Kelompok 2 - Spektrofluorometri - 228114038
Kelompok 2 - Spektrofluorometri - 228114038
Kelompok 2 - Spektrofluorometri - 228114038
Disusun Oleh :
NIM 228114038
Golongan / Meja : A2 / 2
B. Dasar Teori
Riboflavin merupakan sebuah vitamin B2 yang digunakan sebagai Nutrisi, terapi, dan
juga sebagai pakan tambahan hewan ternak,. Riboflavin dapat berperan penting pada transfer
elektron serta sebagai prekursor dari koenzim flavin adenine dinucleotide (FAD) dan flavin
mononucleotide (FMN) yang sangat dibutuhkan untuk reaksi oksidasi-reduksi enzimatis
(Idrus, 2017). Ditinjau dari organoleptisnya riboflavin memiliki bentuk serbuk hablur
berwarna kuning hingga kuning jingga dan memiliki bau yang lemah. Jika serbuk riboflavin
kering tidak begitu dipengaruhi oleh cahaya terdifusi, tetapi dalam larutan cahaya sangat cepat
menyebabkan peruraian, terutama jika ada alkali. Kadar riboflavin yang baik yaitu tidak
kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 102,0% (Kemenkes, 2020). Salah satu metode yang
dapat menetapkan kadar dari riboflavin yaitu metode spektrofluorometri.
Spektrofluorometri termasuk salah satu dari beberapa tenik analisis instrumental yang
memanfaatkan fenomena interaksi materi dengan gelombang elektromagnetik seperti sinarx,
ultraviolet, cahaya tampak, dan inframerah. Fenomena interaksi bersifat spesifik baik
absorpsi maupun emisi. Interaksi tersebut menghasilkan signal-signal yang disadap sebagai
alat analisis kualitatif dan kuantitatif (Lubis dkk, 2016). Energi cahaya akan diserap oleh
atom dan digunakan oleh atom tersebut untuk bertransisi ke tingkat energi yang lebih tinggi
dapat disebut sebagai eksitasi (Anggoro dkk, 2018). Dengan menggunakan Panjang
gelombang untuk mengeksitasi sampel diperkirakan adalah panjang gelombang maksimum
yang dapat diserap oleh sampel yang didapatkan. Sedangkan, emisi fluorosensi merupakan
suatu proses eksitasi elektron yang disebabkan oleh berkas cahaya berenergi tinggi maka akan
terjadi pemancaran radiasi cahaya (Salahuddin dkk, 2013).
C. Alat dan Bahan
Alat : Bahan :
1) Labu takar 10 mL 1) Baku riboflavin
2) Labu takar 1000 mL 2) Sampel riboflavin
3) Labu takar 10 mL 3) Asam sulfat 0,1 N
4) Corong gelas 4) Piridina
5) kertas saring
6) Erlenmeyer
7) Pipet volume
8) Gelas beker 100 mL
9) Labu takar 25 mL
10) Timbangan analitik
11) pH meter
12) Spektrofluorometer + kuvet
D. Proedur Kerja
❖ Pembuatan Larutan Baku
Timbang seksama lebih kurang 35 mg Riboflavin BPFI dimasukkan ke dalam
labu Erlenmeyer 250 mL, tambahkan 20 mL piridina P dan 75 mL air,
dikocok sampai larut, dimasukkan larutan ke dalam labu tentukur 1000-mL,
encerkan dengan air sampai tanda
❖ Pembuatan Blanko
Timbang saksama :
Wadah : 0,2382 g
Isi : 0,0175 g
Wadah+sisa : 0,2383 g
Sisa : 0,0001 g
Jadi bobot riboflavin yang digunakan untuk pembuatan larutan baku = 0,0175 g – 0,0001
g = 0,0174 g = 17,4 mg
Timbang saksama :
0,1% x 25 mg = 0,025 mg
(-) : 25,0 mg-0,025 mg =24,975 mg => 0,02497 g
(+) : 25,0 mg +0,025 mg = 25,025 mg => 0,02502 g
Range : 0,02497 g – 0,02502 g
Wadah : 0,2318 g
Isi + wadah : 0,2570 g –
Isi : 0,0252 g => 25,2 mg
Wadah+sisa : 0,2318 g
Wadah kosong : 0,2321 g –
Sisa : 0,0003 g
Jadi bobot riboflavin yang digunakan untuk pembuatan larrutan baku = 0,0252 g -
0,0003 g = 0,0249 g =. 24,9 mg.
Perhitungan Konsentrasi
1 ppm = 1 mg/1000mL
• Sampel
25 mg /500mL = 50 ppm
C1.V1=C2.V2
C2 = 0,5 ppm
• Larutan baku
17,5 mg/500 mL = 35 ppm
C1.V1=C2.V2
C2 = 0,35 ppm
Hasil
• Panjang emisi dan eksitasi pada larutan baku kelompok kami mendapatkan data sebagai
berikut :
Emisi ➔ 583
Eksitasi ➔ 455
• Selanjutnya dilakukan pengukuran intesitas emisi larutan baku dan larutan sampel
Sampel 1 872,430
Sampel 2 871,790
Sampel 3 871,349
Baku 1 871,260
Baku 2 870,972
Baku 3 870,506
1 ppm = 1 mg/1000 mL
Diketahui bobot teoritis ribofllavin 33,33% b/b
33,33 % x 24,9 mg = 8,29917mg
8,29917 mg / 500 mL = 0,0166mg/ mL ➔ 16,6ppm
C1.V1 = C2.V2
16,6 ppm. 5 mL = C2. 500 mL
Cu=C2 = 0,166 ppm
1% = 10.000 ppm
Replikasi 1
= (𝐼𝑢) ( 𝐶𝑠 ) 𝑥 100 %
𝐼𝑠 𝐶𝑢
872,430 0,35
=( ) ( ) 𝑥 100 %
871,260 0,166
= ( 1.00134).(2.108) x 100%
= 211, 082 % ➔ 2110820 ppm
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛−𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠
% Kesalahan =│ │x 100%
𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠
2123840 𝑝𝑝𝑚−0,166 𝑝𝑝𝑚
% kesalahan =│ │x 100%
0,166 𝑝𝑝𝑚
% kesalahan = 1.271.587.213 %
Replikasi 2
= (𝐼𝑢) ( 𝐶𝑠 ) 𝑥 100 %
𝐼𝑠 𝐶𝑢
871,790
=( ) ( 0,35 ) 𝑥 100 %
870,972 0,166
= ( 1,00093).(2.121) x 100%
= 212,297 % ➔ 2122970 ppm
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛−𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠
% Kesalahan =│ │x 100%
𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠
2122970𝑝𝑝𝑚−0,166 𝑝𝑝𝑚
% kesalahan =│ │x 100%
0,166 𝑝𝑝𝑚
% kesalahan = 1.278.897.490 %
Replikasi 3
= (𝐼𝑢) ( 𝐶𝑠 ) 𝑥 100 %
𝐼𝑠 𝐶𝑢
871,349 0,35
=( ) ( ) 𝑥 100 %
870,506 0,166
% kesalahan =1.271.108.334 %
SD = 0,0475
CV = 𝑆𝐷 x 100%
𝑋
0,0475
CV = x 100% = 0,0225%
212,027
b. Penghapusan (quenching) yaitu energi yang seharusnya dilepas sebagai sinar fluoresensi
terserap oleh moleku lain atau sebaliknya bahan-bahan diluar sampel seperti bahan
pencuci (detergent), minyak pelumas, kertas saring atau kertas lap dapat mempengaruhi
pengukuran fluorometer karena dapat melepas sinar fluoresensi sendiri.
(Gandjar dan Rohman, 2019).
Syarat senyawa yang dapat dianalisis dengan spektrofluorometer yaitu harus
senyawa yang memiliki gugus kromofor (penangkap cahaya), dan memiliki ingkatan
rangkap terkonjugasi serta bentuk strukturnya yang rigid dan planar (Tetha & Sugiarso,
2016). Selain itu syarat khusus suatu larutan agar dapat dibaca dengan spektrofluorometri
yaitu larutan harus jernih agar kadarnya dapat terbaca pada spektrofluorometer (Sumarno,
1983).
Pada metode spektrofotometri ini memiliki istilah emisi dan eksitasi. Emisi
merupakan suatu proses eksitasi elektron yang disebabkan oleh berkas cahaya berenergi
tinggi yang menghasilkan pemancaran radiasi cahaya (Salahuddin dkk., 2013). Sedangkan,
eksitasi sendiri merupakan energi cahaya akan diserap oleh atom dan digunakan oleh atom
tersebut untuk bertransisi ke tingkat energi yang lebih tinggi (Anggoro dkk., 2018)
Larutan blanko merupakan larutan yang tidak berisi analit. Larutan blanko biasanya
digunakan untuk tujuan kalibrasi sebagai larutan pembanding dalam analisis fotometri
(Trisnawati, 2018).
Hasil data praktikum yang dilakukan didapatkan data absorbansi pada larutan baku
yaitu didapatkan hasil emisi 583 nm dan eksitasi 455 nm. Hasil kadar yang didapat pada
replikasi I sebesar 212,384 % dengan persen kesalahan sebesar 1.279.421.587%, replikasi II
sebesar 212,297% dengan persen kesalahan sebesar 1.278.897.490% dan hasil replikasi III
sebesar 212,305 % dengan persen kesalahan sebesar. Dari data tersebut didapatkan rata-rata
212,328% dengan standar deviasi sebesar 0,0481 dan koefisien variasi sebesar 0,0226 %.
Dari hasil perhitungan koefisien variansi, hasil yang didapatkan sebesar 0,0226% hal
ini menunjukkan bahwa koefisien variansi yang didapatkan sudah sesuai degan literatur,
Dimana menurut literatur koefisien variansi yang baik yaitu yang kurang dari 5% karena
semakin kecil koefisien variansi maka data tersebut semakin seragam sedangkan semakin
besar koefisien variansi, data semakin tidak seragam (Maulana, 2016),
Dari perhitungan persen kesalahan setiap replikasi, rata-rataa hasil persen kesalahan
yang didapatkan lebih dari 100%, dimana menurut Suryani dkk (2021) apabila persen
kesalahan lebih dari 55% maka termasuk dalam kategori sangat tinggi. Persen kesalahan
yang tinggi dapat disebabkan karena beberapa hal, berupa kegagalan dalam melakukan
pemindahan analit dan baku yang tidak sesuai, penggunaan alat ukur (pipet dan labu takar)
yang kurang tepat, dan kesalahan dari praktikan yang kemungkinan menyebabkan kerusakan
pada analit. Sebelum dilakukan pengukuran dengan spektrofluorometri, labu takar tidak
ditutup dengan aluminium foil sehingga cahaya yang berasal dari luar memiliki
kemungkinan besar dapat mempengaruhi pengukuran karena pengukuran juga dilakukan
dengan cahaya serta zat yang digunakan bersifat fotosensitif (Rohman, 2022).
A. Kesimpulan
Percobaan penetapan kadar riboflavin yang dilakukan telah berlangsung sesuai
dengan panduan praktikum. Praktikan dapat menetapkan kadar riboflavin dalam sampel
serbuk dengan metode spektrofluorometri. Data yang telah diperoleh pada percobaan
koefisien variansi yang telah sesuai dengan literatur tetapi didapatkan persentase kesalahan
yang sangat besar. Adanya hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti
kegagalan dalam pemindahan analit dan baku yang tidak sesuai, penggunaan alat ukur (pipet
dan labu takar) yang kurang tepat, dan kesalahan dari praktikan yang kemungkinan
menyebabkan kerusakan pada analit (Rohman, 2022). Hal-hal tersebut menjadi evaluasi bagi
praktikan dalam percobaan selanjutnya sehingga praktikan lebih teliti, berhati-hati, dan
meningkatkan pemahaman terkait materi yang akan digunakan sebagai percobaan.
DAFTAR PUSTAKA
Anggoro, D., Yuniasari, R., Sunarno, H., dan Faridawati. 2018. Pengaruh Konsentrasi Doping
terhadap Intensitas Emisi Material Luminisensi ZnO:Zn. Jurnal Fisika dan
Aplikasinya, 14: 22.
Anggoro, D., Yuniasari, R., Sunarno, H., dan Faridawati. 2018. Pengaruh Konsentrasi Doping
terhadap Intensitas Emisi Material Luminisensi ZnO:Zn. Jurnal Fisika dan
Aplikasinya, 14: 22.
Cahyani, E, D., 2020. Validasu Metode Analisis Spektrofluorometri Untuk Kadar
Sirprofluksasin Generic Dalam Sampel Urin Manusia. Widya Warnta Press, 22.
Cahyani, E, D., 2020. Validasu Metode Analisis Spektrofluorometri Untuk Kadar
Sirprofluksasin Generic Dalam Sampel Urin Manusia. Widya Warnta Press, 22.
Idrus, S., 2017. Optimasi Produksi Riboflavin (Vitamin B2) dengan Substrat Ikan
Menggunakan Eremothecium gossypii. Majalah Biam, 13: 1
Idrus, S., 2017. Optimasi Produksi Riboflavin (Vitamin B2) dengan Substrat Ikan
Menggunakan Eremothecium gossypii. Majalah Biam, 13: 1
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2020. Farmakope Indonesia, Edisi VI.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2020. Farmakope Indonesia, Edisi VI.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Lubis, A.M., Perangin-angin, B., dan Nasruddin, 2016. Study Tentang Pengamatan
Fluoresensi Berdasarkan Domain Panjang Gelombang pada Spektroskopi Fluoresensi
Untuk Identifikasi Bahan. Agrium, 20: 303-305.
Lubis, A.M., Perangin-angin, B., dan Nasruddin, 2016. Study Tentang Pengamatan
Fluoresensi Berdasarkan Domain Panjang Gelombang pada Spektroskopi Fluoresensi
Untuk Identifikasi Bahan. Agrium, 20: 303-305.
Salahuddin, M., Suryajaya, Putra, E.G.R., dan Sari, N., 2013. Penentuan Panjang Gelombang
Emisi pada Nanopartikel CdS dan ZnS Berdasarkan Variasi Konsentrasi Mercapto
Ethanol. Jurnal Fisika FLUX, 10: 39-41.
Salahuddin, M., Suryajaya, Putra, E.G.R., dan Sari, N., 2013. Penentuan Panjang Gelombang
Emisi pada Nanopartikel CdS dan ZnS Berdasarkan Variasi Konsentrasi Mercapto
Ethanol. Jurnal Fisika FLUX, 10: 39-41
LAMPIRAN