0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
346 tayangan26 halaman

LP Keperawatan Anak Gastroenteritis Akut

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 26

LAPORAN PENDAHULUAN

GASTROENTERITIS AKUT

Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas


Stase Keperawatan Medikal Bedah II

Disusun Oleh :

RIA INDRIANA SUKRI


14420231042

CI LAHAN CI INSTITUSI

(..........................) (..........................)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2023
LAPORAN
PENDAHULUAN
A. Konsep Gastroenteritis
1. Definisi Gastroenteritis
Gastroenteritis adalah inflamasi yang terjadi pada mukosa saluran
gastrointestinal yang ditandai dengan adanya diare dan muntah. Diare
merupakan frekuensi buang air besar yang meningkat dan terjadi lebih
dari 3x serta dengan konsistensi yang lembek dan encer karena
kandungan air pada feses >200 ml/24 jam yang berlangsung < dari 14
hari (Ernawati et al., 2023). Flu perut atau gastroenteritis adalah muntah
dan diare akibat infeksi atau peradangan pada dinding saluran
pencernaan, terutama lambung dan usus. Di masyarakat luas,
gastroenteritis lebih dikenal dengan istilah muntaber. Sebagian besar
gastroenteritis disebabkan oleh infeksi virus, dan penularannya sangat
mudah terjadi. Selain infeksi, gastroenteritis juga dapat disebabkan oleh
efek samping obat-obatan. Gastroenteritis dapat sembuh dengan
sendirinya tanpa pengobatan khusus (Gurning et al., 2021).
Gastroenteritis adalah peradangan pada lapisan lambung dan usus
kecil, yang mengakibatkan hilangnya cairan dan elektrolit secara
berlebihan. Penyebabnya adalah buang air besar satu kali atau lebih
disertai dengan tinja yang cair dan encer (Arsa et al., 2023).
Gastroenteritis merupakan kondisi inflamasi pada lambung dan usus.
Penyakit ini memiliki gejala muntah, demam, nyeri abdomen, dan diare.
Hilangnya cairan dan elektrolit yang cepat mengakibatkan gangguan
metabolik. Transmisi penyakit ini terjadi melalui rute oro-fekal.
Penyebab gastroenteritis viral adalah rotavirus, adenovirus enterik,
calicivirus, astrovirus, dan norovirus (Griffiths, 2020).
Gastroenteritis adalah peradangan lambung dan usus kecil.
Gastroenteritis merupakan penyakit self-limiting atau sering disebut flu
usus, enteritis virus, keracunan makanan, atau diare. Lambung dan usus
kecil terangsang oleh adanya suatu agen yang dapat menimbulkan
motilitas gastrointestinal (GI) dan peradangan, sehigga terjadi diare
parah. Gastroenteritis sangat umum terjadi diseluruh belahan dunia
dunia, dan wabah sering muncul pada epidemi, utamanya di antara
orang-orang yang hidup dalam kondisi padat (Hartoyo et al., 2023).
2. Etiologi
Adapun penyebab terjadi gastroenteritis (muntah dan diare), antara
lain (Lestari, 2016):
a. Faktor infeksi
Infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama
diare pada anak, meliputi infeksi bakteri (Vibrio, E coli, Salmonella,
Campylobacter, Yersinia, Aeromonas), infeksi virus (Entervirus,
Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus), infeksi parasit (E. Hystolytica,
G. Lamblia, T. Hominis) dan jamur.
b. Faktor malabsorbsi
Disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan sukrosa),
monosakorida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Intolensi
laktosa merupakan penyebab diare yang terpenting pada bayi dan
anak. Di samping itu sampling itu dapat pula terjadi malabsorbsi
lemak dan protein.
c. Faktor makanan
Diare dapat terjadi karena mengkomsumsi makanan basi,
beracun dan alergi terhadap jenis makanan tertentu.
d. Faktor psikologis
Diare dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa takut dan
cemas), jarang terjadi tetapi dapat ditemukan pada anak yang lebih
besar.
3. Klasifikasi
Adapun gastroenteritis dibagi menjadi 2 yaitu akut dan kronis
(Tsaqilla et al., 2023)
a. Gastroenteritis akut mengurangi kekakuan tinja dan/atau
peningkatan frekuensi feses (lebih dari 3 kali dalam sehari) ditandai
dengan muntah ssatau tanpa muntah dan demam. Gastroenteritis akut
berlangsung kurang dari 14 hari.
b. Gastroenteritis kronis mengurangi kekakuan tinja dan/atau
peningkatan buang air besar dengan atau tanpa demam atau muntah.
Gastroenteritis kronis berlangsung 14 hari atau lebih.
4. Patofisiologi
Menurut Sriyanah & Efendi (2023), patofisiologi dari
gastroenteritis adalah meningkatnya motalitas dan cepatnya pengosongan
pada intestinal merupakan akibat dari gangguan absorbsi dan ekskresi
cairan dan elektrolit yang berlebihan, cairan sodium, potasium dan
bikarbonat berpindah dari rongga ekstra seluler kedala tinja, sehingga
mengakibatkan dehidrasi kekurangan elektrolit dan dapat terjadi asidosis
metabolik. Gastroenteritis yang terjadi merupakan proses dari transpor
aktif akibat rangsangan toksin bakteri terhadap elektrolit ke dalam usus
halus, sel dalam mukosa intestinal mengalami iritasi dan meningkatnya
sekresi cairan dan elektrolit. Mikroorganisme yang masuk akan merusak
sel mukosa intestinal sehingga mengurangi fungsi permukaan intestinal.
Perubahan kapasitas intestinal dan terjadi gangguan absorbs cairan dan
elektrolit. Peradangan akan menurunkan kemampuan intestinal untuk
mengabsorbsi cairan dan elektrolit dan bahan-bahan makanan. Ini terjadi
pada sindrom malabsorbsi. Peningkatan motalitas intestinal dapat
mengakibatkan gangguan absorbsi intestinal sehingga akan terjadi
dehidrasi dan hilangnya nutrisi dan elektrolit.
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya gastroenteritis
meliputi hal-hal berikut yaitu (Sriyanah & Efendi, 2023):
a. Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap
oleh mukosa usus akan menyebabkan peningkatan tekanan osmotic
dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan
merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul
gastroenteritis.
b. Gangguan sekresi akibat respon inflamasi mukosa (misalnya toksin)
Pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan
elektrolit kedalam rongga usus sebagai reaksi dari enterotoxic dari
infeksi dalam usus dan selanjutnya timbul gastroenteritis karena
terdapat peningkatan isi rongga usus.
c. Gangguan motalitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya
kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul
gastroenteritis. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan
mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya bisa timbul
gastroenteritis juga.
5. Pathway

Malabsorpsi Psikologis Bakteri, Virus, Keracunan makanan


(kh. Lemak, Protein) (cemas dan takut) pathogen parasitik (yang terkontaminasi)

Tekanan osmotic Merangsang saraf


Masuk ke saluran cerna
meningkat parasimpatis

Pergeseran cairan dan Peningkatan Menginfeksi saluran Akumulasi zat


elektorlit ke rongga usus peristaltic usus cerna toksin

Penurunan absorbsi Dinding vili usus Lambung


Isi rongga usus meningkat

Mengeluarkan cairan Berkembang di dalam Mengiritasi


berlebih usus lambung

Menempel disel epitel Peningkatan asam


usus halus lambung

Terjadi kerusakan pada Mulai muntah


vili usus

Resiko defisit
nutrisi

Usus tidak berfungsi


dengan baik Malnutrisi

Kemampuan mencerna
dan menyerap menurun
Akumulasi cairan dan
elektrolit di lumen usus

Hiperperistaltik

Mengeluarkan cairan
berlebih

Diare

Dehidrasi Syok
hipovolemik
Feses cair dan
frekuensi BAB Defisit cairan dan
meningkat elektrolit (K) Risiko Hipoksia
Ketidakseimbangan
Elektrolit

Area sekitar anus lecet Asidosis


(kemerahan) Hypokalemia Kejang metabolik

Penurunan
Kram abdomen kesadaran

Nyeri Kematian
6. Manifestasi Klinis
Gastroenteritis Akut (GEA) adalah radang lambung dan usus
dengan gejala yang berlangsung kurang dari 14 hari, disertai diare, mual,
dan muntah. gejala gastroenteritis seperti mual, muntah, diare sangat
sering terjadi pada balita dan anak-anak (Urahma et al., 2023). Tanda dan
gejala klinis yang sering terjadi pada anak penderita gastroenteritis antara
lain (Diyono, 2016):
a. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair.
b. Badan lemas.
c. Dehidrasi: turgor buruk, kulit kering, kadang lidah pecah- pecah.
d. Anoreksia, mual, dan muntah.
e. Berat badan turun.
f. Selaput lendir pucat.
g. Perut nyeri dan tegang.
h. Peristaltik usus meningkat.
i. Anus kadang lecet.
j. Takikardi.
k. Ketidakseimbangan antara masukan dan keluaran.
l. Peningkatan serum natrium.
m. Urine pekat.
n. Perilaku tak konsentrasi, mudah terganggu.
o. Demam.
7. Komplikasi
Komplikasi dari gastroenteritis termasuk dehidrasi, hipotensi,
ketidakseimbangan elektrolit, sepsis, respon inflamasi (terutama sendi
dan kulit), gagal ginjal, dan sindrom iritasi usus besar. Komplikasi diare
termasuk potensi disritmia jantung karena kehilangan cairan dan
elektrolit yang signifikan (terutama kehilangan kalium). Keluaran urin <
30 mL per jam dalam waktu 2 sampai 3 jam berturut-turut, otot melemah,
parestesia, anorexia, hipotensi, serta kantuk dengan kadar kalium di
bawah 3,5 mEq/L (3,5 mmol/L) harus dilaporkan. Diare kronis juga
dapat menyebabkan masalah perawatan kulit yang berhubungan dengan
dermatitis iritan, yang dapat dicegah dengan membersihkan dengan lap
basah, mengeringkan kulit, dan kemudian mengoleskan krim (Hartoyo et
al., 2023).
8. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Muttaqin & Sari (2011) dalam Arsa et al., (2023),
pemerikaan penunjang pada gastroenteritis diantaranya:
a. Pemeriksaan darah rutin untuk mengetahui berat jenis plasma dan
adanya kelainan jumlah kadar leukosit.
b. Uji elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan fosfat.
c. Pemeriksaan analisis gas darah untuk mengetahui gangguan
keseimbangan asam basa dalam darah
d. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui fungsi
ginjal.
e. Tes enzim untuk menilai keterlibatan rotavirus menggunakan ELISA
(enzyme-linked immunosorbent assay).
f. Pemeriksaan feses untuk mengetahui agen penyebab.
9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan atau terapi gastroenteritis terdiri dari rehidrasi,
simtomatik, dan antibiotik (Malisa et al., 2023).
a. Rehidrasi cairan
Penatalaksanaan rehidrasi cairan adalah langkah awal dalam
pemberian terapi khususnya pada pasien gastroenteritis jenis akut.
Mengapa hal ini penting dan utama karena rehidrasi cairan adalah
pengganti cairan tubuh yang telah hilang, dimana rehidrasi cairan ini
dapat dilakukan secara sederhana misalnya rehidrasi oral. Komposisi
hilangnya sejumlah cairan bisa dihitung dengan perhitungan yang
mudah dan sederhana yaitu dengan membandingkan antara berat
badan pasien disaat sebelum diare dengan berat badan pasien saat
terkena diare. Penatalaksanaan hilangnya cairan pada tubuh
difokuskan pada pemenuhan kebutuhan cairan yang hilang
pada penderita GE.
b. Simtomatik
Penatalaksanaan secara simtomatik dalam catatan empiris
memiliki banyak kerugian pertimbangan secara tepat dan optimal
dalam pemberiannya. Konsumsi obat golongan anti muntah
(antiemetik) seperti obat golongan metoklopropamid harus
diperhatikan dengan sangat baik dikarenakan dapat menimbulkan
keadaan konvulsi terutama pada usia remaja dibandingkan dengan
keuntungannya, terlebih jika tanpa perhitungan dan dan anak-anak,
hal ini terjadi dicetuskan oleh proses diluar indikasi penggunaan obat
yang diijinkan. Pada kondisi klinis dimana penyakit pada pasien
digolongkan diare jenis akut ringan dapat dianjurkan pemberian obat
jenis loperamid dengan syarat tidak terjadi kontraindikasi dan durasi
pemberiannya singkat. Golongan GE tingkat berat pemberian
sediaan obat harus dikombinasikan dengan golongan obat yang lain
seperti golongan obat antibiotik dengan syarat obat ini tidak terjadi
alergi saaat sudah dikonsumsi.
c. Antibiotik
Berdasarkan penelitian sebelumnya diare akut akibat infeksi
kemudian diberikan antibiotik secara empiris minim sekali
dilakukan. Hal ini disebabkan karena lebih dari 40% gejala diare bisa
diturunkan intensitasnya walaupun tidak diberikan sediaan obat
golongan antibiotik. Pengobatan diare infeksi dengan golongan
antibiotik sebaiknya dilakukan jika ditemui dalam diare tersebut
tanda dan gejala infeksi seperti adanya peningkatan suhu tubuh
diatas suhu normal, adanya darah pada feses, dan peningkatan
jumlah leukosit pada pemeriksaan darah. Penggunaan antibiotik
diharapkan tujuannya bisa menekan pengeluaran jumlah cairan tubuh
yang keluar bersamaan saat terjadinya diare sehingga keselamatan
nyawa pasien bisa berhasil. Selain itu penggunaan antibiotik ini juga
mencegah penyebaran kuman penyebab diare melalui cairan yang
terkandung pada feses pasien. Penggunaan obat golongan antibiotik
ini harus diupayakan dengan serasional mungkin dan tepat yaitu
apabila sudah didapatkan hasil berupa adanya jenis kuman yang
terkandung pada sediaan kultur darah ataupun kultur pada feses,
serta adanya hasil resistensi jenis antibiotik.
B. KONSEP ASPEK LEGAL ETIK KEPERAWATAN
Aspek legal etik keperawatan adalah aturan keperawatan
dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang
dan tanggung jawabnya pada berbagai tatanan pelayanan termasuk
hak dan kewajibannya.
Etik adalah kesepakatan tentang praktik moral, keyakinan,
sistem nilai, standa perilaku individu dan atau kelompok tentang
penilaian terhadap apa yang benar dan apa yang salah, mana yang
baik, mana yang buruk, apa yang merupakan kebajikan dan apa yang
merupakan kejahatan, apa yang di kehendaki dan apa yang di tolak.
a. Prinsip etik keperawatan
a) Respect (hak untuk dihormati) perawat harus menghargai hak-hak
pasien/klien
b) Autonomy (hak pasien memilih) hak pasien untuk memilih treatment
terbaik untuk dirinya
c) Beneficience (bertindak untk keuntungan orang lain/pasien) kewajiban
untuk melakukan hal tidak membahakan pasien/oang lain dan secara
aktif bekontribusi bagi kesehatan da kesejahteraan pasiennya.
d) Non maleficience ( Utamakan tidak mencederai orang lain) kewajiban
perawat untuk tidak dengan sengaja menimbulkan kerugian atau
cidera.
e) Confidentiality (hak kerahasiaan) mmenghargai kerahasiaan terhadap
semua informasi tentag pasien/klien perawat
f) Justice (keadilan) kewajiban untuk setia terhadap kesepakatan dan
bertanggungjawab terhadap kesepakatan ang telah di ambil.
g) Veracity (truthfullness & honesty) Kewajiban untuk mengatakan
kebenaran (Siokal, 2019).

C. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan catatan tentang hasil pengkajian yang
dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi dari pasien, membuat data
dasar tentang klien, dan membuat catatan tentang respon kesehatan klien.
Catatan tersebut dilakukan dengan menggunakan metode seperti
observasi (data yang dikumpulkan berasal dari pengamatan), wawancara
(mendapatkan data dari respon pasien melalui tatap muka), konsultasi,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium ataupun
pemeriksaan tambahan (Hidayat, 2021). Adapun pengkajian keperawatan
gastroenteritis akut pada anak, antara lain (Mujasyaroh, 2019):
a. Identitas pasien/biodata
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal
lahir, umur, tempat lahir, asal suku bangsa, nama orang
tua,pekerjaan dan No telpon.
b. Keluhan utama
Buang Air Besar (BAB) lebih dari 3 kali sehari, Bab < 4 kali
dan cair (gastroenteritis tanpa dehidrasi), Bab 4-10 kali dan cair
(dehidrasi ringan/sedang), atau Bab > 10 kali (dehidrasi berat).
Apabila gastroenteritis berlangsung < 14 hari maka GE tersebut
adalah GE akut, sementara apabila langsung selama 14 hari atau
lebih adalah gastroenteritis persisten.
c. Riwayat penyakit sekarang
1) Keadaan umum klien, suhu badan mungkin meningkat, nafsu
makan menuru atau tidak ada, dan kemungkinan timbul GE.
2) Tinja makin cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah.
Warna tinja berubah menjadi kehijauan karena bercampur
empedu.
3) Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi
dan sifatnya makin lama makin asam.
4) Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah
gastroenteritis.
5) Apabila telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, maka
gejala dehidrasi
6) Diuresis: terjadi oliguri (kurang 1 ml/kg/BB/jam) bila terjadi
dehidrasi.
d. Riwayat kesehatan
1) Riwayat imunisasi terutama campak, karena gastroenteritis lebih
sering terjadi atau berakibat berat pada anak-anak dengan
campak atau yang baru menderita campak dalam 4 minggu
terakhir, sebagai akibat dari penurunan kekebalan pada pasien.
2) Riwayat alergi terhadap makanan atau obat-obatan (antibiotik)
karena faktor ini merupakan salah satu kemungkinan penyebab
gastroenteritis.
3) Riwayat penyakit yang terjadi sebelum, selama, atau setelah
gastroenteritis. Informasi diperlukan untuk melihat tanda dan
gejala infeksi lain yang menyebabkan gastroenteritis.
e. Riwayat nutrisi
Riwayat pola makanan sebelum sakit gastroenteritis meliputi:
1) Konsumsi makanan penyebab gastroenteritis, pantangan
makanan atau makanan yang tidak biasa dimakannya.
2) Perasaan haus. Pada pasien yang gastroenteritis tanpa dehidrasi
tidak merasa haus (minum biasa). Pada dehidrasi ringan/sedang
pasen merasa haus dan ingin minum banyak. Sedangkan pada
dehidrasi berat, sudah malas minum atau tidak mau minum.

f. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
a) Baik, sadar (tanpa dehidrasi)
b) Gelisah, (dehidrasi ringan atau sedang)
c) Lesu, lemah ,lunglai atau tidak sadar (dehidrasi berat)

2) Kulit
Untuk mengetahui elastisitas kulit, dapat dilakukan
pemeriksaan turgor, yaitu dengan cara mencubit daerah perut
atau tangan menggunakan kedua ujung jari (buka kedua kuku).
Apabila turgor kembali dengan cepat (Kurang dari 2 detik),
berarti gastroenteritis tersebut tanpa dehidrasi. Apabila turgor
kembali dengan lambat (cubit kembali dalam waktu 2 detik), ini
berarti gastroenteritis dengan dehidrasi ringa/sedang. Apabila
turgor kembali sangat lambat (cubitan kembali lebih dari 2
detik), ini termasuk gastroenteritis dengan dehidrasi berat.
3) Kepala
Pada klien dewasa tidak di temukan tanda-tanda tapi pada
anak berusia di bawah 2 tahun yang mengalami dehidrasi,
biasanya ubun-ubun cekung kedalam.
4) Mata.
Kelopak mata tampak cekung bila dehidrasi berat saja
5) Mulut dan lidah
a) Mulut dan lidah basah (tanpa dehidrasi)
b) Mulut dan lidah kering (dehidrasi ringan/sedang)
c) Mulut dan lidah sangat kering (dehidrasi berat)
6) Abdomen kemungkinan mengalami distensi kram dan bising
usus yaitu:
a) Inspeksi: melihat permukaan abdomen simetris atau tidak
dan tanda lain.
b) Auskultasi: Terdengar bising usus meningkat >30 x/ menit.
c) Perkusi: biasanya Terdengar bunyi tympani / kembung
d) Palasi: Ada tidak nyeri tekan epigastrium kadang juga
terjadi distensi perut
7) Anus, apakah terdapat iritasi pada kulitnya
8) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam
meningkatkan diagnosis yang tepat, sehingga dapat memberikan
terapi yang tepat pula. Pemeriksaan yang perlu dilakukan pada
klien yang mengalami gastroenteritis, yaitu:
a) Pemeriksaan tinja, baik secara mikroskopis maupun
mikroskopi dengan kultur.
b) Test malabsorbsi yang meliputi karbohidrat (ph, Clini Test)
dan lemak.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai
seseorang, keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah
kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial. Diagnosis
keperawatan merupakan dasar dalam penyusunan rencana tindakan
asuhan keperawatan. Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis
mengenai pengalaman/respons individu, keluarga, atau komunitas
terhadap masalah kesehatan yang aktual atau potensial. Diagnosis
keperawatan memberi dasar pemilihan intervensi keperawatan untuk
mencapai hasil yang optimal (Ibrahim, 2023). Berikut merupakan
beberapa diagnosa yang mungkin muncul pada anak dengan
gastroenteritis akut (Tim Pokja S DKI DPP PPNI, 2017).
1. Diare berhubungan dengan inflamasi gastrointestinal
2. Resiko deficit nutrisi dibuktikan dengan Factor psikologis
1. Intervensi Keperawatan
Pada tahap ini perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan
pasien. Perencanaan keperawatan adalah suatu rangkaian kegiatan penentuan langkah-langkah pemecahan masalah dan
prioritasnya, perumusan tujuan, rencana tindakan, serta penilaian asuhan keperawatan pada pasien/klien berdasarkan analisis data
dan diagnosa keperawatan (Rahmi, 2019). Intervensi keperawatan untuk diagnosa yang muncul pada anak dengan diagnosa
demam berdarah dengue berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, meliputi (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018):
Tabel 2.2
Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan Intervensi
No
(SDKI, 2017) (SLKI, 2019) (SIKI, 2018)
1. Diare (D.0020) Setelah dilakukan asuhan Manajemen Diare (I.03101)
keperawatan, diharapkan Observasi
eliminasi fekal membaik, kriteria 1) Identifikasi penyebab diare (mis: inflamasi
hasil: gastrointestinal, iritasi gastrointestinal, proses infeksi,
1) Kontrol pengeluaran feses malabsorpsi, ansietas, stres, obat-obatan, pemberian
meningkat botol susu)
2) Keluhan defekasi lama dan 2) Identifikasi Riwayat pemberian makanan
sulit menurun 3) Identifikasi gejala invaginasi (mis: tangisan keras,
3) Mengejan saat defekasi kepucatan pada bayi)
menurun 4) Monitor warna, volume, frekuensi, dan konsistensi
4) Konsistensi feses membaik feses
5) Frekuensi BAB membaik 5) Monitor tanda dan gejala hypovolemia (mis:
6) Peristaltik usus membaik takikardia, nadi teraba lemah, tekanan darah turun,
(L.04033) turgor kulit turun, mukosa kulit kering, CRT
melambat, BB menurun)
Diagnosa Tujuan Intervensi
No
(SDKI, 2017) (SLKI, 2019) (SIKI, 2018)
6) Monitor iritasi dan ulserasi kulit di daerah perianal
7) Monitor jumlah dan pengeluaran diare
8) Monitor keamanan penyiapan makanan
Terapeutik
1) Berikan asupan cairan oral (mis: larutan garam gula,
oralit, Pedialyte, renalyte)
2) Pasang jalur intravena
3) Berikan cairan intravena (mis: ringer asetat, ringer
laktat), jika perlu
4) Ambil sampel darah untuk pemeriksaan darah lengkap
dan elektrolit
5) Ambil sampel feses untuk kultur, jika perlu
Edukasi
1) Anjurkan makanan porsi kecil dan sering secara
bertahap
2) Anjurkan menghindari makanan pembentuk gas, pedas,
dan mengandung laktosa
3) Anjurkan melanjutkan pemberian ASI
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian obat antimotilitas (mis:
loperamide, difenoksilat)
2) Kolaborasi pemberian antispasmodik/spasmolitik (mis:
papaverine, ekstrak belladonna, mebeverine)
3) Kolaborasi pemberian obat pengeras feses (mis:
atapugit, smektit, kaolin-pektin)
Diagnosa Tujuan Intervensi
No
(SDKI, 2017) (SLKI, 2019) (SIKI, 2018)
2. Resiko defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi
(D.0077) asuhan keperawatan 2 x 24 jam Observasi
yang diharapkan Status Nutrisi - Identifikasi status nutrisi
membaik ditandai dengan - Monitor asupan makanan
kriteria hasil : Terapeutik
1. Porsi makanan yang - Lakukan oral hygiene sebelum makan
dihabiskan meningkat - Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
2. Frekuensi makan membaik - Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan
2. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Proses pelaksanaan
implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain
yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi
keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Hariati et al., 2022). Setelah
rencana keperawatan disusun langkah selanjutnya adalah dalam
menetapkan tindakan keperawatan. Tindakan ini dapat dilakukan secara
mandiri atau kerjasama dengan tim kesehatan lainnya.
3. Evaluasi
Tahap evaluasi adalah membandingkan secara sistematik dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan
dengan kenyataan yang ada pada klien, dilakukan dengan cara
bersinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses
keperawatan yang berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan
yang telah dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain (Purwoto et al.,
2023). Format evaluasi yang digunakan adalah SOAP. S: Subjective yaitu
pernyataan atau keluhan dari pasien, O: Objective yaitu data yang
diobservasi oleh perawat, A: Assassment yaitu kesimpulan dari objektif
dan subjektif, P: Planning yaitu rencana tindakan yang akan dilakukan
berdasarkan analisis (Ariga, 2020)
D. MIND MAPPING
SKEMA MIND-MAPPING DIAGNOSA KEPERAWATAN I

RBC : H 5.65, MCV : L 63.3 , MCH : 21.1


AN.A RDW-SD : H 42.1 , RDW-CF : H 19.5 , MPV :
L 7.9 , P-LRC : L 7.6 .

2 TAHUN NEOTROFIL : H 55.8, LIMFOSIT : L 31,7


GASTROENTRITIS AKUT MONOSIT : L 12.3 , EOSINOFIL : L 0.1

NATRIUM DARAH : L 132,5 , KALIUM


DARAH : L 2,94
DIARE

Faktor infeksi bakteri , virus,


parasit

Inflamasi usus

Hiperseksresi air dan


elektrolit usus

Diare

Sering buang air besar dengan konsistensi


tinja cair.
Badan lemas.
Dehidrasi: turgor buruk, kulit kering,
Setelah dilakukan tindakan
kadang lidah pecah- pecah.
DS: keperawatan selama 3X24
jam diharapkan diare
- Ibu Pasien teratasi dengan kriteria
mengatakan anaknya
BAB 6x
hasil :
konstistensi cair - Mual menurun
tidak ada darah 1. Diare berhubungan - Muntah menurun
DO:
dengan inflamasi - Frekuensi BAB
gastrointestinal membaik
- Pasien terdiagnosis
- Konsistensi feses
GEA
membaik
- Pasien terlihat
- Pristaltik usus
lemah
membaik
Manajemen Diare

 Observasi
- Monitor warna, volume, frekuensi, dan
konsistensi tinja
- Monitor jumlah pengeluaran diare
 Terapeutik
- Berikan asupan cairan oral
- Pasang jalur intravena
 Edukasi
- Anjurkan makan makanan porsi kecil dan
sering secara bertahap
- Anjurkan menghindari makanan
pembentuk gas, pedas dan mengandung
laktosa
 Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat
SKEMA MIND-MAPPING DIAGNOSA KEPERAWATAN II

RBC : H 5.65, MCV : L 63.3 , MCH : 21.1


AN.A RDW-SD : H 42.1 , RDW-CF : H 19.5 , MPV :
L 7.9 , P-LRC : L 7.6 .

2 TAHUN NEOTROFIL : H 55.8, LIMFOSIT : L 31,7


GASTROENTRITIS AKUT MONOSIT : L 12.3 , EOSINOFIL : L 0.1

NATRIUM DARAH : L 132,5 , KALIUM


RESIKO DESIFIT DARAH : L 2,94
NUTRISI
DIARE

DISTENSI ABDOMEN

MUAL DAN MUNTAH

ANOREKSIA

RESIKO DEFISIT NUTRSI

- Kenggangan
DS: untuk makan
- Ibu Pasien
- Badan lemas
mengatakan anaknya
enggan untuk makan
DO:

- Pasien terlihat Setelah dilakukan tindakan


lemah asuhan keperawatan 3 x 24
Resiko defisit nutrsis di tandai
jam yang diharapkan
dengan keenggangan untuk Status Nutrisi membaik
makan ditandai dengan kriteria
hasil :

1. Porsi makanan
yang dihabiskan
meningkat
2. Frekuensi makan
membaik
Manajemen nutrisi

Observasi

1. Identifikasi status nutrisi


2. Monitor asupan makanan
Terapeutik

1. Lakukan oral hygiene sebelum makan


2. Berikan makanan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
3. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
protein
Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum


makan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien
yang dibutuhkan
DAFTAR PUSTAKA

Ariga, R. A. (2020). Standar praktik keperawatan profesional, asuhan


keperawatan, dan pendidikan keperawatan. Deepublish.
Arsa, P. S. A., Kamaryati, N. P., Suryani, L., Nurjanah, U., Kasih, L. C., Jufrizal,
J., Suantika, P. I. R., Widyanata, K. A. J., Pendet, N. M. D. P.,
Dewiyuliana, D., Sutini, N. K., Afrianti, N., & Suryawan, I. P. A. (2023).
Asuhan keperawatan medikal bedah: Sistem pencernaan dan endokrin.
Sonpedia Publishing Indonesia.
Diyono. (2016). Keperawatan medikal bedah: Sistem pencernaan. Kencana.
Ernawati, Wahyuni, S., Aritonang, T. R., Meliyana, E., Mayasari, D., Widarti, L.,
Rohmah, A. N., Hasanah, Z., Kusumasari, H. A. R., Suprobo, N. R.,
Novembriani, R. P., Nurvitriana, N. C., Rahmawati, E. I., Kurniawati, E.
D., Dewi, N. K., Siskaningtia, Y., Wati, Y. K. S., Ermawati, I., Ana, K.
D., … Irawan, D. D. (2023). Asuhan kebidanan bayi baru lahir. Rena
Cipta Mandiri.
Griffiths, M. (2020). Crash course gastrointestinal system, hepatobiliary and
pancreas. Elsevier Singapore Pte Ltd.
Gurning, F. P., Aidha, Z., & Nanda, M. (2021). Masalah kesehatan masyarakat
pesisir. Merdeka Kreasi Group.
Hariati, Ningsih, O. S., Solehudin, Faizah, A., Sari, S. M., Achmad, V. S.,
Sugiharno, R. T., Utama, Y. A., Wasilah, H., Tondok, S. B., Kismiyati,
& Rahmatilla, N. (2022). Keperawatan medikal bedah. Global Eksekutif
Teknologi.
Hartoyo, M., Hidayat, A., Musiana, & Handayani, R. S. (2023). Buku ajar
keperawatan medikal bedah S1 keperawatan. Mahakarya Citra Utama.
Hidayat, A. A. (2021). Dokumentasi keperawatan; Aplikasi praktik klinik. Health
Books Publishing.
Ibrahim, I. (2023). Dokumentasi keperawatan: Panduan praktik keperawatan.
Mitra Cendekia Media.
Lestari, T. (2016). Asuhan keperawatan anak. Nuha Medika.
Malisa, N., Agustina, F., Wahyurianto, Y., Oktavianti, D. S., & Susilawati.
(2023). Buku ajar keperawatan medikal bedah DIII keperawatan.
Mahakarya Citra Utama.
Mujasyaroh, I. (2019). Asuhan keperawatan pada anak gastroenteritis dengan
masalah keperawatan resiko ketidakseimbangan elektrolit [Universitas
Muhammadiyah Ponorogo]. http://eprints.umpo.ac.id/5322/
Purwoto, A., Arindari, D. R., Nuraeni, A., Faridasari, I., Sihombing, Y. A.,
Sumarmi, Ahmad, S. N. A., Fadila, E., Ardianto, Ixora, Millati, R., &
Yunike. (2023). Dokumentasi keperawatan. Global Eksekutif Teknologi.
Rahmi, U. (2019). Dokumentasi keperawatan. Bumi Medika.
Sriyanah, N., & Efendi, S. (2023). Buku ajar keperawatan anak. Omera Pustaka.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar diagnosis keperawatan Indonesia.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar intervensi keperawatan Indonesia.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar luaran keperawatan Indonesia.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tsaqilla, G. L., Wilujeng, A. P., & Rudiyanto. (2023). Asuhan keperawatan pada
anak gastroenteritis dengan masalah keperawatan hipovolemia di ruang
anak. Nursing Information Journal, 3(1), 19–27.
https://doi.org/10.54832/nij.v3i1.329
Urahma, F., Elvira, M., Hasmita, & Yanti, E. (2023). Studi kasus: Asuhan
keperawatan pada anak dengan gastroenteritis akut (GEA) di Ruangan
Anak RSUD Pariaman. Jurnal Keperawatan Medika, 2(1), 79–85.
https://jkem.ppj.unp.ac.id/index.php/jkem/article/view/31

Anda mungkin juga menyukai