0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
103 tayangan19 halaman

Laporan Pendahuluan Hematemesis Melena

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 19

LAPORAN PENDAHULUAN

HEMATEMESIS MELENA

Stase KDP

NAMA : USWATUN HASANAH

NPM : JP 020.02.023

CI INSTITUSI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN VIII


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INDONESIA JAYA PALU
TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN HEMATEMESIS MELENA

A. Pengertian
Hematemesis adalah muntah darah atau darah kehitaman (“coffee
grounds”) menunjukkan pendarahan proksimal dari ligament Treitz, dan
Melena adalah pengeluaran tinja yang berwarna hitam (>100 ml darah) seperti
Ter yang mengandung darah dari pencernaan (fauci, Braunwald). Warna
hematemesis tergantung pada lamanya hubungan atau kontak antara darah
dengan asam lambung dan besar kecilnya pendarahan, sehingga dapat
berwarna seperti kopi atau kemerah-merahan dan bergumpal-gumpal (Nanda,
2015).
B. Etiologi
Hematemesis Melena terjadi bila ada perdarahan di daerah proksimal
jejenum dan melena dapat terjadi tersendiri atau bersama-sama dengan
hematemesis. Paling sedikit terjadi perdarahan sebanyak 50-100 ml, baru
dijumpai keadaan melena. Banyaknya darah yang keluar selama hematemesis
melena sulit dipakai sebagai patokan untuk menduga besar kecilnya
perdarahan saluran makan bagian atas. Hematemesis dan melena merupakan
suatu keadaan yang gawat dan memerlukan perawatan segera di rumah sakit.
(Sjaifoellah Noer, dkk, 1996). Etiologi dari Hematemesis melena adalah:
a. Kelainan esophagus: varise, esofagitis, keganasan.
b. Kelainan lambung dan duodenum: tukak lambung dan duodenum,
keganasan dan lain-lain.
c. Penyakit darah : leukemia, DIC (disseminated intravascular
coagulation). purpura trombositopenia dan lain-lain.
d. Penyakit sistemik lainnya: uremik, dan lain-lain.
e. Permakaian obat-obatan yang ulserogenik: golongan salisilat,
kortikosteroid, alkohol, dan lain-lain.
Penting sekali menentukan penyebah dan tempat asal perdarahan saluran
makan bagian atas, karena terdapat perbedaan usaha penanggulangan setiap
macam perdarahan saluran makan bagian atas. (NANDA, 2015).
C. Anatomi dan fisiologis lambung
lambung dalam bahasa medisnya yaitu gaster, lambung merupakan
salah satu organ Pencernaan yang terdapat dalam tubuh manusia. untuk lebih
jelasnnya apa itu lambung atau gaster, aku akan membahas anatomi lambung
terlebih dahulu. tidak hanya anatomi lambung, disini aku juga akan membahas
fisiologi lambung atau lebih komplitnya aku akan membahas Anatomi dan
Fisiologi Lambung. anatomi dan fisiologi lambung yang aku bahas di sini
meliputi: lapisan lambung, persarafan dan aliran darah pada lambung, fungsi
motorik dari lambung, fungsi pencernaan dari lambung, fungsi sekresi dari
lambung, Proses pencernaan makanan di lambung, serta enzim dan hormon
yang berperan dalam pencernaan di lambung. lanjung aja yah anda baca di
bawah ini mengenai anatomi fisiologi lambung.

Anatomi Lambung (Gaster)


Gaster terletak di bagian atas abdomen, terbentang dari permukaan
bawah arcus costalis sinistra sampai regio epigastrica an umbilicalis. Sebagian
besar gaster terletak di bawah costae bagian bawah. Secara kasar gaster
berbentuk huruf J dan mempunyai dua lubang, ostium cardiacum dan ostium
pyloricum; dua curvatura, curvatura major dan curvatura minor; dan dua
dinding, paries anterior dan paries posterior.

Secara umum lambung di bagi menjadi 3 bagian:

1. kardia/kelenjar jantung ditemukan di regia mulut jantung. Ini hanya


mensekresi mucus
2. fundus/gastric terletak hampir di seluruh corpus, yang mana kelenjar ini
memiliki tiga tipe utama sel, yaitu :
 Sel zigmogenik/chief cell, mesekresi pepsinogen. Pepsinogen ini
diubah menjadi pepsin dalam suasana asam. Kelenjar ini
mensekresi lipase dan renin lambung yang kurang penting.
 Sel parietal, mensekresi asam hidroklorida dan factor intrinsic.
Faktor intrinsic diperlukan untuk absorbsi vitamin B12 dalam usus
halus.
 Sel leher mukosa ditemukan pada bagian leher semua kelenjar
lambung. Sel ini  mensekresi barier mukus setebal 1 mm dan
melindungi lapisan lambung terhadap kerusakan oleh HCL atau
autodigesti.
3. pilorus terletak pada regia antrum pilorus. Kelenajr ini mensekresi
gastrin dan mukus, suatu hormon peptida yang berpengaruh besar dalam
proses sekresi lambung.
Lapisan Lapisan Lambung

Lambung terdiri atas empat lapisan :

1. Lapisan peritoneal luar atau lapisan serosa yang merupakan bagian dari
peritoneum viseralis.
Dua lapisan peritoneum visceral menyatu pada kurvatura minor lambung dan
duodenum, memanjang kearah hati membentuk omentum minus. Lipatan
peritoneum yang kelaur dari organ  satu menuju organ lain disebut
ligamentum. Pada kurvatura mayor peritoneum terus kebawah membentuk
omentum mayus.
2. Lapisan berotot yang terdiri atas tiga lapis:
 serabut longitudinal, yang tidak dalam dan bersambung dengan otot
esofagus,
 serabut sirkuler yang paling tebal dan terletak di pilorus serta membentuk
otot sfingter; dan berada di bawah lapisan pertama, dan
 serabut oblik yang terutama dijumpai pada fundus lambung dan berjalan
dari orifisium kardiak, kemudian membelok ke bawah melalui kurvatura
minor (lengkung kecil).
3. Lapisan submukosa yang terdiri atas jaringan areolar berisi pembuluh darah
dan saluran limfe. Lapisan mukosa yang terletak di sebelah dalam, tebal, dan
terdiri atas banyak kerutan atau rugue, yang hilang bila organ itu
mengembang karena berisi makanan.
4. Membran mukosa dilapisi epitelium silindris dan berisi banyak saluran limfe.
Semua sel-sel itu mengeluarkan sekret mukus. Permukaan mukosa ini dilintasi
saluran-saluran kecil dari kelenjar-kelenjar lambung. Semua ini berjalan dari
kelenjar lambung tubuler yang bercabang-cabang dan lubang-lubang
salurannya dilapisi oleh epithelium silinder. Epithelium ini bersambung
dengan permukaan mukosa dari lambung. Epithelium dari bagian kelejar yang
mengeluarkan sekret berubah-ubah dan berbeda-beda di beberapa daerah
lambung.

Persarafan dan Aliran Darah Pada Lambung

Persarafan pada lambung umumnya bersifat otonom. Suplay saraf


parasimpatis untuk lambung di hantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf
vagus. Trunkus vagus mencabangkan ramus gastric, pilorik, hepatic dan
seliaka.
Persarafan simpatis melalui saraf splangnikus mayor dan ganglia
seliakum. Serabut-serabut afferent simpatis menghambat pergerakan dan
sekresi lambung. Pleksus auerbach dan submukosa ( meissner ) membentuk
persarafan intrinsic dinding lambung dan mengkoordinasi aktivitas motorik
dan sekresi mukosa lambung.

Suplai darah dilambung berasal dari arteri seliaka. Dua cabang arteri
yang penting dalam klinis adalah arteri duodenalis dan pankreas
tikoduodenalis (retroduodenalis) yang berjalan sepanjang bulbus posterior
duodenum. Tukak dinding posterior duodenum dapat mengerosi arteri itu
menyebabkan perdarahan. Darah vena dari lambung dan duodenum serta
berasal dari pankreas, limpa dan bagian lain saluran cerna berjalan ke hati
melalui vena porta.

Fisiologi Lambung

Secara umum gaster memiliki fungsi motorik dan fungsi pencernaan &
sekresi, berikut fungsi Lambung:

1. Fungsi motorik
 Fungsi reservoir
Menyimpan makanan sampai makanan tersebut sedikit demi sedikit
dicernakan dan bergerak ke saluran pencernaan. Menyesuaikan
peningkatan volume tanpa menambah tekanan dengan relaksasi
reseptif otot polos yang diperantarai oleh saraf vagus dan dirangsang
oelh gastrin.
 Fungsi mencampur
Memecahkan makanan menjadi partikel-partikel kecil dan
mencampurnya dengan getah lambung melalui kontraksi otot yang
mengelilingi lambung.
 Fungsi pengosongan lambung
Diatur oleh pembukaan sfingter pylorus yang dipengaruhi oleh
viskositas, volume, keasaman, aktivitas osmotis, keadaan fisisk,
emosi, obat-obatan dan kerja. Pengosongan lambung di atur oleh
saraf dan hormonal
2. Fungsi pencernaan dan sekresi
 Pencernaan protein oleh pepsin dan HCL
 Sintesis dan pelepasan gastrin. Dipengaruhi oleh protein yang di
makan, peregangan antrum, rangsangan vagus
 Sekresi factor intrinsik. Memungkinkan absorpsi vitamin B12 dari
usus halus bagian distal.
 Sekresi mucus. Membentuk selubung yang melindungi lambung
serta berfungsi sebagai pelumas sehingga makanan lebih mudah
untuk diangkut.

Proses Pencernaan Makanan Di Lambung

1. MEKANIK
Beberapa menit setelah makanan memasuki perut, gerakan peristaltik
yang lembut dan berriak yang disebut gelombang pencampuran (mixing
wave) terjadi di perut setiap 15-25 detik. Gelombang ini merendam
makanan dan mencampurnya dengan hasil sekresi kelenjar lambung dan
menguranginya menjadi cairan yang encer yang disebut chyme. Beberapa
mixing wave terjadi di fundus, yang merupakan tempat penyimpanan
utama. Makanan berada di fundus selama satu jam atau lebih tanpa
tercampur dengan getah lambung. Selama ini berlangsung, pencernaan
dengan air liur tetap berlanjut.
Selama pencernaan berlangsung di perut, lebih banyak mixing wave
yang hebat dimulai dari tubuh dan makin intensif saat mencapai pilorus.
Pyloric spinchter hampir selalu ada tetapi tidak seluruhnya tertutup. Saat
makanan mencapai pilorus, setiap mixing wave menekan sejumlah kecil
kandungan lambung ke duodenum melalui pyloric spinchter. Hampir
semua makanan ditekan kembali ke perut. Gelombang berikutnya
mendorong terus dan menekan sedikit lagi menuju duodenum.
Pergerakan ke depan atau belakang (maju/mundur) dari kandungan
lambung bertanggung jawab pada hampir semua pencampuran yang
terjadi di perut.
2. KIMIAWI
Prinsip dari aktivitas di perut adalah memulai pencernaan protein.
Bagi orang dewasa, pencernaan terutama dilakukan melalui enzim
pepsin. Pepsin memecah ikatan peptide antara asam amino yang
membentuk protein. Rantai protein yang terdiri dari asam amino dipecah
menjadi fragmen yang lebih kecil yang disebut peptide. Pepsin paling
efektif di lingkungan yang sangat asam di perut (pH=2) dan menjadi
inaktif di lingkungan yang basa. Pepsin disekresikan menjadi bentuk
inaktif yang disebut pepsinogen, sehingga tidak dapat mencerna protein
di sel-sel zymogenic yang memproduksinya. Pepsinogen tidak akan
diubah menjadi pepsin aktif sampai ia melakukan kontak dengan asam
hidroklorik yang disekresikan oleh sel parietal. Kedua, sel-sel lambung
dilindungi oleh mukus basa, khususnya setelah pepsin diaktivasi. Mukus
menutupi mukosa untuk membentuk hambatan antara mukus dengan
getah lambung.
Enzim lain dari lambung adalah lipase lambung. Lipase lambung
memecah trigliserida rantai pendek menjadi molekul lemak yang
ditemukan dalam susu. Enzim ini beroperasi dengan baik pada pH 5-6
dan memiliki peranan terbatas pada lambung orang dewasa. Orang
dewasa sangat bergantung pada enzim yang disekresikan oleh pankreas
(lipase pankreas) ke dalam usus halus untuk mencerna lemak. Lambung
juga mensekresikan renin yang penting dalam mencerna susu. Renin dan
Ca bereaksi pada susu untuk memproduksi curd. Penggumpalan
mencegah terlalu seringnya lewatnya susu dari lambung menuju ke
duodenum (bagian pertama dari usus halus). Rennin tidak terdapat pada
sekresi lambung pada orang dewasa.
D. Manifestasi Klinis
Gejala terjadi akibat perubahan morfologi dan lebih menggambarkan
beratnya kerusakan yang terjadi dari pada etiologinya. Didapatkan gejala dan
tanda sebagai berikut :
a. Gejala-gejala intestinal yang tidak khas seperti anoreksia, mual,
muntah dan diare.
b. Demam, berat badan turun, lekas lelah.
c. Ascites, hidratonaks dan edemo.
d. Ikterus, kadang-kadang urin menjadi lebih tua warnanya atau
kecoklatan.
e. Hematomegali, bila telah lanjut hati dapat mengecilkarena fibrosis.
Bila secara klinis didapati adanya demam, ikterus dan asites, dimana
demam bukan oleh sebab-sebab lain, ditambahkan sirosis dalam
keadaan aktif. Hati-hati akan kemungkinan timbulnya prekoma dan
koma hepatikum.
f. Kelainan pembuluh darah seperti kolateral-kolateral didinding, koput
medusa, wasir dan varises esofagus.
g. Kelainan endokrin yang merupakan tanda dari hiperestrogenisme
yaitu:
1) Impotensi, atrosi testis, ginekomastia, hilangnya rambut axila
dan pubis.
2) Amenore, hiperpigmentasi areola mamae
3) Spider nevi dan eritema
h. Jari tabuh
(NANDA, 2015).
E. Patofisiologi
Pada gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar
mengakibatkan peningkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk
saluran kolateral dalam submukosa esofagus dan rektum serta pada dinding
abdomen anterior untuk mengalihkan darah dari sirkulasi splenik menjauhi
hepar. Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini, maka vena tersebut
menjadi mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah (disebut varises).
Varises dapat pecah, mengakibatkan perdarahan gastrointestinal masif.
Selanjutnya dapat mengakibatkan kehilangan darah tiba-tiba, penurunan arus
balik vena ke jantung, dan penurunan curah jantung. Jika perdarahan menjadi
berlebihan, maka akan mengakibatkan penurunan perfusi jaringan. Dalam
berespon terhadap penurunan curah jantung, tubuh melakukan mekanisme
kompensasi untuk mencoba mempertahankan perfusi. Mekanisme ini
merangsang tanda-tanda dan gejala-gejala utama yang terlihat pada saat
pengkajian awal. Jika volume darah tidak digantikan, penurunan perfusi
jaringan mengakibatkan disfungsi seluler. Sel-sel akan berubah menjadi
metabolisme anaerob, dan terbentuk asam laktat. Penurunan aliran darah
akan memberikan efek pada seluruh sistem tubuh, dan tanpa suplai oksigen
yang mencukupi sistem tersebut akan mengalami kegagalan.
F. Pathway
G. Penatalaksanaan medis
Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas harus sedini
mungkin dan sebaiknya diraat di rumah sakit  untuk mendapatkan
pengawasan yang teliti dan pertolongan yang lebih baik. Pengobatan penderita
perdarahan saluran makan bagian atas menurut meliputi :
1. Pengawasan dan pengobatan umum
a. Penderita harus diistirahatkan mutlak, obat-obat yang menimbulkan
efek sedatif morfin, meperidin dan paraldehid sebaiknya
dihindarkan.
b. Penderita dipuasakan selama perdarahan masih berlangsung dan
bila perdarahan berhenti dapat diberikan makanan cair.
c. Infus cairan langsung dipasang & diberilan larutan garam fisiologis
slama belum ada darah.
d. Pengawasan tekanan darah, nadi, kesadaran penderita dan bila perlu
dipasang CVP monitor.
e. Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan
untuk mengikuti keadaan perdarahan.
f. Transfusi darah diperlukan untuk menggati darah yang hilang dan
mempertahankan kadar hemoglobin 50-70 % harga normal.
g. Pemberian obat hemostatik seperti vitamin K, 4 x 10 mg/hari,
karbasokrom (Adona AC), antasida dan golongan H2 reseptor
antagonis (simetidin atau ranitidin) berguna untuk menanggulangi
perdarahan.
h. Dilakukan klisma atau lavemen dgn air biasa disertai pemberian
antibiotika yg tidak diserap oleh usus, sebagai tindadakan sterilisasi
usus. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya
peningkatan produksi amoniak oleh bakteri usus, dan dapat
menimbulkan ensefalopati hepatik.
2. Pemasangan pipa naso-gastrik
Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi cairan
lambung, lavage (kumbah lambung) dengan air , dan pemberian obat-
obatan. Pemberian air  pada kumbah lambung akan menyebabkan
vasokontriksi lokal sehingga diharapkan terjadi penurunan aliran darah di
mukosa lambung, dengan demikian perdarahan akan berhenti. Kumbah
lambung ini akan dilakukan berulang kali memakai air sebanyak 100-
150 ml sampai cairan aspirasi berwarna jernih dan bila perlu tindakan ini
dapat diulang setiap 1-2 jam. Pemeriksaan endoskopi dapat segera
dilakukan setelah cairan aspirasi lambung sudah jernih.
3. Pemberian pitresin (vasopresin)
Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian pitresin per
infus akan mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan splanknikus
sehingga menurunkan tekanan vena porta, dengan demikian diharapkan
perdarahan varises dapat berhenti. Perlu diingat bahwa pitresin dapat
menrangsang otot polos sehingga dapat terjadi vasokontriksi koroner,
karena itu harus berhati-hati dengan pemakaian obat tersebut terutama
pada penderita penyakit jantung iskemik. Karena itu perlu pemeriksaan
elektrokardiogram dan anamnesis terhadap kemungkinan adanya
penyakit jantung koroner/iskemik.
4. Pemasangan balon SB Tube
Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita perdarahan
akibat pecahnya varises. Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan
sesudah penderita tenang dan kooperatif, sehingga penderita dapat
diberitahu dan dijelaskan makna pemakaian alat tersebut, cara
pemasangannya dan kemungkinan kerja ikutan yang dapat timbul pada
waktu dan selama pemasangan.
Beberapa peneliti mendapatkan hasil yang baik dengan pemakaian
SB tube ini dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas
akibat pecahnya varises esofagus. Komplikasi pemasangan SB tube yang
berat seperti laserasi dan ruptur esofagus, obstruksi jalan napas tidak
pernah dijumpai.
5. Pemakaian bahan sklerotik
Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau sotrdecol
3 % sebanyak 3 ml dengan bantuan fiberendoskop yang fleksibel
disuntikan dipermukaan varises kemudian ditekan dengan balon SB tube.
Tindakan ini tidak memerlukan narkose umum dan dapat diulang
beberapa kali. Cara pengobatan ini sudah mulai populer dan merupakan
salah satu pengobatan yang baru dalam menanggulangi perdarahan
saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya varises esofagus.
6. Tindakan operasi
Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami
kegagalan dan perdarahan tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan
tindakan operasi . Tindakan operasi yang basa dilakukan adalah : ligasi
varises esofagus, transeksi esofagus, pintasan porto-kaval. Operasi efektif
dianjurkan setelah 6 minggu perdarahan berhenti dan fungsi hari
membaik.
Selain cara-cara tersebut diatas, adapula metode lain untuk
menghentikan perdarahan varises esophagus, antara lain :
a) Cyanoacrylate glue injection, memakai semacam lem jaringan (His-
toacryl R) yang langsung disuntikkan intravena.
b) Endoscopic band ligator
Sedangkan pada perdarahan non variceal, dapat dilakukan tindakan-
tindakan sebagai berikut :
a) Laser photo coagulation
b) Diathermy coagulation
c) Adrenalin injection
d) Sclerotheraphy injection. (I Made Bakta, 2013)
H. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologik dilakukan dengan pemeriksaan esofagogram
untuk daerah esofagus dan diteruskan dengan pemeriksaan double
contrast pada lambung dan duodenum. emeriksaan tersebut dilakukan
pada berbagai posisi terutama pada daerah 1/3 distal esofagus, kardia dan
fundus lambung untuk mencari ada/tidaknya varises. Untuk mendapatkan
hasil yang diharapkan, dianjurkan pemeriksaan radiologik ini sedini
mungkin, dan sebaiknya segera setelah hematemesis berhenti.
2. Pemeriksaan endoskopik
Dengan adanya berbagai macam tipe fiberendoskop, maka pemeriksaan
secara endoskopik menjadi sangat penting untuk menentukan dengan
tepat tempat asal dan sumber perdarahan. Keuntungan lain dari
pemeriksaan endoskopik adalah dapat dilakukan pengambilan foto untuk
dokumentasi, aspirasi cairan, dan biopsi untuk pemeriksaan sitopatologik.
Pada perdarahan saluran makan bagian atas yang sedang berlangsung,
pemeriksaan endoskopik dapat dilakukan secara darurat atau sedini
mungkin setelah hematemesis berhenti.
3. Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati
Pemeriksaan dengan ultrasonografi atau scanning hati dapat mendeteksi
penyakit hati kronik seperti sirosis hati yang mungkin sebagai penyebab
perdarahan saluran makan bagian atas. Pemeriksaan ini memerlukan
peralatan dan tenaga khusus yang sampai sekarang hanya terdapat dikota
besar saja. (Nettina, Sandra M. 2012)
I. Komplikasi
1. Syok hipovolemik
Disebut juga dengan syok preload yang ditandai dengan menurunnya
volume intravaskuler oleh karena perdarahan. dapat terjadi karena
kehilangan cairan tubuh yang lain. Menurunnya volume intravaskuler
menyebabkan penurunan volume intraventrikel. Pada klien dengan syok
berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan
berlangsung selama 24-28 jam.
2. Gagal Ginjal Akut
Terjadi sebagai akibat dari syock yang tidak teratasi dengan baik. Untuk
mencegah gagal ginjal maka setelah syock, diobati dengan menggantikan
volume intravaskuler.
3. Penurunan kesadaran
Terjadi penurunan transportasi O2 ke otak, sehingga terjadi
penurunan kesadaran.
4. Ensefalopati
Terjadi akibat kersakan fungsi hati di dalam menyaring toksin di
dalam darah. Racun-racun tidak dibuang karena fungsi hati terganggu.
Dan suatu kelainan dimana fungsi otak mengalami kemunduran
akibat zat-zat racun di dalam darah, yang dalam keadaan normal
dibuang oleh hati (Sylvia, A Price. 2015)
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Asuhan keperawatan berdasarkan (Muttaqin, Arif. 2014) adalah suatu
metode yang sistematik dan terorganisir yang difokuskan pada reaksi atau
respon manusia yang unik pada suatu kelompok atau perorangan terhadap
gangguan kesehatan yang dialami baik actual maupun potensial.
Tahap-tahap melakukan asuhan keperawatan antara lain pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Pada
tahap ini dilakukan pengumpulan data melalui wawancara, observasi,
pemeriksaan fisik pada sasaran yang dituju. Selain itu pengumpulan data
dapat diperoleh dari klien, keluarga, tenaga kesehatan, catatan medis,
medical record, dan literature.
Hal-hal yang dikaji pada klien antara lain :
Adapun pengkajian pada pasien hematemesis melena antara lain :
1. Aktivitas / Istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih
banyak.
2. Sirkulasi
Gejala : riwayat kehilangan darah darah kronis, mis : GI kronis,
ektremitas pucat pada kulit dan membran mukosa, pengisian kapiler
melambat.
3. Eliminasi
Gejala : hematemesis, feses dengan darah segar, melena, distensi
abdomen.
4. Makanan / cairan
Gejala : anoreksia, mual.
5. Neurosensori
Gejala : penurunan kesadaran, sakit kepala.
6. Nyeri
Gejala : nyeri abdomen, sakit kepala.
7. Pernafasan
Gejala : pernafasan pendek pada istirahat dan aktivitas.
8. Integumen
Gejala : kulit dingin, kering dan pucat, pengisian kapiler ≥3 detik.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis infalamasi
yang di tandai dengan data mayor dan minor
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
(mis, nyeri saat bernapas, kelemahan otot pernapasan) yang di tandai
dengan data mayor dan minor
3. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan kekurangan volume
cairan yang di tandai dengan data mayor dan minor
4. Resiko pendarahan dibutikan dengan gangguan gstrointenstinal (mis,
ulkus, lambung,popil,varises)
DAFTAR PUSTAKA

Nettina, Sandra M. 2012. Pedoman Praktik Keperawatan. Edisi 4.Jakarta : EGC


Noc-Nic. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis jilid 3.
Yogyakarta:Mediaction
Mansjoer, Arif 2014. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1(3rd ed.). Jakarta: Media.
Aesculapius. 
Muttaqin, Arif. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
SDKI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan, Edisi
1. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai