AAAAAAAAAAAAAA
AAAAAAAAAAAAAA
AAAAAAAAAAAAAA
Buahnya
banyak, manis, dan berwarna merah. Seorang anak kecil pun senang bermain di sekitar pohon itu.
Namun, semakin besar, anak kecil itu sudah tidak lagi bermain di sekitar pohon. Si Pohon Apel pun
bersedih. Suatu hari, anak kecil yang sudah tumbuh remaja itu datang ke tempat Pohon Apel. “Hai,
kemarilah dan bermain-main di sekelilingku,” kata si Pohon Apel. “Aku tidak sempat bermain. Aku
kelaparan dan tidak memiliki uang. Aku tidak tahu harus berbuat apa,” ucap Si Anak. “Kalau begitu,
ambil saja semua buahku untuk kamu jual di pasar,” tawar si Pohon Apel. Si Anak senang sekali,
mengambil semua pohon apel, dan menjualnya hingga ia bisa mendapatkan uang. Setelah sekian
lama, Si Anak tidak datang lagi dan membuat si Pohon Apel kesepian. Namun, beberapa tahun
setelah itu, Si Anak kembali, dan pohon apel senang sekali dan mengajaknya kembali bermain di
sekitarnya. “Aku tidak punya waktu bermain, rumahku habis kebakaran, dan aku serta anak istriku
tidak memiliki rumah lagi sekarang,” ujar Si Anak sedih. “Kalau begitu, potong saja dahanku untuk
dijadikan rumahmu,” ucap Si Pohon Apel. Si Anak gembira luar biasa dan langsung memotong
habis batang pohon dengan hanya menyisakan sedikit batang serta akarnya. Bertahun-tahun
lamanya Si Anak tak kembali lagi. Si Pohon Apel benar-benar merasa kesepian. Namun, saat Si
Anak datang, wajahnya sudah tua dan tubuhnya sudah bungkuk. “Apa lagi yang kau butuhkan? Aku
sudah tidak memiliki apa-apa. Buahku sudah habis, batangku pun sudah kau tebang. Aku hanya
memiliki akar saat ini,” ucap Si Pohon Apel. “Aku hanya membutuhkan sebagai tempat beristirahat
untuk tempat tinggal abadiku. Aku memilih tempat ini di dekatmu karena kamu adalah teman
terbaikku,” ungkap Si Anak. Di akhir kisah dongeng sebelum tidur ini, Si Anak yang sudah menjadi
kakek-kakek meninggal dunia dan dikuburkan di dekat pohon apel itu. 2. Gadis Penjual Korek Api
Gadis kecil ini bernama Meri. Meri sangat sedih Ketika neneknya meninggal. Akhirnya ia hanya
hidup dengan ayahnya. Tapi ayah Meri sangat malas tidak mau bekerja, sehingga membuat mereka
tidak punya cukup uang untuk membeli bahan makanan. Akhirnya, saat musim dingin tiba Meri
keluar rumah dan menjual korek api. Meri tidak pantang menyerah, walaupun kedinginan dan
bajunya tidak tebal. Sudah beberapa hari korek apinya belum ada yang terjual. Hari semakin malam
dan ia duduk di depan toko sambil menahan dingin dan lapar. Akhirnya, ia menyalakan korek api
untuk menghangatkan tangan sampai korek api itu habis dan Meri pingsan karena kedinginan.
Esoknya warga menemukan Meri pingsan dan menyesal tidak membeli korek api Meri. 3. Lalat yang
Pelupa Pada zaman dahulu, hidup seekor lalat kecil yang baik, penyayang, rajin dan suka
membantu. Di suatu pagi yang cerah, si Lalat mendengar kabar bahwa akan ada sebuah festival
besar di desa tempat ia tinggal. Si Lalat sangat bersemangat dan dengan sukarela membantu
segala keperluan festival. Namun, semua kesibukan tersebut anehnya membuat si Lalat melupakan
namanya sendiri. Karena bingung bukan kepalang, si Lalat pun memutuskan untuk bertanya pada
ibu semut yang duduk di sebelahnya. “Maaf sebelumnya, apa kau tau namaku?” tanya si Lalat.
Tetapi, tentu saja ibu semut tidak tahu. Ibu semut menyuruh si Lalat agar mencoba bertanya pada
belalang di sebelahnya. Si Lalat langsung terbang menghampiri paman belalang. Ia menanyakan
pertanyaan yang sama pada paman belalang. Tetapi hal itu juga tidak membuahkan hasil. Paman
belalang hanya menggelengkan kepala sebagai pertanda bahwa ia tidak tahu. Paman belalang
menyuruh si Lalat bertanya kepada bibi kupu-kupu, tapi bibi kupu-kupu pun tidak tahu. Melihat si
Lalat yang putus asa, bibi kupu-kupu menyarankan lalat untuk bertanya kepada seorang bayi
manusia karena mungkin bayi itu tau nama si Lalat. Mendengar ide tersebut si Lalat langsung
menghampiri si bayi manusia. “Halo, bayi kecil yang manis. Meskipun kita tidak pernah bertemu
sebelumnya, apakah mungkin kau tau namaku?” Si Lalat merasa percuma bertanya pada bayi
manusia karena tak mungkin ia tahu bahwa dirinya adalah lalat. Tetapi kemudian… “La…la…la…”,
ucap si bayi. Mendengarnya, si Lalat pun langsung membelalak bahagia. “Ah, iya benar sekali. Aku
kan Lalat. Terima kasih bayi kecil yang lucu, kau telah membantuku mengingat namaku sendiri.” Si
Lalat akhirnya kembali ke festival dengan perasaan gembira karena telah berhasil mengingat
namanya sendiri. Ilustrasi, dongeng (Freepik) 4. Pasir dan Batu Andi dan Budi sedang berjalan di
padang pasir sambil berdebat dengan satu sama lain. Tiba-tiba Andi menampar Budi karena kesal
dengannya. Bukannya marah, Budi justru menuliskan “HARI INI TEMAN BAIKKU MENAMPARKU”
di tanah. Mereka pun melanjutkan perjalanan dan menemukkan sebuah sumber air. Karena tergesa-
gesa, Budi tergelincir dan hampir tenggelam, tetapi berhasil diselamatkan oleh Andi. Setelah
diselamatkan, Budi menulis di batu “HARI INI TEMAN BAIKKU MENYELAMATKANKU.” Melihat
kelakukan aneh Budi, Andi bertanya “Ketika aku menyakitimu kamu menulis di tanah, tapi ketika aku
menyelamatkanmu kamu menulis di batu, kenapa?” Budi pun menjawab “Jika orang menyakitimu,
kamu harus menulis di pasir agar angin menghapusnya dan kamu memaafkannya. Namun, ketika
orang melakukan hal baik pada kita, kita harus mengukirnya di batu agar angin tidak menghapusnya
dan perlakuannya selalu kita ingat.” 5. Angsa dan Telur Emas Pada suatu hari, hiduplah seorang
petani membawa seekor angsa pulang ke rumahnya. Esoknya, angsa tersebut mengeluarkan telur
emas. Ia berpikir bahwa angsa tersebut adalah angsa ajaib. Petani pun segera membawa telur
emas itu ke pedagang emas di pasar untuk mengetahui apakah telur tersebut benar-benar emas.
"Ini emas murni," kata pedagang emas. Pedagang tersebut membelinya dengan uang yang banyak.
Sejak saat itu, angsa mengeluarkan telur emas setiap hari. Kini, petani telah memiliki selusin telur
emas. Namun, petani itu masih belum puas. "Aku akan kaya raya. Tapi, aku ingin angsa
mengeluarkan lebih banyak telur emas setiap hari agar aku cepat kaya," kata petani. "Aku tidak
akan menunggu besok. Aku ingin cepat kaya. Aku akan menyembelih angsa itu dan mengambil
seluruh emas dalam tubuhnya," pikir petani. Petani itu pun akhirnya menyembelih angsa. Ia sangat
kaget karena ia tidak menemukan satupun telur emas di dalam tubuh angsa. Kini, petani hanya bisa
menyesal karena sudah serakah. Andai saja ia tidak menyembelihnya, pasti ia masih bisa
mendapatkan telur emas. 6. Beruang dan Lebah Suatu hari, ada seekor beruang yang sedang
menjelajahi hutan untuk mencari buah-buahan. Ia menemukan pohon tumbang dengan sarang
tempat lebah menyimpan madu. Beruang itu pun mulai mengendus dengan hati-hati untuk
mengetahui apakah kawanan lebah sedang berada dalam sarang tersebut. Tiba-tiba, sekumpulan
lebah pulang dengan membawa banyak madu. Lebah-lebah itu menyengatnya dengan tajam lalu
lari bersembunyi ke dalam lubang batang pohon. Beruang tersebut pun marah, loncat ke atas
batang yang tumbang tersebut, dan dengan cakarnya menghancurkan sarang lebah. Namun, hal ini
membuat seluruh kawanan lebah keluar dan menyerang sang Beruang. Beruang yang malang itu
pun lari terbirit-birit. Ia menyelamatkan dirinya dengan menyelam ke dalam air sungai. Pesan moral
yang dapat dipelajari dari kisah dongeng sebelum tidur tentang beruang dan lebah ini adalah
seseorang harus lebih bijaksana untuk menahan diri. Si Kecil bisa belajar bahwa melampiaskan
emosi yang tidak dikelola dengan baik justru bisa menambah masalah setelahnya.
1. Kisah Pohon Apel Alkisah, ada sebuah pohon apel yang sangat besar dan rimbun. Buahnya
banyak, manis, dan berwarna merah. Seorang anak kecil pun senang bermain di sekitar pohon itu.
Namun, semakin besar, anak kecil itu sudah tidak lagi bermain di sekitar pohon. Si Pohon Apel pun
bersedih. Suatu hari, anak kecil yang sudah tumbuh remaja itu datang ke tempat Pohon Apel. “Hai,
kemarilah dan bermain-main di sekelilingku,” kata si Pohon Apel. “Aku tidak sempat bermain. Aku
kelaparan dan tidak memiliki uang. Aku tidak tahu harus berbuat apa,” ucap Si Anak. “Kalau begitu,
ambil saja semua buahku untuk kamu jual di pasar,” tawar si Pohon Apel. Si Anak senang sekali,
mengambil semua pohon apel, dan menjualnya hingga ia bisa mendapatkan uang. Setelah sekian
lama, Si Anak tidak datang lagi dan membuat si Pohon Apel kesepian. Namun, beberapa tahun
setelah itu, Si Anak kembali, dan pohon apel senang sekali dan mengajaknya kembali bermain di
sekitarnya. “Aku tidak punya waktu bermain, rumahku habis kebakaran, dan aku serta anak istriku
tidak memiliki rumah lagi sekarang,” ujar Si Anak sedih. “Kalau begitu, potong saja dahanku untuk
dijadikan rumahmu,” ucap Si Pohon Apel. Si Anak gembira luar biasa dan langsung memotong
habis batang pohon dengan hanya menyisakan sedikit batang serta akarnya. Bertahun-tahun
lamanya Si Anak tak kembali lagi. Si Pohon Apel benar-benar merasa kesepian. Namun, saat Si
Anak datang, wajahnya sudah tua dan tubuhnya sudah bungkuk. “Apa lagi yang kau butuhkan? Aku
sudah tidak memiliki apa-apa. Buahku sudah habis, batangku pun sudah kau tebang. Aku hanya
memiliki akar saat ini,” ucap Si Pohon Apel. “Aku hanya membutuhkan sebagai tempat beristirahat
untuk tempat tinggal abadiku. Aku memilih tempat ini di dekatmu karena kamu adalah teman
terbaikku,” ungkap Si Anak. Di akhir kisah dongeng sebelum tidur ini, Si Anak yang sudah menjadi
kakek-kakek meninggal dunia dan dikuburkan di dekat pohon apel itu. 2. Gadis Penjual Korek Api
Gadis kecil ini bernama Meri. Meri sangat sedih Ketika neneknya meninggal. Akhirnya ia hanya
hidup dengan ayahnya. Tapi ayah Meri sangat malas tidak mau bekerja, sehingga membuat mereka
tidak punya cukup uang untuk membeli bahan makanan. Akhirnya, saat musim dingin tiba Meri
keluar rumah dan menjual korek api. Meri tidak pantang menyerah, walaupun kedinginan dan
bajunya tidak tebal. Sudah beberapa hari korek apinya belum ada yang terjual. Hari semakin malam
dan ia duduk di depan toko sambil menahan dingin dan lapar. Akhirnya, ia menyalakan korek api
untuk menghangatkan tangan sampai korek api itu habis dan Meri pingsan karena kedinginan.
Esoknya warga menemukan Meri pingsan dan menyesal tidak membeli korek api Meri. 3. Lalat yang
Pelupa Pada zaman dahulu, hidup seekor lalat kecil yang baik, penyayang, rajin dan suka
membantu. Di suatu pagi yang cerah, si Lalat mendengar kabar bahwa akan ada sebuah festival
besar di desa tempat ia tinggal. Si Lalat sangat bersemangat dan dengan sukarela membantu
segala keperluan festival. Namun, semua kesibukan tersebut anehnya membuat si Lalat melupakan
namanya sendiri. Karena bingung bukan kepalang, si Lalat pun memutuskan untuk bertanya pada
ibu semut yang duduk di sebelahnya. “Maaf sebelumnya, apa kau tau namaku?” tanya si Lalat.
Tetapi, tentu saja ibu semut tidak tahu. Ibu semut menyuruh si Lalat agar mencoba bertanya pada
belalang di sebelahnya. Si Lalat langsung terbang menghampiri paman belalang. Ia menanyakan
pertanyaan yang sama pada paman belalang. Tetapi hal itu juga tidak membuahkan hasil. Paman
belalang hanya menggelengkan kepala sebagai pertanda bahwa ia tidak tahu. Paman belalang
menyuruh si Lalat bertanya kepada bibi kupu-kupu, tapi bibi kupu-kupu pun tidak tahu. Melihat si
Lalat yang putus asa, bibi kupu-kupu menyarankan lalat untuk bertanya kepada seorang bayi
manusia karena mungkin bayi itu tau nama si Lalat. Mendengar ide tersebut si Lalat langsung
menghampiri si bayi manusia. “Halo, bayi kecil yang manis. Meskipun kita tidak pernah bertemu
sebelumnya, apakah mungkin kau tau namaku?” Si Lalat merasa percuma bertanya pada bayi
manusia karena tak mungkin ia tahu bahwa dirinya adalah lalat. Tetapi kemudian… “La…la…la…”,
ucap si bayi. Mendengarnya, si Lalat pun langsung membelalak bahagia. “Ah, iya benar sekali. Aku
kan Lalat. Terima kasih bayi kecil yang lucu, kau telah membantuku mengingat namaku sendiri.” Si
Lalat akhirnya kembali ke festival dengan perasaan gembira karena telah berhasil mengingat
namanya sendiri. Ilustrasi, dongeng (Freepik) 4. Pasir dan Batu Andi dan Budi sedang berjalan di
padang pasir sambil berdebat dengan satu sama lain. Tiba-tiba Andi menampar Budi karena kesal
dengannya. Bukannya marah, Budi justru menuliskan “HARI INI TEMAN BAIKKU MENAMPARKU”
di tanah. Mereka pun melanjutkan perjalanan dan menemukkan sebuah sumber air. Karena tergesa-
gesa, Budi tergelincir dan hampir tenggelam, tetapi berhasil diselamatkan oleh Andi. Setelah
diselamatkan, Budi menulis di batu “HARI INI TEMAN BAIKKU MENYELAMATKANKU.” Melihat
kelakukan aneh Budi, Andi bertanya “Ketika aku menyakitimu kamu menulis di tanah, tapi ketika aku
menyelamatkanmu kamu menulis di batu, kenapa?” Budi pun menjawab “Jika orang menyakitimu,
kamu harus menulis di pasir agar angin menghapusnya dan kamu memaafkannya. Namun, ketika
orang melakukan hal baik pada kita, kita harus mengukirnya di batu agar angin tidak menghapusnya
dan perlakuannya selalu kita ingat.” 5. Angsa dan Telur Emas Pada suatu hari, hiduplah seorang
petani membawa seekor angsa pulang ke rumahnya. Esoknya, angsa tersebut mengeluarkan telur
emas. Ia berpikir bahwa angsa tersebut adalah angsa ajaib. Petani pun segera membawa telur
emas itu ke pedagang emas di pasar untuk mengetahui apakah telur tersebut benar-benar emas.
"Ini emas murni," kata pedagang emas. Pedagang tersebut membelinya dengan uang yang banyak.
Sejak saat itu, angsa mengeluarkan telur emas setiap hari. Kini, petani telah memiliki selusin telur
emas. Namun, petani itu masih belum puas. "Aku akan kaya raya. Tapi, aku ingin angsa
mengeluarkan lebih banyak telur emas setiap hari agar aku cepat kaya," kata petani. "Aku tidak
akan menunggu besok. Aku ingin cepat kaya. Aku akan menyembelih angsa itu dan mengambil
seluruh emas dalam tubuhnya," pikir petani. Petani itu pun akhirnya menyembelih angsa. Ia sangat
kaget karena ia tidak menemukan satupun telur emas di dalam tubuh angsa. Kini, petani hanya bisa
menyesal karena sudah serakah. Andai saja ia tidak menyembelihnya, pasti ia masih bisa
mendapatkan telur emas. 6. Beruang dan Lebah Suatu hari, ada seekor beruang yang sedang
menjelajahi hutan untuk mencari buah-buahan. Ia menemukan pohon tumbang dengan sarang
tempat lebah menyimpan madu. Beruang itu pun mulai mengendus dengan hati-hati untuk
mengetahui apakah kawanan lebah sedang berada dalam sarang tersebut. Tiba-tiba, sekumpulan
lebah pulang dengan membawa banyak madu. Lebah-lebah itu menyengatnya dengan tajam lalu
lari bersembunyi ke dalam lubang batang pohon. Beruang tersebut pun marah, loncat ke atas
batang yang tumbang tersebut, dan dengan cakarnya menghancurkan sarang lebah. Namun, hal ini
membuat seluruh kawanan lebah keluar dan menyerang sang Beruang. Beruang yang malang itu
pun lari terbirit-birit. Ia menyelamatkan dirinya dengan menyelam ke dalam air sungai. Pesan moral
yang dapat dipelajari dari kisah dongeng sebelum tidur tentang beruang dan lebah ini adalah
seseorang harus lebih bijaksana untuk menahan diri. Si Kecil bisa belajar bahwa melampiaskan
emosi yang tidak dikelola dengan baik justru bisa menambah masalah setelahnya.
1. Kisah Pohon Apel Alkisah, ada sebuah pohon apel yang sangat besar dan rimbun. Buahnya
banyak, manis, dan berwarna merah. Seorang anak kecil pun senang bermain di sekitar pohon itu.
Namun, semakin besar, anak kecil itu sudah tidak lagi bermain di sekitar pohon. Si Pohon Apel pun
bersedih. Suatu hari, anak kecil yang sudah tumbuh remaja itu datang ke tempat Pohon Apel. “Hai,
kemarilah dan bermain-main di sekelilingku,” kata si Pohon Apel. “Aku tidak sempat bermain. Aku
kelaparan dan tidak memiliki uang. Aku tidak tahu harus berbuat apa,” ucap Si Anak. “Kalau begitu,
ambil saja semua buahku untuk kamu jual di pasar,” tawar si Pohon Apel. Si Anak senang sekali,
mengambil semua pohon apel, dan menjualnya hingga ia bisa mendapatkan uang. Setelah sekian
lama, Si Anak tidak datang lagi dan membuat si Pohon Apel kesepian. Namun, beberapa tahun
setelah itu, Si Anak kembali, dan pohon apel senang sekali dan mengajaknya kembali bermain di
sekitarnya. “Aku tidak punya waktu bermain, rumahku habis kebakaran, dan aku serta anak istriku
tidak memiliki rumah lagi sekarang,” ujar Si Anak sedih. “Kalau begitu, potong saja dahanku untuk
dijadikan rumahmu,” ucap Si Pohon Apel. Si Anak gembira luar biasa dan langsung memotong
habis batang pohon dengan hanya menyisakan sedikit batang serta akarnya. Bertahun-tahun
lamanya Si Anak tak kembali lagi. Si Pohon Apel benar-benar merasa kesepian. Namun, saat Si
Anak datang, wajahnya sudah tua dan tubuhnya sudah bungkuk. “Apa lagi yang kau butuhkan? Aku
sudah tidak memiliki apa-apa. Buahku sudah habis, batangku pun sudah kau tebang. Aku hanya
memiliki akar saat ini,” ucap Si Pohon Apel. “Aku hanya membutuhkan sebagai tempat beristirahat
untuk tempat tinggal abadiku. Aku memilih tempat ini di dekatmu karena kamu adalah teman
terbaikku,” ungkap Si Anak. Di akhir kisah dongeng sebelum tidur ini, Si Anak yang sudah menjadi
kakek-kakek meninggal dunia dan dikuburkan di dekat pohon apel itu. 2. Gadis Penjual Korek Api
Gadis kecil ini bernama Meri. Meri sangat sedih Ketika neneknya meninggal. Akhirnya ia hanya
hidup dengan ayahnya. Tapi ayah Meri sangat malas tidak mau bekerja, sehingga membuat mereka
tidak punya cukup uang untuk membeli bahan makanan. Akhirnya, saat musim dingin tiba Meri
keluar rumah dan menjual korek api. Meri tidak pantang menyerah, walaupun kedinginan dan
bajunya tidak tebal. Sudah beberapa hari korek apinya belum ada yang terjual. Hari semakin malam
dan ia duduk di depan toko sambil menahan dingin dan lapar. Akhirnya, ia menyalakan korek api
untuk menghangatkan tangan sampai korek api itu habis dan Meri pingsan karena kedinginan.
Esoknya warga menemukan Meri pingsan dan menyesal tidak membeli korek api Meri. 3. Lalat yang
Pelupa Pada zaman dahulu, hidup seekor lalat kecil yang baik, penyayang, rajin dan suka
membantu. Di suatu pagi yang cerah, si Lalat mendengar kabar bahwa akan ada sebuah festival
besar di desa tempat ia tinggal. Si Lalat sangat bersemangat dan dengan sukarela membantu
segala keperluan festival. Namun, semua kesibukan tersebut anehnya membuat si Lalat melupakan
namanya sendiri. Karena bingung bukan kepalang, si Lalat pun memutuskan untuk bertanya pada
ibu semut yang duduk di sebelahnya. “Maaf sebelumnya, apa kau tau namaku?” tanya si Lalat.
Tetapi, tentu saja ibu semut tidak tahu. Ibu semut menyuruh si Lalat agar mencoba bertanya pada
belalang di sebelahnya. Si Lalat langsung terbang menghampiri paman belalang. Ia menanyakan
pertanyaan yang sama pada paman belalang. Tetapi hal itu juga tidak membuahkan hasil. Paman
belalang hanya menggelengkan kepala sebagai pertanda bahwa ia tidak tahu. Paman belalang
menyuruh si Lalat bertanya kepada bibi kupu-kupu, tapi bibi kupu-kupu pun tidak tahu. Melihat si
Lalat yang putus asa, bibi kupu-kupu menyarankan lalat untuk bertanya kepada seorang bayi
manusia karena mungkin bayi itu tau nama si Lalat. Mendengar ide tersebut si Lalat langsung
menghampiri si bayi manusia. “Halo, bayi kecil yang manis. Meskipun kita tidak pernah bertemu
sebelumnya, apakah mungkin kau tau namaku?” Si Lalat merasa percuma bertanya pada bayi
manusia karena tak mungkin ia tahu bahwa dirinya adalah lalat. Tetapi kemudian… “La…la…la…”,
ucap si bayi. Mendengarnya, si Lalat pun langsung membelalak bahagia. “Ah, iya benar sekali. Aku
kan Lalat. Terima kasih bayi kecil yang lucu, kau telah membantuku mengingat namaku sendiri.” Si
Lalat akhirnya kembali ke festival dengan perasaan gembira karena telah berhasil mengingat
namanya sendiri. Ilustrasi, dongeng (Freepik) 4. Pasir dan Batu Andi dan Budi sedang berjalan di
padang pasir sambil berdebat dengan satu sama lain. Tiba-tiba Andi menampar Budi karena kesal
dengannya. Bukannya marah, Budi justru menuliskan “HARI INI TEMAN BAIKKU MENAMPARKU”
di tanah. Mereka pun melanjutkan perjalanan dan menemukkan sebuah sumber air. Karena tergesa-
gesa, Budi tergelincir dan hampir tenggelam, tetapi berhasil diselamatkan oleh Andi. Setelah
diselamatkan, Budi menulis di batu “HARI INI TEMAN BAIKKU MENYELAMATKANKU.” Melihat
kelakukan aneh Budi, Andi bertanya “Ketika aku menyakitimu kamu menulis di tanah, tapi ketika aku
menyelamatkanmu kamu menulis di batu, kenapa?” Budi pun menjawab “Jika orang menyakitimu,
kamu harus menulis di pasir agar angin menghapusnya dan kamu memaafkannya. Namun, ketika
orang melakukan hal baik pada kita, kita harus mengukirnya di batu agar angin tidak menghapusnya
dan perlakuannya selalu kita ingat.” 5. Angsa dan Telur Emas Pada suatu hari, hiduplah seorang
petani membawa seekor angsa pulang ke rumahnya. Esoknya, angsa tersebut mengeluarkan telur
emas. Ia berpikir bahwa angsa tersebut adalah angsa ajaib. Petani pun segera membawa telur
emas itu ke pedagang emas di pasar untuk mengetahui apakah telur tersebut benar-benar emas.
"Ini emas murni," kata pedagang emas. Pedagang tersebut membelinya dengan uang yang banyak.
Sejak saat itu, angsa mengeluarkan telur emas setiap hari. Kini, petani telah memiliki selusin telur
emas. Namun, petani itu masih belum puas. "Aku akan kaya raya. Tapi, aku ingin angsa
mengeluarkan lebih banyak telur emas setiap hari agar aku cepat kaya," kata petani. "Aku tidak
akan menunggu besok. Aku ingin cepat kaya. Aku akan menyembelih angsa itu dan mengambil
seluruh emas dalam tubuhnya," pikir petani. Petani itu pun akhirnya menyembelih angsa. Ia sangat
kaget karena ia tidak menemukan satupun telur emas di dalam tubuh angsa. Kini, petani hanya bisa
menyesal karena sudah serakah. Andai saja ia tidak menyembelihnya, pasti ia masih bisa
mendapatkan telur emas. 6. Beruang dan Lebah Suatu hari, ada seekor beruang yang sedang
menjelajahi hutan untuk mencari buah-buahan. Ia menemukan pohon tumbang dengan sarang
tempat lebah menyimpan madu. Beruang itu pun mulai mengendus dengan hati-hati untuk
mengetahui apakah kawanan lebah sedang berada dalam sarang tersebut. Tiba-tiba, sekumpulan
lebah pulang dengan membawa banyak madu. Lebah-lebah itu menyengatnya dengan tajam lalu
lari bersembunyi ke dalam lubang batang pohon. Beruang tersebut pun marah, loncat ke atas
batang yang tumbang tersebut, dan dengan cakarnya menghancurkan sarang lebah. Namun, hal ini
membuat seluruh kawanan lebah keluar dan menyerang sang Beruang. Beruang yang malang itu
pun lari terbirit-birit. Ia menyelamatkan dirinya dengan menyelam ke dalam air sungai. Pesan moral
yang dapat dipelajari dari kisah dongeng sebelum tidur tentang beruang dan lebah ini adalah
seseorang harus lebih bijaksana untuk menahan diri. Si Kecil bisa belajar bahwa melampiaskan
emosi yang tidak dikelola dengan baik justru bisa menambah masalah setelahnya.
1. Kisah Pohon Apel Alkisah, ada sebuah pohon apel yang sangat besar dan rimbun. Buahnya
banyak, manis, dan berwarna merah. Seorang anak kecil pun senang bermain di sekitar pohon itu.
Namun, semakin besar, anak kecil itu sudah tidak lagi bermain di sekitar pohon. Si Pohon Apel pun
bersedih. Suatu hari, anak kecil yang sudah tumbuh remaja itu datang ke tempat Pohon Apel. “Hai,
kemarilah dan bermain-main di sekelilingku,” kata si Pohon Apel. “Aku tidak sempat bermain. Aku
kelaparan dan tidak memiliki uang. Aku tidak tahu harus berbuat apa,” ucap Si Anak. “Kalau begitu,
ambil saja semua buahku untuk kamu jual di pasar,” tawar si Pohon Apel. Si Anak senang sekali,
mengambil semua pohon apel, dan menjualnya hingga ia bisa mendapatkan uang. Setelah sekian
lama, Si Anak tidak datang lagi dan membuat si Pohon Apel kesepian. Namun, beberapa tahun
setelah itu, Si Anak kembali, dan pohon apel senang sekali dan mengajaknya kembali bermain di
sekitarnya. “Aku tidak punya waktu bermain, rumahku habis kebakaran, dan aku serta anak istriku
tidak memiliki rumah lagi sekarang,” ujar Si Anak sedih. “Kalau begitu, potong saja dahanku untuk
dijadikan rumahmu,” ucap Si Pohon Apel. Si Anak gembira luar biasa dan langsung memotong
habis batang pohon dengan hanya menyisakan sedikit batang serta akarnya. Bertahun-tahun
lamanya Si Anak tak kembali lagi. Si Pohon Apel benar-benar merasa kesepian. Namun, saat Si
Anak datang, wajahnya sudah tua dan tubuhnya sudah bungkuk. “Apa lagi yang kau butuhkan? Aku
sudah tidak memiliki apa-apa. Buahku sudah habis, batangku pun sudah kau tebang. Aku hanya
memiliki akar saat ini,” ucap Si Pohon Apel. “Aku hanya membutuhkan sebagai tempat beristirahat
untuk tempat tinggal abadiku. Aku memilih tempat ini di dekatmu karena kamu adalah teman
terbaikku,” ungkap Si Anak. Di akhir kisah dongeng sebelum tidur ini, Si Anak yang sudah menjadi
kakek-kakek meninggal dunia dan dikuburkan di dekat pohon apel itu. 2. Gadis Penjual Korek Api
Gadis kecil ini bernama Meri. Meri sangat sedih Ketika neneknya meninggal. Akhirnya ia hanya
hidup dengan ayahnya. Tapi ayah Meri sangat malas tidak mau bekerja, sehingga membuat mereka
tidak punya cukup uang untuk membeli bahan makanan. Akhirnya, saat musim dingin tiba Meri
keluar rumah dan menjual korek api. Meri tidak pantang menyerah, walaupun kedinginan dan
bajunya tidak tebal. Sudah beberapa hari korek apinya belum ada yang terjual. Hari semakin malam
dan ia duduk di depan toko sambil menahan dingin dan lapar. Akhirnya, ia menyalakan korek api
untuk menghangatkan tangan sampai korek api itu habis dan Meri pingsan karena kedinginan.
Esoknya warga menemukan Meri pingsan dan menyesal tidak membeli korek api Meri. 3. Lalat yang
Pelupa Pada zaman dahulu, hidup seekor lalat kecil yang baik, penyayang, rajin dan suka
membantu. Di suatu pagi yang cerah, si Lalat mendengar kabar bahwa akan ada sebuah festival
besar di desa tempat ia tinggal. Si Lalat sangat bersemangat dan dengan sukarela membantu
segala keperluan festival. Namun, semua kesibukan tersebut anehnya membuat si Lalat melupakan
namanya sendiri. Karena bingung bukan kepalang, si Lalat pun memutuskan untuk bertanya pada
ibu semut yang duduk di sebelahnya. “Maaf sebelumnya, apa kau tau namaku?” tanya si Lalat.
Tetapi, tentu saja ibu semut tidak tahu. Ibu semut menyuruh si Lalat agar mencoba bertanya pada
belalang di sebelahnya. Si Lalat langsung terbang menghampiri paman belalang. Ia menanyakan
pertanyaan yang sama pada paman belalang. Tetapi hal itu juga tidak membuahkan hasil. Paman
belalang hanya menggelengkan kepala sebagai pertanda bahwa ia tidak tahu. Paman belalang
menyuruh si Lalat bertanya kepada bibi kupu-kupu, tapi bibi kupu-kupu pun tidak tahu. Melihat si
Lalat yang putus asa, bibi kupu-kupu menyarankan lalat untuk bertanya kepada seorang bayi
manusia karena mungkin bayi itu tau nama si Lalat. Mendengar ide tersebut si Lalat langsung
menghampiri si bayi manusia. “Halo, bayi kecil yang manis. Meskipun kita tidak pernah bertemu
sebelumnya, apakah mungkin kau tau namaku?” Si Lalat merasa percuma bertanya pada bayi
manusia karena tak mungkin ia tahu bahwa dirinya adalah lalat. Tetapi kemudian… “La…la…la…”,
ucap si bayi. Mendengarnya, si Lalat pun langsung membelalak bahagia. “Ah, iya benar sekali. Aku
kan Lalat. Terima kasih bayi kecil yang lucu, kau telah membantuku mengingat namaku sendiri.” Si
Lalat akhirnya kembali ke festival dengan perasaan gembira karena telah berhasil mengingat
namanya sendiri. Ilustrasi, dongeng (Freepik) 4. Pasir dan Batu Andi dan Budi sedang berjalan di
padang pasir sambil berdebat dengan satu sama lain. Tiba-tiba Andi menampar Budi karena kesal
dengannya. Bukannya marah, Budi justru menuliskan “HARI INI TEMAN BAIKKU MENAMPARKU”
di tanah. Mereka pun melanjutkan perjalanan dan menemukkan sebuah sumber air. Karena tergesa-
gesa, Budi tergelincir dan hampir tenggelam, tetapi berhasil diselamatkan oleh Andi. Setelah
diselamatkan, Budi menulis di batu “HARI INI TEMAN BAIKKU MENYELAMATKANKU.” Melihat
kelakukan aneh Budi, Andi bertanya “Ketika aku menyakitimu kamu menulis di tanah, tapi ketika aku
menyelamatkanmu kamu menulis di batu, kenapa?” Budi pun menjawab “Jika orang menyakitimu,
kamu harus menulis di pasir agar angin menghapusnya dan kamu memaafkannya. Namun, ketika
orang melakukan hal baik pada kita, kita harus mengukirnya di batu agar angin tidak menghapusnya
dan perlakuannya selalu kita ingat.” 5. Angsa dan Telur Emas Pada suatu hari, hiduplah seorang
petani membawa seekor angsa pulang ke rumahnya. Esoknya, angsa tersebut mengeluarkan telur
emas. Ia berpikir bahwa angsa tersebut adalah angsa ajaib. Petani pun segera membawa telur
emas itu ke pedagang emas di pasar untuk mengetahui apakah telur tersebut benar-benar emas.
"Ini emas murni," kata pedagang emas. Pedagang tersebut membelinya dengan uang yang banyak.
Sejak saat itu, angsa mengeluarkan telur emas setiap hari. Kini, petani telah memiliki selusin telur
emas. Namun, petani itu masih belum puas. "Aku akan kaya raya. Tapi, aku ingin angsa
mengeluarkan lebih banyak telur emas setiap hari agar aku cepat kaya," kata petani. "Aku tidak
akan menunggu besok. Aku ingin cepat kaya. Aku akan menyembelih angsa itu dan mengambil
seluruh emas dalam tubuhnya," pikir petani. Petani itu pun akhirnya menyembelih angsa. Ia sangat
kaget karena ia tidak menemukan satupun telur emas di dalam tubuh angsa. Kini, petani hanya bisa
menyesal karena sudah serakah. Andai saja ia tidak menyembelihnya, pasti ia masih bisa
mendapatkan telur emas. 6. Beruang dan Lebah Suatu hari, ada seekor beruang yang sedang
menjelajahi hutan untuk mencari buah-buahan. Ia menemukan pohon tumbang dengan sarang
tempat lebah menyimpan madu. Beruang itu pun mulai mengendus dengan hati-hati untuk
mengetahui apakah kawanan lebah sedang berada dalam sarang tersebut. Tiba-tiba, sekumpulan
lebah pulang dengan membawa banyak madu. Lebah-lebah itu menyengatnya dengan tajam lalu
lari bersembunyi ke dalam lubang batang pohon. Beruang tersebut pun marah, loncat ke atas
batang yang tumbang tersebut, dan dengan cakarnya menghancurkan sarang lebah. Namun, hal ini
membuat seluruh kawanan lebah keluar dan menyerang sang Beruang. Beruang yang malang itu
pun lari terbirit-birit. Ia menyelamatkan dirinya dengan menyelam ke dalam air sungai. Pesan moral
yang dapat dipelajari dari kisah dongeng sebelum tidur tentang beruang dan lebah ini adalah
seseorang harus lebih bijaksana untuk menahan diri. Si Kecil bisa belajar bahwa melampiaskan
emosi yang tidak dikelola dengan baik justru bisa menambah masalah setelahnya. 1. Kisah Pohon
Apel Alkisah, ada sebuah pohon apel yang sangat besar dan rimbun. Buahnya banyak, manis, dan
berwarna merah. Seorang anak kecil pun senang bermain di sekitar pohon itu. Namun, semakin
besar, anak kecil itu sudah tidak lagi bermain di sekitar pohon. Si Pohon Apel pun bersedih. Suatu
hari, anak kecil yang sudah tumbuh remaja itu datang ke tempat Pohon Apel. “Hai, kemarilah dan
bermain-main di sekelilingku,” kata si Pohon Apel. “Aku tidak sempat bermain. Aku kelaparan dan
tidak memiliki uang. Aku tidak tahu harus berbuat apa,” ucap Si Anak. “Kalau begitu, ambil saja
semua buahku untuk kamu jual di pasar,” tawar si Pohon Apel. Si Anak senang sekali, mengambil
semua pohon apel, dan menjualnya hingga ia bisa mendapatkan uang. Setelah sekian lama, Si
Anak tidak datang lagi dan membuat si Pohon Apel kesepian. Namun, beberapa tahun setelah itu,
Si Anak kembali, dan pohon apel senang sekali dan mengajaknya kembali bermain di sekitarnya.
“Aku tidak punya waktu bermain, rumahku habis kebakaran, dan aku serta anak istriku tidak memiliki
rumah lagi sekarang,” ujar Si Anak sedih. “Kalau begitu, potong saja dahanku untuk dijadikan
rumahmu,” ucap Si Pohon Apel. Si Anak gembira luar biasa dan langsung memotong habis batang
pohon dengan hanya menyisakan sedikit batang serta akarnya. Bertahun-tahun lamanya Si Anak
tak kembali lagi. Si Pohon Apel benar-benar merasa kesepian. Namun, saat Si Anak datang,
wajahnya sudah tua dan tubuhnya sudah bungkuk. “Apa lagi yang kau butuhkan? Aku sudah tidak
memiliki apa-apa. Buahku sudah habis, batangku pun sudah kau tebang. Aku hanya memiliki akar
saat ini,” ucap Si Pohon Apel. “Aku hanya membutuhkan sebagai tempat beristirahat untuk tempat
tinggal abadiku. Aku memilih tempat ini di dekatmu karena kamu adalah teman terbaikku,” ungkap
Si Anak. Di akhir kisah dongeng sebelum tidur ini, Si Anak yang sudah menjadi kakek-kakek
meninggal dunia dan dikuburkan di dekat pohon apel itu. 2. Gadis Penjual Korek Api Gadis kecil ini
bernama Meri. Meri sangat sedih Ketika neneknya meninggal. Akhirnya ia hanya hidup dengan
ayahnya. Tapi ayah Meri sangat malas tidak mau bekerja, sehingga membuat mereka tidak punya
cukup uang untuk membeli bahan makanan. Akhirnya, saat musim dingin tiba Meri keluar rumah
dan menjual korek api. Meri tidak pantang menyerah, walaupun kedinginan dan bajunya tidak tebal.
Sudah beberapa hari korek apinya belum ada yang terjual. Hari semakin malam dan ia duduk di
depan toko sambil menahan dingin dan lapar. Akhirnya, ia menyalakan korek api untuk
menghangatkan tangan sampai korek api itu habis dan Meri pingsan karena kedinginan. Esoknya
warga menemukan Meri pingsan dan menyesal tidak membeli korek api Meri. 3. Lalat yang Pelupa
Pada zaman dahulu, hidup seekor lalat kecil yang baik, penyayang, rajin dan suka membantu. Di
suatu pagi yang cerah, si Lalat mendengar kabar bahwa akan ada sebuah festival besar di desa
tempat ia tinggal. Si Lalat sangat bersemangat dan dengan sukarela membantu segala keperluan
festival. Namun, semua kesibukan tersebut anehnya membuat si Lalat melupakan namanya sendiri.
Karena bingung bukan kepalang, si Lalat pun memutuskan untuk bertanya pada ibu semut yang
duduk di sebelahnya. “Maaf sebelumnya, apa kau tau namaku?” tanya si Lalat. Tetapi, tentu saja ibu
semut tidak tahu. Ibu semut menyuruh si Lalat agar mencoba bertanya pada belalang di
sebelahnya. Si Lalat langsung terbang menghampiri paman belalang. Ia menanyakan pertanyaan
yang sama pada paman belalang. Tetapi hal itu juga tidak membuahkan hasil. Paman belalang
hanya menggelengkan kepala sebagai pertanda bahwa ia tidak tahu. Paman belalang menyuruh si
Lalat bertanya kepada bibi kupu-kupu, tapi bibi kupu-kupu pun tidak tahu. Melihat si Lalat yang
putus asa, bibi kupu-kupu menyarankan lalat untuk bertanya kepada seorang bayi manusia karena
mungkin bayi itu tau nama si Lalat. Mendengar ide tersebut si Lalat langsung menghampiri si bayi
manusia. “Halo, bayi kecil yang manis. Meskipun kita tidak pernah bertemu sebelumnya, apakah
mungkin kau tau namaku?” Si Lalat merasa percuma bertanya pada bayi manusia karena tak
mungkin ia tahu bahwa dirinya adalah lalat. Tetapi kemudian… “La…la…la…”, ucap si bayi.
Mendengarnya, si Lalat pun langsung membelalak bahagia. “Ah, iya benar sekali. Aku kan Lalat.
Terima kasih bayi kecil yang lucu, kau telah membantuku mengingat namaku sendiri.” Si Lalat
akhirnya kembali ke festival dengan perasaan gembira karena telah berhasil mengingat namanya
sendiri. Ilustrasi, dongeng (Freepik) 4. Pasir dan Batu Andi dan Budi sedang berjalan di padang
pasir sambil berdebat dengan satu sama lain. Tiba-tiba Andi menampar Budi karena kesal
dengannya. Bukannya marah, Budi justru menuliskan “HARI INI TEMAN BAIKKU MENAMPARKU”
di tanah. Mereka pun melanjutkan perjalanan dan menemukkan sebuah sumber air. Karena tergesa-
gesa, Budi tergelincir dan hampir tenggelam, tetapi berhasil diselamatkan oleh Andi. Setelah
diselamatkan, Budi menulis di batu “HARI INI TEMAN BAIKKU MENYELAMATKANKU.” Melihat
kelakukan aneh Budi, Andi bertanya “Ketika aku menyakitimu kamu menulis di tanah, tapi ketika aku
menyelamatkanmu kamu menulis di batu, kenapa?” Budi pun menjawab “Jika orang menyakitimu,
kamu harus menulis di pasir agar angin menghapusnya dan kamu memaafkannya. Namun, ketika
orang melakukan hal baik pada kita, kita harus mengukirnya di batu agar angin tidak menghapusnya
dan perlakuannya selalu kita ingat.” 5. Angsa dan Telur Emas Pada suatu hari, hiduplah seorang
petani membawa seekor angsa pulang ke rumahnya. Esoknya, angsa tersebut mengeluarkan telur
emas. Ia berpikir bahwa angsa tersebut adalah angsa ajaib. Petani pun segera membawa telur
emas itu ke pedagang emas di pasar untuk mengetahui apakah telur tersebut benar-benar emas.
"Ini emas murni," kata pedagang emas. Pedagang tersebut membelinya dengan uang yang banyak.
Sejak saat itu, angsa mengeluarkan telur emas setiap hari. Kini, petani telah memiliki selusin telur
emas. Namun, petani itu masih belum puas. "Aku akan kaya raya. Tapi, aku ingin angsa
mengeluarkan lebih banyak telur emas setiap hari agar aku cepat kaya," kata petani. "Aku tidak
akan menunggu besok. Aku ingin cepat kaya. Aku akan menyembelih angsa itu dan mengambil
seluruh emas dalam tubuhnya," pikir petani. Petani itu pun akhirnya menyembelih angsa. Ia sangat
kaget karena ia tidak menemukan satupun telur emas di dalam tubuh angsa. Kini, petani hanya bisa
menyesal karena sudah serakah. Andai saja ia tidak menyembelihnya, pasti ia masih bisa
mendapatkan telur emas. 6. Beruang dan Lebah Suatu hari, ada seekor beruang yang sedang
menjelajahi hutan untuk mencari buah-buahan. Ia menemukan pohon tumbang dengan sarang
tempat lebah menyimpan madu. Beruang itu pun mulai mengendus dengan hati-hati untuk
mengetahui apakah kawanan lebah sedang berada dalam sarang tersebut. Tiba-tiba, sekumpulan
lebah pulang dengan membawa banyak madu. Lebah-lebah itu menyengatnya dengan tajam lalu
lari bersembunyi ke dalam lubang batang pohon. Beruang tersebut pun marah, loncat ke atas
batang yang tumbang tersebut, dan dengan cakarnya menghancurkan sarang lebah. Namun, hal ini
membuat seluruh kawanan lebah keluar dan menyerang sang Beruang. Beruang yang malang itu
pun lari terbirit-birit. Ia menyelamatkan dirinya dengan menyelam ke dalam air sungai. Pesan moral
yang dapat dipelajari dari kisah dongeng sebelum tidur tentang beruang dan lebah ini adalah
seseorang harus lebih bijaksana untuk menahan diri. Si Kecil bisa belajar bahwa melampiaskan
emosi yang tidak dikelola dengan baik justru bisa menambah masalah setelahnya.
1. Kisah Pohon Apel Alkisah, ada sebuah pohon apel yang sangat besar dan rimbun. Buahnya
banyak, manis, dan berwarna merah. Seorang anak kecil pun senang bermain di sekitar pohon itu.
Namun, semakin besar, anak kecil itu sudah tidak lagi bermain di sekitar pohon. Si Pohon Apel pun
bersedih. Suatu hari, anak kecil yang sudah tumbuh remaja itu datang ke tempat Pohon Apel. “Hai,
kemarilah dan bermain-main di sekelilingku,” kata si Pohon Apel. “Aku tidak sempat bermain. Aku
kelaparan dan tidak memiliki uang. Aku tidak tahu harus berbuat apa,” ucap Si Anak. “Kalau begitu,
ambil saja semua buahku untuk kamu jual di pasar,” tawar si Pohon Apel. Si Anak senang sekali,
mengambil semua pohon apel, dan menjualnya hingga ia bisa mendapatkan uang. Setelah sekian
lama, Si Anak tidak datang lagi dan membuat si Pohon Apel kesepian. Namun, beberapa tahun
setelah itu, Si Anak kembali, dan pohon apel senang sekali dan mengajaknya kembali bermain di
sekitarnya. “Aku tidak punya waktu bermain, rumahku habis kebakaran, dan aku serta anak istriku
tidak memiliki rumah lagi sekarang,” ujar Si Anak sedih. “Kalau begitu, potong saja dahanku untuk
dijadikan rumahmu,” ucap Si Pohon Apel. Si Anak gembira luar biasa dan langsung memotong
habis batang pohon dengan hanya menyisakan sedikit batang serta akarnya. Bertahun-tahun
lamanya Si Anak tak kembali lagi. Si Pohon Apel benar-benar merasa kesepian. Namun, saat Si
Anak datang, wajahnya sudah tua dan tubuhnya sudah bungkuk. “Apa lagi yang kau butuhkan? Aku
sudah tidak memiliki apa-apa. Buahku sudah habis, batangku pun sudah kau tebang. Aku hanya
memiliki akar saat ini,” ucap Si Pohon Apel. “Aku hanya membutuhkan sebagai tempat beristirahat
untuk tempat tinggal abadiku. Aku memilih tempat ini di dekatmu karena kamu adalah teman
terbaikku,” ungkap Si Anak. Di akhir kisah dongeng sebelum tidur ini, Si Anak yang sudah menjadi
kakek-kakek meninggal dunia dan dikuburkan di dekat pohon apel itu. 2. Gadis Penjual Korek Api
Gadis kecil ini bernama Meri. Meri sangat sedih Ketika neneknya meninggal. Akhirnya ia hanya
hidup dengan ayahnya. Tapi ayah Meri sangat malas tidak mau bekerja, sehingga membuat mereka
tidak punya cukup uang untuk membeli bahan makanan. Akhirnya, saat musim dingin tiba Meri
keluar rumah dan menjual korek api. Meri tidak pantang menyerah, walaupun kedinginan dan
bajunya tidak tebal. Sudah beberapa hari korek apinya belum ada yang terjual. Hari semakin malam
dan ia duduk di depan toko sambil menahan dingin dan lapar. Akhirnya, ia menyalakan korek api
untuk menghangatkan tangan sampai korek api itu habis dan Meri pingsan karena kedinginan.
Esoknya warga menemukan Meri pingsan dan menyesal tidak membeli korek api Meri. 3. Lalat yang
Pelupa Pada zaman dahulu, hidup seekor lalat kecil yang baik, penyayang, rajin dan suka
membantu. Di suatu pagi yang cerah, si Lalat mendengar kabar bahwa akan ada sebuah festival
besar di desa tempat ia tinggal. Si Lalat sangat bersemangat dan dengan sukarela membantu
segala keperluan festival. Namun, semua kesibukan tersebut anehnya membuat si Lalat melupakan
namanya sendiri. Karena bingung bukan kepalang, si Lalat pun memutuskan untuk bertanya pada
ibu semut yang duduk di sebelahnya. “Maaf sebelumnya, apa kau tau namaku?” tanya si Lalat.
Tetapi, tentu saja ibu semut tidak tahu. Ibu semut menyuruh si Lalat agar mencoba bertanya pada
belalang di sebelahnya. Si Lalat langsung terbang menghampiri paman belalang. Ia menanyakan
pertanyaan yang sama pada paman belalang. Tetapi hal itu juga tidak membuahkan hasil. Paman
belalang hanya menggelengkan kepala sebagai pertanda bahwa ia tidak tahu. Paman belalang
menyuruh si Lalat bertanya kepada bibi kupu-kupu, tapi bibi kupu-kupu pun tidak tahu. Melihat si
Lalat yang putus asa, bibi kupu-kupu menyarankan lalat untuk bertanya kepada seorang bayi
manusia karena mungkin bayi itu tau nama si Lalat. Mendengar ide tersebut si Lalat langsung
menghampiri si bayi manusia. “Halo, bayi kecil yang manis. Meskipun kita tidak pernah bertemu
sebelumnya, apakah mungkin kau tau namaku?” Si Lalat merasa percuma bertanya pada bayi
manusia karena tak mungkin ia tahu bahwa dirinya adalah lalat. Tetapi kemudian… “La…la…la…”,
ucap si bayi. Mendengarnya, si Lalat pun langsung membelalak bahagia. “Ah, iya benar sekali. Aku
kan Lalat. Terima kasih bayi kecil yang lucu, kau telah membantuku mengingat namaku sendiri.” Si
Lalat akhirnya kembali ke festival dengan perasaan gembira karena telah berhasil mengingat
namanya sendiri. Ilustrasi, dongeng (Freepik) 4. Pasir dan Batu Andi dan Budi sedang berjalan di
padang pasir sambil berdebat dengan satu sama lain. Tiba-tiba Andi menampar Budi karena kesal
dengannya. Bukannya marah, Budi justru menuliskan “HARI INI TEMAN BAIKKU MENAMPARKU”
di tanah. Mereka pun melanjutkan perjalanan dan menemukkan sebuah sumber air. Karena tergesa-
gesa, Budi tergelincir dan hampir tenggelam, tetapi berhasil diselamatkan oleh Andi. Setelah
diselamatkan, Budi menulis di batu “HARI INI TEMAN BAIKKU MENYELAMATKANKU.” Melihat
kelakukan aneh Budi, Andi bertanya “Ketika aku menyakitimu kamu menulis di tanah, tapi ketika aku
menyelamatkanmu kamu menulis di batu, kenapa?” Budi pun menjawab “Jika orang menyakitimu,
kamu harus menulis di pasir agar angin menghapusnya dan kamu memaafkannya. Namun, ketika
orang melakukan hal baik pada kita, kita harus mengukirnya di batu agar angin tidak menghapusnya
dan perlakuannya selalu kita ingat.” 5. Angsa dan Telur Emas Pada suatu hari, hiduplah seorang
petani membawa seekor angsa pulang ke rumahnya. Esoknya, angsa tersebut mengeluarkan telur
emas. Ia berpikir bahwa angsa tersebut adalah angsa ajaib. Petani pun segera membawa telur
emas itu ke pedagang emas di pasar untuk mengetahui apakah telur tersebut benar-benar emas.
"Ini emas murni," kata pedagang emas. Pedagang tersebut membelinya dengan uang yang banyak.
Sejak saat itu, angsa mengeluarkan telur emas setiap hari. Kini, petani telah memiliki selusin telur
emas. Namun, petani itu masih belum puas. "Aku akan kaya raya. Tapi, aku ingin angsa
mengeluarkan lebih banyak telur emas setiap hari agar aku cepat kaya," kata petani. "Aku tidak
akan menunggu besok. Aku ingin cepat kaya. Aku akan menyembelih angsa itu dan mengambil
seluruh emas dalam tubuhnya," pikir petani. Petani itu pun akhirnya menyembelih angsa. Ia sangat
kaget karena ia tidak menemukan satupun telur emas di dalam tubuh angsa. Kini, petani hanya bisa
menyesal karena sudah serakah. Andai saja ia tidak menyembelihnya, pasti ia masih bisa
mendapatkan telur emas. 6. Beruang dan Lebah Suatu hari, ada seekor beruang yang sedang
menjelajahi hutan untuk mencari buah-buahan. Ia menemukan pohon tumbang dengan sarang
tempat lebah menyimpan madu. Beruang itu pun mulai mengendus dengan hati-hati untuk
mengetahui apakah kawanan lebah sedang berada dalam sarang tersebut. Tiba-tiba, sekumpulan
lebah pulang dengan membawa banyak madu. Lebah-lebah itu menyengatnya dengan tajam lalu
lari bersembunyi ke dalam lubang batang pohon. Beruang tersebut pun marah, loncat ke atas
batang yang tumbang tersebut, dan dengan cakarnya menghancurkan sarang lebah. Namun, hal ini
membuat seluruh kawanan lebah keluar dan menyerang sang Beruang. Beruang yang malang itu
pun lari terbirit-birit. Ia menyelamatkan dirinya dengan menyelam ke dalam air sungai. Pesan moral
yang dapat dipelajari dari kisah dongeng sebelum tidur tentang beruang dan lebah ini adalah
seseorang harus lebih bijaksana untuk menahan diri. Si Kecil bisa belajar bahwa melampiaskan
emosi yang tidak dikelola dengan baik justru bisa menambah masalah setelahnya.