Buku Manajemen Dan Kepemimpinan Pendidikan
Buku Manajemen Dan Kepemimpinan Pendidikan
Buku Manajemen Dan Kepemimpinan Pendidikan
net/publication/354460342
CITATIONS READS
26 6,281
1 author:
Samsu Samsu
UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
53 PUBLICATIONS 198 CITATIONS
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Samsu Samsu on 16 June 2022.
YXWUXWZ
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang
Hak Cipta
Manajemen dan
Kepemimpinan Pendidikan
iv Manajemen dan Kepeminpinan Pendidikan
ISBN: 978-602-1638-74-3
Kata Pengantar
Penulis
Daftar Isi
YXWUXWZ
xii Manajemen dan Kepeminpinan Pendidikan
Pendahuluan 1
Bab 1
Pendahuluan
Ideal
Real Hidden
Management
Management
Teoritic Implementation
Manajemen Pendidikan
YXWUXWZ
Sejarah Manajemen Pendidikan 9
Bab 2
Sejarah Manajemen Pendidikan
9 Qs. An-Nahl:126.
10 Qs. Al-Ahqaaf, jus, 46: 19
11 Qs. At-Taubah, jus, 9:105.
12 Richard Nicholson, School Management: The Role of the Secondary Head-
teacher, London: Kogan Page, 1989, p. 53
14 Manajemen dan Kepeminpinan Pendidikan
13 Everald, K.B & Morris G (1985), Effective School Management, Paul Chap-
man Publishing Ltd.
14 John Adair, Development Leaders: The Ten Key Principles, terj. Soedjono Tri-
mo, Jakarta: Bumi Aksara, 1993, p. 4-5.
18 Manajemen dan Kepeminpinan Pendidikan
15 John Adair, Development Leaders: The Ten Key Principles, terj. Soedjono Tri-
mo, Jakarta: Bumi Aksara, 1993, p. 5.
Sejarah Manajemen Pendidikan 19
YXWUXWZ
20 Manajemen dan Kepeminpinan Pendidikan
Teori Manajemen Pendidikan 21
Bab 3
Teori Manajemen Pendidikan
1) Kerangka Konsep.
Pelaksanaan manajemen pendidikan yang berlandaskan pada hirar-
ki dan struktur kepemimpinan yang sehat, tidak lain berangkat dari
penerapan ęlosoę (falsafah) kepemimpinannya yang dianut oleh
seorang pemimpin dengan berpegang pada teori-teori manajemen
pendidikan.
Nanang FaĴah (2013)1 yang mengutip pendapat Shrode Dan
Voich (1986), menyatakan bahwa kerangka dasar manajemen meli-
puti : “philosophy, asumptions, principles, and theology, which are basic to
the study of any discipline of management”. Secara sederhana dikatakan
bahwa falsafah merupakan pandangan atau persepsi tentang kebe-
naran yang dikembangkan dari berpikir praktis.
Bagi seorang manajer, suatu teori tentang manajemen sangat
berfungsi dalam memecahkan masalah-masalah yang timbul. Karena
itu, falsafah, asumsi, prinsip-prinsip, suatu teori tentang manajemen
merupakan landasan manajerial yang harus dipahami dan dihayati
oleh manajer. Keterkaitan cara pandang tentang manajemen, falsa-
fah, asumsi, dan prinsip, serta teori-teori dijadikan dasar kegiatan
manajerial.
Secara sederhaha dapat dilihat pada diagram/skema konsep da-
sar manajemen menurut Nanang FaĴah, 2013: 10 di bawah ini.
Pandangan Tentang
Manajemen Sebagai
(Ilmu, Kiat/Seni dan Profesi)
Falsafah Manajemen
(Hakekat, Tujuan, Orang,
Kerja)
Praktik Manajerial
1. Perencanaan (planning)
2. Pengorganisasian (organizing)
3. Pemimpin (leading)
4. Pengawasan(controling)
Sumber-sumber Daya
1. Manusia
2. Sarana
3. Biaya
4. Teknologi
5. Informasi
MUTU,
EFISIENSI,
RELEVANSI,
DAN KREATIVITAS
2. Deskripsi Konsep.
Berdasarkan diagram di atas, kerangka pengetahuan tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a) Esensi Falsafah Manajemen.
Nanang FaĴah (2013) menjelaskan bahwa setiap jenis pengeta-
huan termasuk pengetahuan manajemen mempunyai ciri-ciri yang
24 Manajemen dan Kepeminpinan Pendidikan
5 Tony Bush, Theories Educational Leadership and Management 3rd edition, Lon-
don: Sage Publication, 2003, p. 43.
30 Manajemen dan Kepeminpinan Pendidikan
Most theories of organization grossly simplify the nature of the reality with
which they deal. The drive to see the organization as a single kind of entity
with a life of its own apart from the perceptions and beliefs of those involved
in it blinds us to its complexity and the variety of organizations people create
around themselves (Greeęeld, 1973:571).
YXWUXWZ
38 Manajemen dan Kepeminpinan Pendidikan
Teori Manajemen Pendidikan 39
Bab 4
Konsep dan Teori Kepemimpinan
A. Konsep Kepemimpinan
Ada beberapa konsep yang mendeęnisikan kepemimpinan yang te-
lah dikemukakan oleh para ahli manajemen secara representatif, di
antaranya:
1. C. Turnay mendeęnisikan kepemimpinan sebagai group proses
yang dilakukan oleh seseorang dalam memanaj dan mengin-
spirasikan sejumlah pekerjaan untuk mencapai tujuan organ-
isasi melalui aplikasi teknik-teknik manajemen.1
1 Turney, C., dkk., (1992). The School Manager. Australia: Allen and
Unwen, h. 47.
40 Manajemen dan Kepeminpinan Pendidikan
B. Teori-teori Kepemimpinan
1. Perspektif Sejarah Mengenai Kepemimpinan
Banyak orang telah melakukan penelitian tentang kepemimpinan.
Pada mulanya, para peneliti mencoba menggunakan pendekatan si-
fat atau karakteristik pemimpin, yang kemudian melahirkan “teori
sifat”. Karena penelitian ini belum menghasilkan penemuan yang
konsisten dan belum memuaskan, kemudian mereka menggunakan
pendekatan perilaku dalam penelitiannya, yang kemudian melahir-
kan “teori perilaku”.
a. Pendekatan Sifat
Penelitian kepemimpinan pada tahap awal didominasi dengan
tahun 1940 sampai awal tahun 1950. Para peneliti di Universitas Ohio
State ini merancang suatu angket untuk menilai persepsi bawahan
terhadap perilaku pemimpin yang aktual. Studi ini membagi dua di-
mensi perilaku pemimpin yaitu:
a) Consideration behavior (gaya penuh perhatian, yang mirp dengan
employee centered leader behavior) yaitu berkaitan dengan saling
mempercayai, penghargaan, dan kehangatan antara pemimpin
dan bawahan. Pertimbangan perilaku pemimpin ini meliputi
kepercayaan, saling menghargai, persahabatan, dukungan, dan
memperhatikan kesejahteraan karyawan.
b) Initiating-structure behavior (gaya memprakarsai suatu stuk-
tur, yang mirip dengan job-centered leader behavior) yaitu cara
pemimpin melukiskan hubungannya dengan bawahan dalam
menetapkan pola organisasi, saluran kamunikasi, metode, dan
prosedur. Pemrakarsa struktur ini berkaitan dengan sejauh mana
pemimpin mengorganisir dan menentukan tugas, menetapkan
cara penyelesaian tugas, membentuk jaringan komunikasi, dan
menilai prestasi kelompok.
3. The Managerial Grid
The managerial Grid (kisi-kisi manajerial) ini dikembangkan oleh Rob-
ert R. Blake dan Jane Srygley Mouton. Kisi-kisi manajerial ini terdiri
dari dua demensi, yaitu perhatian pada produksi (production) dan
orang (people). Masing-masing dinyatakan sebagai satu rangkaian ke-
satuan pada skala 1 sampai 9 yang berinteraksi satu sama lain.
Dari kesembilan skala tersebut, dapat diambil lima gaya
pemimpin, yaitu:
a) Impoverished Management (gaya pemimpin miskin) yang merupa-
kan gaya yang kurang efektif, yang ditandai dengan perhatian
yang redah terhadap orang dan rendah terhadap tugas/ produk.
Gaya kepemimpinan ini pada dasarnya menunjukkan tidak
adanya keterlibatan pemimpin, baik kepada bawahan maupun
hasil.
Konsep dan Teori Kepemimpinan 49
YXWUXWZ
Bab 5
Faktor dan Tipe Kepemimpinan
A. Faktor-faktor Kepemimpinan
Seseorang yang menduduki profesi pemimpin, khususnya pemimpin
pendidikan, dalam menjalankan tugas kepemimpinannya dipengar-
uhi oleh faktor-faktor yang mewarnai pola kepemimpinan sebagai
berikut:
1. Faktor-faktor legal
2. Kondisi sosial ekonomi dan konsep-konsep pendidikan
3. Hakekat dan atau ciri lembaga pendidikan
4. Kepribadian pemimpin pendidikan dan latihan-latihan
5. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam teori pendidikan
6. Kepribadian dan training pemimpin pendidikan. 1
1. Faktor-faktor Legal
Seseorang yang menduduki jabatan pemimpin pendidikan akan
berhadapan dengan peraturan-peraturan formal dari instansi struk-
tural yang berada di atasnya. Di Indonesia, falsafah Pancasila, UUD
1945, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, dan undang-undang
lainnya akan mempengaruhi pola kepemimpinan pendidikan. De-
mikian pula dalam kaitannya dengan standar yang berkaitan den-
gan pengangkatannya sebagai pemimpin pendidikan. Misalnya yang
berhubungan dengan sertiękasi, pola penyeleleksian, kualiękasi
profesional dan tuntutan lainnya. Hal ini akan berpengaruh dalam
kepemimpinan pendidikan seseorang.
2. Kondisi Sosial Ekonomi dan Konsep-konsep Pendidikan
Faktor ini terdiri atas dua macam, yaitu :
a. Kondisi sosial ekonomi yang memungkinkan tesedianya sum-
ber-sumber dan fasilitas pendidikan. Bantuan individu mau-
pun masyarakat terhadap pendidikan dalam hal fasilitas akan
membantu juga memperlancar jalannya pendidikan. Faktor so-
sial ekonomi pemimpin pendidikan juga akan mewarnai pola
kepemimpinannya.
b. Konsep tujuan pendidikan para pemimpin masyarakat dan
para warga pada umumnya akan berpengaruh terhadap pola
kepemimpinan. Termasuk pemahaman pemimpin itu sendiri ter-
hadap tujuan pendidikan akan mewarnai tindakan kepemimpi-
nannya.
3. Hakekat dan atau Ciri Lembaga Pendidikan
Faktor ini berkaitan dengan ciri dan atau hakikat para staf, peserta
didik dan jenis lembaga pendidikan, yang tentunya akan mempen-
garuhi kepemimpinan pendidikan. Sistem administrasi, kurikulum
yang digunakan dan pendekatan yang digunakan dalam sistem pen-
didikan akan berpengaruh juga terhadap sistem kepemimpinan pen-
didikan.
4. Kepribadian Pemimpin Pendidikan dan Latihan-latihan
Faktor dan Tipe Kepemimpinan 59
B. Tipe-tipe Kepemimpinan
Berbagai teori dan faktor yang telah dikemukakan mengenai
kepemimpinan tersebut tentu memiliki perbedaan sesuai dengan
situasi dan kondisi yang diteliti. Dan masing-masing teori memiliki
kelebihan dan kelemahan. Oleh karena itu, seorang pemimpin organ-
isasi yang baik harus mengetahui teori-teori kepemimpinan tersebut,
dan mampu menganalisis bagaimana pola kepemimpinan yang da-
pat diterapkan pada situasi organisasinya, sehingga dapat mencapai
keefektifan organisasi yang dipimpinnya.
Artinya, seorang pemimpin sangat perlu mempelajari tentang
teori-teori kepemimpinan ini, dan tentunya tidak ada satu pola
kepemimpinan saja yang paling baik. Seorang pemimpin harus
mampu menentukan pola kepemimpinannya yang dapat meningkat-
kan efektivitas dan eęsiensi organisasi yang dipimpinnya.
Pimpinan suatu organisasi merupakan orang yang bertanggung
jawab secara penuh terhadap berhasil atau tidaknya organisasi terse-
but dalam mewujudkan organisasi yang berkualitas. Tanggung jawab
pimpinan tersebut tentulah tidak dapat dilakukan sendiri, akan tetapi
66 Manajemen dan Kepeminpinan Pendidikan
1) Tipe Otoriter
Yaitu suatu bentuk kepemimpinan yang mempunyai hak dan kekua-
saan penuh untuk bertindak dan memerintah. Tipe seperti ini suka
memaksakan kehendaknya tanpa terlebih dahulu berkonsultasi
dengan yang lain dan sulit menerima pendapat orang lain. Namun
untuk sebuah organisasi yang para anggotanya bersifat menunggu
perintah, maka tipe ini cukup dibutuhkan.
Dalam tipe kepemimpinan otoriter ini, seorang pemimpin lebih
bersifat ingin berkuasa, dan akibatnya suasana perguruan tinggi se-
lalu tegang. Pemimpin sama sekali tidak memberi kebebasan kepada
Faktor dan Tipe Kepemimpinan 69
2) Tipe Laissez-faire
Sifat kepemimpinan tipe ini seolah-olah tidak muncul, karena
pemimpin memberikan kebebasan yang penuh kepeda para ang-
gotanya dalam melaksanakan tugasnya, dan bawahan dalam hal ini
mempunyai peluang besar untuk membuat keputusan.
Dengan demikian, gaya kepemimpinan laissez faire ini meru-
pakan tipe seorang pemimpin yang tidak banyak berusaha untuk
menjalankan kontrol atau pengaruh terhadap para anggota kelom-
pok, dan pusat kekuasaan lebih banyak bertumpu pada anggota
organisasi. Para anggota kelompok biasanya akan bekerja menurut
kehendaknya masing-masing tanpa prosedur dan pedoman kerja
yang jelas. Dalam hal ini, tipe kepemimpinan seperti ini tentunya
juga tidak sesuai dengan semangat yang seharusnya tumbuh dalam
suatu organisasi.
3) Tipe Demokratis
Dalam tipe ini, golongan pelaksana berpartisipasi penuh dalam men-
capai tujuan organisasi tanpa ada rasa paksaan. Di samping itu, juga
turut mengembangkan pemikiran-pemikiran dalam menentukan
atau memutuskan metode-metode yang terbaik dalam melaksana-
kan pekerjaan. Dan selalu mendengarkan pendapat bawahan dalam
70 Manajemen dan Kepeminpinan Pendidikan
merata.
3. Tipe Kepemimpinan Paternalitas
Tipe ini seperti bapak, yaitu pendidik, pengasuh, pembimbing, pe-
nasehat, tukang memerintah, dan juga kurang mau menerima penda-
pat bawahannya. Hal itu disebabkan karena pemimpin menggang-
gap para bawahannya adalah orang yang belum dewasa dan belum
mampu memecahkan persoalan. Akibatnya, para pengikutnya selalu
merasa ketergantungan terhadap pemimpin, dan merasa kurang
gairah dalam organisasi itu.
4. Tipe Kepemimpinan Militeristis
Tipe ini adalah ciri dari kepemimpinan yang kaku, karena dalam
mengarahkan bawahannya selalu bergantung pada pangkat dan ja-
batannya, senang pada formalitas yang berlebihan dan tidak mau
dikritik, juga menggemari penghormatan yang berlebihan pula.
5. Tipe Kepemimpinan Kharismatis
Suatu tipe kepemimpinan yang mempunyai daya tarik yang amat
besar terhadap para pengikutnya, seakan-akan dalam diri pemimpin
itu ada sesuatu kekuatan yang sangat luar biasa. Kelemahannya ada-
lah para bawahan tidak ada yang dapat mengusulkan pendapat, sa-
ran, dan pemikirannya.
6. Tipe Kepemimpinan yang Terbuka
Dalam pengambilan keputusan, keputusan tetap berada di tangan
pimpinan. Sebelum mengambil keputusan, hal itu terlebih dahulu
dimusyawarahkan agar persoalan tersebut turut dirasakan dan dike-
tahui, dan para bawahannya dapat memberikan saran dan pendapat
untuk kemajuan organisasi.
7. Tipe Kepemimpinan Partisan
Merupakan corak kepemimpinan yang suka memihak, akan selalu
ada pro dan kontra terhadap persoalan. Sifatnya selalu suka berde-
bat, banyak bicara, propagandis, dan selalu mempertahankan penda-
patnya.
8. Tipe Kepemimpinan Marketing
72 Manajemen dan Kepeminpinan Pendidikan
YXWUXWZ
Faktor dan Tipe Kepemimpinan 73
Bab 6
Keterampilan yang harus dimiliki
oleh Pemimpin
A. Keterampilan Konseptual
Keterampilan konseptual (conceptual skills=C), yaitu kemampuan
B. Keterampilan Manusiawi
Keterampilan manusiwasi (human skills=H), yaitu kemampuan
pimpinan untuk memahami, mengadakan kerjasama, dan mendor-
ong bawahan baik secara individual maupun secara kelompok untuk
bekerja sama mencapai tujuan organisasi.
Persoalan manusia termasuk bawahan merupakan faktor yang
sangat unik untuk dikaji dalam proses kepemimpinan. Pemimpin
yang sukses adalah pemimpin yang mampu membawa bawahan se-
Keterampilan yang harus dimiliki oleh Pemimpin 75
C. Keterampilan Teknis
Keterampilan teknis (technical skills=T), yaitu kemampuan pimpinan
untuk menggunakan peralatan, melakukan kegiatan sesuai dengan
prosedurnya, dan penguasaan secara teknis di bidang yang dip-
impinnya.
Pemimpin kebanyakan bukan berasal dari teknisi, maka apa-
bila ini yang terjadi dalam suatu organisasi, pemimpin harus mam-
pu menyesuaikan diri dengan situasi organisasi yang dihadap-
inya. Pemimpin sedikit-banyaknya harus mengetahui mekanisme
atau prosedur kerja yang dimiliki. Tanpa keterampilan ini, dalam
kepemimpinan, seorang pemimpin akan sulit menyesuaikan diri
dengan tuntutan kerja yang progresif dan insidental.
Top Management CP T H
Middle Management CP T H
Lower Management CP T H
YXWUXWZ
Keterampilan yang harus dimiliki oleh Pemimpin 77
Bab 7
Pemimpin dan Gaya Kepemimpinan
7 Safii Antonio, 2007. The Super Leader the Super Manager, Jakarta: Tazkia
Multimedia & ProLM Centre.
8 Said Hawwa, 2003. Ar-Rasul Sallallahu ‘Alaihi Wasallam, Jakarta: Gema In-
sani Press.
Pemimpin dan Gaya Kepemimpinan 87
9 Abdullah Hasan dan Ainon Mohd, 2003. Teori dan teknik kepemimpinan:
Panduan aplikasi di tempat kerja, Pahang Darul Makmur: PTS Professional.
10 Abdullah Hasan dan Ainon Mohd, 2005. Teori dan teknik kepemimpinan:
Panduan aplikasi di tempat kerja, Pahang Darul Makmur: PTS Professional.
11 Tofan Agung Eka P, 2009. Kepemimpinan, Globalisasi dan Keperawatan, Jem-
ber: Universitas Jember.
88 Manajemen dan Kepeminpinan Pendidikan
tenaga kerja secara umum takut pada pemimpin seperti ini, inisiatif
dan kreativitas individu terabaikan.
Menurut Abdullah Sani Yahya, dkk (2007) 12 pemimpin yang
mengamalkan gaya kepemimpinan autokratik memberikan kepu-
tusan yang berbentuk perintah dan pengikutnya mesti patuh pada
arahan yang diberikan tanpa banyak soal.
Menurut Ishak Mad Shah (2006)13 tingkah laku kepemimpinan
autokratik adalah gaya kepemimpinan yang terlampau memimpin
dicirikan dengan menetapkan semua kebijakan, tugas dan rekan ker-
ja, menentukan teknik dan langkah ke arah pencapaian tujuan, ber-
sikap pribadi dalam memberikan pujian dan kritikan terhadap kerja
setiap anggota tanpa memberikan alasan yang obyektif.
Gaya kepemimpinan autokratis adalah gaya kepemimpinan
yang menggunakan kekuatan jabatan dan kekuatan pribadi secara
otoriter. Melakukan sendiri semua perencanaan tujuan dan mem-
buat keputusan dan memotivasi bawahan dengan cara paksaan,
sanjungan, kesalahan dan penghargaan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Gaya kepemimpin ini tidak sesuai dengan keadaan
masyarakat sekarang. Globalisasi membutuhkan para pemimpin
yang dapat membuat para pengikutnya dapat bekerja secara efektif
dan eęsien.dibutuhkan banyak inisiatif dan kreativitas yang tinggi
dalam menghadapi persaingan global. Jika tidak maka kita akan ters-
ingkir dan terseleksi dengan mudah.
Gaya kepemimpinan autokratik dapat diterapkan dalam beber-
apa situasi. Pemimpin autokratik dibutuhkan bagi staf baru, dalam
situasi kritis dan dan tidak ada waktu untuk menentukan keputusan
kelompok. Pemimpin autokratis bekerja dengan sangat baik pada
12 Abdullah Sani Yahya, dkk., 2007. Guru sebagai pemimpin, Malawati Kuala
Lumpur: PTS Professional.
13 Ishak Mad Shah, 2006. Kepemimpinan dan hubungan interpersonal dalam or-
ganisasi, Malaysia: Universiti Teknologi Malaysia.
Pemimpin dan Gaya Kepemimpinan 89
saat krisis dan dalam situasi genting (musibah) mereka telah memi-
liki reputasi untuk mampu menyelesaikan tugas yang sulit.
Teori X dan Y oleh McGregor (1960 ), berdasarkan teori X men-
erangkan gaya manajemen yang bersifat autokratik berdasarkan an-
daian mengenai individu berhubung dengan kerjanya.
1. Manusia secara amnya adalah malas dan selalu cuba mengelak-
kan diri dari membuat sebarang kerja dan mesti dipaksa dan di-
arah untuk melaksanakan tugas.
2. Manusia golongan ini tidak rnempunyai kreativiti, tidak ber-
cita-cita tinggi, suka melarikan diri daripada tanggungjawab
dan suka diarah (Jaafar,l997, Razali 1996 dan Lunenberg &
Ornstein,1996).
14 Abdullah Hasan dan Ainon Mohd, 2003. Teori dan teknik kepemimpinan:
Panduan aplikasi di tempat kerja, Pahang Darul Makmur: PTS Professional.
15 Abdullah Hasan dan Ainon Mohd, 2005. Teori dan teknik kepemimpinan:
Panduan aplikasi di tempat kerja, Pahang Darul Makmur: PTS Professional.
16 Tofan Agung Eka P, 2009. Kepemimpinan, Globalisasi dan Keperawatan, Jem-
ber: Universitas Jember.
17 Abdullah Sani Yahya, dkk., 2007. Guru sebagai pemimpin, Malawati Kuala
Lumpur: PTS Professional.
18 Ishak Mad Shah, 2006. Kepemimpinan dan hubungan interpersonal dalam or-
ganisasi, Malaysia: Universiti Teknologi Malaysia.
90 Manajemen dan Kepeminpinan Pendidikan
19 Abdullah Hasan dan Ainon Mohd, 2003. Teori dan teknik kepemimpinan:
Panduan aplikasi di tempat kerja, Pahang Darul Makmur: PTS Profession-
al.
20 Abdullah Hasan dan Ainon Mohd, 2005. Teori dan teknik kepemimpinan:
Panduan aplikasi di tempat kerja, Pahang Darul Makmur: PTS Professional.
Pemimpin dan Gaya Kepemimpinan 91
pat memaksa bawahan atau staf untuk bekerja sesuai dengan kendali
pemimpin.
Dalam konteks ini, bawahan, staf atau pekerja hanya akan be-
kerja apabila ada perintah dan pimpinan. Apabila pemimpin dan
perintah tidak ada, maka ada kecenderungan bawahan, staf atau pe-
kerja tidak melakukan aktivitas yang berarti.
26 Nurkholis. 2002. Manajemen Berbasis sekolah: Teori, model dan aplikasi. Ja-
karta: Grasindo.
27 Hasanuddin Rahman Daeng Naja.2004. Manajemen fit dan proper test.Yog-
yakarta: Pustaka Widyatama.
98 Manajemen dan Kepeminpinan Pendidikan
28 Bush & Glover dalam Jacky Lumby with Marianne Coleman. 2007. Lead-
ership and diversity: challenging theory and practice in education. London.
29 Thomas J. Barry.1997. Total quality organization: Balance and harmony for
excellence. Kuala Lumpur: Gains Prints Sdn. Bhd.
30 Ahmad Fadzli bin Yusof & Amin bin Idris.2007. Paduan dan asas untuk
pemimpin berwibawa. Kuala Lumpur: PTS Millennia Sdn Bhd.
Pemimpin dan Gaya Kepemimpinan 99
Partisipatif
Pemimpin
Menginspirasi ataupun mendorong
Menyatakan komitmen
Partisipatif
Lebih banyak komunikasi ke atas dan juga sering komunikasi mendatar
Menggunakan kuasa personality
Mendorong dan meminta
Pengikut bertindak karena mereka sadardan mau melakukannya
Menghasilkan sesuatu melebihi jangkaan
31 Lynn Marotz dan Amy Lawson. 2007. Motivational leadership in early child-
hood education. USA: Thomson.
100 Manajemen dan Kepeminpinan Pendidikan
YXWUXWZ
38 Hersey, P., Blancard, K.,and Johnson, D., 1996. Management of organisa-
tional behaviour: Utilising human resources, Englewood Cliffs, NJ: Prentic=e-
Hall.
Pemimpin dan Gaya Kepemimpinan 103
Bab 8
Perilaku Organisasi Pendidikan
organisasi.
1) Strategi berdasarkan tujuan dilakukan dengan melihat tujuan
dari interaksi kelompok, apakah bersifat kompetisi, kolaborasi,
akomodasi, avoidans, atau kompromi.
2) Strategi berdasarkan lokasi yaitu bahwa seorang pemimpin me-
lihat bagaimana produktivitas kelompok apabila kedua kelom-
pok itu didekatkan atau dipisahkan.
3) Strategi berdasarkan sumber dilakukan dengan melihat dari segi
alat-alat yang digunakan oleh masing-masing kelompok, apakah
lengkap atau tidak.
4) Strategi berdasarkan individu dan kelompok dilakukan dengan
melihat orangnya, yaitu bagaimana menempatkan orang yang
sesuai dengan posisinya (the right man on the right job).
5) Strategi berdasarkan organisasi adalah bagaimana upaya
mengembangkan peran-peran, dengan membuat aturan dan
prosedur yang jelas.
YXWUXWZ
108 Manajemen dan Kepeminpinan Pendidikan
Perilaku Organisasi Pendidikan 109
Bab 9
Kerjasama Dalam Organisasi
A. Pengertian Kerjasama
Kerjasama pada hakikatnya merupakan landasan utama dalam ke-
hidupan organisasi, karena manusia adalah makhluk sosial yang
hidup dalam masyarakat. Implikasinya, bahwa proses manajemen
harus disesuaikan dengan tata cara kehidupan kelompok. Asas ker-
jasama hendaknya menjiwai proses manajemen dan kepemimpinan
dalam organisasi.
Istilah kerjasama (cooperation) merupakan suatu asas yang pent-
ing dalam proses manajemen. Kerjasama berlangsung dalam suatu
proses kelompok (group process), di mana para anggota kelompok
mengadakan hubungan satu sama lain dan berpartisipasi, memberi-
kan sumbangan untuk mencapai tujuan bersama.
Proses kelompok atau proses kerjasama mengandung segi-segi
relasi, interaksi, partisipasi, kontribusi, afeksi, dan dinamika. Tiap
individu berhubungan satu sama lain, masing-masing memberi-
110 Manajemen dan Kepeminpinan Pendidikan
YXWUXWZ
116 Manajemen dan Kepeminpinan Pendidikan
Kerjasama dalam Organisasi 117
Bab 10
Penghargaan (Reward)
Dari kedua pengertian ini, akan kelihatan bahwa sistem pada hakeka-
tnya mengandung unsur keterikatan dari bagian-bagian yang berjalan
secara teratur. Sistem pada kebanyakan organisasi biasanya dilem-
bagakan melalui catatan tertulis, kebijakan dan prosedur-prosedur.3
Berangkat dari pengertian ini, maka reward sebagai sebuah sistem da-
pat dipandang sebagai unsur pemberian atau penerapan reward den-
gan segala bentuk atau bagiannya saling terikat atau memberi kon-
tribusi pada kebangunan atau disain kinerja staf agar dapat berjalan
secara teratur. Dengan kata lain dapat memberikan pengaruh pada
peningkatan kualitas kerja dan peningkatan kualitas perguruan ting-
gi. Dengan demikian, sistem reward dalam perspektif peningkatan ki-
nerja staf yang dimaksud di sini adalah suatu upaya memotivasi staf
dengan membangun harapan yang jelas melalui pemberian sejumlah
reward yang memadai dari sisi jumlah, jenis, dan ragam yang diberi-
kan sesuai dengan standar dan ukuran-ukuran tertentu agar dapat
meningkatkan kinerja di lembaga perguruan tinggi. Ukuran-ukuran
ini dilihat dari sisi prestasi kerja dan tingkat kelalaian kerja.
Sistem reward ini merupakan salah satu kajian manajemen yang
perlu diperhatikan dan memperoleh penekanan yang cukup serius,
mengingat bahwa pengelolaan Sistem reward merupakan fungsi pent-
ing di dalam organisasi, dan biasanya merupakan tanggung jawab
bagian keuangan atau departemen sumber daya manusia. Simamora4
mengatakan bahwa karyawan umumnya dibayar setara dengan kual-
iękasi-kualiękasi yang relevan dengan pekerjaan dan jumlah orang
dalam angkatan tenaga kerja yang memiliki kualiękasi-kualiękasi
ini. Reward juga ditentukan oleh keahlian dan upaya yang dibutuh-
kan untuk menunaikan sebuah pekerjaan dan tingkat pekerjaan terh-
5 Ibid, hal.541.
6 T. Hani Handoko, Manajemen, Edisi Kedua. Yogyakarta: BPFE Yogya-
karta, 1999, hal. 251.
120 Manajemen dan Kepeminpinan Pendidikan
Theȱ Theȱ
Employeeȱ Organizationȱ
TangibleȱandȱIntangibleȱRewards:ȱ
SdeȱPayȱ
Benefitsȱ
Vacationȱ
ApportunitiesȱforȱCreativityȱ
OccasionsȱforȱSocialȱContributionȱ
Sistem reward yang baik adalah sistem yang mampu menjamin kepua-
san para anggota lembaga perguruan tinggi yang pada gilirannya me-
mungkinkan lembaga perguruan tinggi memperoleh, memelihara,
dan mempekerjakan sejumlah orang yang dengan berbagai sikap dan
perilaku8 positif bekerja bagi kepentingan lembaga perguruan tinggi.
Jika para anggota lembaga perguruan tinggi diliputi oleh rasa tidak
puas atas reward yang diterimanya, dampaknya bagi organisasi akan
sangat bersifat negatif. Artinya, jika ketidakpuasan tersebut tidak
terselesaikan dengan baik, merupakan hal yang wajar apabila para
anggota organisasi menyatakan keinginan untuk memperoleh reward
yang bukan saja jumlahnya lebih besar, akan tetapi juga lebih adil.
Dikatakan wajar, sebab ada kaitannya dengan berbagai segi kehidu-
pan kekayaan para anggota organisasi seperti prestasi kerja, keluhan,
tingkat kemangkiran yang tinggi, seringnya terjadi kelalaian dalam
melaksanakan tugas bahkan pemogokan serta keinginan pindah bek-
erja ke lembaga perguruan tinggi atau tempat pekerjaan yang lain.
Kalaupun para staf tidak meninggalkan lembaga perguruan tinggi
dan pindah ke lembaga perguruan tinggi lain, yang sangat mungkin
terjadi ialah timbulnya berbagai masalah dalam kekaryaannya yang
bersifat psikologis, teknis dan administratif. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa tolok ukur atau indikator kinerja staf tersebut ren-
dah apabila waktu, usaha, pengetahuan, keterampilan (skill), kreativ-
itas, dan energi yang diberikan terhadap lembaga perguruan tinggi
rendah. Dengan kata lain, prestasi kerja yang diberikan rendah, ser-
ing mengeluh, mangkir, dan turnover.
Apabila suatu lembaga perguruan tinggi menghadapi hal ini
dan tidak mampu meningkatkan dan menerapkan suatu bentuk re-
ward yang dapat memuaskan staf, lembaga perguruan tinggi bukan
hanya akan kehilangan tenaga-tenaga terampil dan berkemampuan
tinggi, akan tetapi juga akan kalah bersaing di pasaran tenaga ker-
ja. Jika situasi demikian terus berlanjut, lembaga perguruan tinggi
yang bersangkutan tidak akan mampu menghasilkan produk yang
memungkinkannya mencapai tujuan dan berbagai sasarannya. Se-
cara spesięk, reward dapat mempengaruhi perilaku yang menentu-
kan keefektifan lembaga perguruan tinggi. Cara pemberian reward
mempengaruhi kemangkiran (absenteeism), produktivitas, dan mutu
Penghargaan (Reward) 125
pekerjaan staf.9 Dari kondisi ini, kelihatan bahwa salah satu fungsi
manajemen sumber daya manusia yang harus diperhatikan secara
serius adalah penentuan reward bagi para staf, mengingat reward ini
dinilai berpengaruh pada pembentukan kinerja staf dan peningkatan
kualitas lembaga perguruan tinggi. Bentuk reward yang diberikan
dalam wujud reward.
Ada beberapa terminologi atau istilah yang dapat digunakan
atau menjadi bagian reward ini, 10yaitu:
1) Gaji. Gaji (salary) staf umumnya berlaku untuk tarif bayaran
mingguan atau bulanan (tidak terlepas dari lvolume kerja, ting-
kat kehadiran, dan aktivitas mengajar).
2) Insentif. Insentif (incentive) adalah tambahan-tambahan reward di
luar gaji staf yang dapat atau mungkin diberikan oleh lembaga
perguruan tinggi, di mana staf berada di dalamnya. Program
insentif biasanya diberikan kepada staf atas adanya aktivitas-
aktivitas kependidikan di lembaga perguruan tinggi. Tujuan
utama dari pemberian program isentif ini adalah untuk men-
dorong atau mengimbali produktivitas, disiplin, dan partisipasi
kerja staf di lembaga perguruan tinggi. Program insentif yang
diperuntukkan bagi staf ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu 1)
program insentif staf secara individual yang diberikan berdasar-
kan atas capaian prestasi kerja staf antara lain pencapaian nilai
akhir siswa yang baik didasarkan atas ukuran-ukuran dan batas
minimal perolehan yang ditargetkan oleh lembaga perguruan
tinggi, 2) program insentif kelompok yang dialokasikan sesuai den-
gan tingkat lamanya pengabdian staf mengajar (senioritas) di
lembaga perguruan tinggi yang juga ditandai dengan profesion-
alitas kerja yang ditampilkan.
3) Tunjangan. Tunjangan (beneęt) merupakan bentuk reward lain
yang dapat diberikan kepada staf atas imbalan jasa yang diberi-
kan kepada lembaga perguruan tinggi. Bentuk tunjangan yang
dapat diberikan oleh lembaga perguruan tinggi tersebut, antara
lain, Asuransi kesehatan dan jiwa, liburan-liburan yang ditang-
gung oleh lembaga perguruan tinggi, dan sebagainya.
4) Fasilitas. Fasilitas (facilities) merupakan sarana penunjang yang
menjadi alat pemuas dan memberikan kenikmatan/kenyaman
staf dalam melaksanakan tugas sehari-hari, seperti bis lembaga
perguruan tinggi, tempat parkir khusus, meja dan ruang khusus
diperuntukkan bagi staf secara individual. Sedangkan punish-
ment dapat dilihat dari sisi bentuk dan berat ringannya hukuman
yang diberikan kepada staf yang kurang atau tidak memiliki
kinerja yang baik. Dengan demikian, kedua fungsi manajemen
sumber daya manusia staf ini harus diperhatikan secara baik di
lembaga perguruan tinggi.
13 Paul Hersey dan Ken Blanchard, (terj.), Manajemen Perilaku Organisasi. Ja-
karta: Erlangga, 1990, hal. 15.
14 Hoy dan Wiskel, Education Adminstration. New York: Random House,
1978, hal. 116.
15 Mowday, at all., dalam Ricky W. Griffin dan Gregory Morhead, Organiza-
tional Behavior. USA: Houghton Mifflin Company, 1986, hal. 217.
128 Manajemen dan Kepeminpinan Pendidikan
19 Mc. Donald dalam Syaiful Bahri, Prestasi Belajar dan Kompetensi Staf. Sura-
baya: Usaha Nasional, 1994, cet. 1, hal. 34.
Penghargaan (Reward) 131
ruan tinggi tidak mampu memotivasi staf agar memiliki kinerja yang
efektif. Dengan demikian, dalam meningkatkan motivasi bagi staf di
lembaga perguruan tinggi melalui penerapan sistem reward ada be-
berapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu 1) keadilan eksternal, 2)
keadilan internal, 3) keadilan individu. Jenis-jenis keadilan ini, diper-
lukan untuk membangun harapan staf terhadap sistem reward agar
dapat dibangun motivasi yang kuat.
Menurut Lawler 26ancangan yang paling mampu membantu
kita mengerti bagaimana orang berkembang dan bertindak menurut
pola mentalnya disebut teori pengharapan. Selintas teori ini sangat
kompleks; akan tetapi sebenarnya teori tersebut merupakan seren-
tetan pengamatan atau perilaku yang gamblang.
Ada tiga konsep yang merupakan tonggak terpenting dalam pe-
nyusunan teori ini, yaitu:
1) Pengharapan hasil prestasi; konsep ini memberi pemahaman bah-
wa individu yakin atau berharap akan memperoleh sesuatu jika
mereka berbuat begini dan begitu.
2) Daya pikat; setiap akibat mengandung daya pikat bagi individu
tertentu, dan daya pikat itu berbeda untuk bermacam-macam in-
dividu. Ini dapat dibenarkan karena nilai akibat dihasilkan oleh
kebutuhan dan persepsi individual, yang mencerminkan faktor
yang berlainan dalam kehidupan setiap individu.
3) Pengharapan berkenaan dengan upaya dan prestasi; individu ber-
harap setiap perilakunya akan ikut membawanya kepada ke-
berhasilan. Pengharapan ini menunjukkan persepsi individu
tentang bagaimana sukarnya mencapai perilaku yang demikian
itu dan kemungkinan tercapainya dengan sukses perilaku itu
baginya.
Jika konsep tersebut dipadukan, maka akan kelihatan bahwa ti-
tik kekuatan motivasi seseorang akan tercapai apabila (1) ia percaya
27 Cece Wijaya dan A. Tabrani Rusyan, Kemampuan Dasar Staf dalam Proses
Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosda Karya, 1991, hal.7-8.
28 Menurut Oemar Hamalik yang dikutip oleh Cece Wijaya dan A. Tabrani
Rusyan, Kemampuan Dasar Staf dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung:
Remaja Rosda Karya, 1991, hal. 9, menjelaskan bahwa staf sebagai jabatan
profesional memerlukan keahlian khusus karena sebagai suatu profesi,
staf harus memiliki syarat profesional. Adapun syarat-syarat tersebut
meliputi 1) persyaratan fisik yaitu jasmani yang artinya staf harus ber-
badan sehat dan tidak memiliki penyakit menular yang membahayakan,
2) persyaratan psikis, yaitu sehat rohani yang artinya tidak mengalami
gangguan jiwa atau pun kelainan, 3) persyaratan mental, yaitu memiliki
sikap mental yang bai terhadap profesi kependidikan, mencintai dan
mengabdi serta memiliki dedikasi yang tinggi pada tugas dan jabatan-
nya, 4) persyaratan moral, yaitu memiliki budi pekerti yang luhur dan
memiliki sikap susila yang tinggi, 5) persyaratan intelektual, yaitu memi-
138 Manajemen dan Kepeminpinan Pendidikan
liki pengetahuan dan keterampilan yang tinggi yang diperoleh dari lem-
baga pendidikan tenaga kependidikan, yang memberi bekal guna menu-
naikan tugas dan kewajibannya sebagai pendidik.
29 Ibid, hal. 9-10.
Penghargaan (Reward) 139
Juga di dalam surat Al-Baqarah: 141, Allah SWT juga telah ber-
ęrman:
Ô2È)×_[ % 1ÅVXT Õ0W_[ W% RNP
Artinya: “Telah berlalu segala apa yang diusahakannya, dan bagimu
apa yang kamu usahakan.” (Qs. Al-Baqarah: 141).
XkØ5ri |¦°% \Wj¦¡W5 |><V" YXT QQWm¦\)[ Xq |^W"XÄ \-k°Ù §×W*×XT
¨º×q)] r¯Û \j_[ÝÙ §××V" YXT |^ÙkV¯ ]C_ÕOU \- C¦ÕOU XT
Karakteristik
Bekerja dalam
Islam
Dalam kaitan dengan kinerja yang maksimal (baik) ini, ada beberapa
ayat yang mendukungnya, antara lain di dalam Al-Qur’an surat At-
Taubah ayat 105 yang berbunyi:
Penghargaan (Reward) 151
§ª©®¨ WDSÉ \-ØÈV" Ø/ÅÊ=Å \-¯ ÅÄ ¯OWAÄkVÙ ®Q\iSMXT ª ÙkWÓÙ ª2¯ Wà rQ¯ |ETwjXnÅ,\yXT
38 Anonim, Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Depag RI, 1989, hal. 298.
39 Muhammad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi (terj.) jilid II. Sema-
rang: Toha Putra, 1987, hal 32.
40 Abdul Amin Hamdi Hadi, Al-Fikrul Idaratul Islamiyah Walmaqarin. Mesir:
Darul Fikrul Arabi, 1975, hal. 151.
41 Mustafa Husni As-Siba’i, Kehidupan Sosial Menurut Islam. Bandung: Dipo-
negoro, 1993, hal. 157.
42 Ahmad Al-Basyuni, Op.Cit, hal. 201.
43 Abdul Aziz Al-Khayyath, Etika Bekerja Dalam Islam. Jakarta: Gema Insani
Press, 1994, hal. 13.
44 At-Tamimi, Nilai Kerja Dalam Islam. Jakarta: Pustaka Mantiq, 1993, hal.
31.
45 Mahmud Syalabi, Kepribadian Rasulullah SAW. Solo: Pustaka Mantiq, 1997,
hal 350.
46 Toto Tasmara, Etos Kerja Pribadi Muslim. Jakarta: Jamiatul Ikhwan, 1993,
hal. 18.
47 Mochtar Effendi, Op. Cit, hal. 57.
48 Al-Basyuni Ahmad, Op. Cit, hal. 202.
152 Manajemen dan Kepeminpinan Pendidikan
Artinya: “Tiada suatu hari yang menjemputku untuk mati yang aku
sangat sukai kecuali hari ketika aku berbisnis untuk keluargaku, baik
sedang menjual atau membeli”.
49 Al-Khayyath, Abdul Aziz, Etika Bekerja Dalam Islam (Jakarta: Gema Insani
Press, 1994),hal. 13.
50 At-Tamimi, Nilai Kerja Dalam Islam (Jakarta: Pustaka Mantiq, 1993), hal.
32.
51 Al-Basyuni, Ahmad, Op. Cit, hal. 206.
52 Sunarto, Ahmad, dkk, Terjemah Shahih Bukhari (Semarang: As-Syifa,
1992).
53 Op.Cit, hal. 209.
Penghargaan (Reward) 153
YXWUXWZ
Bab 11
Manajemen KonĚik
A. Pengertian KonĚik
GriĜn menyatakan bahwa “conĚict as a special type of intergroup inter-
action in which groups perceive that their aĴempts to accomplish their goals
are being blocked by another group “artinya, konĚik merupakan jenis
khusus interaksi antar kelompok, dimana kelompok merasa bahwa
usaha mereka untuk menyelesaikan tujuan mereka dihalangi oleh
kelompok lain, sehingga tidak muncul kreativitas. Dengan kata lain,
konĚik mungkin meliputi tindakan permusuhan dengan beberapa
aturan atau prosedur penentuan interaksi.1
Frustasi dapat muncul apabila kemajuan ke arah tujuan terha-
lang atau tertunda oleh halangan-halangan lingkungan, pembatasan
kemasyarakatan, dan keterbatasan perorangan, yang semuanya da-
pat menimbulkan frustasi, dan salah satu sumber utama frustasi ada-
lah konĚik. Apabila ada dua motif yang bertentangan, dan pemuasan
yang satu akan mengakibatkan halangan bagi yang lain, dan keban-
yakan konĚik melibatkan tujuan yang secara serentak bersifat negatif
dan positif.
KonĚik adalah dua motif yang bertentangan yang terjadi pada
individu maupun antar kelompok. Apabila ada dua motif yang sal-
ing bertentangan, maka kepuasan motif yang satu akan menimbul-
kan frustasi motif yang lain. KonĚik merupakan jenis khusus interak-
si antar kelompok, di mana kelompok merasa bahwa usaha mereka
untuk menyelesaikan tujuan mereka dihalangi oleh kelompok lain,
sehingga tidak muncul kreativitas. Dengan kata lain, konĚik mung-
kin meliputi tindakan permusuhan dengan beberapa aturan atau
prosedur penentuan interaksi.
Secara sederhana, konĚik dapat diartikan sebagai adanya dua
keinginan yang berbeda atau lebih di dalam situasi atau waktu yang
sama. Dengan kata lain, bahwa pada prinsipnya, konĚik adalah suatu
perbedaan kepentingan sedemikian rupa yang menimbulkan perten-
tangan diantaranya. KonĚik secara khusus meliputi situasi pilihan
atau membuat keputusan dalam hal kebutuhan, tujuan, dan metode.
Karena dalam pencapaian terdapat ketidakpastian, maka timbullah
konĚik.
Secara lebih terperinci, terdapat tiga pandangan mengenai konf-
lik dalam organisasi yaitu pandangan tradisional, behavioral (peri-
laku), dan interaksionis2
1) Pandangan Tradisional
Pandangan ini menyatakan bahwa konĚik itu tidak perlu dan berba-
haya, karena konĚik meruapakan sesuatu yang jelek (negatif). Den-
gan demikian, apabial timbul konĚik, harus segera diatasi. Disisi lain
dikatakan bahwa apabila timbul konĚik berarti gagal melaksakan
Terjadi karena - -
kurangnya
keterbukaan dan
kepercayaan di
antara anggota
organisasi
Manajer gagal - -
memberikan
respon atas
kebutuhan dan
aspirasi dari para
pekerja
C. Bentuk-bentuk KonĚik
KonĚik dalam pengertian yang sangat luas dapat dikatakan sebagai
segala macam bentuk hubungan antar manusia yang bersifat berla-
wanan (antagonistic). KonĚik ini dapat terlihat secara jenis dan dapat
juga tersembunyi.
Secara umum dapat dikatakan bahwa ada tiga bentuk konĚik,
yaitu konĚik dalam kelompok sendiri (conĚict within group organiza-
tion), konĚik antar kelompok (conĚict between groups in a particular orga-
nization), dan konĚik antar organisasi (conĚict between organizations).3
Secara lebih terperinci, bentuk-bentuk konĚik adalah sebagai
berikut : 1) konĚik dalam diri pribadi, 2) konĚik antar pribadi, 3)
konĚik antar pribadi dalam kelompok, 4) konĚik antar kelompok
dengan kelompok, 5) konĚik antar kelompok dengan organisasi, dan
E. Manajemen KonĚik
KonĚik akan dapat diatasi apabila:
1) Ia dapat menemukan beberapa cara yang baru, yang belum dike-
tahui sebelumnya untuk memuaskan kedua kebutuhan itu se-
cara penuh.
2) Ia dapat mengubah pikirannya mengenai salah satu dari kebutu-
han-kebutuhan itu sehingga ia tidak lagi berminat kepada kebu-
tuhan tersebut.
3) Ia dapat mengatur kembali persepsinya terhadap dunia, dengan
salah satu dari sekian banyak cara lain dengan maksud agar me-
nempatkan konĚik itu di dalam perspektif yang baru dan kurang
berarti.
Sudah dikemukakan bahwa tidak semua bentuk dan sifat konf-
lik menimbulkan kerugian bagi perseorangan, kelompok, ataupun
organisasi. Pada tingakat tertentu, KonĚik dapat bemanfaat bagi
perseorangan, kelompok, ataupun organisasi. Oleh karena itu, un-
166 Manajemen dan Kepeminpinan Pendidikan
8. koordinasi.10
Kedelapan strategi penanggulangan konĚik ini dapat diuraikan
sebagai berikut:
1) Pemecahan persoalan
Dalam strategi pemecahan persoalan, diambil asumsi dasar bahwa
semua pihak mempunyai keinginan mengulangi konĚik yang terjadi
dan karenanya perlu diceritakan ukuran-ukuran yang dapat me-
muaskan pihak-pihak yang telibat dalam konĚik. Atas dasar asumsi
tersebut maka dalam strategi pemecahan persoalan harus melalui
dua tahap, yaitu proses yang penemuan gagasan dan proses pema-
tangan.
Karena maksud pemecahan dan persoalan ialah untuk memba-
has berbagai macam kemungkinan, maka justru perlu menciptakan
kemungkinan berbeda pendapat, bukan menghilangkannya.
2) Perundingan atau musyawarah
Dalam strategi musyawarah ini, terlebih dahulu harus ditentukan
secara jelas apa yang sebenarnya yang menjadi persoalan. Bedasarkan
jelasnya persoalan itulah yang kemudian kedua belah pihak yang se-
dang dalam pertikaian mengadakan pembahasan untuk mendapat-
kan titik pertemuan.
Pada waktu perundingan atau musyawarah tersebut dilakukan,
dapat pula dikembangkan suatu konsensus bahwa setelah menjadi
kesepakatan, masing-masing pihak harus berusaha mencegah tim-
bulnya konĚik lagi.
3) Mencari lawan yang sempurna
Dalam strategi mencari lawan yang sama ini, pada prinsipmya
sama dengan yang ketiga di atas. Perbedaannya adalah bahwa strate-
gi ini semua diajak untuk lebih bersatu, karena harus menghadapi
pihak yang ketiga sebagai pihak yang dianggap merupakan lawan
dari kedua belah pihak yang bertikai.
YXWUXWZ
Manajemen KonĚik 173
Bab 12
Birokrasi Kepemimpinan
Pendidikan
A. Pengertian Birokrasi
Birokrasi sebagaimana yang berlaku di bidang pemerintahan, juga
berlaku dalam dunia pendidikan, sehingga lahir istilah birokrasi pen-
didikan lebih tepatnya birokrasi kepemimpinan pendidikan. Saat ini
dapat dikatakan bahwa birokrasi kepemimpinan pendidikan men-
duduki peran vital dalam menjalankan proses pendidikan.
Menurut Martin Albrow, istilah birokrasi berasal dari kata
“biro” yang berarti meja tulis, yang diartikan sebagai tempat para
pejabat bekerja. Dengan sedikit sisipan kata Yunani kratia (rule) yang
berarti aturan, terjadilah kata burokratie (Jerman), bureaucracy (Ing-
gris), dan birokrasi (Indonesia).1 Oleh karena itu, birokrasi diartikan
sebagai kekuasaan, pengaruh dari para kepala dan staf Biro Pemer-
intahan; birokrasi adalah wewenang atau kekuasaan, yang berbagai
kat daerah, tetapi karena adanya sentralisasi ini, maka hal tersebut
tidak mungkin terjadi, dan akibatnya pelayanan pendidikan pun
akan menjadi lamban, dan kurang dapat mengantisipasi dan me-
menuhi kebutuhan masyarakat yang ingin serba cepat.
Max Weber menganggap birokrasi sebagai ciri terpenting dalam
masyarakat modern, yaitu dengan adanya metode organisasi dengan
spesialisasi tugas dan kekuasaan.2 Artinya, menjadikan birokrasi per-
guruan tinggi secara umum sebagai salah satu tema dalam analisis-
nya mengenai ilmu dan kesarjanaan sebagai panggilan hidup.
Ia membandingkan kondisi-kondisi baru dengan situasi yang
terdapat pada awal abad ke-19, ketika para profesor masih bekerja
di dalam perpustakaan pribadi dan menggunakan bangunan dan
peralatan sendiri. Ia memuji birokratisasi perguruan tinggi sebagai
satu aspek dari birokratisasi yang berlangsung di berbagai kalangan
masyarakat.
Dalam hal birokrasi ini, terdapat kecenderungan untuk mem-
perluas diri. Artinya, semakin banyak tugas, maka cukup lumayan
banyak tugas yang ditemukan, dan untuk itu perlu diperbesar jum-
lah staf administrasi. Akibatnya, jumlah staf administrasi semakin
banyak dan para akademisi merasakan seolah-olah dikepung oleh
para administrator, yang ingin agar formulir-formulir diisi, dan in-
gin agar orang-orang meminta izin kepada mereka untuk melakukan
sesuatu, yang sebelumnya tidak memerlukan izin. Dengan demikian,
prosedur, formulir, dan jalur menjadi penting, dan sebaliknya, kon-
vensi dan saling pengertian yang informal semakin kurang penting
dalam administrasi perguruan tinggi.
Birokrasi pendidikan yang dikelola dalam semangat budaya ak-
ademis atau budaya ilmiah tentunya sangat berbeda dengan birokra-
si kekuasaan yang dikenal dengan moĴo ”Kalau dapat diperpanjang,
mengapa harus diperpendek; kalau dapat diperlambat, mengapa harus diper-
B. Hambatan Birokrasi
Birokrasi Kepemimpinan Pendidikan 177
YXWUXWZ
Bab 13
Kepemimpinan Pendidikan
Transformasional
YXWUXWZ
Kepemimpinan Pendidikan Transformasional 183
Daftar Pustaka
Abdullah Sani Yahya, dkk. 2007. Guru sebagai pemimpin, Malawati Ku-
ala Lumpur: PTS Professional.
Ahmad Fadzli bin Yusof & Amin bin Idris. 2007.Paduan dan asas untuk
pemimpin berwibawa. Kuala Lumpur: PTS Millennia Sdn Bhd.
Ahmad Naim bin Jaafar. 2003. Membina karisma, Selangor malaysia:
PTS Professional.
Al-Khayyath, Abdul Aziz, Etika Bekerja Dalam Islam, Jakarta: Gema
Insani Press, 1994.
Altman, Steven. 1985. Organizational Bahavior, Theori and Practice.
Plorida: Academic Press.
Anang Hidayat.2007. Strategi six sigma +CD, Jakarta: Elex Media
Komputindo.
Anonim. 1989. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Depag RI.
Arthur G. Jago. 1982. Leadership Perspectives in Theory and Research.
As’ad. M. 1987. Psikologi Industri. Yogyakarta: Liberty.
At-Tamimi. 1993. Nilai Kerja Dalam Islam, Jakarta: Pustaka Mantiq.
Ayub Ranoh. 2006. Kepemimpinan kharismatik: Tinjauan teologis-etis
atas kepemimpinan, Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Azyumardi Azra. 1998. Esei-esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Is-
lam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Budhi Paramitha dalam Taliziduhu Ndraha. Pengantar Teori Pengem-
bangan Sumber Daya Manusia, Jakarta: Rineka Cipta.
Burns,J.M.1978. Leadership, New York: Harper Row.
Bush & Glover dalam Jacky Lumby with Marianne Coleman. 2007.
Leadership and diversity: challenging theory and practice in educa-
tion. London.
Bush, T. & Glover, D. 2003. School leadership: concepts and evidence. Not-
tingham: NCSL.
Cece Wijaya dan A. Tabrani Rusyan. 1991. Kemampuan Dasar Staf da-
lam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Djoko Purwanto. 2006. Komunikasi bisnis edisi 3, Jakarta:Erlangga.
Daftar Pustaka 185
YXWUXWZ
190 Manajemen dan Kepeminpinan Pendidikan
Pendahuluan 191
Tentang Penulis
YXWUXWZ