0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
23 tayangan32 halaman

Hasil Nfas

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 32

MAKALAH

“PRE EKLAMSIA PADA MASA NIFAS”


DISUSUN UNTUK MEMEUNHI TUGAS MATA KULIAH ASUHAN
KEBIDANAN PADA NIFAS

Dosen Pengampu:
Nur Intan Kusuma, SST, M.Keb

KELOMPOK 1
Disusun Oleh:
1. Ely Krisnawati (202102080003)
2. Fisabilillah (202102080006)
3. Amelia Fatmawati (202102080007)
4. Mutiara Puspa Anggraini (202102080012)

PRODI PENDIDIKAN SARJANA DAN PROFESI KEBIDANAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN
2023

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Alhamdulillah, Segala puji bagi Allah SWT, pencipta alam semesta, Wahai Dia yang
karenan-Nya terlepas simpul kesulitan, wahai Dia yang dari-Nya diperoleh jalan keluar
menuju jalan keselamatan, yang telah menganugerahkan Rahmat serta Inayah-Nya kepada
kami sehingga makalah kami dengan judul pembahasan “Pre Eklamsia Pada Masa Nifas”
ini dapat terselesaikan walaupun masih jauh dari kesempurnaan. Semoga shalawat serta
salam selalu tercurahkan kepada hambah-Nya yang diutus sebagai rahmat bagi sekalian alam,
sang revolusioner sejati yang telah mengantarkan kita dari pengetahuan klasik sampai kepada
pengetahuan modern yaitu Baginda Nabi besar Muhammad SAW.
Makalah ini diajukan dalam rangka memenuhi salah satu tugas kelompok pada mata
kuliah “Asuhan Kebidanan Pada Nifas”. Makalah ini tidak akan pernah terwujud tanpa
bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Maka dari itu, kami menghaturkan banyak terima
kasih kepada semua pihak.Tidak ada manusia yang sempurna, begitu pula dengan makalah
ini, masih banyak kekurangan-kekurangan yang terdapat didalamnya. Oleh karena itu, kami
mengharapkan saran dan kritikan dari semua pihak yang sifatnya membangun guna
penyempurnaan makalah ini.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Pekalongan, 5 Juni 2023

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................3
LITERATUR KASUS..............................................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................5
1.1 Latar Belakang................................................................................................................5
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................................5
1.3 Tujuan..............................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................6
2.1 Pengertian.........................................................................................................................6
2.2 Klasifikasi.........................................................................................................................6
2.3 Nifas dengan Preeklamsia Berat.......................................................................................7
2.6 Faktor Predisposisi...........................................................................................................8
2.7 Faktor Resiko....................................................................................................................8
2.8 Keluhan Subjektif.............................................................................................................9
2.9 Tanda Klinis/Laboratoris..................................................................................................9
2.10 Prognosis........................................................................................................................9
2.11Penatalaksanaan Preeklamsia Berat..............................................................................10
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.....................................................13
3.1 Hasil Penelitian...............................................................................................................13
3.2 Catatan Perkembangan I.................................................................................................17
3.3 Catatan Perkembangan II...............................................................................................18
3.4 Catatan Perkembangan III..............................................................................................19
3.5 Pembahasan....................................................................................................................20
BAB IV PENUTUP................................................................................................................27
4.1 Simpulan.........................................................................................................................27
4.2 Saran...............................................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................29

3
LITERATUR KASUS

Hasil :
Ny.D umur 30 tahun P3A0 postpartum datang dengan keluhan kepala pusing, perut
mules, dan kedua kaki edema. Pemeriksaan laboratorium protein urine = positif3/+++.
Klien diberikan injeksi MgSO4 20% 1gr/8jam, Nifedipine 10mg/8jam jika tekanan
darah ≥160/110mmHg, vitamin C 50 mg/12jam, dan oksigen 3 liter/menit sampai kondisi ibu
stabil. Pada akhir pemberian pengobatan kondisi pasien membaik, ditandai dengan kepala
sudah tidak pusing dan kedua kaki sudah tidak edema. Kesenjangan tidak dilakukan
pemeriksaan laboratorium ulang terhadap protein urine, pemantaun keadaan umum dan
tanda-tanda vital dilakukan 6 jam sekali.
Kesimpulan :
Asuhan telah dilakukan secara komprehensif dengan hasil tekanan
darah menjadi normal. Walaupun terdapat kesenjangan namun tidak terjadi
eklamsia.

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Preeklamsia merupakan kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil,
bersalin, dan dalam masa nifas (Mochtar, 2013). Preeklamsia juga merupakan
penyakit dengan tanda tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul
karena kehamilan (PPGDON, 2012). Selain kenaikan tekanan darah dan
proteinuria preeklamsia juga disertai dengan gejala, seperti sakit kepala, gangguan
penglihatan, dan nyeri epigastrik. (Bothamley,2012). Perawatan pranatal dalam
deteksi dini dan manajemen preeklamsia dibutuhkan, jika tidak ditangani dengan
baik maka akan menyebabkan eklamsia (Cunningham, 2011).
Penanganan preeklamsia harus dilakukan di fasilitas kesehatan yang
memenuhi standar penatalaksanaan untuk kasus tersebut, yang didukung oleh
dokter spesialis, dokter umum, bidan, perawat, dan staf-staf di berbagai bidang
pelayanan yang diberikan cepat dan tepat, serta pelayanan IGD 24 jam, dengan
berbagai alat kesehatan yang canggih, instalasi laboratorium yang memadai, dan
lain-lain.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalahnya “Bagaimana
pelaksanaan asuhan kebidanan ibu nifas pada Ny D P3A0 umur 30 tahun dengan pe
eklamsia berat di RSUD Dr.Moewardi Surakarta?”

1.3 Tujuan
Untuk mempelajari, memahami, dan menerapkan asuhan kebidanan pada ibu
nifas dengan pre eklamsia berat dengan manajemen kebidanan.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Preeklamsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi pada
masa kehamilan, persalinan, dan nifas (Saifuddin, 2010). Preeklamsia adalah
peningkatan tekanan darah dan proteinuria yang terjadi setelah usia
kehamilan 20 minggu Boyle (2012). Sedangkan menurut Mochtar (2013)
preeklamsia merupakan kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin, dan
ibu pada masa nifas yang terdiri dari trias: hipertensi, proteinuria, dan edema. Ibu
tidak menunjukkan adanya tanda-tanda kelainan vaskular atau hipertensi
sebelumnya.

2.2 Klasifikasi
Preeklamsia diklasifikasikan menjadi 2 golongan, yaitu Preeklamsia Ringan
dan Preeklamsia Berat. Tidak ada kategori sedang dalam preeklamsia (Mochtar,
2013). Hal yang menjadi kriteria dalam pengklasifikasian preeklamsia ringan atau
berat antara lain tekanan darah, kandungan protein dalam urin, output urin dalam cc
per jam, gangguan serebral tetap, dan sakit pada epigastrium menetap
(Manuaba,2007).

Tabel 2.2. Deferensial Diagnosis Preeklamsia Ringan dan Berat

No Temuan Preeklamsia Preeklamsia berat


ringan
1 Tekanan darah ≥ 140 mmHg ≥ 160 mmHg
sistolik
2 Tekanan darah ≥ 90 mmHg ≥ 110 mmHg
diastolic
3 Proteinuria 1+ ≥ 2+
4 Oliguria Tidak ada Ada, < 400 ml per
24
jam
5 Edema paru Tidak ada Ada

6
6 Nyeri Tidak ada Ada
epigastrium
7 Gangguan Tidak ada Ada
penglihatan
8 Nyeri kepala Tidak ada Ada
Hebat
9 Trombositopenia Tidak ada Ada, < 100.000
sel/mm3
10 Pertumbuhan Tidak ada Ada
janin terhambat

2.3 Nifas dengan Preeklamsia Berat


a. Pengertian
Preeklamsia merupakan penyulit yang dapat terjadi oleh ibu pascanatal,
meskipun tidak memiliki masalah antenatal yang terkait dengan preeklamsia ( Fraser,
2009). Preeklamsia berat adalah keadaan yang ditandai dengan tekanan darah sistolik
≥160 mmHg atau diastolik ≥110 mmHg, kandungan protein dalam urin 2+ atau 3+,
oliguria (< 400 ml dalam 24 jam) peningkatan aktivitas enzim hati, nyeri kepala
menetap, gangguan penglihatan, dan nyeri ulu hati yang men-etap, (Varney, 2007).

b. Etiologi
Preeklamsia masih merupakan penyakit teori dan menjadi subjek dari banyak
penelitian untuk memahami etiologinya dan memperbaiki pendeteksian serta
penatalaksanaannya ( Bothamley, et al., 2012). Teori sekarang yang dipakai sebagai
penyebab preeklamsia adalah “teori iskemia plasenta” namun teori ini belum dapat
menerangkan semua hal yang berkaitan dengan penyakit ini (PPGDON, 2012).
Iskemia plasenta terjadi akibat peningkatan vasokonstriksi dan menimbulkan
perubahan yang dapat mengganggu fungsi vital (Tanto, 2014).
Selain “teori iskemia plasenta” beberapa studi epidemiologi menunjukkan
bahwa plasentasi abnormal disebabkan oleh respon imun. Data tambahan yang
mendukung “teori respon imun” adalah tingginya insiden penyakit hipertensif pada
primigravida, menurunnya prevalensi setelah pajanan jangka panjang terhadap
sperma paternal, meningkatnya zat inflamasi pada sirkulasi maternal, dan indikasi
7
patologis penolakan organ pada jaringan plasenta (Fraser, 2009). Preeklamsia terjadi
karena adanya gangguan perkembangan plasenta akibat remodelling arteri spiralis
yang tidak adekuat, juga diperkirakan memiliki komponen imun (Coad, 2007).
c. Patofisiologi
Preeklamsia didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah dan proteinuria,
namun preeklamsia dapat memengaruhi sistem tubuh yang berbeda dan
mengakibatkan terjadinya berbagai macam gejala preeklamsia. Perubahan yang
terjadi pada preeklamsia tampaknya disebabkan oleh gabungan kompleks antara
abnormalitas genetik, faktor imunologis, dan faktor plasenta. Akibat plasentasi yang
buruk, terjadi disfungsi organ dan terjadi gambaran klasik preeklamsia disertai
dengan gejalanya seperti sakit kepala, gangguan penglihatan, dan nyeri epigastrik
( Bothamley, 2012).
Pada preeklamsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi
garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola sedemikian
sempitnya sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua
arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik, sebagai
usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer agar oksigenisasi jaringan dapat
dicukupi. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi
perubahan pada glomerulus (Mochtar, 2013).

2.6 Faktor Predisposisi


1) Usia : Primigravida dengan usia di bawah 20 tahun dan semua ibu dengan usia di
atas 35 tahun dianggap lebih rentan,
2) Paritas : Primigravida memiliki insiden hipertensi hampir 2 kali lipat,
3) Status sosial ekonomi : Preeklamsia dan eklamsia lebih umum ditemui di
kelompok sosial ekonomi rendah.
4) Komplikasi obstetrik : Kehamilan kembar, kehamilan mola atau hydrops
fetalis,
5) Kondisi medis yang sudah ada sebelumnya : hipertensi kronis, penyakit ginjal,
diabetes mellitus, sindrom antifosfolipid antibodi (noels,2013).

2.7 Faktor Resiko


Bila preeklamsia tidak tertangani dengan benar dapat meningkatkan
risiko aktifitas kejang yang diawali dengan gejala skotomata dan hiperefleksia.
Kejang-kejang eklamsia terjadi sekitar 1% dari pasien preeklamsia. Tidak

8
diketahui mekanismenya tetapi mungkin disebabkan oleh edema serebral,
vasospasme atau iskemia sementara. (Noels, 2013). Faktor risiko lain meliputi
terkenanya ginjal atau jantung, serta restriksi pertumbuhan janin yang nyata,
yang menunjukkan durasi preeklamsia berat (Cunningham, 2014).

2.8 Keluhan Subjektif


Pada kasus preeklamsia biasanya ibu mengeluhkan nyeri kepala,
gangguan penglihatan sehingga menjadi kabur,dan nyeri pada ulu hati (Varney,
2007). Selain itu dikeluhkan juga adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan
rasa nyeri pada epigastrium (PPGDON, 2012) Sedangkan menurut Tanto (2014)
pasien preeklamsia dapat mengeluhkan sesak napas, bengkak pada kedua kaki
ataupun wajah, nyeri perut kuadran kanan atas atau epigastrium.

2.9 Tanda Klinis/Laboratoris


Seperangkat pemeriksaan laboratorium dasar akan sangat bermanfaat
mendiagnosis preeklamsia sejak dini sekaligus menentukan perjalanan penyakit
dan tingkat keparahannya (Varney, 2007). Gambaran klinis preeklamsia berat, bila
ditemukan salah satu dari tekanan darah lebih dari 160/110 mmHg, edema,
oligouria <400 cc/24 jam, proteinuria 5g/24 jam dan terdapat disnpea sianosis
(Manuaba, 2007).
Pemeriksaan laboratoris yang diperlukan berikut:
1) Urine : pemeriksaan reagen urine : protein ≥ (+) diikuti pemeriksaan urin
24 jam,
2) Darah : pemeriksaan darah untuk menegakkan diagnosa preeklamsia berat
adalah dengan pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, tes fungsi hati, tes fungsi
ginjal untuk mengetahui total urin selama 24 jam kreatinin klirens (Varney,
2007).

2.10 Prognosis
Pengawasan kondisi wanita secara cermat bersamaan dengan pemberian
obat dan dukungan yang sesuai akan mengurangi risiko komplikasi jangka
panjang (Bothamley, 2012). Evaluasi keberhasilan pengobatan preeklamsia dapat
ditentukan dengan menurunnya tekanan darah, produksi urin makin meningkat,
dan melakukan evaluasi dengan menggunakan indeks gestosis. Semakin kecil
angka pada indeks gestosis maka akan semakin mendekati kesembuhan
(Manuaba, 2007). Penatalaksanaan cairan penting untuk keberhasilan

9
penatalaksanaan preeklamsia (Bothamley, 2012). Pemasukan cairan yang terlalu
banyak mengakibatkan edema paru (PPGDON, 2012).

Tabel 2.3. Indeks Gestosis

Kriteria/Nilai 0 1 2 3

Edema setelah Tibia Seluruhnya


berbaring
Proteinuria 0,5 0,5-2 2-5 >5
Sistolik 140 140-160 160-180 >180
Diastolik 90 90-100 100-110 >110
Gejala preeklamsia Ya Tidak
Gejala eklamsia Ya Tidak
Sumber: Manuaba (2007)

2.11Penatalaksanaan Preeklamsia Berat


1) Penatalaksanaan Umum
Preeklamsia dapat menyebabkan suatu penyakit yang fatal. Deteksi dini dan
penatalaksanaan yang baik merupakan hal yang sangat penting untuk
memperbaiki hasil akhir ibu, pencegahan kejang, pengobatan hipertensi,
penatalaksanaan cairan dan asuhan pendukung untuk berbagai komplikasi organ
akhir (Noels,2013).
Setelah melahirkan, wanita penderita preeklamsia biasanya dirawat di area
ketergantungan tinggi (high-dependency unit), karena eklamsia sering terjadi
pada periode ini. Pengawasan kondisi wanita secara cermat bersamaan dengan
pemberian obat dan dukungan yang sesuai akan mengurangi risiko komplikasi
jangka panjang. Preeklamsia dapat muncul pertama kalinya pada masa
puerperium (Bothamley, 2012).
Perawatan preeklamsia berat yaitu pasien harus segera masuk rumah sakit
untuk rawat inap dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Perawatan
yang penting pada preeklamsia berat ialah pengelolaan cairan karena penderita
preeklamsia mempunyai risiko tinggi terjadinya edema paru dan oligouria. Oleh
karena itu, monitoring input cairan menjadi sangat penting. Sehingga harus

10
dilakukan pengukuran yang tepat terhadap jumlah cairan yang dimasukkan dan
dikeluarkan (Saifuddin, 2010).

2) Pengelolaan Medisional
a) Obat anti hipertensi
Menurut Nugroho (2012) anti hipertensi diberikan bila tensi ≥180/110
mmHg atau MAP ≥126. Obat : Nivedipin 10-20 mg oral, diulangi setelah 20
menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam. Nivedipin tidak dibenarkan
sublingual karena absorbsi yang terbaik adalah melalui saluran pencernaan
makanan.Diuretikum tidak dibenarkan secara rutin, hanya diberikan (misal
furosemid 40 mg IV) atas indikasi : edema paru, payah jantung kongestif,
edema anasarka.
b) Obat Anti Kejang
Pemberian magnesium sulfat (MgSO4) merupakan obat pilihan untuk
mencegah kejang pada preeklamsia (PPGDON, 2012).
(1) Syarat pemberian MgSO4
(a) frekuensi pernafasan minimal 16x/menit
(b) refleks patella (+)
(c) urin minimal 30 ml/jam dalam 24 jam terakhir atau 0,5 ml/jam
KgBB/jam
(d) siapkan ampul Kalsium Glukonas 10% dalam 10 ml
(Nugroho,2012).
(2) Dosis pemberian MgSO4
(a) Dosis awal
- MgSO4 4 gr IV sebagai larutan 20% selama 5 menit
- Diikuti dengan MgSO4 (50%) 5 gr IM dengan 1 ml lignokain
- Pasien akan merasa agak panas sewaktu pemberian
(b) Dosis pemeliharaan
- MgSO4 (50%) 5 gr + lignokain 2% 1 ml IM setiap 4 jam
- Lanjutkan sampai 24 jam pascapersalinan atau kejang
terakhir. (Saifuddin, 2014).

11
3) Bila MgSO4 tidak tersedia:
MgSO4 tidak tersedia dapat diberikan diazepam
(a) Dosis awal : diazepam 10 mg IV pelan-pelan selama 2 menit, jika kejang
berulang, ulangi dosis,
(b) Dosis pemeliharaan : diazepam 40 mg dalam 500 larutan Ringer Laktat per
infus, depresi pernafasan ibu mungkin akan terjadi jika dosis >30mg/jam,
jangan berikan > 100 mg / 24 jam (Nugroho,2012)

4) Penatalaksanaan Oleh Bidan


Dalam keadaan darurat pasien preeklamsia segera masuk rumah sakit,
istirahat dengan tirah baring ke satu sisi dalam suasana isolasi, pemberian obat-
obatan antikejang, antihipertensi, pemberian diuretik, pemberian infus dekstrosa
5% dan pemberian antasida. Oleh karena itu bidan yang praktek mandiri tidak
berkewenangan dalam menangani kasus ini seperti yang tercantum dalam
Permenkes RI No. 1464/Menkes/PER/X/2010 tentang izin dan penyelenggaraan
praktik bidan, karena tidak tersedianya tenaga kesehatan yang lebih berwenang.
Intervensi bidan dalam menghadapi preeklamsia berat dengan
memperkirakan bahwa kondisi pasien preeklamsia berat yang dapat sewaktu-
waktu meningkat menjadi eklamsia (kejang), sehingga harus:
a) Merujuk ibu nifas dengan preeklamsia berat ke rumah sakit yang memiliki
fasilitas kesehatan untuk preeklamsia.
b) Dalam proses merujuk, ada kemungkinan timbul menjadi eklamsia, sehingga
sebaiknya dipersiapkan untuk menghindari penyulitnya yaitu memasang infus
untuk rehidrasi dan nutrisi dengan glukosa 5% atau 10%. Dalam infus dapat
diberikan valium sekitar 30-40 mg (dosis maksimal valium sekitar 120 mg),
MgSO4 dapat diberikan secara intramuskular sekitar 4 gr. (Manuaba, 2008).

12
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Penelitian


1. Pengumpulan/Penyajian Data Dasar Secara Lengkap
Pada tanggal 28 Maret 2016 pukul 01.00 WIB, Ny.D umur 30 tahun
mengatakan baru saja melahirkan anak ketiganya secara normal dan belum pernah
keguguran, serta mengeluhkan kepala pusing dan perutnya mules. Hasil
pemeriksaan fisik keadaan umum baik, kesadaran composmentis , tekanan darah
170/110 mmHg, nadi 82 kali/menit, respirasi 20 kali/menit, dan suhu 36,70C.
Pemeriksaan abdomen TFU keras 2 jari dibawah pusat, kontraksi keras,
pemeriksaan anogenital ada luka jahitan bekas episiotomi keadaan luka masih
basah, pengeluaran pervaginam berupa lochia rubra. Pemeriksaan ekstremitas
terlihat ekstremitas bagian bawah edema pada kedua kakinya. Pemeriksaan
laboratorium pada tanggal 27 Maret 2016 menunjukkan protein urine (+++).
2. Interpretasi Data Dasar
Tanggal : 28 Maret 2016 Pukul : 01.20 WIB
a. Diagnosa kebidanan
Ny. D umur 30 tahun P3A0 3 jam postpartum dengan preeklamsia berat.
Data Dasar
DS :
1) Ibu mengatakan berusia 30 tahun, telah melahirkan 3 kali dan
belum pernah keguguran.
2) Ibu mengatakan telah melahirkan anak ketiganya secara normal
pada tanggal 27 Maret 2016 pukul 21.40 WIB.
3) Ibu mengatakan perutnya mules dan kepalanya sedikit pusing.
DO :
Keadaan umum : Baik Kesadaran : Composmentis
Tanda-tanda Vital : Tekanan Darah : 170/110 mmHg
Respirasi : 20 kali/menit
Nadi : 82 kali/menit
Suhu : 36,7oC
Inspeksi : Ekstremitas bawah terlihat edema

13
Genetalia : ada luka jahitan keadaan luka masih basah, pengeluaran
pervaginam berupa lochia rubra.
Palpasi : Abdomen : TFU 2 jari di bawah pusat, kontraksi teraba
keras.
Pemeriksaan laboratorium tanggal 27 Maret 2016 pukul 21.00 WIB:
Protein urine : Positif3 / + + +
b. Masalah
Ibu merasa sangat khawatir dengan keadaannya sekarang.
c. Kebutuhan
Memotivasi ibu kalau penyakitnya masih bisa tertangani.
3. Identifikasi Diagnosa Atau Masalah Potensial
Tanggal : 28 Maret 2016 Pukul, 01.25 WIB Potensial terjadi eklamsia
Antisipasi penanganan : mengobservasi keadaan umum dan tanda-tanda vital
(terutama tekanan darah) setiap 6 jam sekali.
4. Kebutuhan Terhadap Tindakan Segera
Tanggal : 28 Maret 2016 Pukul : 01.30 WIB
Melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis obsgyn untuk pemberian terapi
antihipertensi, antikonvulsan, dan oksigen.
5. Perencanaan Asuhan Yang Menyeluruh
1. Tanggal : 28 Maret 2016 Pukul : 01.35 WIB
a. Infomasikan pada ibu dan keluarga tentang keadaannya.
b. Observasi keadaan umum dan vital sign ibu
c. Periksa pengeluaran pervaginam ibu
d. Periksa tinggi fundus uteri dan kontraksi ibu
e. Observasi cairan masuk dan cairan keluar
f. Kolaborasi dengan dokter spesialis obsgyn untuk pemberian terapi dan
penanganan selanjutnya.
g. Motivasi ibu untuk beristirahat.
h. Kolaborasi dengan bagian gizi untuk pemberian nutrisi pada ibu.
i. Dokumentasikan tindakan.
j. Pelaksanaan Langsung Asuhan Dengan Efisien Dan Aman

14
2. Tanggal : 28 Maret 2016 Pukul : 06.00 WIB
a. Memberitahu ibu dan keluarga tentang keadaan ibu bahwa ibu
mengalami preeklamsia berat sehingga harus dipantau dalam ruangan
khusus (HCU).
b. Mengobservasi keadaan umum ibu dan vital sign ibu tiap 6 jam
sampai kondisi ibu secara umum stabil.
c. Memeriksa pengeluaran pervaginam ibu dengan cara inspeksi
pembalut.
d. Memeriksa tinggi fundus uteri dan kontraksi ibu dengan cara palpasi.
e. Mengobservasi cairan masuk pada ibu dengan cara menghitung cairan
yang masuk dalam tubuh ibu seperti cairan infus, injeksi, dan air
minum. Serta mengobservasi cairan keluar dengan cara mengukur
pengeluaran urin ibu dengan cara inspeksi pada urine bag yang
tersambung pada kateter ibu.
f. Melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis obstetri dan ginekologi
untuk pemberian terapi dan penanganan selanjutnya yaitu :
a. Injeksi Ceftriaxone 2gr/24 jam
b. Injeksi MgSO4 20% 1gr per 8jam selama 24 jam
c. Nifedipine 3 x 10mg per oral diminum jika tensi ≥160/110
d. metronidazole 500mg/8jam
e. Vitamin C 50mg/12 jam per oral
f. Asam mefenamat 500mg/8 jam
g. Metil Dopamin 500mg/8 jam
h. Captopril 25mg/8 jam
i. Terpasang infus RL 500cc 12 tpm di lengan kiri dan oksigen 3 lpm
j. Memotivasi ibu untuk beristirahat dengan cara tirah baring agar
keluhan pusing pada kepala ibu sedikit berkurang.
k. Melakukan kolaborasi dengan bagian gizi untuk pemberian nutrisi.
l. Mendokumentasikan tindakan yang telah dilakukan dan hasil
pemeriksaan yang ditemukan.
m. Evaluasi

15
3. Tanggal : 28 Maret 2016 Pukul : 06.10 WIB
a. Ibu dan keluarga telah mengetahui bahwa ibu mengalami preeklamsia berat
sehingga harus mendapatkan perawatan khusus.
b. Hasil observasi keadaan umum dan vital sign ibu.

Tabel 4.1 Hasil Observasi Tanda-Tanda Vital


Waktu Keadaan Umum
Tekanan Darah (mmHg)
Nadi (x/menit)
Suhu (oC)
01.00 baik 170/110 82 36,7
07.00 baik 145/100 84 36,5
13.00 baik 110/90 86 36,5
Sumber : Data Rekam Medik RSUD Dr.Moewardi Surakarta, 2016.
c. Pengeluaran pervaginam berupa lochia rubra
d. Hasil palpasi TFU teraba 2 jari dibawah pusat dan kontraksi keras
e. Hasil observasi cairan masuk dan keluar pukul 08.00 WIB Balance cairan :
Cairan masuk (Input) : 550 cc
Cairan k900cc
IWL : 150 cc
BC 24 jam : -500 cc
f. Kolaborasi dengan dokter spesialis obsgyn untuk pemberian terapi dan
penanganan selanjutnya telah dilakukan yaitu :
1. Injeksi Ceftriaxone 2gr/24 jam diberikan pukul 06.00 WIB
2. Injeksi MgSO4 20% 1gr /8jam selama 24 jam diberikan pukul 07.00 WIB
dan 15.00 WIB.
3. Metronidazole 500mg/8jam per oral diminum pukul 07.00 WIB,
15.00 WIB, dan 23.00 WIB.
4. Asam mefenamat 500mg/8 jam per oral diminum pukul 07.00 WIB dan
15.00 WIB.
5. Nifedipine 10mg/8 jam per oral diminum pukul 07.00 WIB
6. Vitamin C 50mg/12 jam per oral diminum pukul 07.00 WIB dan 14.00
WIB.
7. Metil Dopamin 500mg/8 jam per oral diminum pukul 07.00 WIB,
16
15.0 IB, dan 23.00 WIB.
8. Captopril 25mg/8 jam per oral diminum pukul 07.00 WIB.
9. Terpasang infus RL 500cc 12 tpm di lengan kiri dan oksigen 3 lpm
10.Ibu bersedia beristirahat dengan cara tirah baring untuk mengurangi
pusing yang dikeluhkan.
11. Kolaborasi dengan bagian gizi telah dilakukan yaitu dengan cara diet
cukup protein, rendah lemak dan garam.
12.Tindakan yang telah dilakukan dan hasil pemeriksaan yang ditemukan
telah didokumentasikan dalam rekam medik pasien.

3.2 Catatan Perkembangan I


Pada tanggal 28 Maret 2016 pukul 13.00 WIB. Ibu mengatakan sudah tidak
merasa pusing dan perut masih mules.
Hasil pemeriksaan keadaaan umum baik, kesadaran composmentis, dan
tekanan darah sudah normal yaitu 110/90 mmHg. Pemeriksaan TFU 2 jari di bawah
pusat, kontraksi uterus keras, terpasang infus RL 12 tpm di tangan kiri, kaki edema,
keadaan luka jahitan masih basah dan pengeluaran pervaginam ibu lochia rubra.
Diagnosa kebidanannya Ny. D umur 30 tahun P3A0 15 jam postpartum
dengan preeklamsia berat.Perencanaan dan hasilnya yaitu menganjurkan ibu
untuk mobilisasi dini yaitu dengan cara miring kanan dan kiri hasilnya ibu
bersedia untuk berlatih miring kanan dan kiri, dan ibu sudah mulai bisa.
Melanjutkan terapi sesuai advice dokter spesialis obsgyn hasilnya terapi telah
dilanjutkan yaitu berupa : Injeksi MgSO4 20% 1gr/8jam pukul 22.00 WIB,
Asam Mefenamat 500mg Metil Dopamin 500mg, dan Metronidazole 500mg per
oral telah diminum pukul 23.00 WIB, setelah itu pemberian injeksi MgSO4 20%
dihentikan pukul 22.30 WIB, menyambung dan mengganti infus RL 12 tpm yang
telah habis dengan infus RL 500 cc 12 tpm dilengan kiri ibu.

17
Mengobservasi pengeluaran pervaginam, TFU, dan kontraksi ibu
hasilnya lochia rubra, TFU 2 jari dibawah pusat, dan kontraksi keras,
menganjurkan ibu untuk tidak memegang atau menggaruk luka jahitannya
agar tidak terjadi infeksi hasilnya ibu mengerti dan bersedia tidak memegang luka
jahitannya.

3.3 Catatan Perkembangan II


Pada tanggal 29 Maret 2015 pukul 06.00 WIB. Ibu mengatakan sudah bisa
miring kanan kiri, dan ASInya sudah keluar.
Hasil pemeriksaan yang telah dilakukan keadaan umum baik, kesadaran
composmentis, tekanan darah 110/70 mmHg, pemeriksaan ekstremitas bawah
sudah tidak edema, pemeriksaan abdomen TFU 2 jari dibawah pusat , kontraksi
keras, keadaan luka jahitan baik dan masih basah, serta pengeluaran pervaginam
lochia rubra.
Diagnosa kebidanannya Ny. D umur 30 tahun P3A0 postpartum hari ke-2
dengan preeklamsia berat
Perencanaan dan hasilnya yaitu memindahkan ibu dari ruang HCU Mawar 1
ke ruang Mawar 1, hasilnya ibu merasa senang karena sudah pindah ke ruang
Mawar 1, melanjutkan terapi sesuai advice dokter berupa : Injeksi ceftriaxone
2gr/24jam pukul 06.00 WIB, Asam mefenamat 500mg per oral diminum pukul
07.00 WIB, 15.00 WIB, dan 23.00 WIB sesudah makan, Vitamin C 50mg per oral
diminum pukul 07.00 WIB, 15.00 WIB, dan 23.00 WIB sesudah makan, serta
untuk dosis terakhir direncanakan diberikan besok pagi tanggal 30 Maret 2016 ,
menyambung dan mengganti infus RL 500cc 12 tpm di lengan kiri, melepas
oksigen ibu, mengobservasi cairan masuk dan keluar pukul 06.00 WIB hasilnya
cairan masuk 2500cc, cairan keluar 2100cc, IWL 500cc, dan BC -100cc.
Mengobservasi pengeluaran pervaginam, TFU, dan kontraksi ibu hasilnya
lochia rubra, TFU 2 jari dibawah pusat, dan kontraksi keras, melepas kateter
hasilnya kateter telah dilepas, memberikan pendidikan kesehatan pada ibu tentang
bagaimana cara menjaga kebersihan daerah kelamin dengan cara membersihkan
diri setiap kali selesai buang air kecil atau besar hasilnya ibu mau menjaga
kebersihan daerah kelamin sesuai anjuran bidan, menganjurkan ibu untuk latihan
duduk dan berjalan-jalan hasilnya ibu sudah mulai bisa duduk namun masih takut

18
untuk berjalan, dan memberikan pendidikan kesehatan pada ibu untuk menyusui
bayinya secara on demand.

3.4 Catatan Perkembangan III


Pada tanggal 30 Maret 2016 pukul 06.00 WIB. Ibu mengatakan keadaannya
sudah lebih baik dan ingin segera pulang ke rumah, serta ibu mengatakan sudah
bisa berjalan kekamar mandi sendiri.
Hasil pemeriksaan keadaan umum baik, kesadaran composmentis, tekanan
darah 110/80 mmHg, respirasi 20 kali/menit, nadi 80 kali/menit, suhu 36,50C, TFU
: 2 jari dibawah pusat, kontraksi keras. Pada pemeriksaan anogenital luka jahitan
baik dan masih basah, terdapat pengeluaran pervaginam berupa lochia rubra.
Diagnosa kebidanannya Ny. D umur 30 tahun P3A0 postpartum hari ke-3
Perencanaan dan hasilnya adalah memberikan terapi ibu dan tindakan
sesuai advice dokter yaitu : memberikan injeksi ceftriaxone 2gr/24 jam
pukul 06.00 WIB, asam mefenamat 500mg diminum pukul 07.00 WIB sesudah
makan, Metronidazole tab 500mg diminum pukul 07.00, dan Vitamin C 50 mg
diminum pukul 07.00 WIB sesudah makan. Memberikan terapi pada ibu untuk
diminum dirumah berupa: cefadroxil 500mg 2x1 sesudah makan, asam
mefenamat 500mg 3x1 sesudah makan, dan vitamin C 50 mg 2x1 sesudah makan,
melepas infus ibu hasilnya infus telah dilepas, memperbolehkan ibu pulang
hasilnya ibu senang diperbolehkan pulang.
Memberikan konseling pada ibu sebelum pulang yaitu tentang nutrisi dan
makanan yang dibutuhkan oleh ibu nifas hasilnya ibu mengerti dan memahami
berbagai macam makanan bergizi dan vitamin-vitamin yang diperlukan tubuh
serta bersedia memperbanyak makan sayur dan cairan yang cukup, serta istirahat,
dan menganjurkan ibu untuk kontrol 1 minggu lagi tanggal April 2016 dan segera
datang ke tenaga kesehatan bila terdapat perdarahan, demam, dan nyeri perut
berlebihan hasilnya ibu bersedia kontrol 1 minggu lagi.

19
3.5 Pembahasan
Setelah penulis melaksanakan studi kasus pada Ny. D umur 30 tahun P3A0
Postpartum dengan Preeklamsia Berat di RSUD Dr. Moewardi Surakarta, penulis
akan menguraikan bagaimana kesesuaian antara teori dengan pelaksanaan asuhan
kebidanan 7 langkah Varney dan data perkembangan menggunakan SOAP.
Adapun pembahasan antara teori dengan praktik yang ditemukan penulis
selama melaksanakan studi kasus antara lain:
a. Pengumpulan Data Dasar Secara Lengkap
Pada pengumpulan data dasar data didapat dari pemeriksaan umum,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, hasil wawancara dari pasien dan
petugas kesehatan, observasi, ataupun data rekam medik pasien. Hasil dari
anamnesa ibu mengatakan baru saja melahirkan anak ketiganya tanggal 27 Maret
2016 jam 21.40 WIB secara normal. Selain itu, ibu mengeluh pusing, dan
merasakan mules pada perutnya. Dari data obyektif ditemukan keadaan umum ibu
baik, tekanan darah tinggi 170/110 mmHg, terdapat edema pada ekstremitas
bawah ibu yaitu kaki dan pada pemeriksaan laboratorium pada tanggal 27 Maret
2016 hasilnya protein urin (+++), serta ibu memiliki riwayat penyakit asma.
Dalam kasus ini sesuai dengan teori tentang preeklamsia berat yaitu
keadaan ditandai dengan tekanan darah sistolik ≥160 mmHg atau diastolik ≥110
mmHg, kandungan protein dalam urin ++ atau +++, oliguria (< 400 ml dalam 24
jam) peningkatan aktivitas enzim hati, dan nyeri kepala menetap (Varney, 2007).
Selain itu untuk menegakkan diagnosis juga dilakukan pemeriksaan laboratorium
(Fauziyah, 2012), akan tetapi pemeriksaan laboratorium protein urine hanya
dilakukan 1 kali pada saat pertama kali masuk ke Rumah Sakit dan ibu dalam
keadaan hamil yaitu pada tanggal 27 Maret 2016 pukul 21.00 WIB, tidak
dilakukan tiap 2 hari sekali untuk membantu menegakkan diagnosis. Hal ini bisa
berakibat tidak diketahui apakah fungsi ginjal sudah dalam keadaan normal atau
tidak.

20
Sekresi protein urine yang terus-menerus dapat menurunkan kadar
albumin
serum, yang bisa juga mengakibatkan terganggunya proses
penyembuhan luka (Murray, 2009), sehingga ditemukan kesenjangan teori
dan praktik dalam pengumpulan data dasar dalam kasus ini.
b. Interpretasi Data Dasar
Pada kasus Ny. D diagnosa kebidanan yang dapat ditegakkan yaitu Ny. D
umur 30 tahun P3A0 postpartum dengan preeklamsia berat. Diagnosa tersebut
berdasarkan pengumpulan data subyektif, obyektif dan pemeriksaan laboratorium
yaitu proteinuria pada tanggal 27 Maret 2016. Adanya keluhan nyeri kepala (Varney,
2007) .
Masalah yang muncul pada Ny. D yaitu ibu merasa cemas dengan keadaannya
sehingga kebutuhan yang timbul adalah mengatasi rasa cemas dengan cara
memotivasi ibu untuk tetap tenang, tidak mengkhawatirkan keadaannya dan
penyakitnya masih bisa tertangani. Selain itu menginformasikan kepada keluarga
tentang keadaan klien. Interpretasi data dasar yang meliputi diagnosa, masalah yang
timbul serta kebutuhan ibu pada kasus Ny. D tidak terdapat kesenjangan dengan
teori (Rukiyah, 2014)
c. Identifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial/Diagnosa Potensial dan
Antisipasi Penanganannya
Diagnosa potensial yang diperkirakan dapat terjadi pada kasus Ny.D adalah
eklamsia. Masalah potensial yang teridentifikasi dalam kasus ini yaitu terjadinya
preeklamsia berat disertai dengan kejang diikuti koma yang disebut eklamsia
(Saifuddin, 2009). Diagnosa potensial tersebut tidak terjadi pada Ny. D karena telah
diberikan perawatan untuk menurunkan tekanan darah yang tinggi secara tepat dan
efektif. Dalam kasus ini dilakukan antisipasi pada Ny.D yaitu mengobservasi
keadaan umum ibu dan tanda-tanda vital setiap 6 jam sekali sampai kondisi ibu
secara umum stabil. Hal itu tidak sesuai dengan antisipasi yang dilakukan bidan
menurut teori, yaitu mengobservasi keadaan umum ibu, mengobservasi tanda-tanda
vital setiap 4 jam sekali sampai kondisi ibu secara umum stabil (Cunningham, 2012,
Saifuddin, 2010). Dalam hal ini didapatkan kesenjangan mengenai interval waktu
observasi dalam teori mengatakan pasien dengan kasus preeklamsia berat
diobservasi setiap 4 jam tetapi dalam pelaksanaan sesungguhnya diobservasi tiap 6
21
jam sekali karena hal ini dilakukan mengacu pada SOP Preeklamsia Berat di RSUD
Dr.Moewardi Surakarta. Sehingga dalam hal ini terdapat kesenjangan antisipasi
penanganan antara teori dengan SOP rumah sakit.
d. Kebutuhan Terhadap Tindakan Segera
Pada kasus Ny. D diperlukan tindakan segera berupa kolaborasi dengan dokter
spesialis obstetri dan ginekologi dalam pemberian terapi anti hipertensi, obat anti
konvulsan dan oksigen 3 liter per menit (Saifuddin, 2009, Mansyur, 2014). Dalam
kasus ini tidak terdapat kesenjangan antara teori dan praktik karena antikejang pada
saat bersalin dan pada saat nifas hanya dipertahankan kadar antikejangnya untuk
mencegah terjadinya eklamsia.
Sumber lain mengatakan bidan dihadapkan pada beberapa situasi yang
memerlukan penanganan segera (emergensi) bidan harus segera melakukan
tindakan untuk menyelamatkan pasien, namun kadang juga berada pada situasi
pasien yang memerlukan tindakan segera sementara menunggu instruksi dokter,
atau mungkin bahkan memerlukan konsultasi dengan tim kesehatan lain
(Sulistyawati, 2009). Hal ini sudah diberlakukan di RSUD Dr.Moewardi Surakarta
karena bidan berperan sebagai tenaga yang berjaga di rumah sakit jadi harus
mengambil keputusan demi keselamatan pasien ketika dokter tidak bisa 24 jam di
rumah sakit. Dalam kasus ini bidan sudah melakukan perannya yaitu mengobservasi
tanda- tanda vital dan memasang infus sesuai advice dokter.
e. Rencana Asuhan Yang Menyeluruh
Pada asuhan kebidanan di RSUD Dr.Moewardi Surakarta perencanaan pada
kasus ibu nifas Ny. D postpartum dengan preeklamsia berat meliputi observasi
keadaan umum, tanda-tanda vital untuk mengobservasi kenaikan tekanan darah dan
pernapasan ibu, yaitu pada pemeriksaaan tekanan darah dengan alat yang digunakan
adalah alat yang sesuai berupa mesin atau tensi digital. Ibu dalam kondisi berbaring
saat ditensi. Hal tersebut sesuai dengan teori Bothamley dan Boyle (2012) yaitu
untuk meminimalisir kesalahan dalam menghitung tekanan darah, terdapat beberapa
hal yang perlu diperhatikan diantaranya menggunakan alat yang sesuai (mesin atau
tensi digital), memastikan ibu dalam kondisi rileks, alat diposisikan secara benar,
ukuran manset tepat, menggunakan stetoscope, menggunakan korotkoff V (hilang)
untuk mengukur diastolik, dan menggunakan tekanan arteri rerata. Pada
pemeriksaan nadi dan respirasi dilakukan perhitungan secara manual, dihitung 15
detik lalu hasil dikalikan
22
Bila ditinjau menurut teori Bothamley dan Boyle (2012). menunjukkan tidak
terdapat kesenjangan antara teori dengan praktik dilahan.
Menurut Varney (2007) tujuan pemeriksaan pengeluaran pervaginam untuk
mengetahui apakah terjadi perdarahan postpartum sekunder, serta dapat diketahui
dari bagaimana kontraksi uterus, serta Tinggi Fundus Uteri (TFU) ibu untuk
memastikan proses involusi berjalan normal atau tidak. Rasionalnya hal dilakukan
untuk memantau pengeluaran pervaginam atau lochea ibu, dan hasilnya berupa
lochea rubra berwarna merah karena mengandung darah dan jaringan desidua, ini
adalah lochea pertama yang mulai keluar setelah kelahiran dan terus berlanjut
selama dua hingga tiga hari pertama pasca postpartum.
Melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis obstetri dan ginekologi untuk
melakukan monitoring balance cairan melalui infus dan urin agar tidak terjadi
edema paru (Saifuddin, 2009).
Pemberian terapi medikamentosa berupa antibiotik (ceftriaxone) karena
merupakan generasi ketiga tujuannya untuk mencegah terjadinya infeksi postpartum
dan infeksi nosokomial. Rasionalnya antibiotik diberikan pada ibu nifas untuk
mencegah infeksi karena masa nifas merupakan tahap pemulihan setelah persalinan
dan kehamilan, berguna sebagai terapi pada ibu nifas karena pada saat persalinan
ibu kehilangan darah sekitar 200-500 ml (Sulistyawati, 2009).
Menurut Gunawan (2007) antihipertensi berupa (Nicardipine HCL dan
Nifedipine) merupakan golongan antagonis kalsium yang sensitivitasnya sangat
tinggi dan efektif untuk menurunkan tekanan darah karena kerjanya. Hal ini
menunjukkan tidak adanya kesenjangan dalam pemberian terapi pada ibu.
Penderita preeklamsia berat dirawat di area ketergantungan tinggi (high-
dependency unit) dengan pemantauan tanda vital dan tes darah (Bothamley, 2012),
mengukur cairan masuk dan cairan keluar (Saifuddin, 2009), pemberian antibiotika
(Prawirohardjo, 2009), dan pencegahan infeksi (Prawirohardjo, 2009), hal ini
menunjukkan penanganan dilahan dengan teori sudah sesuai.
untuk mengatasi cemas yaitu dengan memberi dukungan yang terus-menerus
selama masa nifas yang baik dan sesuai dengan kebutuhan ibu agar mengurangi
ketegangan fisik dan psikologis (Mansyur, 2014). Diet yang cukup protein, rendah
lemak, dan garam yaitu ibu mau mengonsumsi makanan seperti telur, sayur-sayuran
hijau, dan mengurangi konsumsi lemak dan garam (Saifuddin, 2009). Pemberian
pendidikan kesehatan tentang gizi, higienis, istirahat dan tidur, ambulasi, KB, tanda
23
bahaya, hubungan seksual, senam nifas dan perawatan bayi sehari-hari
(Sulistyawati, 2009).
Dalam perencanaan asuhan preeklamsia berat di RSUD Dr.Moewardi
Surakarta ini tidak terdapat perbedaan antara teori pada pemberian magnesium
sulfat sebagai antikonvulsan untuk pasien preeklamsia dapat menurunkan risiko
kematian ibu dan praktiknya pasien telah diberi antikonvulsan untuk mencegah
kejang pada saat bersalin tanggal 27 Maret 2016 oleh karena itu pada saat nifas
advice dokter adalah pemberian MgSO4 20% per IV untuk mempertahankan kadar
antikonvulsan dengan antihipertensi tersebut (Bothamley, 2012).
Akan tetapi terdapat kesenjangan dengan teori yang ada yaitu tentang
pemeriksaan laboratorium protein urin hanya dilakukan 1 kali pada saat masuk
pertama kali ke Rumah Sakit ibu dalam keadaan hamil pada tanggal 27 Maret 2016,
tidak dilakukan tiap 2 hari sekali untuk membantu menegakkan diagnosis. Hal ini
bisa berakibat tidak diketahui apakah fungsi ginjal sudah dalam keadaan normal
atau tidak. Sekresi protein urine yang terus-menerus dapat menurunkan kadar
albumin serum, yang bisa juga mengakibatkan terganggunya proses penyembuhan
luka (Murray, 2009). Selain itu didapatkan kesenjangan mengenai interval waktu
observasi dalam teori mengatakan pasien dengan kasus preeklamsia berat
diobservasi setiap 4 jam hingga kondisi pasien stabil (Cunningham, 2012,
Saifuddin, 2010) tetapi dalam perencanaan observasi tiap 6 jam sekali karena hal ini
dilakukan mengacu pada SOP Preeklamsia Berat di RSUD Dr.Moewardi Surakarta.
Sehingga dalam hal ini terdapat kesenjangan perencanaan
interval waktu observasi KU dan tanda-tanda vital antara teori dengan SOP rumah
sakit.
f. Pelaksanaan Langsung Asuhan Dengan Efisien Dan Aman
Pelaksanaan asuhan kebidanan sesuai perencanaan dilakukan dengan
mengobservasi keadaan umum dan tanda-tanda vital tiap 4 jam (Cunningham,
2012). tetapi dalam pelaksanaan sesungguhnya diobservasi tiap 6 jam sekali karena
hal ini dilakukan mengacu pada SOP Preeklamsia Berat di RSUD Dr.Moewardi
Surakarta. Memeriksa pengeluaran pervaginam, kontraksi uterus serta tinggi fundus
uteri (TFU) ibu tiap 24 jam untuk memastikan bahwa kondisi ibu tidak memburuk
dan memastikan bahwa involusi berjalan normal serta memberitahu ibu (Varney,
2007) dan keluarga bahwa ibu mengalami preeklamsia berat. Setelah itu memotivasi
ibu miring ke kanan dan ke kiri untuk mencegah terjadinya trombosis dan
24
tromboemboli, hari kedua ibu diperbolehkan duduk. Pada hari ketiga ibu dianjurkan
berjalan-jalan dan pada hari keempat atau hari kelima diperbolehkan pulang.
Makanan yang dikonsumsi sebaiknya mengandung protein, sayur-sayuran, dan
buah- buahan (Mochtar, 2013). Setelah itu melakukan kolaborasi dengan dokter
spesialis obstetri dan ginekologi untuk pemberian terapi dan penanganan berupa:
pengukuran yang tepat terhadap jumlah cairan yang dimasukkan dan dikeluarkan
(Saifuddin, 2010). Memberikan terapi medikamentosa berupa: Injeksi ceftriaxone 2
gr/24 jam, Nifedipine 10mg/8jam per oral, Vitamin C 50mg/12jam per oral, asam
mefenamat 500mg/8jam per oral, metil dopamin 500mg/8jam, dan captopril
25mg/8jam. Antikejang berupa: MgSO4 20% 4gr telah diberikan saat ibu sedang
hamil pada tanggal 27 Maret 2015 dan pada saat bersalin serta nifas diberikan
MgSO4 20% 1gr/8jam selama 24 jam untuk mempertahankan kadar MgSO4 pada
saat nifas. Realisasi dari pelaksanaan tersebut dapat dilakukan oleh bidan dalam
tindakan mandiri, kolaborasi dan pengawasan, pasien atau anggota keluarga yang
lain. Dalam pelaksanaan rencana asuhan yang telah ditetapkan di RSUD
Dr.Moewardi Surakarta terdapat kesenjangan dengan teori yang ada yaitu:
pemeriksaan laboratorium protein urin hanya dilakukan 1 kali pada saat masuk
pertama kali ke Rumah Sakit ibu dalam keadaan hamil pada tanggal 27 Maret 2016,
seharusnya dilakukan tiap 2 hari sekali untuk membantu menegakkan diagnosis. Hal
ini bisa berakibat tidak diketahui apakah fungsi ginjal sudah dalam keadaan normal
atau tidak. Sekresi protein urine yang terus-menerus dapat menurunkan kadar
albumin serum, yang bisa juga mengakibatkan terganggunya proses penyembuhan
luka (Murray, 2009). Selain itu didapatkan kesenjangan mengenai interval waktu
observasi KU dan tanda-tanda vital dalam pelaksanaannya antara teori dengan SOP
rumah sakit.
g. Evaluasi
Pada langkah ketujuh ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang
sudah diberikan sebagaimana telah diidentifikasi dalam diagnosa dan masalah.
Setelah dilakukan asuhan pada Ny. D selama 3 hari dari bersalin pada tanggal 27
Maret 2016 sampai dengan nifas di RSUD Dr.Moewardi Surakarta keadaan umum
ibu membaik, dan tekanan darah ibu sudah mulai turun yaitu 110/90 mmHg, tidak
terdapat edema, sakit kepala hilang, dan ibu tidak mengalami kejang. Ny. D
diijinkan pulang pada tanggal 30 Maret 2015 dengan keadaan membaik dengan
membawa obat per oral yaitu: cefadroxil 500mg 2x1 sesudah makan, asam
25
mefenamat 500mg 3x1 sesudah makan, dan vitamin C 50 mg 2x1 sesudah makan
Serta ibu dianjurkan untuk kontrol 7 hari pasca persalinan yaitu tanggal 8 April
2016.
Uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil (berinvolusi) hingga akhirnya
kembali seperti sebelum hamil. Rasa sakit, yang disebut after pains, (merian atau
mulas-mulas) disebabkan kontraksi rahim, biasanya berlangsung 2-4 hari pasca
persalinan. Perlu diberikan pengertian pada ibu mengenai hal tersebut dan jika
terlalu mengganggu, dapat diberikan obat- obat antinyeri dan antimulas. Lochia
yang merupakan cairan sekret berasal dari kavum uteri dan vagina selama masa
nifas (Sofian, 2013). Berdasarkan teori dengan penatalaksanaan di lahan, tidak
didapatkan adanya kesenjangan.

26
BAB IV
PENUTUP

4.1 Simpulan
Dalam penyusunan karya tulis ilmiah dengan judul Asuhan Kebidanan Ibu
Nifas pada Ny. D Umur 30 Tahun P3A0 dengan Preeklamsia Berat di RSUD
Dr.Moewardi Surakarta dapat ditarik kesimpulan :
1. Pengumpulan/penyajian data dasar secara lengkap pada Ny. D yang tidak sesuai
antara teori dan praktik, terdapat pada data objektif yaitu pemeriksaan penunjang
berupa protein urine hanya dilakukan 1 kali pada tanggal 27 Maret 2016 hasilnya
(+++).
2. Pada interpretasi data dasar, diperoleh diagnosa kebidanan yaitu Ny. D umur 30
tahun P3A0 postpartum dengan preeklamsia berat. Masalah yang dihadapi yaitu
ibu merasa cemas kebutuhan yang harus dipenuhi yaitu memotivasi ibu agar
tenang dan tidak khawatir. Hal tersebut menunjukkan tidak terdapat kesenjangan
antara teori dengan penalataksanaan di lahan.
3. Pada identifikasi diagnosa atau masalah potensial/diagnosa potensial tidak
muncul dalam kasus Ny.D. Antisipasi dalam pencegahan terjadinya eklamsia
adalah mengobservasi keadaan umum, tanda-tanda vital tiap 6 jam. Dalam hal ini
terdapat kesenjangan antara teori dengan SOP rumah sakit mengenai interval
waktu observasi karena teori menyebutkan observasi setiap 4 jam sekali.
4. Pada kebutuhan terhadap tindakan segera pada Ny. D yaitu melakukan
kolaborasi dengan dokter Sp.OG untuk pemberian terapi antibiotik,
antihipertensi, vitamin, dan monitor balance cairan. Hal tersebut menunjukkan
tidak adanya kesenjangan antara teori dengan penatalaksanaan di lahan.
5. Pada rencana asuhan yang menyeluruh terdapat kesenjangan yaitu tidak adanya
perencanaan pemeriksaan laboratorium ulang protein urine pada kasus Ny. D.
Hasilnya pemeriksaan protein urine hanya dilakukan 1 kali pada saat masuk
pertama kali ke Rumah Sakit, Ny. D dalam keadaan hamil pada tanggal 27 Maret
2016, padahal menurut teori pemeriksaan protein urine seharusnya dilakukan tiap
2 hari sekali untuk membantu menegakkan diagnosis. Dan interval waktu
observasi KU dan TTV direncanakan tiap 6 jam sekali, sedangkan dalam teori
disebutkan setiap 4 jam sekali. Hal ini menunjukkan terdapat kesenjangan antara
teori dengan penalataksanaan di lahan.

27
6. Pelaksanaan langsung asuhan dengan efisien dan aman pada Ny. D pelaksanaan
pemeriksaan laboratorium berupa protein urine hanya dilakukan 1 kali pada saat
masuk pertama kali ke Rumah Sakit ibu dalam keadaan hamil pada tanggal 27
Maret 2016, tidak dilakukan tiap 2 hari sekali untuk membantu menegakkan
diagnosis, dan interval waktu observasi KU dan TTV dilaksanakan tiap 6 jam,
tidak dilakukan tiap 4 jam. Terdapat kesenjangan antara teori dengan
penatalaksanaan di lahan.
7. Pada evaluasi Ny. D diperoleh hasil keadaan umum membaik, tekanan
darah ibu sudah normal dan sakit kepala hilang. Sehingga tidak terdapat
kesenjangan antara teori dengan penatalaksanaan di lahan.
8. Secara garis besar penatalaksanaan pasien dengan preeklamsia berat pada Ny. D
di RSUD Dr.Moewardi Surakarta, ditemukan adanya kesenjangan antara teori dan
praktik yaitu pada langkah varney ke-1, varney ke-3, varney ke-5, dan varney ke-
6. Hal tersebut merupakan penjabaran dan penyesuaian antara teori dengan
keadaan pasien di lahan.

4.2 Saran
Berdasarkan hasil simpulan di atas, penyusun dapat memberikan saran yaitu:
1. Bagi Institusi/ Pelayanan Kesehatan (Rumah Sakit)
Diharapkan instansi rumah sakit menambahkan pemeriksaan laboratorium protein
urine setiap 2 hari sekali dan observasi tanda-tanda vital setiap 4 jam sekali
menurut teori sebagai pedoman prosedur tetap SOP (Standar Operasional
Prosedur) dalam penatalaksanaan kasus Preeklamsia Berat.
2. Bagi Profesi
Diharapkan bidan dapat menyempurnakan asuhan dengan melakukan tindakan
pencegahan infeksi berupa menggunakan sarung tangan (handscoen) saat
tindakan injeksi agar kesterilan dapat terjaga dan tidak terjadi penularan penyakit.
3. Bagi Klien dan Masyarakat
Ibu nifas diharapkan dapat melanjutkan tingkat kesadarannya saat selesai
perawatan di rumah sakit untuk melakukan terapi yang telah diberikan oleh
tenaga kesehatan agar ibu nifas tidak mengalami komplikasi yang lebih serius.

28
DAFTAR PUSTAKA

Affandi B2014Buku Panduan Praktis Pelayanan KontrasepsiEd.2Jakarta: Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo pp. U 4, MK 13,21 30, 36-7, 43,50, 55, 81, 89, 90, 98

ArisonaidahYand Hidayah, N., 2019. Faktor yang Berhubungan dengan Pemberian Susu
Formula pada Bayi Usia 0-6 Bulan Tahun 2017Jurnal Endurance: Kajian Ilmiah
Problema Kesehatan, 4(3)pp.557-562

Bobak, IMdkk2012Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Ed4Jakarta: EGC

CunninghamF. Gary, dkk. 2014Obstetri Williams Ed 23Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran


EGC pp114, 116,402, 404-6.

Dinas Kesehatan Kota Surakarta2019Profil Kesehatan Kota Surakarta 2019 pp. 45-9, 55, 56.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah2020Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah 2019
pp42-44, 5659-61

Dutta, DC2018Diagnosis of Pregnancy in Textbook of Obstetrics. EdKonar HJaypee


Brothers MedNew Delhi pp. 80

Ermiza, I2019Pengetahuan Ibu Tentang Pemberian Vitamin A Pada Ibu Nifas Dan Peran
Bidan Dalam Pencapaiannya Di Puskesmas Rambah Samo I Tahun 2019Jurnal
Martenity and Neonatal, 2(7), pp.451-455.

JNPK-KR/POGI2014 Asuhan Persalinan NormalJakarta: Yayasan Bina Pustaka Prawihardjo


pp. 1337,41,79

Kepenmenkas RI Nomor HK.01.07/MENKES/320/2020Standar Profesi Bidan. 15 Mei 2020.


Jakarta

Kementerian Kesehatan RI. 2018. Buku Kesehatan Ibu dan AnakJakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia pp. 1-3,32, 35, 36

29
2020.Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2019. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia pp. 97-100, 111, 119-124.

2020. Pedoman Pelayanan AntenatalPersalinanNifasDan Bayi Baru Lahir Di Era Adaptasi


Kebiasaan Baru. Rev.2. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI pp.32-46 47-51

2020. Pedoman Pelayanan KB dan Kesehatan Reproduksi dalam Situasi Pandemi Covid-19.
Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia pp2-3

Khoeroh, H, 2019. Evaluasi Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi


(P4K) Sebagai Upaya Menurunkan Angka Kematian Ibu di Puskesmas Paguyangan
Kab. Brebes Tahun 2018. Jurnal Kesehatan Ilmiah Indonesia (Indonesian Health
Scientific Journal), 4(2), pp.37-40

LukmawatiD., 2019. Pengaruh Asuhan Kebidanan Kala IV Dengan Menggunakan Video


Terhadap Kepatuhan Ibu Melakukan Massase Uterus DI Klinik Utama Rawaat Inap
Prisdhy. Juke (Jurnal Kesehatan)3(2), pp.13-18

Manuaba. 2012Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC pp90, 137, 148, 288

Manuaba. 2013 Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KBEd 2Jakarta: EGC pp. 205

Mulianda, R.T, dkk. 2019. Pengaruh Pemberian Konseling Kb terhadap Pemilihan


Kontrasepsi Jangka Panjang (Mkjp) di Kelurahan Belawan Bahagia Tahun 2018Jurnal
Ilmiah Kebidanan Imelda, 5(2)pp.651-654.

Mochtar, R2013. Sinopsis Obstetri Fisiologi PatologiEd 3Jakarta: EGC. 31, 4158, 70-3,
78,87, 90 EGC pp 201, 204

Motosko, C. C., Bieber, A. K., Pomeranz, M. K., Stein, J. A., & Martires, K. J. 2017.
Physiologic changes of pregnancy: A review of the literature. International journal of
women's dermatology3: 219-224.

30
Ningsih D.A. 2017Continuity of Care Kebidanan Midwifwery Contunuity of Care. Jurnal
Oksitosin Kebidanan. 4(2): 67-77

Prawirohardjo, S2016. Ilmu Kebidanan. Ed 4Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo


pp. 30, 175-6, 185-6, 213, 341- 347, 356

POGI2020Rekomendasi Penanganan Virus Corona (Covid-19) Pada Maternal (Hamil,


Bersalin, Nifas)Surabaya: Perkumpulan Obsteri dan Ginekologi Indonesia pp. 18-22

PP IBI2016. Buku Acuan Midwifery Update. Jakarta: IBI.

Saifuddin, A.B. 2014Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan


NeonatalJakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo ppN2, N30

Sarker, et al2020Status of the WHO Recommended Timing and Frequency of Antenatal Care
Visits in Northern Bangladesh.
https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0241185 (diakses 20
Januari 2021)

Siregar, R.D., 2019Faktor Yang Mempengaruhi Ibu Dalam Pemberian Susu Formula Pad
Bayi Usia 0-6 Bulan DI Puskesmas Sadabuana Kota Padangsidipuan Tahun 2019
(Doctoral dissertation, Institut Kesehatan Helvetia)

Sondakh, Jenny J.S2013Asuhan Kebidanan & Bayi Baru Lahir. Jakarta: Erlanggapp 4-5

Undang-Undang Republik Indonesia. 2019Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 04


Tahun 2019 Tentangan Kebidanan Varney, H.Kriebs, J.M., Gregir, C.L2010Buku
Ajar Asuhan Kebidanan. Ed.4, Vol 2Jakarta: EGC.

WHO. 2013Pelayanan Kesehatan Ibu dan Fasilitas Kesehatan Dasar dan RujukanEd1Jakarta:
WHO Country Officer for Indonesia pp 37, 232, 242-3, 245-6

2020Pelayanan kesehatan berbasis komunitas, termasuk penjangkauan dan kampanye, dalam


konteks pandemi COVID-19 pp 2-3
31
WHO Corona Virus Disease (COVID-19) Dashboard. https://covid19.who.int/ (diakses 4
Febuari 202

32

Anda mungkin juga menyukai