3058-Article Text-8124-1-10-20200911
3058-Article Text-8124-1-10-20200911
3058-Article Text-8124-1-10-20200911
01 (Januari-Juni) 2014
ISSN: 1978-2845
Abstrak
Agama selalu hadir untuk menghargai eksistensi dan martabat manusia: siapa
pun, berada di bumi mana pun dan dengan identitas apa pun dia, seperti yang
dijelaskan alam QS. Al-Hujurat: 13. Begitu pula keragaman syari’at adalah
kehendak Tuhan sendiri, QS. Al-Mâidah: 48, QS. Al-Kâirûn: 1-6. Bahkan
adanya keragaman menuntut kita untuk mengajak mereka dengan bijaksana
dan nasihat-nasihat yang baik. Yakni, dengan cara berdialog dan berdiskusi,
seperti dalam QS. An-Nahl: 125, QS. Al-Ankabut: 46, QS. Ali Imran: 64.
Sejalan dengan arti penting dari kerukunan itu ada sejumlah nilai dasar yang
terkandung di dalamnya. Nilai-nilai dasar tersebut antara lain adalah, saling
menghargai, saling menghormati, saling membantu, saling kerjasama,
mengembangkan azas persamaan, kebebasan, dan keadilan, dapat bekerja-sama
dalam menciptakan keamanan dan kedamaian di tengah-tengah kehidupan
masyarakat, bangsa dan Negara yang pluralistic ini.
Kata Kunci: Kerukunan, Tasamuh
1
Dosen Fakultas Ushuluddin, Dakwah dan Adab IAIN SMH Banten
2
Alumni mahasiswa Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin, Dakwah dan Adab IAIN
SMH Banten
137
138 | Syafi’in Mansur dan Muhayat Hasan
3
Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, fungsi dan Peran Wahyu Dalam
Masyarakat, (Bandung: Mizan, 2007), cet ke-III, h. 21
4
Tedi Kholiludin, Kuasa Negara Atas Agama (Politik Pengakuan, Diskursus
“Agama Resmi” dan Diskriminasi Hak Sipil), (Semarang: Team RaSAIL Media Group
2009), h. 100
(١٣)
“Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal.5” (Q.S. Al-Hujurat [49]: 13)
Selain itu, dalam ayat lain Allah SWT juga berfirman;
(٤٨)
“Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat
(saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya
kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada
Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa
yang Telah kamu perselisihkan itu.” 6 (QS. Al-Maidah [5]: 48)
Sekiranya Allah menghendaki, tentulah Dia dapat menjadikan semua
manusia hanya dengan satu syari’at dan satu macam jalan yang akan
ditempuh dan diamalkan mereka, sehingga dari zaman ke zaman tidak ada
5
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung; CV Penerbit J-
ART, 2005) h. 518
6
Ibid, h. 117
7
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi Yang Disempurnakan),
(Jakarta: Widya Cahaya, 2011), Jild.2, h. 412
8
Husein Muhammad, Mengaji Pluralisme kepada Maha Guru Pencerahan,
(Bandung: Mizan, 2011), h. 13
agama, berarti tidak saja mau mengakui keberadaan dan hak agama lain,
tetapi juga terlibat dalam memahami perbedaan dan persamaan agar tercepai
kerukunan dalam kebhinekaan.
Kedua, pluralisme berbeda dengan kosmopolitanisme. Yaitu sesuatu yang
mengacu pada suatu realitas dimana aneka ragam agama, ras, dan bangsa
hidup berdampingan disuatu lokasi, namun di situ tidak ada interaksi positif.
Ketiga,pluralisme tidak identik dengan relativisme. Yaitu suatu faham yang
menyatakan bahwa hal-hal yang kebenaran atau nilai ditentukan oleh
pandangan hidup serta kerangka pikir masing-masing orang atau masyarakat.
Keempat,pluralisme bukanlah sinkretisme. Yaitu mencari suatu agama baru
dengan memadukan unsur-unsur yang ada dalam beberapa agama demi
dijadikan bagian integral dalam agama baru tersebut.9
Persamaan Membangun Kerukunan Antar Umat Beragama. Tidak
bisa dibantah bahwa, pada akhir-akhir ini, ketidakrukunan antar dan antara
umat beragama menghasilkan berbagai ketidakharmonisan di tengah-tengah
hidup dan kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.Perbedaan
agama sama sekali bukan halangan untuk melakukan kerjasama, bahkan Al-
Qur’an menggunakan kalimat lita’arofu, supaya saling mengenal, yang kerap
diberi konotasi “saling membantu”.
Namun dalam kenyataan kehidupan sehari-hari, keanekaragaman
agama justru menjadi batu sandungan untuk saling mengangkat dan
menguatkan dalam kebersamaan. Belakangan ini, agama adalah sebuahnama
yang terkesan membuat gentar, menakutkan, dan mencemaskan.Agama di
tangan para pemeluknya sering tampil dengan wajah kekerasan. Dalam
beberapa tahun terakhir banyak muncul konflik, intoleransi, dan kekerasan
atas nama agama. Pandangan dunia keagamaan yang cenderung anakronostik
9
Alwi Shihab, Islam Inklusif: Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama, (Bandung:
Mizan, 1997), hlm. 41
10
Ibid, h. 4
11
Tedi Kholiludin, op cit, h. 11
12
Husein, Muhammad,op cit, h. 26
13
Olaf Schumann, Menghadapi Tantangan, Memperjuangkan Kerukunan, (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2009), cet ke-3, h. xii
Ulama yang dalam ungkapan hadits adalah pewaris nabi (inna al-
‘ulama waratsah al-anbiya’ “Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi), dapat
dipahami bahwa para ulama (melalui pemahaman, pemaparan, dan
pengamalan kitab suci) bertugas memberikan suatu petunjuk dan bimbingan
guna mengatasi perselisihan-perselisihan, problem-problem social yang hidup
dan berkembang dalam masyarakat.14
Pemahaman tersebut menuntut adanya usaha pemecahan problem-
problem sosial yang dihadapi, pemecahan yang tidak mungkin dapat
dicetuskan tanpa memahami metode integrasi antara wahyu dan
perkembangan masyarakat dengan segala aspirasinya. Sedangkan pemaparan
menuntut kemampuan untuk memahami materi yang disampaikan, bahasa
yang digunakan, manusia yang dihadapi dan keadaan ruang dan waktu.
Sementara, pengamalan menuntut penjelmaan konkret isi Kitab Suci dalam
bentuk tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari.15
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa para ulama dan tokoh agama
mempunyai peran yang sangat penting dalam mewujudkan kerukunan
anatrumat beragama dalam kehidupan sehari-hari. Ini pulalah yang
mendorong penulis untuk mengetahui sejauh mana pandangan para mufasir
dalam menafsirkan arti kerukunan antar umat beragama.
Rumusan Masalah
14
Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, op cit, h. 586
15
Ibid,h. 588
Kerangka Pemikiran
16
M. Nur Kholis Setiawan dan Djaka Soetapa,Meniti Kalam Kerukunan,
(Jakarta: Gunung Mulia, 2010), h. 10
17
Haidar Bagir, Menuju Persatuan Umat, (Pandangan Intelektual Muslim
Indonesia), (Bandung: Mizan, 2012), h. 162
18
Tedi Kholiludin, op cit, h. 14
19
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jild.I, h. 173
beragama akan terwujud dan mampu hidup rukun dan damai di alam
ciptaan Tuhan. Hakekat dan makna kerukunan hidup beragama berarti
hidup berdampingan tanpa terjadi konflik atau perselisihan.
B. Pembahasan
Kerukunan Antarumat Beragama
1. Penafsiran Departemen Agama RI Terhadap Ayat-ayat yang Berkaitan
Dengan Kerukunan
Dalam penyosialisasian, penegakan, dan penyuburan kerukunan
umat beragama ini, sebetulnya pemerintah melalui Departemen Agama
menduduki posisi yang penting dan sangat menentukan. Sebagai departemen
yang diberi tugas mengatur dan menangani persoalan serta urusan
keagamaan bagi seluruh Rakyat Indonesia, tentunya Departemen Agama
harus membuka mata dan memperhatikan masalah-masalah kehidupan umat
beragama, baik yang berskala kecil maupun besar. Problem itu, tentunya
sangat berkaitan dengan relasi umat agama di Indonesia yang terdiri atas
multiagama, multiorganisasi, dan multiperspektif.
Jika melihat klasifikasi ayat-ayat di atas, maka ayat-ayat tersebut dapat
diklasifikasikan dalam tiga kategori. Yaitu, ada ayat-ayat yang bersifat umum
keberlakuannya, ada pula yang bersifat khusus dan bersifat klaim, dan
sebaliknya ada pula yang sifatnya terbuka dan open ended terhadap pihak lain.
a. Ayat-ayat yang bersifat umum, diantaranya:
Al-Qur’an menegaskan kepada semua manusia bahwa ia diciptakan
Allah dari seorang laki-laki dan seorang perempuan. Menciptakan manusia
secara pluralistic, beraneka bangsa, suku, bahasa, budaya, warna kulit, dan
agama. Keanekaragaman dan kemajemukan manusia seperti itu adalah bukan
untuk berpecah belah, saling membanggakan kedudukan, yang satu lebih
terhormat dari yang lainnya akan tetapi supaya saling mengenal,
bersilaturahmi, berkomunikasi, saling memberi dan menerima. Suatu hal
penting bahwa semua manusia itu sama di hadapan Allah, yang membedakan
derajat mereka adalah ketaqwaannya kepada Allah SWT.
Sebagaimana dalam firman-Nya.
(١٣)
“Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa -
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah
orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui lagi Maha Mengenal.20”(Q.S. Al-Hujurat [49]: 13)
(٤٨)
“Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat
(saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya
kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada
Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu
apa yang Telah kamu perselisihkan itu,”21(Q.S. al-Maidah, [5]: 48)
Ayat yang pertama menjelaskan bahwa sekiranya Allah menghendaki,
tentulah Dia dapat menjadikan semua manusia hanya dengan satu syari’at
dan satu macam jalan yang akan ditempuh dan diamalkan mereka, sehingga
dari zaman ke zaman tidak ada peningkatan dan kemajuan, seperti halnya
burung dan lebah, kehendak Allah tentu akan terlaksana dan tidak ada
kesulitan sedikitpun, karena Allah kuasa atas segala sesuatu. Tetapi yang
demikian itu tidak dikehendaki oleh-Nya. Allah menghendaki manusia itu
sebagai makhluk yang dapat mempergunakan akal dan pikirannya, dapat
20
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung; CV Penerbit J-
ART, 2005) h. 518
21
Ibid, h. 117
Nabi-nabi yang datang sesudahnya yaitu Ibrahim, Musa, dan Isa. Wasiat yang
diwasiatkan kepada para Nabi tersebut memiliki kesamaan dalam pokok-
pokok akidah seperti keimanan kepada Allah SWT, risalah kenabian dan
keyakinan adanya hari pembalasan. Begitu pula landasan agama yang menjadi
misi utama para Rasul adalah beribadah kepada Allah dan tidak
menyekutukannya. Sesungguhnya terdapat banyak kesamaan yang terdapat
dalam agama-agama samawi tersebut seperti pula yang tertera dalam Injil dan
Taurat, terutama mengenai tauhid, shalat, zakat, puasa, hazi, dan akhlak yang
baik seperti menepati janji, jujur, menghubungkan silaturrahim dan lain
sebagainya.24
Dua ayat di atasdengan jelas menerangkan bahwakeanekaragaman
agama adalah sebuah keniscayaan dan kehendak Tuhan yang tidak dapat
dihindari dan dipungkiri.Konsekuensi dari pernyataan ini adalah keniscayaan
kita untuk bersikap penuh tasamuh atau toleran terhadap orang lain yang
berbeda keyakinan atau Agama dengan kita, apa pun itu namanya. Karena
penolakan terhadap pluralisme bisa dipandang sama dengan penolakan
terhadap realitas yang ada.25
Dengan demikian, keanekaragaman suku, bahasa, dan agama
tersebut merupakan suatu kenyataan yang harus disyukuri sebagai kekayaan
bangsa.Namun, tingginya pluralisme bangsa Indonesia membuat potensi
konflik bangsa Indonesia juga tinggi. Potensi perpecahan dan kesalah-
pahaman juga tinggi.Baik konflik dalam skala kecil maupun dalam skala
besar. Dalam skala kecil, konflik tercermin pada komunikasi tidak sambung
atau tidakberjalan sebagaimana mestinya, sehingga menyebabkan
rasatersinggung, marah, frustasi, kecewa, dongkol, bingung, bertanya tanya,
dan lain-lain. Sementara itu, konflik dalam skala besar mewujud dalam,
24
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya,op cit, Jilid ke-9, h. 34
25
Husein Muhammad, Mengaji Pluralisme Kepada Maha Guru Pencerah,
(Bandung: Mizan, 2011), h. 13
(١٩)
Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam.tiada
berselisih orang-orang yang Telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang
pengetahuan kepada mereka, Karena kedengkian (yang ada) di antara
mereka. barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka
Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.28 (Q.S. Ali Imran, [3]:19)
26
Departemen agama RI, Kompilasi Kebijakan dan Perundang-undangan
Kerukunan Umat Beragama, op cit, h. 3-4
27
Departemen Agama, Harmoni: Jurnal Multikultural dan Multireligius, (Jakarta:
Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2009), Volume VIII, h. 23
28
Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahnya, op cit, h. 53
(٨٥)
“Barangsiapa mencari agama selain agama islam, Maka sekali-kali
tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat
termasuk orang-orang yang rugi”.29 (Q.S. Ali Imran, [3]: 85)
(٣)
“Pada hari Ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan
Telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam
itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa Karena kelaparan
tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.30”(Q.S. al-Maidah [5]: 3)
31
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid ke-1, h. 472
32
Ibid, h. 549
(٦٢)
“Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang
Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang
benar-benar beriman kepada Allah, hari Kemudian dan beramal saleh,
mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada
kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih
hati.33”(QS. Al-Baqarah, [2] : 62)
33
Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahnya,op cit h. 11
34
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jild ke-1, h. 120
35
Ibid.
36
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan TafsirnyaJild ke-.2, h. 440
37
Nur Kholis Setiawan dan Djaka Soetapa, op cit, Meniti Kalam
Kerukunan(Jakarta: Gunung Mulia, 2010), jilid 1, h.23
(٤٦)
“Dan janganlah kamu berdebat denganAhli kitab, melainkan dengan cara
yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka, dan
Katakanlah: "Kami Telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan
kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu
adalah satu; dan kami Hanya kepada-Nya berserah diri".38(QS. al-Ankabut,
[29] : 46)
Dalam ayat ini Allah memberi petunjuk kepada Nabi dan kaum
muslimin tentang materi dakwah dan cara menghadapi Ahli Kitab, karena
sebagian mereka tidak menerima seruannya, ketika Rasulullah
menyampaikan ajaran Islam, kebanyakan mereka mendustakannya, dan
hanya sedikit dari mereka yang menerimanya. Padahal mereka telah
mengetahui Muhammad dan ajarannya.
Menyeru manusia dengan jalan hikmah dan bijaksana serta
mendebat mereka dengan cara yang baik dilakukan kepada orang-orang yang
tidak melakukan kezaliman. Adapun terhadap orang-orang yang berbuat
kezaliman, yaitu orang-orang yang hatinya telah terkunci mati, tidak mau
menerima kebenaran lagi, dan berusaha untuk melenyapkan Islam dan
umatnya, tidak bisa dihadapi dengan cara berdialog yang baik. Ahli kitab yang
zalim ialah mereka yang dalam hatinya ada penyakit iri, benci, dan dengki
kepada kaum muslimin, karena rasul terakhir tidak diangkat dari kalangan
mereka. Mereka memerangi dengan mengadakan tipu daya, merintangi
dakwah Nabi dan fitnah secara tersembunyi ataupun terang-terangan.39
Allah juga memerintahkan kepada Muhammad, agar mengajak Ahli
Kitab yaitu Yahudi dan Nasrani untuk berdialog dengan secara adil dalam
mencari asas-asas persamaan dari ajaran yang di bawa oleh rasul-rasul dan
38
Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahnya, op cit, h. 403
39
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid ke-7, h. 417
kitab-kitab yang diturunkan kepada mereka, yaitu taurat, injil dan Alquran.
Adapun ajakan dari ayat di atas ialah agar mereka tidak menyembah selain
Allah yang mempunyai kekuasaan mutlak.
Kesimpulan dari ajakan tersebut, Muslim dan Ahli Kitab sama-sama
meyakini bahwa alam itu termasuk ciptaan Allah yang Maha Esa.Dialah yang
menciptakan, mengurus dan mengutus para nabi kepada mereka.Ayat ini
juga mengajak Ahli Kitab agar bersepakat untuk menegakkan prinsip-prinsip
agama, menolak hal yang meragukan, yang bertentangan dengan prinsip
agama.
Sebagaimana dalam firman-Nya
(٦٤)
Katakanlah: "Hai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat
(ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak
kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan dia dengan
sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain
sebagai Tuhan selain Allah". jika mereka berpaling Maka Katakanlah
kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah
diri (kepada Allah)".40 (Q.S. Ali Imran, [3] ; 64).
Dalam ayat ini, terdapat suatu ketentuan bahwa semua masalah yang
berhubungan dengan ibadah atau dengan halal dan haram, hanya ada di
dalam Alquran dan Hadits, yang dijadikan pokok pegangan dalam
menetapkannya, bukan pendeta pemimpin dan bukan pula pendapat ahli
hukum yang kenamaan sekalipun. Adapun yang tidak berkaitan langsung
dengan ibadah, seperti urusan peradilan, dan urusan politik, Allah
melimpahkan kekuasaan-Nya kepada manusia yang berilmu, seperti para ahli
40
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, opcit,h. 59
41
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirny, Jilid ke-1, h. 526
42
Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahnya, h. 604
43
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid ke-10
menghormati agama orang lain sebagai mitra dialog, tetapi juga harus
memiliki komitmen yang baik terhadap agama yang dianutnya.44
Jadi, pemahaman terhadap kerukunan antarumat beragama
dimaksud bukan berarti mencampuradukkan beberapa keyakinan ke dalam
satu keyakinan, akan tetapi masing-masing keyakinan tetap dijalankan dengan
tidak mengusik keyakinan lain, dengan penuh persahabatan dan kedamaian
dalam keyakinan yang berbeda. Mengingat keyakinan dari penganut agama
yang satu dengan yang lain memiliki perbedaan, maka masalah keyakinan
antaragama tidak bisa diperdebatkan dan disinkronkan.
Sedemikian tingginya Allah memberikan kemerdekaan kepada
manusia untuk beragama,ini merupakan pertanda bahwa Allah telah
menjaga nilai dari masing-masing agama dan manusia, dengan akal dan
hatinya manusia berhak untuk beragama menurut keyakinannya dengan
maksud beribadah semata-mata karena Tuhan yang satu.
44
Alwi Shihab, Islam Inklusif: Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama, (Bandung:
Mizan, 2001), h. 41
45
Olaf H. Schuman, Menghadapi Tantangan, Memperjungkan Kerukunan
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), h. 58
46
Ibid, h.59
orang lain. Kekerasan atas nama agama adalah pengkhianatan yang nyata
terhadap hakikat agama itu sendiri.47
Sikap keterbukaan akan pluralitas umat beragama merupakan suatu
sikap kunci pembuka kedamaian dalam beragama, tanpa membuat
kegaduhan atau pencampuradukan ajaran atau yang lebih dikenal dengan
sinkretisme agama, ummat agama akan lebih humanis dalam menyikapi
persoalan kehidupan sosial terutama yang bersangkut paut dengan agama itu
sendiri.
Islammengajarkan bahwa agama Tuhan adalah universal, karena
Tuhan telahmengutus Rasul-Nya kepada setiap umat manusia untuk menjadi
rahmat bagi semesta alam. “Wa mâ arsalnâka illâ rahmatan li al-‘âlamîn”. Ini
merupakan gagasan-gagasan besar tentang kemanusiaan yang diberikan Islam.
Pandangan kemanusiaan dalam Islam tidak lain adalah cara melihat manusia
sebagai manusia, apa pun identitas dirinya, yang harus dihormati dan
dihargai, sebagaimana Tuhan sendiri menghargai dan menghormatinya.48
Jika ditinjau dari segi sejarah, “Piagam Madinah” atau “Konstitusi
Madinah” memberikan teladan tentang keadilan dan toleransi yang luar biasa
indah bagi pola hubungan bermasyarakat yang pluralistik. Dalam piagam ini
termaktub suatu perjanjian yang menekankan antara kaum Yahudi dan
Muslim, mereka harus saling membantu dalam menghadapi pihak-pihak yang
menyerang para penandatangan piagam ini. Piagam Madinah memang hanya
mengatur hubungan umat Islam dan umat Yahudi, karena komposisi
masyarakat kota Yatsrib pada saat itu hanya terdiri dari dua golongan
tersebut.49
47
Ahmad Syafii Maarif, Al-Quran dan Realitas Umat, (Jakarta: Republika,
2010), h. 13
48
Muhammad, op cit, hlm. 19
49
Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama Tinjauan Kritis, (Jakarta: Gema
Insani, 2006), hlm. 220
50
Dadang Kahmad,Sosiologi Agama, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009),
h. 178
51
Husein Muhammad, op cit, h. 17
52
Kementerian Agama RI Badan Litbang dan Diklat, Press Confrence:
Simposium Internasional: Peran Strategis Pemdidikan Agama dalam Pengembangan Budaya
Damai,(Jakarta: 2011), h. 1
53
Departemen Agama, Harmoni: Jurnal Multikultural dan Multireligius, (Jakarta:
Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2009), Volume VIII, No. 30, h. 34
54
Azyumardi Azra, Reposisi Hubungan Agama dan Negara: Merajut Kerukunan
Antarumat, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2002), h. 215
55
Ibid, h. 217
Paling tidak ada dua arus utama ketika kita menganalisis tentang
klasifikasi ayat-ayat yang berkaitan dengan kerukunan tersebut di atas, yaitu
faham inklusif dan faham eksklusif.
56
Kholis Setiawan, dan Soetapa,op cit, h. x
57
Kahmad,op cit, h. 139
58
M. Nur Kholis Setiawan, dan Djaka Soetapa. Meniti Kalam Kerukunan
(Jakarta: Gunung Mulia, 2010), h. 6
59
Husein Muhammad, op cit, h. 7
60
Ibid, h. 20
61
Setiawan dan Soetapa, Op Cit, h. 6
62
Ibid, h. 8
(٦٢)
Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani
dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar
beriman kepada Allah, hari Kemudian dan beramal saleh, mereka akan
menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada
mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Dalam Al-Qur’an dan Tafsirnya Departemen Agama menafsirkannya
antara lain dengan menyatakan, bahwa; Orang-orang Islam, orang Yahudi,
orang Nashrani dan orang Sabiin yang benar-benar beragama menurut agama
mereka, membenarkan dengan sepenuh hati akan adanya Allah dan hari
Kiamat, mengamalkan segala tuntutan syariat agamanya sesuai dengan masa
berlakunya syariat,masing-masing memperolah pahala dan kebahagiaan di
63
Shihab, Quraish M, Menabur Pesan Ilahi; Al-Qur’an dan Dinamika Kehidupan
Masyarakat, (Jakarta: Lentera Hati, 2006). h. 322
64
Ulya’, Penyikapan Puritan dan Moderat Terhadap Ayat Al-Qur’an Tentang Pluralitas Agama
dan Implikasinya, (Perspektif Pemikiran Khaled Abou el-Fadl), (Hermeneutik, Jurnal,
Volume 4, Nomor 2, Juli, 2009). h. 21
DAFTAR PUSTAKA