LP Melena
LP Melena
LP Melena
Oleh:
Nama : Clarista Farah Admaja
NIM : P17210192033
Penyakit atau kelainan pada darah dapat menimbulkan perdarahan pada sistem
pencernaan seperti hemofilia, dan idiopatik trombositopeni purpura (ITP). Trombosit
memiliki fungsi penting dalam mencegah dan menghentikan perdarahan dengan jumlah
normal trombosit dalam tubuh adalah 150.000-400.000/mm3. Kehilangan atau kerusakan
pada salah satu sel darah yang mengakibatkan trombositopenia ini akan menyebabkan
gangguan pada sistem hemostasis karena trombosit bersama dengan sistem vaskular
faktor koagulasi darah terlibat secara bersamaan dalam mempertahankan hemostasis
normal. Manifestasinya seperti perdarahan ringan, sedang sampai dapat mengakibatkan
kejadian-kejadian yang fatal.
a. Etiologi
a) Kelainan di Esofagus
1. Varises Esofagus
Sifat perdarahan yang ditimbulkan ialah muntah darah
atau hematemesis biasanya mendadak dan masif, tanpa didahului
rasa nyeri di epigastrium dan darah yang dikeluarkan berwarna
kehitam-hitaman serta tidak akan membeku karena sudah tercampur
oleh asam lambung, biasanya setelah terjadi hematemesis akan
disusul dengan melena.
1) Karsinoma Esofagus
Karsinoma esofagus sering ditandai dengan melena
daripada hematemesis, namun beberapa penderita mengalami
hematemesis dengan perdarahan yang tidak masif. Secara
panendoskopi terlihat jelas gambaran karsinoma yang hampir
menutup esofagus dan sepertiga bawah esofagus merupakan
bagian yang mudah berdarah.
2) Sindroma Mallory-Weiss
Berdasarkan laporan oleh Mallory dan Weiss pada tahun
1929 yang pertama kali menemukan penderita alkoholik dengan
keadaan muntah-muntah yang sangat hebat dan perdarahan yang
masif, akibat dari laserasi yang aktif serta ulserasi pada daerah
kardia atau esofagus bagian bawah. Timbulnya laserasi yang
akut tersebut dapat terjadi akibat terlalu sering muntah-muntah
yang hebat, sehingga meningkatnya tekanan intra abdomen dan
mengakibatkan pecahnya arteri di submukosa esofagus atau
kardia. Gambaran semacam ini juga sering ditemukan pada
wanita hamil yang mengalami muntah- muntah yang hebat atau
dikenal dengan istilah hiperemesis gravidarum. Biasanya setelah
penderita muntah-muntah berulang kali akan diikuti dengan
keluhan nyeri epigastrium.
3) Esofagogastritis Korosiva
Hal ini sering terjadi akibat benda asing yang
mengandung asam sitrat dan asam HCL yang bersifat korosif
mengenai mukosa mulut, esofagus dan lambung seperti yang
terkandung dalam air keras (H2SO4). Sehingga penderita akan
mengalami hematemesis, rasa panas terbakar dan nyeri pada
mulut, dada, serta epigastrium.
4) Esofagitis dan Tukak Esofagus
Esofagitis bila sampai menimbulkan perdarahan lebih
sering bersifat intermiten atau kronis dan biasanya ringan
sehingga lebih sering menyebabkan melena dibanding
hematemesis. Tukak di esofagus jarang sekali mengakibatkan
perdarahan dibandingkan dengan tukak lambung atau
duodenum.
b) Kelainan di Lambung
1. Gastritis Erosiva Hemoragika
Obat-obatan golongan salisilat dapat menimbulkan iritasi pada
mukosa lambung dan dapat merangsang timbulnya tukak (ulcerogenic
drugs). Selain itu obat-obatan lain yang dapat menimbulkan
hematemesis seperti golongan kortikostreoid, butazolidin, reserpin,
alkohol, dan lain-lain. Apabila dilakukan endoskopi akan tampak erosi
di angulus, dan antrum yang multiple dan sebagian diantaranya tampak
bekas perdarahan atau masih terlihat perdarahan yang aktif di sekitar
daerah erosi.
2. Tukak Lambung
Tukak lambung yang timbulnya akut biasanya bersifat
dangkal dan multiple yang digolongkan sebagai erosi. Umumnya
tukak ini disebabkan oleh obat- obatan sehingga timbul gastritis
erosive hemoragika. Insidensi tukak lambung di Indonesia jarang
ditemukan. Sebelum timbulnya hematemesis dan melena dirasakan
rasa nyeri dan pedih di sekitar ulu hati, sifat perdarahan yang
ditimbulkan tidak begitu masif bila dibandingkan karena pecahnya
varises esofagus.
3. Karsinoma Lambung
Insidensi karsinoma lambung sudah jarang ditemukan,
umumnya datang sudah dalam fase lanjut dengan keluhan rasa
pedih, nyeri daerah ulu hati, lekas kenyang, badan lemah dan sering
mengalami buang air besar hitam pekat (melena).
c) Kelainan di Duodenum
1. Tukak Duodeni
Tukak duodeni yang menyebabkan perdarahan secara
panendoskopi terletak di bulbus, umumnya penderita mengeluh
nyeri dan pedih di bagian abdomen atas agak ke kanan.
2. Karsinoma Papila Vaterii
Kanker ini menyebabkan penyumbatan saluran empedu
dan saluran pankreas yang pada umumnya sudah dalam fase
lanjut. Gejala yang ditimbulkan selain kolestatik ekstrahepatal
juga dapat menyebabkan perdarahan yang bersifat tersembunyi
(occult bleeding). Tumor ampulla dapat menyebabkan anemia
defisinesi Fe dan perdarahan masif pada saluran cerna bagian
atas atau dimanifestasikan dengan hematemesis melena.
Perdarahan merupakan gejala sekunder akibat adanya massa
ampulla yang besar (2,5 x 2, x 2 cm).
d) Penyakit Darah
Penyakit darah seperti leukemia, disseminated intravascular
coagulation (DIC), purpura trombositopenia dan hemofilia.
Kehilangan atau kerusakan pada salah satu sel darah yang
mengakibatkan trombositopenia. Manifestasinya sangat bervariasi
mulai dari manifestasi perdarahan ringan, sedang sampai dapat
mengakibatkan kejadian-kejadian yang fatal. Kadang juga
asimptomatik (tidak bergejala). Jika jumlah trombosit kurang dari
30.000/mL, bisa terjadi perdarahan abnormal meskipun biasanya
gangguan baru timbul jika jumlah trombosit mencapai kurang dari
10.000/mL.
e) Penyakit Sistemik lainnya
Ulkus stress adalah istilah yang diberikan pada ulserasi mukosa
akut dari duodenal atau area lambung yang terjadi setelah kejadian
penuh stress secara fisiologis. Kondisi stress seperti luka bakar,
syok, sepsis berat, dan trauma dengan organ multiple dapat
menimbulkan ulkus stress. Bila kondisi stress berlanjut ulkus akan
meluas dan menyebabkan perdarahan pada lambung.
2) Disfagia
Disfagia atau sulit menelan merupakan kondisi dimana proses
penyaluran makanan atau minuman dari mulut ke dalam lambung
akan membutuhkan usaha lebih besar dan waktu lebih lama
dibandingkan kondisi seseorang yang sehat.
3) Feses yang berwarna hitam dan lengket
Perubahan warna disebabkan oleh HCL lambung, pepsin dan
warna hitam ini diduga karena adanya pigmen porfirin.
Diperkirakan darah yang muncul dari duodenum dan jejunum akan
tertahan pada saluran cerna sekitar 6-8 jam untuk merubah warna
feses menjadi hitam.
4) Perubahan hemodinamik seperti terjadi hipotensi, dan peningkatan
nadi
Perubahan hemodinamik terjadi akibat berkurangnya
volume cairan di dalam tubuh. Pentingnya pemantauan terus
menerus terhadap status hemodinamik, respirasi, dan tanda-tanda
vital lain akan menjamin early detection bisa dilaksanakan
dengan baik sehingga dapat mencegah pasien jatuh kepada kondisi
lebih parah.
5) Perubahan sirkulasi perifer seperti warna kulit pucat, penurunan
kapilari refill, dan akral teraba dingin.
6) Rasa cepat lelah dan lemah
Penurunan volume darah dalam jumlah yang cukup banyak
akan menyebabkan penurunan suplai oksigen ke pembuluh darah
perifer sehingga menyebabkan metabolisme menurun dan penderita
akan merasakan letih dan lemah.
c. Masalah Keperawatan
1) Nyeri akut
2) Hipovolemia
3) Defisit Nutrisi
4) Intoleransi Aktivitas
5) Risiko Syok
III.Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Hitung darah lengkap untuk mengetahui penurunan Hb, Ht,
jumlah eritrosit dan peningkatan leukosit.
b. Profil hematologi, untuk mengetahui perpanjangan masa
protombin dan tromboplastin, biasanya terjadi peningkatan.
c. Pemeriksaan kimia darah biasanya menunjukkan peningkatan
kadar BUN, natrium, total bilirubin dan ammonia, serta
penurunan kadar albumin.
d. Elektrolit, untuk mengetahui penurunan kalium serum,
peningkatan natrium, glukosa serum, dan laktat.
e. Gas darah arteri, untuk mengetahui terjadinya alkalosis
respiratori dan hipoksemia, serta gangguan keseimbangan asam
basa lainnya.
f. Test faal hati untuk mengetahui kelainan fungsi hati apabila
penderita mengalami sirosis hepatis dengan pecahnya varises
esofagus.
g. Test faal ginjal untuk mengetahui ada tidaknya kelainan fungsi
ginjal.
2. Pemeriksaan Radiologis
a. Dilakukan dengan pemeriksaan esopagogram untuk daerah
esofagus dan double contrast untuk lambung dan duodenum.
b. Pemeriksaan tersebut dilakukan pada berbagai posisi terutama
pada 1/3 distal esofagus, kardia, dan fundus lambung untuk
mengetahui ada tidaknya varises sedini mungkin setelah
hematemesis berhenti.
3. Pemeriksaan Endoskopi
a. Untuk menentukan asal dan sumber pendarahan
b. Keuntungan lain yaitu dapat diambil foto, aspirasi cairan dan
biopsi untuk pemeriksaan sitopatologik, pemeriksaan dilakukan
sedini mungkin setelah hematemesis berhenti.
IV. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
a) Penatalaksaan Medis
1. Resusitasi cairan dan produk darah
a. Pasang akses intravena dengan kanul berdiameter besar.
b. Lakukan penggantian cairan intravena dengan RL atau
normal saline.
c. Observasi tanda-tanda vital saat cairan diganti.
d. Jika kehilangan cairan > 1500 ml membutuhkan penggantian
darah selain cairan, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan
golongan darah dan cross-match.
e. Penggunaan obat vasoaktif sampai cairan seimbang untuk
mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ vital,
seperti dopamine, epineprin, dan norefineprine untuk
menstabilkan pasien.
2. Mendiganosa penyebab pendarahan
a. Dilakukan dengan endoskopi fleksibel.
b. Pemasangan selang nasogastrik untuk mengkaji tingkat
pendarahan.
c. Pemeriksaan barium (double contrast untuk lambung dan
duodenum) untuk melihat adanya varises pada 1/3 distal
esofagus, kardia dan fundus lambung setelah hematemesis
terjadi.
d. Angiografi apabila tidak terkaji melalui endoskopi.
3. Perawatan definitif
a. Terapi endoskopi
Pemeriksaan endoskopi dilaksanakan sedini mungkin
untuk mengetahui secara tepat sumber perdarahan, baik yang
berasal dari esofagus, lambung, maupun duodenum.
b. Skleroterapi merupakan sebuah cara atau metode yang
dipakai untuk mengobati varises atau spider veins dengan
cara menyuntikkan cairan khusus ke pembuluh vena agar
menyusut.
c. Bilas lambung
a) Dilakukan selama periode pendarahan akut
b) Bilas lambung dengan 1000-2000 ml air atau normal
salin steril dalam suhu kamar dimasukkan menggunakan
nasogastrotube (NGT) dan kemudian dikeluarkan
kembali .
c) Bilas lambung dengan menggunakan es tidak dianjurkan
karena dapat menyebabkan perdarahan.
d) Irigasi lambung dengan cairan normal saline agar
menimbulkan vasokontriksi, setelah diabsorbsi lambung
e) Pasien akan berisiko mengalami aspirasi lambung
karena pemasangan NGT dan peningkatan tekanan
intragastrik karena darah atau cairan yang digunakan
untuk membilas. Pemantauan distensi lambung dengan
membaringkan pasien kemudian meninggikan kepala
agar mencegah refluk isi lambung.
d. Pemberian pitresin
Pemberian pitresin dilakukan apabila bilas lambung atau
skleroterapi tidak berpengaruh, obat ini akan menurunkan
tekanan vena porta sehingga aliran darah akan menurun
dengan dosis 0,2- 0,6 unit/menit. Pitresin juga akan
menyebabkan kontriksi pembuluh darah dan menyeimbangan
cairan dalam tubuh.
e. Mengurangi asam lambung
Menurunkan keasaman sekresi lambung dengan obat
histamine (H2) antagonistic seperti simetidin, ranitidine
hidrokloride, famotidin, dan antasida. Dosis tunggal akan
menurunkan sekresi asam selama hampir 5 jam.
4. Memperbaiki Status Hipokoagulasi
Pemberian vitamin K dalam bentuk fitonadion (aqua
mephyton) 10 mg melalui im atau iv dengan lambat untuk
mengembalikan masa protombin menjadi normal.
5. Balon Tamponade
Sebaiknya balon tamponade dilakukan sesudah penderita
tenang dan kooperatif, sehingga bisa dijelaskan mengenai
prosedur tindakan. Terdapat bermacam-macam balon tamponade
antara lain tube sangstaken-blakemore, minnesoata, linton-
nachlas yang mana dapat berfungsi untuk mengontrol pendarahan
gastrointestinal bagian atas akibat varises esofagus.
6. Terapi Pembedahan
(a) Reseksi lambung (antrektomi)
(b) Gastrektomi
(c) Gastroenrostomi
(d) Vagotomi
(e) Operasi dekompresi hipertensi porta.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Smeltzer dan Bare (2013) serta Bararah dan Jauhar
(2013) penatalaksanaan keperawatan yang dapat dilakukan antara lain
sebagai berikut:
1. Pengaturan Posisi
a. Pasien dipertahankan istirahat sempurna, karena gerakan
seperti batuk akan meningkatkan tekanan intra abdomen
sehingga perdarahan berlanjut.
b. Meninggikan bagian kepala tempat tidur untuk mengurangi
aliran darah ke sistem porta dan mencegah refluk ke dalam
esofagus.
2. Pemasangan NGT
Tujuannya adalah untuk aspirasi cairan lambung, bilas lambung
dengan air, serta pemberian obat-obatan seperti antibiotik untuk
menetralisir lambung.
3. Bilas Lambung
NGT harus diirigasi setiap 2 jam untuk memastikan
kepatenannya dan menilai perdarahan serta menjaga agar
lambung tetap kosong. Darah tidak boleh dibiarkan berada dalam
lambung karena akan masuk ke intestine dan bereaksi dengan
bakteri menghasilkan ammonia yang akan diserap ke dalam
aliran darah dan akan menimbulkan kerusakan pada otak.
4. Pengaturan Diit
Pasien dianjurkan untuk berpuasa sekurang-kurangnya sampai
24 jam setelah perdarahan berhenti. Penderita mendapat nutrisi
secara parenteral total sampai perdarahan berhenti. Setelah 24-48
jam perdarahan berhenti, dapat diberikan diit makanan cair.
5. Lubang hidung harus diperiksa, dibersihkan dan diberi pelumas
untuk mencegah area penekanan yang disebabkan area penekanan
oleh selang.
V. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian Primer
- Airways
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien
antara lain :
1) Kaji kepatenan jalan nafas pasien.
Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien
antara lain:
a) Adanya snoring atau gurgling
b) Stridor atau suara napas tidak normal
c) Agitasi (hipoksia)
d) Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest
movements
e) Sianosis
2) Look dan listen
Tanda-tanda ada masalah pada saluran napas bagian atas
dan potensial penyebab obstruksi :
a) Muntahan
b) Perdarahan
c) Gigi lepas atau hilang
d) Gigi palsu
e) Trauma wajah
3) Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas
pasien terbuka. Lindungi tulang belakang dari gerakan yang
tidak perlu pada pasien yang berisiko untuk mengalami
cedera tulang belakang. Gunakan berbagai alat bantu
untuk mempatenkan jalan nafas pasien sesuai indikasi :
a) Chin lift
b) Jaw thrust
c) Lakukan suction (jika tersedia)
d) Oropharyngeal airway
e) Nasopharyngeal airway
f) Laryngeal Mask Airway
g) Lakukan intubasi
- Breathing
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien
antara lain :
a. Look, Listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan
oksigenasi pasien.
- Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting.
Apakah ada tanda-tanda sebagai berikut : cyanosis,
penetrating injury, flail chest, sucking chest wounds, dan
penggunaan otot bantu pernafasan.
- Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga,
subcutaneous emphysema, perkusi berguna untuk
diagnosis haemothorax dan pneumotoraks
- Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
b. Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien
jika perlu.
c. Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji
lebih lanjut mengenai karakter dan kualitas pernafasan pasien.
d. Penilaian kembali status mental pasien.
e. Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
f. Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan /
atau oksigenasi:
- Pemberian terapi oksigen
- Bag-Valve Masker
- Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi
penempatan yang benar), jika diindikasikan
- Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced
airway procedures
g. Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa
lainnya dan berikan terapi sesuai kebutuhan
- Circulation
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi
pasien, antara lain :
a) Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
b) CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk
digunakan.
c) Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan
dengan pemberian penekanan secara langsung.
d) Palpasi nadi radial jika diperlukan:
- Menentukan ada atau tidaknya
- Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
- Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
- Regularity
e) Kaji kulit untuk melihat adanya tanda- tanda hipoperfusi
atau hipoksia (capillary refill).
f) Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
- Disabilitas
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala
AVPU :
1) A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya
mematuhi perintah yang diberikan
2) V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara
yang tidak bisa dimengerti
3) P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai
jika ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji gagal
untuk merespon)
4) U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik
stimulus nyeri maupun stimulus verbal.
- Exposure
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang
mengancam jiwa, maka Rapid Trauma Assessment harus segera
dilakukan:
a) Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada
pasien
b) Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat
mengancam nyawa pasien luka dan mulai melakukan
transportasi pada pasien yang berpotensi tidak stabil atau
kritis
B. Pengkajian Sekunder
a. Identifikasi Pasien
Umumnya berisikan nama, nomor rekam medik, tempat tanggal
lahir, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal
masuk RS, dan diagnosa medis. Identitas perlu ditanyakan untuk
memastikan bahwa pasien yang dihadapi adalah pasien yang
dimaksud, selain itu identitas diperlukan untuk data penelitian,
asuransi, dan lain sebagainya (Sudoyo, 2009).
b. Riwayat Kesehatan
- Keluhan Utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien
sehingga pasien pergi ke dokter atau mencari pertolongan. Dalam
menulis keluhan utama harus disertai dengan indikator waktu,
berapa lama pasien akan mengalami hal tersebut (Sudoyo, 2009).
Pasien dengan melena perlu ditanyakan tentang perdarahan
yang timbul apakah mendadak dan banyak, atau sedikit tetapi
terus menerus, apakah timbul perdarahan yang berulang, serta
sebelumnya pernah mengalami perdarahan atau tidak. Biasanya
pasien akan mengeluh BAB berwarna gelap yang tiba-tiba dalam
jumlah yang banyak, dan badan terasa lemah akibat kehilangan
banyak darah (Hadi, 2013).
- Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat perjalanan penyakit merupakan cerita yang
kronologis, terinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien
sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang berobat.
Biasanya pasien akan mengalami, BAB berdarah dengan warna
lebih gelap, pusing, sesak nafas, dan badan terasa lemah. Pasien
juga akan terlihat pucat, membrane mukosa kering dan pucat,
turgor kulit buruk, intake dan output cairan tidak seimbang.
- Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat kesehatan dahulu bertujuan untuk mengetahui
kemungkinan- kemungkinan adanya hubungan antara penyakit
yang pernah diderita dengan penyakitnya sekarang. Tanyakan pula
apakah pasien pernah mengalami kecelakaan, menderita penyakit
yang berat dan menjalani operasi tertentu, riwayat alergi obat dan
makanan, lama perawatan, apakah sembuh sempurna atau tidak.
Obat-obat yang pernah dikonsumsi seperti steroid, kontrasepsi,
transfusi, kemoterapi, dan apabila pasien pernah mengalami
pemeriksaan maka harus dicatat dengan seksama hasilnya
(Sudoyo, 2009).
b) Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Sebelum melakukan pemeriksaan fisik, dapat diperhatikan bagaimana
keadaan umum pasien melalui ekspresi wajahnya dan tanda-tanda spesifik
lainnya. Keadaan umum pasien dapat dibagi atas tampak sakit ringan, sakit
sedang atau sakit berat. Keadaan umum pasien seringkali dapat menilai apakah
keadaan pasien dalam keadaan darurat atau tidak seperti menilai apakah pasien
sudah memperlihatkan tanda-tanda syok atau belum. Biasanya keadaan umum
pasien dengan melena lemah karena kekurangan cairan dalam jumlah yang
cukup banyak (Sudoyo, 2009).
2. Kesadaran
Kesadaran pasien dapat diperiksa secara inspeksi dengan melihat reaksi
pasien yang wajar terhadap stimulus visual, auditor maupun taktil. Seorang yang
sadar dapat tertidur tetapi akan bangun apabila dirangsang. Biasanya pasien
akan datang dengan tingkat kesadaran yang baik namun beberapa juga datang
dengan kesadaran yang menurun atau sinkop. Sinkop merupakan penurunan
kesadaran sementara yang berhubungan dengan penurunan aliran darah di otak.
Sinkop berhubungan dengan kolaps postural dan dapat menghilang tanpa gejala
sisa. Pasien sirosis hepatis dengan perdarahan cenderung mengalami koma
hepatikum (Sudoyo, 2009).
3. Tanda-tanda Vital
Biasanya terjadi penurunan tekanan nadi, penurunan tekanan darah,
peningkatan frekuensi pernafasan serta peningkatan suhu tubuh akibat
kekurangan cairan. Tanda-tanda vital perlu diperhatikan guna menilai tanda-
tanda syok dan anemia pada pasien sehingga apabila pasien sudah syok perlu
diberikan pertolongan untuk mengatasi syoknya (Sudoyo, 2009).
membaik
(D.0056) Tujuan : setelah dilakukan Manajemen Energi (I.05178)
asuhan keperawatan Selama Observasi
Intoleransi
1x24 jam maka toleransi 1. Monitor kelelahan
Aktivitas fisik dan emosional
aktivitas meningkat
2. Monitor pola dan
Kriteria Hasil : jam tidur
Toleransi Aktivitas (L.05047) Terapeutik
1. Frekuensi nadi meningkat 3. Sediakan
2. Keluhan lelah menurun lingkungan yang
3. Dispnea saat aktivitas nyaman dan rendah
menurun stimulus (mis.
Cahaya, suara,
4. Dispnea setelah aktivitas
kunjungan)
menurun 4. Berikan aktivitas
5. Jarak berjalan meningkat distraksi yang
6. Warna kulit membaik menenangkan
7. Tekanan darah membaik Edukasi
8. Frekuensi napas membaik 5. Anjurkan tirah
baring
6. Anjurkan
melakukan aktivitas
secara bertahap
Daftar Pustaka
Grace, P. A., & Neil, R. B. 2007. At a Glance Ilmu Bedah, edisi3.Jakarta: Erlangga.
Bararah, T., Mohammad Jauhar. 2013. Asuhan Keperawatan; panduan Lengkap
menjadi Perawat Profesional. Jilid 2. Jakarta : Prestasi Pustaka.
Adi, P. 2009. Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas: Ilmu Penyakit
Dalam, jilid I, edisi 5. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Potter, P. A., & Perry, A.G. 2012. Buku Ajar Fundamental Keperawatan, edisi 7,
volume 2. Jakarta: EGC.
Saputra, Dr. Lyndon. 2014. Buku Ajar Keperawatan Pasien dengan Gangguan
Fungsi Gastrointestinal. Tangerang Selatan :Binarupa Aksara.
Djumhana, Ali. (2011). Perdarahan Akut Saluran Cerna Bagian Atas. FK.
UNPAD. Diakses dari http://pustaka.unpad.ac.id
PPNI, D. (n.d.). SIKI Pokja Tim, 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Edisi, 1.
PPNI, D., & Tim, S. P. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
PPNI, T. P. S. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1. Jakarta
Selatan: DPP: Dewan Pengurus Pusat.