Tajwid Dan Adab Membaca Alquran

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

“Tajwid dan Adab Membaca Al-Qur’an”


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Program Intensif Ulumul Qur’an I
DOSEN PENGAMPU:
Muallim Haji Hamli, M.Pd.i

Disusun oleh :
Kelompok

Muhammad Ridha (22.86232.01005)

Muhammad Rezki Fadillah (22.86232.01008)

Muhammad Suhaimi ( 22.86232.00992)

SEKOLAH TINGGI ILMU AL-QURAN (STIQ) AMUNTAI


PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYYAH
TAHUN AKADEMIK 2023-2024

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT. Tuhan semesta alam. Shalawat serta salam tidak lupa
kami ucapkan untuk junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW. Kami bersyukur kepada
Allah SWT atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tidak terkira besarnya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan lancar.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah dengan judul “Tjwid dan
Adab terhadap Al-Qur’an”. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa begitu banyak pihak
yang telah turut membantu dalam penyusunan makalah ini. Melalui kesempatan ini, penulis
ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Muallim Haji Hamli, M.Pd.I .
selaku Mualliam mata kuliah Program Intensif Ulumul Quran I
Saya sebagai penulis juga menyadari bahwa masih banyak terdapat kesalahan dalam
penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar yang saya buat dimasa akan datang akan lebih baik lagi.
Demikianlah makalah ini saya susun, saya berharap agar makalah ini bermanfaat bagi
semua yang membaca. Terima kasih.

Alabio, 10 Februari 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... 2

DAFTAR ISI.............................................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 4

A. Latar Belakang ..................................................................................................... 4


B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 4
C. Tujuan .................................................................................................................. 4

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 5

A. Pengertian Ilmu Tajwid........................................................................................ 5


B. Manfaat dan Tujuan Mempelajari Tajwid ........................................................... 5
C. Adab Sebelum Membaca Al Qur’an .................................................................... 8
D. Adab Ketika Membaca Al Qur’an ....................................................................... 12
E. Adab Setelah Membaca Al Qur’an ...................................................................... 14

BAB III PENUTUP ................................................................................................. 17

A. Kesimpulan ......................................................................................................... 17
B. Saran ................................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 18

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Membaca Al-Qurān adalah suatu pengamalan bernilai ibadah kepada Allah. Ini dapat
dilakukan dengan cara memberdayakan lisan, mata (penglihatan), pendengaran, akal dan
hati. Lisan diberdayakan untuk melafadkan hurufnya, penglihatan diberdayakan untuk
melihat huruf atau lafad yang dibacanya, pendengaran diberdayakan untuk
mendengarkan lafad yang diucapkan oleh lisan, akal diberdayakan untuk mengangan-
angan kandungan lafad yang dibacanya, dan hati diberdayakan untuk merasakan
keheningan bacaan, sentuhan nilai-nilai kandungan yang ada di dalamnya, sehingga
muncul perasaan merasakan rasa senang apabila mendapatkan sentuhan nilai-nilai
kegembiraan, dan rasa khawatir atau susah apabila mendapatkan sentuhan nilai-nilai
yang menyedihkan. Akhirnya muncul harapan (raja’) untuk mendapatkan kebaikan atau
kegembiraan pada ketika membaca dan kegembiraan yang mendatang, terutama pahala
Rasul juga memerintahkan ummatnya untuk membaca Al-Qurān, artinya, “Bacalah
Al-Qurān dan beramallah kamu sesuai dengan Al-Qurān. Jangan menistakannya dan
jangan melebihi batas di dalamnya.”
Membaca Al-Qurān merupakan perintah Allah dan Rasul-Nya, sehingga diperlukan
ilmu tentang tata cara membacanya. Ini dilakukan supaya terhindar dari kesalahan.
Sesuai pemaparan rumusan masalah diatas, makalah ini akan membahas tentang
bagaimana adab sebelum, ketika, dan setelah membaca Al-Qurān.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah pada materi ini
adalah:

1. Apa pengertian ilmu tajwid?


2. Apa manfaat dan tujuan mempelajari ilmu tajwid?
3. Apa adab sebelum membaca Al-Qur’an?
4. Apa adab ketika membaca Al-Qur’an?
5. Apa adab setelah membaca Al-Qur’an?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa penertian ilmu tajwid !
2. Untuk mengetahui manfaat dan tujuan mempelajari ilmu tajwid !
3. Untuk mengetahui bagaimana adab sebelum membaca Al-Qur’an !
4. Untuk mengetahui bagaimana adab ketika membaca Al-Qur’an !

4
5. Untuk mengetahui bagaimana adab setelah membaca Al-Qur’an !

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Penertian Ilmu Tajwid


Ilmu tajwid adalah sebuah perangkat ilmu yang harus dimiliki oleh seorang agar
memiliki kemampuan membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar. Secara etimologi, at-
tajwid adalah bentuk masdar dari kata jawwada yang artinya memperbaiki dan
memperindah atau disebut juga mendatangkan sesuatu yang baik.

Ada juga yang berpendapat bahwa tajwid menurut bahasa adalah al-ittiyanu bil-jayyid
awittahsini, yang artinya mendatangkan kepada kebagusan atau membaguskan bacaan.

Secara istilah tajwid dapat diartikan sebagai “Ilmu yang berfungsi untuk mengetahui
bagaimana cara memberikan hak setiap huruf sesuai dengan ketentuan haknya, baik yang
berkaitan dengan mad, dan yang lainnya, seperti tarqiq (tipis) dan tafkhim (tebal), dan
selain keduanya”.

Sebagian ulama berpendapat bahwa hukum mempelajari ilmu tajwid adalah wajib. Di
antara dalil yang menerangkan kewajiban tersebut dalam QS. Al-Muzammila (73):4 yang
artinya: “Dan bacalah Al-Qur’an dengan perlahan-lahan/tartil”

Mempelajari ilmu tajwid dari aspek teoritis adalah fardhu kifayah sedangkan hukum
menerapkan ilmu tajwid dari aspek praktek adalah fardhu ain bagi muslim.

Muhammad ibnu al-jazari yang merupakan seorang ahli qiraat menyebutkan dalam
syairnya pada bab tajwid yang artinya: “Dan mempelajari ilmu tajwid adalah sesuatu
yang wajib, siapa yang tak memperbaiki (menajwidkan) bacaan al-qurannya maka ia
berdosa.

B. Manfaat dan Tujuan Mempelajari Ilmu Tajwid


• Manfaat mempelajari ilmu tajwid yaitu:
Untuk memperbaiki bacaan Al-Quran agar terhindar dari kesalahan saat pengucapan
huruf-huruf dan mendapatkan pahala dari Allah SWT. Oleh sebab itu, tajwid
termasuk ilmu yang penting dan derajat yang tinggi karena sangat erat kaitannya
dengan kalam Allah.
• Tujuan mempelajari Ilmu Tajwid yaitu:

6
➢ Menyempurnakan bacaan al-quran seperti yang diajarkan Nabi Muhammad
SAW, karena lafazh beliau adalah lafazh yang lebih fasih di antara manusia
lainnya dan juga al-quran diturunkan kepada beliau.
➢ Untuk menjaga lisandari kesalahan saat membaca al-quran, serta memelihara
dari perubahan bacaan.
➢ Untuk membantu memahami al-quran dengan baik dan benar.

Adab membaca Al-Qurān dapat dipetakan menjadi tiga bagian, yaitu adab sebelum
membaca Al-Qurān, ketika, dan sesudahnya.

C. Adab Sebelum Membaca Al-Qurān

Sebelum membaca Al-Qurān perlu diketahui beberapa syarat yang harus


dipenuhinya. Artinya, sesuatu variabel yang harus dipenuhi sebelum melakukannya
agar bacaan Al-Qurān dapat menghasilkan sesuai dengan harapan kaidah membaca
Al-Qurān. Adapun syarat-syarat membaca Al-Qurān yang harus dipenuhi antara lain:
a) Niat
Adab membaca Al-Qurān sebelumnya harus difokuskan niat beribadah dengan
menjalankan perintah agama Allah. Artinya, mengabdi kepada Allah sebagai
Tuhan yang menurunkan Al-Qurān yang di dalamnya terdapat ajaran agama Islam
sebagai pedoman hidup manusia hidup di alam dunia menuju alam akhirat.
Niat merupakan suatu dasar semua pengalaman. Diterangkan suatu hadis, artinya:
“Sebenarnya amal perbuatan tergantung pada niatnya. Sebenarnya tiap-tiap
seseorang tergantung apa yang telah diniatkannya. Maka barangsiapa yang
hijrahnya kepada Allah dan kepada Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan
Rasul-Nya. Maka barangsiapa yang hijrahnya kepada dunia atau wanita yang
hendak dikawininya maka hijrahnya kepadanya.”1
Memahami hadis tersebut dapat dibuat suatu gambaran rangkaian niat bahwa niat
itu mempunyai beberapa rukun, yaitu: (1) orang yang melakukan niat, (2) barang
(amal) yang diniati, (3) tujuan niat.
Orang yang melakukan niat merupakan salah satu rukun daripadanya karena
wujudnya suatu niat dan suatu amal merupakan produk dari seseorang yang
melakukan niat itu. Orang yang berniat akan memberikan arah dari suatu tindakan
melakukan sesuatu sehingga niat orang Islam dinilai lebih daripada perilakunya.

1
Imam Muslim, Sohih Muslim Juz 2, (Indonesia: Darul Ihya al-Kitab al-Arabiyah, tt), hal. 158.

7
Tetapi sebaliknya, perilaku orang munafik lebih baik daripada niatnya. Rasul
bersabda, artinya: “Niat orang mukmin lebih baik daripada amalnya, dan orang
munafik lebih buruk daripada niatnya”.
Niat orang Islam lebih baik daripada amalnya karena orang Islam di dalamnya
terdapat iman dan ketetapan hati yang akan membenarkan terhadap niatnya
melalui perilaku atau perbuatan. Tetapi orang munafik tidak mempunyai
keteguhan hati yang ada pada imannya. Iman orang munafik akan selalu berubah-
ubah sesuai dengan kehendaknya, sehingga perilaku orang munafik ada
kecenderungan tidak sesuai dengan niatnya karena dipengaruhi motif tujuannya.
Amal yang diniatkan merupakan realisasi daripada isi atau materi niat, apabila
amal perbuatan sudah dilakukan maka buah amal itu akan membawa akibat yang
dapat menyinari terhadap hati orang yang beramal itu. Maka Rasul bersabda,
artinya: “Tiap orang berbuat tergantung pada niatnya, maka apabila orang
mukmin berbuat suatu amalan, maka cahayanya akan membebaskan pada
hatinya”.
Tujuan amal diarahkan kepada suatu arahan tertentu sesuai dengan arahannya.
Apabila niat seseorang diarahkan pada perilaku yang baik akan membawa hasil
dan akibat yang baik. Tetapi apabila arahan niat seseorang diarahkan pada suatu
perilaku buruk, maka ia akan membawa hasil dan akibat yang buruk pula.
Membaca Al-Qurān merupakan pengamalan yang dapat diniati ibadah kepada
Allah. Rasul bersabda, artinya: “Lebih utama ibadah ummatku adalah membaca
Al-Qurān.”2
Adab membaca Al-Qurān seharusnya didasari niat menjalankan perintah agama
Allah, sebab orang yang menjalankan perintah agama- Nya akan mendapatkan
pertolongan daripada-Nya. Rasul bersabda, artinya: “Tidaklah seorang hamba
mempunyai niatnya melaksanakan perintah agama-Nya, kecuali baginya
mendapatkan pertolongan dari Allah SWT.”
Membaca Al-Qurān kalau diniati ibadah artinya pengabdian kepada Allah dengan
cara melaksanakan ajaran agama Allah. Ini merupakan hubungan timbal balik
(interaksi) yang bersifat psikologis yang didasari kepercayaan adanya Tuhan dan
adanya ganjaran. Akibat daripadanya akan direspon oleh Allah dan dibalas
dengan pahala-Nya berupa pertolongan yang datang daripadanya.

2
Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin Juz I, Indonesia: Darul Kitab, hal. 174.

8
b) Suci dari hadas kecil dan besar
Adab membaca Al-Qurān sebelumnya disyaratkan suci dari hadas kecil dan
besar. Artinya, bagi seseorang membaca Al-Qurān tidak menanggung beban
berupa hadas kecil yang diakibatkan dari perbuatan buang air kecil dan buang air
besar serta keluar angin dari dubur. Ini dapat dihilangkan melalui bersuci melalui
wudu.
Membaca Al-Qurān bagi seseorang yang menanggung hadas besar yang
diakibatkan karena keluar air mani atau bersenggama. Ini dapat dihilangkan
dengan bersuci melalui mandi junub.
Membaca Al-Qurān bagi orang yang masih menanggung hadas, maka dilarang
oleh Allah, sebab Allah berfirman, artinya: “Tidak menyentuhkan kecuali orang-
orang yang suci.”
Ayat tersebut terdapat lafad “lā yamassuhu”. Lafad “lā” merupakan huruf nafi
artinya “peniadaan pada sesuatu”. Namun lafad “lā” di sini diartikan sebagai “lā”
nafi artinya “larangan untuk melakukan sesuatu”, sehingga lafad tersebut
diartikan dilarang seseorang menyentuhnya (Al-Qurān) kecuali mereka telah suci.
Suci adalah merupakan salah satu persyaratan hadirnya jiwa seseorang untuk
menyentuh isi Al-Qurān. Karena, suci dari hadas akan mempengaruhi terhadap
kesucian jiwa. Kesucian jiwa akan dapat mempengaruhi kejernihan berpikir,
kejernihan berpikir dapat mengakibatkan kelancaran dalam membaca dan
memahami isi kandungan Al-Qurān.
c) Menghadap Qiblat
Membaca Al-Qurān disyaratkan menghadap qiblat. Ini dilakukan karena Al-
Qurān adalah Kalamullah yang berisi tentang Asma Allah dan doa. Seseorang
yang berdoa diqiyaskan orang yang melakukan salat (salat = doa), sehingga
menghadap qiblat merupakan keutamaan bagi orang yang membaca Al-Qurān.
Membaca Al-Qurān diqiyaskan dengan doa. Menurut bahasa, doa merupakan dari
perbuatan salat. Menurut Abu Syuja’ bahwa, salat menurut bahasa adalah doa.3
Salat disyariatkan menghadap qiblat. Hal ini diabadikan dalam Al-Qurān, artinya:
“Dan dari mana saja kamu keluar maka hadapkanlah wajahmu ke Masjidil
Haram.” QS. Al-Baqarah [2]: 149.

3
Ahmad bin Husain Al-Syahir bin Abu Syuja’, Fathul Qorib Al-Majid, (Bandung: Syirkah Ma’arif, tt), hal. 11.

9
Membaca Al-Qurān dengan menghadap qiblat adalah bentuk sikap tawadu
(rendah hati) dan penghormatan terhadap kitab suci Al-Qurān yang diturunkan di
tanah suci yaitu Makkah dan Madinah. Ini merupakan simbol kesucian dari kitab
yang diturunkan di tanah suci.
d) Menutup aurat
Membaca Al-Qurān disyaratkan menutup aurat bagi orang yang membacanya.
Menutup aurat merupakan sikap wirangi seseorang yang walaupun belum
ditemukan nas Al-Qurān atau al-hadis yang memerintahkannya. Pemikiran ini
didasari atas penghormatan kepada kitab suci. Membaca ayat Al-Qurān menjadi
salah satu rukun yang menjadikan sahnya salat seseorang. Sedangkan orang yang
mengerjakan salat diharuskan menutup aurat.
Hal ini dijelaskan oleh Syeh Zainuddin Al-Mulaibari, artinya: “Syarat sahnya
salat yang ketiga adalah menutup aurat, orang laki-laki, hamba, mukatab menutup
di antara pusar dan lutut, dan wanita merdeka menutup seluruh tubuh, kecuali di
wajah dan kedua telapak tangannya”.4
Membaca Al-Qurān dan salat merupakan pekerjaan yang berhubungan dalam
mencapai tujuan, yaitu ibadah kepada Allah sebagai Sang Pencipta. Yang
membedakan adalah, kalau ibadah salat termasuk ibadah mahdhah, sedangkan
membaca Al-Qurān termasuk ibadah gairu mahdhah.
Ibadah mahdhah yaitu ibadah salat artinya tatacara ibadah salat sudah diatur oleh
Rasul saw sehingga ibadah yang dilakukan dengan cara yang murni tidak terdapat
penambahan atau pengurangan di dalamnya. Sedangkan ibadah gairu mahdhah
dalam membaca Al-Qurān yaitu suatu perbuatan ibadah membaca Al-Qurān yang
tidak diatur tatacara yang berhubungan dengan adab ketika membacanya.
e) Pakaian bersih dan suci
Pakaian merupakan sarana menutup aurat supaya aurat seorang pembaca Al-
Qurān tetap suci, ditutup dengan pakaian yuang bersih dan suci. Pakaian yang
bersih artinya pakaian yang tidak terdapat halangan yang melekat padanya.
Sedangkan pakaian yang suci adalah pakaian yang tidak mengandung sesuatu
yang dinilai najis oleh hukum syara.
Pakaian bersih dan suci merupakan simbol kebersihan dan kesucian hati fisik dan
hati seseorang. Perintah berpakaian bersih dan suci dinisbatkan dengan pakaian

4
Mulaibari, Zainuddin, Fathul Muin, (Indonesia, tt), hal. 14.

10
yang dipakai rasul-rasul ketika menerima wahyu. Ini telah ditetapkan dalam Al-
Qurān, artinya: “Dan bersihkanlah pakaianmu.” QS. Al-Muddatsir [74]: 4.
Pakaian bersih dan suci berguna bagi seseorang yang membaca Al-Qurān.
Karenanya seorang membaca Al-Qurān dapat konsentrasi melalui membacanya,
karena tidak terhambat adanya bau pakaian atau warna pakaian kotor yang tidak
bersahabat, yang mengakibatkan gangguan bagi pembacanya.
f) Tempat yang tidak najis
Membaca Al-Qurān yang disyaratkan menempati pada tempat yang tidak najis
(suci) artinya tempat yang suci dari kotoran-kotoran. Karenanya tempat yang
kotor dapat mengganggu konsentrasi bagi pembacanya.
Membaca Al-Qurān disyaratkan menempati pada posisi yang tidak najis karena
Al-Qurān merupakan kalam Allah yang suci, agar terjaga kesuciannya
disyaratkan menempati posisi yang suci ketika membacanya.
Membaca Al-Qurān diqiyaskan dengan ibadah salat karena membaca Al-Qurān
merupakan salah satu rukun yang menjadikan keabsahan salat seseorang. Salat
seseorang tidak dianggap sah kalau di dalamnya tidak terdapat bacaan sebagian
dari ayat Al-Qurān. Sedangkan syarat sahnya salat salah satu syarat sahnya adalah
suci tempat dan pakaiannya. Seperti hadits Nabi, artinya: “Tidak diterima salat
seseorang kecuali suci.”
g) Membaca ta’awuz
Membaca Al-Qurān disyaratkan membaca ta’awuz sebelum membacanya. Karena
ta’awuz merupakan lafad yang berisi doa memohon perlindungan kepada Allah
dari godaan syaitan dan jin bagi orang yang akan melakukan suatu pekerjaan.
Firman Allah, artinya: “Apabila engkau membaca Al-Qurān, mohonlah
pertolongan kepada Allah.”
Membaca ta’awuz merupakan bentuk permohonan perlindungan kepada Allah
dari godaan syaitan dan jin. Dengan perlindungan Allah dari godaan, hati seorang
pembaca Al-Qurān dapat tenang dan dapat konsentrasi ketika membacanya, dan
akan memperoleh hasil bacaan yang maksimal.
Membaca ta’awuz dapat mendatangkan manfaat bagi pembaca Al-Qurān.
Karenanya dapat menjadikan dirinya percaya diri dalam membacanya, merasa
dirinya mendapat perlindungan dari Allah SWT.

11
D. Adab Ketika Membaca Al-Qurān
Adab ketika membaca Al-Qurān seharusnya memenuhi beberapa hal, antara lain:
a) Membaca dengan tartil
Tartil artinya bagus. Membaca Al-Qurān dengan tartil artinya melafadkan huruf-
huruf Al-Qurān dengan jelas, bunyi hurufnya, panjang dan pendeknya, ibtida dan
waqafnya, ghunnah dan sukunnya yang sesuai dengan pedoman ilmu tajwid.
Membaca Al-Qurān dengan tartil diperintahkan oleh Allah SWT, artinya: “Dan
bacalah Al-Qurān dengan tartil”. QS. Al-Muzzamil [73]: 4.
Membaca Al-Qurān dengan tartil dapat berguna bagi orang yang membaca. Ia
dapat mendengarkan lafad bacaannya dengan mengangan-angan lafad dan artinya
yang terkandung dalam bacaannya.
Membaca Al-Qurān dengan tartil dapat berguna bagi orang yang
mendengarkannya. Ia dapat mendengarkan bunyi lafad bacaan itu, dapat direspon
isi kandungan bacaan itu.
Ini dapat menjadikan stimulus yang dapat menyentuh hati orang yang membaca
dan mendengarkan, dan dapat mengakibatkan getaran hati, dan meningkatkan
keimanan seseorang. Firman Allah, artinya: “Apabila dibacakan kepada mereka
ayat-ayat Allah maka dapat menambah iman mereka”. QS. Al-Anfal [8]: 2.
b) Memperindah bacaan
Memperindah bacaan Al-Qurān artinya menghiasi bacaan-bacaan Al-Qurān
dengan suara yang indah dengan menyesuaikan bunyi huruf dan panjang
pendeknya sesuai dengan kaidah ilmu tajwid.
Memperindah bacaan Al-Qurān diperintahkan oleh Nabi saw, artinya: “Hiasilah
suara-suaramu dengan bacaan Al-Qurān”. Firman Allah, artinya: “Dan bacalah
Al-Qurān itu dengan perlahan-lahan”. QS. Al-Muzzamil [73]: 4.
Menghiasi bacaan Al-Qurān dapat berguna bagi orang yang membacanya. Ia
dapat melantunkan bacaannya dengan indah dan meresap di dalam hatinya
sehingga hatinya merasa terhibur dengan keindahannya bacaan itu.
Menghiasi bacaan Al-Qurān dapat berguna bagi orang yang mendengarkannya
(mustami). Mereka dapat mendengarkannya dengan khidmad, dapat menyentuh
pada hatinya hingga muncul perasaan senang atas keindahan bacaan itu.
c) Membaca Al-Qurān dengan suara yang keras

12
Mengeraskan bacaan Al-Qurān artinya melafadkan huruf-huruf dari ayat-ayat Al-
Qurān dengan suara yang lantang, tidak ada suara yang samar atau ragu-ragu bagi
orang yang membacanya, sehingga dapat didengarkan dengan jelas.
Mengeraskan bacaan Al-Qurān diperintahkan oleh Allah SWT, artinya:
“Katakanlah: “Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana
saja kamu seru, Dia mempunyai al-asmāul husna (nama-nama yang terbaik) ....”.
QS. A;-Isra’ [17]: 110.
Mengeraskan suara bacaan Al-Qurān dapat berguna bagi yang membacanya. Ia
dapat mendengarkan suara dan lafad atau huruf Al- Qurān itu sendiri, yang dapat
mengontrol tekanan suara masing-masing huruf dapat stabil.
Mengeraskan suara bacaan Al-Qurān dapat berguna bagi orang yang
mendengarkannya. Mereka dapat mendengarkan dengan jelas masing-masing
huruf yang dibaca, yang dapat mengontrol bacaan itu dan mengerti isi kandungan
bacaan Al-Qurān dengan mudah, tidak ragu-ragu.
d) Mengingat isi bacaan Al-Qurān
Yang dimaksud mengingat bacaan Al-Qurān adalah ketika seseorang membaca
Al-Qurān. Keadaan mengingat isi bacaan yang terkandung di dalamnya, isi
kandungan bacaan itu meliputi akidah, akhlak, hukum, dan hikmah-hikmah serta
nilai-nilai pendidikan yang ada di dalamnya.
Mengingat isi bacaan Al-Qurān diperintahkan oleh Allah SWT, artinya: “Dan
ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah
(sunnah Nabi).” QS. Al-Ahzab [33]: 34.
Mengingat isi bacaan Al-Qurān dapat berguna bagi orang yang membacanya.
Seseorang dapat mengingat lafad, makna, dan kandungan yang berhubungan
dengan nilai-nilai pendidikan.
e) Menghayati bacaan Al-Qurān
Menghayati bacaan Al-Qurān artinya memperhatikan dengan
mengkonsentrasikan pikiran pada bacaan itu ketika membacanya. Memperhatikan
bacaan Al-Qurān diperintahkan oleh Allah, artinya: “Maka apakah mereka tidak
memperhatikan Al-Qurān? Kalau kiranya Al-Qurān itu bukan dari sisi Allah.”
QS. An-Nisa [4]: 82.
Menghayati bacaan Al-Qurān dapat diketahui dengan cara merasakan lewat
“getaran hati” ketika dibacanya, dan menambah kualitas iman seseorang. Firman

13
Allah, artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka
apabila disebut nama Allah gemetar hati mereka”. QS. Al-Anfal [8]: 2.
Menghayati bacaan Al-Qurān dapat membuka tabir yang menghalangi masuknya
kesadarannya jiwa untuk memperdalam isi kandungannya.
f) Menangis ketika membaca Al-Qurān
Menangis ketika mendengar bacaan Al-Qurān dengan mencucurkan air mata
akibat dari bacaan yang menyentuh jiwanya. Allah berfirman, artinya: “Dan
apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad),
kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata”. QS. Al-Maidah [5]: 83.
Menangis ketika mendengarkannya disebabkan karena mengetahui kebenaran isi-
isi kandungan Al-Qurān setelah mereka ketahuinya. Ini dapat berguna bagi orang
yang mendengarkannya yaitu dapat melenturkan hati yang dapat mengakibatkan
kesadaran baru untuk berbuat kebaikan.
Menangis ketika mendengar bacaan Al-Qurān atas bacaan sendiri maupun orang
lain, sehingga mengakibatkan lentur/lemahnya hati seseorang. Ini dapat
mendorong kesadaran baru sehingga muncul kesadaran untuk membacanya
dengan berulang-ulang sehingga menjadikan nilai hiburan yang menyenangkan
dirinya.

E. Adab Setelah Membaca Al-Qurān


Setelah membaca Al-Qurān diperintahkan untuk mengamalkan isi kandungan Al-
Qurān, mencintai dan mengikuti Allah SWT dan Rasul-Nya mengambil pengajaran.
a) Berpegang teguh pada Al-Qurān
Berpegang teguh pada Al-Qurān maksudnya menjadikan Al- Qurān sebagai dasar
pemikiran. Artinya, merumuskan permasalahan dan pemecahannya didasari
dengan nilai-nilai yang ada dalam nas Al- Qurān.
Berpegang teguh pada Al-Qurān artinya menjadikan Al-Qurān sebagai dasar
dalam pengamalan menjalani kehidupan sehari-hari. Firman Allah, artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, taatlah perintah Allah.”
Berpegang teguh pada Al-Qurān dengan cara bermuhasabah yaitu meneliti ulang
dalam perilaku kehidupan sehari-hari, sudah sesuai dengan nilai-nilai nas Al-
Qurān atau belum. Kalau perilaku sudah sesuai dengan nilai-nilai yang ada di
dalamnya, maka ini perlu diperhatikan dan ditingkatkan pada tahapan yang lebih

14
baik. Akan tetapi kalau perilaku seseorang belum sesuai dengan nilai-nilai Al-
Qurān, maka dikaji ulang, dicari penyebabnya, dan diupayakan memperbaikinya
agar sesuai dengan nilai-nilai nas Al-Qurān.
Berpegang teguh pada Al-Qurān dapat memperkuat jiwa seseorang menjadi
kokoh dan tekun dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan yang ada di
dalam nilai-nilai Al-Qurān.
b) Mengamalkan isi kandungan Al-Qurān
Mengamalkan isi kandungan Al-Qurān maksudnya memberdayakan anggota
badan lisan untuk membacanya, mata untuk melihat hurufnya, telinga untuk
mendengarkan bacaannya, akal untuk merekayasa pikiran dalam mengambil
pengajaran, pikiran digunakan untuk mengambil pengajaran, dan hati digunakan
untuk merasakan kandungan pengajaran yang ada di dalamnya.
Mengamalkan isi Al-Qurān diperintahkan oleh Rasul saw, artinya: “Barangsiapa
membaca Al-Qurān dan mengamalkannya isi kandungan yang ada di dalamnya,
maka di hari kiamat kedua orang tuanya mengenakan pakaian koko yang lebih
baik dari cahaya matahari di dunia”.5
Mengamalkan isi kandungan Al-Qurān dapat memupuk keimanan seseorang yang
lebih baik. Seseorang dapat mempraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Ini
dapat menghiasi hidupnya dengan nilai-nilai Al-Qurān, sehingga hidupnya
nampak indah sesuai nilai-nilai Al- Qurān.
c) Mencintai Allah dan Rasul-Nya
Maksudnya adalah adanya perasaan yang cenderung mentaati perintah Allah yang
tercantum dalam Al-Qurān dan perintah Rasul yang tercantum dalam Al-Hadis.
Mencintai Allah dan Rasul-Nya diperintahkan oleh Allah, artinya: “Katakanlah,
jika engkau mencintai Allah, maka ikutilah aku...”. QS. Ali ‘Imran [3]: 31.
Mencintai Allah dan Rasul-Nya dapat menambah keimanan seseorang dalam
berpegang pada ajaran yang terkandung di dalamnya. Mencintai Allah dan Rasul-
Nya dapat meningkatkan kecintaan mengamalkan ajaran yang ada di dalamnya.
d) Meneladani akhlak Rasul sesuai dengan Al-Qurān
Meneladani akhlak Rasul dengan cara mencontoh terhadap perilaku Rasul dari
segi perkataan dan sikap terhadap Allah dan sesama manusia dalam kehidupan
sehari-hari. Akhlak Rasul digambarkan dalam Al- Qurān, artinya: “Said bin

5
Al-Syeh Zainuddin bin Abdul Aziz bin Zainuddin Al-Mulaibari, Irsyadul Ibad, Semarang: Maktabah Matbaah,
tt, hal. 53.

15
Hasyim berkata, “Saya datang kepada Aisyah r.a. bertanya kepadanya tentang
akhlak Rasul. Ia menjawab, “Betul. Akhlak Rasul saw adalah Al-Qurān”.”6
Meneladani akhlak Rasul saw dalam kehidupan sehari-hari, meliputi tata cara
berbicara, sikap hidup terhadap Allah, terhadap orang lain. Nilai-nilai akhlak
Rasul dicantumkan dalam suatu hadis, artinya: “Wahai Muaz aku berwasiat
kepada engkau: takwa kepada Allah, jujur dalam perkataan, menepati janji,
menjalankan amanat, meninggalkan amanat, menyapa tetangga, menyayangi anak
yatim, bicara yang luwes, menyampaikan salam, baik beramal, pendek angan-
angan, menepati (pegang teguh) iman, memahami Al-Qurān, cintai akhirat, tidak
sabar dalam hitungan, merendahkan diri. Rasul melarang engkau (Muaz),
mencaci hakim, mendustakan orang yang jujur, mengikuti orang yang berbuat
dosa, maksiat kepada imam yang adil, merusak bumi. Rasul berwasiat kepada
engkau, takwa kepada Allah, ketika ada undangan dan ikatan, mengakui tiap
dosa, taubat sirri dengan sirri, taubat terang-terangan dengan terang-terangan”.
e) Muhasabah
Muhasabah artinya merenungkan diri dari amalan-amalan yang telah lalu dengan
cara mengangan-angan dengan pikiran dan perasaan untuk memikirkan diri
merasakan perilaku ketika dilakukan suatu amalan tertentu.
Muhasabah diperintahkan Allah, artinya: “Wahai orang-orang yang beriman
bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang
telah diperbuatnya”. QS. A;-Hasyr [59]: 18.
Muhasabah juga diperintahkan oleh Umar, artinya: “Telitilah dirimu sebelum
kamu diteliti dan timbanglah dirimu sebelum dirimu ditimbang”.7
Muhasabah dapat berguna bagi kehidupan seseorang yang telah membaca Al-
Qurān. Ini dapat mengenang kembali bacaan-bacaannya, isi kandungannya, dan
diambil pengajaran.
Muhasabah dapat mengingatkan pembaca Al-Qurān mengenai kebenaran,
kesalahan, bacaan yang telah dilakukan. Apabila bacaannya sudah benar perlu
diperhatikan dan apabila terdapat kekeliruan bacaannya dapat dibetulkan pada
waktu berikutnya.

6
Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Gazali, Ihya Ulumuddin Juz 2, (Mesir: Darul Ulum, tt), hal. 353.
7
Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Gazali, Ihya Ulumuddin Juz 4, (Kairo: Darul Ma’arif, tt), hal.
391.

16
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Membaca Al-Qurān adalah suatu pengamalan bernilai ibadah kepada Allah, yang
dapat dilakukan dengan cara memberdayakan lisan, mata (penglihatan), pendengaran,
akal dan hati.

Membaca Al-Qurān merupakan perintah Allah dan Rasul-Nya, sehingga diperlukan


ilmu tentang tata cara membacanya agar terhindar dari kesalahan. Oleh karenanya,
membaca Al-Qurān dengan baik dan benar diperlukan adab untuk menjalankannya, yaitu
adab sebelum, ketika, dan setelah membaca Al-Qurān.
1. Adab sebelum membaca Al-Qurān yang harus dipenuhi adalah: niat beribadah, suci
dari hadas kecil dan hadas besar, menghadap qiblat, menutup aurat, pakaian bersih
dan suci, dan tempat tidak najis (suci), serta membaca ta’awuz.
2. Adab ketika membaca Al-Qurān antara lain: membaca dengan tartil, memperindah
bacaan, suara yang keras, mengingat isi bacaan, menghayatinya, dan menangis ketika
membacanya.
3. Adab setelah membaca Al-Qurān diperintahkan untuk mengamalkan isi kandungan
Al-Qurān, mencintai dan mengikuti Allah dan Rasul- Nya, serta mengambil
pengajaran.

B. SARAN
Kami sangat mengharapkan para pembaca memberikan segala bentuk kritik dan saran
yang bersifat membangun atau perbaikan penyusunan makalah ini kedepannya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Imam Muslim, Sohih Muslim Juz 2, (Indonesia: Darul Ihya al-Kitab al-Arabiyah, tt).
Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin Juz I, Indonesia: Darul Kitab.
Ahmad bin Husain Al-Syahir bin Abu Syuja’, Fathul Qorib Al-Majid, (Bandung:
Syirkah Ma’arif, tt).
Mulaibari, Zainuddin, Fathul Muin, (Indonesia, tt).
Al-Syeh Zainuddin bin Abdul Aziz bin Zainuddin Al-Mulaibari, Irsyadul Ibad,
Semarang: Maktabah Matbaah, tt.
Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Gazali, Ihya Ulumuddin Juz 2, (Mesir:
Darul Ulum, tt).
Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Gazali, Ihya Ulumuddin Juz 4,
(Kairo: Darul Ma’arif, tt).

18

Anda mungkin juga menyukai