Makalah 5 - Ibnu Sina
Makalah 5 - Ibnu Sina
Makalah 5 - Ibnu Sina
MAKALAH
SEMARANG
2023
1
A. Pendahuluan
Kejayaan peradaban Islam mencapai puncaknya ketika berhasil membangun
peradaban dari Timur sampai ke Barat. Menurut Amin Abdullah, di Timur
peradaban Islam diwakili Baitul Hikmah yang berpusat di Baghdad di bawah
kekuasaan Dinasti Abbasiyah.1 Sementara di Barat diwakili Universitas al-Hambra
yang berpusat di Cordoba, Andalusia Spanyol.2 Tiap peradaban ini telah melahirkan
banyak sekali cendekiawan muslim yang dikemudian hari berhasil menjadi pintu
masuk dan pintu penghubung bagi dunia Eropa untuk keluar dari abad kegelapan
menuju zaman renaisance.
Dalam makalah ini, kita akan menjelajahi paradigma ilmu pengetahuan Ibnu
Sina, termasuk pandangannya terhadap alam semesta, metode ilmiah, dan
dampaknya pada perkembangan ilmu pengetahuan. Ibnu Sina dikenal sebagai
seorang filsuf dan ilmuwan yang mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu dan
mendefinisikan kembali paradigma ilmu pengetahuan. Makalah ini juga akan
mengevaluasi dampaknya dalam perkembangan pemikiran ilmiah, filosofi, serta
relevansinya dengan pemikiran kontemporer, sehingga kita dapat memahami
warisannya dalam sejarah intelektual dunia Islam.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka sangat penting bagi kita sebagai umat
Islam untuk mengenal sosok cendekiawan dan ilmuwan muslim yang sangat
1
Biyanto, FILSAFAT ILMU DAN ILMU KEISLAMAN, Cetakan II (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2018). 103
2
Nur Khasanah, Achmad Irwan Hamzani, and Havis Aravik, “Klasifikasi Ilmu Menurut
Ibn Sina,” SALAM: Jurnal Sosial Dan Budaya Syar-I 7, no. 11 (2020): 993–1008,
https://doi.org/10.15408/sjsbs.v7i11.17739.
3
Elbina Mamla Saidah, Hery Kiswanto, and Zainul Muflihin, “Konsep Pemikiran
Pendidikan Akal Ibnu Sina Pada Anak Pra Aqil Baligh,” Al-Aulia: Jurnal Pendidikan Dan Ilmu-
Ilmu Keislaman 7, no. 1 (2021): 27–39.
1
berjasa, tidak hanya untuk umat Islam bahkan untuk umat manusia pada umumnya.
Dengan mengenalnya diharapkan membangkitkan ghirah keilmuan kita dan
menjadi inspirasi bagi pengembangan potensi kita agar dapat berkiprah memberi
manfaat sesuai profesi kita. Agar pembahasan dan diskusi kita fokus dan tidak
terlalu melebar, maka penulis membatasinya hanya pada dua permasalahan, yaitu:
Nama lengkap Ibnu Sina adalah Abu Ali al-Husain Ibn Abdullah Ibn Hasan Ibn
Ali Ibn Sina dilahirkan di desa Khormeisan Kota Asyfahnah, daerah dekat Bukhara,
tahun 370 H.5 Sejak masa kanak-kanak, Ibnu Sina yang berasal dari keluarga
bermadzhab Syi'ah Ismailiyah sudah akrab dengan pembahasan ilmiah terutama
yang disampaikan oleh ayahnya6 yang bernama Abdullah seorang sarjana terhormat
penganut Syi’ah Ismailiyah dan pada saat kelahiran putranya, ia adalah seorang
4
Hamka Hamka, “Sosiologi Pengetahuan: Telaah Atas Pemikiran Karl Mannheim,”
Scolae: Journal of Pedagogy 3, no. 1 (2020): 76–84, https://doi.org/10.56488/scolae.v3i1.64.
5
Anwar Sanusi, Pemikiran Politik Islam, ed. Anisah, 1st ed. (Cirebon: CV. Elsi Pro, 2021).
110
6 Ibtihadj Musyarof, Biografi Tokoh Islam, 1st ed. (Jakarta: PT. Suka Buku, 2010). 191-
192
2
gubernur di salah satu pemukiman Nuh ibn Mansur (sekarang wilayah Afganistan).7
Menurut Hosain nama Ibnu Sina berasal dari bahasa Latin Avin Sina, atau dari kata
al-Shin dari bahasa Arab yang berarti Cina, atau berhubungan dengan kota
kelahirannya Afshana.8 Masa kecil Ibnu Sina berada dilingkungan kondusif untuk
menempanya belajar banyak ilmu, tidak hanya karena berasal dari keluarga sarjana,
tetapi juga pejabat terhormat.
Pendidikan Ibnu Sina di mulai pada usia lima tahun di kota kelahirannya,
Bukhara. Pengetahuan yang pertama kali yang Ibnu Sina pelajari adalah membaca
al-Qur’an, setelah itu pendidikan Ibnu sina dilanjutkan dengan mempelajari ilmu-
ilmu agama Islam seperti Tafsir, Fiqih, Ushuluddin dan lain sebagainya. Berkat
ketekunan dan kecerdasannya, Ibnu Sina berhasil menghafal al-Quran dan
menguasai berbagai cabang ilmu-ilmu agama tersebut pada usia yang belum genap
sepuluh tahun.9 Meskipun berasal dari keluarga bermadzhab Syiah Ismailiyah,
pemikiran Ibnu Sina independen yang dengan kepintaran dan daya ingat yang luar
biasa membuat ia menyusul para gurunya Isa bin yahya diusia 14 tahun.10
7
Khasanah, Hamzani, and Aravik, “Klasifikasi Ilmu Menurut Ibn Sina.”
8
Syamsul Kurniawan and Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Islam, ed. Aziz Safa, 1st
ed. (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011)., 75
9
Sanusi, Pemikiran Politik Islam..., 111
10
Kurniawan and Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Islam...., 76
11
Musyarof, Biografi Tokoh Islam..., 192
12
Mukhtar Gozali, “Agama Dan Filsafat Dalam Pemikiran Ibnu Sina,” Jaqfi: Jurnal Aqidah
Dan Filsafat Islam 1, no. 2 (2016): 22–36, ttps://doi.org/https://doi.org/10.15575/jaqfi.v1i2.1712.
3
Pada usia 18 tahun, ia telah menguasai filsafat dan berbagai cabang ilmu
pengetahuan, seperti: matematika, astronomi, musik, mistik, bahasa dan ilmu
hukum Islam13 sehingga ia memperoleh predikat sebagai fisikawan. Kemasyhuran
fisikawan muda ini cepat menyebar dan ia merawat banyak pasien tanpa meminta
bayaran.14
Pada usianya yang 22 tahun, ayah Ibnu Sina wafat. akibat kekacauan politik
imbas dari perebutan kekuasaan pada pemerintahan Nuh bin Manshur antara dua
putra mahkota Manshur dan Abdul Malik dan dimenangkan Abdul Malik. Ketika
kerajaan belum pulih dari akibat perang dan pemerintahan belum stabil, datang
serbuan dari Kesultanan Mahmud al-Ghaznawi dan kekuasaan Abdul Malik jatuh
sehingga seluruh wilayah kerajaan jatuh ketangan Mahmud al-Ghaznawi. Melihat
keadaan yang semakin kacau, Ibnu Sina meninggalkan Bukhara menuju Jurjan,
kemudian ke Khawarizm dan berpindah dari suatu daerah ke daerah lainnya hingga
akhirnya sampai ke Hamadzan. Oleh Syams al-Daulah, penguasa Hamadzan Ibn
Sina diangkat menjadi wazir. Setelah sang amir meninggal dunia, Ibn Sina
dipenjarakan oleh penggantinya. Kemudian ia melarikan diri ke Isfahan dan
mendapatkan sambutan yang istimewa dari penguasa daerah ini.13 Bersama dengan
‘Ala al-Daulah penguasa Isfahan kemudian berhasil mengalahkan penguasa
Hamadzan. Ibn Sina kemudian kembali ke kota itu dan tinggal di sana sampai
meninggal dunia. Ibn Sina meninggal di Hamadzan, Persia, dalam usia 58 tahun,
pada bulan Ramadhan 1037 M. Ia dimakamkan di sana, yang sekarang termasuk
negara Iran bagian Barat.15
13
Khasanah, Hamzani, and Aravik, “Klasifikasi Ilmu Menurut Ibn Sina.”…, 996
14
Kurniawan and Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Islam..., 76
15
Khasanah, Hamzani, and Aravik, “Klasifikasi Ilmu Menurut Ibn Sina.”…, 996
4
karya berbahasa Arab dan, dalam skala yang lebih kecil, berbahasa Persia. Hampir
semua karya tersebut masih ada sampai sekarang. 16
Dalam sejarah kehidupannya, Ibnu Sina juga dikenal sebagai seorang ilmuwan
yang sangat produktif dalam menghasilkan berbagai karya buku. Buku-buku
karangannya hampir meliputi seluruh cabang ilmu pengetahuan, diantarannya ilmu
kedokteran, filsafat, ilmu jiwa, fisika, logika, politik dan sastra arab. Adapun
karyakaryanya sebagai berikut :
1. Kitab Qanun fi al-Thib, yang merupakan karya ibnu sina dalam bidang ilmu
kedokteran. Buku ini pernah menjadi satu-satunya rujukan dalam bidang
kedokteran di Eropa selama lebih kurang lima abad. Buku ini merupakan iktisar
pengobatan Islam dan diajarkan hingga kini di Timur.
2. Kitab As-Syifa, yang merupakan karya ibnu sina juga dalam bidang filsafat.
Kitab ini antara lain berisikan tentang uraian filsafat dengan segala aspeknya
3. Kitab An-Najah, yang merupakan kitab yang berisikan ringkasan dari kitab As-
Syifa, kitab ini ditulis oleh ibnu sina untuk para pelajar yang ingin mempelajari
dasar-dasar ilmu hikmah, selain itu buku ini juga secara lengkap membahas
tentang pemikiranIbnu Sina tentang ilmu Jiwa.
4. Kitab Fi Aqsam al-Ulum al-Aqliyah, yang merupakan karyanya dalam bidang
ilmu fisika. Buku ini ditulis dalam bahasa Arab dan masih tersimpan dalam
berbagai perpustakaan di Istanbul, penerbitannya pertama kali dilakukan di
Kairo pada tahun 1910 M, sedangkan terjemahannya dalam bahasa Yahudi dan
Latin masih terdapat hingga sekarang.
5. Kitab al- Isyarat wa al-Tanbihat, isinya mengandung uraian tentang logika dan
hikmah
6. Kitab Lisan al-Arab, kitab ini merupakan hasil karyanya dalam bidang sastra
Arab. Kitab ini berjumlah mencapai sepuluh jilid. Menurut suatu informasi
menjelaskan bahwa buku ini Ibnu Sina susun sebagai jawaban terhadap
tantangan dari seorang pujangga sastra bernama Abu Mansur al-Jubba’I di
hadapan Amir ‘Ala ad-Daulah di Ishfahan.
7. Al-Majmu’. Buku tersebut memuat himpunan berbagai ilmu pengetahuan
umum, mulai dari ilmu falsafah sampai kepada ilmu psikology dan metafisika.
8. Al-Birru Wal Istmu. Memuat tentang ilmu ethika (akhlak untuk mengetahui
perbuatan-perbuatan kebajikan dan perbuatan dosa). Buku tersebut terdiri dari
2 jilid.
9. Al-Hashil Wal Mashul. Memuat ilmu-ilmu Islam, seperti Ilmu Hukum Fiqh,
Ilmu Tafsir Al-qur’an dan Ilmu Tasauf. Buku ini terdiri dari 20 jilid.
16
Zaprulkhan, Pengantar Filsafat Islam, ed. Nuran Hasanah, 1st ed. (Yogyakarta: IRCiSoD,
2019), https://books.google.co.id/books?id=Aj27DwAAQBAJ. 57
5
10. Al-Qanun Fit Thib. Buku ini lebih dikenal dengan nama “Canon” terdiri dari 5
jilid, memuat sebanyak 1 juta perkataan. Buku ini dianggap sebagai kitab
sucinya ilmu Kedokteran, menguasai dunia pengobatan Eropa selama 5 abad.
11. Al-Urjuzah Fit Thib. Buku ini memuat syair-syair tentang kedokteran. Pertama
kali disebarkan menurut teks aslinya berbahasa Arab dengan terjemahannya
dalam bahasa Latin dan kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Perancis.
12. Al-Adwiyah al Qalbiyah, Buku ini memuat petunjuk pengobatan penyakit
jantung.
13. Al-Qaulandj. Buku ini memuat tentang penyakit dalam pada bahagian perut.
Penyakit ini pernah diobatinya dengan berhasil baik terhadap seorang pembesar
Islam, akan tetapi penyakit ini pulalah yang menyerangnya hingga ia meninggal
dunia.
14. Majmu’ah Ibnu Sina. Buku ini berisi berbagai cara pengobatan secara tabib,
nujum, pekasih, pembungkem mulut para hakim, dan sebagainya. Naskah buku
ini sekarang tersimpan di perpustakaan Alamiyah di Cairo dekat Universitas al
Azhar.
15. As-Syifa’. Buku ini berisi tentang penemuan dan penyembuhan. Terdiri dari 18
jilid. Naskah aslinya tersimpan di Oxford University London. Memuat logika,
fisika, matematika, kedokteran yang berhubungan dengan penemuan teori dan
penyembuhan penyakit.
16. Hikmah al Masyriqiyyin. Buku ini adalah buku filsafat yang menggambarkan
filsafat timur yang berbeda dengan filsafat barat. Menurut Ibnu Sina Falsafah
barat sangat mengandalkan Rasionalistic sedangkan Falsafah Timur
mengandalkan selain ratio juga suara wahyu dari Tuhan.
17. Dansh Namihi ‘Alaii. Artinya adalah Buku falsafah untuk Allah, Buku tersebut
ditulisnya untuk Amir ‘Alauddin dari Isfahan, yang ditulis Ibnu Sina dalam
bahasa Persi yang Indah,
18. Kitabul Inshaf. Buku tentang keinsafan.
19. Kitabul Hudud. Buku tentang kesimpulan-kesimpulan. Dengan buku ini Ibnu
Sina menegaskan istilah-istilah dan pengertian-pengertian yang dipakainya di
dalam ilmu falsafah.
20. Al-Isyaratu Wattambihaat. Buku tentang dalil-dalil dan peringatan-peringatan.
Sesuai namanya buku ini banyak berbicara masalah-masalah dalil-dalil dan
peringatan-peringatan mengenai prinsif Ketuhanan dan Keagamaan.
21. Kitabun Najaahlm., Buku tentang kebahagiaan jiwa.
22. Al-Isaghuji. Ilmu Logika Isagoji.
23. Fi-Aqsamil ‘Ulumil ‘Aqliyyahlm., Tentang pembagian segala ilmu akal.
24. Lisanul Arabi. Bahasa Arab.
25. Macharijul Huruf. Cara-cara mengucapkan kata-kata.
26. Arrisalatu fi Assababi Hudusil Huruf. Risalah tentang terjadinya huruf.
27. Al-qasidatul ‘Ainiyyahlm., Qasidah/syair tentang jiwa.
28. Ar-Risalatut Thairi. Cerita seekor burung
29. Qishatu Salaman wa Absal. Cerita raja Salaman dan saudaranya Absal
6
30. Ar-Rishalatu Hayyibin Yaqzhan. Cerita si hidup anak si bangun. Buku ini
menceritakan seorang pengenbara yang sudah tua umurnya tetapi tetap kuat dan
gagah, mempunyai tenaga besar dan tahan terhadap hujan dan panas, tidak
terganggu oleh pergantian musim.
31. Risalatus Siyyasati. Buku tentang ilmu politik.
32. Fi Isybatin Nubuwwat. Tentang menetapkan adanya kenabian
33. Ar Razaq. Tentang Pembagian Rizki
34. Tadbirul Junudi Walmamaliki. Buku Soal Pertahanan dan Angkatan Bersenjata
35. Tadbirul Manazilu. Buku penyusunan kekeluargaan dalam politik Ketuhanan
36. Jami’ul Bada. Tafsir Al-Qur’an.17
Tak syak lagi, yang terpenting dari semua itu ialah Al-Syifa', sebuah Summa
Philosophica orisinal dalam lima belas jilid. Karya ini berisi segala bidang kajian
filosofis yang populer pada masa itu.18
Berbeda dengan Al-Farabi, lbnu Sina tampak tak peduli terhadap filsafat politik
atau etika. Sumbangannya dalam kedua bidang ini bisa dianggap kurang berarti.
Perhatian Ibnu Sina terpusat pada bidang metafisika dan logika, sebagaimana yang
tercermin pada luasnya kajian filosofis yang terdapat dalam Al-Syifa', Al-Isyarat,
dan sebagainya.
C. Konsep Ilmu Pengetahuan dan Pemikiran Ibnu Sina dalam Filsafat Islam
Menurut Hasan Hanafi, Ibnu Sina membagi filsafat menjadi dua, yaitu filsafat
teoritis dan praktis. Filsafat teotitis meliputi ilmu teologi, matematika, dan
kealaman. Sedangkan filsafat praktis meliputi ahlak (etika), politik, dan pengaturan
rumah tangga.20
17
Sanusi, Pemikiran Politik Islam.... 114-116
18
Zaprulkhan, Pengantar Filsafat Islam. 56
19
Imam Tholkhah and Ahmad Barizi, Membuka Jendela Pendidikan; Mengurai Akar Tradisi
Dan Integrasi Keilmuan Pendidikan Islam, 1st ed. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004). 250
20
Mahfud Junaedi, Paradigma Baru Filsafat Pendidikan Islam, 1st ed. (Depok: Kencana,
2017). 50
7
metafisika Aristoteles, meskipun ia telah membacanya 40-an kali. Setelah ia
membaca buku syarah “Metafisika Aristoteles” karya al-Farabi (870- 950 M.),
seakan-akan semua persoalan telah ditemukan jawabannya dengan terang-
benderang. Ia bagaikan mendapatkan kunci bagi segala simpanan ilmu metafisika.
Hal inilah yang membuatnya dengan tulus mengakui dirinya sebagai murid yang
setia dari al-Farabi.21
Satu hal yang menarik, dan dapat kita jadikan pelajaran berharga bahwa
berdasarkan biografi Ibnu Sina, beliau berasal dari lingkungan madzhab syiah
ismailiyah, tetapi beliau tidak terpengaruh sama sekali dengan ajaran tersebut.
Nampak Ibnu Sina begitu rasional dalam berfikir dengan tidak menyampingkan al-
Qur’an dan Sunnah, bahkan beliau tidak taqlid terhadap pendapat orang lain dalam
mengembangkan pemikirannya.
21
Kamaruddin Mustamin, “Filsafat Emanasi Ibnu Sina,” Farabi 16, no. 1 (2019): 75–90,
https://doi.org/10.30603/jf.v16i1.1084.
22
Maidar Darwis, “KONSEP PENDIDIKAN ISLAM DALAM Maidar Darwis,” Ilmiah DIDAKTIKA XIII, no.
2 (2013): 240–58.
23
Admin, “Kajian Kritis Tentang Pemikiran Emanasi Dalam Filsafat Islam Dan Hubungannya
Dengan Sains Modern,” prodi Manajemen Pendidikan Islam FITK IAIN Palopo, 2015, https://mpi-
iainpalopo.ac.id/kajian-kritis-tentang-pemikiran-emanasi-dalam-filsafat-islam-dan-hubungannya-
dengan-sains-modern/. 24 September 2023
8
“Yang Satu adalah Allah. Dari kesatuan yang tak berdiferensiasi itu keluarlah
kebaikkan dari “Yang Satu” melalui semacam emanasi atau radiasi.24
Filsafat emanasi dalam teologi dan falsafah Islam bermaksud untuk
memurnikan tauhid. Emanasi ialah teori tentang keluarnya suatu Wujud Mumkin
(alam makhluk) dari Zat yang Wajib al-Wujud (Zat yang mesti adanya; Tuhan).
Teori ini disebut juga “ teori Urut-urutan wujud”.25
Pemurnian tauhid inilah yang menimbulkan filsafat emanasi (al-Fayd,
pancaran). Yang Maha Esa berpikir tentang diri-Nya yang Esa, dan pemikiran
merupakan daya atau energi. Karena pemikiran Tuhan tentang diri-nya merupakan
daya yang dahsyat, maka daya itu menciptakan sesuatu yang diciptakan pemikiran
Tuhan tentang dirinya itu adalah akal pertama atau wujud pertama yang keluar dari
Tuhan.26
2. Falsafah Jiwa (al-Nafs)
Menurut Harun Nasution, pemikiran terpenting Ibnu Sina adalah filsafat tentang
jiwa. Ibnu Sina menganut paham emanasi seperti Al-Farabi, walaupun ada
perbedaan antara keduanya. Menurut Ibnu Sina, jiwa manusia sebagaimana jiwa-
jiwa lain dan segala sesuatu yang berada di bawah bulan, memancar dari Akal
Kesepuluh. lbnu Sina membagi jiwa dalam tiga bagian.
Pertama, jiwa tumbuh-tumbuhan (nafs nabatiyyah) adalah kesempurnaan yang
sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup, dan dengannya makhluk hidup dapat
berkembang biak, bertambah, dan makan. Jiwa tumbuhan mempunyai tiga
kekuatan: kekuatan menyerap makanan (gizaiyah), kekuatan pertumbuhan (quatun
namiyyah), dan kekuatan perkembangbiakan (quatu tawaludiyyah).
Kedua, jiwa binatang (nafs haiwaniyyah) untuk melengkapi seluruh
kesempurnaan manusia, yang dengan jiwa ini ia dapat bergerak dan berpikir.
Ketiga, jiwa kemanusiaan (nafs insaniyyah) merupakan jiwa kesempurnaan
manusia, yang dengan kekuatan itu ia dapat berbuat dan didorong oleh akalnya,
24
K Bartens, Filsuf-Filsuf Besar Tentang Manusia (Gramedia Pustaka Utama, 2018),
https://books.google.co.id/books?id=1rhSDwAAQBAJ. 27
25
Mukhtar Gozali, “Agama Dan Filsafat Dalam Pemikiran Ibnu Sina,” Jaqfi: Jurnal Aqidah
Dan Filsafat Islam 1, no. 2 (2017): 22–36.
26
Gozali.
9
meneliti, membanding, dan mengambil kesimpulan, serta dengan jiwa itu pula ia
dapat menemukan suatu pemikiran yang hanya dapat ditemui akal.
Jiwa manusia mencakup dua daya: daya praktis yang berhubungan dengan
badan, dan daya teoretis yang berhubungan dengan hal-hal abstrak. Dan, daya
teoretis ini meliputi empat tingkatan: akal materiil yang hanya berpotensi untuk
berpikir dan belum dilatih; akal habitus yang telah mulai dilatih untuk berpikir
tentang hal-hal yang abstrak; akal aktual yang telah mampu berpikir hal-hal abstrak;
serta akal mustafad yang mampu berpikir tentang hal-hal abstrak tanpa daya-upaya.
Sifat seseorang tergantung pada jiwa manakah dari ketiga macam jiwa tumbuh-
tumbuhan, binatang, dan manusia yang berpengaruh pada dirinya. Jika jiwa
tumbuh-tumbuhan dan binatang yang berkuasa pada dirinya, maka orang itu dapat
menyerupai binatang. Namun, jika jiwa manusia yang mempunyai pengaruh atas
dirinya, maka orang itu menyerupai malaikat dan dekat dengan kesempurnaan.
Dalam hal ini, daya praktis mempunyai peran penting, karena daya inilah yang
mengontrol hawa nafsu, sehingga tidak menghalangi daya treoretis untuk
membawa manusia ke tingkatan yang tinggi dalam usaha mencapai
kesempurnaan.27
3. Filsafat Wujud/Ketuhanan
lbnu Sina terkenal dengan rancangan argumentasinya mengenai eksistensi
Tuhan yang disebut sebagai argumen melalui kemungkinan (dalil al-jawaz). Ibnu
Sina membagi wujud ke dalam tiga kategori, yakni wujud niscaya (wajib al-wujud),
wujud mungkin (mumkin al-wujud), dan wujud mustahil (mumtani' al-wujud).
"Wujud niscaya" adalah wujud yang senantiasa harus ada, dan tidak boleh tidak
ada. "Wujud mungkin" adalah wujud yang boleh saja ada atau boleh tidak ada,
kedua-duanya boleh-boleh saja. Sedangkan "wujud mustahil" adalah yang
keberadaannya tidak terbayangkan oleh akal. Wujud alam semesta adalah boleh ada
atau tidak ada, keduanya sah-sah saja menurut akal. Karena sifatnya yang demikian,
alam jelas bukan wajib al-wujud, karena wajib al-wujud tidak bisa tidak ada (harus
ada). Namun, alam juga bisa ada, bukan termasuk mumtani' al-wujud, wujud yang
mustahil, karena nyatanya alam telah ada. Karena alam bukan "wujud niscaya" dan
27
Zaprulkhan, Pengantar Filsafat Islam. 60-61
10
bukan pula "wujud mustahil", satu-satunya altematif yang tersisa adalah "wujud
mungkin".28
Term "mungkin" di sini berarti "potensial", kebalikan dari aktual. Dengan
mengatakan bahwa alam itu mungkin pada dirinya, itu berarti bahwa sifat dasar
alam adalah potensial, boleh ada tetapi belum lagi ada, dan tidak bisa mengada
dengan sendirinya. Seorang wanita muda yang sehat, misalnya, bisa dikatakan
potensial untuk hamil, tetapi ia tidak bisa hamil dengan sendirinya. Itulah makna
mungkin yang dimaksud oleh Ibnu Sina. Dengan kerangka tersebut, alam tidak
mungkin mewujud tanpa adanya sesuatu yang telah aktuaJ, yang telah
mengubahnya dari potensi menjadi aktualitas seperti kondisi sekarang ini. Karena
alam, sebagai potensi, tidak akan ada tanpa sebab yang mengadakannya, dan karena
dalam kenyataannya alam ini ada, secara logis pastilah ada sesuatu yang telah aktual
yang mengadakan alam dengan cara mengubah potensi alam ke dalam aktualitas.
Itulah yang disebut Tuhan.29
lbnu Sina juga membincang tentang sifat-sifat Zat Niscaya Ada. Paling
utamanya ialah keesaan mutlak, yang menafikan segala bentuk kejamakan,
ketersusunan, dan keterbagian, baik secara esensial maupun eksistensial. Andaikan
Zat tersebut tersusun dari esensi dan eksistensi, layaknya entitas yang berubah,
tentu Dia memerlukan Sebab bagi keberadaan-Nya. Hal ini bertentangan dengan
fakta bahwa Dia menjadi Sebab Pertama dari semua keberadaan dan kejadian.30
Tuhan juga mesti nirkuantitas, nirkualitas, nirposisi, atau nirsifat-sifat
aksidental lainnya. Karena itulah, tidak ada yang menyamai atau menyekutui-Nya
dalam hal apa pun. Terlihat bahwa penyifatan ini berkonotasi negatif: Dia tidak
begini, tidak pula begitu. Oleh sebab itu, Ibnu Sina menambahkan sifat-sifat positif
kepada-Nya, yaitu kebaikan murni, kebenaran murni, dan akal murni. Kebaikan
murni berarti bahwa Dia adalah dambaan tertinggi dan sumber kesempurnaan bagi
setiap entitas (makhluk) yang mengada melalui emanasi dan karunia-Nya.
Kebenaran murni berarti bahwa Dia adalah Wujud Yang Maha Benar, Maha Kekal,
dan Maha Layak ada-Nya. Akal atau intelek murni berarti bahwa Dia terbebas dari
semua kenistaan materiil. Dan, seperti dibuktikan oleh AI-Farabi sebelumnya, Dia
28
Zaprulkhan. 58-59
29
Zaprulkhan. 59
30
Zaprulkhan. 59
11
adalah Akal Murni yang berpikir tentang Diri-Nya semata. Dengan perkataan lain,
Dia adalah yang berswacita (thought thinking himself).31
4. Falsafah Kenabian (al-Nubuwwah)
Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa akal mempunyai empat tingkat dan
yang paling rendah adalah akal materil (al-‘aql alhayûlâni). Adakalanya Tuhan
menganugrahkan kepada manusia akal materil yang besar dan kuat yang menurut
Ibnu Sina diberi nama “alhads”. Daya yang ada pada akal materil serupa ini sangat
kuat sehingga tanpa melalui latihan, mudah dapat berhubungan dengan “Akal
Aktif”, dengan mudah dapat menerima cahaya atau wahyu dari Tuhan. Akal serupa
ini mempunyai daya suci (quwwah qadasiyyah), dan inilah bentuk akal tertinggi
yang dapat diperoleh manusia, namun akal ini hanya terdapat pada nabi-nabi.32
D. Penutup
1. Kesimpulan
Abu Ali al-Husain Ibn Abdullah Ibn Hasan Ibn Ali Ibn Sina atau dikenal
Ibnu Sina, orang Barat menyebutnya Aviciena yang hidup satu abad setelah
Gurunya; Al Farabi dalam mendefinisikan berkaitan dengan ketuhanan terlihat
sudah mulai mengalami islamisasi. Seperti 'illah, wujud, dan 'adam. Ini
mengindikasi bahwa Ibnu Sina berhasil mengembangkan dan mengasimilasi
lebib jauh filsafat al Farabi. Keduanya sepakat akan proses penciptaan yang
bernafaskan emanasi, dengan Wajib al Wujud yakni Allah Subhanahu wa Ta
'ala.
Tuhan dalam pandangan Ibnu Sina secara umum kita dapati merupakan
asimilasi dari filsafat ketuhanan yang berusaha mempertemukan antara teori
Aristoteles dan Neo-Platonism. Yang mana menekankan pada satu Wujud atau
Sumber Utama yang darinya alam semesta tercipta secara sedemikian rupa
sehingga tidak merusak kesatuan mutlak Sang Mahatunggal tersebut. Di sini,
sebagai salah satu wacana intelektual Islam, Ibnu Sina berupaya mengadaptasi
dan mengasimilasi konsep-konsep yang ada di dunia Filsafat Yunani Kuno,
31
Zaprulkhan. 60-61
32
Abdullah Nur, “Ibnu Sina: Pemikiran Filsafatnya,” Hunafa 6, no. 1 (2009). 114
12
mengoreksinya, serta mengklasifikasi konsep-konsep filsafat yang cocok
dengan Islam.
Rasionalitas ketuhanan menggunakan metode filsafat adalah sebuah -sekali
lagi satu dari- sekian wacana intelektual yang berguna untuk melindungi akidah
dari serangan dalam maupun luar Ibnu Sina, lepas dari banyak pandangan
terutama kritik Ghazali yang menganggap 'ajaran' filsuf tidak untuk orang awan,
dan rawan kepada kekufuran agaknya perlu kita puji. Karena banyak sekali
ayat-ayat di dalam al-Qur'an yang merujuk kepada penggiatan fungsi akal;
Afalaa tatafakkarun, afalaa ta'qilun, afalaa ta' lamun, penulis kira sudah lebih
dari cukup untuk mengungkapkan sebuah perintah yang eksplisit berkaitan
dengan penggunaan rasio.
Maka mungkin yang harus disimpulkan terakhir di sini adalah, wacana
filsafat Islam yang dikembangkan secara sistematis oleh Ibnu Sina (dan filsuf
Islam lainnya), khususnya di bidang ketuhanan adalah salah satu sumbangan
wacana intelektual yang luar biasa.
Wallahu A’lam bishshawab
2. Saran
Makalah ini telah disusun dengan sebaik-baiknya dengan harapan
dapat memberikan manfaat bagi semua pembaca serta penulis sendiri. Namun,
perlu diakui bahwa makalah ini masih memiliki kesalahan dan kekurangan
karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis dalam bidang ini.
Oleh karena itu, kami menyarankan pembaca untuk merujuk sumber-
sumber lain guna meningkatkan pemahaman dan perbaikan di masa depan.
13
DAFTAR PUSTAKA
Admin. “Kajian Kritis Tentang Pemikiran Emanasi Dalam Filsafat Islam Dan
Hubungannya Dengan Sains Modern.” prodi Manajemen Pendidikan Islam
FITK IAIN Palopo, 2015. https://mpi-iainpalopo.ac.id/kajian-kritis-tentang-
pemikiran-emanasi-dalam-filsafat-islam-dan-hubungannya-dengan-sains-
modern/.
Bartens, K. Filsuf-Filsuf Besar Tentang Manusia. Gramedia Pustaka Utama, 2018.
https://books.google.co.id/books?id=1rhSDwAAQBAJ.
Biyanto. FILSAFAT ILMU DAN ILMU KEISLAMAN. Cetakan II. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2018.
Darwis, Maidar. “KONSEP PENDIDIKAN ISLAM DALAM Maidar Darwis.”
Ilmiah DIDAKTIKA XIII, no. 2 (2013): 240–58.
Gozali, Mukhtar. “Agama Dan Filsafat Dalam Pemikiran Ibnu Sina.” Jaqfi: Jurnal
Aqidah Dan Filsafat Islam 1, no. 2 (2016): 22–36.
https://doi.org/https://doi.org/10.15575/jaqfi.v1i2.1712.
Hamka, Hamka. “Sosiologi Pengetahuan: Telaah Atas Pemikiran Karl Mannheim.”
Scolae: Journal of Pedagogy 3, no. 1 (2020): 76–84.
https://doi.org/10.56488/scolae.v3i1.64.
Junaedi, Mahfud. Paradigma Baru Filsafat Pendidikan Islam. 1st ed. Depok:
Kencana, 2017.
Khasanah, Nur, Achmad Irwan Hamzani, and Havis Aravik. “Klasifikasi Ilmu
Menurut Ibn Sina.” SALAM: Jurnal Sosial Dan Budaya Syar-I 7, no. 11
(2020): 993–1008. https://doi.org/10.15408/sjsbs.v7i11.17739.
Kurniawan, Syamsul, and Erwin Mahrus. Jejak Pemikiran Tokoh Islam. Edited by
Aziz Safa. 1st ed. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011.
Mustamin, Kamaruddin. “Filsafat Emanasi Ibnu Sina.” Farabi 16, no. 1 (2019):
75–90. https://doi.org/10.30603/jf.v16i1.1084.
Musyarof, Ibtihadj. Biografi Tokoh Islam. 1st ed. Jakarta: PT. Suka Buku, 2010.
Nur, Abdullah. “Ibnu Sina: Pemikiran Filsafatnya.” Hunafa 6, no. 1 (2009).
Saidah, Elbina Mamla, Hery Kiswanto, and Zainul Muflihin. “Konsep Pemikiran
Pendidikan Akal Ibnu Sina Pada Anak Pra Aqil Baligh.” Al-Aulia: Jurnal
Pendidikan Dan Ilmu-Ilmu Keislaman 7, no. 1 (2021): 27–39.
14
Sanusi, Anwar. Pemikiran Politik Islam. Edited by Anisah. 1st ed. Cirebon: CV.
Elsi Pro, 2021.
Tholkhah, Imam, and Ahmad Barizi. Membuka Jendela Pendidikan; Mengurai
Akar Tradisi Dan Integrasi Keilmuan Pendidikan Islam. 1st ed. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2004.
Zaprulkhan. Pengantar Filsafat Islam. Edited by Nuran Hasanah. 1st ed.
Yogyakarta: IRCiSoD, 2019.
https://books.google.co.id/books?id=Aj27DwAAQBAJ.
15