Laporan Observasi SLB
Laporan Observasi SLB
Laporan Observasi SLB
DISUSUN OLEH:
NIM : 21010044080
2021
1
DAFTAR ISI
A. Cover.......................................................................................................................1
B. Daftar Isi..................................................................................................................2
C. Bab I Pendahuluan ..................................................................................................3
D. Bab II Hasil Observasi.............................................................................................5
E. Bab III Penutup .......................................................................................................7
F. Daftar Referensi.......................................................................................................9
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta
meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya
mewujudkan tujuan nasional. Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan
bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman
dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur memiliki
pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap
dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Dalam UUD 1945 pasal 31 Ayat (1) menyebutkan bahwa : “Setiap warga negara
berhak mendapat pendidikan”. Hal ini menunjukkan bahwa Anak Berkebutuhan khusus
berhak mendapat pendidikan seperti hanya anakanak normal pada umumnya. Namun
Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan
pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka. Dalam UU
No. 20 tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional juga telah diatur mengenai pendidikan
bagi anak berkebutuhan khusus yaitu Pasal 32 Ayat (1) : Pendidikan khusus merupakan
pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses
pembelajaran karena kelainan fisik,emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa.
Pendidikan Anak berkebutuhan khusus juga diatur dalam UndangUndang
Republik Indonesia Nomor 04 Tahun 1997 tentang penyandang cacat pasal 11 yang
berbunyi setiap penyandang cacat mempunyai kesamaan untuk mendapat pendidikan
pada satuan, jalur, dan jenjang pendidikan sesuai jenis dan derajat kecacatan, sedangkan
pasal 12 menekankan bahwa setiap lembaga pendidikan memberikan kesempatan dan
perlakuan yang sama kepada penyandang cacat sebagai peserta didik pada satuan, jalur,
jenis dan pendidikan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya serta kemampuannya.
Anak-anak berkebutuhan khusus, adalah anak-anak yang memiliki keunikan
tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan mereka dari anak-anak
normal pada umumnya. The National Information Center for Children and Youth with
3
Disabilities (NICHCY) mengemukakan bahwa “children with special needs or special
needs children refer to children who have disabilities or who are at risk of developing
disabilities”.
Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda
dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental,
emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu,
tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan perilaku, anak berbakat,
anak dengan gangguan kesehatan. Anak berkebutuan khusus biasanya bersekolah di
Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai dengan kekhususannya masing-masing. SLB bagian A
untuk tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita, SLB
bagian D untuk tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB bagian G untuk cacat
ganda.
Di Negara kita tidak sedikit anak berkebutuhan khusus yang perlu mendapat
perhatian dari semua pihak.Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Prof dr Sunartini,
SpA (K), PhD yang berprofesi sebagai guru besar pada Fakultas Kedokteran Universitas
Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, diperkirakan antara 3-7 % atau sekitar 5,5-10,5 juta
anak usia di bawah 18 tahun menyandang ketunaan atau masuk kategori anak
berkebutuhan khusus. Secara global, tuturnya, diperkirakan ada 370 juta penyandang
cacat atau sekitar 7 % populasi dunia, kurang lebih 80 juta di antaranya membutuhkan
rehabilitasi. Dari jumlah tersebut, hanya 10 persen mempunyai akses pelayanan.
4
BAB II
HASIL OBSERVASI
A. HASIL OBSERVASI
1. Profil Sekolah
Berdasarkan hasil wawancara saya bersama Bapak Musowir beliau menceritakan tentang
ketrampilan apa yang dimiliki oleh siswa-siswanya disini. Pada tahun lalu SLB Negeri
Surakarta pernah launching produk kewirausahaan yang tentunya dibuat oleh para siswa
5
SLB Negeri Surakarta. Launching produk kewirausahaan diikuti oleh Kepala Cabang
Wilayah VII Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah (Bapak Suyanta).
Bapak Musowir, selaku ketua panitia ketika acara berjalan mengatakan bahwa, yang
dilaunching adalah produk kewirausahaan karya siswa SLB Negeri Surakarta yang terdiri
dari produk lukisan dan juga kue. Produk lukisannya memiliki nama Kaktus (Karya Anak
Berkebutuhan Khusus). Kemudian produk roti dan kue memiliki nama Munaqisa.
“Kaktus itu ada akronimnya yaitu karya anak berkebutuhan khusus. Namun juga
memiliki filosofi, walaupun kaktus tumbuh ditempat yang sangat sulit, mereka mampu
hidup dengan baik. Sehingga harapan kita dengan anak-anak berkebutuhan khusus ini
juga bisa mandiri di dalam masyarakat walau dalam keadaan bagaimanapun,” jelas Bapak
Musowir. Kemudian nama Munaqisa yang diberikan pada produk roti dan kue memiliki
arti empuk yang berasal dari bahasa arab. Produk-produk karya siswa SLB Negeri
Surakarta menurut Bapak Musowir telah dipasarkan secara langsung kepada masyarakat
sekitar, toko-toko, pasar-pasar dan juga melalui online. “Anak-anak disini itu semua kita
latih untuk bisa marketing, sehingga mereka mampu menjual. Namun juga kita dampingi
bagi anak-anak yang memiliki kekurangan dalam menghitung” jelas Bapak Musowir
BAB III
PENUTUP
6
KESIMPULAN
Tuna grahita merupakan keterlambatan fungsi kecerdasan secara umum dibawah usia
kronologisnya secara meyakinkan sehingga membutuhkan layanan pendidikan khusus.
Tunagrahita dapat disebabkan oleh factor keturunan dan bukan keturunan. Faktor
keturunan kerusakan pada sel keturunan, seperti kerusakan kromosom, gen, dan salah satu atau
kedua orang tua menderita kelainan atau hanya sebagai pembawa sifat.
Faktor di luar sel keturunan, diantaranya karena factor kekurangan gizi, kecelakaan
(trauma kepala), dan gangguan metabolisme :
Anak tunagrahita memang memiliki kemampuan terbatas, namun mereka masih memiliki
harapan dengan melalui pelatihan dan bimbingan juga kesempatan dan dukungan agar mereka
mengembangkan potensipotensinya sehingga mampu membantu dirinya sendiri dan memiliki
harga diri seperti orang-orang normal lainnya. Intinya adalah agar anak dapat memfungsikan
potensi-potensi yang masih ada dalam dirinya terutama agar dia bisa menjalani hidup yang
bermartabat.
7
DAFTAR PUSTAKA
8
Suparno, dkk. 2007 Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta : Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Tina Tuslina. 2012. Perkembangan Anak Berkebutuhan Khusus di Indonesia
http://edukasi.kompasiana.com/2012/05/20/perkembangan-pendidikananak-
berkebutuhan-khusus-di-indonesia-463559.html.