Lapsus - Morfea - Linggar Dwi Cahya
Lapsus - Morfea - Linggar Dwi Cahya
Lapsus - Morfea - Linggar Dwi Cahya
SKLERODERMA/MORFEA
Dosen Pembimbing:
Oleh:
FAKULTAS KEDOKTERAN
2022
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
SKLERODERMA/MORFEA
Pembimbing Pembimbing
Mengetahui,
Ketua SMF Ilmu Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang
KATA PENGANTAR
2
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, shalawat
serta salam terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para
sahabatnya. Syukur Alhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul “ Tinea pedis dengan infeksi sekunder”.
Laporan Kasus dan Referat ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan
kerendahan hati penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya dan mengharapkan saran
dan kritik yang membangun. Semoga laporan kasus ini dapat menambah wawasan
dan bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis
DAFTAR ISI
3
LEMBAR PENGESAHAN...........................................................................................2
KATA PENGANTAR...................................................................................................3
BAB 1 Tinjauan Pustaka...............................................................................................1
1.1 Pendahuluan...................................................................................................................1
1.2 Definisi...........................................................................................................................1
1.3 Epidemiologi..................................................................................................................1
1.4 Etiologi...........................................................................................................................2
1.5 Patogenesis.....................................................................................................................2
1.6 Manifestasi Klinis dan Pemeriksaan Fisik......................................................................3
1.7 Diagnosis........................................................................................................................5
1.8 Diagnosis Banding.........................................................................................................6
1.9 Komplikasi...................................................................................................................10
1.10 Pengobatan.................................................................................................................10
1.11 Prognosis....................................................................................................................13
BAB 2 LAPORAN KASUS........................................................................................15
BAB III PEMBAHASAN...........................................................................................20
KESIMPULAN...........................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................24
4
BAB 1
Tinjauan Pustaka
1.1 Pendahuluan
1
keterbatasan saat beraktifitas dan bersosialisasi di lingkungan
keluarga dan masyarakat. Pada permasalahan tersebut, sebagai upaya
penanganan penyakit ini, selain pemberian obat-obatan, pemberian
tindakan intervensi fisioterapi juga berperan penting untuk
meminimalisir keluhan yang dialami penderita dan mencegah terjadinya
komplikasi dari penyakit tersebut. Modalitas fisioterapi yang
diberikan adalah micro wave diathermy yang digunakan untuk
mengurangi nyeri, menormalisasi tonus otot, meningkatkan perbaikan
jaringan dan sebagai preeliminary exercise. Serta modalitas terapi
latihan yang bertujuan untuk mengurangi spasme dan nyeri,
meningkatkan kekuatan otot, dan meningkatkan lingkup gerak sendi.
Terapi latihan diantaranya berupa relaxed and forced passive
exercise, free and resisted active exercise, dan hold relax.
1.2 Definisi
Morfea adalah penyakit autoimun kronis yang ditandai oleh sklerosis pada kulit. Morfea,
dikenal juga sebagai skleroderma lokalisata, merupakan kondisi fibrosis yang terbatas pada
kulit, jaringan subkutan, tulang di bawahnya dan jika mengenai bagian wajah dan kepala,
sistem saraf pusat jarang terkena. Skleroderma merupakan istilah yang luas digunakan dan
terkadang membingungkan untuk menggambarkan tipe gangguan fibrosis. Klasifikasi sklero-
derma digunakan untuk menentukan tipe penyakit.
Secara umum, skleroderma dibagi dalam dua kelompok besar: skleroderma lokalisata/morfea
dan skleroderma sistemik/sklerosis sistemik (SS).
Morfea biasanya hanya terbatas pada kelainan kulit dan jarang melibatkan sistemik.
Sebaliknya, sklerosis sistemik melibatkan berbagai sistem
organ selain di kulit, dan dapat menyebabkan morbiditas dan
mortalitas yang cukup besar.
1.3 Epidemiologi
2
Studi epidemologi melaporkan insidens morfea 0,4-2,7/100.000 orang. Semua
varian dapat terjadi pada semua usia. Skleroderma linear lebih sering terjadi pada
anak-anak, dan muncul pada dekade pertama atau kedua, sedangkan generalisata
lebih sering terjadi pada orang dewasa dan biasanya terjadi pada usia remaja.2-4
Frekuensi relatif varian morfologi yang berbeda tidak jelas, dan dapat ditemukan
pada tingkat yang berbeda. Pada orang dewasa yang terkena, 35% - 65% jenis morfea
1.4 Etiologi
1.5 Patogenesis
Beberapa bukti dan relevansi untuk ciri khas patogenesis Morfea dijelaskan
berikut ini:
pericyte pada dinding dan peningkatan kepadatan kapiler pada lesi morfea.
3
Cytokines : Peningkatan tingkat serum molekul adhesi Adrenium Vaskular
Plaque morfea,
Generalized morfea,
Bullous morfea,
Linear morfea
Deep morfhea4.
Bentuk Morfea yang paling sering pada orang dewasa adalah Plaque Morfea,
yang berbentuk lingkaran dan biasanya terbatas pada dermis. Paling sering di
badan dan ekstremitas proksimal. Pada fase awal, Gambaran halo violet
4
Gambar 2.1 Plaque Morphea di badan4
perubahan pigmen7.
LScs adalah bentuk Morfea yang langka dan menarik, yang pertama kali
dijelaskan oleh Addison pada tahun 1854. Morfea Ini memiliki jalur
progresif yang perlahan dan umumnya terbatas pada Separuh Wajah. Lesi
5
LScs sering dimulai dengan kontraksi dan kekakuan pada daerah yang
terkena, membentuk alur tertekan pada daerah parietal dan meluas ke kulit
hidung, bibir bagian atas dan kadang kala ke gingiva. Lidah ipsilateral
mungkin bersifat atrofi dan jarak dan arah gigi bisa berubah. Rahang
kasus deformitas rahang, hal itu dapat menyebabkan oklusi gigi yang buruk,
implantasi gigi yang buruk, atrofi akar gigi dan penampilan bentuk gigi yang
tidak teratur4.
6
Gambar 2.4 Deep Morphea5
Banyak pasien dengan generalized morphe dan linier scleroderma pada awalnya
sistemik. Karena itu, pasien yang awalnya hadir dengan beberapa plak (yang mungkin
setuju dengan terapi lokal) harus diikuti perkembangannya secara intensif. Jika
terdapat pasien dengan jenis morphea seperti ini, terapi harus dilakukan kemudian
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Autoantibodi
(ANA) yaitu sebesar 46-80 % dari seluruh pasien, biasanya dengan susunan
7
generalisata memiliki antibodi positif dengan frekuwensi yang lebih tinggi
eosinofilia dapat terjadi bersamaan dengan penurunan aktivitas lesi kulit. dan
2. Pemeriksaan Histopatologi
Lesi awal mungkin tidak memiliki perubahan histologis yang jelas atau
reduplikasi lamina basalis. Khusunya, pada lesi indurasi terlihat sebagai tepi
dan dalam terkadang terlihat. Lesi yang sangat awal dapat menunjukkan infiltrasi
inflamasi pada dermis dalam dan jaringan subkutan. Limfosit, makrofag, sel
plasma, eosinofil, dan sel mast juga terlihat. Deposisi glikosaminoglikan dapat
kolagen dan matriks, yang pada awalnya di dermis bawah dengan ekstensi lebih
banyak terjadi karena peradangan semakin berkurang. . Lesi yang lebih lanjut
8
Gambar 2.5 Histopatologi Morphea3
1.7 Diagnosis
Diagnosis
dan palpasi lesi. Munculnya lesi berubah seiring waktu. Lesi paling awal adalah plak
eritematosa dengan sedikit indurasi, bentuknya ditentukan oleh subtipe. Dalam kasus
rematik yang dimediasi kekebalan tubuh yang ditandai oleh fibrosis pada kulit
9
dan organ dalam dan vaskulopati. Meskipun sklerosis sistemik jarang terjadi,
b. Eosinophilic fasciiti
Eosinophilic fasciitis (EF, juga dikenal sebagai Shulman Syndrome), yang sering
dianggap sebagai bagian spektrum morfea. Namun ada perbedaan pada gambaran
histopatologi
1.10 Pengobatan
10
iloprostik intravena atau inhalasi bermanfaat dalam pengobatan hipertensi
gerakan untuk semua persendian dan juga mulut untuk mencegah terjadinya
kontraktur. Perbaikan spontan dapat terlihat pada beberapa anak dan pada
beberapa kasus skleroderma lokal. Paparan dingin harus dihindari, dan juga
sistemik
1.11 Prognosis
kasus morphea self limited, dengan aktivitas klinis terlihat rata-rata 3 sampai 5
tahun. Beberapa pasien mungkin memiliki reaktivasi lesi yang tampaknya tidak
aktif
11
BAB 2
LAPORAN KASUS
Nama :
Jenis Kelamin :
Usia :
Tempat/Tgl Lahir :-
Alamat :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Agama :-
2.2 Anamnesis
12
Tidak ada yang mengalami penyakit serupa
Riwayat Alergi: -
Keadaan Umum :-
Kesadaran :-
Berat Badan :-
Tinggi Badan :-
Nadi :-
Suhu :-
RR :-
Kepala :-
Leher :-
Thorax : Cor : -
: pulmo :-
Abdomen :-
Ekstremitas :-
Foto Kasus :
13
2.4 Pemeriksaan Penunjang
Tidak Dilakukan
2.5 Resume
Pasien Tn. X usia 27 tahun, pasien mengatakan gatal-gatal sejak 3 minggu ini.
lengan,bercak juga semakin membesar. Tidak nyeri. Demam tidak ada., belum
pernah diberi obat.tidak ada riwayat alergi , keluarga tidak memiliki penyakit
serupa.
Regio antebrachi terdapat makula dengan tepi aktif berbatas tegas bentukan central
healing
Regio inguinalis terdapat makula hiperpigmentasi berbatas tegas dengan tepi tidak
teratur
2.6 Diagnosis
2.8 Planing
- KOH
14
-Kultur
a. Medikamentosa
b. Non medikamentosa
tindakan profilaksis yang penting. Area tersebut harus dijaga sekering mungkin
- Keluhan Pasien
- Sifat Efloresensi
- hasil Lab
2.8.4 Edukasi
memicu lembap
2.10 Prognosis
Jika diagnosis dini, serta pengobatan tepat dan adequate Dubia ad bonam
15
16
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien, Tn. X umur 27 tahun pekerjaan tukang batu, pasien datang dengan
keluhan gatal-gatal sejak 3 minggu ini pada kedua lengan dan kedua selangkangan.
juga semakin membesar. Bercak tidak nyeri. Demam tidak ada.belum pernah diberi
aktif berbatas tegas bentukan central healing. Regio inguinalis terdapat makula
pada lengan dan tinea cruris pada selangkangan. Tinea corporis merupakan infeksi
telapak kaki, dan selangkangan, sementara Tinea cruris adalah dermatofitosis pada
selangkangan, genitalia, area kemaluan, serta kulit perineum dan perianal. Tinea
corporis paling sering terjadi pada anak-anak pasca pubertas dan dewasa muda,
sementara Tinea cruris pria lebih sering terkena daripada wanita, mengenai daerah
lipat paha. Faktor lain yaitu berada di daerah tropis dimana Indonesia merupakan
daerah tropis dan lembab yang mengakibatkan pertumbuhan jamur makin subur,
juga pemakaian celana yang ketat dan oklusi kulit lipat paha menyebabkan
peningkatan suhu dan kelembaban yang akan memudahkan infeksi. Tinea corporis
17
paling sering disebabkan oleh Trichophyton rubrum, T. tonsurans, dan Kanis
mikrosporum. Gambaran klinis tinea corporis berupa plak berbatas tegas,, oval atau
melingkar, eritematosa ringan, bersisik, dengan bagian tepi lesi lebih jelas tanda
healing), sementara pada tinea cruris gambaran klinisnya berupa plak annular
berbatas tegas dengan tepi bersisik yang menjulur dari lipatan inguinal ke paha
bagian dalam, seringkali secara bilateral. pada pasien ini bagian lengan di dd dengan
extenosr seperti lutut, siku, dan punggung, sementara dd pada bagian selangkangan
yaitu eritrasma, perbedaannya yaitu pada eritrasma warna lesi lebih merah dan pada
penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan KOH dan biakan jamur, pada
tinea corporis dan cruris ditemukan adanya hifa bersepta. Penatalaksanaan berupa
terapi farmakologi dan non-farmakologi. Tinea corporis dan tinea cruris yang
ditatalaksana dengan baik akan memberi prognosis yang baik. Pada pasien ini di
berikan Terbinafine 250 mg/hari 2 sampai 4 minggu dan salep miconazole 2x1
selama 4 minggu. Kontrol 2-4 minggu lagi. Jika keadaan klinis baik, pemeriksaan
KOH negatif, maka obat dilanjutkan 1 minggu, kemudian baru obat dihentikan.
Edukasi untuk pasien ini yaitu menjaga area lipatan-lipatan tubuh tetap kering agar
tidak terjadi kekambuhan, menyarankan pasien untuk mandi minimal 2 kali sehari,
tidak memakai sabun badan antiseptik setiap mandi, dan mengganti pakaian setiap
mandi, dan juga menganjurkan pasien untuk melanjutkan kebiasaan baiknya, yaitu
menjaga kebersihan pribadi. Prognosis tinea pedis adalah dubia ad bonam, namun
18
perlu keteraturan minum obat, dan pencegahan terhadap faktor pemicu terjadinya
tinea corporis dan tinea cruris untuk kesembuhan pasien dan mecegah kekambuhan
pasien.
19
KESIMPULAN
20
DAFTAR PUSTAKA
3. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ. 2012.
1346–1366.
7. James WD, Berger TG, Elston DM. Scleroderma . In: Andrew’s Diseases Of
20011: p. 168-174
21