Modul Makesta 2021 Fiks 1
Modul Makesta 2021 Fiks 1
Modul Makesta 2021 Fiks 1
Nama Lengkap :
Nama Penggilan :
TTL :
Alamat Asal :
Alamat Tinggal :
Program Studi :
Universitas :
No. HP :
Motto Hidup :
i
DAFTAR ISI
ii
SAMBUTAN KETUA PANITIA
Alhamdulillah segala puji bagi Allah pengatur dan penggerak segala gerak alam raya.
Dimana Allah telah menganugrahkan ni'mat serta hidayah yang begitu besar, yakni ni'mat iman wal
islam serta kesehatan. Solawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan keharibaan nabi besar kita
Nabi Muhammad SAW, karna berkat beliau kita dapat mengetahui yang haq dan yang bathil sehingga
kita bias merasakan nikmatnya agama islam ini.
Kemudian teriring do‟a kepada seluruh Masyayikh dan Muassis Nahdlatul Ulama, segenap
pendiri Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama. Semoga kita bias di
akui santri santri beliau, aamiin.
Sebagai Pelajar Nahdlatul Ulama, mengaktualisasikan diri dalam perjuangan Nahdlatul
Ulama adalah salah satu jihad yang harus dilakukan. Bukan hanya dalam perjuangan perbuatan, tapi
juga harus dalam perjuangan peningkatan intelektualitas serta peningkatan keimanan. Hal ini selaras
dengan moto IPNU-IPPNU yakni ; Belajar, Berjuang dan Bertaqwa.
Tentu untuk sekedar berkata adalah hal yang mudah, tapi akan sulit dalam praktik. Namun
setiap individu insan manusia memiliki bahan untuk hal ini. Akan rugi jika kesempatan ini tidak
digunakan dengan baik. Oleh karena itu, dengan sebisa mungkin kita harus bias memanfaatkan hal ini.
Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah Muhasabatun Nafs, dengan cara ini kita bisa tahu
apa saja kelebihan dan kekurangan yang ada dalam diri kita sendiri. Oleh karena hal itu dalam
MAKESTA ke-IV ini kami mengambil tema : “Aktualisasi Anggota Menuju Perfeksi Organisasi”
dengan harapan bisa membantu mengkaji apa kelebihan yang bisa dikembangkan dan mengevaluasi apa
kekurangan yang harus diperbaiki.
Selanjutnya, kami ucapkan selamat menjalani kegiatan MAKESTA ini. Kami tunggu untuk
berposes bersama kami. Kurang lebihnya saya mewakili kepanitiian yg bertugas mengucapkan mohon
maaf apabila ada kesalahan.
iii
SAMBUTAN KETUA PKPT IPNU
UNIVERSITAS NURUL JADID
ُّصحْ ثه ه َ ْص ََلجُ َٔانس َََّلوُ َعهَٗ أَ ْش َرفهُ األ َ َْثهيَاءهُ َٔانـًر
َ َٔ ُّ ََثهيهَُا َٔ َحثه ْيثهَُا يـ َح ًَّذُ َٔ َعهَٗ آ هن ه، ٍَُْس ههي َّ َٔان، ٍَُْب انعَانَـًه ي
ُلله َر ه
ُ ُانـ َح ًْذ
.أَجْـ ًَ هعيٍَُُْأياتعذ
Alhamdulillah segala puji bagi Allah pengatur dan penggerak segala gerak alam raya.
Dimana Allah telah menganugrahkan ni'mat serta hidayah yang begitu besar, yakni ni'mat iman wal
islam serta kesehatan. Solawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan keharibaan nabi besar kita
Nabi Muhammad SAW, karna berkat beliau kita dapat mengetahui yang haq dan yang bathil sehingga
kita bias merasakan nikmatnya agama islam ini.
Kemudian teriring do‟a kepada seluruh Masyayikh dan Muassis Nahdlatul Ulama, segenap
pendiri Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama. Semoga kita bias di
akui santri santri beliau, aamiin.
Dengan mengambil tema “Aktualisasi Anggota menuju Perfeksi Organisasi” pada
MAKESTA ke-IV ini kami sangat mengharapkan Rekan dan Rekanita bersungguh-sugguh mengikuti
kegiatan ini agar tujuan dari tema yang panitia ambil bisa terealisasi. Aamiin. Setiap orang pasti
memiliki kelebihan dan kekurangan dalam dirinya. Jika kelebihan itu bias dimanfaatn dengan maksimal
maka dapat dipastikan akan membuat hidup orang tersebut lebih berwarna dan bermakna. Bahkan jika
orang itu bias mengetahui dirinya maka dia akan tahu seperti apa tuhannya. Barang tentu ini suatu hal
yang kami harapkan, setiap anggota bias mengaktualkan dirinya. Tanpa SDM yang mumpuni sebuah
organisasi pasti tidak akan maksimal dalam gerakannya.
Rekan dan Rekanita calon Anggota PKPT IPNU-IPPNU Universitas Nurul Jadid yang kami
banggakan. Perlu diketahui kegiatan Masa Kesetiaan Anggota (MAKESTA) ini merupakan salah satu
kelas kaderisasi yang dimiliki IPNU-IPPNU. Oleh karena hal tersebut, kami mengharapkan setelah
selesainya kegiatan ini kami bisa mendapatkan anggota yang berkualitas.
Selain itu, proses kaderisasi ini adalah sebuah bentuk regenerasi dengan banyak harapan-
harapan besar yang di tumpukan kepada calon anggota untuk menjadi penerus perjuangan para pendiri
IPNU-IPPNU. IPNU-IPPNU berharap para penerus perjuangan para pendahulu ini bisa menjadi
mahasiswa yang progresif, serta dinamis dalam menyikapi sesuatu hal, memiliki rasa kepeduliaan yang
tinggi terhadap keadaan sekitar, dan keberpihakan terhadap kaum yang tertindas.
iv
SAMBUTAN KETUA PKPT IPPNU
UNIVERSITAS NURUL JADID
ُّصحْ ثه ه َ ْص ََلجُ َٔانس َََّلوُ َعهَٗ أَ ْش َرفهُ األ َ َْثهيَاءهُ َٔانـًر
َ َٔ ُّ ََثهيهَُُا َٔ َحثه ْيثهَُا يـ َح ًَّذُ َٔ َعهَٗ آ هن ه، ٍَُْس ههي َّ َٔان، ٍَُْب انعَانَـًه ي
ُلله َر ه
ُ ُانـ َح ًْذ
.أَجْـ ًَ هعيٍَُُْأياتعذ
Atas Segala Anugerah Tuhan yang Maha Pengasih lagi maha penyayang kami di beri
kenikmatan untuk menikmati segala kuasanya terutama dalam menyelesaikan Modul Makesta Ikatan
Pelajar Putra dan Putri Nahdlatul Ulama, sebagai dasar untuk mengokohkan pengetahuan tentang
Nahdlatul Ulama serta peran penting seorang pemuda dan pemudi dalam menggerakkan Pemuda
Nahdlatul Ulama. Solawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan keharibaan nabi besar kita Nabi
Muhammad SAW, karna berkat beliau kita dapat mengetahui yang haq dan yang bathil sehingga kita
bisa merasakan nikmatnya agama islam ini.
Kemudian teriring do‟a kepada seluruh Masyayikh dan Muassis Nahdlatul Ulama‟, segenap
pendiri Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama. Semoga kita bisa
mendapat berkah sebagai santri beliau, aamiin.
Pelajar Putra dan Putri Nahdlatul Ulama‟ adalah para pejuang Nahdlatul Ulama‟ sebagai
landasan perjuangan dalam menabur benih ke Aswajaan serta budaya untuk perkembangan Agama
dengan mengikuti zaman yang selalu berkembang dari masa ke masa, yang di terapkan melalui dawuh
masyaikh serta guru guru dan para pejuang dahulu, di mana kita bisa menselaraskan ilmu tersebut
dengan keadaan zaman yang kita hadapi. Tuhan selalu memberikan jalan, namun jalan tersebut tak
semua orang bisa merasakan. Hanya orang terpilih yang dapat menikmati Anugerah yang telah di
berikan, di mana kita di beri amanah berbentuk perjuangan. Karena Tuhan Percaya, kita bisa
mengapresiasikan kelebihan kita tanpa kita sadari di mana letak kelebihan kita. Hidup adalah pilihan,
tergantung bagaimana kita memilih, tetap bertahan dengan kekurangan atau memperbaiki kekurangan.
Dalam perihal perjuangan pasti ada ikhtiyar serta kesadaran diri dalam hidupnya. Kesadaran
tersebut adalah tanggung jawab setiap insan. “Innama A’malu Binniyat” setiap pekerjaan pasti di
dahului oleh niat, semoga Tuhan pun ikut mengiringi dan memudahkan niat kita.
Kami Ucapkan Selamat Bergabung, serta Belajar, Berjuang dan Bertaqwa bersama kepada
Rekan dan Rekanita tahun Angkatan 2021-2022. Dalam bentuk kegiatan Makesta maka, rekan dan
rekanita telah resmi menjadi anggota Pelajar Putra dan Putri Nahdlatul Ulama‟, kami harap setelah
kegiatan ini para Rekan dan Rekanita mampu menikmati perjuangan Bersama. Siapa yang mampu
bertahan maka Ia akan menambah persaudaraan, Siapa yang mampu berjuang maka Ia akan menikmati
keridhoan, Siapa yang mampu menambah wawasan maka Ia akan mengurangi kebodohan, Siapa yang
mampu bertaqwa maka Ia mampu menggali keimanan.
وهللا موف ق إل ى أق وامت طارق
v
TATA TERTIB
MASA KESETIAAN ANGGOTA
PKPT IPNU-IPPNU UNIVERSITAS NURUL JADID
TAHUN 2021
BAB I
SUSUNAN STRUKTURAL
MASA KESETIAAN ANGGOTA (MAKESTA)
Pasal I
1. Ketua PKPT IPNU-IPPNU Universitas Nurul Jadid adalah Dewan Kehormatan (DK)
yang merupakan panitia tertinggi Dalam pelaksanaan MAKESTA
2. Panitia Steering Committee (SC) Adalah panitia yang terdiri dari demisioner dan senior
yang dipilih oleh dewan kehormatan
3. Organizing Committee (OC) Adalah Panitia Yang Ditunjuk Oleh Pengurus Untuk
Menjadi Pelaksana Teknis Dan Bertugas Untuk Mensukseskan Pelaksanaan MAKESTA
4. Fasilitator Adalah Panitia Yang Ditunjuk Oleh Pengurus Untuk Menjadi pendamping
peserta
5. Peserta Adalah mahasiswa Yang Mendaftarkan Diri Sebagai Peserta secara tertulis
kepada panitia pelaksana MAKESTA
BAB II
HAK DAN KEWAJIBAN PESERTA
Pasal 2
Hak Peserta
Pasal 3
Kewajiban Peserta
1. Peserta Wajib Mengikuti Seluruh Acara Sesuai Dengan Yang Tertera Pada Jadwal Acara.
2. Peserta Wajib Mengikuti Pelaksanaan MAKESTA Sampai Selesai.
3. Peserta wajib Menaati semua peraturan dan ketentuan MAKESTA.
4. Peserta wajib mengumpulkan segala alat komunikasi kepada panitia.
BAB III
HAK, WEWENANG DAN KEWAJIBAN
PANITIA STEERING COMMUTTEE (SC)
Pasal 4
Hak Panitia Steering commuttee (SC)
1
Pasal 5
Wewenang Panitia Steering commuttee (SC)
Pasal 6
Kewajiban Panitia Steering commuttee (SC)
1. Panitia wajib menjalankan tugas sesuai job description masing-masing dengan baik.
2. Panitia wajib mentaati semua peraturan dan ketentuan yang berlaku.
3. Panitia wajib menyelesaikan pekerjaannya sampai selesai.
BAB IV
HAK, WEWENANG DAN KEWAJIBAN
PANITIA ORGANIZING COMMUTTEE (OC)
Pasal 7
Hak Panitia Organizing commuttee (OC)
Pasal 8
Wewenang Panitia Organizing commuttee (OC)
Pasal 9
Kewajiban Panitia Organizing commuttee (OC)
1. Panitia wajib menjalankan tugas sesuai job description masing-masing dengan baik.
2. Panitia wajib mentaati semua peraturan dan ketentuan yang berlaku.
3. Panitia wajib menyelesaikan pekerjaannya sampai selesai.
BAB V
HAK, WEWENANG DAN KEWAJIBAN
PANITIA FASILITATOR
Pasal 10
Hak Panitia Fasilitator
Pasal 11
Wewenang Panitia Fasilitator
2
2. Panitia Berwenang Mengatur Jalannya Pelaksanaan MAKESTA.
Pasal 12
Kewajiban Panitia Fasilitator
1. Panitia wajib menjalankan tugas sesuai job description masing-masing dengan baik.
2. Panitia wajib mentaati semua peraturan dan ketentuan yang berlaku.
3. Panitia wajib menyelesaikan pekerjaannya sampai selesai.
BAB VI
HAK, WEWENANG DAN KEWAJIBAN
DEWAN KEHORMATAN
Pasal 13
Hak Dewan Kehormatan
1. Dewan kehormatan berhak memberikan sanksi (hukuman) bagi peserta dan panitia yang
melanggar ketentuan dan aturan MAKESTA.
2. Dewan kehormatan berhak mentaati semua peraturan dan ketentuan MAKESTA.
3. Dewan kehormatan berhak mengontrol, mengevaluasi dan membuat kebijakan demi
kelancaran pelaksanaan MAKESTA.
Pasal 14
Wewenang Dewan Kehormatan
1. Dewan kehormatan berwenang memberikan sanksi bagi peserta dan panitia yang
melanggar aturan dan ketentuan MAKESTA.
2. Dewan kehormatan berwenang mengontrol mengevaluasi dan membuat kebijakan demi
Kelancaran pelaksaan MAKESTA.
Pasal 15
Kewajiban Dewan kehormatan
1. Dewan kehormata berkewajiban memberikan sanksi (hukuman) bagi peserta dan panitia
yang melanggar aturan dan ketentuan MAKESTA.
BAB VII
LARANGAN
Pasal 16
Larangan Peserta
1. Peserta dilarang membawa senjata tajam miras, narkoba, Dan obat-obatan terlarang
2. Peserta dilarang berbuat gaduh dan tidur didalam forum Lainnya.
3. Peserta dilarang meninggalkan tempat MAKESTA tanpa seizin dari penanggung jawab
kelompok, ketua OC dan ketua Komisariat.
Pasal 17
1. Panitia dilarang membawa senjata tajam miras, narkoba, dan obat-obatan terlarang
lainnya.
2. Panitia dilarang meninggalkan tempat MAKESTA tanpa seizin dari ketua OC dan ketua
Komisariat.
3. Panitia dilarang berbuat kekerasan dan asusila Kepada peserta.
3
BAB VII
SANKSI
Pasal 18
Peserta
Peserta yang melanggar akan dikenakan sanksi sesuai dengan kategori pelanggaran dibawah
ini.
a. Ringan : diperingatkan
b. Sedang : diperingatkan dan di evaluasi
c. Berat : dipulangkan secara tidak hormat
Pasal 19
Panitia
Panitia yang melanggar akan dikenakan sanksi sesuai dengan kategori pelanggaran dibawah
ini:
a. Ringan : diperingatkan
b. Sedang : diperingatkan dan dievaluasi
c. Berat : dipulangkan dengan tidak hormat
BAB IX
PERIZINAN
Pasal 20
Peserta MAKESTA
1. Peserta yang hendak meninggalkan sesi harus mendapatkan izin dari penanggung jawab
kelompok.
2. Peserta yang hendak meninggalkan lokasi MAKESTA harus mendapat izin dari
penanggung jawab kelompok, ketua OC dan ketua Komisariat.
Pasal 21
Panitia Organizing Committee (OC)
Panitia OC yang hendak meninggalkan lokasi MAKESTA harus mendapatkan izin dari ketua
OC dan ketua Komisariat.
Pasal 22
Panitia Steering committee (SC)
Panitia SC yang hendak meninggalkan lokasi MAKESTA harus mendapatkan izin dai ketua
SC dan ketua Komisariat.
Pasal 23
Panitia Fasilitator
Panitia Fasilitator yang hendak meninggalkan lokasi MAKESTA harus mendapatkan izin dai
ketua Fasilitator dan ketua Komisariat.
4
ANALISIS DIRI
Pendahuluan
Manusia adalah makhluk yang sangat kompleks untuk dibicarakan. Selain menjadi
subjek untuk menganalisis dirinya sendiri, manusia juga harus mampu menjadi objek. Dari
Kemampuan itu diharapkan memberikan hasil yang jernih terhadap cara atau metode-metode
yang dipakai untuk menganalisis dirinya sendiri. Sehingga memberi motivasi dan keyakinan
untuk terus berkembang pada arah yang lebih positif.
Manusia diciptakan dalam bentuk dan keadaan yang sempurna. Letak kesempurnaan
itu adalah dengan dianugerahi akal budi. Akal budi inilah yang menjadikan manusia sebagai
makhluk yang dipilih sebagai khalifah di muka bumi. Selain itu Allah SWT juga memberi
amanah kepada manusia sebagai khalifatullah atau wakil Allah dalam mengelola alam ini.
Menggunakan potensi akal budi artinya menggunakan kemampuan daya berfikir, baik
dalam realitas yang konkret maupun realitas spiritual. Prof. Musa Asy‟ari memahami bahwa
realitas konkret dipahami oleh pemikiran dan realitas spritual dipahami oleh qalb. Kedudukan
manusia-manusia yang mampu mendayagunakan anugerah Allah ini (beriman dan berilmu)
memiliki kedudukan tinggi. Bahkan diberi gelar khusus dengan sebutan Ulul Albab.
Manusia yang memiliki cipta, rasa, karsa dan karya untuk berfikir mandiri serta
memfungsikan akal budinya untuk mengubah konstruksi pola pikir, sikap dan tindakan.
Sehingga lahirlah tindakan ideal ke arah kesempurnaan daripada kearah kesenangan semata.
Juga mampu melahirkan gagasan inovatif dalam mengembangkan peradaban dan kebudayaan
manusia.
Konsep dan Struktur Kedirian
Dalam mengkonsepsikan manusia, teori psikoanalisis Sigmund Freud mengungkap
bahwa kehidupan jiwa manusia memiliki tiga tingkat kesadaran, yaitu sadar (conscious),
prasadar (preconscious) dan tak sadar (unconscious). Namun pada tahun 1923 Freud
mengenalkan tiga model strukur yang lain, struktur baru ini tidak mengganti struktur lama,
tetapi melengkapi dan menyempurnakan gambaran mental dalam fungsi dan tujuan. Ketiga
struktur baru tersebut adalah ID, EGO dan SUPER EGO.
ID didefinisikan sebagai kenyataan rohaniyah yang bersifat subyektif, primer dan
dunia batin yang ada sebelum manusia memiliki pengalaman tentang dunia luar atau sebagai
sistem kepribadian asli yang dibawa manusia sejak lahir (sesuatu yang berisi naluri, tidak
mengenal nilai baik-buruk atau pun moralitas). ID beroperasi berdasarkan prinsip kenikmatan
atau dalam kata lain prinsip kesenangan.
Sementara EGO dipahami sebagai badan eksekutif atau pelaksana dari kepribadian
ID. ID cukup untuk mencapai evolusi yang besar ke arah keberlangsungan dan perbaikan, baik
yang bersifat reflektif atau pun yang bersifat prinsip keinginan naluriah, tanpa adanya
pelaksana untuk mengontrol dan memerintah (bersifat anti-sosial dan cenderung
membahayakan). Sehingga perlu adannya perhitungan kenyataan dunia luar dengan jalan
menyesuaikan maupun menguasainya dengan mengambil yang diperlukan.
Adapun SUPER EGO merupakan kekuatan moral dan etik dari kepribadian yang
beroperasi memaknai prinsip idealistik sebagai lawan dari prinsip kepuasan ID dan prinsip
realistik dari EGO. SUPER EGO bisa didefinisikan sebagai cabang moril atau cabang keadilan
dari kepribadian yang lebih mewakili alam ideal daripada alam nyata dan menuju ke arah
kesempurnaan daripada kearah kenyataan atau kesenangan. Manusia harus menyeimbangkan
5
antara ID, EGO dan SUPER EGO, agar tidak terjadi proses individualisasi pada diri manusia,
tetapi juga peka terhadap realitas di luar dirinya.
Sementara seorang ulama dan pemikir besar muslim juga mengkonsepsikan
pandangannya tentang identitas esensial dalam diri manusia, beliau adalah Abu Hamid al-
Ghazali. Di dalam Ahlussunnah Wal Jama'ah beliau dikenal sebagai tokoh panutan di bidang
tasawuf. Menurut beliau, disposisi manusia (human nature) sebagai sesuatu yang suci dan
murni (fitrah).
Tentu, beliau tidak mengenyampingkan situasi dan kondisi lingkungan juga memiliki
peran terhadap perkembangan kejiwaan manusia. Al-Ghazali juga menambahkan, bahwa
manusia secara alami memiliki kecedrungan egosentris, jarang sekali menyertakan kensekuensi
potensial bagi orang lain (ingin menang sendiri). Menurut al-Ghazali hakekat manusia terdiri
dari empat unsur, diantaranya, al-nafs, al-ruh, al-qalb, dan al-‘aql:
1. Al-Nafs, Al-Ghazali menggunakan dua pengertian, pertama adalah sesuatu yang
menghimpun kekuatan (kekuatan, marah, dan nafsu shahwat pada manusia). Kedua
al-nafs diartikan sesuatu yang halus yang menjadi hakekat dari manusia itu sendiri
(diri dan dzatnya). Dari kedua pengertian tersebut nafsu disifati dengan sifat-sifat
yang beragam menurut keadaannya, dalam pengertian yang pertama adalah sangat
tercela, sementara pengartian kedua adalah terpuji, karena ia adalah diri manusia
yakni zat dan hakikatnya yang mengerti terhadap Allah SWT dan pengetahuan-
pengetahuan lainnya.
2. Al-Ruh juga memiliki dua pengertian, pertama memiliki pengertian tubuh yang
halus, sumbernya adalah lubang hati jasmani lalu tersebar dengan perantara urat-
urat yang merusak ke bagian-bagian badan lainnya dan dalam perjalananannya ruh
pada badan, banjirnya cahaya kehidupan, perasaan, penglihatan, pendenganaran dan
penciuman. Kedua adalah yang halus dari manusia yang mengerti dan mengetahui
dari manusia, dan itulah pejelasan Al-Ghazali mengenai salah satu arti hati dan
itulah yang dikehendaki Allah SWT (Q.S. al-Isra‟: 85).
Ruh adalah urusan Allah SWT, yang mengherankan juga melemahkan akal untuk
mengetahui dan memahaminya tentang hakekat dari ruh yang se jati. Adapun al-ruh
yang dimaksud Al-Ghazali di sini adalah al-ruh al-hayawan, yaitu merupakan tubuh
jism yang halus (jism latif) yang megalir pada pembulu nadi ke bagian-bagian tubuh
yang lain. Al-ruh al-hayawan itu merupakan pendorong terhadap kebutuhan
makanan yang dapat menggerakkan shahwat dan emosi dan merupakan penggerak
dari hati ke seluruh anggota badan.
3. Al-Qalb, dalam istilah al-Ghazali memiliki dua pengertian. Istilah yang pertama
memiliki arti yang mengacu pada fisik, yaitu sepotong daging yang berbentuk buah,
daging halus dan didalamnya terdapat lubang, di dalam lubang tersebut terdapat
darah yang hitam yang menjadi sumber ruh dan tambangnya. Pemaknaan kedua
mengacu pada sesuatu yang halus rabbaniyah (ketuhanan), ruhaniyah (kerohaniyan)
yang berkaiatan dengan jasmani dan memiliki kemampuan untuk memperoleh
pengetahuan melalui cita rasa (realitas abstrak), seperti kasih sayang, kebencian,
kebahagiaan, kesedihan, iman, kebenaran, ide-ide dan sebagainya.
Al-Qalb ini ialah mihrab Tuhan yang terletak di dada setiap manusia, diciptakan
oleh Tuhan untuk menyimpan cahaya ilahi dalam diri manusia. Dimensi al-qalb
memiliki peranan sangat penting dalam memberikan sifat kemanusiaan bagi psikis
manusia untuk memahami dan mempertimbangkan nilai-nilai serta memutuskan
suatu tindakan.
6
Dikatakan demikian karena keduanya dalam memperoleh pengetahuan tententu
akan saling berkaitan. Al-‘Aql adalah istilah dari jiwa rasional. Adapun perbedaan
keduanya ialah, pengetahuan al-qalb diperoleh melalui cita-rasa sedang al-akal
diperoleh melalui penalaran dan salah satu fungsi akal adalah menyimpan
pegetahuan.
Dari dua teori Freud dan Al-Ghazali, bisa kita jadikan alat untuk menganalisis hakikat
dari manusia secara universal dan sebagai manusia pergerakan. Misal, naluri-naluri ketidak
puasan yang selalu kita rasakan sebagai manusia, dari satu masa menuju masa-masa yang lain
memiliki potensi untuk menjadi lebih positif dan negatif. Ketidakpuasan itu perlu pengeloaan
yang baik agar peluang menjadi positif lebih terbuka. Manusia sebagai makhluk sosial dan
spiritual yang berpikir, berilmu dan memikul amanah adalah makhluk yang terus bergerak
maju menuju kearah kesempurnaan.
Batasan-batasan etik-moral yang sudah dalam masyarakat juga menjadi pegangan,
baik yang bersifat individual atau pun yang bersifat sosial. Sehingga dalam melakukan sebuah
gerakan memiliki dasar yang kuat yang tidak sekedar karena kepuasan semata, tetapi ada
landasan kesadaran ideal yang dipegangnya menjadikannya nilai.
Untuk menjadi manusia progresif, kita harus mampu menyeimbangkan tiga hubungan
yang mengikat secara naluriah, pertama hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia
dengan manusia dan hungan manusia dengan alam. Keseimbanganm dari ketiganya merupakan
jalan untuk kita menjadi manusia ulul albab: Manusia yang berpikir kritis, memiliki perasaan,
peka terhadap keadaan sosial, berpemahaman dan bijak dalam mengambil keputusan.
WAWASAN KEBANGSAAN
8
C. Implementasi Pancasila dalam Lingkungan Kampusdan KehidupanBerbangsa
serta Bernegara
Fenomena yang berkembang pada masyarakat Indonesia menghadapi berbagai masalah
seperti radikalisme, penyalahgunaan narkoba, menurunnya nilai- nilai kemanusiaan,
ketidakpuasan masyarakat ytang dikejawantahkan dalam demo-demo yang menunjukkan
buntunya komunikasi antar berbagai pihak di Indonesia dan kurang/tidak kompetitifnya
lulusan PT Indonesia dalam persaingan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) dan Global
membuat nilai Pancasila perlu ditekankan.
Pendidikan pancasila sebagai pengembangan nuilai- nilai moral bangsa diharapkan
dapat memperkuat kompetensi mahasiswa untuk berkiprah di lapangan kerja dengan
membawa nilai-nilai luhur bangsa. Kemampuan dan keterampilan yang dapat ditransfer
kepada mahasiswa antara lain : komunikasi (tulis dan orasi/diskusi), berpikir kritis, berpikir
analitis, kepercayaan diri, serta mampu menyerap dan memakai nilai kultural universal
(kejujuran, integritas, otonomi, kerendahan hati dll). Pendidikan Pancasila dapat membangun
tradisi, etos kerja dan meletakkan nilai-nilai luhur sebagai landasan pengembangan
intelektualitas seiring profesionalitass dan vokasionalitas.
Pada Naskah Akademik Pengembangan Kurikulum Program Studi Unesa (2016)
dinyatakan bahwa salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan setiap program studi
dalam pengembangan kurikulumnya adalah kewajiban menumbuh kembangkan karakter
mahasiswa Unesa sesuai dengan moto Unesa growing with character, yang meliputi: Iman,
Cerdas, Mandiri, Jujur, Peduli, dan Tangguh (dengan akronim “Idaman Jelita”). Disamping
itu secara nonformal, nilai-nilai Pancassila dibangun, ditumbuhkan, dibiasakan lewat kegiatan
ekstrakulikuler maupun nonkulikuler. Untuk mendorong hal tersebut di dalam naskah
akademik pengembangan kurikulum Unesa 2016 telah dibuat regulasi yang mengatur hal
tersebut dengan sejumlah poin. Mahasiswa dapat dinyatakan telah menyelesaikan
pendidikannya setelah menunjukkan sejumlah poin tertentu untuk aktivitas nonakademiknya.
Selanjutnya diharapkan para generasi muda terutama mahasiswa dapat
mengimplementasikan segala nilai-nilai Pancasila yang terkandung dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara yang pada hakikatmya implementasi nilai nilai Pancasila secara
menyeluruh merupakan sebuah realisasi praksis untuk mencapai tujuan bangsa. Sebagaimana
berikut:
9
3. Implementasi Pancasila dalam Bidang Sosial dan Budaya
Dalam pembangunan dan pengembangan aspek sosial budaya hendaknya
didasarkan atas sistem nilai yang sesuai dengan nilai-nilai budaya yang dimiliki
oleh masyarakat tersebut. Terutama dalam rangka bangsa Indonesia melakukan
reformasi di segala bidang dewasa ini. Sebagai anti-klimaks proses reformasi
dewasa ini sering kita saksikan adanya stagnasi nilai social budaya dalam
masyarakat sehingga tidak mengherankan jikalau di berbagai wilayah Indonesia
saat ini terjadi berbagai gejolak yang sangat memprihatinkan antara lain amuk
massa yang cenderung anarkis, bentrok antara kelompok masyarakat satu dengan
yang lainnya yang muaranya adalah masalah politik. Oleh karena itu dalam
pengembangan social budaya pada masa reformasi dewasa ini kita harus
mengangkat nilai-nilai yang dimiliki bangsa Indonesia sebagai dasar nilai yaitu
nilai- nilai pancasila itu sendiri. Dalam prinsip etika pancasila pada hakikatnya
bersifat humanistic, artinya nilai-nilai pancasila mendasarkan pada nilai yang
bersumber pada harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang berbudaya.
KEORGANISASIAN
Pengertian Organisasi
Menurut Stephen P. Robbins pengertian organisasi adalah kesatuan (entity) sosial
yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi,
yang bekerja atas dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau
sekelompok tujuan. Menurut James D. Mooney pengertian organisasi adalah bentuk setiap
perserikatan manusia untuk mewujudkan tujuan bersama. Menurut Chester I. Bernard definisi
organisasi adalah suatu sistem aktivitas kerja sama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih.
Dari pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa organisasi adalah sebuah wadah
atau tempat berkumpulnya sekelompok orang untuk bekerjasama secara rasional dan
sistematis, terkendali, dan terpimpin untuk mencapai suatu tujuan tertentu dengan
memanfaatkan sumber daya yang ada. Pada umumnya organisasi akan memanfaatkan berbagai
sumber daya tertentu dalam rangka untuk mencapai tujuan, seperti; uang, mesin, metode/ cara,
lingkungan, sumber daya manusia, dan sumber daya lainnya, yang dilakukan secara sistematis,
rasional, dan terkendali.
Unsur-unsur dan Prinsip Organisasi
1. Unsur-unsur Organisasi
11
2. Prinsip Organisasi
2. Fungsi Organisasi
Sebagai suatu kelompok yang terencana, organisasi juga memiliki fungsi bagi
anggota- anggotanya, di antaranya yaitu :
a. Memberi arahan dan aturan serta pembagian kerja mengenai apa yang harus
dan tidak boleh dilakukan oleh para anggota dalam organisasi
b. Meningkatkan skill dan kemampuan dari anggota organisasi dalam
mendapatkan sumber daya dan dukungan dari lingkungan
c. Memberikan pengetahuan dan pencerdasan pada tiap anggota organisasi
Dasar-dasar Organisasi
Dalam mempelajari suatu hal kita harus tahu bagaimana dasar dari hal tersebut.
Dasar-dasar organisasi adalah kita harus mengetahui pengertian, unsur-unsur, prinsip, manfaat,
12
dan fungsi suatu organisasi. Jika kita sudah mengetahui semua dasarnya maka kita akan faham
apa yang dimaksud sebuah organisasi.
Jenis-jenis Organisasi
Berdasarkan bentuknya organisasi dapat di klasifikasikan kedalam 4 jenis yakni
1. Organisasi garis
Merupakan bentuk organisasi yang tertua,paling sederhana,organisasinya terbilang
masih kecil,jumlah karyawan masih sedikit sehingga saling mengenal satu sama
lain dengan baik dan spesialisasi kerjanya belum tinggi
2. Organisasi garis dan staff
Bentuk organisasi ini dipakai oleh organisasi besar, cakupan kerjanya luas, bidang
tugas yang dikerjakan beraneka ragam dan rumit kemudian karyawan yang dimiliki
banyak.\
3. Organisasi fungsional
Bentuk organisasi yang dibentuk atas dasar fungsi-fungsi yang
dijalankan,organisasi ini di terapkan pada perusahaan yang pembagian tugasnya
dapat dibedakan secara jelas.
4. Organisasi panitia
Organisasi yang terbentuk hanya untuk sementara waktu saja,setelah tugas selesai
maka selesailah organisasi tersebut.
Kemudian di bawah ini jenis organisasi berdasarkan banyaknya pemimpin :
1. Organisasi Proyek
Organisasi yang membentuk tim-tim spesialisasi untuk mencapai tujuan khusus,
manajer proyek mempunyai wewenang untuk memimpin para anggota tim selama
jangka waktu proyek, jika telah selesai maka akan dibubarkan organisasi tersebut.
2. Organisasi Matrik
Organisasi ini seraya dengan organisasi proyek namun yang membedakannya
dengan proyek adalah organisasi matriks dimana karyawan memiliki dua atasan
yang memiliki wewenang berbeda.
Macam-Macam Organisasi
Macam organisasi apabila diklasifikasikan menjadi beberapa macam, antara lain :
1. Atas dasar usia
a. Pelajar, remaja, pemuda pemula (IPNU- IPPNU, IRM, PII)
b. Mahasiswa (IPNU-IPPNU, HMI, GMNI)
c. Pemuda dewasa (GP. ANSOR, PMM, KNPI, FKPPI, pemuda
muhammadiyah)
2. Organisasi politik
a. Paratai Kebangkitan Bangsa (PKB)
b. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)
c. Dan lain-lain
3. Organisasi Profesi
a. Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)
b. Persatuan Pengusaha Indonesia (PPI)
13
c. Ikatan Dokter Indonesia (IDI)
d. Dan lain-lain
3. Pemilihan Pegawai
Kebanyakan pegawai Nabi berasal dari Bani Umayah, karena Rasulullah memilih
pegawai dari para sahabat yang relatif kaya dan tidak membutuhkan gaji.
14
KEPEMIMPINAN
A. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah kemempuan untuk mengatur, memengaruhi atau mengarahkan
orang lain (2 orang atau lebih) untuk mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan dengan upaya
yang maksimal, dan kontribusi dari masing masing individu.
Pada hakikatnya seseorang dapat disebut pimpinan jika dia dapat memengaruhi orang
lain dalam mencapai suatu tujuan tertentu, walaupun tidak ada kaitan kaitan formal dalam
organisasi.
Demikian pula kepemimpinan timbul dimana ada unsur unsur berikut :
1. Ada orang yang mempengaruhi (PEMIMPIN/ATASAN)
2. Ada orang yang dipengaruhi, (ANGGOTA/SUBORDINATE) dan
3. Ada pengaruh dari yang mempengaruhi (MISI- TUJUAN-TARGET)
4. Lingkungan
Dasar untuk pemimpin manajemen dalam mencapai kemajuan ia harus menyadari
(a) Seseorang bisa mendapat salah satu sumber kepuasan yang besar didalam
pekerjaannya, misalnya adanya pengakuan terhadap kebutuhan manusia, (b) tugas
seorang manager adalah menciptakan syarat syarat yang membantu bawahannya
mendapatka kepuasan dalam pekerjaannya, (c) setiap seorang ingin memikul
tanggung jawab.
D. Tipe-Tipe Pemimpin
Tipe tipe pemimpin dan ciri cirinya menurut Sondang P. Siagian
1. Otokratis, merupakan kepemimpinan yangdilakukan oleh seorang pemimpin dengan
perilaku otoriter.Pemimpin otoriter (diktator) dalam praktik memimpin ia
mengutamakan kekuasaan (power). Seorang pemimpin bertipe otokratis
menganggap dirinya adalah segala-galanya (people centered) Egonya kokoh
menyatakan bahwa dirinya adalah pusat kekuasaan dan kewenangan sehingga ia
berhak menjadikan anak buah sesuai dengan
kehendaknya.Seorang pemimpin yang bersifat :
1) Mengangap organisasi adalah milik sendiri
2) Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi
3) Menganggap bawahan hanya sebagai alat semata mata
4) Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat
5) Sesering menggunakan pendekatan yang mengandung unsur paksaan dan
bersifat menghukum. Jelas ini tidak menghormati hak hak asasi manusia yang
menjadi bawahannya.
2. Militeristis
Kepemimpinan militeristik ini sangatmirip dengan Tipe kepemimpinan otoriter,
yaitu gaya pemimpin yang memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang
diambil dari dirinya sendiri secara penuh. Segala pembagian tugas dan tanggung
jawab dipegang oleh si pemimpin yang otoriter tersebut sedangkan para bawahan
hanya melaksanakan tugasyang telah diberikan. Seorang pemimpin militeristis
bersifat :
1) Dalam menggerakkan bawahannya lebih sering
menggunakan sistem perintah,
2) Dalam menggerakkan bawahannya senang bergantung pada pangkat dan
jabatannya
16
3) Senang pada formalitas yang berlebih lebihan
4) Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan
5) Sukar menerima kritik dari bawahan
6) Menggemari upacara upacara untuk berbagai keadaan. Tipe ini bukan
seharusnya pemimpin organisasi dan bukan pula seorang pemimpin yang
ideal.
3. Paternalistis
kepemimpinan paternalistik adalahseperti halnya seorang ayah yang selalu
memikirkan kesejahteraan anggota keluarganya. Seorang pemimpin yang bersifat:
1) Menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa
2) Bersifat terlalu melindungi (overly protective)
3) Jarang memberi kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil inisiatif
4) Sering bersifat maha tahu.
5) Dalam keadaan tertentu seorang pemimpin tipe ini kadang kadang diperlukan
dengan menghilangkan sifat sifat yang negative
4. Karismatis
Adalah gaya kepemimpinan yangmembuat para anggota yang di pimpinnya
mengikuti inovasi inovasi yang di ajukan oleh pemimpin ini.
Sampai saat ini belum ditemukan sebab sebab mengapa seorang pemimpin memiliki
karisma, yang diketahui ialah bahwa pemimpin yang demikian memiliki daya tarik
yang amat besar. Oleh karena itu pada umumnya orang yang memiliki karisma
mempunyai pengikut yang sangat besar, meskipun para pengikut sering kali tidak
dapat menjelaskan mengapa merek jadi pengikut.
5. Demokratis
yaitu gaya seorang pemimpin yangmenghargai karakteristik dan kemampuan yang
dimiliki oleh setiap anggota organisasi (Prima, A, 2013).
Tipe pemimpin seperti inilah yang cocok untuk organisasi modern. Pemimpin yang
demikian memiliki sifat sifat sebagai berikut
1) Dalam proses penggerakan bawahan selalu bertitik tolak pada manusia
sebagai mahluk termulia di dunia.
2) Selalu berusaha mensinkronisasikan antara kepentingan tujuan organisasi dan
kepentingan tujuan pribadi bawahannya
3) Senang menerima saran dan pendapat, bahkan kritik dari bawahannya
4) Selalu berusaha mengutamakan kerja sama dan teman kerja dalam usaha
mencapai tujuan
5) Selalu berusaha agar bawahannya lebih berasil
6) Berusaha mengembangkan kapasitas dirinya sebagai pemimpin.
17
Seorang manajer dalam vmelaksanakan tindakanya selalu dilakukan dengan cara
kontak pribadi. Tipe kepemimpinan seperti ini sering dianut oleh oleh perusahaan
kecil karena kompleksitas bawahan maupun kegiatannya sangatlah kecil.
Akibatnya, selain mudah juga sangt efektif dan memang biasa dilakukan tanpa
mengalami prosedural yang berbelit.
E. Kriteria Pemimpin
Kriteria pemimpin yang berguna dan dapat dipertimbangkan, cirinya sebagai berikut:
1. Keinginan Untuk Menerima Tanggung Jawab
Seorang pemimpin yang menerima kewajiban untuk mencapai suatu tujuan berarti
bersedia bertanggung jawab pada pimpinannya atas segala yang dilakukan
bawahannya. Pemimpin harus mampu mengatasi bawahannya, tekanan kelompok
informal, bahkan serikat buruh. Hampir semua pemimpin merasa pekerjaannya
lebih banyak menghabiskan energi daripada jabatan selain pimpinan.
18
Sementara itu kriteria untuk menjadi pemimpin menurut agama islam yakni :
1. SHIDQ (jujur), kebenaran dan kesungguhan dalam bersikap,berucap, bertindak
dalam melaksanakan tugasnya.
2. AMANAH (dapat dipercaya) ,kepercayaan yang menjadikan kita memelihara dan
menjaga sebaik-baiknya apa yang diamanahkan kepadanya,baik dari orang orang
yang dipimpinnya,terlebih lagi dari ALLAH SWT.
3. FATHONAH (cerdas), kecerdasan, kecakapan, dan handal yang melahirkan n
kemampuan menghadapi dan menanggulangi persoalan yang muncul
4. TABLIGH (transparansi dan akuntanbilitas), penyampaian secara jujur dan
bertanggung jawab ataas segalatindakan yang diambilnya
F. Tugas Kepemimpinan
Tugas kepemimpinan yaitu, melaksanakan fungsi-fungsi manajemen seperti yang telah
disebutkan sebelumnya yang terdiri dari: merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan,
dan mengawasi.
Terlaksananya tugas-tugas tersebut tidak dapat dicapai hanya oleh pimpinan seorang
diri, tetapi dengan menggerakan orang-orang yang dipimpinnya. Agar orang-orang yang
dipimpin mau bekerja secara erektif seorang pemimpin di samping harus memiliki inisiatif
dan kreatif harus selalu memperhatikan hubungan manusiawi. Secara lebih terperinci tugas-
tugas seorang pemimpin meliputi: pengambilan keputusan menetapkan sasaran dan menyusun
kebijaksanaan, mengorganisasikan dan menempatkan pekerja, mengkoordinasikan kegiatan-
kegiatan baik secara vertikal (antara bawahan dan atasan) maupun secara horisontal (antar
bagian atau unit), serta memimpin dan mengawasi pelaksanaan pekerjaan.
Tidaklah mudah menjadi seorang pemimipin, karena mereka harus memiliki sejumlah
kualitas tertentu. Kalau seorang pemimpin salah dalam bertindak, maka bawahan bisa saja
langsung menganggap buruk pemimpin tersebut.
Beberapa pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya sering sekali melakukan hal-
hal yang bertentangan dengan hakikat kepemimpinan yang justru akan menimbulkan ketidak
lancaran dalam berjalannya kepemimpinan tersebut, diantaranya adalah:
1. Tidak terbuka
2. Jarang berdiskusi
3. Tidak percaya diri
4. Hanya memerintah
5. Tidak bertanggung jawab
6. Kurang memiliki motivasi
7. Menyalahkan sumber daya
8. Tidak memberikan kepercayaaan
9. Tidak bisa memanfaatkan peluang
10. Tidak memiliki visi, misi, dan tujuan
19
AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH
IPNU-IPPNU merupakan salah satu organisasi yang diilhami semangat Ahl al-Sunnah
wa al-Jama’ah (baca: Aswaja). Secara etimologis, Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah terdiri dari
tiga kata yaitu ahl, al-sunnah, dan al-jama’ah. Kata ahlu diartikan sebagai keluarga,
komunitas, penduduk atau pengikut. Sedangkan al-sunnah diartikan sebagai jalan, metode atau
perilaku. Sedangkan kata al-jamaah diartikan sebagai perkumpulan atau sekupumpulan
manusia yang memelihara kebersamaan dan kolektifitas dalam mencapai suatu tujuan.
Secara terminologis, mengacu pada konsesi Muktamar NU ke-33 di Jombang, Ahl al-
Sunnah wa al-Jam’ah adalah kelompok (firqah) yang konsisten mengikuti petunjuk nabi, jalan
para sahabat, dan para salaf al-shalih baik dalam hal akidah, amaliyah, maupun akhlak
lahiriyah dan batiniyah.
Landasan teologis Aswaja kerap disandarkan terhadap hadis-hadis firqah. Di antara
beberapa hadis yang sering dikutip adalah hadis berikut:
“Kaum Yahudi terpecah menjadi 71 golongan, kaum Nasrani menjadi 72 golongan,
dan umatku (umat Islam) akan terpecah menjadi 73 golongna. Hanya satu yang
selamat dan yang lainnya celaka. Lalu ada yang bertanya: Siapakah yang selamat
itu? Rasulullah mnejawab: (Mereka) adalah Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah.
Ditanyakan pula: Siapakah Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah itu? Dijawab Nabi:
Mereka adalah yang berpegang teguh pada ajaranku dan para sahabatku”
Namun demikian, Aswaja bukan merupakan aliran yang secara utuh ada sejak masa
Nabi Muhammmad SAW. Islam pada Nabi dilaksanakan secara baik dan benar tepat sesuai
dengan ajaran Alquran dan al-Sunnah serta tidak ada penyimpangan sedikitpun, khususnya
oleh pribadi Nabi sebagai teladan di bawah bimbingan Ilahi. Kemudian memasuki periode
Sahabat Nabi, Islam tidak lagi dipahami secara tunggal. Perbedaan pendapat tentang
problematika umat Islam mulai muncul terutama daam persoalan kepemimpinan politik pasca
wafatnya Nabi.
Aswaja merupakan produk sejarah yang dibentuk dan dikonstruksi oleh berbagai hal
yang berkaitan dengan politik dan juga persoalan akidah. Secara setting historis, setidaknya
penulis mengklarifikasikan pertumbuhan dan perkembangan Aswaja menjadi tiga hal.
Pertama, kemunculan Aswaja dipelopori oleh peristiwa tahkim (abritase) pada saat
meletusnya perang Shiffin di mana pada saat itu Mu‟awiyah bin Abi Sofyan melakukan
pemberontakan terhadap Ali bin Abi Talib lantaran didorong oleh rasa kekecewaan terhadap
kepemimpinan Ali. Proses tahkim tersebut pada akhirnya memecah umat Islam menjadi tiga
golongan, yaitu golongan yang setia pada Mu‟awiyah di mana kelompok ini pada fase
selanjutnya berkamuflase menjadi aliran Jabariyah; kelompok yang setia pada Ali bin Abi
Talib yang menamai kelompok mereka dengan sebutan Syi‟ah; dan kelompok yang menentang
Ali bin Abi Talib juga Mu‟awiyah yang dikenal dengan sebutan Khawarij yang pertama kali
dipimpin oleh Abdullah bin Abdul Wahab al-Rasyidi.
Perpecahan firqah (sekte) dalam Islam tidak berhenti hanya pada konteks itu saja.
Dalam fase perkembangannya banyak aliran yang tumbuh dan bermunculan setelah proses
tahkim tersebut. Sebut saja aliran Mur’jiah yang dikembangkan pertama kali oleh al-Hasan bin
Muhammad al-Hanafiyah. Aliran berikutnya ada Qodariyah yang diperkirakan timbul pertama
kali di bawah kepemimpinan Ma‟bad al-Juhani (w. 80 H). Berikutnya ada sekte Mu‟tazilah
yang dipelopori oleh murid Hasan al-Bashri, Wasil bin Atha‟ (80-131 H). Hingga akhirnya
20
pada abad ketiga dan keempat hijriah muncul sosok Imam Abu al-Hasan al-Asy'ari (260-324
H) dan Imam Abu Mansur al-Maturidi (w. 333 H).
Kedua, hal yang juga memberikan sumbangsih dalam arus sejarah kemunculan
Aswaja adalah pertumbuhan dan perkembangan fiqih. Dalam kelompok Ahlu al-Sunnah wa al-
Jama’ah (baca: Sunni) sendiri banyak bermunculan berbagai madzhab, di antaranya madzhab
Hanafi yang dipelopori oleh Imam Abu Hanifah (80-150 H), madzhab Maliki yang
disandarkan kepada Malik bin Anas (93-179 H), madzhab Syafi‟i yang dikembangkan pertama
kali oleh Muhammad bin Idris al-Syafi‟i (150-204 H), dan madzhab Hambali yang dicetuskan
oleh Ahmad bin Hambal al-Syaibani (164-241 H). Selain madzhab-madzhab yang bertahan
hingga saat ini, ada pula beberapa madzhab Sunni yang juga pernah berkembang, yaitu
madzhab Auza‟i yang didirikan oleh Abdurrahman bin Muhammad al-Auza‟i (88-157 H),
madzhab Laitsi yang didirikan oleh Imam Laitsi bin Sa‟ad (94-175 H), madzhab Tsauri yang
didirikan oleh Imam Sufyan ats-Tsauri (97-161 H), dan terakhir ada madzhab al-Dzahiri yang
didirikan oleh Abu Sulaiman Dawud bin Ali al-Ashfahani al-Dzahiri (202-270 H).
Pertumbuhan dan perkembangan yuridis hukum Islam tersebut tidak hanya ada dalam
kelompok Sunni saja, melainkan juga ada dalam kelompok Syi‟ah. Meskipun
perkembangannya tidak semassif kelompok Sunni, namun fiqih corak Syi‟ah ini mampu
memberikan warna tersendiri dalam perkembangan hukum Islam. Fiqih yang berkembang
dalam Syi‟ah tersebut, misalnya, madzhab Zaidi yang dipelopori oleh Zaid bin Ali Zainal
Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib (78/80-122 H). Selain itu ada pula madzhab Ja‟fari
yang dinisbatkan pada tokoh utamanya yakni Imam Ja‟far ash-Shadiq (80-146 H).
Ketiga, yang mendorong lahirnya Aswaja adalah pergulatan dalam bidang Tasawuf.
Sebagaimana yang dipahami, arus pergulatan Tasawuf telah melahirkan tiga aliran besar dalam
sejarah Islam, yakni tasawuf akhlaki, tasawuf amali dan tasawuf falsafi. Tasawuf akhlaki
adalah aliran tasawuf yang menekankan pada aspek membersihkan tingkah laku. Tokohnya
diwakili oleh Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al- Ghazali (450-505 H). Tasawuf
‘amali adalah aliran tasawuf yang lebih menekankan pada aspek tentang bagaimana cara
mendekatkan diri kepada Tuhan. Pada dasarnya tidak ada perbedaan yang signifikan antara
tasawwuf akhlaki dan tasawuf ‘amali. Tokoh tasawwuf ‘amali ini di antaranya adalah Rabiatu
al-Adawiyah (94-185 H). Sedangkan Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya
memadukan antara visi mistis dan visi rasional yang dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran
filsafat. Di antara penganutnya adalah Ibn „Arabi (560-638 H). Banyak dari pemikiran
tasawwuf falsafi ini yang belum bisa diterima masyarakat luas.
Walaupun secara nomanklatur, istilah Aswaja sudah bermunculan sebelumnya, namun
Aswaja dalam konteks aliran pertama kali secara eksplisit baru muncul pada abad 12-13
Hijriah. Hal tersebut dinyatakan al-Zabidi (1145-1205 H) dalam karyanya, Ithaf al-Sadat al-
Muttaqin, Al-Zabidi menyatakan, ُ إرا ُأطهق ُتأْم ُانسُح ُٔانجًاعح ُفانًراد ُتّ ُاألشعريح ُٔانًررديح, “apabila
dikatakan ahlu al-sunnah wa al-jam’ah maka yang dimaksud adalah pengikut Asy’ariyah dan
Maturidiyah”.
Dalam konteks perkembangan Aswaja di Indonesia, tidak dapat dilepaskan dari proses
awal masuknya Islam ke Nusantara. Hal tersebut tergambar bagaimana penyebar agama Islam
di Nusantara seperti Walisongo memberikan sumbangan yang cukup signifikan bagi
pertumbuhan Aswaja di Indonesia. Walisongo menyebarkan Islam dengan cara damai,
akomodatif, moderat, toleran dan berpegang pada maslahat dan menolak kemudaratan sebagai
konsep yang dibawa oleh para ulama pendahulu yang mengusung Aswaja. Selain hal tersebut,
yang tidak kalah penting adalah momentum berdirinya kerajaan Demak yang menempatkan
Aswaja sebagai dasar pemerintahan.
Dari fase masuknya Islam ke Nusantara tersebut, penyebaran Aswaja di Indonesia
dilakukan terutama oleh Walisongo. Perkembangan Aswaja semakin massif seiring berdirinya
Nahdlatul Ulama (NU) pada 16 Rajab 1344 H. / 31 Januari 1926 M. Dalam aturandasanya
(qonun asaasiy), Hadratu al-Syaikh KH. Hasyim Asy‟ari menempatkan Aswaja sebagai
21
pijakan utama dalam organisasi sosial kemasyarakatan tersebut. Pijakan Aswaja tersebut
menurut Hadratu al-Syaikh KH. Hasyim Asy‟ari memiliki tiga dasar paham keagamaan:
a. Dalam bidang akidah (teologi) mengikuti Ahlu al-Sunnah W al-Jama‟ah yang
dipelopori oleh Imam Abu al-Hasan al-Asy‟ari (Asy‟ariyah) dan Imam Abu Manshur
al-Maturidi (Maturidiyah) yang merupakan watak sikap moderatisme Aswaja, yakni
mendamaikan atau kompromi antara kelompok Jabbariyah yanag fatalistik dan
kelompok Qodariyah (yang dilanjutkan oleh Mu‟tazilah) yang mengagungkan
kekuatan manusia sebagai penentu pola kehidupan.
b. Dalam bidang fiqih mengikuti salah satu dari empat madzhab fiqih; Imam Hanafi,
Imam al-Syafi‟i, Imam Maliki, dan Imam Ahmad bin Hanbal. Pola bermadzhab ini
merupakan metode yang diikuti oleh umat Islam yang tidak mampu melakukan
proses ijtihad sendiri oleh karena keterbatasan kapasitas keilmuan dan syarat-syarat
yang dimiliki. Sehingga dengan sistem bermadzhab ini ajaran Islam dapat terus
dikembangkan dan diamalkan dengan mudah oleh umat Islam serta dapat
dipertanggungjawabkan sanad otentitas kebenarannya.
c. Dalam bidang Tasawuf mengikuti Imam Junaid al-Baghdadi dan Imam Abu Hamid
al-Ghazali. Tasawuf Aswaja ini merupakan tasawuf moderat, yaitu keseimbangan
antara kepentingan dunia dan akhirat, antara syari‟at dan hakikat.
Gagasan teoritis Aswaja dalam konteks ini mencakup dua hal, yaitu prinsip-prinsip dasar
Aswaja dan nilai-nilai Aswaja dalam arus sejarah. Kerangka konseptual Aswaja menekankan
pandangan yang sangat moderat dan tidak bisa difahami secara parsial, melainkan harus
secara komperhensif dan holistik sekaligus moderat. Oleh karena itu, Aswaja tetap memegang
prinsip-prinsip dasar yang harus dijadikan sebagai pegangan utama. Prinsip-prinsip dasar
tersebut meliputi:
Sedangkan nilai-nilai Aswaja seringkali disandarkan pada ayat Alquran yang menyatakan;
22
Nilai-nilai Aswaja meliputi:
A. Tawassuth (Moderat)
Tawassuth merupakan sikap moderat yang tidak ektrim kanan maupun ektrim kiri.
Secara keseluruhan, tawassuth mengandung tiga arti, yaitu pertama, keadilan di
antara dua kezhaliman ( ٍُ )عذلُتيٍُظهًيatau kebenaran di antara dua kebatilan (ُحق
ُ ٍ)تيٍ ُتاطهي. Kedua, pemaduan antara dua hal yang berbeda/berlawanan. Ketiga,
realistis (wâqi‟iyyah). Sedangkan manifestasi moderat dalam Aswaja terwujud pada
empat hal, yaitu moderat dalam hal teologi, moderat dalam hal ritual keagamaan,
moderat dalam hal moralitas dan budi pekerti dan moderat dalam hal proses tasyri‟.
C. Tasamuh (Toleran)
Secara bahasa tasammuh memiliki arti membiarkan; lapang dada; dan toleran.
Secara umum, tasammuh adalah memberikan kebebasan kepada sesama manusia
untuk menjalankan keyakinan atau mengatur hidupnya dan menentukan nasibnya
masing-masing. Sedangkan manifestasi tasammuh dalam Aswaja terwujud pada
tiga hal, yaitu mengakui hak-hak orang lain, menghormati keyakinan orang lain,
dan agree in disagreement.
D. Tawazun (Seimbang/Stabil)
Tawazun berarti keseimbangan dalam pola hubungan atau relasi, baik yang bersifat
antar-individu, antar-struktur sosial, antar negara dan rakyatnya, maupun antara
manusia dan alam. Manifestasi tawazzun dalam Aswaja terwujud pada tiga hal,
yaitu keseimbangan dalam kehidupan sosial, keseimbangan dalam urusan politik
dan keseimbangan dalam urusan ekonomi.
23
KE-NU-AN
A. Sejarah Kelahiran dan Perkembangan NU
Nahdlatul 'Ulama (Kebangkitan 'Ulama), disingkat NU, adalah sebuah organisasi Islam
besar di Indonesia. Organisasi ini berdiri pada 31 Januari 1926 dan bergerak di bidang
pendidikan, sosial, dan ekonomi.
Keterbelakangan baik secara mental, maupun ekonomi yang dialami bangsa Indonesia,
akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi, telah menggugah kesadaran kaum
terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini, melalui jalan pendidikan dan
organisasi. Gerakan yang muncul 1908 tersebut dikenal dengan "Kebangkitan Nasional".
Semangat kebangkitan memang terus menyebar ke mana-mana – setelah rakyat pribumi sadar
terhadap penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa lain. Sebagai jawabannya,
muncullah berbagai organisasi pendidikan dan pembebasan.
Kalangan pesantren yang selama ini gigih melawan kolonialisme, merespon kebangkitan
nasional tersebut dengan membentuk organisasi pergerakan, seperti Nahdlatul Wathan
(Kebangkitan Tanah Air) pada 1916. Kemudian pada tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar
atau dikenal juga dengan "Nahdlatul Fikri" (kebangkitan pemikiran), sebagai wahana
pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri. Dari situ kemudian didirikan
Nahdlatut Tujjar, (pergerakan kaum saudagar). Serikat itu dijadikan basis untuk memperbaiki
perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain
tampil sebagai kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat
pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.
Berangkat dari munculnya komite dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad
hoc (dibentuk untuk salah satu tujuan), maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk
organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan
zaman. Maka setelah berkordinasi dengan berbagai kyai, akhirnya muncul kesepakatan untuk
membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab
1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh K.H. Hasyim Asy'ari sebagai Rais
Akbar.
Untuk menegaskan prinsip dasar organisasi ini, maka K.H. Hasyim Asy'ari merumuskan
kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal
Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diwujudkan dalam khittah NU, yang dijadikan
sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial,
keagamaan dan politik
Lambang NU merupakan hasil istikharah Kiai Ridwan Abdullah. Ia adalah seorang kiai
yang alim, tapi memiliki kelebihan yang lain, yaitu terampil melukis. Ia hanya diberi waktu
satu setengah bulan untuk menyelesaikan tugasnya itu. Ternyata dengan waktu yang
ditentukan itu, dia tak mampu membuatnya. Ia tidak mendapatkan inspirasi yang sesuai
dengan keyakinan hati. deskripsi lambang NU sebagaimana dijelaskan dalam Antologi
Sejarah, Istilah, Amaliah, Uswah NU.
B. Orang-Orang yang Berperan dalam NU
KH. Wahab Hasbullah sebagai perwakilan Ulama serta beberapa tokoh-tokoh lain
yang mewakili organisasi besar Islam Indonesia. Dengan alasan yang kurang maton (sesuai
dengan patokan) susunan Anggota Komite berubah, KH. Wahab Hasbullah tidak jadi masuk
menjadi anggota delegasi, karena tidak “mewakili organisasi” apapun, secara tidak langsung
ini sebuah penghinaan terhadap ulama pesantren yang sesungguhnya besar pengaruhnya dan
posisinya terhadap umat Islam di Indonesia. Karena kemungkinan bergabung dengan delegasi
umat Islam Indonesia sudah tertutup, maka para Ulama berusaha dengan kekuatan sendiri
24
untuk mengirim delegasi Ulama Ahlu sunnah wal jamaah Indonesia menghadap Pemerintah
Saudi Arabia.
Untuk keperluan itu maka dibentuklah “Komite Hijaz” sebuah kelompok untuk
memobilisasi kekuatan dan dukungan umat bagi terlaksananya kerja dan tersampaikannya
aspirasi ulama‟. Segala kebutuhan dapat disiapkan meskipun dalam keadaan pas-pasan.
Delegasinya hanya KH. Wahab Hasbullah sendiri, seorang penasehat dari Mesir yaitu Syekh
Ghonaim (untuk memperbesar wibawa delegasi) sekretarisnya diambilkan dari mahasantri
Indonesia yang ada di Arab Saudi, yaitu KH. Dachlan dari Nganjuk (untuk menhemat dana)
ketika delegasi akan berangkat, berbisik pikiran untuk “mempermanenkan” Komite Hijaz itu
untuk menjadi organisasi yang tetap, yaitu Nahdlatul Ulama. Alasan dibentuknya komite hijaz
yaitu untuk menjaga kemurnian agama dari musyrik dan bid‟ah, berbagi tempat bersejarah,
baik rumah Nabi Muhammad dan sahabat termasuk makam nabi yang hendak dibongkar.
Dengan kondisi seperti itu umat islam Indonesia yang berhaluan Ahlussunnah Wal Jama‟ah
merasa sangat prihatin kemudian mengirimkan usulan untuk menemui raja Ibnu Saud. Utusan
inilah yang disebut Komite Hijaz.
Jamiyah Nahdlatul Ulama didirikan di Surabaya pada tanggal 6 rojab 1344 H bertepatan
dengan 31 Januari 1926 M, dengan pendirinya antara lain :
1. KH. Hasyim Asy‟ari 2. KH. Wahab Hasbullah 3. KH. Bisri Syansuri
4. KH. Ridwan Abdullah 5. KH. Mas Alwi Abdul Aziz dan lain – lain
Tujuan, Struktur dan Perangkat Nahdlatul Ulama Tujuan Nahdlatul Ulama adalah
berlakunya ajaran islam menurut Faham Ahlu sunah wal jamaah dan menganut salah satu
madzhab empat, ditengah-tengah kehidupan masyarakat didalam wadah Negara kesatuan
Republik Indonesia.
C. Ciri-ciri, bentuk dan struktur organisasi NU Struktur :
1. Pengurus Besar (tingkat Pusat).
2. Pengurus Wilayah (tingkat Propinsi), terdapat 33 Wilayah.
3. Pengurus Cabang (tingkat Kabupaten/Kota) atau Pengurus Cabang Istimewa untuk
kepengurusan di luar negeri, terdapat 439 Cabang dan 15 Cabang Istimewa.
4. Pengurus Majlis Wakil Cabang / MWC (tingkat Kecamatan), terdapat 5.450 Majelis
Wakil Cabang.
5. Pengurus Ranting (tingkat Desa / Kelurahan), terdapat 47.125 Ranting.
25
Untuk Pusat, Wilayah, Cabang, dan Majelis Wakil Cabang, setiap kepengurusan terdiri
dari:
1. Mustasyar (Penasihat)
2. Syuriyah (Pimpinan tertinggi)
3. Tanfidziyah (Pelaksana Harian)
Lembaga
Merupakan pelaksana kebijakan NU yang berkaitan dengan suatu bidang tertentu.
Lembaga ini meliputi:
1. Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU)
2. Lembaga Pendidikan Ma'arif Nahdlatul Ulama (LP Ma'arif NU)
3. Lembaga Pelayanan Kesehatan Nahdlatul Ulama (LPKNU )
4. Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU)
5. Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LP2NU)
6. Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI)* (Indonesia) Lembaga Rabithah Ma'ahid
Islamiyah Nahdlatul Ulama- Asosiasi Pesantren Nahdlatul Ulama
7. Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKKNU)
8. Lembaga Takmir Masjid (LTM)
9. Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia NU
10. Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (SARBUMUSI)
11. Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH)
12. Lajnah Bahtsul Masail (LBM-NU)
13. Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama (LKNU)
14. Lembaga Badan Halal Nahdlatul Ulama (LBHNU)
Lajnah
Merupakan pelaksana program Nahdlatul Ulama (NU) yang memerlukan penanganan
khusus. Lajnah ini meliputi:
1. Lajnah Falakiyah (LF-NU)
2. Lajnah Ta'lif wan Nasyr (LTN-NU)
3. Lajnah Auqaf (LA-NU)
4. Lajnah Zakat, Infaq, dan Shadaqah (Lazis NU)
Badan Otonom
Merupakan pelaksana kebijakan NU yang berkaitan dengan kelompok masyarakat
tertentu. Badan Otonom ini meliputi:
1. Jam'iyyah Ahli Thariqah Al-Mu'tabarah An- Nahdliyah
2. Muslimat Nahdlatul Ulama
3. Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor)
4. Fatayat Nahdlatul Ulama
5. Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU)
6. Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU)
7. Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU)
26
8. Pencak Silat Nahdlatul Ulama Pagar Nusa (PSNU Pagar Nusa)
9. Jami'iyyatul Qurro wal Huffadz (JQH)
10. Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (PERGUNU)
D. Paham keagamaan NU
NU menganut paham Ahlussunah waljama'ah, merupakan sebuah pola pikir yang
mengambil jalan tengah antara ekstrem aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrem naqli
(skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya al-Qur'an, sunnah, tetapi juga
menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik (Ijma‟ san Qiyash). Cara
berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu
Mansur Al- Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian dalam bidang fiqih lebih cenderung
mengikuti mazhab: imam Syafi'i dan mengakui tiga madzhab yang lain: imam Hanafi, imam
Maliki,dan imam Hanbali sebagaimana yang tergambar dalam lambang NU berbintang 4 di
bawah. Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-
Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat.
Gagasan kembali kekhittah pada tahun 1984, merupakan momentum penting untuk
menafsirkan kembali ajaran ahlussunnah wal jamaah, serta merumuskan kembali metode
berpikir, baik dalam bidang fikih maupun sosial. Serta merumuskan kembali hubungan NU
dengan negara. Gerakan tersebut berhasil kembali membangkitkan gairah pemikiran dan
dinamika sosial dalam NU.
Dalil Tawassul:
27
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan carilah sebuah perantara
untuk sampai kepada Allah berjihadlah kamu dijalanya mudah-mudahan kamu mendapat
keuntungan”. (Al Maidah 35)
2. Dzikir berjama`ah
Membaca dzikir dengan berjama`ah sehabis menunaikan sholat maupun dalam momen
tertentu, seperti istighotsah, Tahlilan adalah perbuatan yang tidak bertentangan dengan
ajaran Agama bahkan termasuk perbuatan yang dituntun oleh Agama.
Dalilnya:
“Ingatlah (berdzikirlah) kamu semua kepadaKu niscaya Aku ingat kepadamu” (Al
Baqoroh 152)
3. Ziarah kubur
Pada masa awal Islam Nabi melarang umat Islam melakukan ziarah kubur karena khawatir
umat Islam akan menjadi penyembah kuburan. Setelah akidah umat Islam kuat dan tidak
ada kekhawatiran untuk berbuat syirik Nabi membolehkan para sahabatnya untuk
melakukan ziarah kubur.
Rosulullah bersabda yang artinya: Rosulullah SAW bersabda, “ sesungguhnya aku pernah
melarang kalian berziarah kubur. Ingatlah, maka berziarahlah kekubur karena
sesungguhnya hal itu dapat menjadikan sikap zuhud di dunia dan dapat mengingatkan
kepada akhirat”. (HR. Ibnu Majjah)
ُٔقذُٔردُفيُاأنثرُعٍُسيذُانثشرُصهَُْٗلالُعهئُّسهىُأَُّقالُئٍُرحُيؤيُاُفكأًَاُاحيأُِيٍُقرأُذاريخُّفكأًَا
ُزارُِٔيٍُزارُِفقذُاسرٕجة.ِرضٕاٌَُْلالُفُٗحرٔرُانجُحُٔحقُعهُٗانًرءُأٌُيكروُزائر
Terdapat dalam sebuah atsar dari gustinya manusia saw. Sesungguhnya beliau bersabda,
“Barang siapa membuat (menulis biografi seorang mukmin maka ia seperti
menghidupkanya kembali dan barang siapa membaca sejarahnya maka seolah-olah ia
mengunjunginya dan barang siapa mengunjunginya maka ia berhak mendapatkan ridho
Allah dalam surga dan sudah seharusnya bagi seseorang memuliakan orang yang
menziarahinya”.
5. Tahlilan
Berkumpul untuk melakukan tahlilan merupakan tradisi yang telah diamalkan secara turun
temurun oleh mayoritas umat Islam Indonesia. Meskipun format acaranya tidak diajarkan
secara langsung oleh Rosulullah namun kegiatan tersebut dibolehkan karena tidak satupun
unsur-unsur yang terdapat didalamnya bertentangan dengan ajaran Islam, karena itu
pelaksanakan tahlilan secara esensial merupakan perwujudan dari tuntunan Rosulullah.
28
Dalil tahlil di maqbaroh
ُُقالُرسٕلَُْلالُصهَُْٗلالُعهئُّسهىُيٍُدخم:ُُقال.ض.ُُْٕعٍُأتيُْريرجُرُانًقاترُثىُقرأُفاذححُانكرابُُٔقم
َٗشفعاءُ جعهدُثٕابُياُقرأخُيٍُكانًكُأنٓمُانًقاترُيٍُانًؤيُئٍُانًؤيُاخُكإَا َْلالُاحذُُٔأنٓاكىُانركاثرُثىُقالُإ
ٗنُّانَُْٗلالُذعان
Dari Abi Huroiroh Rosulullah saw. Bersabda, Barang siapa masuk ke pemakaman
kemudian ia membaca surat Al fatikhah, Al ikhlash, Atakatsur lalu ia berdo`a “sungguh
kujadikan pahala membaca kalamu untuk ahli kubur dari kaum mukminin dan mukminat,
maka meraka akan menjadi penolongnya dihadapan Allah”
KE-IPNU-AN
IPNU adalah singkatan dari Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama, yang didirikan pada
tanggal 24 Februari 1954 M / 20 Jumadil Akhir 1373 H di Semarang. IPNU adalah salah satu
organisasi di bawah naungan Jamiyyah Nahdlatul Ulama, tempat berhimpun, wadah
komunikasi, wadah aktualisasi dan wadah yang merupakan bagian integral dan potensi
generasi muda Indonesia secara utuh.
Oleh karena itu keberadaan IPNU memiliki posisi strategis sebagai wahana
kaderisasi pelajar NU sekaligus alat perjuangan NU dalam menempatkan pemuda sebagai
sumberdaya insani yang vital, yang dituntut berkiprah lebih banyak dalam kancah
pembangunan bangsa dan negara dewasa ini.
A. TUJUAN IPNU
Berdasarkan Peraturan Dasar IPNU Bab IV pasal 7 disebutkan bahwa IPNU adalah
terbentuknya putra-putra bangsa yang bertaqwa kepada Allah SWT, berilmu, berakhlak mulia
dan berwawasan kebangsaan serta bertanggung jawab atas tegak dan terlaksananya syariat
agama Islam menurut faham Ahlussunah Wal Jamaah yang berdasarkan pancasila dan UUD
1945.
selain hal di atas yang harus diketahui oleh warga IPNU adalah :
Dalam Bab III pasal 5 tentang sifat disebutkan bahwa IPNU bersifat keterpelajaran,
kekeluargaan, kemasyarakatan dan keagamaan. Dalam Bab III pasal 6, tentang fungsi
disebutkan bahwa fungsi IPNU sebagai :
1. Wadah berhimpun Putra Nahdlatul Ulama untuk melanjutkan semangat nilai-nilai
Nahdliyah.
2. Wadah komunikasi Putra Nahdlatul Ulama untuk menggalang ukhuwah islamiyah.
3. Wadah aktualitas Putra Nahdlatul Ulama dalam pelaksanaan dan pengembangan
4. Wadah kaderisasi Putra Nahdlatul Ulama untuk mempersiapkan kader-kader
bangsa.
29
b. Lambang IPNU
30
C. PRINSIP PERJUANGAN
I. MUKADIMAH
Manusia adalah hamba Allah (abdullah) dan sekaligus pemimpin (khalifatullah fil
ardh). Sebagai hamba, kewajibanya adalah beribadah, mengabdi kepada Allah SWT,
menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi segala laranganNya. Sebagai khalifah,
tugasnya adalah meneruskan risalah kenabian, yakni mengelola bumi dan seisinya. Keduanya
terkait, tidak terpisah, dan saling menunjang. Mencapai salah satunya, dengan mengabaikan
yang lain, adalah kemustahilan. Menjadi hamba pasti sekaligus menjadi kholifah. Demikian
juga sebaliknya. Keduanya juga terikat oleh konteks kesejarahan yang senantiasa bergeser.
Inilah amanah suci setiap insan.
Dalam Al Qur‟an ditegaskan, makna manusia sebagai khalifah memiliki dimensi
sosial (horizontal), yakni mengenal alam (QS 2:31), memikirkannya (QS 2: 164) dan
memanfaatkan alam dan isinya demi kebaikan dan ketinggian derajat manusia sendiri (QS
11:61). Sedangkan fungsi manusia sebagai hamba Allah memiliki dimensi ilahiah (vertikal),
yaitu mempertanggungjawabkan segala perbuatan dan ucapan di hadapan Allah SWT.
Risalah ini sudah dimulai sejak dahulu kala, sejak nabi Muhammad saw
memperkenalkan perjuangan suci yang mengubah peradaban gelap menuju peradaban yang
tercerahkan. Tugas suci yang mulia ini telah dilaksanakan para pejuang dan para leluhur kita,
yang menjawab tantangan zamannya sesuai dengan dinamika zamannya. Sekarang, setelah
sekian lama risalah tersebut berjalan, manusia dihadapkan pada tantangan baru. Zaman telah
bergeser. Seiring dengan itu juga terjadi pergeseran tantangan zaman. Tugas untuk menjawab
tantangan ini jelas bukan tanggung jawab generasi terdahulu, melainkan tugas generasi
sekarang. Tantangan tersebut berada dalam tingkatan lokal, nasional, dan internasional.
Tantangan tersebut meliputi ranah keagamaan, politik, ekonomi, sosial, budaya,
hingga pendidikan. Perkembangan sosial yang pesat dalam berbagai tataran tersebut tidak
identik dengan naiknya derajat peradaban manusia. Sebaliknya, berbagai ketidakadilan sosial
semakin menyelimuti kehidupan kita. Karenanya, perjuangan keislaman dalam konteks
kebangsaan Indonesia senantiasa bergulir setiap waktu, tidak pernah usai. Saat ini, tantangan
itu begitu nyata, berkesinambungan dan meluas. Sebagai generasi terpelajar yang mewarisi ruh
perjuangan panjang di negeri ini, Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) terpanggil untuk
memberikan yang terbaik bagi tanah air tercinta. Bagi IPNU, hal ini adalah mandat suci dan
kehormatan yang diamanahkan oleh Allah SWT.
Cita-cita perjuangan dan tantangan sosial tersebut mendorong IPNU merumuskan
konsepsi ideologis (pandangan hidup yang diyakininya) berupa Prinsip Perjuangan IPNU
sebagai landasan berfikir, bertindak, berperilaku, dan berorganisasi. Prinsip Perjuangan IPNU
adalah perwujudan dari tugas profetik (kenabian) dalam konteks IPNU.
II. LANDASAN HISTORIS
IPNU adalah Badan Otonom yang bergerak sebagai garda terdepan kaderisasi
Nahdlatul Ulama di tingkat pelajar dan santri. Terdapat beberapa aspek yang melatar belakangi
berdirinya organisasi IPNU antara lain: Pertama, Aspek Ideologis, yang menegaskan posisi
Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam dan berhaluan
Ahlussunnah wal jama‟ah sehingga perlu dipersiapkan kaderkader penerus perjuangan NU
dalam kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara. Kedua, aspek paedagogis, yaitu adanya
keinginan untuk menjembatani kesenjangan antara pelajar dan santri serta mahasiswa pada
pendidikan umum dan pendidikan pondok pesantren, sekaligus memberdayakan potensi
mereka untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, utamanya bagi generasi pelajar NU.
Ketiga, aspek sosiologis, yaitu adanya persamaan tujuan, kesadaran dan keikhlasan akan
31
pentingnya suatu wadah pembinaan bagi generasi penerus para ulama dan penerus perjuangan
bangsa.
Dalam sejarahnya, IPNU mengalami dinamika organisatoris yang penuh tantangan,
sesuai dengan konteks sosial yang melingkupinya. Pada posisi ini, IPNU mengalami tahapan
sejarah yang dapat dikelompokkan menjadi tiga periode: 1) periode Perintisan; 2) Periode
Pendirian; 3) Periode Pertumbuhan dan Perkembangan.
1. Periode Perintisan
Kelahiran IPNU bermula dari adanya jam‟iyah yang bersifat lokal atau
kedaerahan yang berupa kumpulan pelajar, sekolah dan pesantren, yang semula
dikelola oleh para Ulama. Di Surabaya didirikan Tsamrotul Mustafidin (1936).
Selanjutnya Persatuan Santri Nahdlatul Oelama atau PERSANO (1939). Di Malang
(1941) lahir Persatuan Murid Nahdlatul Oelama (PAMNU). Dan pada saat itu banyak
para pelajar yang ikut pergerakan melawan penjajah. Pada tahun 1945 terbentuk
Ikatan Murid Nahdlatul Oelama (IMNO). Di Madura (1945) berdiri Ijtimauth
Tolabiah dan Syubbanul Muslim, kesemuanya itu juga ikut berjuang melawan
penjajah dengan gigih. Di Semarang (1950) berdiri Ikatan Mubaligh Nahdlatul
Oelama dengan anggota yang masih remaja. Sedangkan 1953 di Kediri berdiri
Persatuan Pelajar Nahdlatul Oelama ((PERPENO). Pada tahun yang sama di Bangil
berdiri Ikatan Pelajar Nahdlatul Oelama (IPENO). Pada tahun 1954 di Medan berdiri
Ikatan Pelajar Nahdlatul Oelama (IPNO). Dari sekian banyak nama yang mendekati
adalah IPNO yang lahir di Medan pada tahun 1954.
2. Periode Pendirian
Gagasan untuk menyatukan langkah dan nama perkumpulan diusulkan dalam
Konferensi Besar (Kombes) LP Ma‟arif pada 20 Jumadil Tsani 1373 H bertepatan 24
Februari 1954 M di Semarang. Usulan ini dipelopori oleh pelajar Yogyakarta,
Surakarta dan Semarang yang terdiri Sofyan Cholil (mahasiswa UGM), H. Mustofa
(Solo), Abdul Ghoni dan Farida Achmad (Semarang), Maskup dan M. Tolchah
Mansyur (Malang). Dengan suara bulat dan mufakat dilahirkanlah organisasi yang
bernama Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dengan ketua pertama, M. Tolchah
Mansyur.
Pada tanggal 30 April – 1 mei 1954 IPNU menggelar konferensi segilima di solo
yang dihadiri oleh perwakilan dari Jogjakarta, Semarang, Solo, Jombang dan Kediri.
Konferensi ini berhasil merumuskan asas organisasi, yaitu Ahlussunnah Wal Jamaah,
dan tujuan organisasi, yaitu mengemban risalah islamiyah, mendorong kualitas
pendidikan dan mengkonsolidir pelajar. Konferensi ini juga menetapkan M. Tolhah
Mansur sebagai ketua Umum IPNU pertama. Dalam konferensi ini ditetapkan
PD/PRT dan berusaha untuk mendapatkan legitimasi/pengakuan secara formal dari
NU.
Usaha untuk mencari legitimasi ini diwujudkan dengan mengirimkan delegasi
pada Muktamar NU ke X di Surabaya pada 8-14 September 1954. Delegasi dipimpin
oleh M. Tolchah Mansyur, dengan beranggotakan 5 orang yaitu Sofyan Cholil, M
Najib Abdul Wahab, Abdul Ghoni dan Farida Achmad. Dengan perjuangan yang
gigih akhirnya IPNU mendapatkan pengakuan dengan syarat hanya beranggotakan
laki-laki saja.
33
Surabaya pada 20 Agustus 1966, IPNU-IPPNU meminta hak Otonomi sendiri
dengan tujuan agar dapat mengatur Rumah Tangganya sendiri dan dapat
memusatkan organisasi ini ke Ibu Kota Negara. Pengakuan otonomi diberikan
pada muktamar NU di Bandung tahun 1967, yang dicantumkan dalam AD/ART
NU Pasal 10 Ayat 1 dan ayat 9. Pada Muktamar NU di Semarang tahun 1979
status IPNU terdapat pada pasal 2 Anggaran Dasar NU.
Pada Kongres VII dilaksanakan di Semarang, Jawa Tengah, pada 20 - 25
agustus 1970, situasi nasional mengalami perubahan rezim, dari Orde Lama ke
Orde Baru (Orba). Selain berbagai keputusan internal, kongres juga memberikan
respon politik terhadap Orba yang menunjukkan watak otoritarian- birokratik,
mengkritisi militerisme, dan mendesak penaikan anggaran pendidikan 25% dalam
APBN. Kongres VIII dilaksanakan pada 26 -30 des 1976 di Wisma Ciliwung di
Jakarta. Dibandingkan dengan momentum kongres sebelumnya, pelaksanaan
kongres di jakarta ini merupakan yang terlama sebagai implikasi dari upaya
penjinakan yang dilakukan oleh rezim Orba. Selain penyempurnaan PD/PRT dan
perumusan Prgram kerja, juga dibangun aliansi strategis antar pelajar.
Selanjutnya, pada Kongres IX dilaksanakan di Cirebon, Jawa Barat, pada 20-25
juni 1981 menghasilkan keputusan penting menyangkut: pola program organisasi,
penguatan pelatihan, pengesahan pedoman pengkaderan dan lain-lain.
Pada fase Khittah, utamanya di masa awal berkuasanya rezim Orde Baru,
infilitrasi politik dan penundukan terhadap organisasi non pemerintah, termasuk
di dalamnya NU dan IPNU sebagai banomnya, telah berpengaruh besar terhadap
orientasi perjuangan dan penataan organisasi. Diantaranya pemberlakuan asas
tunggal Pancasila sebagai satu-satunya asas bagi semua organisasi, dan terutama
bagi organisasi pelajar seperti IPNU, menunggalkan Organisasi Siswa Intra
Sekolah (OSIS) sebagai satu-satunya organisasi pelajar. Pada posisi inilah, IPNU
dipaksa untuk bergeser dari khittahnya, sebagai organisasi pelajar.
b. Fase Transisi
Fase transisi dimaksudkan sebagai identifikasi historis dinamika IPNU yang
mengalami pergeseran orientasi dan peralihan target group organisasi dari
“pelajar” ke “putra”. Pergeseran orientasi dan peralihan lahan garap ini terjadi
pada momentum Kongres ke X. Penyelenggaraan Kongres X di pondok Pesantren
Mambaul Ma‟arif Denanyar, Jombang, Jawa Timur, pada 29 – 31 januari 1988
mencatat sejarah penting, yaitu mengubah akronim “pelajar” menjadi “putra”
untuk menyesuaikan diri dengan UU No. 8 tahun 1985 tentang Keormasan.
Kebijakan ini dikenal dengan “depolitisasi pelajar”. Pada masa inilah Pemerintah
melarang keberadaan organisasi pelajar, kecuali OSIS.
Dari tekanan represif pemerintah itu, pada Kongres X ini, kepanjangan
IPNU yang awalnya “Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama” menjadi “Ikatan Putra
Nahdlatul Ulama”. Ini semata-mata adalah ikhtiar agar IPNU tetap bertahan
dalam menghadapi dampak represif rezim otoriter. Dengan perubahan nama
tersebut, maka perubahan dalam berbagai sektor pun tidak dapat dielakkan.
Pembinaan IPNU tidak lagi hanya terbatas pada warga NU yang berstatus pelajar,
melainkan mencakup semua putra NU, baik yang mengenyam pendidikan
maupun yang tidak.
Kongres XI di Lasem, Rembang, Jawa Tengah, pada tanggal 23 – 27
Desember 1992 dengan menghasilkan langkah strategis IPNU untuk
memberdayakan pelajar dan remaja pada umumnya. Di tingkat internal, lahir
keputusan organisasi bahwa pelaksanaan kegiatan IPNU tanpa keterkaitan dengan
IPPNU begitu juga sebaliknya, dan pelaksanaan kegiatan harus diteruskan pada
struktur hingga ke bawah. Selain itu, IPNU juga merespon realitas eksternal
dengan merekomendasikan kepada pemerintah untuk membubarkan Sumbangan
Dermawan Sosial Berhadiah (SDSB).
34
Selanjutnya, Kongres XII di Garut Jabar pada 10 – 14 juli 1996. Periode
pimpinan pusat dari 5 tahun menjadi 4 tahun. Usia maksimum diubah dari 32
menjadi 35 tahun.
35
2. Cara Bersikap
IPNU memandang dunia sebagai kenyataan yang beragam. Karena itu
keberagaman diterima sebagai kenyataan. Namun juga bersikap aktif yakni menjaga
dan mempertahankan kemajemukan tersebut agar harmonis (selaras), saling mengenal
(lita‟arofu) dan memperkaya secara budaya. Sikap moderat (selalu mengambil jalan
tengah) dan menghargai perbedaan menjadi semangat utama dalam mengelola
kemajemukan tersebut. Dengan demikian IPNU juga menolak semua sikap yang
mengganggu keanekaragaman atau keberagaman budaya tersebut. Pluralitas, dalam
pandangan IPNU harus diterima sebagai kenyataan sejarah.
3. Cara Bertindak
Dalam bertindak, Aswaja mengakui adanya kehendak Allah (taqdir) tetapi
Aswaja juga mengakui bahwa Allah telah mengkaruniai manusia pikiran dan
kehendak. Oleh karena itu dalam bertindak, IPNU tidak bersikap menerima begitu
saja dan menyerah kepada nasib dalam menghadapi kehendak Allah, tetapi berusaha
untuk mencapai taqdir Allah dengan istilah kasab (usaha). Namun demikian, tidak
harus berarti bersifat antroposentris (mendewakan manusia), bahwa manusia bebas
berkehendak. Tindakan manusia tidak perlu dibatasi dengan ketat, karena akan
dibatasi oleh alam, oleh sejarah. Sementara Allah tidak dibatasi oleh faktor-faktor
tersebut. Dengan demikian IPNU tidak memilih menjadi sekuler, melainkan sebuah
proses pergerakan iman yang mengejawantah dalam seluruh aspek kehidupan.
36
2. Keilmuan, Prestasi, dan Kepeloporan
a. Menjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan teknologi dengan semangat
peningkatan kualitas SDM IPNU dan menghargai para ahli dan sumber
pengetahuan secara proporsional.
b. Menjunjung tinggi nilai-nilai amal, kerja dan prestasi sebagai bagian dari
ibadah kepada Allah SWT.
c. Menjunjung tinggi kepeloporan dalam usaha mendorong, memacu, dan
mempercepat perkembangan masyarakat.
3. Sosial Kemasyarakatan
a. Menjunjung tinggi kebersamaan di tengah kehidupan berbangsa dan
bernegara dengan semangat mendahulukan kepentingan publik daripada
kepentingan pribadi.
b. Selalu siap mempelopori setiap perubahan yang membawa manfaat bagi
kemaslahatan manusia.
4. Keikhlasan dan Loyalitas
a. Menjunjung tinggi keikhlasan dalam berkhidmah dan berjuang.
b. Menjunjung tinggi kesetiaan (loyalitas) kepada agama, bangsa, dan negara
dengan melakukan ikhtiar perjuangan di bawah naungan IPNU.
V. LANDASAN BERTINDAK
Dalam melakukan aktivitas-aktivitas perjuangan dan pengembangan IPNU di
tengah-tengah masyarakat, kader-kader IPNU senantiasa harus berpedoman pada 5 (lima)
prinsip dasar tindakan berupa nilai-nilai strategis dari ajaran Islam. Kelima prinsip dasar
tindakan itu disebut al-mabadi al-khomsah, yaitu:
1. Al-Shidqu
Butir ini mengandung arti kejujuran/kebenaran, kesungguhan dan keterbukaan.
Kejujuran/kebenaran adalah yang diucapkan sama dengan yang dibatin. Jujur dalam
hal ini berarti tidak plin-plan dan tidak dengan sengaja memutarbalikkan fakta atau
memberikan informasi yang menyesatkan. Dan tentu saja jujur pada diri sendiri.
Termasuk dalam pengertian ini adalah jujur dalam bertransaksi, artinya menjauhi
segala bentuk penipuan demi mengejar keuntungan. Jujur dalam bertukar pikiran,
artinya mencari maslahat dan kebenaran serta bersedia mengakui dan menerima
pendapat yang lebih baik.
Keterbukaan adalah sikap yang lahir dari kejujuran demi menghindarkan saling
curiga, kecuali dalam hal-hal yang harus dirahasiakan karena alasan pengamanan.
Keterbukaan ini dapat menjadi faktor yang ikut menjaga fungsi kontrol. Tetapi dalam
hal-hal tertentu memang diperbolehkan untuk menyembunyikan keadaan sebenarnya
atau menyembunyikan informasi seperti telah disinggung di atas. Diperbolehkan pula
berdusta dalam mengusahakan perdamaian dan memecahkan masalah kemasyarakatan
yang sulit demi kemaslahatan umum.
3. Al-‟Adalah
Bersikap adil (al-‟adalah) mengandung pengertian obyektif, berintegritas,
proporsional dan taat asas. Butir ini mengharuskan orang berpegang pada kebenaran
obyektif dan menempatkan segala sesuatu pada tempatnya. Sikap ini untuk
menghindari distorsi yang dapat menjerumuskan orang ke dalam kesalahan fatal dan
kekeliruan bertindak yang bukan saja tidak menyelesaikan masalah, tetapi bahkan
menciptakan masalah. Lebih-lebih jika persoalannya menyangkut perselisihan atau
pertentangan di antara berbagai pihak. Dengan sikap obyektif, berintegritas dan
proporsional, distorsi semacam ini dapat dihindari. Implikasi lain dari al-adalah adalah
kesetiaan pada aturan main dan rasional dalam membuat keputusan, termasuk dalam
alokasi sumber daya dan tugas (the right man on the right place). "Kebijaksanaan"
memang seringkali diperlukan dalam menangani masalah-masalah tertentu. Tetapi
semua harus tetap di atas landasan (asas) bertindak yang disepakati bersama.
4. Al-Ta‟awun
Al-ta‟awun merupakan sendi utama dalam tata kehidupan masyarakat: manusia
tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan pihak lain. Pengertian ta‟awun meliputi tolong
menolong, setia kawan dan gotong royong dalam kebaikan dan taqwa. Imam al-
Mawardi mengaitkan pengertian al-birru (kebaikan) dengan kerelaan manusia dan
taqwa dengan ridho Allah SWT. Memperoleh keduanya berarti memperoleh
kebahagiaan yang sempurna. Ta‟awun juga mengandung pengertian timbal balik dari
masing-masing pihak untuk memberi dan menerima. Oleh karena itu, sikap ta‟awun
mendorong setiap orang untuk berusaha dan bersikap kreatif agar dapat memiliki
sesuatu yang dapat disumbangkan kepada orang lain dan kepada kepentingan
bersama. Mengembangkan sikap ta‟awun berarti juga mengupayakan konsolidasi.
5. Istiqomah
Istiqomah mengandung pengertian berkesinambungan dan berkelanjutan, dalam
pengertian tetap dan tidak bergeser dari jalur dan ketentuan Allah SWT dan rasulNya,
tuntunan yang diberikan oleh salafus sholih, dan aturan main serta rencana-rencana
yang disepakati bersama. Kesinambungan artinya keterkaitan antara satu kegiatan
dengan kegiatan yang lain dan antara satu periode dengan periode yang lain, sehingga
semuanya merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dan saling menopang.
Pelaksanaan setiap program merupakan proses yang berlangsung terus menerus dan
berkesinambungan, merupakan suatu proses maju (progressing) dan tidak berjalan di
tempat (stagnant).
38
a. Ukhuwwah Nahdliyyah
Sebagai gerakan yang berbasis NU ukhuwah nahdliyah harus menjadi
prinsip utama sebelum melangkah ke ukhuwah yang lain. Ini bukan untuk
memupuk sektarianisme, melainkan sebaliknya sebagai pengokoh ukhuwah
yang lain, sebab hanya kaum nahdiyin yang mempunyai sistem pemahaman
keagamaan yang mendalam dan bercorak sufistik yang moderat dan selalu
menghargai perbedaan serta gigih menjaga kemajemukan budaya, tradisi,
kepercayaan dan agama yang ada.
Kader IPNU yang mengabaikan ukhuwah nahdiyah adalah sebuah
penyimpangan. Sebab ukhuwah tanpa dasar aqidah yang kuat akan mudah
pudar karena tanpa dasar dan sering dicurangi dan dibelokkan untuk
kepentingan pribadi. Ukhuwah nahdliyah berperan sebagai landasan
ukhuwah yang lain. Karena ukhuwah bukanlah tanggapan yang bersifat
serta merta, melainkan sebuah keyakinan, penghayatan, dan pandangan
yang utuh serta matang yang secara terus menerus perlu dikuatkan.
b. Ukhuwwah Islamiyyah
Ukhuwah Islamiyah mempunyai ruang lingkup lebih luas yang melintasi
aliran dan madzhab dalam Islam. Oleh sebab itu ukhuwah ini harus
dilandasi dengan kejujuran, cinta kasih, dan rasa saling percaya. Tanpa
landasan tersebut ukhuwah islamiyah sering diselewengkan oleh kelompok
tertentu untuk menguasai yang lain. Relasi semacam itu harus ditolak,
sehingga harus dikembangkan ukhuwah islamiyah yang jujur dan amanah
serta adil.
Ukhuwah Islamiyah dijalankan untuk kesejahteraan umat Islam serta
tidak diarahkan untuk menggangu ketentraman agama atau pihak yang lain.
Dengan ukhuwah Islamiyah yang adil itu umat Islam Indonesia dan seluruh
dunia bisa saling mengembangkan, menghormati, melindungi serta
membela dari gangguan kelompok lain yang membahayakan keberadaan
iman, budaya dan masyarakat Islam secara keseluruhan.
c. Ukhuwwah Wathaniyyah
Sebagai organisasi yang berwawasan kebangsaan, maka IPNU
berkewajiban untuk mengembangkan dan menjaga ukhuwah wathoniyah
(solidaritas nasional). Dalam kenyataannya bangsa ini tidak hanya terdiri
dari berbagai warna kulit, agama dan budaya, tetapi juga mempunyai
berbagai pandangan hidup.
IPNU, yang lahir dari akar budaya bangsa ini, tidak pernah mengalami
ketegangan dengan konsep kebangsaan yang ada. Sebab keislaman IPNU
adalah bentuk dari Islam Indonesia (Islam yang berkembang dan melebur
dengan tradisi dan budaya Indonesia); bukan Islam di Indonesia (Islam yang
baru datang dan tidak berakar dalam budaya Indonesia).
Karena itulah IPNU berkewajiban turut mengembangkan ukhuwah
wathaniyah untuk menjaga kerukunan nasional. Karena dengan adanya
ukhuwah wathaniyah ini keberadaan NU, umat Islam dan agama lain
terjaga. Bila seluruh bagian bangsa ini kuat, maka akan disegani bangsa lain
dan mampu menahan penjajahan –dalam bentuk apapun- dari bangsa lain.
Dalam kerangka kepentingan itulah IPNU selalu gigih menegakkan
nasionalisme sebagai upaya menjaga keutuhan dan menjunjung tinggi
harkat dan martabat bangsa Indonesia.
d. Ukhuwwah Basyariyyah
Walaupun NU memegang teguh prinsip ukhuwah nahdliyah, ukhuwah
islamiyah dan ukhuwah wathaniyah, namun NU tidak berpandangan dan
berukhuwah sempit. NU tetap menjunjung solidaritas kemanusiaan seluruh
39
dunia (ukhuwah dauliyah), menolak pemerasan dan penjajahan
(imperialisme dan neo-imperialisme) satu bangsa atas bangsa lainnya karena
hal itu mengingkari martabat kemanusiaan. Bagi IPNU, penciptaan tata
dunia yang adil tanpa penindasan dan peghisapan merupakan keniscayaan.
Menggunakan isu kemanusiaan sebagai sarana penjajahan merupakan
tindakan yang harus dicegah agar tidak meruntuhkan martabat kemanusiaan.
Ukhuwah basyariyah memandang manusia sebagai manusia, tidak
tersekat oleh tembok agama, warna kulit atau pandangan hidup; semuanya
ada dalam satu persaudaraan dunia. Persaudaran ini tidak bersifat pasif
(diam di tempat), tetapi selalu giat membuat inisiatif (berikhtiar) dan
menciptakan terobosan baru dengan berusaha menciptakan tata dunia baru
yang lebih adil,beradab dan terbebas dari penjajahan dalam bentuk apapun.
2. Amanah
Dalam kehidupan yang serba bersifat duniawi (kebendaan), sikap
amanah mendapat tantangan besar yang harus terus dipertahankan. Sikap
amanah (saling percaya) ditumbuhkan dengan membangun kejujuran, baik pada
diri sendiri maupun pihak lain. Sikap tidak jujur akan menodai prinsip amanah,
karena itu pelakunya harus dikenai sangsi organisasi secara tegas. Amanah
sebagai ruh gerakan harus terus dipertahankan, dibiasakan dan diwariskan secara
turun temurun dalam sikap dan perilaku sehari-hari.
3. Ibadah (Pengabdian)
Berjuang dalam NU untuk masyarakat dan bangsa haruslah berangkat dari
semangat pengabdian, baik mengabdi pada IPNU, umat, bangsa, dan seluruh
umat manusia. Dengan demikian mengabdi di IPNU bukan untuk mencari
penghasilan, pengaruh atau jabatan, melainkan merupakan ibadah yang mulia.
Dengan semangat pengabdian itu setiap kader akan gigih dan ikhlas membangun
dan memajukan IPNU. Tanpa semangat pengabdian, IPNU hanya dijadikan
tempat mencari kehidupan, menjadi batu loncatan untuk memproleh kepentingan
pribadi atau golongan.
Lemahnya organisasi dan ciutnya gerakan IPNU selama ini terjadi karena
pudarnya jiwa pengabdian para pengurusnya. Pengalaman tersebut sudah
semestinya dijadikan pijakan untuk membarui gerakan organisasi dengan
memperkokoh jiwa pengabdian para pengurus dan kadernya. Semangat
pengabdian itulah yang pada gilirannya akan membuat gerakan dan kerja-kerja
peradaban IPNU akan semakin dinamis dan nyata.
4. Asketik (Kesederhanaan)
Sikap amanah dan pengabdian serta idealisme muncul bila seseorang
memiliki jiwa asketik (bersikap zuhud/sederhana). Karena pada dasarnya sikap
materialistik (hubbu al-dunya) akan menggerogoti sikap amanah dan akan
merapuhkan semangat pengabdian, karena dipenuhi pamrih duniawi. Maka,
sikap zuhud adalah suatu keharusan bagi aktivis IPNU. Sikap ini bukan berarti
anti duniawi atau anti kemajuan, akan tetapi menempuh hidup sederhana, tahu
batas, tahu kepantasan sebagaimana diajarkan oleh para salafus sholihin. Dengan
sikap asketik itu keutuhan dan kemurnian perjuangan IPNU akan terjaga,
sehingga kekuatan moral yang dimiliki bisa digunakan untuk menata bangsa ini.
5. Non-Kolaborasi
Landasan berorganisasi non-kolaborasi harus ditegaskan kembali,
mengingat dewasa ini banyak lembaga yang didukung oleh pemodal asing yang
menawarkan berbagai jasa dan dana yang tujuannya bukan untuk memandirikan,
melainkan untuk menciptakan ketergantungan dan pengaburan terhadap khittah
serta prinsip-prinsip gerakan NU secara umum, melalui campur tangan dan
40
pemaksaan ide dan agenda mereka. Karena itu untuk menjaga kemandirian,
maka IPNU harus menolak untuk berkolaborasi (bekerja sama) dengan kekuatan
pemodal asing baik secara akademik, politik, maupun ekonomi. Selanjutnya
kader-kader IPNU berkewajiban membangun paradigma (kerangka) keilmuan
sendiri, sistem politik dan sistem ekonomi sendiri yang berakar pada budaya
sejarah bangsa nusantara sendiri.
7. Kritik-Otokritik
Untuk menjaga keberlangsungan organisasi serta memperlancar jalannya
program, maka perlu adanya cara kerja organisasi. Untuk mengatasi
kemungkinan terjadinya kemandekan atau bahkan penyimpangan, maka
dibutuhkan kontrol terhadap kinerja dalam bentuk kritik-otokritik (saling koreksi
dan introspeksi diri). Kritik-otokritik ini bukan dilandasi semangat permusuhan
tetapi dilandasi semangat persaudaraan dan rasa kasih sayang demi perbaikan
dan kemajuan IPNU.
b. Fungsi
Wadah berhimpun Pelajar NU untuk mencetak kader aqidah.
Wadah berhimpun pelajar NU untuk mencetak kader ilmu.
Wadah berhimpun pelajar NU untuk mencetak kader organisasi.
41
Kelompok masyarakat yang menjadi sasaran panggilan dan pembinaan
(target kelompok) IPNU adalah setiap pelajar bangsa (siswa dan santri) yang
syarat keanggotaannya ketentuan dalam PD/PRT.
2. Posisi IPNU
a. Intern (dalam lingkungan NU)
IPNU sebagai perangkat dan badan otonom NU, secara kelembagaan
memiliki kedudukan yang sama dan sederajat dengan badan-badan otonom
lainnya, yaitu memiliki tugas utama melaksanakan kebijakan NU, khususnya
yang berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu. Masing-masing badan
yang berdiri sendiri itu hanya dapat dibedakan dengan melihat kelompok yang
menjadi sasaran dan bidang garapannya masing-masing.
3. Orientasi IPNU
Orientasi IPNU berpijak pada kesemestaan organisasi dan anggotanya
untuk senantiasa menempatkan gerakannya pada ranah keterpelajaran dengan
kaidah “belajar, berjuang, dan bertaqwa,” yang bercorak dasar dengan wawasan
kebangsaan, keislaman, keilmuan, kekaderan, dan keterpelajaran.
a. Wawasan Kebangsaan
Wawasan kebangsaan ialah wawasan yang dijiwai oleh asas kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan, yang mengakui keberagaman
masyarakat, budaya, yang menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan, hakekat
dan martabat manusia, yang memiliki tekad dan kepedulian terhadap nasib
bangsa dan negara berlandaskan prinsip keadilan, persamaan, dan demokrasi.
b. Wawasan Keislaman
Wawasan keIslaman adalah wawasan yang menempatkan ajaran agama
Islam sebagai sumber nilai dalam menunaikan segala tindakan dan kerja- 59
kerja peradaban. Ajaran Islam sebagai ajaran yang merahmati seluruh alam,
mempunyai sifat memperbaiki dan menyempurnakan seluruh nilai-nilai
kemanusiaan. Oleh karena itu, IPNU dalam bermasyarakat bersikap tawashut
dan i‟tidal, menjunjung tinggi prinsip keadilan dan kejujuran di tengah-tengah
kehidupan masyarakat, bersikap membangun dan menghindari sikap tatharruf
(ekstrem, melaksanakan kehendak dengan menggunakan kekuasaan dan
kezaliman); tasamuh, toleran terhadap perbedaan pendapat, baik dalam
masalah keagamaan, kemasyarakatan, maupun kebudayaan; tawazun,
seimbang dan menjalin hubungan antar manusia dan Tuhannya, serta manusia
dengan lingkungannya; amar ma‟ruf nahy munkar, memiliki kecenderungan
untuk melaksanakan usaha perbaikan, serta mencegah terjadinya kerusakan
harkat kemanusiaan dan kerusakan lingkungan, mandiri, bebas, terbuka,
bertanggung jawab dalam berfikir, bersikap, dan bertindak.
c. Wawasan Keilmuan
Wawasan keilmuan adalah wawasan yang menempatkan ilmu
pengetahuan sebagai alat untuk mengembangkan kecerdasan anggota dan
kader. Sehingga ilmu pengetahuan memungkinkan anggota untuk
mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya dan tidak menjadi beban
sosial lingkungan. Dengan ilmu pengetahuan, akan memungkinan mencetak
42
kader mandiri, memiliki harga diri, dan kepercayaan diri sendiri dan dasar
kesadaran yang wajar akan kemampuan dirinya dalam masyarakat sebagai
anggota masyarakat yang berguna.
d. Wawasan Kekaderan
Wawasan kekaderan ialah wawasan yang menempatkan organisasi
sebagai wadah untuk membina anggota, agar menjadi kader–kader yang
memiliki komitmen terhadap ideologi dan cita–cita perjuangan organisasi,
bertanggungjawab dalam mengembangkan dan membentengi organisasi, juga
diharapkan dapat membentuk pribadi yang menghayati dan mengamalkan
ajaran Islam ala ahlussunnah wal jamaah, memiliki wawasan kebangsaan yang
luas dan utuh, memiliki komitmen terhadap ilmu pengetahuan, serta memiliki
kemampuan teknis mengembangkan organisasi, kepemimpinan, kemandirian,
dan populis.
e. Wawasan Keterpelajaran
Wawasan keterpelajaran ialah wawasan yang menempatkan organisasi
dan anggota pada pemantapan diri sebagai center of excellence (pusat
keutamaan) pemberdayaan sumberdaya manusia terdidik yang berilmu,
berkeahlian, dan mempunyai pandangan ke depan, yang diikuti kejelasan
tugas sucinya, sekaligus rencana yang cermat dan pelaksanaannya yang
berpihak pada kebenaran.
Wawasan ini mensyaratkan watak organisasi dan anggotanya untuk
senantiasa memiliki hasrat ingin tahu dan belajar terus menerus; mencintai
masyarakat belajar; mempertajam kemampuan mengurai dan menyelidik
persoalan; kemampuan menyelaraskan berbagai pemikiran agar dapat
membaca kenyataan yang sesungguhnya; terbuka menerima perubahan,
pandangan dan cara-cara baru; menjunjung tinggi nilai, norma, kaidah dan
tradisi serta sejarah keilmuan; dan berpandangan ke masa depan.
43
komunikasi, aktualisasi dan kaderisasi Pelajar-Pelajar NU. Selain itu IPNU juga merupakan
bagian integral dari potensi generasi muda Indonesia yang menitikberatkan bidang garapannya
pada pembinaan dan pengembangan remaja, terutama kalangan pelajar (siswa, santri, dan
mahasiswa).
Sebagai bagian yang tak terpisahkan dari generasi muda Indonesia, IPNU
senantiasa berpedoman pada nilai-nilai serta garis perjuangan Nahdlatul Ulama dalam
menegakkan Islam ahlusunnah wal jamaah. Dalam konteks kebangsaan, IPNU memiliki
komitmen terhadap nilai-nilai Pancasila sebagai landasan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Untuk melakukan fungsi dan mencapai tujuan sebagaimana diamanatkan dalam
Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga, IPNU harus merumuskan kebijakan, program
dan kegiatan dengan senantiasa memerhatikan dinamika internal maupun eksternal organisasi.
Selain itu, kepentingan dan keterkaitan IPNU dengan banyak pihak (stakeholders) juga menjadi
bagian penting yang harus diperhatikan.
Garis-garis Besar Program Perjuangan dan Pengembangan (GBPPP) IPNU disusun
dengan maksud agar setiap aktivitas IPNU senantiasa dilandasi oleh nilai-nilai perjuangan dan
pengabdian; dilakukan secara menyeluruh, terarah dan terpadu di setiap tingkat kepengurusan.
GBPPP IPNU merupakan kerangka pemikiran dalam meletakkan arah bagi penyelenggaraan
kegiatan organisasi, sehingga pencapaian sasaran utamanya dapat dilakukan dengan baik dan
tepat.
GBPPP IPNU menjadi kerangka acuan untuk menetapkan kebijakan organisasi dan
menjadi panduan dalam merumuskan programprogramnya, dengan tujuan:
1. Memantapkan keberadaan dan peran organisasi dalam memenuhi kepentingan
anggota, organisasi, dan masyarakat untuk menopang perjuangan IPNU.
2. Mengembangkan potensi anggota secara kritis, kreatif, inovatif, dan produktif
dalam mewujudkan kegiatan nyata yang bermanfaat bagi masyarakat dan
kalangan pelajar.
3. Meletakkan kerangka landasan bagi perjuangan organisasi berikutnya, secara
berencana dan berkesinambungan.
Rumusan yang tercantum dalam GBPPP IPNU mencakup 4 (empat) hal pokok,
yaitu: dasar pengembangan program, visi dan misi, analisis strategis pengembangan, dan
pokok-pokok program pengembangan.
Dasar pengembangan program terdiri atas mandat organisasi, nilai-nilai yang
menjadi pedoman serta azas-azas pengembangan. Visi merupakan gambaran apa yang ingin
dicapai IPNU ke depan, sedangkan untuk mencapai visi tersebut IPNU mengemban misi.
Analisis strategis pengembangan mencakup analisis lingkungan internal dan eksternal, analisis
SWOT serta analisis jaringan. Sedangkan pokok-pokok program pengembangan terdiri atas
isu-isu strategis yang selanjutnya memunculkan rumusan program-program dasar
pengembangan.
A. Mandat Organisasi
Mandat organisasi adalah tugas yang diberikan kepada IPNU, sebagai
salah satu Badan Otonom NU, dengan mengacu pada ketentuan-ketentuan
organisatoris NU. Dalam Pasal 10 ayat 1 Anggaran Dasar NU dinyatakan: ”Untuk
melaksanakan tujuan dan usaha-usaha sebagaimana dimaksud pasal 5 dan 6,
Nahdlatul Ulama membentuk perangkat organisasi yang meliputi : Lembaga,
44
Lajnah dan Badan Otonom yang merupakan bagian dari kesatuan
organisasi/Jam‟iyah Nahdlatul Ulama”.
Tujuan Nahdlatul Ulama sendiri adalah berlakunya ajaran Islam yang
menganut faham Ahlussunah wal jamaah dan menurut salah satu dari Madzhab
Empat untuk terwujudnya tatanan masyarakat yang demokratis dan berkeadilan
demi kemaslahatan dan kesejahteraan umat. (Pasal 5 Anggaran Dasar NU).
Sedangkan untuk mewujudkan tujuan di atas, dilakukan usaha-usaha di bidang
agama, pendidikan, pengajaran dan kebudayaan, sosial, ekonomi dan usahausaha
lain yang bermanfaat bagi masyarakat banyak guna terwujudnya Khaira Ummah.
(Pasal 6 Anggaran Dasar NU).
Badan Otonom adalah perangkat organisasi Nahdlatul Ulama yang
berfungsi melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama yang berkaitan dengan
kelompok masyarakat tertentu dan beranggotakan perorangan (Pasal 18 ayat 1
Anggaran Rumah Tangga NU). ”Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama disingkat IPNU,
adalah Badan Otonom yang berfungsi membantu melaksanakan kebijakan
Nahdlatul Ulama pada pelajar laki-laki dan santri laki-laki.” (Pasal 18 ayat 6 butir
‟f‟ Anggaran Rumah Tangga NU).
Oleh karenanya IPNU mempunyai tujuan terbentuknya Pelajar-pelajar
bangsa yang bertaqwa kepada Allah SWT, berilmu, berbudaya, berakhlak mulia dan
berwawasan kebangsaan serta bertanggungjawab atas tegak dan terlaksananya
syari‟at Islam menurut faham ahlussunah wal jamaah yang berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut, usaha-usaha yang dilakukan IPNU
adalah:
1. Menghimpun dan membina pelajar Nahdlatul Ulama dalam satu
wadah organisasi IPNU.
2. Mempersiapkan kader-kader intelektual sebagai penerus
perjuangan bangsa.
3. Mengusahakan tercapainya tujuan organisasi dengan menyusun
landasan program perjuangan sesuai dengan perkembangan
masyarakat (maslahah al-hammah), guna terwujudnya khairo
ummah.
4. Mengusahakan jalinan komunikasi dan kerjasama program dengan
pihak lain selama tidak merugikan organisasi. (Pasal 8 ayat 4
Peraturan Dasar IPNU).
B. Azas-Azas
Dalam melakukan aktivitas-aktivitas perjuangan dan pengembangan
IPNU, azas-azas yang digunakan adalah :
a. Asas Keterpaduan
Pelaksanaan program tidak dilakukan secara terpisah (parsial), tetapi
pelaksanaan setiap program memiliki makna terpadu (integral), begitu pula
antara pusat dan daerah
b. Asas Kebersamaan
Pelaksanaan program dilakukan dengan semangat kebersamaan dan saling
menunjang, sehingga keberhasilan program merupakan keberhasilan kolektif,
bukan keberhasilan individual.
c. Asas Manfaat
Pelaksanaan program dan hasilnya diupayakan secara maksimal untuk dapat
memberikan manfaat bagi anggota, organisasi dan masyarakat.
d. Asas Kesinambungan
Asas ini dimaksudkan agar pembenahan dan pengembangan merupakan usaha
yang mempunyai sifat meneruskan hal-hal yang baik yang pernah dilakukan.
Di sini terkandung prinsip istiqamah terhadap jalur kegiatan yang pernah
45
dilakukan sesuai dengan kaidah al-mukhafadlatu ‟ala al-qadim al-shalih wa
alakhdzu bi al-jadid al-ashlah.
e. Asas Kepeloporan
Gagasan dan pelaksanaan program dilakukan melalui kreatifitas, serta sarat
dengan etos dan semangat kepeloporan.
f. Asas Keseimbangan.
Gagasan dan program yang dilakukan senantiasa menjaga prinsip
keseimbangan: keseimbangan material-spiritual dan keseimbangan jasmani
dan rohani.
46
Di beberapa tempat, perangkat (sarana-prasarana) pendukung
berjalannya roda organisasi masih minim.
Di banyak tempat dan tingkatan kepengurusan, NU belum
melakukan pembinaan dan pengembangan terhadap IPNU sebagai
salah satu badan otonomnya.
Lemahnya koordinasi organisasi antar badan otonom NU.
Kurangnya support sekolah umum untuk memberikan ruang IPNU
melakukan pegkaderan.
b. Kaderisasi
Sistem kaderisasi yang ada belum sepenuhnya dijalankan oleh
beberapa jajaran tingkatan di IPNU.
Lemahnya perencanaan, implementasi dan evalusasi program
pengkaderan terutama di sekolah-sekolah, pesantren, dan perguruan
tinggi.
Belum ada standard isi (content) materi pengkaderan, maupun
standard pemateri pengkaderan.
Koordinasi program pengkaderan belum dilakukan secara optimal.
Minimnya kegiatan pengkaderan, berakibat pada minimnya jumlah
kader. Selanjutnya regenerasi kepengurusan terganggu/tidak stabil.
Lemahnya sistem pengkaderan dalam mewujudkan kader-kader
yang militan dan mempunyai kemampuan intelektual.
Belum adanya pendampingan kader yang optimal terutama di
sekolah dan pesantren.
Belum adanya kerangka distribusi kader dari jenjang kaderisasi
IPNU.
c. Pembiayaan Organisasi
Belum tergarapnya sistem iuran anggota dan alumni sebagai salah
satu penyokong berjalannya roda organisasi.
Belum optimalnya sumber pembiayaan organisasi, sehingga
seringkali mengalami kesulitan membiayai aktivitas organisasi.
Belum adanya sistem pengelolaan keuangan organisasi yang baik,
sehingga seringkali mengalami inefesiensi dalam pembiayaan
aktivitas organisasi.
d. Orientasi dan Pelaksanaan Program
Perencanaan kebijakan, program dan kegiatan belum sepenuhnya
dilakukan secara utuh dan menyeluruh. Kebijakan, program dan
kegiatan lebih banyak dilakukan secara temporer, tidak terencana,
sehingga tidak terjadi kesinambungan.
Kebijakan, program dan kegiatan belum banyak berorientasi pada
visi kepelajaran sebagaimana amanat organisasi.
Dibeberapa tempat, terjadi kevakuman aktivitas. Yang ada hanya
rutinitas mengikuti konferensi atau kongres.
Kebijakan, program dan kegiatan yang ada belum banyak
menyentuh kebutuhan dan kepentingan anggota, khususnya para
pelajar dan santri.
Belum terciptanya program kerja yang integrated.
Kurang maksimalnya program yang mampu mewadahi kader IPNU
di Indonesia untuk berkompetisi di tingkat Nasional.
e. Partisipasi–Kemitraan
Kurang terjalinnya kemitraan antara IPNU dengan pihak-pihak luar
yang mempunyai peran dan posisi strategis, baik pemerintah
maupun swasta, nasional maupun internasional. Kerjasama atau
kemitraan yang ada selama ini hanya bersifat temporer, belum
berupa aktivitas berkelanjutan.
47
Partisasipasi IPNU dalam dinamika kehidupan berbangsa dan
bernegara belum optimal. Dalam beberapa hal, khususnya bidang
pendidikan, respon terhadap persoalan pendidikan nasional amat
kurang.
Advokasi pendidikan mutlak harus dilakukan.
2. Analisis External
Sedangkan kondisi eksternal organisasi saat ini, dapat dilihat dari beberapa
aspek, yaitu;
a. Politik
Adanya sistem multi-partai yang memberi kesempatan untuk
partisipasi politik secara luas.
Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang penekanannya
pada Kabupaten/Kota.
Reformasi bidang politik yang sedang berjalan.
Potensi yang tinggi terhadap suara pemilih pemula pada
momentum Pemilihan Kepala Daerah, Pemilu Legislatif maupun
Pemilu Presiden.
b. Hukum
Kurang maksimalnya supremasi hukum. Penegakan dan kepastian
hukum di Indonesia masih rendah. Bahkan aparat penegak hukum
banyak terlibat kasus/praktik-praktik KKN.
Kesadaran dan kepatuhan masyarakat terhadap hukum juga masih
kurang.
c. Ekonomi
Terjadi eksploitasi kekayaan alam Indonesia yang hampir-hampir
tak terkendali, tidak mempertimbangkan kelestarian alam dan
lingkungan.
Adanya ketergantungan ekonomi Indonesia pada pihak asing.
Globalisasi ekonomi terjadi, salah satunya mengemuka dalam
bentuk liberalisasi perdagangan barang dan jasa.
Belum terciptanya pemerataan ekonomi dalam masyarakat
Indonesia.
d. Sosial-Budaya
Adanya kecenderungan materialisme dan pola hidup konsumerisme
pada masyarakat.
Kurangnya kecintaan terhadap produk-produk dalam negeri.
Adanya krisis moral dan keteladanan dari para pejabat dan elit
politik dari tingkat daerah maupun pusat.
Praktik-praktik KKN yang makin marak di hampir semua lini.
Agenda pemberantasan KKN belum menampakkan hasil berarti.
Derasnya pengaruh budaya dan gaya hidup "luar" seiring dengan
kemajuan teknologi komunikasi dan informasi.
Kurangnya kecintaan terhadap budaya Indonesia.
e. Dakwah
Rendahnya Integritas sosial ditengah masyarakat.
Adanya dakwa dengan mencuplik ayat-ayat alqur‟an untuk
kepentingan kelompok atau ideologi tertentu (fundamentalisme dan
radikalisme).
Longgarnya nilai-nilai moral dan etika ditengah masyarakat yang
berakibat pada degradasi moral.
Kurang maksimalnya dakwa di media sosial.
f. Pendidikan
Masih rendahnya mutu pendidikan nasional secara keseluruhan.
48
Rendahnya political will dari pihak penentu kebijakan untuk
meningkatkan kualitas pendidikan nasional
Mahalnya biaya pendidikan yang makin tidak terjangkau oleh
masyarakat bawah.
Sarana-prasarana pendidikan yang kurang memadai, terutama
pendidikan dasar-menengah diberbagai daerah di Indonesia banyak
tempat masih jauh dari memadai.
Maraknya kenakalan dan kekerasan di kalangan pelajar.
Sistem pendidikan yang tidak konsisten dan relevan.
B. Analisis SWOT
1. Kekuatan
a. Sebagai salah satu Banom NU. IPNU secara kelembagaan telah
terbentuk diseluruh Indonesia
b. Banyaknya pondok-pesantren sebagai ciri khas pendidikan di kalangan
warga NU merupakan basis potensial IPNU.
c. Banyaknya sekolah-sekolah milik NU maupun milik warga NU juga
merupakan basis potensial IPNU.
d. Berkembangnya pemikiran kritis dan moderat yang berpijak pada
khasanah keilmuan dan budaya Aswaja di kalangan remaja dan
pesantren.
e. IPNU yang berpedoman pada ajaran NU yang cenderung memiliki
kesamaan dengan tidak meninggalkan tradisi dan budaya dalam
masyarakat sehingga mudah diterima oleh masyarakat Indonesia.
f. IPNU memiliki bekal dan tradisi keagamaan yang kuat, dapat menjadi
tawaran bagi para remaja dan pelajar yang membutuhkan siraman rohani
dan aktivitas bernuansa keagamaan.
g. Adanya jaringan organisasi yang kuat mulai dari tingkat terbawah
sampai nasional dan internasional.
h. Posisi IPNU sebagai garda terdepan pengkaderan NU ditingkat pelajar
dan santri.
2. Kelemahan
a. Kebijakan, program dan kegiatan yang dilakukan tidak terencana, masih
bersifat temporal dan tidak berkesinambungan
b. Lemahnya profesionalisme dan manajemen organisasi.
c. Lemahnya sistem dan supporting system organisasi, sehingga organisasi
hanya bertumpu pada peran perseorangan atau kelompok. 70
d. Rendahnya konsistensi dari pengurus dalam menjalankan fungsinya.
e. IPNU belum mempunyai strategi implementasi yang operasional
terhadap rumusan visi sosialnya.
f. Adanya nuansa politik yang kuat, telah mengaburkan jatidiri IPNU.
g. Kekurangan sumber pembiayaan untuk aktivitas organisasi.
3. Peluang
a. Kecenderungan pemberian peran serta yang lebih besar kepada
masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya
bidang pendidikan, merupakan peluang bagi IPNU dalam melakukan
aktivitas-aktivitas pendidikan bagi para pelajar dan santri.
b. Adanya kesadaran dan kebutuhan akan nuansa religius bagi aktivis
remaja dan pelajar di tengah arus globalisasi.
c. Makin banyaknya pelajar-pelajar NU yang menempuh pendidikan di
sekolah-sekolah umum dan bergengsi akan memberikan peluang bagi
IPNU untuk melakukan komunikasi dan kordinasi dengan pihak sekolah
tersebut.
49
d. Banyaknya alumni IPNU yang menempati posisi strategis baik di level
pemerintahan maupun non pemerintahan.
e. Banyaknya Pelajar NU yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi
negeri maupun swasta.
4. Tantangan
a. Modernisasi dan globalisasi yang membawa nilai-nilai baru, yang
mempengaruhi perilaku, moralitas dan ideologi menjadi tantangan bagi
ajaran ahlussunah wal jama‟ah.
b. Modernisasi dan globalisasi juga potensial untuk melunturkan atau
melemahkan nilai-nilai idealisme dan semangat generasi muda. Budaya
‟instant‟, hedonisme, pengaruh negatif teknologi informasi, materialisme
merupakan contoh tantangan bagi masa depan generasi muda.
c. Adanya organisasi yang memiliki segmen garapan yang sama dengan
IPNU sehingga menyebabkan generasi muda IPNU tertarik pada
organisasi eksternal NU.
2. Masyarakat
Masyarakat merupakan elemen yang sangat penting dalam konteks
kehadiran dan kiprah organisasi. Kehadiran dan kiprah IPNU harus senantiasa
memberikan manfaat bagi masyarakat, dengan memperjuangkan kepentingan
masyarakat sesuai bidang garap IPNU. Artinya, kehadiran, kiprah dan
khidmat IPNU bukan hanya untuk warga NU semata, tetapi untuk masyarakat
secara luas, untuk bangsa dan Negara.
3. Sekolah
Sekolah merupakan institusi penting bagi eksistensi dan perkembangan
masyarakat. Hal ini karena sekolah merupakan tempat mendidik, sosialisasi
nilai, transfer ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun demikian, ada
keterbatasan sekolah dalam mengemban tugas pendidikan. Oleh karenanya,
IPNU sebagai organisasi yang garapannya pelajar merupakan penunjang
sekolah dalam mengemban tugas pendidikan, misalnya dalam masalah
pendidikan leadership (kepemimpinan), komunikasi dll. IPNU dapat
ditempatkan sebagai "second school".
4. Pondok Pesantren
50
Pondok Pesantren memiliki posisi sentral di NU. Bahkan sesungguhnya
visi, misi dan jati diri NU terletak dalam sistem pendidikan pondok pesantren.
Secara historis sistem pendidikan merupakan satu-satunya model pendidikan
Islam yang memelihara, meneguhkan, dan mengembangkan ajaran Islam
ahlussunah wal jama‟ah di tengah-tengah masyarakat. Pendidikan pesantren
dirancang dan dikelola oleh masyarakat sehingga pesantren memiliki
kemandirian yang luar biasa, baik dalam memenuhi kebutuhan sendiri,
mengembangkan ilmu (agama) maupun dalam mencetak ulama. Oleh karena
pentingnya peranan pesantren bagi NU, maka IPNU sebagai salah satu badan
otonom NU harus serius membina para santri, karena mereka adalah kader-
kader potensial NU masa depan.
5. Pemerintah
Di samping sebagai salah satu badan otonom NU, posisi IPNU adalah
bagian integral dari generasi muda Indonesia yang sadar akan tanggungjawab
dalam memberikan sumbangsih bagi tercapainya tujuan nasional. Dalam
kerangka pencapaian tujuan nasional, perlu upaya sinergi-terpadu antara
masyarakat dan pemerintah, sesuai dengan peran dan posisinya
masingmasing. IPNU memiliki fokus garapan para pelajar dan santri, yang
merupakan bagian dari generasi muda Indonesia. Dalam kaitan ini, perlu
jalinan kerjasama/partnership yang sinergis antara IPNU dan pemerintah.
Artinya dalam beberapa persoalan, IPNU juga harus tetap kritis menyoroti
berbagai kebijakan dan program pemerintah sesuai dengan relevansi persoalan
kebangsaan.
6. Swasta
Menjadikan mitra kerjasama dalam mensukseskan program kerja.
51
3. Program pembangunan dan pengembangan sistem serta supporting
system organisasi yang solid.
4. Program penataan dan pengembangan organisasi di seluruh
wilayah Indonesia.
5. Program pengembangan organisasi di sekolah- sekolah dan
pondok-pondok pesantren.
6. Program peningkatan profesionalisme dan orientasi penguatan
karakter pengurus di semua level dan tingkatan.
7. Program peningkatan kualitas pendidikan bagi pelajar.
8. Program pendataan potensi organisasi.
9. Program kegiatan riil yang dapat dirasakan oleh masyarakat.
10. Program kemitraan strategis dengan lembaga-lembaga strategis
pemerintah maupun swasta, nasional maupun asing, serta dengan
organisasi pelajar lainnya.
11. Program peningkatan kapasitas keilmuan dan penguasaan
teknologi bagi para pelajar (siswa dan santri).
12. Program pengelolaan jaringan eksternal.
13. Program ramah lingkungan.
14. Program softskill.
15. Mengoptimalkan program digitalisasi sistem organisasi di
tingkatan pengurus IPNU.
VI. PENUTUP
Sesuai dengan mandat organisasi, dan mengacu pada visi dan misi IPNU serta
sesuai dengan hasil analisis strategis dapat diketahui isu-isu strategis sekarang dan masa depan.
Untuk menjawab isu-isu strategis tersebut, diperlukan rumusan program-program dasar
pengembangan IPNU. Sebagai program dasar, maka perlu penjabaran baik pada level aksi,
strategi pelaksanaan, tahapan-tahapan pengembangan dan waktu pelaksanaannya. Penjabaran
program dasar ini harus dilakukan oleh Pimpinan Pusat IPNU.
KE-IPPNU-AN
Bermula dari perbincangan ringan yang dilakukan oleh beberapa remaja putri yang
tengah menuntut ilmu di Sekolah Guru Agama (SGA) Surakarta, tentang keputusan Muktamar
NU ke 20 di Surakarta. Maka perlu adanya organisasi pelajar di kalangan nandliyat.
Dalam keputusan ini dikalangan NU, Mulimat, Fatayat NU, GP Ansor dan Banom
NU lainnya untuk membentuk tim resolusi IPNU putri pada Kongres I IPNU di Malang Jawa
Timur, selanjutnya disepakati dalam pertemuan tersebut bahwa peserta putri yang akan hadir di
kongres Malang di namakan IPNU putri.
Dalam suasana kongres ternyata keberadaan IPNU putri tampaknya masih
diperdebatkan secara alot. Semula direncanakan secara administratif hanya menjadi
departemen di dalam tubuh organisasi IPNU. Sementara hasil negosiasi dengan pengurus PP
IPNU telah membentuk semacam kesan eksklusivitas IPNU hanya untuk pelajar putra. Melihat
hasil tersebut maka pada hari kedua kongres, peserta putri yang hanya diwakili lima daerah
(Yogyakarta, Surakarta, Malang, Lumajang dan Kediri) terus melakukan konsultasi dengan dua
jajaran di pengurus badan otonom NU yang menangani pembinaan organisasi pelajar yaitu PB
Ma‟arif, (saat itu dipimpin bapak KH Syukri Ghazali) dan ketua PP Muslimat NU (Mahmudah
Mawardi). Maka dari pembicaraan selama beberapa hari, telah membuat keputusan sbb:
52
1. Membentuk organisasi IPNU Putri secara organisatoris dan administratif terpisah dengan
IPNU.
2. Tanggal 02 Maret 1955M / 08 Rajab 1374 H dideklarasikan sebagai hari kelahiran IPNU
Putri.
3. Untuk menjalankan roda organisasi dan upaya pembentukan cabang selanjutnya
ditetapkan sebagai ketua yaitu Umroh Mahfudhoh dan sekretarisnya bernama Syamsiyah
Muthalib.
4. PP IPNU Putri berkedudukan di Surakarta Jawa Tengah.
5. Memberitahukan dan memohon pengesahan resolusi pendirian IPNU putri kepada PB
Ma‟arif NU, kemudian PB Ma‟arif NU menyetujui dengan merubah nama IPNU putri
menjadi IPPNU (Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama)
PERJALANAN IPPNU DARI MASA KE MASA
Sejalan dengan adanya pelaksanaan Kongres dari beberapa zaman (kemerdekaan, orla,
orba, era reformasi) tentu mengalami berbagai peristiwa yang sangat menonjol dalam suatu
keputusan Kongres, dan dalam perjalanan IPNU dari masa ke masa antara lain :
1. Bulan Februari 1956 diadakan konferensi IPPNU di Surakarta.
2. Tanggal 01-04 Januari 1957 pada Muktamar IPNU di Pekalongan IPPNU ikut serta.
Acara itu diisi olahraga dan jugs menghasilkan lambang IPNU-IPPNU.
3. Tanggal 14-17 Maret 1960 diadakan Konbes I di Yogyakarta, membicarakan
tentang keorganisasian, kemahasiswaan, pendidikan Islam serta. bahasa Arab.
4. Tahun 1964 dilaksanakan Konbes III bersama IPNU di Pekalongan, dengan
menghasilkan, Doktrin Pekalongan serta mengusulkan agar KH. Hasyim Asyari
sebagai pahlawan.
5. Tanggal 30 Agustus 1966 dalam Kongres di Surabaya IPNU dan IPPNU memohon
pada PB NU untuk menerimanya sebagai badan otonom.
6. Tahun 1967 pada Muktamar NU di Bandung, resmilah IPPNU dimasukkan dalam
PD/PRT NU sebagai badan otonom sampai sekarang.
7. Pada perkembangan berikutnya nampak pemerintah juga tidak ingin mengambil
resiko membiarkan dunia akademik terkontaminasi dengan unsur politik manapun,
sehingga diberlakukan UU No. 8 tahun 1985 tentang keormasan khusus untuk
organisasi ekstra pelajar adalah OSIS. Selama itu IPPNU mengalami stagnasi
pengkaderan dan PP didominasi para aktivis yang usianya sudah melebihi batas.
Maka pada kongres IX IPPNU di Jombang tahun 1987, secara singkat telah
mempersiapkan perubahan asas organisasi dan IPPNU yang kepanjangannya Ikatan
Pelajar Putri Nahdlatul „Ulama telah berubah menjadi Ikatan Putri-Putri Nahdlatul
Ulama.
8. Bulan Oktober 1990 pada Konbes IPPNU di Lampung, menghasilkan citra diri dan
pemantapan PPOA IPPNU.
9. Pada Kongres X IPPNU tahun 1991 di Ponpes Al Wahdah Lasem Jawa, telah
menguatkan independensi IPNU dan IPPNU yang merupakan organisasi terpisah.
10. Tanggal 10-14 Juli 1996 di Pesantren Al Musyaddidah Garut Jawa Barat
mengadakan Kongres XI IPPNU, yang menekankan usia kepemudaan di tubuh
IPNU supaya sejajar dengan organisasi pemuda lainnya.
11. Konbes bulan September 1998 di Jakarta, menghasilkan rekomendasi yang sangat
menonjol di era reformasi yaitu bahwa IPPNU menyambut baik pendirian PKB
yang tidak menggunakan nama NU.
12. Tanggal 22-25 Maret 2000, pelaksanaan kongres XII IPPNU di Ujung Pandang
(Makassar), telah mendeklarasikan bahwa IPPNU akan dikembalikan ke basis
kepelajaran dan wacana gender.
13. Tanggal 18-23 Juni 2003 kongres XIII IPPNU di asrama haji Sukolilo Surabaya
mengembalikan IPPNU kepada Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama.
53
AQIDAH, AZAS, FUNGSI DAN TUJUAN IPPNU
A. Aqidah
IPPNU beraqidah Islam menurut faham Ahlusunnah Wal Jama‟ah dan mengikuti salah
satu madzhab yaitu : Hanafi, Maliki, Syafi‟i, dan Hambali. (Peraturan Dasar IPPNU BAB II
pasal 4)
B. Asas
IPPNU berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab,
Persatuan Indonesia, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hidmad Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Indonesia, dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. (Peraturan Dasar IPPNU BAB II pasal 5)
C. Fungsi
Di antara fungsi IPPNU adalah :
1. Wadah berhimpun pelajar putri Nahdlatul Ulama‟ untuk melanjutkan nilai-nilai dan cita-
cita perjuangan NU.
2. Wadah komunikasi, interaksi dan integrasi pelajar putri Nahdlatul Ulama untuk
menggalang Ukhuwah Islamiyah dan mengembangkan syiar Islam Ahlussunnah wal
Jama‟ah.
Wadah kaderisasi pelajar putri Nahdlatul Ulama untuk mempersiapkan kader-kader
bangsa.
D. Tujuan
Tujuan organisasi IPPNU adalah kesempurnaan kepribadian bagi pelajar putri Indonesia
sehingga akan terbentuk pelajar putri Indonesia yang bertaqwa, berilmu, berakhlaqul mulia dan
berwawasan berkebangsaan serta bertanggung jawab atas tegak dan terlaksananya syari‟at
Islam menurut faham Ahlusunnah wal Jama‟ah. (Peraturan Dasar IPPNU BAB V pasal 9)
54
l. Dua bunga melati : perempuan yang dengan kebersihan pikiran dan kesucian
hatinya memadukan dua unsure ilmu pengetahuan umum dan agama.
m. Lima titik di antara tulisan I.P.P.N.U. : rukun Islam
A. DASAR PEMIKIRAN
Disadari atau tidak, pemuda sejatinya memiliki peran dan fungsi yang
strategis dalam akselerasi pembangunan termasuk puladalam proses kehidupan
berbangsa dan bernegara. Pemuda merupakan aktor dalam pembangunan. Baik
buruknya suatu Negara dilihat dari kualitas pemudanya, karena generasi muda adalah
penerusdan pewaris bangsa dan Negara. Generasi muda harus mempunyaikarakter
yang kuat, memiliki kepribadian baik, semangat nasionalisme, berjiwa saing, mampu
memahami pengetahuan dan teknologi untuk bersaing secara global. Pemuda juga
perlu memperhatikan bahwa mereka mempunyai fungsi sebagai Agent of change,
moral force and sosial kontrol sehingga fungsi tersebut dapat berguna bagi masyarakat.
Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU), yang
merupakan salah satu representatif para pemudi atau remaja putri adalah organisasi
pelajar putri dibawah naungan Jam‟iyah Nahdlatul Ulama. Sebagai salah satu badan
otonom Nahdlatul Ulama‟, IPPNU memiliki peran sebagai “ garda terdepan
kaderisasi´ atau bisa dikatakan sebagai pintu masuk pertama NU. Frasa ini patut
disematkan kepada IPPNU sebagai tulang punggung pembinaan dan kaderisasi NU,
sekaligus kaderisasi dan pembangunan bagi Bangsa. Ini menunjukkan bahwa tujuan
utama IPPNU adalah bukan untuk menghimpun massa, akan tetapi memberdayakan
serta mencerdaskan kader, menciptakan kader bangsa yang berilmu, berwawasan, serta
memiliki intelektual dan religiusitas yang tinggi berpaham Ahlussunah Wal’jama’ah
sesuai dengan Peraturan Dasar IPPNU Bab V pasal 9.
Dalam mengemban amanat diatas, IPPNU juga dituntut untuk dapat
memberikan sumbangsih dinamika dan perannya dalam menghadapi perkembangan
zaman serta arus globalisasi. Dengan begitu, IPPNU dapat menunjukkan nilai tawar
dan nilai kompetitif di dunia global. Hal itu dibuktikan dengan kembalinya peran
pelajar putripada kongres XIII di Surabaya tahun 2003, IPPNU kembali ke khittohyaitu
perubahan akronim dari Ikatan Putri-Putri Nahdlatul ulama menjadi Ikatan Pelajar
Putri Nahdlatul Ulama‟ dengan meneguhkan kembali IPPNU menjadi organisasi yang
menghimpun dan menjadi wadah kaderisasi dari pelajar putri dan santri putri. Untuk
mencapai tujuan yang dicita citakan organisasi, hingga saat ini IPPNU masih
memerlukan perjuangan, kerja keras serta dukungan dari semua pihak, baik dari warga
55
Nahdlatul Ulama, dukungan birokrasi, dukungan kyai, pesantren serta lembaga
pendidikan formal yang ada.
Pentingnya peran IPPNU bagi pelajar, antara lain sebagai gerbong besar
transformasi kesadaran dalam meluruskan generasi muda agar tidak tergerus pada
pragmatisme jangka pendek kalangan pelajar atau jebakan implikatif dari arus besar
globalisasi. Karena harus disadari bahwa pesatnya perkembangan peradaban modern
seperti sekarang ini, mengakibatkan tumpukan problematika yang kian lama kian sulit
untuk diatasi, utamanya problematika yang menggerus duniaremaja dan pelajar. Diawali
dari tingginya tingkat stress, ketidaktahuan mengatasi persoalan pubertas, hingga
munculnya split personality pelajar dan remaja.
Tabu seksualitas telah dilanggar dengan maraknya seks bebas. Akal sehat
telah diporak - porandakan oleh kegemaran mengkonsumsi psikotropika dan narkoba.
Hingga pada akhirnya batas normal kesantunan dan kemanusiaan telah dilanggar
dengan munculnya berbagai aksi tawuran, kekerasan fisik, bahkan kekerasan seksual
yang akhir-akhir ini menjadi berita utama di media cetak, sosial maupun elektronik.
Perilaku para pelajar yang nyata-nyata bersifat melawan hukum dan anti sosial
tersebut pada dasarnya tidak disukai oleh masyarakat, dan menjadi problem sosial
yang berkepanjangan.
Berangkat dari persoalan diatas, komitmen pengembangan program IPPNU dimasa
yang akan datang perlu menekankan pada beberapa pola perjuangan:
56
berwawasan keilmuan, kebangsaan, kekaderan, yaitu berilmu, beramal
sholeh dan berakhlakul karimah.
b. Tujuan Khusus
a) Membentuk dan mendorong lahirnya tunas Nahdlatul Ulama yang
komitmen dan konsisten terhadap nilai dasar organisasi maupun
perjuangan NU
b) Menumbuhkan kesadaran dalam pengembangan pola berfikir dan
berkreasi terhadap pengembangan kepribadian yang berkarakter
sesuai dengan nilai dan prinsip organisasi
c) Menumbuhkan kesadaran berjuang dalam organisasi, masyarakat
dan Negara
d) Meletakkan kerangka landasan bagi perjuangan berikutnya secara
berencana dan berkesinambungan
57
3. Asas Manfaat
Pelaksanaan Program dan hasilnya diupayakan secara maksimal untuk dapat
memberikan manfaat bagi anggota, organisasi dan masyarakat secara
menyeluruh.
4. Asas Kesinambungan
Asas ini dimaksudkan agar pembenahan dan pengembangan program dilakukan
secara berkesinambungan baik program jangka pendek, menengah, maupun
jangka panjang dengan tetap memperhatikan nilai-nilai continuitas yang baik.
5. Asas Kepeloporan
Gagasan dan pelaksanaan program yang dilakukan melalui kreatifitas dan
inovasi yang sarat dengan etos dan semangat yang tinggi.
6. Asas Keseimbangan
Gagasan dan program yang dilakukan senantiasa menjaga prinsip keseimbangan
material, intelektual, spiritual serta keseimbangan jasmani dan rohani.
58
2. Bidang Kaderisasi
a. Target Program
Terwujudnya kader IPPNU militan yang memiliki profesionalitas:
intektual, manajemen, dan material serta memiliki loyalitas yang tinggi
sebagai proses pengembangan kekuatan organisasi.
b. Bentuk Program
a) Mengaplikasikan sistem pengkaderan berjenjang yang sesuai dengan
standar organisasi serta disesuaikan dengan kebutuhan, perkembangan
situasi dan kondisi. Standarisasi ini penting agar proses kaderisasi
yang telah dilakukan menghasilkan kualitas kader yang merata di
setiap daerah.
b) Menyiapkan pemimpin yang memiliki kemampuan manajerial dan
konseptual yang baik.
c) Penguatan ideologi dan pemberdayaan kader IPPNU melalui
pengembangan dan pembinaan Komisariat.
d) Mengembangkan bentuk-bentuk pelatihan yang menunjang
pemantapan ideologi kader.
e) Penguatan doktrinasi pada pelatihan formal organisasi sesuai dengan
tahapan kaderisasi berjenjang dari mulai makesta, lakmud dan lakut.
Hal ini bertujuan untuk menghasilkan kader yang militan dan loyal
terhadap organisasi.
f) Meningkatkan kualitas kader melalui pelatihan informal (latpel) yang
bertujuan menghasilkan fasilitator professional dari tingkat nasional,
wilayah dan daerah
g) Membentuk community professional development (CPD) sebagai
wadah pengembangan potensi kader.
h) Membuat perangkat materi kaderisasi digital yang kekinian sehingga
kaderisasi di tubuh IPPNU akan tetap dinamis mengikuti zaman.
i) Membuat pemetaan potensi kader untuk memetakan distribusi kader
IPPNU disegala bidang.
3. Bidang Partisipasi
a. Target Program
Terbentuknya organisasi dan kader sebagai asset dalam pembangunan
berkelanjutan Negara Indonesia yang mampu berpartisispasi aktif dalam
kehidupan sosial kemasyarakatan.
b. Bentuk Program
a) Meningkatkan kesadaran dan kepedulian sebagai bentuk
59
tanggungjawab warga negara terhadap persoalan- persoalan bangsa
yang menyangkut pendidikan, agama, sosial, budaya dan pelestarian
lingkungan.
b) Meningkatkan peran aktif IPPNU dalam menganggulangi masalah
penyalahgunaan narkoba.
c) Membentuk crisis center sebagai wadah partisipasi dan kepedulian
IPPNU terhadap masalah bencana alam dan musibah lain.
d) Meningkatkan peran IPPNU sebagai agen diseminasi islam nusantara
dikalangan pemuda dan pelajar.
60
1. Mengadakan pelatihan jurnalistik berbasis teknologi dan digital.
2. Menjaga kontinyuitas media (media sosial dan media online)
komunikasi dari Pimpinan Pusat hingga Pimpinan Cabang yang sudah
ada.
3. Menyosialisasikan segala kebijakan strategis yang diambil melalui
pers atau majalah sebagai jembatan antara insan pers di internal
IPPNU dengan pers diluar IPPNU sebagai pembentuk jaringan pers
Nahdlatul Ulama
4. Mengawal tradisi intelektualisme melalui penerbitan karya ilmiah atau
sejenisnya.
5. Meningkatkan nalar kritis kader terhadap isu-isu yang berkembang
baik di internal IPPNU maupun kondisi masyarakat secara umum
melalui media cetak, sosial, maupun elektronik
6. Menjaga dan menjalin kerjasama dengan pers lokalmaupun nasional
yang sudah pernah bekerjasama
F. PENDANAAN ORGANISASI
IPPNU adalah organisasi nirlaba yang tidak berorientasi pada profit. Hal ini
membuat IPPNU harus mampu mandiri, kreatif dan inovatif dalam melakukan
fundraising organisasi. Hal yang mungkin dilakukan adalah Student Bank yaitu upaya
mengajak pelajar untuk sadar menabung. Selain itu IPPNU harus terus memperluas
jaringannya untuk dapat bermitra dengan lembaga lain dan lembaga donor. Hal inilah
yang dapat memungkinkan IPPNU untuk dpat memfundraising organisasi. Di samping
itu perlu dilakukan program- program kewirausahaan dengan menggali potensi sumber
daya organisasi.
61
ANALISIS SOSIAL
1. Asumsi Ontologis
Asumsi yang berhubungan dengan intisari-pokok persoalan dari fenomena yang
sedang diteliti. Asumsi ontologis ini berawal dari pertanyaan “apa”? Jadi asumsi ontologis ini
apakah kenyataan yang diteliti sebagai sesuatu di luar yang mempengaruhi atau merusak di
dalam seseorang ataukah kenyataan itu justru hasil dari kesadaran seseorang.
62
Perdebatan mengenai hal-hal ontologis menghasilkan aliran nominalisme dan
realisme.
A. Nominalisme
I. Asumsi realitas yang ada di luar manusia hanyalah sekedar penamaan, konsep,
atau label yang digunakan dalam menjelaskan realitas sosial.
II. Penamaan hanyalah rekaan saja untuk menjelaskan, memberi pengertian, dan
memahami realitas.
B. Realisme
I. Realitas ada mendahului keberadaan seseorang terhadapnya.
II. Realitas sosial ada di luar seseorang, merupakan kenyataan yang berwujud, dapat
diserap, dan merupakan nisbi yang tetap. Artinya kenyataan itu lebih merupakan
entitas empiris.
2. Asumsi Epistomologi
Asumsi ini adalah mengenai dasar dari knowledge (groud of knowledge), bagaimana
seseorang dapat memahami-mengerti tentang lingkungan-dunia dan berkomunikasi dengan
menggunakan knowledge terhadap sesama manusia. Asumsi epistemologis ini berawal dari
pertanyaan “bagaimana”? Ialah bagaimana seseorang mulai memahami dunia sosial dan
mengomunikasikannya sebagai pengetahuan kepada orang lain.
a. Positivis
Konsep mengenai paradigma berfikir dengan pendekatan rasionalitas-
empiris, terhadap realitas semesta yang digagas oleh Aguste comte. Paradigma
postivisik perkembangannya sesuai dengan lahirnya masyarakat industri sebagai
acuan epistimologi (pengetahuan) untuk memahami realitas sosial-kemasyarakatan
dengan pendekatan science. Sesuai dengan perkembangannya, konsep mengenai
postivisik terus mengalami tahap evolusi sebagai sebuah krangka berfikir
rasionalias-empiris atau acuan pendektan ilmu pengetahuan terhadap objek kajian
ilmu pengetahuan yang berbasis dengan pendekatan alam atau sosial. hal ini
berkaitan dengan semakin banyaknya disiplin ilmu yang menggunakan paradigma
postivistik sebagai metodelogi atau pendekatan penelitian contohnya ilmu yang
membahas hakikat alam semesta dan sosial-kultural ke-masyaraktan yakni
fisika,biologi,kimia dan sosiologi,antropologi dan lain sebagainya yang tidak
terlepas dengan krangka epistimologi postivistik.
b. Anti-Positivis
Yaitu aliran yang tidak mau menerapkan suatu tatanan sosial terhadap
peristiwa sosial yang lain, jadi manusia bukanlah pengamat tetapi satu entitas yang
terlibat dalam struktur tatanan sosial.
3. Human Nature
Adapun asumsi kecendrrungan manusia (Human Nature) membawa kita kepada satu
upaya penyadaran diri. Asumsi mengenai hubungan antara mahluk hidup dan lingkungan. Kita
dapat mengidentifikasi perspektif pada ilmu sosial yang memerlukan pandangan dari sisi
manusia ke dalam situasi yang terjadi di dunia luar. Perspektif ini bertentangan dengan
perspektif dimana manusia dianggap sebagai pencipta dari lingkungannya sendiri. Manusia
mengontrol dan memiliki lingkungan yang dia ciptakan.
63
Adapun perdebatan tentang hakikat manusia membawa kita pada suatu upaya
penyadaran diri. Selanjutnya perdebatan ini menjadi perdebatan yang cukup tua dikalangan
umat Islam, yakni kaum Determinis (Qodariyah) dan Volunteris (Jabariyah). Kedua anggapan
ini merupakan unsur palin utama dan hakiki dalam ilmu sosial.
a. Determinis (Qodariyah)
Manusia sepenuhnya adalah pencipta dan berkemauan bebas, (lingkungan
ditentukan oleh kreatifitas manusia itu sendiri).
b. Volunteris (Jabariyah)
Manusia ditentukan oleh keadaan sekitar dimana dia berada.
4. Asumsi Methodologi
Ketiga asumsi di atas mempunyai implikasi langsung akan suatu metodologi.
Perbedaan antara ketiga asumsi tersebut cenderung memicu para peneliti sosial untuk
melakukan penelitiannya melalui metodologi yang berbeda. Asumsi terakhir sebenarnya
merupakan satu muara ketika perdebatan di atas akhirnya akan mengarah pada perbedaan
metodologis. Masing-masing asumsi di atas dalam perkembangan selanjutnya menghasilkan
cabang-cabang yang cukup banyak. Tapi yang akhirnya tercatat adalah perdebatan masing-
masing asumsi yang membawa pada aliran-aliran tertentu.
Perdebatan metodelogis melahirkan dua aliran besar pula yaitu: Ideografis dan
Nomotetis.
a. Ideografis
Seseorang hanya dapat memahami kenyataan sosial melalui pencapaian
pengetahuan langsung dari pelaku atau yang terlibat.
b. Nomotetis
Mementingkan adanya seperangkat teknik dan tata cara sistematis dalam
penelitian. Cara-cara ini mengutamakan teknik-teknik kualitatif dalam
melakukan analisis data (cara seperti ini lebih sering digunakan oleh
orangorang eksakta)
Dari semua asumsi dan perdebatan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa teori sosial terbagi
menjadi dua aliran besar yaitu:
1. Positivistik yang menggunakan ontologi realis, epistemologinya positivis,
pandangan sifat manusianya deterministik, dan metodologinya nomotetis.
2. Idealisme Jerman, sebaliknya, ontologinya nominalis, epistemologinya anti
positivis, pandangan sifat manusianya volunteristik, dan metodologinya
ideografis.
Empat Paradigma
Setelah melalui perdebatan yang panjang, para ahli sosiolog akhirnya sepakat untuk
menentukan cara baru dalam menganalisa empat paradigma (dengan tetap memasukkan unsur-
unsur penting dari asumsi di atas). Empat paradigma itu adalah:
1. Humanis Radikal, yaitu suatu paradigma yang dianut oleh orang-orang yang
berminat mengembangkan ilmu sosial perubahan radikal dari pandangan
subjektif pendekatan yang kemudian dipakai adalah nominalis, anti positivistik,
volunteris, dan ideografis. Pandangan dasarnya bahwa ada satu suprastruktur
ideologis di luar diri yang membelenggu dan berhasil memisahkan dirinya
dengan kesadarannya (alienasi) dan melahirkan kesadaran palsu.
2. Struktural Radikal, penganut paham ini juga berupaya memperjuangkan
sosiologi perubahan secara radikal. Yakni perubahan mendasar dengan
64
mengabaikan semua tatanan sosial yang membelenggu perkembangan diri
manusia karena pandangan ini bersifat utopis dan hanya memandang lurus ke
depan. Analisisnya cenderung menekankan pertentangan struktural, bentuk-
bentuk penguasaan dan pemerosotan harkat manusia pendekatan yang dipakai
adalah realis, positivis, determinis, dan nomotetis.
3. Paradigma Interpretatif, penganut paradigma ini cenderung menganut sosiologi
keteraturan yaitu ilmu sosial yang mengutamakan kesatuan dan kerapatan.
Pendekatannya cenderung nominalis, anti positivis, dan ideografis. Pada
perkembangan selanjutnya paradigma ini sering disebut sebagai aliran
fenomenologis.
4. Paradigma Fungsionalis, paradigma inilah yang paling banyak dianut di dunia.
Mereka condong kepada pendekatan realis, positivis, deterministis, dan
nomotetis. Rasionalitas merupakan “tuhan” bagi mereka, dia juga berpijak pada
sosiologi keteraturan.
Fungsi utama mengenal empat paradigma di atas adalah agar kita dapat memahami kerangka
berpikir seseorang dalam teori sosial dan merupakan alat untuk memetakan perjalanan
pemikiran teori sosial seseorang terhadap persoalan sosial pula. Dengan pemahaman ini, tiap
diri bisa memetakan teori-teori yang ada untuk kemudian dengan kesadaran masing masing
melalui pengalaman dan pemahamannya sendiri, memilih mana yang menurut Anda paling
sesuai.
65
LAGU MARS
MARS IPNU MARS IPPNU
Ciptaan: Drs. Shomuri Ciptaan : Mahbub Junaidi
SYUBBANUL WATHON
Ciptaan : KH. Abdul Wahab
Indonesia Negeriku
Engkau Panji Martabatku
Siapa Datang Mengancammu
Kan Binasa di bawah dulimu
66
JADWAL KEGIATAN
68
STRUKTUR KEPANITIAAN
SEKSI – SEKSI
69