 16
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Eklampsia adalah kelanjutan dari preeklampsia berat dengan gejala klinis hipertensi,
proteinuria, dan edema dengan tambahan gejala kejang-kejang atau koma. Menurut World
Health Organization (WHO, 2001), angka kejadian preeklampsia berkisar antara 0,51% -
38,4%. Preeklampsia dan eklampsia di seluruh dunia diperkirakan menjadi penyebab kira-
kira 14% (50.000-75.000) kematian maternal setiap tahunnya (Hak lim, 2009).
Hipertensi dalam kehamilan merupakan salah satu penyulit kehamilan yang secara nyata
berhubungan dengan terganggunya berbagai sistem dalam tubuh. Hal ini menyebabkan
penurunan kondisi fisik pada ibu hamil. Dengan menurunnya kondisi fisik pada ibu hamil
maka secara tidak langsung akan menyebabkan perubahan quality of life (QOL) pada ibu
hamil dengan hipertensi. Menurut CR Marthin (2010), pada ibu hamil terjadi perubahan fisik
maupun psikologi yang pada akhirnya akan menurunkan aktivitas fisik serta kualitas
hidupnya. Namun belum ada penelitian yang lebih fokus membahas tentang hubungan
hipertensi dalam kehamilan dan kualitas hidup.
Salah satu penyebab kematian maternal di Indonesia adalah preeklampsia-eklampsia.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Angsar (1993), insiden preeklampsia-
eklampsia di Indonesia berkisar 10- 13% dari keseluruhan ibu hamil. Sementara itu di dua
rumah sakit pendidikan di Makasar insidensi preeklampsia berat 2,61%, eklampsia 0,84%
dan angka kematian akibatnya 22,2% (Lukas dan Rambulangi, 1995). Sedangkan selama
periode 1 Januari-31 Desember 2000 di RSU Tarakan mencatat dari 1431 persalinan terdapat
74 kasus preeklampsiaeklampsia (5,1%), preeklampsia 61 kasus (4,2%) dan eklampsia 13
kasus (0,9%). Kasus preeklampsia terutama dijumpai pada primigravida dan usia 20-24 tahun
(Sudiyana, 2003).
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
1. Manfaat teoritik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi mengenai
hubungan paritas dengan angka kejadian eklampsia pada ibu hamil.
2. Manfaat praktis
a. Sebagai bahan masukan dan informasi tentang pentingnya pelayanan antenatal,
intranatal, dan postnatal sebagai deteksi dini eklampsia.
b. Hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihak pengampu
kesehatan dalam penanggulangan masalah eklampsia pada ibu hamil.
1
BAB 2
PEMBAHASAN
Eklamsia kelainan akut pada ibu hamil, saat persalinan atau masa nifas ditandai
dengan timbulnya kejang atau koma, dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala
pre eklamsia (Hipertensi, oedema, proteinuria). Eklamsia adalah suatu komplikasi kehamilan
yg ditandai dengan peningkatan TD (S > 180 mmHg, D > 110 mmHg), proteinuria, oedema,
kejang dan/atau penurunan kesadaran. Eklampsia adalah akut dengan kejang coma pada
wanita hamil dan wanita dalam nifas disertai dengan hipertensi, edema, dan proteinuria.
(Obsetri Patologi ; UNPAD). Eklampsia adalah suatu keadaan dimana didiagnosis ketika pre
eklampsia memburuk menjadi kejang (Helen Varney ; 2007). Berdasarkan pengertian-
pengertian di atas, maka dapat disimpulkan yaitu eklampsia adalah suatu keadaan dimana pre
eklampsia tidak dapat diatasi sehingga mengalami gangguan yang lebih lanjut yaitu
hipertensi, edema, dan proteinuria serta kejang.
Menurut Manuaba, IBG, 2001 penyebab secara pasti belum diketahui, tetapi banyak
teori yang menerangkan tentang sebab akibat dari penyakit ini, antara lain:
a. Teori Genetik
Eklamsia merupakan penyakit keturunan dan penyakit yang lebih sering ditemukan
pada anak wanita dari ibu penderita pre eklamsia.
b. Teori Imunologik
Kehamilan sebenarnya merupakan hal yang fisiologis. Janin yang merupakan benda
asing karena ada faktor dari suami secara imunologik dapat diterima dan ditolak oleh ibu.
Adaptasi dapat diterima oleh ibu bila janin dianggap bukan benda asing dan rahim tidak
dipengaruhi oleh sistem imunologi normal sehingga terjadi modifikasi respon imunologi dan
terjadilah adaptasi. Pada eklamsia terjadi penurunan atau kegagalan dalam adaptasi
imunologik yang tidak terlalu kuat sehingga konsepsi tetap berjalan.
c. Teori Iskhemia Regio Utero Placental
Kejadian eklamsia pada kehamilan dimulai dengan iskhemia utero placenta
menimbulkan bahan vaso konstriktor yang bila memakai sirkulasi, menimbulkan bahan vaso
konstriksi ginjal. Keadaan ini mengakibatkan peningkatan produksi renin angiotensin dan
aldosteron. Renin angiotensin menimbulkan vasokonstriksi general, termasuk oedem pada
arteriol. Perubahan ini menimbulkan kekakuan anteriolar yang meningkatkan sensitifitas
terhadap angiotensin vasokonstriksi selanjutnya akan mengakibatkan hipoksia kapiler dan
peningkatan permeabilitas pada membran glumerulus sehingga menyebabkan proteinuria
dan oedem lebih jauh.
2
d. Teori Radikal Bebas
Faktor yang dihasilkan oleh ishkemia placenta adalah radikal bebas. Radikal bebas
merupakan produk sampingan metabolisme oksigen yang sangat labil, sangat reaktif dan
berumur pendek. Ciri radikal bebas ditandai dengan adanya satu atau dua elektron dan
berpasangan. Radikal bebas akan timbul bila ikatan pasangan elektron rusak. Sehingga
elektron yang tidak berpasangan akan mencari elektron lain dari atom lain dengan
menimbulkan kerusakan sel. Pada eklamsia sumber radikal bebas yang utama adalah
placenta, karena placenta dalam pre eklamsia mengalami iskhemia. Radikal bebas akan
bekerja pada asam lemak tak jenuh yang banyak dijumpai pada membran sel, sehingga
radikal bebas merusak sel. Pada eklamsia kadar lemak lebih tinggi daripada kehamilan
normal, dan produksi radikal bebas menjadi tidak terkendali karena kadar anti oksidan juga
menurun.
e. Teori Kerusakan Endotel
Fungsi sel endotel adalah melancarkan sirkulasi darah, melindungi pembuluh darah
agar tidak banyak terjadi timbunan trombosit dan menghindari pengaruh vasokonstriktor.
Kerusakan endotel merupakan kelanjutan dari terbentuknya radikal bebas yaitu peroksidase
lemak atau proses oksidase asam lemak tidak jenuh yang menghasilkan peroksidase lemak
asam jenuh. Pada eklamsia diduga bahwa sel tubuh yang rusak akibat adanya peroksidase
lemak adalah sel endotel pembuluh darah. Kerusakan endotel ini sangat spesifik dijumpai
pada glumerulus ginjal yaitu berupa “glumerulus endotheliosis”. Gambaran kerusakan
endotel pada ginjal yang sekarang dijadikan diagnosa pasti adanya pre eklamsia.
f. Teori Trombosit
Placenta pada kehamilan normal membentuk derivat prostaglandin dari asam
arakidonik secara seimbang yang aliran darah menuju janin. Ishkemi regio utero placenta
menimbulkan gangguan metabolisme yang menghasilkan radikal bebas asam lemak tak jenuh
dan jenuh. Keadaan ishkemi regio utero placenta yang terjadi menurunkan pembentukan
derivat prostaglandin (tromboksan dan prostasiklin), tetapi kerusakan trombosit
meningkatkan pengeluaran tromboksan sehingga berbanding 7 : 1 dengan prostasiklin yang
menyebabkan tekanan darah meningkat dan terjadi kerusakan pembuluh darah karena
gangguan sirkulasi.
g. Teori Diet Ibu Hamil
Kebutuhan kalsium ibu hamil 2 - 2½ gram per hari. Bila terjadi kekurangan kalsium,
kalsium ibu hamil akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan janin, kekurangan kalsium
yang terlalu lama menyebabkan dikeluarkannya kalsium otot sehingga menimbulkan
kelemahan konstruksi otot jantung yang mengakibatkan menurunnya strike volume sehingga
aliran darah menurun. Apabila kalsium dikeluarkan dari otot pembuluh darah akan
menyebabkan konstriksi sehingga terjadi vasokonstriksi dan meningkatkan tekanan darah.
3
2. Patofisiologi Eklamsia dalam kehamilan
Eklampsia dimulai dari iskemia uterus plasenta yang diduga berhubungan dengan
berbagai faktor. Satu diantaranya adalah peningkatan resisitensi intra mural pada pembuluh
miometrium yang berkaitan dengan peninggian tegangan miometrium yang ditimbulkan oleh
janin yang besar pada primipara, anak kembar atau hidraminion.
Iskemia utero plasenta mengakibatkan timbulnya vasokonstriksor yang bila memasuki
sirkulasi menimbulkan ginjal, keadaan yang belakangan ini mengakibatkan peningkatan
produksi rennin, angiostensin dan aldosteron. Rennin angiostensin menimbulkan
vasokontriksi generalisata dan semakin memperburuk iskemia uteroplasenta. Aldosteron
mengakibatkan retensi air dan elektrolit dan udema generalisator termasuk udema intima
pada arterior.
Pada eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi peningkatan
hematokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan perfusi ke organ, termasuk ke utero
plasental fatal unit. Vasospasme merupakan dasar dari timbulnya proses eklampsia.
Konstriksi vaskuler menyebabkan resistensi aliran darah dan timbulnya hipertensi arterial.
Vasospasme dapat diakibatkan karena adanya peningkatan sensitifitas dari sirculating
pressors. Eklamsi yang berat dapat mengakibatkan kerusakan organ tubuh yang lain.
Gangguan perfusi plasenta dapat sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta
sehinga dapat berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation.
Eklampsia terjadi pada kehamilan 20 minggu atau lebih, yaitu: kejang-kejang atau
koma. Kejang dalam eklampsia ada 4 tingkat, meliputi :
a. Tingkat awal atau aura (invasi)
Berlangsung 30-35 detik, mata terpaku dan terbuka tanpa melihat (pandangan kosong),
kelopak mata dan tangan bergetar, kepala diputar ke kanan dan ke kiri.
4
b. Stadium kejang tonik
Seluruh otot badan menjadi kaku, wajah kaku, tangan menggenggam dan kaki membengkok
ke dalam, pernafasan berhenti, muka mulai kelihatan sianosis, lidah dapat tergigit,
berlangsung kira-kira 20-30 detik.
c. Stadium kejang klonik
Semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam waktu yang cepat, mulut terbuka dan
menutup, keluar ludah berbusa, dan lidah dapat tergigit. Mata melotot, muka kelihatan
kongesti dan sianosis. Setelah berlangsung 1-2 menit kejang klonik berhenti dan penderita
tidak sadar, menarik nafas seperti mendengkur.
d. Stadium koma
Lamanya ketidaksadaran ini beberapa menit sampai berjam-jam. Kadang antara kesadaran
timbul serangan baru dan akhirnya penderita tetap dalam keadaan koma (Muchtar Rustam,
1998: 275).
5
10ml intravena secara perlahan-lahan, diikuti 8g IM dan selalu disediakan kalsium gluakonas
1g dalam 10 ml sebagai antidotum.
Lytic cocktail yang terdiri atas petidin 100 mg, klorpromazin 100 mg, dan prometazin 50 mg
dilarutkan dalam glukosa 5% 500 ml dan diberikan secara infus intravena. Jumlah tetesan
disesuaikan dengan keadaan dan tensi penderita. Maka dari itu, tensi dan nadi diukur tiap 5
menit dalam waktu setengah jam pertama dan bila keadaan sudah stabil, pengukuran dapat
dijarangkan menurut keadaan penderita.
Sebelum diberikan obat penenang yang cukup, maka penderita eklampsia harus dihindarkan
dari semua rangsang yang dapat menimbulkan kejangan, seperti keributan, injeksi, atau
pemeriksaan dalam.
6
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Data yang dikaji pada ibu bersalin dengan eklampsia adalah :
a. Data subyektif :
- Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20 tahun atau > 35 tahun
- Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi, oedema, pusing, nyeri
epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur
- Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler esensial, hipertensi
kronik, DM
- Riwayat kehamilan : riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta riwayat
kehamilan dengan eklamsia sebelumnya
- Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun selingan
- Psiko sosial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan, oleh
karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi resikonya
7
Intervensi:
1) Anjurkan pasien untuk mengosongkan mulut dari benda atau zat tertentu atau alat yang
lain untu menghindari rahang mengatup jika kejang terjadi.
R/ menurunkan risiko aspirasi atau masuknya sesuatu benda asing ke faring.
2) Letakkan pasien pada posisi miring, permukaan datar, miringkan kepala selama
serangan kejang.
R/ meningkatkan aliran secret, mencegah lidah jatuh dan menyumbat jalan nafas
3) Tanggalkan pakaian pada daerah leher atau dada dan abdomen.
R/ untuk memfasilitasi usaha bernafas atau ekspansi dada
4) Lakukan penghisapan sesuai indikasi
R/ menurunkan risiko aspirasi atau aspiksia
5) Berikan tambahan oksigen atau ventilasi manual sesuai kebutuhan.
R/ dapat menurunkan hipoksia cerebral
.
Intervensi :
1. Monitor DJJ sesuai indikasi
R/. Peningkatan DJJ sebagai indikasi terjadinya hipoxia, prematur dan solusio plasenta
2. Kaji tentang pertumbuhan janin
R/. Penurunan fungsi plasenta mungkin diakibatkan karena hipertensi sehingga timbul IUGR
3. Jelaskan adanya tanda-tanda solutio plasenta ( nyeri perut, perdarahan, rahim tegang,
aktifitas janin turun )
R/. Ibu dapat mengetahui tanda dan gejala solutio plasenta dan tahu akibat hipoxia bagi janin
4. Kaji respon janin pada ibu yang diberi SM
R/. Reaksi terapi dapat menurunkan pernafasan janin dan fungsi jantung serta aktifitas janin
5. Kolaborasi dengan medis dalam pemeriksaan USG dan NST
R/. USG dan NST untuk mengetahui keadaan/kesejahteraan janin
8
R/ dapat menurunkan tonus arteri dan menyebabkan penurunan after load jantung dengn
vasodilatasi pembuluh darah, sehingga tekanan darah turun. Dengan menurunnya tekanan
darah, maka aliran darah ke placenta menjadi adekuat.
Intervensi :
1. Kaji tingkat kecemasan ibu
R/. Tingkat kecemasan ringan dan sedang bisa ditoleransi dengan pemberian pengertian
sedangkan yang berat diperlukan tindakan medikamentosa
2. Jelaskan mekanisme proses persalinan
R/. Pengetahuan terhadap proses persalinan diharapkan dapat mengurangi emosional ibu
yang maladaptif
3. Gali dan tingkatkan mekanisme koping ibu yang efektif
R/. Kecemasan akan dapat teratasi jika mekanisme koping yang dimiliki ibu efektif
4. Beri support system pada ibu
R/. ibu dapat mempunyai motivasi untuk menghadapi keadaan yang sekarang secara lapang
dada asehingga dapat membawa ketenangan hati
4. Implementasi
Implementasi sesuai dengan rencana keperawatan
5. Evaluasi
Dx 1: Pasien akan mempertahankan pola pernafasan efektif dengan jalan nafas paten atau
aspirasi dicegah
Dx 2 :
DJJ ( + ) : 12-12-12
Hasil NST : Normal
Hasil USG : Normal
Dx 3 : agar cedera tidak terjadi pada janin
Dx 4 :
9
10
BAB III PENUTUP
1.1. KESIMPULAN
Dari penjelasan diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa, Eklampsia selalu
menjadi masalah yang serius, bahkan merupakan salah satu keadaan paling
berbahaya dalam kehamilan. Statistik menunjukkan di Amerika Serikat kematian
akibat eklampsia mempunyai kecenderungan menurun dalam 40 tahun terakhir,
dengan persentase 10 % – 15 %. Antara tahun 1991 – 1997 kira-kira 6% dari seluruh
kematian ibu di Amerika Serikat adalah akibat eklampsia, jumlahnya mencapai 207
kematian. Kenyataan ini mengindikasikan bahwa eklampsia dan pre eklamsia berat
harus selalu dianggap sebagai keadaan yang mengancam jiwa ibu hamil. Eklampsia
di Indonesia masih merupakan penyakit pada kehamilan yang meminta korban besar
dari ibu dan bayi. Sebaliknya, kematian ibu dan bayi di negara maju lebih kecil.
Tingginya kematian ibu dan anak di negara-negara yang kurang maju disebabkan
oleh kurang sempurnanya pengawasan antenatal dan natal. Sebab kematian bayi
terutama oleh hipoksia intrauterin dan prematuritas. Berlawanan dengan yang sering
diduga, eklampsia tidak menyebabkan hipertensi menahun. Ditemukan bahwa pada
penderita yang mengalami eklampsia pada kehamilan pertama, frekuensi hipertensi
15 tahun kemudian/lebih, tidak lebih tinggi daripada mereka yang hamil tanpa
eklampsia.
1.2. SARAN
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini, tentunya masih terdapat banyak kekurangan dan
kelemahan, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau refrensi
yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.Kami banyak berharap para
pembaca yang budiman studi memberikan kritik dan saran yang membangun kepada
penulis untuk perbaikan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
penulis pada khusunya juga kepada para pembaca
11
DAFTAR PUSTAKA
Heller, Luz. 1988. Gawat Darurat Ginekologi dan Obstetri. Jakrta : EGC
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC
Wiknojosatro, hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan.. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
iv