Laporan ADHF

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA Tn.A DENGAN KASUS ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE (ADHF)

DI POLIKLINIK P.DALAM

OLEH :
WINDA

(PO7120120002)

POLTEKKES KEMENKES PALU

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

2021/2022

A. Definisi

Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) merupakan gagal jantung akut yang
didefinisikan sebagai serangan yang cepat (rapid onset) dari gejala-gejala atau tanda-
tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Disfungsi ini dapat berupa disfungsi sistolik
maupun diastolik, abnormalitas irama jantung, atau ketidakseimbangan preload dan
afterload. ADHF dapat merupakan serangan baru tanpa kelainan jantung sebelumnya,
atau merupakan dekompensasi dari gagal jantung kronik (chronic heart failure) yang telah
dialami sebelumnya. ADHF muncul bila cardiac output tidak dapat memenuhi keutuhan
metabolisme tubuh (Putra, 2012).

Gagal jantung merupakan gejala – gejala dimana pasien memenuhi ciri berikut:
gejala – gejala gagal jantung, nafas pendek yang khas selama istirahat atau saat
melakukan aktifitas, dan kelelahan; tanda – tanda retensi cairan seperti kongestif
pulmonal atau pembengkakan tungkai (Crouch MA, DiDomenico RJ, Rodgers Jo E,
2006).

ADHF didefinisikan sebagai perburukan keadaan dari symptoms HF (Heart


Failure) yang biasanya disebabkan oleh edema pulmonal kardiogenik dengan akumulasi
cairan yang cepat pada paru (Pinto, 2012).

Decompensasi cordis adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami penurunan


atau kegagalan dalam memompa darah dimana terjadi penurunan kemampuan
kontraktilitas fungsi pompa jantung untuk mencukupi kebutuhan tubuh akan nutrisi dan
oksigen secara adekuat (Udjianti, 2010).

Penyakit gagal jantung yaitu jantung tidak mampu memompa pasokan darah,
untuk mempertahankan sirkulasi adekuat sesuai kebutuhan tubuh meskipun tekanan
pengisian cukup, dimana gejalanya seperti nafas sesak selama istirahat, beraktifitas dan
kelelahan, edema pulmonal kardiogenik dengan akumulasi cairan yang cepat pada paru
dan pembengkakan pada tungkai (Arif Muttaqin, 2009). Jadi ADHF adalah gagal jantung
akut yang gagal memompa cukup darah untuk mencukupi kebutuhan tubuh serta tidak
dapat mempertahankan sirkulasi yang adekuat dan serangannya dirasakan secara cepat.

B. Penyebab dan Faktor Predisposisi

Menurut Hanafiah (2006), faktor resiko tinggi tekena penyakit ADHF yaitu

a. Orang yang menderita riwayat hipertensi


b. Obesitas
c. Pernah mengalami riwayat gagal jantung
d. Perokok berat
e. Aktivitas sangat berlebihan dan mengkonsumsi alkohol

Ada beberapa keadaan yang mempengaruhi fungsi jantung. Penyebab yang


paling umum adalah kerusakan fungsional jantung dimana terjadi kerusakan atau
hilangnya otot jantung, iskemik akut dan kronik, peningkatan tahanan vaskuler dengan
hipertensi, atau berkembangnya takiaritmia seperti atrial fibrasi (AF). Penyakit jantung
koroner yang merupakan penyebab penyakit miokard, menjadi penyebab gagal jantung
pada 70 % dari pasien gagal jantung. Penyakit katup sekitar 10% dan kardiomiopati
sebanyak 10 % (Dickstein K, Cohen SA, Filippatos G, McMurray JJV, Ponikowski P,
Atar D et al, 2008).

Kardiomiopati merupakan gangguan pada miokard dimana otot jantung secara


struktur dan fungsionalnya menjadi abnormal dengan ketiadaan penyakit jantung
koroner, hipertensi, penyakit katup, atau penyakit jantung kongenital lainnya yang
berperan terjadinya abnormalitas miokard (Dickstein K, Cohen SA, Filippatos G,
McMurray JJV, Ponikowski P, Atar D et al, 2008).

Menurut Joseph (2009) penyebab umum ADHF biasanya berasal dari


ventrikel kiri, disfungsi diastolik, dengan atau tanpa Coronary Artery Disease (CAD),
dan abnormalitas valvular. Meskipun sebagian pasien ADHF adalah pasien dengan
riwayat Heart failure (HF) dan jatuh pada kondisi yang buruk, 20 % pasien lainnya yang
dinyatakan ADHF tidak memiliki diagnosa HF sebelumnya.

Beberapa penyebab umum gagal jantung sebagai berikut :

a. Disfungsi miokard (kegagalan miokardial) Ketidakmampuan miokard untuk


berkontraksi dengan sempurna mengakibatkan isi sekuncup (stroke volume) dan
curah jantung (cardiac output) menurun.
b. Beban tekanan berlebihan-pembebanan sistolik (systolic overload) Beban sistolik
yang berlebihan diluar kemampuan ventrikel (systolic overload) menyebabkan
hambatan pada pengosongan ventrikel sehingga menurunkan curah ventrikel atau isi
sekuncup.
c. Beban volume berlebihan-pembebanan diastolic (diastolic overload)
Preload yang berlebihan dan melampaui kapasitas ventrikel (diastolic overload) akan
menyebabkan volum dan tekanan pada akhir diastolic dalam ventrikel meninggi.
Prinsip Frank Starling ; curah jantung mula-mula akan meningkat sesuai dengan
besarnya regangan otot jantung, tetapi bila beban terus bertambah sampai melampaui
batas tertentu, maka curah jantung justru akan menurun kembali.
d. Peningkatan kebutuhan metabolic-peningkatan kebutuhan yang berlebihan (demand
overload). Beban kebutuhan metabolic meningkat melebihi kemampuan daya kerja
jantung di mana jantung sudah bekerja maksimal, maka akan terjadi keadaan gagal
jantung walaupun curah jantung sudah cukup tinggi tetapi tidak mampu untuk
memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh.
e. Gangguan pengisian (hambatan input). Hambatan pada pengisian ventrikel karena
gangguan aliran masuk ke dalam ventrikel atau pada aliran balik vena/venous return
akan menyebabkan pengeluaran atau output ventrikel berkurang dan curah jantung
menurun.
f. Kelainan Otot Jantung Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan
otot jantung, menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang
mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup arterosklerosis koroner,
hipertensi arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi.
g. Aterosklerosis Koroner Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya
aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam
laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya
gagal jantung.
h. Hipertensi Sistemik / Pulmonal Meningkatkan beban kerja jantung dan pada
gilirannya mengakibatkan hipertropi serabut otot jantung.
i. Peradangan dan Penyakit Miokardium Berhubungan dengan gagal jantung karena
kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas
menurun.
j. Penyakit jantung Penyakit jantung lain seperti stenosis katup semilunar, temponade
perikardium, perikarditis konstruktif, stenosis katup AV.
k. Faktor sistemik Faktor sistemik seperti hipoksia dan anemia yang memerlukan
peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia
atau anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis dan
abnormalitas elektrolit juga dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
C. Manifestasi Klinis
1. Peningkatan volume intravaskular (gambaran dominan)
2. Ortopnue yaitu sesak saat berbaring
3. Dipsneu on effort (DOE) yaitu sesak bila melakukan aktifitas
4. Paroxymal noctural dipsneu (PND) yaitu sesak nafas tiba-tiba pada malam hari
disertai batuk
5. Berdebar-debar
6. Lekas lelah
7. Batuk-batuk
8. Peningkatan desakan vena pulmonal (edema pulmonal) ditandai oleh batuk dan sesak
nafas.
9. Peningkatan desakan vena sistemik seperti yang terlihat pada edema perifer umum
dan penambahan berat badan.
D. Patofisiologi
Kelainan pada otot jantung karena berbagai sebab dapat menurunkan
kontraktilitas otot jantung sehingga menurunkan isi sekuncup dan kekuatan kontraksi otot
jantung sehingga terjadi penurunan curah jantung. Demikian pula pada penyakit sistemik
(misal : demam, tirotoksikosis, anemia, asidosis) menyebabkan jantung berkompensasi
memenuhi kebutuhan oksigen jaringan. Bila terjadi terus menerus, pada akhirnya jantung
akan gagal berkompensasi sehingga mengakibatkan penurunan curah jantung. Penurunan
curah jantung ini mempunyai akibat yang luas yaitu:
a. Menurunkan tekanan darah arteri pada organ vital
- Pada jantung akan terjadi iskemia pada arteri koroner yang akhirnya menimbulkan
kerusakan ventrikel yang luas.
- Pada otak akan terjadi hipoksemia otak.
- Pada ginjal terjadi penurunan haluaran urine.
Semua hal tersebut akan menimbulkan syok kardiogenik yang merupakan
stadium akhir dari gagal jantung kongestif dengan manifestasi klinis berupa tekanan
darah rendah, nadi cepat dan lemah, konfusi dan agitasi, penurunan haluaran urine
serta kulit yang dingin dan lembab.
b. Menghambat sirkulasi dan transport oksigen ke jaringan sehingga menurunkan
pembuangan sisa metabolisme sehingga terjadi penimbunan asam laktat. Pasien akan
menjadi mudah lelah.

c. Tekanan arteri dan vena meningkat


Hal ini merupakan tanda dominan ADHF. Tekanan ini mengakibatkan
peningkatan tekanan vena pulmonalis sehingga cairan mengalir dari kapiler ke alveoli
dan terjadilah odema paru. Odema paru mengganggu pertukaran gas di alveoli
sehingga timbul dispnoe dan ortopnoe. Keadaan ini membuat tubuh memerlukan
energy yang tinggi untuk bernafas sehingga menyebabkan pasien mudah lelah.
Dengan keadaan yang mudah lelah ini penderita cenderung immobilisasi lama
sehingga berpotensi menimbulkan thrombus intrakardial dan intravaskuler. Begitu
penderita meningkatkan aktivitasnya sebuah thrombus akan terlepas menjadi embolus
dan dapat terbawa ke ginjal, otak, usus dan tersering adalah ke paru-paru
menimbulkan emboli paru. Emboli sistemik juga dapat menyebabkan stroke dan
infark ginjal.
Odema paru dimanifestasikan dengan batuk dan nafas pendek disertai sputum
berbusa dalam jumlah banyak yang kadang disertai bercak darah. Pada pasien odema
paru sering terjadi Paroxysmal Nocturnal Dispnoe (PND) yaitu ortopnoe yang hanya
terjadi pada malam hari, sehingga pasien menjadi insomnia.
d. Hipoksia jaringan
Turunnya curah jantung menyebabkan darah tidak dapat mencapai jaringan
dan organ (perfusi rendah) sehingga menimbulkan pusing, konfusi, kelelahan, tidak
toleran terhadap latihan dan panas, ekstremitas dingin dan haluaran urine berkurang
(oliguri). Tekanan perfusi ginjal menurun mengakibatkan pelepasan renin dari ginjal
yang pada gilirannya akan menyebabkan sekresi aldosteron, retensi natrium dan
cairan, serta peningkatan volume intravaskuler.
e. Kegagalan ventrikel kanan mengosongkan volume darah, yang mengakibatkan
beberapa efek yaitu:
- Pembesaran dan stasis vena abdomen, sehingga terjadi distensi abdomen yang
menyebabkan terjadinya gerakan balik peristaltik, terjadi mual dan anoreksia.
- Pembesaran vena di hepar, menyebabkan nyeri tekan dan hepatomegali sehingga
tekanan pembuluh portal meningkat, terjadi asites yang juga merangsang gerakan
balik peristaltik.
- Cairan darah perifer tidak terangkut, sehingga terjadi pitting odema di daerah
ekstrimitas bawah.
E. Pathway
Aterosklerosis koroner, hipertensi atrial, Peningkatan laju metabolisme (demam, tirotoksikosis)
penyakit otot degenerative, inflamasi
Jantung berkompensasi untuk memenuhi kebutuhan O2 jaringan
Kelainan otot jantung

Menurunnya kontraktilitas Peningkatan curah jantung, tekanan arteri meningkat

Palpitasi dan takikardi


Menurunnya isi
Menurunnya kekuatan
sekuncup Kegagalan jantung berkompensasi
kontraksi otot jantung

Penurunan curah jantung


Gagal ventrikel kiri
Gagal ventrikel kanan
Kongesti paru
Penurunan sirkulai O2 ke
Kongesti visera & jaringan perifer
Cairan darah perifer jaringan & meningkatnya Cairan terdorong ke
Pembesaran vena di hepar tidak terangkut energy yang digunakan untuk dalam paru
bernafas
Pembesaran & sasis vena Hepatomegali Kelebihan Penimbunan
Mudah Edema pada
abdomen volume cairan cairan dalam
lelah & bronkus
alveoli
Distensi abdomen letih Batuk
Edema paru
Acites Intoleransi
Bersihan jalan
aktifitas Dispneu & ortopneu
nafas tidak efektif

Kerusakan
pertukaran gas
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan gagal jantung kongestif dengan sasaran :
1. Untuk menurunkan kerja jantung
2. Untuk meningkatkan curah jantung dan kontraktilitas miokard
3. Untuk menurunkan retensi garam dan air.
a. TirahBaring
Tirah baring mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga cadangan jantung
dan menurunkan tekanan darah dengan menurunkan volume intra vaskuler
melalui induksi diuresis berbaring.
b. Oksigen
Pemenuhan oksigen akan mengurangi demand miokard dan membantu memenuhi
kebutuhan oksigen tubuh.
c. Diet
Pengaturan diet membuat kerja dan ketegangan otot jantung minimal. Selain itu
pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur, atau mengurangi
edema.
d. Revaskularisasi coroner
e. Transplantasi jantung
f. Kardoimioplasti
Penatalaksanan untuk kasus ADHF menurut Hanafiah (2006):
1. Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah :
a. Mendukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
b. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahan- bahan
farmakologis
c. Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi diuretik , diet
dan istirahat.
d. Menghilangkan faktor pencetus ( anemia, aritmia, atau masalah medis lainnya)
e. Menghilangkan penyakit yang mendasarinya baik secara medis maupun bedah.
2. Penatalaksanaan sesuai klasifikasi gagal jantung adalah sebagai berikut :
a. FC I              : Non farmakologi
b. FC II & III  : Diuretik, digitalis, ACE inhibitor, vasodilator, kombinasi diuretik,
digitalis.
c. FC IV           : Kombinasi diuretik, digitalis, ACE inhibitor seumur hidup.
3. Terapi non farmakologis meliputi :
a. Diet rendah garam ( pembatasan natrium )
b. Pembatasan cairan
c. Mengurangi berat badan
d. Menghindari alkohol
e. Manajemen stress
f. Pengaturan aktivitas fisik
4. Terapi farmakologis meliputi :
a. Digitalis, untuk meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan memperlambat
frekuensi jantung. Misal : digoxin.
b. Diuretik, untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal serta
mengurangi edema paru. Misal : furosemide ( lasix ).
c. Vasodilator, untuk mengurangi impedansi ( tekanan ) terhadap penyemburan
darah oleh ventrikel. Misal : natrium nitropusida, nitrogliserin.
d. Angiotensin Converting Enzyme inhibitor ( ACE inhibitor ) adalah agen yang
menghambat pembentukan angiotensin II sehingga menurunkan tekanan darah.
Obat ini juga menurunkan beban awal ( preload ) dan beban akhir ( afterload ).
Misal : captopril, quinapril, ramipril, enalapril, fosinopril,dll.
e. Inotropik ( Dopamin dan Dobutamin )
- Dopamin digunakan untuk meningkatkan tekanan darah , curah jantung dan
produksi urine pada syok kardiogenik.
- Dobutamin menstimulasi  adrenoreseptor di jantung sehingga meningkatkan
kontraktilitas dan juga menyebabkan vasodilatasi sehingga mengakibatkan
penurunan tekanan darah. Dopamin dan dobutamin sering digunakan bersamaan.

G. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk kasus ADHF menurut Hanafiah (2006):
1) Laboratorium :
a. Hematologi : Hb, Ht, Leukosit
b. Elektrolit : K, Na, Cl, Mg.
c. Enzim jantung (CK-MB, Troponin, LDH).
d. Gangguan fungsi ginjal dan hati : BUN, kreatinin, urin lengkap, SGOT, SGPT.
e. Gula darah
f. Kolesterol, trigliserida
g. Analisa gas darah
2) Elektrokardiografi, untuk melihat adanya :
a. Penyakit jantung koroner : iskemik, infark
b. Pembesaran jantung (LVH : Left Ventricular Hyperthropy)
c. Aritmia
d. Perikarditis
3) Foto rontgen thoraks, untuk melihat adanya :
a. Edema alveolar
b. Edema interstitials
c. Efusi pleura
d. Pelebaran vena pulmonalis
e. Pembesaran jantung
f. Echocardiogram menggambarkan ruang-ruang dan katup jantung
g. Radionuklir
h. Mengevaluasi fungsi ventrikel kiri
i. Mengidentifikasi kelainan fungsi miokard.
4) Pemantauan hemodinamika (Kateterisasi Arterial Pulmonal Multilumen) bertujuan
untuk:
a. Mengetahui tekanan dalam sirkulasi jantung dan paru
b. Mengetahui saturasi oksigen di ruang-ruang jantung
c. Biopsi endomiokarditis pada kelainan otot jantung
d. Meneliti elektrofisiologis pada aritmia ventrikel berat reccurent.
e. Mengetahui beratnya lesi katup jantung
f. Mengidentifikasi penyempitan arteri koroner
g. Agiografi ventrikel kiri
h. Arteriografi koroner (identifikasi lokasi stenosis arteri coroner)
5) Echocardiogram, menggambarkan ruang-ruang dan katup jantung.

H. Pengkajian Fokus
1. Pengkajian Primer
a. Airway
Kepatenan jalan nafas meliputi pemeriksaan obstruksi jalan nafas, adanya benda
asing, adanya suara nafas tambahan.
b. Breathing
Frekuensi nafas, apakah ada penggunaan otot bantu nafas, retraksi dada, adanya
sesak nafas, palpasi pengembangan paru, auskultasi suara nafas, kaji adanya suara nafas
tambahan.
c. Circulation
Pengkajian mengenai volume darah dan cardiac output serta adanya perdarahan.
pengkajian juga meliputi status hemodinamik, warna kulit, nadi.
2. Pengkajian Sekunder
a. Aktivitas/istirahat
- Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri dada
dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat.
- Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital berubah pada
aktivitas.
b. Sirkulasi
- Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit jantung,
bedah jantung , endokarditis, anemia, syok septik, bengkak pada kaki, telapak
kaki, abdomen.
- Tanda : TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan), Tekanan Nadi ; mungkin
sempit, Irama Jantung ; Disritmia, Frekuensi jantung ; Takikardia , Nadi apical ;
PMI mungkin menyebar dan merubah, posisi secara inferior ke kiri, Bunyi
jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat, terjadi, S1 dan S2 mungkin
melemah, Murmur sistolik dan diastolic, Warna ; kebiruan, pucat abu-abu,
sianotik, Punggung kuku ; pucat atau sianotik dengan pengisian, kapiler lambat,
Hepar ; pembesaran/dapat teraba, Bunyi napas ; krekels, ronkhi, Edema ;
mungkin dependen, umum atau pitting , khususnya pada ekstremitas.
c. Integritas ego
- Gejala : Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan
penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)
- Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah, ketakutan dan
mudah tersinggung.
d. Eliminasi
- Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari
(nokturia), diare/konstipasi.
e. Nutrisi
- Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat badan
signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa sesak,
diet tinggi garam/makanan yang telah diproses dan penggunaan diuretic.
- Tanda : Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites) serta
edema (umum, dependen, tekanan dn pitting).
f. Higiene
- Gejala : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan diri.
- Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
g. Neurosensori
- Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.
- Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah
tersinggung.
h. Nyeri/Kenyamanan
- Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas dan sakit
pada otot.
- Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku melindungi diri.
i. Pernapasan
- Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa
bantal, batuk dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis,
penggunaan bantuan pernapasan.
- Tanda :
1) Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori
pernpasan.
2) Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus
menerus dengan/tanpa pemebentukan sputum.
3) Sputum ; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema
pulmonal)
4) Bunyi napas ; Mungkin tidak terdengar.
5) Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.
6) Warna kulit ; Pucat dan sianosis.
j. Interaksi sosial
- Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan.
I. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung b.d perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan inotropic
2. Bersihan jalan tidak efektig b.d penurunan reflek batuk, penumpukan secret.

J. Perencanaan Keperawatan
No Dx Keperawatan Tujuan dan Intervensi Rasional
Kriteria Hasil
1. 1. Penurunan curah Setelah diberikan 1. auskultasi 1. biasanya terjadi
jantung b.d asuhan nadi apical, kaji takikardi (meskipun
perubahan keperawatan frekuensi dan pada saat istirahat)
kontraktilitas selama 1 x 24 jam irama jantung. untuk
miokardial/perub diharapkan tanda 2. catat bunyi mengkompensasi
ahan inotropic vital dalam batas jantung penurunan
yang dapat 3. kaji kulit kontraktilitas
diterima terhadap pucat ventrikel
(distrimia sianosis 2. S1 dan S2
terkontrol atau 4. berikan mungkin lemah
hilang) dan bebas oksigen karena menurunnya
gejala gagal tambahan kerja pompa, irama
jantung. Dengan dengan kanula gallop umum (S3 dan
kriteria hasil : nasal/masker S4) dihasilkan
1.tanda vital dan obat sesuai sebagai aliran darah
dalam rentang, indikasi ke serambi yang
normal (tekanan (kolaborasi) distensi. Murmur
darah, 5. berikan obat dapat menunjjukan
nadi,respirasi) TD sesuai indikasi : inkompetensi/stenosis
: 120/80 MmHg, diuretic, katup.
N : 60-100 vasodilator, 3. pucat menunjukan
x/menit, RR: 16- antikoagulan menurunnya perfusi
24 x/menit perifer sekunder
2. dapat terhadap tidak
mentoleransi adekuatnya curah
aktivitas, tidak jantung,
ada kelelahan. vasokonstriksi dan
3. tidak ada anemia. Sianosis
edema paru, dapat terjadi sebagai
perifer, dan tidak refraktori GJK. Area
ada ansietas yang sakit sering
berwarna biru atau
belang karena
peningkatan kongesti
vena.
4. meningkatkan
sediaan oksigen
untuk kebutuhan
miokard untuk
melawan efek
hipoksia/iskemia.
Banyak obat dapat
digunakan untuk
meningkatkan
volume sekuncup,
memperbaiki
kontraktilitas dan
menurunkan
kongesti.
5. tipe dan dosis
diuretic tergantung
pada derajat gagal
dan status fungsi
ginjal. Penurunan
preload paling
banyak digunakan
dalam mengobati
pasien dengan curah
jantung relative
normal ditambah
dengan gejala
kongesti. Diuretic
mempengaruhi
reabsorpsi natrium
dan air vasodilator
digunakan untuk
meningkatkan curah
jantung, menurunkan
volume sirkulasi dan
tahanan vaskuler
sistemik, juga kerja
ventrikel.
Antikagulan
digunakan untuk
mencegah
pembentukan
thrombus/emboli
pada adanya faktor
risiko seperti statis
vena, tirah baring,
disitmia jantung.
2. Kelebihan volume Setelah diberikan 1.pantau 1.pengeluaran urine
cairan berhubungan asuhan pengeluaran mungkin sedikit dan
dengan menurunnya laju keperawatan 2 x urine, catat pekat karena
filtrasi glomerulus 24 jam jumlah dan penurunan perfusi
(menurunnya curah diharapkan warna saat hari ginjal. Posisi
jantung) / meningkatnya keseimbangan dimana diuresia terlentang membantu
produksi ADH dan volume cairan terjadi. diuresis sehingga
retensi natrium/air dapat 2. pantau/hitung pengeluaran urine
dipertahankan. keseimbangan dapat ditingkatkan
Dengan kriteria pemasukan dan selama tirah baring.
hasil : pengeluaran 2. terapi diuretic
1.bunyi nafas selama 24 jam. dapat disebabkan
bersih, tidak ada 3. pertahankan oleh kehilangan
dyspnea dan duduk atau tirah cairan tiba-
ortopneu baring dengan tiba/berlebihan
2. terbebas dari posisi (hipovolemia)
distensi vena semifowler meskipun
jugularis, reflek selama fase akut edema/asites masih
hepatojugular 4. pemberian ada.
3. tekanan obat sesuai 3. posisi tersebut
venasentral, indikasi meningkatkan filtrasi
tekanan kapiler (kolaborasi) : ginjal dan
paru, output diuretic, tiazid menurunkan produksi
jantung dan vital 5. konsultasi ADH sehingga
sign dalam batas dengan ahli diet meningkatkan
normal TD : diuresis.
120/80 MmHg, 4. diuretic
N : 60-100 meningkatkan laju
x/menit, RR : 16- aliran urine dan dapat
24 x/menit menghambat
reabsorpsi
natrium/klorrida pada
tubulus ginjal. Tiazid
meningkatkan
diuresis tanpa
kehilangan kalium
berlebihan.
5. perlu memberikan
diet yang dapat
diterima klien yang
memenuhi kebutuhan
kalori dalam
pembatasan natrium.

DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/document/367835235/Laporan-pendahuluan-ADHF
https://id.scribd.com/document/465548900/LAPORAN-PENDAHULUAN-ADHF-docx

Anda mungkin juga menyukai