Manajemen Kelas

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 202

MANAJEMEN KELAS

“Mengembangkan Profesionalisme Guru”


(Dilengkapi Model-model Pembelajaran Inovatif)

--( i )--
MANAJEMEN KELAS
“Mengembangkan Profesionalisme Guru”
(Dilengkapi Model-model Pembelajaran Inovatif)

Penulis:
Jusmawati, S. Pd., M. Pd.
Eka Fitriana HS, S. Pd., M. Pd.

PENERBIT:
CV. AA. RIZKY
2019

--( ii )--
MANAJEMEN KELAS
“Mengembangkan Profesionalisme Guru”
(Dilengkapi Model-model Pembelajaran Inovatif)

© Penerbit CV. AA RIZKY

Penulis:
Jusmawati, S. Pd., M. Pd.
Eka Fitriana HS, S. Pd., M. Pd.

Editor:
Muh. Reski Salemuddin, S. Sos., M. Pd.

Desain Sampul dan Tata Letak:


Tim Kreasi CV. AA. RIZKY

Cetakan Pertama, Oktober 2019

Penerbit:
CV. AA. RIZKY
Jl. Raya Ciruas Petir, Puri Citra Blok B2 No. 34
Kecamatan Walantaka, Kota Serang - Banten, 42183
Hp. 0819-06050622, Website : www.aarizky.com
E-mail: aa.rizkypress@gmail.com

Anggota IKAPI
No. 035/BANTEN/2019

ISBN : 978-623-7411-52-9
x + 190 hlm, 25 cm x 18 cm

Copyright © 2019 CV. AA. RIZKY


Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang memperbanyak buku ini dalam bentuk dan dengan cara
apapun tanpa ijin tertulis dari penulis dan penerbit.
Isi diluar tanggungjawab Penerbit

--( iii )--


Undang-undang No.19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
Pasal 72

1. Barang siapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak


melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal ayat
(1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara masing-masing paling sedikit 1 (satu) bulan dan/atau
denda paling sedikit Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau
pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan,


mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau
barang hasil pelangaran hak cipta terkait sebagai dimaksud
pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah)

--( iv )--
Guru biasa memberitahukan
Guru baik menjelaskan
Guru ulung memeragakan
Guru hebat mengilhami
(Wiliam Arthur Ward)

Salah satu tanda seorang pendidik yang hebat adalah


kemampuan memimpin murid-murid menjelajahi
tempat-tempat baru yang bahkan belum pernah
didatatangi oleh sang pendidik (Thomas Groome)

--( v )--
PRAKATA

Assalamu’alaikum Wb. Wb.

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa


karena atas berkat-Nya buku ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak
lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penerbitan buku ini.
Buku ini disusun didasarkan Kurikulum yang berlaku secara
nasional. Karena itu kehadiran buku ini diharapkan dijadikan acuan
bagi mahasiswa dalam mata kuliah Manajemen Kelas dan mata kuliah
kependidikan lainnya. Tentu saja buku ini tidak hanya diperuntukkan
bagi mahasiswa tetapi juga bagi para pendidik, dan pemerhati
pendidikan.
Harapan penulis mudah-mudahan buku ini dapat memberikan
bimbingan sesuai dengan tugas yang diemban oleh guru, yaitu
mengajar dan mendidik.
Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa
masih banyak kekurangan baik dari segi penulisan, susunan kalimat
maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca demi penyempurnaan buku ini pada edisi
berikutnya.
Akhirnya, sekecil apapun sumbangan yang mungkin dapat
diberikan, mudah-mudahan buku ini dapat memberikan manfaat, dan
diridhoi oleh Allah SWT. Amin!

Makassar, Oktober 2019

Penulis

--( vi )--
DAFTAR ISI
PRAKATA......................................................................................... vi
DAFTAR ISI...................................................................................... vii
BAB I HAKIKAT MANAJEMEN KELAS ............................... 1
A. Pengertian Manajemen .............................................. 1
B. Manajemen Kelas ...................................................... 2
C. Fungsi-fungsi Manajemen dalam Kelas .................... 3
D. Tujuan Manajemen Kelas .......................................... 7
E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Manajemen
Kelas .......................................................................... 8
F. Komponen-Komponen Keterampilan Manajemen
Kelas .......................................................................... 11
G. Manajemen Kelas yang Efektif.................................. 13
H. Hal-hal yang Perlu Dihindari dalam Manajemen
Kelas .......................................................................... 19
I. Masalah Pengelolaan Kelas ....................................... 21
J. Pendekatan Dalam Pengelolaan Kelas ....................... 23
BAB II BELAJAR ........................................................................ 25
A. Pengertian Belajar ...................................................... 25
B. Jenis-Jenis Belajar...................................................... 26
C. Teori-Teori Belajar .................................................... 28
D. Prinsip-Prinsip Belajar ............................................... 43
BAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
BELAJAR ........................................................................ 45
A. Faktor-Faktor Intern ................................................... 45
B. Faktor-Faktor Ekstern ................................................ 51
BAB IV HAKIKAT ANAK DIDIK .............................................. 61
A. Hakikat Anak Didik Sebagai Manusia ....................... 61
B. Anak Didik Sebagai Subjek Belajar .......................... 64
C. Kebutuhan Siswa ....................................................... 65
D. Pengembangan Individu dan Karakteristik Siswa ..... 68

--( vii )--


BAB V MENJADI GURU PROFESIONAL ............................... 73
A. Definisi Guru Profesional .......................................... 73
B. Syarat-Syarat menjadi Guru Profesional ................... 76
C. Kompetensi yang Wajib Dimiliki Oleh Guru
Profeional .................................................................. 81
D. Kewajiban, Hak dan Kode Etik Guru ........................ 83
E. Usaha Meningkatkan Profesionalisme Guru ............. 85
F. Peran Pendidik (Guru) dalam Proses Belajar-
Mengajar.................................................................... 86
BAB VI LINGKUNGAN SEKOLAH .......................................... 93
A. Lingkungan Sekolah .................................................. 93
B. Pengertian Lingkungan Sekolah ................................ 93
C. Unsur-unsur Lingkungan Sekolah ............................. 94
D. Macam-Macam Lingkungan Sekolah ....................... 96
E. Lingkungan Sekolah Yang Nyaman.......................... 99
F. Pengelolaan Sampah Sekolah.................................... 101
G. Pengelolaan Sampah Sekolah.................................... 106
BAB VII DESAIN PENGAJARAN ............................................... 109
A. Pengertian Desain ...................................................... 109
B. Pengertian Pengajaran ............................................... 109
C. Pengertian Desain Pengajaran ................................... 111
D. Komponen-Komponen Desain Pengajaran ............... 114
BAB VIII MENGAJAR ................................................................... 117
A. Teori-Teori Mengajar ................................................ 117
B. Prinsip-Prinsip Mengajar........................................... 122
BAB IX INTERAKSI PENGAJARAN YANG EDUKATIF ....... 141
A. Unsur Normatif dan Teknis ....................................... 142
B. Gambar Interaksi Edukatif ........................................ 142
C. Faktor-Faktor Interaksi .............................................. 146
BAB X MODEL-MODEL PEMBELAJARAN........................... 149
A. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) ........ 149
B. Model Pembelaran Pendidikan Matematika
Realistik Indonesia (PMRI) ....................................... 152
C. Model Pembelajaran Index Card Match (Mencari
Pasangan) .................................................................. 162

--( viii )--


D. Model Pembelajaran Saintifik ................................... 177
E. Model Pembelajaran Student Facilitator And
Explaining .................................................................. 179
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 185
RIWAYAT PENULIS ....................................................................... 188

--( ix )--
--( x )--
BAB I

HAKIKAT
MANAJEMEN KELAS

A. Pengertian Manajemen
Manajemen berasal dari kata dalam bahasa Inggris
“Management”, dengan kata kerja “to manage” yang secara umum
berarti mengurusi, mengemudikan, mengelolah, menjalankan,
membina, atau memimpin; kata benda “management”, dan “manage”
berarti orang yang melakukan kegiatan manajemen. Manajemen adalah
usaha untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan lebih dahulu dengan
mempergunakan kegiatan orang lain (Terry, 1997). Lebih lanjut lagi
Stoner, Freeman, dan Gilbert (2005) menyatakan bahwa manajemen
adalah proses dari perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan serta
pengawasan terhadap anggota organisasi dan penggunaan semua
sumber daya yang dimiliki oleh organisasi untuk mencapai tujuan
organisasi. Gibson, Ivancevich, dan Donelly (2000) menyatakan bahwa
manajemen adalah proses individual maupun kelompok untuk
mengkoordinasikan berbagai kegiatan yang dilakukan oleh orang lain
agar memperoleh hasil yang tidak dapat diraih oleh seorang individu
saja.
Beberapa pakar menggunakan kata managemen sebagai kata
benda kolektif yang menggambarkan bahwa manajemen merupakan
suatu kelompok dalam organisasi. Pakar lain menyatakan bahwa
manajemen merupakan suatu ilmu, seni, karir ataupun sebagai profesi.
Manajemen juga dipandang sebagai suatu disiplin pengajaran dalam
bidang tertentu. Terlepas dari pemikiran dan pemahaman yang berbeda

--( 1 )--
tersebut pada hakikatnya manajemen mengandung dasar falsafah dan
unsur-unsur inti sebagai berikut:
1. Manajemen memiliki tujuan yang ingin dicapai, dimana tujuan
tersebut telah ditetapkan terlebih dahulu (Predetermined
objectives);
2. Pencapaian tujuan dilaksanakan melalui pendelegasian wewenang
kepada orang lain (Through the effort of other peaple);
3. Pencapaian tujuan organisasi dilaksanakan melalaui fungsi
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, kepemimpinan, dan
pengawasan sehingga penggunaan faktor “human” dan “non
human” dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien (how to
manage of effectively)

B. Manajemen Kelas
Manajemen kelas terdiri dari dua kata, yaitu manajemen dan
kelas. Manajemen merupakan rangkaian usaha untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan dengan memanfaatkan orang lain, sedangkan
yang dimaksud dengan kelas adalah suatu kelompok orang yang
melakukan kegiatan belajar bersama sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan dalam kelas tersebut, guru berperan sebagai manajer utama
dalam merencanakan, mengorganisasikan, mengaktualisasikan, dan
melaksanakan pengawasan atau supervisi kelas.
Manajemen kelas menurut Mulyasa (2006:91) merupakan
keterampilan guru untuk menciptakan iklim pembelajran yang kondusif
dan mengendalikannya jika terjadi gangguan dalam pembelajaran.
Nawawi (Djamarah, 2006: 177) menyatakan bahwa manajemen kelas
dapat diartikan sebagai kemampuan guru dalam mendayagunakan
potensi kelas berupa pemberian kesempatan yang seluas-luasnya pada
setiap individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang kreatif dan
terarah.
Berdasarkan beberapa uraian yang telah dikemukakan, dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan manajemen kelas adalah
usaha sadar untuk merencanakan, mengorganisasikan,
mengaktualisasikan, serta melaksanakan pengawasan atau supervisi
terhadap program dan kegiatan yang ada di kelas sehingga proses

--( 2 )--
belajar mengajar dapat berlangsung secara sistematis, efektif, dan
efisien, sehingga segala potensi peserta didik mampu dioptimalkan.

C. Fungsi-fungsi Manajemen dalam Kelas


Tidak semua pakar manajemen memiliki kesepakatan dalam
penggunaan istilah dalam fungsi-fungsi manajemen. Beberapa penulis
menggunakan istilah motivating, sebagian lagi menggunakan istilah
directing, sedangkan yang lain menggunakan istilah leading,
influencing, atau actuating (memimpin, mempengaruhi, atau
menjalankan). Sedangkan istilah perencanaan, pengorganisasian, dan
pengawasan, hampir semua pakar manajemen sepaham bahwa ketiga
istilah dalam fungsi manajemen tersebut merupakan fungsi manajemen
yang harus ada dalam fungsi-fungsi manajemen.
Fungsi manajemen saling berkaitan satu sama lain. Perencanaan
umpamanya mempengaruhi pengorganisasian, dan pengorganisasian
mempengaruhi pengawasan. Satu fungsi sama sekali tidak berhenti
sebelum yang lain dimulai. Fungsi manajemen saling berkaitan dan
tidak terpisahkan dan biasanya fungsi tersebut tidak dijalankan dalam
suatu urutan tertentu, namun disesuaikan dengan kepentingan masing-
masing. Untuk melancarkan suatu organisasi baru, biasanya dimulai
dengan suatu perencanaan, diikuti oleh fungsi-fungsi yang lain, tetapi
bagi sebuah organisasi yang sudah mapan, pengawasan pada waktu
tertentu mungkin diikuti dengan perencanaan dan sebaliknya mungkin
diikuti dengan pemotivasian mereka untuk dijalankan dalam suatu
urutan tertentu, tetapi tampaknya menurut yang dikehendaki keperluan
masing-masing.
Terry (1997) menyatakan bahwa fungsi dasar manajemen
adalah perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),
menggerakkan (actuating), dan pengendalian (controlling). Masing-
masing akan diuraikan sebagai berikut:
1. Fungsi Perencanaan
Perencanaan dapat didefinisikan sebagai penentuan terlebih
dahulu apa yang harus dikerjakan, kapan dikerjakan, siapa yang
mengerjakannya. Dalam perencanaan terlibat unsur penentuan yang
berarti bahwa dalam perencanaan tersebut tersirat pengambilan

--( 3 )--
keputusan. Karena itu, perencanaan dapat dipahami sebagai suatu
proses dalam rangka untuk mengambil keputusan dan penyusunan
rangkaian tindakan selanjutnya di masa depan.
Tanpa perencanaan, manajer tidak dapat mengetahui bagaimana
mengorganisasikan orang dan sumber daya yang dimiliki
oerganisasi secara efektif. Tanpa perencanaan, manajer dan orang-
orang yang membantunya hanya mempunyai peluang kecil untuk
mencapai sasaran atau mengetahui adanya penyimpangan secara
dini. Organisasi biasanya dikendalikan oleh dua macam
perencanaan, yaitu perencanaan strategis dan perencanaan
operasional. Rencana strategis didesain oleh manajer tingkat atas
dan menentukan sasaran secara luas, sedangkan rencana operasional
merupakan tahapan kegiatan operasional yang perlu dilakukan oleh
seluruh elemen yang ada dalam organisasi agar tujuan organisasi
dapat tercapai dengan optimal.
2. Fungsi Pengorganisasian
Pengorganisasian adalah proses manajerial yang berkelanjutan.
Sebagaimana kita ketahui teknologi terus berkembang dan
lingkungan organisasi dapat berubah. Oleh karena itu manajer harus
menyesuaikan strategi yang telah disusunnya sehingga tujuan dari
organisasi tetap dapat dicapai secara efektif dan efisien. Demikian
halnya dengan struktur organisasinya dapat didesain kembali
disesuaikan dengan perubahan lingkungan yang terjadi sehingga
tujuan organisasi dapat dicapai efektif dan efisien.
Tujuan organisasi adalah untuk mengelompokkan sumber daya
manusia dan sumber daya lainnya yang dimiliki agar pelaksanaan
dari suatu rencana dapat dicapai secara efektif dan efisien. Langkah
penting dalam pengorganisasian adalah proses mendesain
organisasi, yaitu penentuan sturuktur organisasi yang paling
memadai untuk strategi, orang-orang yang berpartisipasi, teknologi
yang digunakan, serta tugas organisasi yang diemban.
Unit-unit kerja perlu dibentuk, yang dilengkapi dengan skema
hubungan antar pemilik dengan manajer, serta antara manajer
dengan orang-orang, yang akan melahirkan struktur organisasi yang
mampu berkoordinasi dalam seluruh aktivitas organisasi.

--( 4 )--
3. Fungsi Menggerakkan (Kepemimpinan)
Kepemimpinan adalah suatu proses untuk mempengaruhi
aktivitas daripada kelompok yang terorganisir dalam usaha
mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam pencapaian tujuan.
Memimpin adalah suatu proses mempengaruhi yang orang lain
untuk bekerja menuju pencapaian tujuan organisasi
4. Fungsi Pengendalian
Pengendalian adalah suatu upaya yang sistematis untuk
menetapkan standar prestasi yang sesuai dengan sasaran
perencanaan, merancang sistem umpan balik informasi,
menentukan apakah ada penyimpangan, dan mengukur signifikansi
penyimpangan tersebut, serta mengambil inisiatif dan tindakan
perbaikan yang diperlukan untuk menjamin bahwa sumber daya
organisasi yang digunakan dikelolah dengan cara yang paling
efektif dan efisien guna tercapainya sasaran dan tujuan organisasi.
Tujuan utama dalam pengendalian adalah memastikan bahwa
hasil kegiatan sesuai dengan apa yang telah direncanakan.
Pengendalian tidak bersifat retriktif, namun korektif, artinya jika
terjadi penyimpangan dapat didetekski sedini mungkin. Dengan
adanya pengendalian diharapkan:
a. Diketahui atau dipastikan kemajuan yang diperoleh dalam
pelaksanaan perencanaan;
b. Meramalkan arah perkembangan dan hasil yang akan dicapai;
c. Menentukan tindakan pencegahan apa yang diperlukan untuk
menghadapi permasalahan-permasalahan;
d. Memberikan masukan yang dapat digunakan untuk memperbaiki
perencanaan yang akan datang;
e. Mengetahui adanya penyimpangan terhadap perencanaan sedini
mungkin
Fungsi manajemen kelas sebenarnya menrupakan implementasi
dari fungsi-fungsi manajemen yang diaplikasikan di dalam kelas oleh
guru untuk mendukung pencapaian tujuan pembelajaran secara efektif.
Berikut disajikan fungsi manajemen kelas:

--( 5 )--
a. Fungsi Perencanaan Kelas
Merencanakan adalah membuat suatu target yang ingin dicapai
atau diraih di masa depan. Dalam kaitannya dengan kelas,
merencanakan merupakan sebuah proses untuk memikirkan dan
menetapkan secara matang tentang arah, tujuan, tindakan, sumber
daya sekaligus metode atau teknik yang tepat untuk digunakan guru
di dalam kelas. Perencanaan kelas sangat penting bagi guru karena
berfungsi untuk:
1) Menjelaskan dan merinci tujuan yang ingin dicapai di dalam
kelas
2) Menetapkan aturan yang harus diikuti agar tujuan kelas dapat
tercapai dengan efektif
3) Memberikan tanggung jawab secara individu kepada peserta
didik yang ada di kelas
4) Memperhatikan serta memonitor berbagai aktivitas yang ada di
kelas agar sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
b. Fungsi Pengorganisasian Kelas
Setelah mendapat kepastian tentang arah, tujuan, tindakan,
sumber daya, sekaligus metode atau teknik yang tepat untuk
digunakan, lebih lajut lagi guru melakukan upaya pengorganisasian
agar rencana tersebut dapat berlangsung dengan sukses. Dalam
kaitannya dengan kelas, mengorganisasikan berarti:
Menentukan sumber daya dan kegiatan yng dibutuhkan untuk
mencapai tujuan kelas
1) Merancang dan mengembangkan kelompok belajar yang berisi
peserta didik dengan kemampuan yang bervariasi
2) Menugaskan peserta didik dan kelompok belajar dalam suatu
tanggung jawab tugas dan fungsi tertentu
3) Mendelegasikan wewenang manajemen kelas kepada peserta
didik
c. Fungsi Kepemimpinan Kelas
Kepemimpinan efektif di ruang kelas merupakan bagian dari
tanggung jawab guru di dalam kelas. Dalam hal ini, guru
memimpin, mengarahkan, memotivasi, dan membimbing peserta
didik untuk dapat melaksanakan proses belajar dan pembelajaran

--( 6 )--
yang efektif sesuai dengan fungsi dan tujuan pembelajaran. Selain
itu, guru harus mampu memberikan keteladanan yang baik bagi
peserta didik sehingga peserta didik akan mengikuti apa yang
dilakukan oleg guru. Dalam kepemimpinan, guru perlu menjaga
wibawa dan kredibilitas, dengan tanpa mengabaikan kemampuan
fleksibilitas dan adaptif dengan kebutuhan peserta didik.
d. Fungsi Pengendalian Kelas
Pengendalian kelas bukan merupakan perkara yang mudah,
karena di dalam kelas terdapat berbagai macam peserta didik yang
memiliki karakteristik yang berbeda. Kegiatan di dalam kelas
dimonitor, dicatat, dan kemudian dievaluasi agar dapat dideteksi
apa yang kurang serta dapat direnungkan kira-kira apa yang perlu
diperbaiki. Pengendalian merupakan proses untuk memastikan
bahwa aktivitas sebenarnya sesuai dengan aktivitas yang
direncanakan. Proses pengendalian dapat melibatkan beberapa
elemen, yaitu:
1) Menetapkan standar penampilan kelas
2) Menyediakan alat ukur standar penilaian kelas
3) Membandingkan unjuk kerja dengan standar yang telah
ditetapkan di kelas
4) Mengambil tindakan korektif saat terdeteksi penyimpangan
yang tidak sesuai dengan tujuan kelas

D. Tujuan Manajemen Kelas


Keberhasilan sebuah kegiatan dapat dilihat dari hasil yang
dicapainya. Tujuan adalah titik akhir dari sebuah kegiatan dan dari
tujuan itu juga sebagai pangkal tolak pelaksanaan kegiatan selanjutnya.
Keberhasilan sebuah tujuan dapat dilihat dari efektivitas dalam
pencapaian tujuan itu serta tingkat efisiensi dari penggunaan dari
berbagai sumber daya yang dimiliki. Dalam proses manajemen kelas
keberhasilannya dapat dilihat dari tujuan apa yang ingin dicapainya,
oleh karena itu guru harus menetapkan tujuan apa yang hendak dicapai
dengan kegiatan manajemen kelas yang dilakukannya. Manajemen
kelas pada umumnya bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan

--( 7 )--
efisiensi dalam pencapaian tujuan pembelajaran dan belajar peserta
didik.
Ketercapaian tujuan manajemen kelas dapat dideteksi atau
dilihat dari:
1. Anak-anak memberikan respon yang setimpal terhadap perlakuan
yang sopan dan penuh perhatian dari orang dewasa. Artinya bahwa
perilaku yang diperlihatkan peserta didik seberapa tinggi, seberapa
baik, dan seberapa besarterhadap pola perilaku yang diperlihatkan
guru kepadanya di dalam kelas.
2. Mereka akan bekerja dengan rajin dan penuh kosentrasi dalam
melakukan tugas-tugas yang sesuai dengan kemampuannya.
Perilaku yang memperlihatkan guru berupa kinerja dan pola
perilaku orang dewasa dalam nilai dan norma balikannya akan
berupa peniruan dan percontohan oleh peserta didik baik atau
buruknya amat bergantu kepada bagaimana perilaku itu diperankan.

E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Manajemen Kelas


Keberhasilan manajemen kelas dalam memberikan dukungan
terhadap pencapaian tujuan pembelajaran, dipengaruhi oleh berbagai
faktor (Djamarah, 2006: 184), antara lain:
1. Lingkungan Fisik
Lingkungan fisik tempat belajar mempunyai pengaruh penting
terhadap hasil pembelajaran. Lingkungan fisik yang
menguntungkan dan memenuhi syarat minimal mendukung
meningkatnya intensitas proses pembelajaran dan mempunyai
pengaruh positif terhadap pencapaian tujuan pengajaran.
Lingkungan fisik dimaksud meliputi:
a. Ruang tempat berlangsungnya proses belajar mengajar
Ruangan tempat belajar harus memungkinkan semua peserta
didik bergerak leluasa, tidak berdesak-desakan dan saling
mengganggu pada saat melaksanakan aktivitas belajar.
Besarnya ruangan kelas tergantung pada jenis kegiatan dan
jumlah peserta didik yang melakukan kegiatan. Jika ruangan itu
tersebut mempergunakan hiasan, pakailah hiasan-hiasan yang
mempunyai nilai pendidikan.

--( 8 )--
b. Pengaturan tempat duduk
Dalam mengatur tempat duduk yang penting adalah
memungkinkan terjadinya tatap muka, dengan demikian guru
dapat mengontrol tingkah laku peserta didik. Pengaturan tempat
duduk akan mempengaruhi kelancaran proses belajar mengajar.
c. Ventilasi dan pengaturan cahaya
Suhu, ventilasi dan penerangan (kendati pun guru sulit
mengatur karena sudah ada) adalah aset penting untuk
terciptanya suasana belajar yang nyaman. Oleh karena itu,
ventilasi harus cukup menjamin kesehatan peserta didik
d. Pengaturan penyimpangan barang-barang
Barang-barang hendaknya disimpan pada tempat khusus yang
mudah dicapai kalau segera diperlukan dan akan dipergunakan
bagi kepentingan belajar. Barang-barang yang karena nilai
praktisnya tinggi dan dapat disimpan di ruang kelas seperti buku
pelajaran, pedoman kurikulum, kartu pribadi dan sebagainya,
hendak ditempatkan sedemikian rupa sehingga tidak
mengganggu gerak kegiatan peserta didik. Tentu saja masalah
pemeliharaan juga sangat penting dan secara periodik harus
dicek dan recek. Hal lainnya adalah pengamanan barang-barang
tersebut. Baik dari pencurian maupun barang-barang yang
mudah meledak dan terbakar.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam menciptakan lingkungan
fisik tempat belajar adalah kebersihan dan kerapian. Seyogyanya
guru dan peserta didik turut aktif dalam memberikan keputusan
mengenai tata ruang, dekorasi, dan sebagainya.
2. Kondisi Sosio-Emosional
a. Tipe kepemimpinan
Peranan guru dan tipe kepemimpinan guru akan mewarnai
suasana emosional di dalam kelas. Apakah guru melaksanakan
kepemimpinannya dengan demokratis, otoriter, atau adaptif.
Kesemuanya itu memberikan dampak kepada peserta didik.
b. Sikap guru
Sikap guru dalam menghadapi peserta didik yang melanggar
peraturan sekolah hendaknya tetap sabar, dan tetap bersahabat

--( 9 )--
dengan suatu keyakinan bahwa tingkah laku peserta didik akan
dapat diperbaiki. Kalaupun guru terpaksa membenci, bencilah
tingkah lakunya bukan membenci peserta didiknya. Terimalah
peserta didik dengan hangat sehingga ia insyaf akan
kesalahannya. Berlakulah adil dalam bertindak. Ciptakan suatu
kondisi yang menyebabkan peserta didik sadar akan
kesalahannya sehingga ada dorongan untuk memperbaiki
kesalahannya.
c. Suara guru
Suara guru, walaupun bukan faktor yang besar, turut
mempengaruhi dalam proses belajar mengajar. Suara yang
melengking tinggi atau senantiasa tinggi atau malah terlalu
rendah sehingga tidak terdengar oleh peserta didik akan
mengakibatkan suasana gaduh, bisa jadi membosankan
sehingga pelajaran cenderung tidak diperhatikan. Suara
hendaknya relatif rendah tetapi cukup jelas dengan volume
suara yang penuh dan kedengarannya rileks cenderung akan
mendorong peserta didik untuk memperhatikan pelajaran, dan
tekanan suara hendaknya bervariasi agar tidak membosankan
peserta didik.
d. Pembinaan hubungan baik
Pembinaan hubungan baik antara guru dan peserta didik dalam
masalah manajemen kelas adalah hal yang sangat penting.
Dengan terciptanya hubungan baik guru dan peserta didik,
diharapkan peserta didik senantiasa gembira, penuh gairah dan
semangat, bersikap optimistik, realistik dalam kegiatan belajar
yang sedang dilakukannya serta terbuka terhadap hal-hal yang
ada dalam dirinya.
3. Kondisi organisasional
Secara umum faktor kondisi organisasional yang mempengaruhi
manajemen kelas dibagi menjadi dua golongan yaitu:
a. Faktor internal peserta didik
Berhubungan dengan masalah emosi, pikiran, dan perilaku.
Kepribadian peserta didik dengan ciri-ciri khasnya masing-
masing, menyebabkan peserta didik berbeda dari peserta didik

--( 10 )--
lainnya secara individual. Perbedaan secara individual ini
dilihat dari aspek yaitu perbedaan biologis, intelektual, dan
psikologis.
b. Faktor eksternal peserta didik
Berkaitan dengan masalah suasana lingkungan, penempatan
peserta didik, pengelompokan peserta didik, jumlah peserta
didik, dan sebagainya. Masalah jumlah peserta didik di kelas
akan mewarnai dinamika kelas. Semakin banyak jumlah peserta
didik di kelas, akan cenderung lebih mudah munculnya konflik
yang menyebabkan ketidaknyamanan, begitupun sebaliknya.

F. Komponen-Komponen Keterampilan Manajemen Kelas


Komponen-komponen keterampilan manajemen kelas pada
umumnya dibagi menjadi dua bagian, yaitu keterampilan yang
berhubungan dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar yang
optimal (bersifat preventif) dan keterampilan yang berhubungan dengan
pengendalian kondisi belajar yang optimal. Masing-masing dijelaskan
sebagai berikut:
1. Keterampilan penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar
a. Menunjukkan sikap tanggap
Guru memperlihatkan sikap positif terhadap setiap perilaku
yang muncul dari peserta didik dan memberikan berbagai
tanggapan secara proporsional terhadap perilaku tersebut,
dengan maksud tidak menyudutkan kondisi peserta didik,
perasaan tertekan dan memunculkan perilaku susulan yang
kurang baik.
b. Membagi perhatian
Kelas diisi oleh peserta didik yang bervariasi, akan tetapi
sejumlah peserta didik memiliki keterbatasan tertentu yang
membutuhkan perhatian khusus dari guru. Namun demikian,
perhatian guru tidak hanya terfokus pada satu peserta didik atau
satu kelompok tertentu saja yang dapat menimbulkan
kecemburuan, perhatian guru harus terbagi dengan merata
kepada setiap peserta didik yang ada di dalam kelas.

--( 11 )--
c. Memusatkan perhatian kelompok
Munculnya kelompok informal di kelas, atau pengelompokan
karena disengaja oleh guru dalam kepentingan pembelajaran
membutuhkan kemampuan untuk mengatur dan mengarahkan
perilakunya, terutama ketika kelompok perhatiannya harus
terpusat pada tugas yang harus diselesaikan.
d. Memberikan petunjuk dengan jelas
Untuk mengarahkan kelompok ke dalam pusat perhatian seperti
dijelaskan sebelumnya, serta untuk memudahkan peserta didik
menjelaskan tugas yang dibebankan kepadanya, maka tugas
guru adalah menyampaikan setiap pelaksanaan tugas-tugas
tersebut sebagai petunjuk pelaksanaan yang harus dilaksanakan
peserta didik secara bertahap dan jelas.
e. Menegur
Permasalahan bisa terjadi dalam hubungan yang terbangun, baik
antar peserta didik, maupun antara guru dengan peserta didik.
Permasalahan dalam hubungan tersebut bisa terjadi dalam
konteks pembelajaran, sehingga guru sebagai pemegang kendali
kelas harus mampu memberikan teguran yang sesuai dengan
beban permasalahan yang terjadi sesuai dengan beban
permasalahan yang terjadi serta menyesuaikan dengan tugas dan
perkembangan peserta didik. Teguran yang disampaikan guru
kepada peserta didik tidak memberikan efek penyerta yang
dapat menimbulkan ketakutan bagi peserta didik, namun
memberikan kesadaran kepada peserta didik tentang masalah
yang terjadi.
f. Memberikan penguatan
Penguatan merupakan upaya yang diarahkan guru agar prestasi
dan perilaku yang baik dapat dipertahankan oleh peserta didik
atau bahkan mungkin ditingkatkan dan dapat ditularkan kepada
peserta didik lainnya. Penguatan yang dimaksudkan dapat
berupa pemberian hadiah (reward) yang bersifat moril maupun
materil namun tidak berlebihan.

--( 12 )--
2. Keterampilan pengendalian kondisi belajar
a. Memodifikasi tingkah laku
Modifikasi tingkah laku adalah menyesuaikan bentuk-bentuk
tingkah laku ke dalam tuntutan kegiatan pembelajaran sehingga
tidak muncul prototype pada diri peserta didik tentang peniruan
perilaku yang kurang baik.
b. Pengelolaan kelompok
Kelompok belajar di kelas merupakan bagian dari pencapaian
tujuan pembelajaran dan strategi yang diterapkan oleh guru.
Kelompok juga bisa muncul secara informal seperti teman
bermain, teman seperjalanan, teman karena gender dan lain-
lain. Untuk kelancaran pembelajaran dan pencapaian tujuan
pembelajaran, maka kelompok yang ada di dalam kelas itu
harus dikelolah dengan baik oleh guru.
c. Menemukan dan memecahkan tingkah laku yang menimbulkan
masalah
Permasalahan memiliki sifat akan selalu ada dan memberikan
efek berkelanjutan, oleh karena itupermasalahn akan mucul di
dalam kelas, yang berkaitan dengan interaksi dan akan diikuti
oleh dampak pengiring yang besar bila tidak diselesaikan
secepatnya. Guru harus dapat mendeteksi permasalahan yang
mucul serta secepatnya mampu mengambil langkah-langkah
penyelesaian, sehingga permasalahan tersebut akan cepat
teratasi.

G. Manajemen Kelas yang Efektif


Bila kelas dipahami secara sederhana sebagai sekolompok
orang yang belajar bersama, yang mendapatkan pengajaran dari guru,
maka di dalamnya terdapat orang-orang yang melakukan kegiatan
belajar dengan karakteristik masing-masing yang unik. Perbedaan ini
perlu guru pahami agar mudah melaksanakan kegiatan manajemen
kelas secara efektif. Manajemen kelas yang efektif perlu diperhatikan
hal-hal sebagai berikut:

--( 13 )--
1. Kelas merupakan sistem yang diorganisasi untuk tujuan tertentu,
yang dilengkapi dengan tugas-tugas dan dipimpin serta diarahkan
oleh guru
2. Guru merupakan tutor dan teladan bagi semua peserta didik yang
ada di kelas, bukan hanya untuk satu peserta didik pada waktu
tertentu
3. Kelompok belajar yang ada di kelas mempunyai perilaku tertentu
yang kadang berbeda dengan perilaku kelompok maupun individu
lainnya di dalam kelas. Oleh karena itu, kelompok-kelompok yang
ada di kelas perlu mendapatkan perhatian
4. Kelompok belajar yang ada di kelas memberikan pengaruh terhadap
individu yang menjadi anggotanya. Pengaruh baik dapat
dikembangkan, namun pengaruh buruk perlu dibendung oleh guru
dengan cara memberikan bimbingan
5. Dalam belajar dan pembelajaran, praktik guru cenderung terpusat
pada hubungan guru dan peserta didik. Keterampilan guru yang
semakin meningkat dalam mengelola individu dalam kelompok
belajar akan semakin meningkatkan kepuasan individu yang ada di
kelas
6. Struktur kelompok belajar, pola komunikasi kelompok belajar yang
terbentuk, dan kesatuan kelompok belajar ditentukan oleh
keterampilan manajerial guru dalam mengelola kelompok belajar
yang ada di kelas
7. Struktur kelompok belajar, pola komunikasi kelompok belajar yang
terbentuk, dan kesatuan kelompok belajar ditentukan oleh
keterampilan guru sebagai simbol pemersatu di kelas.
Beberapa kendala yang menyebabkan manajemen kelas yang
efektif menjadi sulit terwujud adalah:
1. Tugas guru berdimensi banyak
Guru dituntut untuk melaksanakan berbagai tugasnya, yaitu tugas
akademik dan tugas edukatif (menyusun rencana pembelajaran
yang dilengkapi dengan media dan sumber pembelajaran,
menyampaikan materi pembelajaran dan mengevaluasinya)

--( 14 )--
2. Beberapa kegiatan yang berlangsung bersamaan
Beberapa kegiatan dapat berlangsung pada waktu yang sama di
kelas. Misalnya saat melaksanakan diskusi, guru tidak hanya harus
mendengarkan serta membantu mengarahkan pikiran peserta didik,
namun juga memantau peserta didik yang kurang aktif dan efektif
dalam diskusi tersebut. Guru harus memilih strategi yang tepat agar
proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif.
3. Segera
Proses belajar mengajar yang terjadi di kelas dapat dikatakan cukup
cepat. Selama satu hari belajar, peserta didik disajikan beberapa
mata pelajaran. Waktu yang dijadwalkan untuk setiap mata
pelajaran paling banyak tiga penggalan waktu, tetapi rata-rata dua
penggalan waktu. Dengan waktu yang dijadwalkan tersebut, guru
harus mebaginya sedemikian rupa sehingga mampu
mengoptimalkan potensi peserta didik dalam belajar. Interaksi dan
umpan balik yang terjadi antara guru dan peserta didik terjadi
begitu cepat sehingga menuntut guru untuk berpikir, bertindak,
memutuskan dan melaksanakan berbagai tindakan secara cepat.
4. Iklim kelas yang tidak diramalkan terlebih dahulu
Iklim yang terjadi di kelas bukan semata-mata merupakan hasil
rekayasa dan upaya guru semata. Banyak faktor yang
mempengaruhi terciptanya iklim di kelas. Beberapa iklim tersebut
dapat muncul secara tiba-tiba yang berasal dari peserta didik.
5. Sejarah
Peristiwa yang terjadi di kelas memiliki dampak jangka panjang
misalnya peristiwa di awal kelas akan banyak berpengaruh terhadap
manajemen kelas yang diterapkan pada jenjang kelas berikutnya.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap kelas pada jenjang yang
lebih tinggi, diperoleh gambaran adanya kelas yang mudah dikelola
dan juga kelas yang sulit dikelola. Kemudian ditemukan bahwa
kelas yang mudah dikelola merupakan kelas yang memiliki
kemudahan pengelolaan pada tingkat sebelumnya.
Manajemen kelas merupakan kegiatan atau tindakan guru dalam
rangka penciptaan kelas yang kondusif dan efektif bagi berlangsungnya
proses belajar mengajar antara guru dengan peserta didik. Berkaitan

--( 15 )--
dengan hal tersebut, maka guru perlu memperhatikan tindakan yang
bersifat preventif dan bersifat korektif.
1. Pencegahan
Tindakan pencegahan adalah tindakan yang dilakukan sebelum
munculnya tingkah laku yang menyimpang, yang dapat
mengganggu kondisi berlangsungnya proses pembelajaran yang
optimal dan efektif. Keberhasilan tindakan pencegahan merupakan
salah satu indikator keberhasilan dalam manajemen kelas. Beberapa
tindakan pencegahan menyangkut:
a. Peningkatan kesadaran diri sebagai pendidik
Langkah peningkatan kesadaran diri bahwa guru merupakan
pendidik merupakan langkah yang strategis, karena kesadaran
tersebut akan meningkatkan rasa tanggung jawab dan memiliki
yang merupakan modal dasar bagi guru dalam melaksanakan
tugasnya. Sebagai pendidik, guru memiliki sifat yang
demokratis, sikap yang stabil, kepribadian yang harmonis, serta
memiliki kewibawaan, dimana karakteristik tersebut akan
menghasilkan respon yang positif dari peserta didik.
b. Penigkatan kesadaran sebagai peserta didik
Interaksi positif antara guru dan peserta didik dalam proses
pembelajaran terjadi apabila kesadaran guru dan peserta didik
bertemu. Kurangnya kesadaran peserta didik akan menyebabkan
sikap yang negatif yang dapat mengganggu kondisi belajar dan
pembelajaran yang berlangsung. Untuk meningkatkan
kesadaran peserta didik, maka perlu memperhatikan:
1) Memberitahukan akan hak dan kewajibannya sebagai
peserta didik
2) Meperhatikan kebutuhan, keinginan serta dorongan yang
muncul dari peserta didik
3) Menciptakan suasana yang saling memahami dan penuh
pengertian, saling menghormati, serta adanya keterbukaan
antara guru dan peserta didik.
c. Ketulusan guru
Guru hendaknya memiliki sikap yang tulus terhadap peserta
didik. Ketulusan tersebut akan sangat membantu guru dan

--( 16 )--
mengelola kelas, karena akan mendorong stimulus dan respon
yang positif dari peserta didik. Sikap hangat, terbuka, mau
mendengarkan harapan atau keluhan para peserta didik, serta
keakraban yang dijalani dengan peserta didik akan membuka
kemungkinan terjadinya interaksi dan komunikasi wajar antara
guru dengan peserta didik.
d. Mengenal dan menemukan alternatif manajemen
Untuk mengenal dan menemukan alternatif manajemen, berikut
ini langkah-langkah yang perlu diperhatikan oleh guru:
1) Melakukan tindakan identifikasi berbagai penyimpangan
tingkah laku peserta didik, baik bersifat individual maupun
kelompok. Penyimpangan perilaku peserta didik, baik
bersifat individual maupun kelompok tersebut termasuk
penyimpangan yang disengaja dilakukan oleh peserta didik,
dimana penyimpangan tersebut ditujukan untuk
mendapatkan perhatian guru atau rekan-rekannya
2) Mengenal berbagai pendekatan dalam manajemen kelas.
Guru hendaknya berusaha menggunakan pendekatan
manajemen yang dianggap tepat untuk mengatasi berbagai
masalah yang dihadapi guru
3) Mempelajari pengalaman rekan-rekan guru lainnya yang
berhasil maupun yang gagal dalam mengeimplementasikan
manajemen kelas, sehingga akan mendapatkan pengalaman
dan ide untuk mengimplementasikan manajemen kelas
sesuai dengan pemahaman dan kompetensi yang dimilikinya
sebagai seorang guru.
4) Menciptakan kontrak social, Kontrak sosial pada dasarnya
merupakan standar perilaku yang diharapkan muncul dalam
kegiatan di kelas. Kontrak sosial diciptakan untuk
memenuhi kebutuhan individu, kelompok, maupun sekolah.
Dalam rangka mengelola kelas, kontrak sosial disepakati
oleh guru dan peserta didik.
Tindakan korektif merupakan koreksi atau tingkah laku yang
menyimpang dan meriusak proses belajar mengajar yang sedang
berlangsung. Tindakan korektif terbagi menjadi dua, yaitu tindakan

--( 17 )--
yang seharusnya segera diambil guru pada saat terjadi gangguan
(dimensi tindakan) serta tindakan penyembuhan (kuratif) terhadap
tingkah laku yang menyimpang yang terlanjur terjadi. Kegiatan
yang bersifat kuratif antara lain:
a. Mengidentifikasi masalah
Guru mengidentifikasi jenis penyimpangan yang terjadi
sekaligus mengidentifikasi latar belakang apa yang membuat
peserta didik melakukan penyimpangan.
b. Menganalisis masalah
Guru menganalisis penyimpangan peserta didik dan
menyimpulkan latar belakang serta sumber-sumber yang
menyebabkan penyimpangan tersebut. Selanjutnya menentukan
alternatif-alternatif untuk memecahkannya.
c. Menilai alternatif pemecahan
Guru menilai dan memiliki alternatif pemecahan masalah yang
dianggap tepat dalam menanggulangi masalah tersebut
d. Mendapatkan umpan balik
Guru melaksanakan pemantauan dengan maksud untuk menilai
keefektifan alternatif pemecahan masalah yng dipilih. Kegiatan
umpan balik dapat dilaksanakan dengan mengadakan pertemuan
dengan peserta didik.
2. Korektif
Tindakan korektif merupakan koreksi atau tingkah laku yang
menyimpang dan merusak proses belajar mengajar yang sedang
berlangsung. Tindakan korektif terbagi menjadi dua, yaitu tindakan
yang seharusnya segera diambil guru pada saat terjadi gangguan
(dimensi tindakan) serta tindakan penyembuhan (kuratif) terhadap
tingkah laku yang menyimpang yang terlanjur terjadi. Kegiatan
yang bersifat kuratif antara lain:
a. Mengidentifikasi masalah
Guru mengidentifikasi jenis penyimpangan yang terjadi
sekaligus mengidentifikasi latar belakang apa yang membuat
peserta didik melakukan penyimpangan.

--( 18 )--
b. Menganalisis masalah
Guru menganalisis penyimpangan peserta didik dan
menyimpulkan latar belakang serta sumber-sumber yang
menyebabkan penyimpangan tersebut. Selanjutnya menentukan
alternatif-alternatif untuk memecahkannya.
c. Menilai alternatif pemecahan
Guru menilai dan memiliki alternatif pemecahan masalah yang
dianggap tepat dalam menanggulangi masalah tersebut
d. Mendapatkan umpan balik
Guru melaksanakan pemantauan dengan maksud untuk menilai
keefektifan alternatif pemecahan masalah yng dipilih. Kegiatan
umpan balik dapat dilaksanakan denga mengadakan pertemuan
dengan peserta didik.

H. Hal-hal yang Perlu Dihindari dalam Manajemen Kelas


Beberapa kekeliruan yang oerlu dihindari guru dalam
mempraktekkan keterampilan anajemen kelas adalah:
1. Campur tangan yang berlebihan
Campur tangan guru yang berlebihan terhadap setiap peerilaku
peserta didik akan memberikan dampak yang kurang baik, oleh
karena itu campur tangan guru dilakukan sesuai dengan tugas,
fungsi, dan tanggungjawabnya di kelas
2. Kesenyapan
Proses kesenyapan memang diperlukan di dalam kelas, namun
kesenyapan tersebut tidak diperlukan dalam waktu yang lama
karena dapat menimbulkan perilaku yang berlebihan dari peserta
didik (misalnya gaduh dan peserta didik ngobrol) yang akan
mengganggu proses belajar yang sedang berlangsung.
3. Ketidaktepatan memulai dan mengakhiri kegiatan
Kegiatan di awal dan akhir merupakan hal yang sangat krusial bagi
guru. Kegiatan awal adalah pembukaan jalan dalam
mengorganisasikan pikiran peserta didik untuk menemukan dan
melakukan berbagai hal di kelas terkait dengan belajar yang
dialaminya, terutama kaitannya dengan tugasnya. Kegiatan akhir
merupakan bentuk akumulasi tentang pemahaman guru atas

--( 19 )--
berbagai kegiatan dan kegiatan lanjutan yang akan dilaksanakan
peserta didik di masa yang akan datang.
4. Penyimpangan
Bentuk perilaku yang menyimpang baik secara individu maupun
kaitannya dalam pelaksanaan pembelajaran.
5. Bertele-tele
Penggunaan kata atau kalimat yang bertele-tele dan kegiatan yang
bertele-tele akan menimbulkan kebosanan dan ketidaknyamanan
bagi peserta didik ketika hal itu tertuju pada satu orang saja atau
pada satu pokok bahasan saja.
6. Pengulangan penjelasan yang tidak perlu
Banyak hal yang baru bagi peserta didik yang dapat disampaikan,
dan banyak hal lainnya yang juga memerlukan pengulangan.
Prinsipnya adalah dimana ketika terjadi proses pengulangan adalah
bentuk untuk mengkaitkan pokok bahasan, menegaskan dan
mencontohkan. Karena pengulangan dapat memunculkan persepsi
yang kurang baik bagi peserta didik sehingga akan muncul
anggapan bahwa guru tidak dapat mengajar dengan baik.
Masalah manajemen kelas dapat dikelompokkan menjadi dua
keategori utama, yaitu masalah yang berkaitan dengan individu dan
masalah yang berkaitan dengan kelompok. Tindakan manajemen kelas
yang dilakukan oleh guru akan efektif apabila guru dapat
mengidentifikasi dengan tepat hakekat masalah yang sedang
dihadapinya, sehingga pada gilirannya guru dapat memilih solusi yang
tepat. Beberapa masalah yang ditimbulkan peserta didik sebagai
individu di dalam kelas antara lain:
1. Tingkah laku yang ingin mendapatkan perhatian orang lain.
Misalnya melakukan kegiatan konyol di kelas atau mengerjakan
tugas dengan lamban sehingga membutuhkan pertolongan ekstra
2. Tingkah laku yang ingin menunjukkan kekuatan. Misalnya selalu
mengajak guru untuk berdebat, emosinya kadang meluap (marah-
marah atau menangis), lupa terhadap aturan yang ada di kelas, serta
sengaja meninggalkan kelas sebelum jam pelajaran selesai.

--( 20 )--
3. Tingkah laku yang bertujuan menyakiti orang lain. Misalnya
menyakiti orang lain dengan kata-kata kasar dan rasis, memukul,
menggigit, dan sebagainya
4. Perilaku ketidakmampuan, yaitu sama sekali menolak untuk
mencoba melakukan apapun karena menganggap bahwa apapun
yang dilakukannya akan mengalami kegagalan.

I. Masalah Pengelolaan Kelas


Masalah manajemen kelas dapat dikelompokkan menjadi dua
kategori yaitu masalah individual dan masalah kelompok meskipun
seringkali berbeda antara kedua kelompok itu hanya merupakan
perbedaan tekanan saja tindakan manajemen kelasseorang guru akan
efektif apabila ia dapat mengidentifikasi dengan tepat hakikat masalah
yang sedang dihadapi sehingga pada gilirannya ia dapat memilih
strategi penanggulangan yang tepat pada pada Banyak penulis yang
telah mengemukakan buah pikiran untuk mereka mengenal masalah
manajemen kelasini namun pada kesempatan ini hanya akan ditunjuk 2
sumber saja.
Redwall drakor dan Perkasa membedakan empat kelompok
masalah manajemen kelasindividu yang didasarkan asumsi bahwa
semua tingkah laku individu merupakan upaya pencapaian tujuan
pemenuhan kebutuhan untuk diterima kelompok dan kebutuhan untuk
mencapai harga diri bila kebutuhan-kebutuhan ini tidak lagi dapat
dipenuhi melalui cara-cara yang lumrah dapat diterima masyarakat
dalam hal ini masyarakat kelas maka individu yang bersangkutan akan
berusaha mencapai dengan cara-cara lain dengan kata lain dia akan
berbuat tidak baik perbuatan-perbuatan untuk mencapai tujuan dengan
cara yang sosial ini inilah oleh pasangan penulis diatas golong kan
sebagai berikut
1. Tingkah laku yang ingin mendapatkan perhatian orang lain
misalnya badut di kelas atau aktif atau dengan berbuat serba lamban
sehingga perlu mendapat pertolongan ekstra atau pasif
2. Tingkah laku yang ingin menunjukkan kekuatan misalnya selalu
berdebat atau kehilangan kendali emosional marah menangis atau
selalu lupa pada aturan-aturan penting di kelas.

--( 21 )--
3. Tingkah laku yang bertujuan menyakiti orang lain misalnya
menyakiti orang lain seperti memukul menggigit dan sebagainya
4. Peragaan ketidakmampuan yaitu dalam bentuk sama sekali menolak
untuk mencoba melakukan apapun karena yakin bahwa hanya
kegagalan yang menjadi bagiannya
Sebagai penduga Decors dan cara menyatakan sebagai berikut
apabila seorang guru merasa terganggu oleh perbuatan seorang peserta
didik maka kemungkinan peserta didik yang bersangkutan ada pada
tahap attention merasa dikalahkan atau terancam maka kemungkinan
peserta didik yang bersangkutan ada pada tahap power seeking merasa
tersinggung atau terluka hati maka kemungkinan pelakunya ada pada
tahap Revenge dan akhirnya bila guru merasa benar-benar tidak mampu
berbuat apa-apa lagi dalam menghadapi ulah peserta didik maka
kemungkinan yang dihadapinya Adalah perasaan ketidakmampuan
Lois dan Mari abani mengemukakan 6 kategori masalah kelompok
dalam manajemen kelasmasalah-masalah yang dimaksud adalah
sebagai berikut
1. Kelas kohesif misalnya perbedaan jenis kelamin suku dan tingkatan
sosial ekonomi dan sebagainya
2. Kelas mereka negatif terhadap salah seorang anggotanya misalnya
mengejek anggota kelas. Dalam pengajaran seni suara menyanyi
dengan suara sumbang
3. Membesarkan hati anggota kelas yang justru melanggar norma
kelompok misalnya pemberian Semangat kepada badut kelas.
Akan tumbuh dalam suatu suasana dimana antara guru dan
peserta didik terjalin sikap persahabatan yang kekal pada dasar saling
menghormati dan saling mempercayai hal ini akan tumbuh subur bila.
Suasana kehidupan di sekolah tidak mendorong peserta didik ialah
tingkah laku yang tidak dikehendaki 8 pada saat-saat tertentu
disediakan penghargaan dan hadiah bagi peserta didik yang bertingkah
laku sesuai dengan tuntutan disiplin yang berlaku sebagai suri teladan
yang baik.
1. Guru bersikap hangat dalam membina sikap persahabatan dengan
semua peserta didik menghargai mereka dan menerima mereka
dengan berbagai keterbatasan.

--( 22 )--
2. Guru Bersikap Adil sehingga mereka diperlakukan sama tanpa
tumbuh rasa dianaktirikan atau disisikan
3. Guru bersifat objektif terhadap kesalahan peserta didik dengan
melakukan sanksi sesuai dengan tata tertib bila peserta didik
melanggar disiplin dan disetujui bersama
4. Tidak menuntut para peserta didik untuk mengikuti aturan-aturan
yang diluar kemampuan peserta didik untuk mengikutinya
5. Guru tidak menghukum peserta didik di depan teman-temannya
sehingga menyebabkan mereka kehilangan
6. Dapat diciptakan suatu kondisi sehingga setiap peserta didik merasa
berhasil dalam segi-segi tertentu dan tidak senantiasa berada dalam
situasi kegagalan dan kekecewaan
7. Suasana kehidupan di sekolah tidak mendorong peserta didik ialah
tingkah laku yang tidak dikehendaki
8. Pada saat-saat tertentu disediakan penghargaan dan hadiah bagi
peserta didik yang bertingkah laku sesuai dengan tuntutan disiplin
yang berlaku sebagai suri teladan yang baik
Sikap guru yang demokratis merupakan kondisi bagi terbinanya
tertib kearah siasat sikap ini akan memberi kesempatan kepada peserta
didik untuk ikut terlibat dalam menegakkan disiplin sekolah ikut
bertanggungjawab dan ikut mempertahankan aturan yang telah
dipikirkan dan ditetapkan bersama tentu saja dalam. Dalam hal ini
dibutuhkan kerjasama yang baik dengan orang tua di rumah agar
kebiasaan disiplin yang baik disekolah di oleh-oleh kebiasaan yang
baik di rumah dan sebaliknya.

J. Pendekatan dalam Pengelolaan Kelas


Pendekatan dalam manajemen kelas sebagai pekerja profesional
seorang guru harus mendalami kerangka acuan pendekatan-pendekatan
kelas sebelum di dalam penggunaanya harus terlebih dahulu meyakini
bahwa pendekatan yang dipilihnya untuk menangani suatu kasus
manajemen kelas merupakan alternatif yang terbaik sesuatu dengan
hakikat masalah-masalahnya artinya seorang guru terlebih dahulu harus
menetapkan bahwa penggunaan suatu pendekatan memang cocok
dengan hakikat masalah yang ingin ditanggulangi ya terus

--( 23 )--
dimaksudkan untuk mengatakan bahwa seorang guru yang akan
berhasil baik setiap hari ia menangani kasus manajemen kelas
sebaliknya profesional cara kerja seorang guru adalah demikian
sehingga apabila alternatif tindakannya yang pertama tidak
memberikan hasil sebagaimana yang diharapkan maka ia masih mampu
melakukan pukulan terhadap situasi untuk kemungkinan kemudian
alternatif pendekatan yang kedua dan seterusnya. Dalam pelaksanaan
manajemen kelasakan ditemui berbagai faktor penghambat hambatan
tersebut bisa datang dari guru sendiri yang peserta didik lingkungan
keluarga maupun karena faktor fasilitas faktor-faktor tersebut marilah
kita simak kembali uraian sebelumnya yang tadi tampaknya bahwa
wewenang penanganan masalah pengelolaan tanpa kita klasifikasikan
ke dalam 3 kategori yaitu
1. Masalah yang ada dalam wewenang guru.
2. Masalah yang ada dalam wewenang sekolah tiga
3. Masalah-masalah yang ada di di luar kekuasaan guru dan sekolah.

*****

--( 24 )--
BAB II

BELAJAR

A. Pengertian Belajar
Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu
proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan
lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-
perubahan tersebut nyata dalam seluruh aspek tingkah laku.
Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam intraksi
dengan lingkungannya.
Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali baik
sifat maupun jenisnya karena itu sudah tentu tidak setia perubahan
dalam diri seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar.
Demikian pula tingkah laku seseorang yang berada dalam keadaan
mabuk, perubahan yang terjadi dalam aspek-aspek kematangan,
perubahan, dan perkembangan tidak termasuk dalam pengertian belajar.
1. Perubahan terjadi secara sadar
Ini berarti bahwa seseorang yang belajar akan menyadari terjadinya
perubahan itu atau sekurang-kurangnya iya merasakan telah terjadi
adanya suatu perubahan.
2. Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional
Perubaban yang terjadi dalam diri seseorang berlangsung secara
berkesinambungan atau tidak statis. Suatu perubahan yang terjadi
akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi
kehidupan ataupun proses belajar berikutnya.

--( 25 )--
3. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
Perubahan yang bersifat aktif artinya bahwa perubahan itu tidak
terjadi dengan sendirinya melainkan karena usaha individu sendiri.
4. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara
Perubahan yang bersifat sementara atau temporer terjadi hanya
untuk beberapa saat saja, seperti berkeringat, keluar air mata, besin,
menangis, dan sebagainya, tidak dapat digolongkan sebagai
perubahan dalam arti belajar.
5. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah
Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada
tujuan yang akan dicapai. Perubahan belajar terarah kepada
perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari.

B. Jenis-Jenis Belajar
1. Belajar Bagian (Part Learning, Frantioned Learning)
Umumnya belajar bagian dilakukan oleh seseorang bila ia
dihadapkan pada materi belajar yang bersifat luas atau ekstensif,
misalnya mempelajari sajak ataupun gerakan-gerakan motoris
seperti bermain silat. Dalam hal ini individu memecah seluruh
materi pelajaran menjadi bagian-bagian yang satu sama lain berdiri
sendiri. Sebagai lawan dari cara belajar bagian adalah cara belajar
keseluruhan atau belajar global.
2. Belajar dengan Wawasan (Learning By Insight)
Konsep ini diperkenalkan oleh W.Kohler, salah seorang tokoh
Psikilogi Gestalt pada permulaan tahun 1971. Sebagai suatu
konsep, wawasan (insight) ini merupakan pokok utama dalam
pembicaraan psikologi belajar dan proses berfikir. Dan meskipun
Kohler sendiri dalam menerangkan wawasan berorientasi pada data
yang bersifat tingkah laku namun tidak urung wawasan ini
merupakan konsep yang secara prinsipil ditentang oleh penganut
aliran neo-behaviorisme.
3. Belajar Deskriminatif (Discriminative Learning)
Di artikan sebagai suatu usaha untuk memeilih beberapa sifat
situasi/stimulus dan kemudian menjadikannya sebagai pedoman
dalam bertingkah laku.Dengan pengertian ini maka dalam

--( 26 )--
eksperimen, subyek diminta untuk berespon secara berbeda-beda
terhadap stimulus yang berlainan.
4. Belajar Global/Keseluruhan (Global Whole Learning)
Di sini bahan pelajaran dipelajari secara keseluruhan berulang
sampai pelajar menguasainya, lawan dari kata bagian. Metode
belajar ini sering juga disebut metode Gestalt.
5. Belajar Incidental (Incidental Learning)
Konsep yang bertantangan dengan anggapan bahwa belajar itu
selalu berarah tuan (internasional). Sebab dalam belajar incidental
individu tidak ada sama sekali kehendak untuk belajar. Atas dasar
ini maka untuk kepentingan penelitian, disusun perumusan
operasional sebagai berikut : belajar disebut incidental bila tidak
ada instruksi atau petunjuk yang diberikan kepada individu
mengenai materi belajar yang akan diujikan kelak.
6. Belajar Instrumental (Instrumental Learning)
Pada belajar instrumental, reaksi-reaksi seseorang siswa yang
diperlihatkan diikuti oleh tanda-tanda yang mengarah pada apakah
siswa tersebut akan mendapat hadiah, hukuman, berhasil atau gagal.
Oleh karena itu cepat atau lambatnya seseorang belajar dapat diatur
dengan jalan memberikan penguat atas dasar tingkat-tingkat
kebutuhan. Dalam hal ini maka salah satu bentuk belajar
instrumental yang khusus adalah “pembentukan tingkah laku”.
7. Belajar Intensional (Intentional Learning)
Belajar dalam arah tujuan, merupakan lawan dari belajar
insidental, yang akan dibahas lebih luas pada bagian berikut.
8. Belajar Laten (Latent Leaning)
Dalam belajar laten, perubahan-perubahan tingkah laku yang
terlihat tidak secara segera, dan oleh karena itu disebut laten.
Selanjutnya eksperimen yang dilakukan terhadap binatang
mengenai belajar laten, menimbulkan pembicaraan yang hangat di
kalangan penganut behaviorisme, khususnya mengenai peranan
faktor penguat dalam belajar.
9. Belajar Mental (Mental Learning)
Perubahan kemungkinan tingkah laku yang terjadi disini tidak
nyata terlihat, melainkan hanya berupa perubahan proses kognitif

--( 27 )--
karena ada bahan yang di pelajari. Ada tidaknya belajar mental ini
sangat jelas terlihat pada tugas-tugas yang sifatnya motoris.
10. Belajar Produktif (Productive Learning)
R.Berguis (1964) memberikan arti belajar produktif sebagai
belajar dengan transfer yang maksimum. Belajar adalah mengatur
kemungkinan untuk melakukan transfer tingkah laku dari satu
situasi ke situasi lain, belajar disebut produktif bila individu mampu
mentransfer prinsip menyelesaikan satu persoalan dalam satu situasi
ke situasi lain.
11. Belajar Verbal (Verbal Learning)
Belajar verbal adalah belajar mengenai materi verbal dengan
melalui latihan dan ingatan. Dasar dari belajar verbal diperlihatkan
dalam eksperimen klasik dari Ebbinghaus. Sifat eksperimen yang
tidak bermakna sampai pada belajar dengan wawasan mengenai
penyelesaian persoalan yang kompleks yang harus diungkapkan
secara verbal.

C. Teori-Teori Belajar
Sebenarnya terdapat berbagai teori belajar misalnya yang
mendasarkan pada ilmu jiwa daya, tanggapan, asosiasi, trial dan error,
medan, gestalt, behaviorist, dan lkain-lain. Namun dalam uraian berikut
ini dibatasi hanya yang sekiranya relevan dengan kebutuhan kita.
1. Teori Gestalt
Teori ini di kemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman,
yang sekarang menjadi tenar di seluruh dunia. Hukum yang berlaku
dalam pengamatan adalah sama dengan hukum dalam belajar yaitu :
a) Gestalt mempunyai sesuatu yang melebihi jumlah unsur-
unsurnya
b) Gestalt tumbuh lebih dahulu darpada bagian-bagiannya
Jadi dalam belajar yang penting adalah adanya penyesuaian
pertama yaitu memperoleh respons yang tepat untuk memecahkan
problem yang dihadapi. Belajar yang penting bukan mengulangi
hal-hal yang harus dipelajari, tetapi mengerti dan memperoleh
insight,. Sifat-sifat belajar dengan insight ialah :

--( 28 )--
a) Insight tergantung dari kemampuan dasar
b) Insight tergantung dari pengalaman masa lampau yang relevan
c) Insight hanya timbul apabila situasi belajar diatur sedemikian
rupa, sehingga segala aspek yang perlu dapat diamati
d) Insight adalah hal yang harus di cari tidak dapat jatuh dari langit
e) Belajar dengan insight dapat diulangi
f) Insight sekali didapat dapat digunakan untuk menghadapi
situasi-situasi yang baru.
Prinsip belajar menurut teori Gestalt
a) Belajar berdasarkan keseluruhan
Orang berusaha menghubungkan suatu pelajaran dengan
pelajaran yang lain sebanyak mungkin. Mata pelajaran yang
bulat lebih mudah dimengerti daripada bagian-bagiannya.
b) Belajar adalah suatu proses perkembangan
Anak-anak baru dapat mempelajari dan merencanakan bila ia
lebih matang untuk menerima bahan pelajaran itu. Manusia
sebagai organisme yang berkembang, kesediaan mempelajari
sesuatu tidak hanya ditentukan oleh kematangan jiwa batiniah,
tetapi juga perkembangan karena lingkungan dan pengalaman.
c) Siswa sebagai organisme keseluruhan
Siswa belajar tak hanya inteleknya saja, tetapi juga emosional
dan jasmaninya. Dalam pengajaran modern guru di samping
mengajar juga mendidik untuk membentuk pribadi siswa.
d) Tejadi transfer
Belajar pada pokoknya yang terpenting pada penyesuaian
pertama ialah memperoleh respons yang tepat.
e) Belajar adalah reorganisasi pengalaman
Pengalaman adalah suatu interaksi antara seseorang dengan
lingkungannya. Anak kena api, kejadian ini menjadi
pengalaman bagi anak. Belajar itu baru timbul bila seseorang
menemui suatu situasi/ soal baru.
f) Belajar harus dengan insight
Suatu saat dalam proses belajar dimana seseorang melihat
pengertian tentang sangkut-paut dan hubungan-hubungan
tertentu dalam unsur yang mengandung suatu problem.

--( 29 )--
g) Belajar lebih berhasil bila berhubungan dengan minat,
keinginan, dan tujuan siswa.
h) Hal itu terjadi bila banyak berhubungan dengan apa yang
diperlukan siswa dalam kehidupan sehari-hari.
i) Belajar berlangsung terus-menerus
Siswa memperoleh pengetahuan tidak hanya di sekolah tetapi
juga di luar sekolah. Dalam pergaulan memperoleh pengalaman
sendiri-sendiri, karena itu sekolah harus bekerja sama dengan
orang tua di rumah dan masyarakat.
2. Teori Belajar Menurut J. Bruner
Kata Bruner belajar tidak hanya untuk mengubah tingkah laku
seseorang tetapi untuk mengubah kurikulum sekolah menjadi
sedemikian rupa sehingga siswa dapat belajar lebih banyak dan
mudah.
Sebab itu Bruner mempunyai pendapat, alangkah baiknya bila
sekolah dapat menyediakan kesempatan bagi siswa untuk maju
dengan cepat sesuai dengan kemampuan siswa dalam mata
pelajaran tertentu. Dalam lingkungan banyak hal yang dapat di
pelajari siswa, dapat di golongkan menjadi :
a. Enactive
Seperti belajar naik sepeda yang harus didahului dengan
bermacam-macam keterampilan motorik.
b. Iconic
Seperti mengenal jalan yang menuju ke pasar, mengingat
dimana bukunya yang penting diletakkan.
c. Symbolic
Seperti menggunakan kata-kata, menggunakan formula.
Dalam belajar guru harus memperhatikan 4 hal berikut ini :
1) Mengusahakan agar setiap siswa berpatisispasi aktif, minatnya
perlu di tingkatkan, kemudian perilaku dibimbing untuk
mencapai tujuan tertentu.
2) Menganalisis struktur materi yang akan diajarkan, dan juga
perlu di sajikan secara sederhana sehingga mudah dimengerti
oleh siswa.

--( 30 )--
3) Menganalisis sequence, guru mengajar berarti membimbing
siswa melalui pernyataan-pernyataan dari suatu masalah
sehingga siswa memperoleh pengertian dan dapat mentransfer
apa yang sedang di pelajari.
4) Memberi reinforcement dan umpan balik, penguatan yang
optimal terjadi pada waktu siswa mengetahui bahwa ia
menemukan jawabannya.
3. Teori belajar dari piaget
Pendapat piaget mengenai perkembangan proses belajar pada
anak-anak adalah sebagai berikut :
a. Anak yang mempunyai struktur mental yang berbeda dengan
orang dewasa, mereka bukan merupakan orang dewasa dalam
bentuk kecil, mereka mempunyai cara yang khas untuk
menyatakan kenyataan dan untuk menghayati dunia sekitarnya.
Maka memerlukan pelayanan dalam belajar.
b. Perkembangan mental pada anak-anak yang melalui tahap-tahap
tertentu, menurut suatu urutan yang sama bagi semua anak.
c. Walaupun berlangsungnya tahap-tahap perkembangan itu
melalui suatu urutan, tetapi jangka waktu untuk berlatih dari
satu tahap yang lain tidaklah selalu sama pada setiap anak.
d. Perkembangan mental anak dipengaruhi oleh 4 faktor :
1) Kemasakan
2) Pengalaman
3) Interaksi social
4) Equilibration (proses dari ketiga faktor di atas bersama-
sama membangun dan memperbaiki struktur mental)
e. Ada 3 tahap perkembangan yaitu :
1) Berpikir secara intuitif ± 4 tahun
2) Beroperasi secara konkret ± 7 tahun
3) Beroperasi secara formal ± 11 tahun
Perlu diketahui pula bahwa dalam perkembangan intelektual
terjadi proses yang sederhana seperti melihat, menyentuh,
menyebut nama benda dan sebagainya, dan adaptasi yaitu suatu
rangkaian perubahan yang terjadi pada tiap individu sebagai hasil
interaksi dengan dunia sekitarnya.

--( 31 )--
4. Teori dari R. Gagne
Terhadap masalah belajar, Gagne memberikan dua definisi,
yaitu :
a. Belajar ialah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam
pengetahuan, keterampilan, kebiasaan dan tingkah laku
b. Belajar adalah penguasaan atau keterampilan yang diperoleh
dari instruktur.
Mulai masa bayi manusia mengadakan interaksi dengan
lingkungan, tetapi baru dalam bentuk “sensori-motor
coordination”. Kemudian ia mulai belajar berbicara dan
menggunakan bahasa. Kesanggupan menggunakan bahasa ini
penting artinya untuk belajar.
Tugas pertama yang dilakukan anak ialah meneruskan
“sosialisasi” dengan anak lain atau orang dewasa, tanpa
pertentangan bahkan untuk membantu memenuhi kebutuhan-
kebutuhan dan konsiderasi pada anak itu.
Tugas kedua ialah belajar menggunakan simbol-simbol yang
menyatakan keadaan sekelilingnya, seperti : gambar, huruf, angka,
diagram dan sebagainya. Ini adalah tugas intelektual (membaca,
menulis, berhitung dan sebagainya). Bila anak sekolah sudah dapat
melakukan tugas ini, berarti dia sudah mampu belajar banyak hal
dari yang mudah sampai yang amat kompleks.
Gagne mengatakan pula bahwa segala sesuatu yang dipelajari oleh
manusia dapat dibagi menjadi 5 kategori, yang disebut“ The
domains of learning “ yaitu :
a. Keterampilan Motoriks (Motoric Skill)
Dalam hal ini perlu berkoordinasi dari berbagai gerakan
badan, misalnya melempar bola, main tenis, mengemudi mobil,
mengetik huruf R,M, dan sebagainya
b. Informasi Verbal
Orang dapat menjelaskan sesuatu dengan berbicara,
menulis, menggambar, dalam hal ini dapat dimengerti bahwa
untuk mengatakan sesuatu ini perlu inteligensi.

--( 32 )--
c. Kemampuan Intelektual
Manusia mengadakan interaksi dengan dunia luar dengan
menggunakan simbol-simbol. Kemampuan belajar cara inilah
yang disebut “kemampuan Intelektual”, misalnya membedakan
huruh m dan n, menyebut tanaman yang sejenis.
d. Strategi Kognitif
Ini merupakan organisasi keterampilan yang internal
(internal Organized skill) yang perlu untuk belajar mengingat
dan berpikir. Kemampuan ini berbeda dengan kemampuan
intektual, karena ditujukan ke dunia luar, dan tidak dapat
dipelajari hanya dengan berbuat satu kali serta memerlukan
perbaikan-perbaikan secara terus-menerus.
e. Sikap
Kemampuan ini tak dapat dipelajari dengan ulangan-
ulangan, tidak tergantung atau dipengaruhi oleh hubungan
verbal seperti halnya domain yang lain. Sikap ini penting dalam
proses belajar, tanpa kemampuan ini belajar tak akan berhasil
dengan baik.
5. Purposeful Learning
Purposeful learning adalah belajar yang dilakukan dengan sadar
untuk mencapai tujuan dan yang :
a. Dilakukan siswa sendiri tanpa perintah atau bimbingan orang
lain.
b. Dilakukan siswa dengan bimbingan orang lain di dalam situasi
belajar-mengajar di sekolah

a. Purposeful Learning oleh siswa sendiri


Skema berikut ini menunjukkan purposeful learning tanpa
bimbingan. Urutan ini menggambarkan bagaimana seseorang
memperoleh banyak kecakapan intelektual dan psikomotor.
Dalam menganalisa urutan itu pembaca dapat memikirkan
tingkah laku anda yang anda peroleh sebagai hasil belajar dan
cobalah tentukan apakah urutan ini dapat diperoleh pada tingkah
laku anda tersebut.
Urutan purposeful learning tanpa bimbangan :

--( 33 )--
(1) Memperhatikan situasi belajar.
(2) Menetapkan tujuan, mengarahkan perhatian dan kegiatan
kepada pencapaian tujuan
(3) Mengadakan usaha-usaha pendahuluan yang mencakup berpikir
produktif dalam hubungan dengan tugas-tugas didalam bidang :
a) Kognitif
b) psikomor, dan
c) afektif
(4) Latihan untuk memperoleh kecakapan dan untuk mencapai
tujuan.
(5) Mengevaluasi tingkah laku sendiri :
(6) atau

Mencapai tujuan Tidak mencapai tujuan


(7) Mengalami kepuasan mengubah tujuan, mengubah respons,
atau mengundurkan diri, gunakan pengetahuan dan kecakapan
yang lebih tinggi tingkatnya (daripada sebelum belajar) didalam
situasi lain.
Penjelasan tiap langkah
1) Seseorang mengalami/menyadari kebutuhan, keinginan atau
perasaan tertentu dan memperhatikan situasi tersebut.Misalnya :
lapar, objek-objek yang berwarna menyolok
2) Sambil memperhatikan situasi tersebut dan mempertimbangkan
motivasi, seseorang melihat/memikirkan bagaimana kebutuhan
yang dapat dipenuhi dan menetapkan tujuan. Dengan perkataan
lain ia memikirkan kondisi akhir (tujuan) yang akan dicapai
pada suatu waktu di masa yang akan datang yang dapat
memuaskan/memenuhi kebutuhan/keinginan. Banyak tujuan
tidak dinyatakan secara eksplisit (what-when-how-means).
3) Sambil memperhatikan situasi tersebut seseorang mengadakan
eksplorasi, sebagai persiapan untuk menetapkan tujuan. Setelah
tujuan ditetapkan, kemauan atau keinginan untuk mencapainya
membentuk daya pendorong. Seseorang mengadakan percobaan
pendahuluan untuk mencapai tujuan. Tujuan itu terletak dalam

--( 34 )--
berabagai bidang kecakapan yaitu kognitif, psikomotorik atau
afektif.
4) Percobaan pendahuluan tersebut dapat mengakibatkan
perumusan kembali tujuan (mempertinggi atau memperendah
tujuan). Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan
latihan/kegiatan-kegiatan misalnya belajar bahasa, belajar
memainkan alat musik. Latihan-latihan/kegiatan-kegiatan
tersebut menghasilkan keterampilan sederhana sampai
kompleks.
5) Individu menilai kegiatannya.
Sebetulnya penilaian itu tidak dimulai disini, melainkan sejak
tahap permulaan. Tapi pada tahap ke-5 ini penilaian dilakukan
untuk mengetahui tujuan yang telah tercapai.
6) Tujuan tercapai menimbulkan kepuasan.

b. Belajar-bertujuan didalam situasi sekolah


Tingkat-tingkat belajar-bertujuan dengan bimbingan
Aktivitas siswa Aktivitas Guru
1) Memperhatikan situasi 1) Memanipulasi materi, kegiatan
belajar dan unsur-unsur, aspek-aspek
yang lain dalam situasi untuk
menjamin dan menguasai
perhatian siswa.
2) Menetapkan tujuan : 2) Membantu siswa dalam
mengarahkan menetapkan tujuan dengan jalan
perhatian dan kegiatan mendiskusikan tujuan
kepada tercapainya pengajaran, tugas-tugas yang
tujuan harus dikerjakan, dan
sebagainya.
3) Mengadakan 3) Menyediakan sumber-sumber
percobaan (usaha) pengajaran, misalnya : bahan-
dalam bidang : bahan dan perlengkapan dan
kognitif, memberikan bimbingan pada
psokomotorik, afektif siswa untuk menggunakan
sumber tersebut

--( 35 )--
4) Latihan/praktek untuk 4) Mengatur latihan, studi, diskusi,
memperoleh laboratorium dan kegiatan-
kecakapan dan untuk kegiatan lain. Memberi
mencapai tujuan. semangat kepada siswa agar
tekun dalam usaha mencapai
tujuan.
Memberikan bimbingan kepada
siswa dalam memperoleh
pengetahuan dan dalam
mengembangkan kecakapan
yang lebih tnggi tingkatnya dan
tingkah laku pro-sosial dan
memperhatikan perbedaan
individu siswa.
5) Menilai tingkah laku 5) Menilai kemajuan siswa,
sendiri membetulkan kesalahan-
kesalahan, memperbaiki apa
yang telah baik (reinforce)
misalnya dengan memuji,
memberikan persetujuan.
Memberikan kesempatan untuk
mengadakan review dan latihan-
latihan tambahan di mana perlu
(6) Mencapai tujuan 6) Mengadakan evaluasi sumatif
untuk memperoleh pengetahuan
tentang seberapa jauh tujuan
telah tercapai.
(7) Memperoleh kepuasan 7) Menciptakan kondisi yang
memungkinkan penggunaan
pengetahuan, keterampilan dan
kecakapan sekarang dalam
belajar lebih lanjut dalam
kegiatan-kegiatan lain, dan
dalam situasi di luar sekolah.

--( 36 )--
Penjelasan tiap langkah
1) Memperhatikan tugas yang akan dipelajari adalah penting
dalam memulai tahap (urutan) kegiatan belajar. Pada waktu
mengintroduksi pelajaran (unit), guru menarik perhatian siswa.
Guru menuntut siswa menggunakan lebih dari satu indera,
misalnya pendengaran dan penglihatan. Materi pengajaran,
komponen-komponen fisik kelas, kegiatan-kegiatan guru dan
aspek-aspek sosial dari situasi kelas diatur untuk membantu
timbulnya perhatian.
2) Penetapan tujuan itu penting untuk memulai dan mengarahkan
kegiatan. Siswa memerlukan kesempatan dan bantuan dan
memutuskan (menetapkan) apa yang mereka pelajari,
bagaimana mereka akan dapat belajar dengan baik, kapan bahan
tersebut akan dipelajari. Diskusi dalam keseluruhan kelas,
diskusi dalam kelompok kecil, dan pertemuan-pertemuan
individual digunakan untuk membantu siswa secara individual
menetapkan tujuan.
3) Dengan cara :
a) Berusaha mencapai tujuan mencakup interaksi dengan
orang-orang dan materi yang cocok untuk mencapai tujuan
tersebut dan cocok dengan sifat-sifat siswa.Mula-mula siswa
mengamati dan meniru kemudian makin dikembangkan
dengan belajar sendiri secara berdiri sendiri.
b) Mengenal dan mengorganisasi komponen secara berurutan
adalah penting untuk mencapai tujuan. Siswa perlu ditolong
agar mengenal hubungan yang bermakna antara komponen-
komponen tersebut.
4) Dengan cara :
a) Latihan (praktek) yang dilakukan dalam kondisi-kondisi
tertentu (yang baik) adalah penting untuk mencapai tujuan
dan untuk meningkatkan pekerjaan (performance) dalam
kebanyakan bidang studi. Agar latihan/praktek tersebut
berlangsung dengan efektif, guru dapat memberikan
hubungan keseluruhan bagian, lamanya waktu latihan,

--( 37 )--
pengetahuan tentang kemajuan, dan kondisi-kondisi lain
yang membantu.
b) Belajar yang sesuai dengan kecakapan sendiri, cara sendiri,
dan sifat-sifat sendiri yang lain bermanfaat untuk
pencapaian tujuan belajar/untuk belajar yang lain pada
umumnya.
Ada dua cara untuk membantu siswa agar belajar sesuai
dengan keadaan individual tiap siswa.
a) Siswa dikelompokkan sesuai dengan tujuan yang mau
dicapai dan berdasar sifat-sifat siswa tersebut. Cara ini
banyak dilakukan dalam kegiatan dibidang musik dan
atletik.
b) Materi, perlengkapan, ruang diatur secara fleksibel untuk
memungkinkan belajar secara independent agar siswa dapat
belajar sesuai dengan tempo dan caranya sendiri.
5) Menilai pekerjaan (performance) sendiri adalah penting dalam
mengembangkan keberdirisendirian dalam belajar dan dalam
mencapai tujuan. Juga kalau dalam penilaian itu dilakukan guru.
Guru memberitahukan kemajuan siswa dan menolong
mengatasi kesalahan-kesalahannya. Dengan demikian siswa
mendapat semangat/dorongan belajar dan mencapai tujuannya.
6) Pengembangan kecakapan yang mantap dan pengetahuan yang
komprehensif menuntut pengalaman belajar yang produktif
selama waktu yang cukup lama.
6. Belajar dengan Jalan mengamati dan Meniru(Observational
Learning and Imitation)
Menurut Bandura dan Walters, tingkah laku baru dikuasai atau
dipelajari mula-mula dengan mengamati dan meniru suatu model/
contoh/teladan.
a. Model yang Ditiru
Model yang diamati dan ditiru siswa dapat digolongkan
menjadi:
1) Kehidupan yang nyata.
Misalnya: orang tua di rumah, guru di sekolah, dan orang
lain dalam masyarakat.

--( 38 )--
2) Simbolik
Termasuk dalam golongan ini adalah model yang
dipresentasikan secara lisan, tertulis atau dalam bentuk
gambar.
3) Representasional
Termasuk dalam golongan ini adalah model yang
dipresentasikan dengan menggunakan alat-alat audiovisual,
terutama televisi dan video.
b. Pengaruh Meniru
Menurut Badura dan Walters, penguasaan tingkah laku atau
respon baru, pertama-tama adalah hasil dari peristiwa-peristiwa
yang terjadi dalam waktu yang bersamaan (kontiguitasi) yang
diamati.Kuat lemahnya respon itu bergantung pada penguatan
(reinforcement).Menurut teori ini, yang penting adalah
bagaimana repon itu mula-mula dipelajari. Proses tersebut akan
lebih jelas dengan memperhatikan 3 macam pengaruh yang
berbeda dari pengamatan (observasi) dan peniruan.
1) Modelling effect
Dengan jalan mengamati dan meniru, siswa
menghubungkan tingkah laku dari model dengan response
yang baru bagi dirinya, respon yang pertama kali
dilakukannya. Jelas, model itu harus menunjukan tingkah
laku yang baru bagi siswa tetapi dapat dilakukan oleh siswa
tersebut.
2) Disinhibitory effect
Dengan mengamati dan meniru suatu model, seorang siswa
dapat memperlemah atau memperkuat respons-respons
terlarang yang telah dimiliki. Pada umumnya, tingkah laku
agresif tidak dibenarkan, terlarang. Kalau siswa mengamati
model yang menunjukan tingkah laku agresif, maka
larangan itu diperlemah dan akibatnya siswa tidak saja akan
melakukan tingkah laku agresif sesuai dengan model
tersebut, melainkan juga tingkah laku agresif lain.

--( 39 )--
3) Eiiciting effect
Dengan mengamati dan meniru suatu model, siswa
menghubungkan tingkah laku dari model dengan respon-
respon yang telah dimilikinya. Dengan begitu respon-respon
itu ditimbulkan. Misalnya kerja bakti, memberikan uang
derma, makan-makanan yang biasanya tidak dipilih.
c. Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Peniruan
1) Konsekuensi dari respon yang dilakukan (hadiah dan
hukuman, pengaruh hukuman tidak mudah diramalkan
seperti pengaruh hadiah)
2) Sifat-sifat siswa
Siswa yang suka meniru biasanya adalah yang:
a) Mempunyai rasa kurang harga diri,
b) Kurang kemampuannya,
c) Mereka mempunyai sifat-sifat yang sama seperti dalam
model, berada dalam suasana perasaan tertentu karena
tekanan dari luar atau karena obat (drugs).
d. Melupakan Response yang Ditiru
Bandura dan Walters lebih tertarik perhatiannya pada peniadaan
(extinction) tingkah laku yang tak baik dari pada memperlemah
tingkah laku yang baik. Beberapa cara untuk meniadakan
respon itu adalah:
1) Tidak memberi hadiah atas suatu respon
2) Menghilangkan penguat yang positif
3) Menggunakan perangsang yang tak menyenangkan,
misalnya hukuman,
4) Belajar berkondisi (counterconditioning)
e. Penerapannya di Sekolah
1) Tingkah laku sosial dapat dipelajari dengan jalan mengamati
dan meniru. Sekolah mempunyai peranan yang penting dan
mengembangkan tingkah laku sosial siswa-siswa.
2) Tingkah laku psikomotor dapat juga dipelajari dengan jalan
mengamati dan meniru, misalnya menulis, melempar bola.
3) Perkembangan keterampilan vokal, misalnya berbicara,
menyanyi, dapat dibantu oleh adanya model.

--( 40 )--
7. Belajar yang Bermakna (Meaningful learning)
a. Tipe-tipe belajar
Ada dua dimensi dalam tipe-tipe belajar yaitu:
1) Dimensi menerima (reception learning) dan menemukan
(discovery learning).
2) Dimensi menghafal (rote learning) dan belajar bermakna
(meaningful learning).
Kalau dua dimensi itu di gabung, akan kita peroleh empat
macam belajar (Ausubel & Robinson) yaitu;
1) Meaningful reception
2) Rote reception
3) Meaningful discovery
4) Rote discovery
Di dalam reception learning semua bahan yang harus
dipelajari yang diberikan dalam bentuknya yang final (bentuk
yang sudah jadi) dalam bahan yang disajikan (expository
material). Contoh: Bahan yang dikemukakan dalam paragraf
diatas mengenal dua dimensi dan mengenal empat macam
belajar dari Ausubel dan Robinson.
Di dalam discovery learning, tidak semua yang harus
dipelajari dipresentasikan dalam bentuk yang final, beberapa
bagian harus dicari, diidentifikasi oleh pelajar sendiri. Pelajar
harus mencari informasi sendiri. Kemudian informasi itu
diintegrasikan ke dalam struktur kognitif yang telah ada,
disusun kembali, diubah, untuk menghasilkan struktur kognitif
yang baru. (struktur kognitif adalah perangkat fakta-fakta,
konsep-konsep, generalisasi-generalisasi yang terorganisasi
yang telah dipelajari dan dikuasai seseorang.
Menerima dan menemukan (reception dan discovery),
adalah langkah pertama dalam belajar.Langkah kedua adalah
usaha mengingat atau menguasai apayang dipelajari itu agar
kemudian dapat dipergunakan. Jika seseorang berusaha
menguasai informasi baru itu dengan jalan menghubungkan
dengan apa yang telah diketahuinya, terjadilah belajar yang

--( 41 )--
bermakna. Jika seseorang hanya berusaha mengingat informasi
baru itu, terjadilah menghafal (rote learning).
Sekarang marilah mencari contoh-contoh emapt macam
belajar (Ausubel & Robinson) yang telah disebutkan didepan:
meaningful reception learning, rote reception learning,
meaningful learning, dan rote discovery learning.
b. Struktur dan Proses Internal
Menurut Ausuber dan Robiknson, struktur kognitif itu
bersifat piramikdal. Bagian puncaknya yang sempit berisi
konsep-konsep atau teori-teori yang paling umum, bagian
tengah yang agak luas berisi sub-sub konsep yang kurang
umkum, dan bagian dasar yang paling luas berisi infoemasi-
informasi khusus (konkret).
Proses mengintegrasikaninformasi atau ide baru ke dalam
struktur kognitif yang telah ada di sebut subsumsi. Ada dua
macam subsumsi yaitu:
1) Subsumsi Derivatif
Ide Bila informasi atau ide baru adalah kasus khusus yang
membantu atau menerangkan ide yang telah dipunyai maka
proses menghubungkan keduanya sehingga terjadi belajar,
di sebut subsumsi derivative.
2) Subsumsi Koleratif
Bila ide (informasi, konsep dan sebgainya) yang baru
mengubah ide (informasi, konsep dan sebagainya) yang
telah dipunyai, maka proses menghubungkan keduanya
disebut subsumsi korelatif.
c. Variabel-variabel di Dalam Belajar Bermakna
Struktur kognitif, seperti telah disebutkan di depan adalah
perangkat fakta-fakta, konsep-konsep, generalisasi yang
terorganisasi, yang telah di pelajari dan di kuasai seseorang.
Macam-macam variabel strukur kognitif adalah :
1) Pengetahuan yang telah di miliki
Bagaimana bahan baru dapat di pelajari dengan baik,
bergantung pada apa yang telah di ketahui.

--( 42 )--
2) Diskriminabilitas
Konsep-konsep baru yang dapat dibedakan dengan jelas
dengan apa yang di pelajari, mudah di pelajari dan di kuasai.
3) Kemantapan dan kejelasan
Konsep-konsep yang mantap dan jelas yang telah ada di
dalam struktur kognitif memudahkan belajar dan retensi.
d. Motivasi dan Belajar Bermakna
Motif keberhasilan (achievement motivation) terdiri dari 3
komponen :
1) Dorongan kognitif
Termasuk dalam dorongan kognitif adalah kebutuhan untuk
mengetahui, mengerti, dan untuk memecahkan masalah.
2) Harga diri
Ada siswa tertentu yang tekun belajar melaksanakan tugas-
tugas bukan terutama untuk memperoleh pengetahuan atau
kecakapan, melainkan untuk memperoleh pengetahuan
kecakapan.
3) Kebutuhan berafiliasi
Sukar dipisahkan dari harga diri. Ada siswa yang berusaha
menguasai bahan pelajaran atau belajar dengan giat untuk
memperoleh pembenaran atau penerimaan dari teman-
temannya yang dapat memberikan staus kepadanya.
e. Penerapannya di Sekolah
Teori Ausubel terutama berlaku pada siswa yang sudah
dapat membaca dengan baik dan yang sudah menpunyai
konsep-konsep dasar di dalam bidang-bidang pelajaran tertentu.
Hal ini disebabkan oleh karena teori itu pertama-tama
menekankan penguasaan belkajar mula, retensi, transfer, dan
variabel-variabel yang berhubungan dengan belajar semacam
itu.

D. Prinsip-Prinsip Belajar
Dengan mempelajari uraian-uraian yang terdahulu, maka calon
guru/pembimbing seharusnya sudah dapat menyusun sendiri prinsip-
prinsip belajar, yaitu prinsip belajar yang dapat dilaksanakan dalam

--( 43 )--
situasi dan kondisi yang berbeda, dan oleh setiap siswa secara
individual. Namun demikian marilah kita susun prinsip-prinsip belajar
itu, sebagai berikut :
1. Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar
a. Dalam belajar setiap siswa harus diusahakan partisipasi aktif,
meningkatkan minat dan membimbing untuk mecapai tujuan
intruksional
b. Belajar harus dapat menimbulkan reinforcementdan motivasi
yang kuat untuk mecapai tujuan intruksional.
c. Belajar perlu lingkungan yang menantang dimana anak dapat
mengmbangkan kemampuannyacbereksplorasi dan belajar
dengan efektif.
d. Belajar perlu ada interaksi siswa dengan lingkungannya.
2. Sesuai Hakikat Belajar
a. Belajar itu proses kontinyu, maka harus tahap demi tahap
menurut perkembangannya
b. Belajar adalah proses orgaisasi, adaptasi, eksplorasi, dan
discovery.
c. Belajar adalah proses kontinguitas sehingga mendapatkan
pengertian yang diharapkan.
3. Sesuai materil bahan yang harus dipelajari
a. Belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki
struktur, penyajian yang sederhana, sehingga siswa mudah
menangkap pengertiannya.
b. Belajar dapat mengembangkan kemampuan tertentu sesuai
dengan tujuan intruksional yang harus dicapainya.
4. Syarat keberhasilan belajar
a. Belajar memerlukan sarana yang cukup, sehingga siswa dapat
belajar dengan tenang.
b. Repetisi, dalam proses belajar perlu ulangan berkali-kali agar
pengertian/keterampilan/sikap itu mendalam pada siswa.

*****

--( 44 )--
BAB III

FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI BELAJAR

Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya,


tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan saja. Yaitu faktor intern
dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri
individu yang sedang belajar, sedangkan faktorekstern adalah faktor
yang ada di luar individu.

A. Faktor –Faktor Intern


Di dalam membicarakan faktorintern ini, akan dibahas menjadi
tiga faktor, yaitu : faktor jasmaniah, faktor psikologis dan faktor
kelelahan.
1. Faktor Jasmaniah
a. Faktor kesehatan
Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta
bagian-bagian/bebas dari penyakit. Kesehatan adalah keadaan
atau hal sehat. Kesehatan seseorang berpengaruh terhadap
belajarnya.
Proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatan
seseorang terganggu, selain itujuga ia akan cepat lelah, kurang
bersemangat, mudah pusing, gantuk jika badannya
lemah,kurang darah atau pun ada gangguan-gangguan kelainan-
kelainan fungsi alat inderanya serta tubuhnya.
Agar seseorang dapat belajar dengan baik haruslah
menguasahkan kesehatan badannya tetap terjamin dengan cara

--( 45 )--
selalu mengindahkan ketntuan-ketentuan tentang kerja, belajar,
istirahat, tidur,makan,olahraga, rekreasi dan ibadah.
b. Cacat Tubuh
Cacat Tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang
baik atau kurang sempurna mengenai tubuhnya / badan. Cacat
itu dapat berupa buta, setengah buta, tuli, setengah tuli, patah
kaki dan patah tangan, lumpu dan lain-lain. Keadaan cacat
tubuh juga mempengaruhi belajar. Siswa yang cacat belajarnya
juga terganggu. Jika hal ini terjadi, hendaknya ia belajar pada
lembaga pendidikan khusus atau diusahakan alat bantu agar
dapat menghindari atau mengurangi pengaruh kecacatannya itu.
2. Faktor Psikologis
Sekurang-kurangnya ada tuju faktor yang tergolong kedalam
faktor psikologis yang mempengaruhi belajar. Faktor – faktor itu
adalah: inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan
kelemahan. Uraian berikut ini akan membahas faktor- faktor
tersebut.
a. Intelegensi
Untuk memberikan pengertian tentang intelegensi, J.P
Chaplin merumuskan sebagia:
(1) The abiliry to meetand adapt to novel situations quicklyand
effectively
(2) The abiliry to utilize abstract concepts effectively.
(3) The abiliry to grasp relationships and to learn quickly
Jadi inteligensi itu adalah kecakapan yang terdiri dari tiga
jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyelesaikan
kedalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif,
mengetahui/menggunakan kondep-konsep abstrak sekara
efektif, mengetahui relasi dan mempelajari dengan cepat.
Inteligensi besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar.
Dalam situasi yang sama, siswa yang mempunya tingkat
inteligensi yang tinggi akan lebih berhasil dari pada yang
mempunyai tingkat inteligensi yang rendah. Walaupun begitu
siswa yang mempunya tingkat inteligensi yang tinggi belum
pasti berhasil dalam belajarnya. Hal ini disebabkan karena

--( 46 )--
belajar adalah suatu proses yang kompleks dengan banyak
faktor yang mempengaruhinya, sedangkan inteligensi adalah
suatu faktor diantara faktor tang lain. Jika faktor lain bersifat
menghambat/berpengaru negatif terhadap belajar, akhirnya
siswa gagal dalam belajarnya. Siswa yang mempunyai
inteligensi yang normal dapat berhasil dengan baik dalam
belajar, jika ia belajar dengan baik, artinya belajar dengan
menerapkan metode belajar dengan efisien dan faktor- faktor
yang mempengaruhi belajarnya (faktor jasmani,
psikolgi,keluarga, sekolah dan masyarakat) memberi pengaruh
yang positif, jika siswa memiliki inteligensi rendah, ia perlu
mendapat pendidikan di lembaga pendidikan khusus.
b. Perhatian
Perhatian menurut Gazali adalah keaktifan jiwa yang, jiwa
itu pun semata-mata terjun kepada suatu obyek ( benda/hal) atau
sekelompok objek. Untuk menjamin hasil belajar yang baik,
maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang
dipelajarinya,jika bahan belajar tidak menjadi perhatian siswa,
maka timbul kebosanan, sehingga ia tidak lagi suka belajar.
Agar siswa dapat belajar dengan baik, usahan bahan belajar
selalu menarik perhatian dengan cara mengusahakan
pembelajaran itu sesuai hobi atau bakatnya.
c. Minat
Hilgard memberi rumusan terhadap minat adalah sebagai
berikut ”Interest is persisting tendency to pay attention to and
enjoy some activity or content”.
Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk
memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan
yang diminati seseorang, diperhatiakan terus menerus dan
disertaidengan rasa senang. Jika berbeda dengan perhatian,
karena perhatian sifatnya sementara (tidak dalam waktu yang
lama) dan belum tentu diikuti dengan rasa senang, senangkan
minat selalu diikuti rasa senang dan dari situ di peroleh
kepuasan.

--( 47 )--
Minat besar pengarunya terhadap belajar, karena bila
bahan yang dipelajari tadak sesuai dengan minat sisawa, siswa
tidak akan bealajar denaga sebaik-baiknya, karena tidak daya
tari baginya.
Ia segan-segan untuk belajar, ia tidak memperoleh
kepuasan dari belajar itu. Bahan pelajaran yang menarik mianat
siswa, lebih mudah dipelajar dan disimpan, karena mianat
menanamkan kegiatan belajar.
Jika terhadap siswa yang kurang berminat terhadap
bealajar, dapat diusulkan agar ia mempunyai minat yang lebih
besar deangan cara menjelaskan hal-hal yang menarik dan
berguna bagi kehidupan serta hal-ahal yang berhubungan
dengan cita-cita serta kaitannya dengan bahan belajar yang
dipelajari itu.
d. Bakat
Bakat atau aptitude menurut Hilgard adalah “ the capacity
to learn” dengan perkataan lain adalah kemampuan untuk
belajar. Kemampuan itu baru terealisasi menjadi kecakapan
yang nyata setelah belajar dan berlatih. Orang berbakat
mengetik, misalnya akan lebih cepat dapat mengetik dengan
lancar dibandingkan dengan orang yang kurang/tidak berbakat
dibidang itu.
Dari uraian diatas menjelaskan bahwa bakat itu
mempengaruhi belajar. Jika bahan belajar siswa sesuai dengan
bakatnya, maka hasil belajarnya akan lebih baik karena ia
senang belajar dan pastilah selanjutnya ia lebih giat lagi dalam
bealajarnya ia. Adalah penting untuk mengetahui bakat siswa
dan menempatkan siswa belajar di sekolah yanag sesuai dengan
bakatnya.
e. Motif
James Drever memberi pengertian tentang motif sebagai
berikut: “Motive is an effective-conative factor which operates
in determining the direction of an individual„s behavior to
wards an end or goal, consioustly apprehended or
unconsioustly”

--( 48 )--
Jadi motif erat sekali dengan hubunganya dengan tujuan
yang akan dicapai. Di dalam menentukan tujuan itu dapat
disadari atau tidak, akan tetapi untuk mencapai tujuan itu perlu
berbuat, sedangkan yang terjadi penyebab berbuat adalah motif
itu sendiri sebagai daya penggerak/pendorongnya.
Dalam proses belajar haruslah diperahatikan apa yang
dapat mendorong siswa agar dapat belajar dengan baik atau
padanya motif belajar untuk berfikir dan memusatkan perhatian,
merencanakan dan melaksanakan kegiatan yang
berhubungan/menunjang belajar. Motif-motif diatas bisa
ditanamkan kepada diri siswa dengan cara membeli latihan-
latihan/kebiasan-kebiasan yang kadang-kadang juga
dipengaruhi oleh keadaan lingkungan. Dari uaraian diatas dapat
dijelaslah bahwa motif yang kuat itu dapat dilaksanakan dengan
adanya latihan-latihan/kebiasan-kebiasan dan pengaruh
lingkungan yang memperkuat, jadi latihan/kebiasaan itu juga
perlu dipelajari.
f. Kematangan
Kematangan adalah suatu tindakan/fase dalam
pertumbuhan seseorang di alat-alat tubuhnya sudah siap untuk
melaksanakan kecakapan baru. Misalnya anak dengan kakainya
sudah siap untuk berjalan, tangan dengan jari-jarinya sudah siap
untuk menulis, dengan otaknya sudah siap untuk berfikir
abstrak, dan lain-lain. Kematangan belum berarti anak dapat
melaksanakan kegiatan secara terus-menerus, untuk itu di
perlukan latihan-latihan dan pembelajaran. Dengan kata lain
anak sudah siap (matang) belum dapat melaksanakan
kecakapanya sebelum belajar. Belajarnya akan lebih berhasil
jika anak sudah siap (matang). Jadi kemajuan baru untuk
memiliki kecakapan itu tergantung dari kematang dan belajar.
3. Faktor Kelelahan
Kelelahan Pada seseorang sulit untuk dipisahkan tetapi dapat
dibedakan menjadi dua macam yaitu, kelemahan jasmani dan
kelemahan rohani (bersifat psikis).

--( 49 )--
Kelelahan jsmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan
timbul kecenderungan untuk membaringkan tubuh. Kelelahan
jasmani terjadi karena terjadi kekacauan substansi sisa pembakaran
di dalam tubuh, sehingga darah tidak/kurang lancar pada bagian-
bagian tertentu.
Kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan
kebosanan, sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan
sesuatu hilang. Kelelahan ini sangan terasa pada bagian kepala
dengan pusing-pusing sehingga sulit untuk berkonsentrasi, seolah-
olah otak kehabisan daya untuk bekerja. Kelelahan rohani dapat
terjadi terus menerus memikirkan masalah yang dianggap berat
tanpa istirahat, menghadapi hal-hal yang selalu sama/konstan tanpa
ada variasi, dan dengerjakan sesutu karean terpaksa dan tidak sesuai
dengan bakat, minat dan perhatiannya.
Dari uaraian di atas dapat dimengerti bahwa kelelahan itu
mempengaruhi belajar. Agar siswa dapat belajar dengan baik harus
menghindari jangan sampai terjadi kelelahan dalam belajarnya.
Sehingga perlu diusahakan kondisi yang bebas dari kelelahan.
Kelelahan baik secara jasmani maupun rohani dapat dihilangkan
dengan cara-cara sebagai berikut:
a. Tidur
b. Istirahat
c. Mengusahakan variasi dalam belajar, juga dapat bekerja,
d. Menggunakan obat-obat yang bersifat melancarkan peredaran
darah, misalnya obat gosok
e. Rekreasi dan ibadah yang teratur
f. Berolahraga secara teratur
g. Mengimbangi makan dengan makanan yang memenuhi syarat-
syarat kesehatan, misalnya yang memenuhi empat sehat lima
sempurna
h. Jika kelelahan sangat serius cepat-cepat menghubungi
seseorang ahli, misalnya dokter, psikiater, konselor dan lain-lain

--( 50 )--
B. Faktor-Faktor Ekstern
Faktor ekstern berpengaruh terhadap belajar, dapatlah
dikelompokan menjadi 3 faktor yaitu : faktor keluarga, faktorsekolah
dan faktor masyarakat. Uraian berikut membahas ketiga faktor tersebut.
1. Faktor keluarga
Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluaraga
berupa: cara arang taua mendidik, relasi antara anggota keluarga,
suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi keluarga.
a. Cara Orang Tua Mendidik
Cara orang tua mendidik anaknya besar pengaruhnya
terhadap belajar anak. Hal ini jelas dan dipertegas oleh Sutjipto
Wirowidjojo dengan pernyataan yang menyatakan bahwa:
keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama.
Keluraga yang sehat artinya untuk pendidikan dalam ukuran
kecil, tetapi bersifat menentukan untuk pedidikan dalam ukuran
besar yaitu pendidikan bangsa, Negara dan dunia. Melihat
pernyataan diatas dapat dipahami betapa pentingnya peranan
keluarga dalam pendidikan anaknya. Cara orang tua mendidik
anak-anaknya akan berpengaruh terhadap bealajarnya.
Orang tua yang kurang/tidak memperhatikan pendidikan
anaknya, misalnya mereka acuh tak acuh terhadap belajar
anaknya, tidak memperhatikan sama sekali akan kepentingan-
kepentingan dan kebutuhan-kebutuhan anaknya dalam belajar,
tidak mengatur waktu belajarnya, tidak menyeslesaikan/
melengkapi alat belajarnya. Tidak memperhatikan apakah anak
belajar atau tidak, tidak mau tahu bagaiamanakah kemajuan
belajar anaknya, kesulitan-kesulitan yang dialami dalam belajar
dan lain-lain, dapat menyebabkan anak tidak/kurang berhasil
dalam belajarnya mungkin anak sendiri sebetulnya pandai,
tetapi karena belajarnya tidak teratur, akhirnya kesukaran-
kesukaran menumpuk sehingga mengalami ketinggalan dalam
belajarnya dan akhirnya anak malas belajar. Hasil yang
didapatkan, nilai/hasil belajarnya tidak memuaskan bahkan
mungkin gagal dalam studinya. Hal ini dapat terjadi pada anak
dari keluarga yang kedua orang tuanya terlalu sibuk mengurus

--( 51 )--
pekerjaan mereka atau kedua orang tua tidak mencintai
anaknya.
Mendidik anak dengan cara memanjakannya adalah cara
mendidik yang tidak baik. Orang tua yang terlalu kasihan
terhadap anaknya tak sampai hati untuk memaksa anak belajar,
bahkan membiarkan saja jika anaknya tidak belajar, dengan
alasan segan, adalah tidak benar, karena jika hal ini dibiarkan
belarut-larut anak menjadi nakal, berbuat seenaknya saja,
pastilah belajarnya menjadi kacau. Mendidik anak dengan cara
memperlakukannya terlalu keras, memaksa dan mengejar-
ngejar anaknya untuk belajar, adalah cara mendidik yang juga
salah. Dengan demikian anak tersebut diliputi ketakutan dan
akhirnya benci terhadap belajar, bahkan jika ketakutan itu anak
mengalami gangguan kejiwaan akibat dari tekanan-tekanan
tersebut. Orang tua yang demikian biasanya menginginkan
anaknya mencapai prestasi yang sangat baik, atau mereka
mengetahui bahwa anaknya bodoh tetapi tidak tahu apa yang
menyebabkan, sehingga anak dikejar-kejar untuk
mengatasi/mengejar kekurangannya.
Di sinilah bimbingan dan penyuluhan memegang peranan
yang sangat penting. Anak/siswa yang mengalami kesukaran-
kesukaran diatas dapat digolongkan dengan memberi bimbingan
belajar yang sebaik-baiknya. Tentu saja keterlibatan orang tua
akan sangat mempengaruhi keberhasilan bimbingan tersebut.
b. Relasi Antaranggota Keluarga
Relasi antara anggota keluarga yang terpenting adalah
relasi orang tua dengan anaknya. Selain itu relasi anak dengan
saudaranya atau dengan anggota keluarga yang lain pun turut
mempengaruhi belajar anak. Wujud relasi itu misalnya apakah
hubungan itu penuh kasi sayang dan pengertian, ataukah
dipenuhi oleh kebencian, sikap yang terlalu keras, atau sikap
acuh tak acuh dan sebagainya. Begitu juga jika relasi anak
dengan saudaranya atau anggota keluarga yang lain tidak baik,
akan dapat menimbulkan problem yang sejenis.

--( 52 )--
Sebagai relasi antara anggota keluarga ini erat
hubunganya dengan cara orang tua mendidik. Uraian cara orang
tua mendidik di atas menunjukan relasi yang tidak baik. Relasi
itu akan menyebabkan perkembangan anak terhambat,
belajanya terganggu bahkan dapat menimbulkan masalah-
masalah psikologis yang lain.
Demi kelancaran belajar serta keberhasilan anak, perlu
diusahakan relasi yang baik di dalam keluarga anak terdebut.
Hubungan yang baik adalah hubungan yang penuh pengertian
dan kasih sayang, disertai dengan bimbingan dan bila perlu
hukuman-hukuman untuk mensukseskan belajar anak sendiri.
c. Suasana Rumah
Suasana rumah dimaksudkan sebagai situasai atau
kejadian-kejadian yang sering terjadi dalam keluarga dimana
anak anak berada dan belajar. Suasana rumah juga merupakan
faktor yang penting yang tidak termasuk faktor yang disengaja.
Suasana rumah yang gaduh/ramai dan semrawut tidak akan
memberi ketenangan kepada anak yang belajar. Suasana
tersebut dapat terjadi pada keluarga yang besar yang terlalu
banyak penghuninya. Suasana rumah yang tenang, ribut dan
sering terjadi cekcok, pertengkaran antara anggota keluarga atau
dengan keluarga yang baik menyebabkan anak menjadi bosan di
rumah, suka keluar rumah (ngluyur), akibatnya belajarnya
kacau.
Rumah yang sering diapakai untuk keperluan-keperluan,
misalnya untuk resepsi, pertemuan, pesta-pesta, upacara
keluarga dan lain-lain, dapat mengganggu belajar anak. Rumah
yang bising dengan suara radio, tape recorder atau TV pada
waktu belajar, juga mengganggu belajar anak, terutama untuk
berkonsntrasi. Semua contoh di atas adalah suasana rumah yang
memberi pengaruh negatif terhadap belajar anak.
Selanjutnya agar anak dapat belajar dengan baik perlulah
diciptakan suasana rumah yang tenang dan tentram. Di dalam
suasana rumah yang tentang dan tenteram selain anak

--( 53 )--
kerasan/betah tinggal dirumah, anak juga dapat belajar dengan
baik.
d. Keadaan Ekonomi Keluarga
Keadaan ekonomi keluarga erat hubungnya dengan belajar
anak. Anak yang sedang belajar selain harus dipenuhi
kebutuhan pokoknya, misalnya makan, pakaian, perlindungan
kesehatan, dan lain-lain, juga membutukan fasilitas belajar
seperti ruang belajar, meja, kursi, penerangan, alat tulis-
menulis, buku-buku dan fasilitas lain-lain. Fasilitas belajar itu
hanya dapat dipenuhi jika keluarga mempunyai cukup uang.
Jika anak hidup dalam keluarga yang miskin, kebutuhan
pokok anak kurang terpenuhi,akibatnya kesehatan anak
terganggu, sehingga belajar anak juga terganggu. Akibat yang
lain anak selalu diurung kesedihan hingga anak merasa minder
dengan teman lain, hal ini pasti akan mengganggu belajar
anak.bahkan mungkin anak harus bekerja mencari nafkah
sebagai pembantu orang tuanya walaupun sebenarnya anak
belum saatnya untuk bekerja, hal yang begitu juga akan
mengganggu belajar anak. Walaupun tidak dapat dipungkiri
tentang adanya kemungkinan anak yang serba kekurangan dan
selalu menderita akibat ekonomi keluarga yang lemah, justu
keadaan yang begitu menjadi cambuk baginya untuk belajar
lebih giat dan akibatnya sukses besar.
Sebaliknya keluarga yang kaya raya, orang tau sering
mempunyai kecenderungan untuk memanjakan anak. Anak
hanya bersenang-senang dan berfoya-foya, akibatnya anak
kurang dapat memusatkan perhatianya kepada belajar. Hal
tersebut juga dapat mengganggu belajar anak.
e. Pengertian Orang Tua
Anak belajar perlu dorongan dan pengertian orang tua.
Bila anak sedang belajar jangan diganggu dengan tugas-tugas di
rumah. Kadang-kadang anak mengalami lemah bersemangat,
orang tua wajib memberi pengertian dan mendorongnya,
membantu sedapat mungkin kesulitan yang dialami anak di

--( 54 )--
sekolah. Klau perlu menghubungi guru anaknya, untuk
mengetahui perkembanganya.
f. Latar Belakang Budaya
Tingkat pendidikan atau kebiasaan di dalam keluarga
mempengaruhi sikap anak dalam belajar. Perlu kepada anak
ditanamkan kebiasaan-biasaan yang baik, agar mendorong
semangat anak untuk belajar.
2. Faktor Sekolah
Faktor yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode
mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan
siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar
belajar, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah. Berikut
ini dibahas faktor- faktor tersebut satu persatu.
a. Metode Mengajar metode
Mengajar adalah suatu cara/jalan yang harus dilalui
didalam mengajar. Mengajar itu sendiri menurut Ign. S ulih
Bukit Karo karo adalah menyajikan bahan pelajaran oleh orang
kepada orang lain agar orang lain itu dapat menerima,
menguasai dan mengembangkanya. Di dalam lembaga
pendidikan. Orang lain yang disebut diatas di sebut sebagai
murid/siswa dan mahasiswa yang dalam proses belajar agar
dapt menerima, menguasai dan lebih-lebih mengembangkan
bahan pembelajaran itu, maka cara-cara mengajar dan cara
belajar haruslah setepat-tepatnya dan seefisien serta seefektif
mungkin.
Dari uraian diatas jelaslah bahwa metode mengajar itu
mempengaruhi belajar, metode mengajar guru yang kurang
akan mempengaruhi belajar siswa yang tidak baik pula. Metode
mengajar yang kurang baik itu dapat terjadi misalnya karena
guru kurang persiapan dan menguasai bahan pelajaran sehingga
guru tersebut mewajibkannya tidak jelas atau sikap guru
terhadap siswa dan atau terhadap mata pelajaran itu sendiri
tidak baik. Sehingga siswa kurang senang terhadap pelajaran
atau gurunya. Akibatnya siswa malas untuk belajar.

--( 55 )--
Guru biasanya mengajar dengan metode ceramah saja.
Siswa menjadi bosan, mengantuk, pasif dan hanya mencatat
saja. Guru yang progresif berani mencoba metode-metode yang
baru, yang dapat mampu meningkatkan motivasi siswa untuk
belajar. Agar siswa dapat belajar dengan baik, maka metode
mengajar harus diusahakan yang setepat, efisien dan efektif
mungkin.
b. Kurikulum
Kurikulum diartikan sebagai sejumlah kegiatan yang
diberikan kepada siswa kegiatan itu sebagian besar adalah
menyajikan bahan pelajaran agar siswa menerima, menguasai,
dan mengembangkan bahan pelajaran itu. Jelaslah bahan
pelajaran itu berpengaruhi belajar siswa. Kurikulum yang
kurang baik berpengaruh tidak baik terhadap belajar.
Kurikulum yang tidak baik itu misalnya kurikulum yang
terlalu padat, di atas kemampuan siswa, tidak sesuai dengan
bakat, minat dan perhatian siswa. Perlu di ingat bahwa sistem
instruksional sekarang menghendaki proses belajar-mengajar
yang mementingkan kebutuhan siswa. Guru perlu mendalami
siswa baik, harus mempunyai perencanaan yang mendetail, agar
dapat melayani siswa belajar individual, kurikulum sekarang
belum dapat memberikan pedomanperencaan yang demikian.
c. Relasi Guru dengan Siswa
Proses belajar mengajar terjadi antara guru dengan siswa.
Proses itu juga dipengaruhi oleh relasi yang ada dalam proses
itu sendiri. Jadi cara belajar siswa juga di pengaruhi oleh
relasinya dengan gurunya.
Di dalam relasi (guru dengan siswa) yang baik, siswa akan
menyukai guruny, juga akan menyukai mata pelajarannyayang
diberikannya sehingga siswa berusaha mempelajari sebaik-
baiknya. Hal tersebut juga terjadi sebaliknya, jika siswa
membenci gurunya. Ia segan mempelajari mata pelajaran yang
diberikannya, akibatnya pelajarannya tidak maju.
Guru yang kurang beriteraksi dengan siswa secara akrab,
menyebabkan proses belajar-mengajar itu kurang lancar. Juga

--( 56 )--
siswa merasa jauh dari guru, maka segan untuk berpartisipasi
secara aktif dalam belajar.
d. Relasi Siswa dengan Siswa
Guru yang kurang mendekati siswa dan kurang bijaksana,
tidak akan melihat bahwa di dalam kelas ada grup yang saling
bersaing secara tidak sehat. Jiwa kelas tidak terbina, bahkan
hubungan masing-masing siswa tidak tampak.
Siswa yang mempunyai sifat-sifat atau tingkah laku yang
kurang menyenangkan teman lain, mempunyai rasa rendah diri
atau sedang mengalami tekan-kekanan batin, akan diasingkan
dari kelompok. Akibatnya makin parah masalahnya dan akan
menggangu belajarnya. Lebih-lebih ia menjadi malas untuk
masuk sekolah dengan alasan yang tidk-tidak karena di sekolah
mengalami perilaku yang kurang menyenangkan dari teman-
temannya. Jika hal ini terjadi, segeralah siswa diberi pelayanan
bimbingan dan penyuluhan agar ia dapat diterima kembali
kedalam kelompoknya.
Menciptakan relasi yang baik antara siswa adalah perlu,
agar dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap belajar
siswa.
e. Disiplin Sekolah
Kedisiplian sekolah erat hubunganya dengan kerajian
siswa dalam sekolah dan juga dalam belajar. Kedisiplinan
sekolah mencangkup kedisiplinan tata tertib pegawai/karyawan
dalam pekerjaan administrasi dan kebersihan/keteraturan kelas,
gedung sekolah, halaman dan lain-lain, kedisiplinan kepala
sekolah dalam mengelola seluruh staf beserta siswa-siswanya,
dan kedisiplinantim BP dalam pelayanannya kepada siswa.
Seluruh staf sekolah yang mengikuti tata tertib dan bekerja
dengan disiplin membuat siswa menjadi disiplin pula, selain itu
juga memberi pengaruh yang positif terhadap belajarnya.
Banyak sekolah dalam pelaksanaan disiplin kurang, sehingga
mempengaruhi sikap siswa dalam belajar, kurang bertanggung
jawab, karena bila tidak melaksanakan tugasnya, toh tidak ada

--( 57 )--
saingan. Hal mana dalam proses belajar, siswa perlu disiplin,
untuk mengembangkan motivasi yang kuat.
Dengan demikian agar siswa belajar lebih maju, siswa
harus disiplin di dalam belajar baik disekolah, di rumah dan di
perpustakaan. Agar siswa disiplin haruslah guru beserta staf
yang lain disiplin pula.
f. Alat Pelajaran
Alat pelajaran erat hubungannya dengan cara belajar
siswa, karena alat pelajaran yang dipakai oleh guru pada waktu
mengajar dipakai pula oleh siswa untuk menerima bahan yang
diajarkan itu. Alat pelajaran yang lengkap dapat akan
mempelancar penerimaan bahan pelajaran yang diberikan
kepada siswa. Jika siswa mudah menerima pelajaran dan
menguasainya, maka belajarnya akan menjadi lebih giat dan
maju.
Kenyataan saat ini dengan banyaknya tuntutan yang
masuk sekolah, maka memerlukan alat-alat membantu
lancarkanya belajar siswa dalam jumlah yang besar pula, seperti
buku-buku di perpustakaan, laboratorium atau media-media
lain. Kebanyakan sekolah masih kurang memiliki media yang
dalam jumlah maupun kualitasnya.
Mengusahakan alat pelajaran yang baik dan lengkap
adalah perlu agar dapat mengajar dengan baik sehingga siswa
dapat menerima pelajaran dengan baik serta dapat belajar
dengan baik pula.
g. Waktu Sekolah
Waktu sekolah ialah waktu terjadinya proses belajar
mengajar di sekolah, waktu itu dapat pagi hari, siang,
sore/malam hari. Waktu sekolah juga mempengaruhi belajar
siswa. Jika terjadi siswa terpaksa masuk sekolah di sore hari,
sebenarnya kurang dapat bertanggungjawabkan. Di mana siswa
harus beristirahat, tetapi terpaksa masuk sekolah, hingga mereka
mendengarkan pelajaran sambil mengantuk dan sebagainya.
Sebaiknya siswa belajar di pagi hari, pikiran masih segar,
jasmani dalam kondisi yang baik. Jika siswa bersekolah pada

--( 58 )--
waktu kondisi badannya sudah lelah/lemah, misalnya pada
siang hari, akan mengalami kesulitan di dalam menerima
pelajaran. Kesulitan itu disebabkan karena siswa sukar
berkonsentrasi dan berpikir pada kondisi badan yang lemah tadi.
Jadi miliki waktu sekolah yang tepat akan memberi pengaruh
yang positif terhadap belajar.
h. Standar Pelajaran Di Aatas Ukuran
Guru berpendirian untuk mempertahankan wibawanya,
pula memberi memberi pelajaran diatas ukuran standar.
Akibatnya siswa merasa kurang mampu dan takut kepada guru.
Bila banyak siswa yang tidak berhasil dalam mempelajar mata
pelajaranya, guru semacam itu merasa senang. Tetapi
berdasarkan teori belajar, yang mengingat perkembangan pisikis
dan kepribadian siswa yang berbeda-beda, hal tersebut tidak
boleh terjadi. Guru dalam menuntut penguasaan materi harus
sesuai dengan kemampuan siswa masing-masing. Yang pasti
tujuan yang telah dirumuskan dapat tercapai.
i. Keadaan Gedung
Dengan jumlah siswa yang banyak seta variasi
karakteristik mereka masing-masing menuntut keadaan gedung
dewasa ini harus memadai di dalam setiap kelas. Bagaimana
mungkin mereka dapat belajar dengan enak, kalau kelas itu
tidak memadai bagi setiap siswa.
j. Metode Belajar
Banyak siswa melaksanakan cara belajar yang salah.
Dalam hal ini perlu pembinaan dari guru. Dengan cara belajar
yang tepat akan efektif pula hasil belajar siswa itu. Juga dalam
pembagian waktu untuk belajar. Kadang-kadang siswa belajar
tidak teratur, terus-menerus, kareana besok akan tes. Dengan
bealajar demikian siswa yang akan kuarang beristirahan, bahkan
mungkin dapat jatuh sakit. Maka perlu belajar secara teratur
setiap hari, dengan pembagian waktu yang baik, memili cara
belajar yang tepat dan cukup istirahat akan meningkatkan hasil
belajar.

--( 59 )--
k. Tugas Rumah
Waktu belajar terutama adalah di sekolah, disamping
untuk belajar waktu di rumah biarlah digunakan untuk kegiatan-
kegiatan lain. Maka diharapkan guru jangan terlalu banyak
memberi tugas yang harus dikerjakan di rumah, sehingga anak
tidak mempunyai waktu lagi untuk kegiatan yang lain.
3. Faktor Masyarakat
Masyarakat merupakan faktor eksternal yang juga
mempengaruhi terhadap belajar siswa. Pengaruh itu terjadi karena
keberadaannya adalah perlu untuk mengusahakan lingkungan yang
baik agar dapat memberi pengaruh yang positif terhadap anak/siswa
sehingga dapat belajar dengan sebai-baiknya.

******

--( 60 )--
BAB IV

HAKIKAT ANAK DIDIK

A. Hakikat Anak Didik Sebagai Manusia


Sebelum mempelajari secara khusus mengenai anak didik dalam
kaitannya sebagai siswa/subjek belajar, perlu kiranya melihat diri anak
didik itu sebagai manusia. Dengan kata lain, perlu dijelaskan dulu
mengenai hakikat manusia. Sebab manusia adalah masalah “kunci” soal
utama dalam kegiatan pendidikan. Bagaimana manusia itu bertingkah
laku, apa yang menggerakkan manusia sehingga mampu
mendinamisasikan dirinya dalam berbagai perilaku kehidupan. Dalam
hal ini, ada beberapa pandangan mengenai hakikat manusia.
1. Pandangan Psikoanalitik
Para psikoanalisis beranggapan bahwa manusia pada hakikatnya
digerakkan oleh dorongan-dorongan dari dalam dirinya yang
bersifat instingtif. Tingkah laku individu ditentukan dan dikontrol
oleh kekuatan psikologis yang memang sejak semula sudah ada
pada setiap diri individu. Brend mengemukakan bahwa struktur
kepribadian individu seseorang itu terdiri dari tiga komponen yakni:
id, ego dan super-ego.
Id atau Das Es adalah aspek biologis kepribadian yang orisinil.
Id (Das Es) ini meliputi berbagai insting manusia yang mendasari
perkembangan individu. Dua insting yang penting adalah insting
seksual dan agresi. Insting-insting inilah yang menggerakkan
individu untuk hidup didalam dunianya dengan prinsip pemuasan
diri, berfungsi berdasarkan prinsip kenikmatan, mencari
kenyamanan dan berusaha menghindarkan diri dari

--( 61 )--
ketidaknyamanan. Untuk menghindarkan diri dari ketidaknyamanan
itu id/das es mempunyai dua cara, yaitu :
a. Refleks dan reaksi-reaksi otomatik, seperti misalnya bersin,
berkedip dan sebagainya.
b. Proses primer, seperti misalnya kalau orang lapar lalu
membayangkan makanan.
Didalam fungsinya, ego berpegang pada prinsip realitas, karena
akan menjadi penghubung antara id dengan dunia luar. Tujuannya
memang masih tetap pemenuhan pemuasan diri, tetapi mencoba
menerobos keluar ke alam realitas. Jadi manusia tidak sekadar
membayangkan makanan, tetapi memerlukan kenyataan makanan
itu agar dapat memenuhi kenyamanan diri, yakni menjadi kenyang.
2. Pandangan Humanistik
Rogers, tokoh dari pandangan humanistik, berpendapat bahwa
manusia memiliki dorongan untuk mengarahkan dirinya ke tujuan
yang positif. Manusia itu rasional dan dapat menentukan nasibnya
sendiri. Oleh karenanya dikatakan bahwa manusia itu selalu
berkembang dan berubah untuk menjadi pribadi yang lebih maju
dan sempurna. Manusia adalah individu dan menjadi anggota
masyarkat yang dapat bertingkah laku secara memuaskan.
Kemudian Adler yang juga pendukung pandangan humanistik,
berpendapat bahwa manusia tidak semata-mata digerakkan oleh
dorongan untuk memuaskan kebutuhan dirinya sendiri, tetapi
manusia digerakkan dalam hidupnya sebagian lagi oleh kebutuhan
untuk mencapai sesuatu. Manusia sebagai individu selalu
melibatkan dirinya dalam bentuk usaha untuk mewujudkan diri
sendiri dan menemukan jati dirinya.
3. Pandangan Martin Buber
Martin Buber berpendapat bahwa hakikat manusia tidak dapat
dikatakan “ini” atau “itu”. Manusia merupakan suatu keberadaan
yang berpotensi, namun dihadapkan pada kemestaan alam, sehingga
manusia itu terbatas. Keterbatasan ini bukanlah keterbatasan yang
esensial,tetapi keterbatasan faktual. Ini berarti bahwa apa yang akan
dilakukan tidak dapat diramalkan.

--( 62 )--
Manusia itu tidak pada dasarnya “baik” ataupun “jahat”. Tetapi
manusia itu memang secara kuat mengandung dua kemungkinan
“baik ataupun jahat” itu. Inilah fitrah manusia yang telah diciptakan
oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Jadi manusia yang baik pun kadang-
kadang melanggar aturan yang telah ditetapkan. Dinamika
kehidupan manusia itu akan senantiasa ditandai dengan dua sifat
tersebut dalam upaya memperlihatkan sejarah kemanusiaan yang
sejati, melalui berbagai ketidakpastian, perjuangan dan kegagalan.
4. Pandangan Behavioristik
Pandangan dari kaum Behavioristik pada dasarnya menganggap
bahwa manusia sepenuhnya adalah makhluk reaktif yang tingkah
lakunya dikontrol oleh faktor-faktor yang datang dari luar. Faktor
lingkungan inilah yang merupakan penentu tunggal dari tingkah
laku manusia. Dengan demikian, kepribadian individu dapat
dikembalikan kepada hubungan antara individu dengan
lingkungannya. Hubungan ini diatur oleh hukum-hukum belajar,
seperti misalnya adanya teori conditioning (pembiasaan) dan
peniruan.
Dari keempat pandangan tentang manusia tersebut ada beberapa
pengertian pokok yang sangat relevan untuk memahami hakikat
anak didik sebagai subjek belajar. Pengertian-pengertian pokok itu
adalah sebagai berikut :
a. Manusia pada dasarnya memiliki tenaga dalam yang dapat
menggerakkan hidupnya.
b. Dalam diri manusia ada fungsi yang bersifat rasional yang
bertanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan social
individu.
c. Manusia mampu mengarahkan dirinya ketujuan yang positif,
mampu mengatur dan mengontrol dirinya dan mampu
menentukan nasibnya sendiri.
d. Manusia pada hakikatnya dalam proses “menjadi”, akan
berkembang terus.
e. Dalam dinamika kehidupan individu selalu melibatkan dirinya
dalam usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri,membantu
orang lain dan membuat dunia lebih baik.

--( 63 )--
f. Manusia merupakan suatu keberadaan berpotensi yang
perwujudannya merupakan ketakterdugaan. Tetapi potensi itu
bersifat terbatas.
g. Manusia adalah makhluk Tuhan yang sekaligus mengandung
kemungkinan “baik” dan “buruk”
h. Lingkungan adalah penentu tingkah laku manusia dan tingkah
laku itu merupakan kemampuan yang dipelajari.
Dari kedelapan pengertian pokok tersebut kalau diaplikasikan
untuk memahami konsep pendidikan dan hakikat anak didik,
dapatlah direlevansikan dengan ketiga aliran: nativisme, empirisme
dan akhirnya bermuara pada aliran yang ketiga yakni, konvergensi.
Itulah sebabnya beberapa pandangan tentang hakikat manusia
dengan segala pengertian pokoknya, harus selalu dipahami dalam
upaya menerjemahkan diri anak didik, sebagai manusia, sebagai
subjek didik, subjek belajar atau merupakan sentral dari kegiatan
pendidikan dan proses belajar-mengajar.

B. Anak Didik Sebagai Subjek Belajar


Siswa atau anak didik adalah salah satu komponen manusiawi
yang menempati posisi sentral dalam proses belajar-mengajar. Sebab
relevan dengan uraian diatas bahwa siswa atau anak didiklah yang
menjadi pokok persoalan dan sebagai tumpuan perhatian. Di dalam
proses belajar-mengajar, siswa sebagai pihak yang ingin meraih cita-
cita, memiliki tujuan dan kemudian ingin mencapainya secara optimal.
Siswa atau anak didik itu akan menjadi faktor “penentu”, sehingga
menuntut dan dapat mempengaruhi segala sesuatu yang diperlukan
untuk mencapai tujuan belajarnya.
Memang dalam berbagai statement dikatakan bahwa siswa/anak
didik dalam proses belajar-mengajar sebagai kelompok manusia yang
belum dewasa dalam artian jasmani maupun rohani. Oleh karena itu,
memerlukan pembinaan, pembimbingan dan pendidikan serta usaha
orang lain yang dipandang sudah dewasa, agar anak didik dapat
mencapai tingkat kedewasaannya.
Anak didik secara kodrati telah memiliki potensi dan
kemampuan-kemampuan atau talent tertentu. Hanya yang jelas siswa

--( 64 )--
itu belum mencapai tingkat optimal dalam mengembangkan talent atau
potensi dan kemampuannya. Oleh karena itu, lebih tepat kalau siswa
dikatakan sebagai subjek dalam proses belajar-mengajar, sehingga
siswa disebut sebagai subjek belajar.
Perwujudan interaksi guru dan siswa harus lebih banyak
berbentuk pemberian motivasi dari guru kepada siswa, agar siswa
merasa bergairah, memiliki semangat, potensi dan kemampuan yang
dapat meningkatkan harga dirinya. Dengan demikian, siswa diharapkan
lebih aktif dalam melakukan kegiatan belajar. Hal ini sinkron dengan
sistem pengajaran modern yang menempatkan siswa sebagai pihak
yang aaktif, atau yang sekarang dikenal dengan CBSA. Menurut
penyelidikan belajar yang lebih efektif hanya mungkin, kalau siswa itu
sendiri turut aktif dalam merumuskan serta memecahkan berbagai
masalah.

C. Kebutuhan Siswa
Pemenuhan kebutuhan siswa, disamping bertujuan untuk
memberikan materi kegiatan setepat mungkin, juga materi pelajaran
yang sudah disesuaikan dengan kebutuhan, biasanya menjadi lebih
menarik. Dengan demikian, akan membantu pelaksanaan proses
belajar-mengajar. Adapun yang menjadi kebutuhan siswa antara lain
dapat disebutkan di bawah ini.
1. Kebutuhan Jasmaniah
Hal ini berkaitan dengan tuntutan siswa yang bersifat jasmaniah,
entah yang menyangkut kesehatan jasmani yang dalam hal ini
olahraga menjadi materi utama. Disamping itu kebutuhan-
kebutuhan lain seperti makan, minum, tidur, pakaian dan
sebagainya, perlu mendapat perhatian.
2. Kebutuhan Sosial
Pemenuhan keinginan untuk saling bergaul sesama siswa dan guru
serta orang lain, merupakan salah satu upaya untuk memenuhi
kebutuhan social anak didik/siswa. Dalam hal ini sekolah harus
dipandang sebagai lembaga tempat para siswa belajar, bergaul dan
beradaptasi dengan lingkungan, seperti misalnya bergaul sesama
teman yang berbeda jenis kelamin, suku bangsa, agama, status

--( 65 )--
sosial dan kecakapan. Guru dalam hal ini harus dapat menciptakan
suasana kerjasama antar siswa dengan suatu harapan dapat
melahirkan suatu pengalaman belajar yang lebih baik. Sebab kalau
tidak hati-hati, justru akibat pergaulan dengan lingkungan dapat
pula membawa kegagalan dalam proses belajar-mengajar. Guru
harus dapat membangkitkan semangat kerja sama, sehingga dapat
dikembangkan sebagai metode untuk mengajarkan sesuatu,
misalnya metode belajar kelompok.
3. Kebutuhan intelektual
Setiap siswa tidak sama dalam hal minat untuk mempelajari suatu
ilmu pengetahuan. Mungkin ada yang lebih berminat belajar
ekonomi, sejarah, biologi atau yang lain-lain. Minat semacam ini
tidak dapat dipaksakan, kalau ingin mencapai hasil yang optimal.
Oleh karena itu, yang penting bagaimana guru dapat menciptakan
program yang dapat menyalurkan minat masing-masing.
Robert J. Havigurst dalam bukunya “Human Development and
Education”, mengemukakan suatu cara untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan anak didik. Menurut tokoh ini bahwa setiap orang harus
dapat memenuhi tugas. Tugas tertentu dalam kehidupan sehari-hari.
Pemenuhan tugas-tugas tertentu itulah disebutnya dengan istilah
developmental tasked. Kesanggupan memenuhi tugas-tugas itu, berarti
akan memberi kepuasan dan kebahagiaan. Inilah yang dikatakan
seseorang dapat memenuhi kebutuhannya. Kegagalan memenuhi tugas
itu akan menimbulkan suatu kekecewaan dan berarti gagal memenuhi
kebutuhannya.
Ada beberapa development tasked yang harus dipenuhi oleh
setiap individu manusia subjek belajar.
a. Memahami dan menerima baik keadaan jasmani.
Perkembangan setiap individu manusia itu berbeda-beda, ada yang
cepat, ada yang lambat. Oleh karena itu, tidak aneh kalau seringkali
menimbulkan problema atau kesulitan. Contoh konkret, ada anak
wanita yang terlalu gemuk tinggi, atau gemuk pendek, ada anak
laki-laki yang kecil pendek, dan lain sebagainya, yang semua itu
dapat menimbulkan rasa cemas atau tidak puas. Hal ini harus
dihindari, dalam artian anak didik harus dapat memahami keadaan

--( 66 )--
dan perkembangan jasmaninya. Guru harus dapat memberikan
motivasi dan pengertian, sehingga anak didik menyadari kenyataan
tersebut.
b. Memperoleh hubungan yang memuaskan dengan teman-teman
sebayanya.
Pada umumnya anak-anak yang sebaya pada tingkat-tingkat usia
tertentu selalu ingin berkelompok. Tetapi pada suatu ketika harus
mampu melepaskan diri dari kelompoknya dan mencari hubungan
yang lebih luas. Juga upaya bergaul dengan teman-teman lain. Hal
ini sangat memerlukan bantuan dari pendidik agar anak didik dapat
mengembangkan pergaulannya secara luas dan konstruktif.
c. Mencapai hubungan yang lebih ” matang” dengan orang dewasa
Pada usia tertentu, terutama menginjak pemuda, berkembang suatu
disparitas yaitu keinginan untuk memisahkan atau melepaskan
ketergantungan dari orangtuanya. Orang tua tidak boleh
menghalangi keinginan anak seperti itu, apalagi mengeluarkan
ancaman-ancaman tertentu misalnya dalam soal financial atau soal
doa restu. Sikap orang tua semacam ini kurang bijak dan dapat
membelenggu perkembangan anak/pemuda tersebut. Begitu juga
dalam kegiatan belajar-mengajar, guru tidak boleh bertindak
otoriter, selalu mengekang kehendak anak didik.
d. Mencapai kematangan emosional
Menginjak usia sebagai pemuda, harus belajar mampu
mengendalikan emosi. Menghindari pernyataan emosi yang
berlebih-lebihan, dan harus mampu dan daapat sehingga
menampilkan kediriannya secara mantap.
e. Menuju kepada keadaan berdiri sendiri dalam lapangan financial
Anak didik pada suatu tingkat usia yang sudah memungkinkan,
perlu diberikan motivasi atau pengarahan-pengarahan untuk suatu
lapangan pekerjaan yang nantinya dapat dikerjakan dan sesuai
dengan minatnya. Oleh karena itu, anak didik harus berusaha untuk
mengenal berbagai lapangan pekerjaan, untuk nanti dikerjakan
sebagai upaya berdiri sendiri dalam lapangan finansial.

--( 67 )--
f. Mencapai kematangan intelektual
Anak didik harus dilatih untuk mematangkan kemampuan
intelektualnya. Sebagai warga belajar yang setiap kali melakukan
kegiatan belajar, harus dapat berkembang pemikirannya kea rah
berpikir yang objektif dan rasional, tidak emosional. Dalam hal ini
peran guru sangat penting dalam upaya mengarahkan anak didiknya
agar dapat mencapai kematangan intelektual.
g. Membentuk pandangan hidup
Dalam rangka menuju tingkat kedewasaannya, maka pemuda atau
anak didik harus sudah mulai membentuk suatu sistem nilai atau
norma-norma yang utuh. Dapat memahami dan menilai mana yang
baik dan mana yang buruk, termasuk mengetahui mana yang harus
dikerjakan dan mana yang tidka boleh dikerjakan. Hal ini sangat
penting, sebab merupakan dasar dalam mengembangkan
kehidupannya.
h. Mempersiapkan diri untuk mendirikan rumah tangga sendiri
Perlu diketahui bahwa seseorang atau anak didik itu tidak
mendapatkan pendidikan khusus untuk menjadi seorang bapak atau
ibu. Tetapi jalan menuju ke arah itu dalam kegiatan belajar-
mengajar perlu diformulasikan, misalnya dalam bentuk motivasi ke
arah kemandirian hidup. Pembinaan kemandirian bagi setiap anak
didik adalah suatu kegiatan yang amat penting dalam upaya
mengantar kehidupan yang realistik di dalam masyarakat.
Kedelapan developmental tasked di atas dapat dipenuhi bagi
setiap orang. Hal ini juga dapat digunakan sebagai usaha memecahkan
persoalan pemenuhan kebutuhan anak didik. Yang penting bagaimana
sekolah, khususnya guru dapat mengenal anak didik sebaik-baiknya,
agar dapat memberikan layanan dan bimbingan yang lebih serasi,
konstruktif dan produktif.

D. Pengembangan Individu dan Karakteristik Siswa


Tujuan pendidikan nasional pada khususnya dan pembangunan
pada umunya adalah ingin menciptakan “manusia seutuhnya”.
Maksudnya manusia yang lengkap, selaras, serasi dan seimbang
perkembangan semua segi kepribadiannya. Integrasi perkembangan

--( 68 )--
dari unsur-unsur itulah yang akan mewujudkan manusia utuh sebagai
tujuan pendidikan bangsa Indonesia.
Bagi Indonesia yang berfalsafah Pancasila, tujuan pendidikan
dengan pembentukan manusia seutuhnya adalah sangat tepat. Konsep
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, telah memberikan
kesempatan seluas-luasnya bagi setiap individu untuk mengembangkan
hubungan dengan Tuhan, dengan alam lingkungan, dengan manusia
lain dan dengan dirinya sendiri, bahkan juga untuk mengembangkan
cipta, rasa, dan karsanya, jasmani maupun rohaninya secara integral.
Karakteristik siswa adalah keseluruhan kelakuan dan
kemampuan yang ada pada siswa sebagai hasil dari pembawaan dan
lingkungan sosialnya sehingga menentukan pola aktivitas dalam meraih
cita-citanya. Dengan demikian, penentuan tujuan belajar itu sebenarnya
harus dikaitkan atau disesuaikan dengan keadaan atau karakteristik
siswa itu sendiri.
Mengenai pembicaraan karakteristik siswa ini ada tiga hal yang
perlu diperhatikan.
1. Karakteristik atau keadaan yang berkenaan dengan kemampuan
awal atau prerequisite skills, seperti misalnya kemampuan
intelektual, kemampuan berpikir, mengucapkan hal-hal yang
berkaitan dengan aspek psikomotor, dan lain-lain.
2. Karakteristik yang berhubungan dengan latar-belakang dan status
sosial (sociocultural).
3. Karakteristik yang berkenaan dengan perbedaan-perbedaan
kepribadian seperti sikap, perasaan, minat dan lain-lain.
Adapun karakteristik siswa yang dapat mempengaruhi kegiatan
belajar siswa antara lain :
1. Latar-belakang pengetahuan dan taraf pengetahuan;
2. Gaya belajar;
3. Usia kronologi;
4. Tingkat kematangan;
5. Spektrum dan ruang-lingkup minat;
6. Lingkungan sosial ekonomi;
7. Hambatan-hambatan lingkungan dan kebudayaan;
8. Inteligensia;

--( 69 )--
9. Keselarasan atau attitude;
10. Prestasi belajar;
11. Motivasi dan lain-lain.
Disamping data atau keterangan-keterangan di atas, guru dalam
peranannya sebagai pendidik, pembimbing dan pengganti orangtua di
sekolah, perlu mengetahui data-data pribadi dari anak didiknya. Data-
data pribadi itu misalnya saja :
1. Keterangan pribadi, seperti nama, tanggal dan tempat lahir, alamat,
jenis kelamin, nama orang tua/wali, kebangsaan, agama;
2. Keadaan rumah seperti : pekerjaan ibu dan bapak, jumlah adik,
pendidikan orang tua, agama orang tua, suasana rumah (menyewa,
indekos, rumah sendiri/rumah orang tua);
3. Kesehatan seperti penyakit-penyakit tertentu, cacat badan,
kebiasaan hidup;
4. Sifat-sifat pribadi.
Banyak cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk mendapatkan
data tersebut, antara lain dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Menggunakan berbagai jenis tes. Sebagai contoh misalnya tes
penyelidikan penguasaan bahan pelajaran, bakat anak, tes
penyelidikan watak anak. Model-model tes seperti itu
sebenarnya sangat membantu guru dalam upaya menangani
setiap problema belajar yang dihadapi anak didiknya.
b. Melakukan observasi. Mengadakan pengamatan terhadap
perilaku anak didik didalam kelas, merupakan suatu langkah
yang sangat baik untuk memperoleh data tentang pribadi dan
tingkah laku setiap individu anak didik. Guru tidak hanya
memerhatikan hasil-hasil pelajaran, melainkan perlu juga
memerhatikan minat, bakat, sifat-sifat, watak, kebebasan,
keterbukaan dan cara kerja setiap anak. Agar pengamataan itu
berhasil baik, maka perlu diciptakan hubungan erat antara
pribadi guru dengan pribadi setiap siswa.
c. Mengunjungi rumah. Kunjungan rumah dari guru ke orang tua
murid/siswa, dapat mengungkap keterangan bagaimana keadaan
latar belakang keluarga, mungkin juga soal keadaan sosial
ekonomi siswa, bagaimana keadaan lingkungannya.

--( 70 )--
d. Menggunakan angket. Untuk mengetahui data pribadi dan latar-
belakang serta bakat dan minat dapat juga dilakukan dengan
cara pengisian angket. Jadi guru membuat suatu angket yang
sudah didesain sedemikian rupa sesuai dengan data yang
dibutuhkan, kemudian disuruh mengisi atau menjawab oleh
siswa.

--( 71 )--
--( 72 )--
BAB V

MENJADI GURU YANG


PROFESIONAL

A. Definisi Guru Profesional


Dalam UU Sistem pendidikan nasional No.20 Tahun 2003, kata
guru dimasukkan ke dalam genuspendidik. Sesungguhnya guru dan
pendidik merupakan dua hal yang berbeda. Kata pendidik (Bahasa
Indonesia) merupakan padanan dari kata educator (bahasa inggris). Di
dalam kamus Webster,kata teacher bermakna sebagai “The person who
teach,especially in school” atau guru adalah seseorang yang
mengajar,khususnya di sekolah.
Guru adalah tenaga kependidikan yang berasal dari anggota
masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang
penyelenggaraan pendidikan..Dalam mendefinisikan kata guru ataupun
pendidik,setiap orang pasti memiliki perspektifnya masing-masing.
Menurut Ngalim Purwanto (1995) menjelaskan bahwa guru
adalah orang yang pernah memberikan suatu ilmu atau kepandaian
tertentu kepada seseorang atau kelompok orang, sedangkan guru
sebagai pendidik adalah seseorang yang berjasa terhadap masyarakat
dan Negara. Guru adalah petugas lapangan dalam pendidikan yang
dalam berhubungan dengan murid sebagai obyek pokok dalam
pendidikan. Zakiyah derajad, juga berpendapat guru adalah pendidik
professional, karena secara implisit ia telah merelakan dirinya
menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang
terpikul di pundak orang tua. Guru juga disebut pendidik yang
mempuyai pengetahuan lebih serta mampu mengimplitasikan nilai-nilai

--( 73 )--
didalamnya, jadi calon guru diberi bekal pengetahuan sesuai tugasnya,
dan pengetahuan itu mempribadi di mana nilai-nilai menjadi implisit di
dalamnya.
Guru merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan
keahlian khusus sebagai guru, pekerjaan ini tidak bisa dilakukan oleh
sembarang orang tanpa memiliki keahlian sebagai guru. Dalam
peraturan pemerintah (PP) No.74 tahun 2008 tentang guru. Sebutan
guru mencakup : (1) guru itu sendiri, baik guru kelas, guru bidang
studi, maupun guru bimbingan dan konseling atau guru bimbingan
karir, (2) guru dengan tugas tambahan sebagai kepala sekolah; dan (3)
guru dalam jabatan pengawas.
Dalam ajaran agama islam guru adalah orang yang bertanggung
jawab terhadap perkembangan anak didik dengan mengupayakan
seluruh potensinya, baik potensi efektif, potensi kognitif, maupun
potensi psikomotorik. Guru yang berarti orang dewasa yang
bertanggung jawab memberikan pertolongan pada anak didik dalam
perkembangan jasmani dan rohani agar mencapai tingkat kedewasaan,
serta mampu berdiri sendiri dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba
Allah. Selain itu guru mampu sebagai makhluk sosial dan makhluk
individu yang mandiri.
Dalam UU Sisdiknas pasal 39 ayat (2) UU
No.20/2003:Guru/Pendidik professional merupakan tenaga professional
yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,
menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan.
Guru professional merupakan akan tercermin dalam pelaksanaan
pengabdian tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian baik dalam
materi maupun metode. Selain itu juga ditunjukkan melalui tanggung
jawabnya dalam melaksanakan seluruh pengabdiannya.
Guru/pendidik yang professional tidak berfikir hanya mengajar
saja melainkan, dan dirinya sendiri sebagai bekal kehidupannya di
masa depan. Ia tidak akan mengabaikan tugas pokok dan akan
melaksanakan tugas yang diembangkan kepadanya. Guru yang
professional juga bertindak sebagai motivator dan fasilitator dalam
membimbing anak didik kearah pencapaian kedewasaan, serta
terbentuknya moral siswa yang alami, sehingga terjalin keseimbangan,

--( 74 )--
kebahagiaan dunia dan akhirat. Guru tersebut mobilitasnya tinggi, aktif
di bidang pendidikannya banyak sehingga secara tidak langsung
wawasan, pola pikir,ilmu pengetahuan dan keterampilan guru akan
bertambah.
Menurut Prof. Muhaimmin Guru Besar UIN Malang, guru
professional dalam pendidikan Agama Islam mempunyai sebutan dan
fungsi serta tugas-tugas yang berbeda yaitu :
a. Uztadz adalah orang yang berkomitmen terhadap profesionalitas,
yang melekat pada dirinya sikap dedikatif, komitmen terhadap mutu
proses dan hasil kerja serta sikap kontinous, improvement.
b. Mu‟alim adalah orang yang mempunyai ilmu dan mampu
mengembangkan serta menjelaskan fungsinya dalam kehidupan,
menjelaskan dimensi teoritis dan praktisnya atau sekaligus
melakukan transfer ilmu/pengetahuan, internalisisasi serta amaliah
(impelementasi)
c. Murabby adalah orang yang mendidik dan mempersiapkannya
peserta didik agar mampu berkreasi serta mampu mengatur dan
memelihara hasil kreasinya untuk menimbulkan pengaruh yang
positif bagi dirinya, masyarakat dan alam sekitarnya.
d. Mursyid adalah orang yang mampu menjadi model atau sentral
indefitikasi diri, menjadi pusat panutan, teladan, teladan dan
konsultasi bagi anak didiknya,
e. Mudaris adalah orang yang memiliki kepekaan intelektual dan
informasi, serta memperbarui pengetahuan dan keahliannya secara
berkelanjutan dan berusaha mencerdaskan peserta
didiknya,memberantas kebodohan mereka,serta melatih
keterampilan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya.
f. Mu‟addib adalah orang yang mampu menyiapkan peserta didik
untuk bertanggung jawab dalam membangun peradaban berkualitas
di masa depan.
Berdasarkan dari beberapa definisi guru/pendidik dan
keterangan diatas dapat diambil sebuah kesimpulan, Guru yang
professional adalah guru yang mempunyai banyak ilmu dan
pengalaman yang mampu merancang, mengelola pembelajaran, dengan
tugas utama adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,

--( 75 )--
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak
usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar,dan pendidikan
menengah.

B. Syarat-Syarat Menjadi Guru Profesional


1. Syarat-Syarat Umum seorang Guru
Secara umum syarat profesionalisme guru sebagai pendidik dalam
islam adalah :
a. Sehat Jasmani dan Rohani
Kesehatan jasmani kerap manjadi syarat bagi mereka yang
akan melamar menjadi guru. Jika guru mengidap penyakit
menular umpamanya, maka akan membahayakan kesehatan
anak didiknya. Disamping itu, tentu saja Guru yang
berpenyakitan tidak akan pernah bergairah dalam mengajar.
Dengan demikian, kesehatan badan setidaknya akan sangat
mempengaruhi semangat dalam bekerja (mengajar).
Di samping kesehatan jasmani, seorang guru harus sehat
rohaninya. Orang yang ruhaninya tidak sehat, peluang untuk
menderita stress akan terbuka lebar. Apalagi pada zaman
sekarang ini yang serba materialistis, semuanya dapat diukur
dengar kekayaan atau materi. Oleh karena itu, Islam
memberikan solusi tepat, antara lain dengan berdzikir dan
melakukan puasa. Dengan berpuasa, orang akan sehat secara
fisik dan menta (jasmani dan rohani). Orang yang melakukan
puasa dengan ikhlas akan mampu menekan emosi yang bersifat
duniawi, selalu berdzikir kepada Allah, dan tumbuh rasa
kemanusiaan yang tinggi.
b. Taqwa kepada Allah SWT
Seorang guru sesuai dengan tujuan ilmu pendidikan
Islam,tidak mungkin mendidik anak didik agar bertakwa kepada
Allah, jika ia sendiri tidak bertakwa kepada-Nya. Takwa adalah
iman kepada Allah yang menumbuhkan karakter rendah hati
dan optimistik. Bertakwa adalah cinta kepada Allah, sedangkan
cinta akan menumbuhkan motivasi positif dan berkreativitas
tinggi. Sebab guru adalah teladan bagi anak didiknya

--( 76 )--
sebagaimana Rasulullah Saw. Menjadi teladan bagi umatnya.
Sejauh mana seseorang guru mampu memberi teladan yang baik
kepada semua anak didiknya. Sejauh itu pulalah ia diperkirakan
akan berhasil mendidik mereka agar menjadi generasi penerus
bangsa yang baik dan mulia.(Djamarah,2005.32)
c. Berilmu pengetahuan yang luas
Ijazah bukan semata-mata secarik kertas, tetapi suatu bukti,
bahwa pemiliknya telah mempunyai ilmu pengetahuan dan
kesanggupan tertentu yang diperlukannya untuk suatu jabatan.
Ijazah sarjana bukan semata-mata selembar kertas, akan tetapi
merupakan bukti bahwa dirinya telah menjadi orang yang
berwibawa menyelesaikan pendidikan tingkat tinggi.
d. Berlaku Adil
Secara harfiah, adil berarti lurus dan tegak, bergerak dari posisi
yang salah menuju posisi yang diinginkan. Adil juga berarti
seimbang (balance). Sedangkan adil dalam islam memiliki
suatu basis hilaiah, berakal dalam moralitas, sehingga prinsip
perta adil adalah persamaan manusia dihadapan Tuhan serta
dalam kehidupan sosial. Adil adalah meletakkan sesuatu pada
tempatnya. Maksudnya adalah tidak memihak antara yang satu
dengan yang lainnya. Dengan kata lain, bertindak atas dasar
kebenaran, bukan mengikuti kehendak hawa nafsunya.
e. Berwibawa
Kewibawaan berarti hak memerintah dan kekuasaan untuk
membuat kita patuh dan ditaati. Ada juga orang mengartikan
kewibawaan dengan sikap dan penampilan yang dapat
menimbulkan rasa segan dan rasa hormat. Sehingga dengan
kewibawaan seperti itu, anak didik merasa memperoleh
pengayoman dan perlindungan. Betapa nikmat menjadi orang
yang berwibawa. Dia tidak akan takut dicerca orang, dan orang
akan selalu tunduk dan takut untuk melecehkannya dan akan
selalu tunduk mengormatinya. Impilkasinya juga terhadap anak
didik, sehingga mereka akan selalu bahagia dan selalau merasa
diarahkan oleh seseorang guru yang mempunyai kewibawaan.

--( 77 )--
f. Mempunyai tujuan yang rabbani
Hendaknya guru mempunyai tujuan yang rabbani, dimana
segala sesuatu bersandar kepada Allah dan selalu menaati-Nya,
mengabdi kepada-Nya,mengikuti syariat-Nya dan mengenal
sifat-sifat-Nya.
Allah berfirman dalam Al-Qur‟an surah Ali-„Imran ayat 79 :
Rabbani ilah orang yang sempurna Ilmu dan takwanya kepada
Allah SWT. Jika guru telah mempunyai sifat Rabbani, maka
dalam segala kegiatan pendidikan anak didiknya akan rabbani
juga, yaitu orang yang hatinya sealu bergetar ketika disebut
nama Allah Swt dan merasakan keAgungan-Nya.
g. Mampu merencanakan dan melaksanakan evaluasi pendidikan
Perencanaan adalah suatu pekerjaan mental yang memerlukan
pemikira dan kesanggupan melihat kedepan. Dengan demikian,
seorang guru harus mampu merencanakan proses belajar
mengajar dengan baik. Guru yang dapat membuat perencanaan
adalah sama pentingnya dengan orang yang melaksanakan
rencana tercebut.
h. Menguasai bidang yang ditekuni
Guru harus cakap dalam mengajarkan ilmunya, karena seorang
guru hidup dengan ilmunya, guru tanpa ilmu yang dikuasainya
bukan guru lagi. Oleh karena itu, kewajiban guru adalah selalu
menekuni dan menambah ilmunya lagi. Yang dimaksud dengan
menguasai bidang yang ditekuni adalah seorang guru yang ahli
dalam mata pelajaran tertentu.Tidak menutup kemungkinan
seorang guru mampu mengajar anak didiknya sampai 2 mata
pelajaran, yang penting dia professional dan menguasai.
2. Syarat-syarat dan Karateristik Khusus Guru Profesional
Secara khusus syarat profesionalisme guru adalah : (a) Memiliki
kualifikasi akademik sarjana atau diploma empat (S1 atau D-IV),
(b) memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan
professional. (c) sertifikat pendidikan, (d) Sehat jasmani dan rohani,
(e) memiliki kemampuan mewujudkan tujuan pendidikan
nasional.(Pasal 8 Undang-undang RI Nomor 14 Tahun 2005)

--( 78 )--
Menurut Departemen Agama RI (2005) pekerjaan guru adalah
pekerjaan professional, maka untuk menjadi seorang pendidik atau
guru harus pula memenuhi persyaratan yang berat. Beberapa
diantaranya :
a. Harus memiliki bakat sebagai guru
b. Harus memiliki keahlian sebagai guru
c. Memiliki kepribadian yang baik dan terinterigrasi
d. Memiliki mental yang sehat
e. Berbadan sehat
f. Memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas
g. Guru adalah manusia berjiwa pancasila
h. Guru adlah seorang warga Negara yang baik.
Guru professional memiliki banyak ciri atau membedakan
dengan pekerjaan lain, tiga diantaranya adalah :
Pertama, Persyaratan administratif adalah persyaratan yang
harus dimiliki oleh seorang guru yang ingin menjadi professional dalam
kaitanya dengan legal formal.
Kedua, Persyaratan akademis adalah persyaratan yang harus
dimiliki seorang guru yang ingin menjadi professional dalam kaitannya
dengan kapabilitas dan kualitas intelektual. Persyaratan akademis juga
merupakan syarat yang sangat penting bagi seorang guru professional.
Kesuksesan pendidikan bukan hanya menjadi beban dan tanggung
jawab sang murid sebagai pencari ilmu, akan tetapi justru gurulah yang
memegang peranan dominan. Karena jika sang Guru secara akademis
tidak memadai, maka dengan sendirinya keterampilan untuk mengajar,
kemampuan penguasaan materi pengajaran, dan bagaimana
mengevaluasi keberhasilan murid tidak dimiiki sacara akurat dan benar.
Ketiga, Persayaratan kepribadian adalah persyaratan yang harus
dimiliki seorang guru yang ingin menjadi profesional dalam kaitannya
dengan sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Karena kita
ketahui bersama guru adalah seorang yang harus diguru dan harus
ditiru, khususnya oleh murid.
Menurut Sudarwam Danim (2002.25) pendekatan karakteristik
(the trai approach) memandang bahwa profesi mempunyai seperangkat
elemen inti yang membedakannya dari pekerjaan lainnya. Hasil studi

--( 79 )--
beberapa ahli mengenai sifat atau karakteristik guru profesional itu
menghasilkan beberapa kesimpulan berikut ini :
1. Kemampuan intelektual yang diperoleh melalui pendidikan
Pendidikan yang dimaksud adalah jenjang pendidikan tinggi.
Termasuk dalam rangka ini, pelatihan-pelatihan khusus yang
berkaitan dengan keilmuan yang dimiliki seorang penyandang
profesi.
2. Memiliki pengetahuan spesialisasi
Pengetahuan spesialisasi adalah sebuah kekhususan penguasaan
bidang keilmuan tertentu. Siapa saja bisa menjadi „guru‟ tetapi guru
yang sesungguhnya memiliki spesialisasi bidang studi (subject
matter) dan penguasaan metodologi pembelajaran.
3. Memiliki pengetahuan praktis yang dapat digunakan langsung oleh
orang lain atau klien.
Pengetahuan khusus itu bersifat aplikatif, yaitu didasari kerangka
teori yang jelas dan teruji. Semakin spesialis seseorang, semakin
mendalam pengetahuannya di bidang itu, dan semakin akurat pula
layanannya kepada klien.
4. Memiliki tekhnik kerja yang dapat dikomunikasikan atau
communicable
Seorang guru harus mampu berkomunikasi sebagai guru, dalam
makna, apa yang disampikan dapat dipahami oleh peserta didik
5. Memiliki kapasitas mengorganisrkan kerja secara mandiri atau
self-organization, Istilah mandiri di sini berarti kewenangan
akademiknya melekat pada dirinya..
6. Mementingkan keoentingan orang lain(altruism). Seorang guru
harus siap memberikan layanan kepada anak didiknya pada saat
diperlukan, apakah di kelas, lingkungan sekolah, bahkan di luar
sekolah.
7. Memiliki kode etik, kode etik ini adalah norma-norma yang
mengikat guru dalam bekerja.
8. Memiliki sanksi dan tanggung jawab komunitas. Manakala terjadi
“malpraktik” seorang guru harus siap menerima sanksi dari
masyarakat pidana, sanksi dari atasannya. Ketika bekerja, guru

--( 80 )--
harus memiliki tanggung jawab kepada komunitas, terutama anak
didiknya.
9. Mempunyai system upah.Sistem upah yang dimaksudkan disini
adalah gaji
10. Budaya professional. Budaya profesi, bisa berupa penggunaan
simbol-simbol yang berbeda dengan simbol untuk profesi lain.

C. Kompetensi yang Wajib Dimiliki Oleh Guru Profeional


Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan dan keterampilan
yang diterapkan dalam proses belajar mengajar. Ada tiga kompetensi
yang harus dimiliki seorang guru,yaitu :
1. Knowledge Criteria, yakni kemampuan intelektual yang dimiliki
seorang guru yang meliputi penguasaan materi pelajaran,
pengetahuan mengenai cara mengajar, pengetahuan mengenai
belajar dan tingkah laku individu, pengetahuan tentang bimbingan
dan penyuluhan, pengetahuan tentang kemasyarakatan dan
pengetahuan umum.
2. Performance Criteria, adalah kemampuan guru yang berkaitan
denagn berbagai keterampilan dan perilaku, yang meliputi
keterampilan mengajar, membimbing menilai, menggunakan alat
bantu pengajaran, bergaul dan berkomunikasi dengan siswa dan
keterampilan menyusun persiapan mengajar atau perencanaan
mengajar.
3. Product Criteria,yakni kemampuan guru dalam mengukur
kemampuan dan memajukan siswa setelah mengikuti proses belajar
mengajar.
Adapun empat kompetensi utama menurut UUGD no.14 tahun
2005 yang harus dimiliki guru professional,yaitu :
Pertama, Kompetensi pedagogik. Kompetensi ini terdiri atas
lima sub kompetensi, yaitu : memahami peserta didik secara
mendalam; merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan
pendidikan untuk kepentingan pembelajaran; melaksanakan
pembelajaran; merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran;
dan mengembangkan peserta didil untuk mengaktualisasikan berbagai
potensinya.

--( 81 )--
a. Subkompetensi memahami peserta didik secara mendalam memiliki
indicator esensial: memahami peserta didik dengan memanfaatkan
prinsip-prinsip kepribadian.
b. Subkompetensi merancang pembelajaran, termasuk memahami
landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran.
Subkompetensi ini memiliki indikator esensial.
c. Subkompetensi melaksanakan pembelajaran memiliki indikator
esensial: menata latar (setting) pembelajaran; dan melaksanakan
pembelajaran yang kondusif
d. Subkomptensi merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran
memilik indikator esensial : merancang dan melaksanakan evaluasi
(assessment) proses dan hasil belajar secara berkesinambungan
dengan berbagai metode;
e. Subkompetensi mengembangkan peserta didik untuk
mengaktalisasikan berbagai potensinya, memiliki indikator
esensial: dan memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan
berbagai potensi akademik; dan potensi nonakademik.
Kedua, Kompetensi kepribadian. Kompetensi ini terdiri dari
lima subkompetensi, yaitu kepribadian yang mantap dan stabil, dewasa,
arif, berwibawa, dan berakhlak mulia. Subkompetensi kepribadian yang
berwibawa memiliki indikator esensial: memiliki prilaku yang disegani.
Subkompetensi akhlak mulia dan dapat menjadi teladan memiliki
indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma religious (Iman dan
takwa, jujur, ikhlas, suka menolong),dan memiliki perilaku yang
diteladani peserta didik.
Ketiga, Kompetensi social. Kompetensi ini memliiki tiga
subranah. Pertama, mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif
dengan peserta didik. Kedua, mampu berkomunikasi dan bergaul secara
efektif dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan. Ketiga,
mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua
wali peserta didik dan masyarakat sekitar.
Keempat, Kompetensi professional. kemampuan penguasaaan
materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang
memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar
kompetensi yang ditetapkan dalam standar pendidikan. Kompetensi ini

--( 82 )--
terdiri dari 2 ranah subkompetensi yaitu Subkompetensi menguasai
substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi memiliki indikator
esensial dan Subkompetensi menguasai struktur dan metode keilmuan
memiliki indikator esensial menguasasi langkah-langkah penelitian dan
kajian kritis untuk memperdalam pengetahuan materi bidang studi.

D. Kewajiban, Hak dan Kode Etik Guru


1. Kewajiban Guru
Selain hak-hak yang dimiliki oleh seorang guru dalam
menjalankan tugas keprofesionalannya,guru pun memiliki beberapa
kewajiban yang harus dilaksanakan dalam pelaksanaan tugas
keprovesionalan tersebut,yaitu sebagai berikut :
a. Memiliki Kualifikasi Akademik yang berlaku (S1 atau D IV)
b. Memiliki Kompetensi Pedagogik
c. Memiliki Kompetensi Kepribadian
d. Memiliki Kompetensi Sosial
e. Memiliki Kompetensi Profesional
f. Memiliki Sertifikat Pendidik
g. Sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional
h. Melaporkan pelanggaran terhadap peraturan satuan pendidikan
yang dilakukan oleh peserta didik kepada pemimpin satuan
pendidikan
i. Mentaati peraturan yang ditetapkan oleh satuan pendidikan,
penyelenggara pendidikan, pemerintah daerah, dan pemerintah
j. Melaksanakan pembelajaran yang mencakup kegiatan pokok
meliputi, merencanakan pembelajaran, melaksanakan
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan
melatih peserta didik; dan melaksanakan tugas tambahan yang
melekat pada pelaksanaan kegiatan pokok.
2. Hak-hak Guru
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak :
a. Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan
jaminan kesejahteraan sosial

--( 83 )--
b. Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas
dan prestasi kerja
c. Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak
katas kekayaan intelektual
d. Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi
e. Memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana
pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas
keprofesionalan
f. Memiliki kebebasan dan memberikan penilaian dan ikut
menentukan kelulusan,penghargaan,dan/atau sanksi kepada
peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru,
dan peraturan perundang-undangan
g. Memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam
melaksanakan tugas
h. Memiliki kebebasan berserikat dalam organisasi profesi
i. Memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan
kebijakan pendidikan
j. Memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan
meningkatkan kualfikasi akademik dan kompetensi
k. Memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam
bidangnya
3. Kode Etik Guru
Istilah ”kode etik” itu terdiri dari 2 kata yakni “kode” dan “etik”
berasal dari bahasa yunani, “ethos” yang berarti watak,adab atau
cara hidup. Dapat diartikan bahwa etika itu menunjukkan “cara
berbuat yang menjadi adab, karena persetujuan dari kelompok
manusia”. Jadi, kode etik guru diartikan adalah aturan-aturan tata
susila keguruan. Maksudnya aturan-aturan keguruan (yang
menyangkut pekerjaan-pekerjaan guru) dilihat dari segi susila.
Berikut akan dikemukakan kode etik guru Indonesia sebagai hasil
rumusan kongres PGRI XIII pada tanggal 21 sampai 25 November
1973 di Jakarta, terdiri dari Sembilan item,yaitu :
a. Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk
membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila

--( 84 )--
b. Guru memiliki kejujuran professional dalam menerapkan
kurikulum sesuai kebutuhan anak didik masing-masing
c. Guru mengadakan komunikasi, terutama dalam memperoleh
informasi tentang anak didik, tetapi menghindarkan diri dari
segala kebutuhan penyalahgunaan.
d. Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara
hubungan dengan orang tua anak didik sebaik-baiknyabagi
kepentingan anak didik
e. Guru memelihara hubungan baik dengan masyarakat di sekitar
sekolahnya maupun masyarakat yang lebih luas untuk
kepentingan pendidikan
f. Guru sendiri atau bersama-sama berusaha mengembangkan dan
meninglatkan mutu profesinya
g. Guru menciptkann dan memelihara hubungan antara sesama
guru,baik berdasarkan lingkunga kerja maupun dalam hubungan
kesealuruhan
h. Guru secara hukum bersama0sama memelihara,membina,dan
meningkatkan mutu organisasi guru professional sebagai sarana
pengabdiannya
i. Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan
kebijaksanaan pemerinta dalam bidang pendidikan.(Syaiful
B.2008.49.)

E. Usaha Meningkatkan Profesionalisme Guru


Proses menigkatkan profesionlaisme guru dimulai dari (1)
mengidentifikasi kekurangan, kelemahan yang sering dimiliki atau
dialami guru, (2) meningkatkan program peningkatan kemampuan
professional,(3) menetapkan serta merancang materi dan media yang
digunakan dalam peningkatan kemampuan professional guru, (4)
menyusun dan mengalokasikan dana / anggaran program peningkatan
kemampuan professional guru, (5) mengukur keberhasilan program
peningkatan kemampuan professional guru, (6) meningkatkan program
tindak lanjut kemampuan professional guru

--( 85 )--
Adapun kiat untuk meningkatkan profesionalisme guru adalah :
1. Membangkitkan motivasi dan etos kerja untuk bekerja secara
professional
2. Meningkatkan kempetensi akademik/vokasional melalui
pendidikan, pelatihan, kelompok kerja, belajar sendiri
3. Meningkatkan kompetensi professional keguruan. kependidikan
melalui pendidikan, pelatihan, peer teaching, pembimbingan
supervisi, kelompok kerja, belajar sendiri.
4. Menerapkan sistem reward & punishment
5. Menerapkan sistem imbalan yang memuaskan
6. Menerapkan sistem jenjang karir yang jelas

F. Peran Pendidik (Guru) dalam Proses Belajar-Mengajar


Menurut UU Republik Indonesia tentang sistem Pendidikan
Nasional No.20 tahun 2003 Bab 1 pasal 1 ayat 5 menjelaskan bahwa
tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri
dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.
Sedangkan menurut ayat 6 pendidik adalah tenaga kependidikan yang
berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar,
widyawiswara, tutor, instruktur, fasilitator,dan sebutan lain yang sesuai
dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggrakan
pendidikan.
Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan
yang secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan
utama. Karena proses belajar mengajar mengandung serangkaian
perbuatan pendidik/guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik
yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan
tertentu.
Peran guru dalam proses belajar mengajar,guru tidak hanya
tampil lagi sebagai pengajar (teacher),seperti fungsinya yang menonjol
selama ini,melainkan beralih sebagai pelatih (coach),pembimbing
(counselor) dan manager belajar (learning manager). Hal ini sudah
sesuai dengan fungsi dari peran guru masa depan. Dimana sebagai
pelatih, seorang guru akan berperan mendorong siswanya untuk

--( 86 )--
menguasai alat belajar, memotivasi siswa untuk bekerja keras dan
mencapai prestasi setinggi-tingginya.
1. Guru Sebagai Pendidik
Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualfikasi
sebagai guru, dosen, konselor, dll, serta berpasrtisipasi dalam
menyelenggarakan pendidikan. Guru adalah pendidik yang menjadi
tokoh panutan dan identifikasi bagi para peserta didik, dan
liungkungannya. Oleh karena itu guru yang juga sebagai pendidik
harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu yang mencakup
tanggung jawab, mandiri, berwibawa, dan disiplin, agar guru
berpotensi menjadi tenaga pendidik yang professional.
2. Guru sebagai pengajar
Mengajar adalah salah satu cara mentransfer ilmu terhadap
peserta didik karena kegiatan belajar mengajar diantaranya
dipengaruhi hubungan peserta didik dengan guru.Untuk dapat
melaksanakan tugas mengajar dengan baik, guru harus memiliki
kemampuan profesional dalam mengelola proses pembelajarannya
yaitu:
a. Menguasai bahan
b. Mengelola program belajar mengajar
c. Mengelola kelas
d. Menggunakan media belajar dengan baik
e. Menguasai landasan pendidikan
f. Mengelola interaksi belajar mengajar
g. Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pelajaran
h. Mengenal gungsi layanan bimbingan
i. Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah
j. Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian
pendidikan
3. Guru sebagai pembimbing
Bimbingan merupakan suatu proses yang berkelanjutan.
Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada individu
agar individu tersebut dapat berkembang dengan baik. Guru sebagai
pembimbing harus memberikan bimbingan, bantuan yang diberikan

--( 87 )--
kepada peserta didik dalam rangka menemukan pribadi, mengenal
lingkungan, dan merencakan masa depan.
4. Guru sebagai pelatih
Proses pendidikan dan pembelajaran memerlukan latihan
keterampilan, baik intelektual maupun motorik, sehingga menuntut
guru untuk bertindak sebagai pelatih. Hal ini ditekankan lagi dalam
kurikulum, baik kurikulum 2004, kurikulum 2006, maupun
kurikulm 2013 yang berbabasis kompetensi, karena tanpa latihan
seseorang peserta didik tidak akan mampu menunjukkan
oenguasaan kompetensi dasar dan tidak akan mahir dalam berbagai
keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan materi standar.
5. Guru sebagai penasehat
Kata nasehat berasal dari dari bahasa arab, dari kata kerja
“nashaha” yang berarti “khalasha” yaitu murni serta bersih dari
segala kotoran juga bisa berarti “khaatha”, yaitu menjahit.
Maksudnya adalah apabila dia menjahitnya maka mereka
mengumpamakan perbuatan penasehat yang selalu mengiginkan
kebaikan orang yang dinasehatinya dengan jalan memperbaiki
pakaiannya yang robek.
Guru adalah seorang penasehat bagi peserta didik, bahkan bagi
orang tua, meskipun mereka tidak memiliki latihan khusus sebagai
penasehat dan dalam beberapa hal tidak dapat berharap untuk
menasehati orang.Menjadi guru tingkat manapun berarti menjadi
orang kepercayaan, kegiatan pembelajaran pun meletakkannya pada
posisi tersebut.
6. Guru sebagai pembaharu (innovator)
Inovasi adalah suatu perubahan yang baru menuju kearah
perbaikan, yang lain atau berbeda dari yang ada sebelumnya. Guru
harus berperan sebagai innovator yaitu orang yang harus
mempunyai suatu ide, produk, metode, dan seterusnya yang
dirasakan sebagai suatu yang baru dan diterapkan dalam proses
pembelajaran.Sebagai innovator,guru juga bisa menciptakan
sesuatu yang dirasakan sebagai hal yang baru oleh seseorang atau
masyarakat,sehingga dapat bermanfaat bagi murid dan masyarakat
lain.

--( 88 )--
7. Guru sebagai model dan teladan
Guru sebagai model dan teladan bagi peserta didik dan semua
orang terutama warga belajar di sekolah menganggap dia sebagai
guru. Sebagai teladan tentu saja guru mempunyai pribadi yang baik
dan apa yang dilakukan guru akan mendapat sorotan peserta didik
serta orang disekitar lingkungannya yang menganggap atau
mengakui dia sebagai guru.
8. Guru sebagai pribadi
Kepribadian berarti sifat hakiki yang tercermin pada sikap dan
perbuatannya yang membedakan dirinya dari yang lain. Sebagai
individu yang berkecimpung dalam pendidikan, guru harus
memiliki kepribadian yang mencerminkan seorang pendidik.
Ungkapan yang sering digunakan adalah bahwa guru bisa digugu
dan ditiru. Digugu maksudnya bahwa pesan yang disampaikan guru
bisa dipercaya untuk dilaksanakan dan pola hidupnya bisa ditiru
dan diteladani.Kepribadian adalah faktor yang sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan seseorang guru sebagai pengembangan
sumber daya manusia yaitu anak didik.
9. Guru sebagai peneliti
Guru sebagai peneliti dalam pendidikan, seorang guru adalah
praktisi dalam dunia pendidikan. Melaksanakan serangkaian proses
pembelejaran, di dalam ruang maupun di luar ruangan kelas.Proses
itu dimulai dari sebuah perencanaan dan diakhiri dengan penilaian
atau evaluasi.
10. Guru sebagai pendorong kreativitas
Kreatif berarti memiliki daya cipta atau kemampuan untuk
mencipta. Kreativitas merupakan kemampuan seseorang
melahirkan sesuat yang baru atau kombinasi hal yang sudah ada
sehingga terkesan ada. Pembelajaran kreatif merupakan
pembelajaran yang didalam maupun diluar kelas dengan
memanfaatkan potensi yang ada. Sebagai orang yang kreatif, guru
menyadari bahwa kreatifitas merupakan yang universal dan semua
kegiatan ditopang,dibimbing, dan dibangkitkan oleh kesadaran
itu.Guru senantiasa berusaha untuk menemukan cara yang lebih
baik dalam melayani peserta didik.Sehingga pesrta didik akan

--( 89 )--
menilainya bahwa ia memang kreatif dan tidak melakukan secara
rutin saja.
11. Guru sebagai pembangkit pandangan
Dunia ini panggung sandiwara, yang penuh dengan berbagai
kisah dan peristiwa, mulai dari kisah nyata sampai rekayasa. Dalam
hal ini, guru dituntut untuk memberikan dan memelihara pandangan
tentang keagungan kepada peserta didiknya.Mengembangkan
fungsi ini guru harus terampil dalam berkomunikasi sengan peserta
didik disegala umur, sehingga setiap langkah dari proses pendidikan
yang dikelolahnya dilaksanakan untuk menunjang fungsi ini.
12. Guru sebagai pekerja rutin
Guru bekerja dengan keterampilan dan kebiasaan tertentu,serta
kegiatan rutin yang amat diperlukan dan seringkali memberatkan.
Jika kegiatan tersebut tidak dikerjakan dengan baik, maka bisa
mengurangu atau merusak keefektifan guru pada semua
peranannya. Diantara kegiatan rutin guru adalah, bekerja tepat
waktu,membuat catatan dan laporan, membaca, mengevaluasi dan
mengembalikan hasil kerja peserta didik, mengatur kehadiran
peserta didi, mengatur jadwal, kegiatan harian, mingguan,
semesteran dan tahunan.
13. Guru sebagai pemindah kemah
Hidup ini selalu berubah, dan guru adalah seorang pemindah
kemah, yang selalu memindah mindahkan dan membantu peserta
didik meninggalkan hal lama menuju sesuatu yang baru yang bisa
mereka alami. Guru berusaha keras untuk mengetahui masalah
peserta didik, kepercayaan dan kebiasaan yang menghalangi
kemajuan, serta membantu menjauhi dan meninggalkannya untuk
mendapatkan cara baru yang lebih sesuai.Untuk menjalankan fungsi
ini, guru harus memahami mana yang tidak bermanfaat dan barang
kali membahayakan perkembangan peserta didik,dan memahami
mana yang bermanfaat.
14. Guru sebagai pembawa cerita
Cerita adalah cermin yang bagus dan merupakan tongkat
pengukur. Dengan cerita manusia bisa mengamati bagaimana
memecahkan masalah yang sama dengan yang dihadapinya,

--( 90 )--
menemukan gagasan dan kehidupan yang Nampak diperlukan oleh
manusia lain, yang bisa disesuaikan dengan kehidupan mereka,
belajar untuk menghargai kehidupan sendiri setelah
membandingkan dengan apa yang telah mereka baca tentang
kehidupan manusia di masa lalu. Guru berusaha mencari cerita
untuk membangkitkan gagasan kehidupan dimasa mendatang.
15. Guru sebagai aktor
Sebagai seorang aktor. Guru harus melakukan apa yang ada
dalam naskah yang telah disusun dengan mempertimbangkan pesan
yang akan disampaikan kepada penonton. Ringkasnya, untuk
menjadi aktor yang mampu membuat para penonton bisa menikmati
penampilannya serta memahami pesan yang disampaikan
diperlukan persiapan,baik pikiran,perasaan maupun latihan.
Penonton disini diumpamakan sebagai peserta didik dan aktor
adalah guru.
16. Guru sebagai emansivator
Dengan kecerdikannya, guru mampu memahami potensi peserta
didik,menghormati setiap insan dan menyadari bahwa kebanyakan
insan merupakan “budak” stagnasi kebudayaan. Guru harus mampu
melihat sesuatu yang tersirat disamping tersurat serta mencari
kemungkinan pengembangannya. Untuk memiliki kemampuan
tersebut, perlu memanfaatkan pengalaman selama bekerja,
ketekunan, kesabaran, dan tentu saja kemampuan menganalisis
fakta yang dilihatnya sehingga guru mampu mengubah keadaan
peserta didik dari status terbuang menjadi pertimbangan oleh
masyarakat. Guru telah melaksanakan fungsinya sebagai
emansivator, ketika peserta didik yang telah menilai dirinya sebagai
pribadi yang tak berharga maupun dicampakkan dan dianggap
rendah, menjadi lebih percaya diri, dan bangkit harapannya.
17. Guru sebagai evaluator
Guru sebagai evaluator of student learning, yakni penilai hasil
pembelajaran siswa. Dalam dunia pendidikan, setiap jenis
pendidikan pada waktu-waktu tertentu selama satu periode
pendidikan akan diadakan evaluasi, artinya orang selalu
mengadakan penilaian terhadap hasil yang telah dicapai, baik oleh

--( 91 )--
pihak terdidik maupun oleh pendidik. Penilaian perlu dilakukan,
karena dengan penilaian guru dapat mengetahui keberhasilan
pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta
ketepatan atau keefektifan metode mengajar.
18. Guru sebagai pengawet
Pendidikan berfungsi memelihara, mengawetkan dan
meneruskan semua warisan budaya kepada generasi berikutnya.
Salah satu tugas pendidikan adalah mewariskan budaya tersebut,
karena hasil karya manusia terdahulu masih banyak yang bermakna
bagi kehidupan manusia sekarang maupun di masa depan. Upaya
pelestarian dilaksanakan melalui pembekalan terhadap calon guru.
Guru sebagai pelaksana pendidikan hendaknya bersikap positif
terhadap hasil budaya masayarakat.
Untuk melaksanakan fungsi tersebut,dikembangkan salah satu
sarana pendidikan yang disebut kurikulum, yang secara sederhana
diartikan sebagai program pembelajaran denagan kurikulum maka
jaminan pengetahuan yang telah ditemukan dan disusun oleh para
pemikir pendidikan lebih kuat.
19. Guru sebagai kulminator
Dalam setiap pembelajarannya, guru harus mampu
menghentikan kegiatannya pada suatu unit tertentu, kemudian maju
ke unit berikutnya, Untuk itu diperlukan kemampuan menciptakan
suatu kulminasi pada suatu unit tertentu. Kemampuan ini Nampak
dalam bentuk menutup pembelajaran, menarik atau membuat
kesimpulan bersama peserta didik, melaksanakan penilaian,
mengadakan kenaikan kelas dan mengadakan karya wisata.
Guru adalah orang yang mengelola, mengatur, mengarahkan
proses belajar secara bertahap dari awal hingga akhir (kulminasi).
Melalui rancangan seorang guru (kurikulum, silabus, RPP, metode
dan strategi dalam proses belajar mengajar) dapat mengembangkan
tujuan yang akan dicapai dan akan dimunculkan dalam tahap
kulminasi.Dengan rancangan seperti demikian peserta didik bisa
mengethui kemajuan belajarnya, dan disinilah peran sebagai
kulminator terpadu dengan peran evaluator.

--( 92 )--
BAB VI

LINGKUNGAN SEKOLAH

A. Lingkungan Sekolah
Lingkungan sekolah yang kondusif sangat mendukung bagi
kenyaman dan kelangsungan proses pembelajaran yang dialami oleh
peserta didik di kelas. Peserta didik yang nyaman akan memiliki
motivasi sangat tinggi untuk belajar, serta memiliki minat dan pola
pikir yang positif tentang pentingnya belajar bagi diri dan masa
depannya, sehingga dalam diri peserta didik tersebut akan tumbuh
kesadaran untuk belajar dengan baik, yang pada akhirnya akan
menghasilkan prestasi belajar yang baik. Selain itu, lingkungan sekolah
yang kondusif akan memotivasi guru untuk melaksanakan proses
mengajar yang optimal, karena guru merasa nyaman dengan
lingkungan yang ada disekitarnya. Guru akan mengerahkan seluruh
potensinya untuk melaksanakan proses pembelajaran yang bermakna
dan menyenangkan bagi peserta didik. Lingkungan sekolah yang efektif
adalah lingkungan sekolah yang mampu mengoptimalkan potensi yang
dimiliki oleh peserta didik untuk tumbuh dan berkembang dalam proses
pembelajaran yang optimal. Lingkungan sekolah adalah tentang
penilaian berbagai faktor atau aspek yang mempengaruhi pertumbuhan,
kemajuan, dan perkembangan sekolah, yang berada disekitar guru dan
peserta didik.

B. Pengertian Lingkungan Sekolah


Lingkungan sebenarnya mencakup segala material dan stimulus
didalam dan diluar individu, baik bersifat fisiologis, psikologis,
maupun sosial kultural (Dalyono, 2009 : 129). Sartain (Purwanto, 2009:

--( 93 )--
72), menyatakan bahwa lingkungan atau environment meliputi semua
kondisi dalam dunia yang dengan cara-cara tertentu mempengaruhi
tingkah laku, pertumbuhan, perkembangan atau life processes, kecuali
gen-gen. sartai membagi lingkungan itu menjadi tiga bagian penting,
yaitu :
1. Lingkungan alam atau luar (eksternal environment).
Segala sesuatu yang ada dalam dunia ini yang bukan manusia,
seperti rumah, tumbuhan, air, iklim, dan hewan.
2. Lingkungan dalam (internal environment)
Segala sesuatu yang telah masuk dalam diri kita, yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan tubuh kita.
3. Lingkungan sosial (sosial environment)
Semua orang yang mempengaruhi kita, baik secara langsung
(misalnya dalam pergaulan sehari-hari dengan orang lain, keluarga,
maupun teman-teman).
Berdasarkan uraian diatas tersebut, dapat disimpulkan bahwa
yang dimaksud dengan lingkungan sekolah adalah semua kondisi
disekolah, yang mempengaruhi tingkah laku warga sekolah, terutama
guru dan peserta didik sebagai ujung tombak proses pembelajaran
disekolah. Selain itu, lingkungan sekolah akan mempengaruhi proses
tumbuh kembangnya kualitas guru dan peserta didik yang ada
disekolah.

C. Unsur-unsur Lingkungan Sekolah


Beberapa unsur yang ada di lingkungan sekolah yang dapat
mempengaruhi belajar menurut Slameto (2010:64-69) adalah :
1. Metode mengajar
Metode mengjar memengaruhi belajar, dimana metode mengajar
guru yang kurang baik akan mempengaruhi belajar peserta didik
yang tidak baik pula dan sebaliknya.
2. Kurikulum
Kurikulum yang kurang tepat akan berpengaruh tidak baik terhadap
belajar dan sebaliknya.

--( 94 )--
3. Relasi guru dengan peserta didik
Guru yang kurang berinteraksi dengan peserta didik secara akrab
akan menyebabkan proses belajar mengajar kurang lancar.
4. Relasi peserta didik dengan peserta didik
Menciptakan relasi yang baik antar peserta didik adalah perlu, agar
dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap belajar peserta
didik.
5. Disiplin sekolah
Kedisiplinan sekolah erat hubungannya dengan kerajinan peserta
didik dalam sekolah dan juga dalam belajar.
6. Alat pelajaran
Alat pelajaran yang baik dan lengka perlu, agar guru dapat
mengajar dengan baik sehingga peserta didik dapat menerima
pelajaran dengan baik pula.
7. Waktu sekolah
Waktu sekolah ialah waktu terjadinya proses belajar mengajar di
sekolah, waktu dapat pagi, siang, sore, dan malam hari.
8. Standar pelajaran diatas ukuran
Guru berpendirian untuk mempertahankan wibawanya, perlu
memberi pelajaran diatas ukuran standar, sehingga peserta didik
dianggap kurang mampu dan takut kepada guru.
9. Keadaan gedung
Dengan keadaan gedung yang kurang memadai bagi peserta didik
maka peserta didik akan merasa nyaman dalam belajar.
10. Cara belajar
Banyak peserta didik melaksanakan cara belajar yang salah. Dalam
hal ini perlu pembinaan dari guru. Dengan cara belajar yang tepat,
maka hasil belajar peserta didik akan semakin efektif.
11. Tugas rumah
Guru jangan terlalu banyak memberikan tugas rumah kepada
peserta didik, sehingga peserta didik tidak memiliki waktu yang
cukup untuk melaksanakan kegiatan yang lain.

--( 95 )--
D. Macam-macam Lingkungan Sekolah
Sekolah merupakan salah satu institusi sosil yang
mempengaruhi proses sosialisasi dan berfungsi untuk mewariskan
kebudayaan masyarakat kepada anak. Sekolah didirikan oleh
masyarakat dan Negara untuk membantu memenuhi kebutuhan
keluarga yang sudah tidak mampu lagi memberi bekal persiapan hidup
bagi anak-anaknya (Purwanto, 2009:124). Lingkungan sekolah tempat
belajar turut mempengaruhi tingkat keberhasilan belajar. Kualitas guru,
metode mengajar, kesesuaian kurikulum, dengan kemampuan anak,
keadaan fasilitas/perlengkapan disekolah, keadaan ruangan, jumlah
murid perkelas, pelaksanaan tata tertib dapat mempengaruhi minat
belajar dan hasil belajar peserta didik.
Lingkungan sekolah terdiri dari sejumlah komponen penting.
Berikut ini disajikan macam-macam komponen lingkungan sekolah,
yaitu :
1. Lingkungan fisik
a. Sarana sekolah
Untuk mencapai keberhasilan pelaksanaan kurikulum disekolah
perlu dukungan sarana dan prasarana yang memadai. Sarana
dan prasarana yang memadai diperlukan untuk kelancaran
pelaksanaan kurikulum. Moh. Surya (2004:80)menyatakan
bahwa ketersediaan sarana belajar yang memadai akan
mencapai hasil belajar yang efisien dibandingkan dengan
keadaan fasilitas belajar yang kurang memadai. Alat pengajaran
yang lengkap dan tepat akan memperlancar penerimaan bahan
pelajaran yang diberikan kepada peserta didik. Jika peserta
didik mudah menerima pelajaran dan menguasainya, maka
belajarnya akan menjadi lebih giat dan lebih maju. Dengan
demikian, apabila sarana sekolah lengkap maka minat peserta
didik untuk belajar pun meningkat.
b. Prasarana sekolah
Berikut ini beberapa prasarana yang mendukung proses
pembelajaran di kelas, yaitu :

--( 96 )--
1) Perpustakaan
Salah satu yang diperlukan dalam proses belajar mengajar
adalah penggunaan sumber belajar. Sumber belajar
merupakan media pembelajaran yang dapat mendorong,
memotivasi mempermudah konsep yang abstrak dan
mempertinggi daya serap atau referensi belajar peserta
didik. Perpustakaan merupakan penyedia informasi yang
diperlukan peserta didik, keberadaan sekolah sedikitnya
menentukan tinggi rendahnya mutu pendidikan karena
perpustakaan memunyai tugas dan tanggung jawab dalam
mengelola dan menyediakan sumber belajar secara efektif
dan efisien.
2) Ruang kelas
Slameto (2010:76) menyatakan bahwa untuk dapat belajar
dengan efektif, diperlukan lingkungan fisik yang baik dan
teratur, misalnya:
a) Ruang belajar harus bersih, tidak ada bau yang dapat
mengganggu konsentrasi pikiran.
b) Ruangan yang terang.
c) Sarana yang cukup untuk belajar
3) Keadaan gedung
Jumlah peserta didik yang banyak serta variasi karakteristik
mereka masing-masing menuntut keadaan gedung harus
memadai setiap kelas. Keadaan gedung tersebut akan
mempengaruhi minat belajar peserta didik.
2. Lingkungan nonfisik/sosial
a. Interaksi antara guru dengan peserta didik
Proses belajar mengajar terjadi karena adanya interaksi antara
guru dengan eserta didik. Interaksi terdiri dari kata inter (antar),
dan aksi (kegiatan). Jadi interaksi adalah suatu hubungan atau
kegiatan timbal balik antara individu yang satu dengan yang
lainnya, yang didalamnya ada proses saling mempengaruhi,
mengubah, dan memperbaiki. Interaksi belajar mengajar adalah
suatu kegiatan sosial karena antara peserta didik dengan peserta

--( 97 )--
didik dan peserta didik dengan gurunya ada suatu komunikasi
sosial atau pergaulan.
Dalam interaksi belajar mengajar, terdapat interaksi sosial
seperti :
1) Interaksi sosial yang ditandai dengan hubungan tugas.
Pertama kali hubungan peserta didik dengan guru tidaklah
didasarkan rasa cinta seperti pada hubungan orang tua
dengan anakny. Hubungan pribadi timbul karena tugas
masing-masing, yaitu peserta didik belajar dan guru
tugasnya mengajar.
2) Interaksi sosial yang selalu punya tujuan untuk mencapai
sesuatu bagi kepentingan peserta didik. Seluruh kegiatan
harus punya tujuan yang pada dasarnya untuk kepentingan
peserta didik.
3) Interaksi sosial yang ditandai dengan kemauan guru untuk
membantu peserta didik guna memperoleh pengetahuan,
sikap, dan keterampilan.
4) Interaksi sosial ditandai dengan kemauan peserta
didikbahwa guru akan membantunya dalam hal-hal tertentu
di dalam perkembangannya.
Situasi belajar mengajar yang baik ialah apabila dapat
memberikan pengalaman-pengalaman yang terbaik bagi
perkembangan peserta didik. Guru yang kurang berinteraksi
dengan peserta didik secara akrab maka peserta didik akan
segan untuk berpartisipasi secara aktif dalam belajar. Kondisi
tersebut menyebabkan proses belajar mengajar kurang lancar
dan dapat mengurangi minat membaca peserta didik.
b. Interaksi antara peserta didik dengan peserta didik
Meskipun interaksi yang paling fungsional di dalam kelas
adalah interaksi antara guru dengan peserta didik, namun
interaksi antar peserta didik tidak kalah pentingnya. Slameto
(2010:66) menyatakan bahwa guru yang kurang mendekati
peserta didik dan kurang bijaksana, tidak akan dapat melihat di
dalam kelas terjadi persaingan yang tidak sehat, jiwa kelas tidak

--( 98 )--
terbina dengan baik, bahkan hubungan masing-masing peserta
didik tidak tampak.

E. Lingkungan Sekolah Yang Nyaman


Lingkungan sekolah yang nyaman merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran peserta didik.
Lingkungan sekolah yang nyaman terdiri dari :
1. Lapangan
Ketersediaan fasilitas lapangan merupakan salah satu faktor yang
sangat penting dalam proses pembelajaran peserta didik, dimana
fasilitas tersebut secara khusus menunjang kegiatan pembelajaran,
misalnya kegiatan pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga,
upacara dan pentas seni.
2. Pepohonan rindang
Ketersediaan oksigen merupakan salah satu faktor yang sangat
penting bagi pembenukan kecerdasan peserta didik. Kurangnya
kadar oksigen bagi peserta didik akan menyebabkan suplai darah ke
otak menjadi lambat, padahal darah menyampaikan berbagai nutrisi
penting bagi otak dan akan menyebabkan konsetrasi peserta didik
dalam belajar menjadi terganggu.
3. Sistem sanitasi dan sumur resapan air
Sistem sanitasi merupakan salah satu faktor penting bagi
lingkungan sekolah. Dengan sistem sanitasi yang baik, maka
seluruh warga sekolah akan dapat lebih tenang dalam mengadakan
proses pembelajaran. Selain itu, diperlukan juga system sumur
resapan air, yang akan menghisap genangan air, karena genangan
air dipastikan membuat kesehatan peserta didik rawan sakit.
4. Toilet yang bersih
Toilet perlu dikelola dengan baik kerena toilet jika tidak dikelola
dengan baik, akan menimbulkan kerentanan penyakit bagi peserta
didik. Pengelolaan toilet yang baik, akan menghindarkan peserta
didik terkena bibit penyakit yang membahayakan. Selain itu, toilet
yang bersih akan membuat sekolahtampak menjadi indah secara
keseluruhan.

--( 99 )--
5. Tempat pembuangan sampah
Sampah merupakan musuh utama bagi sekolah. Semakin bersih
sekolah, maka semakin beradab pula warga yang ada disekolah.
Dalam hal ini, perlu ditumbuhkan kesadaran bagi seluruh warga
sekolah untuk turut menjaga lingkungan sekolah. Caranya dengan
menyediakan tempat pembuangan sampah berupa tong-tong
sampah dan tempat pengumpulan sampah akhir disekolah, dan
meberikan contoh kepada peserta didik untuk selalu membuang
sampah pada tempatnya.
6. Sarana ibadah
Sarana ibadah yang memadai merupakan wahana peribadahan bagi
warga sekolah. Selain itu, sarana ibadah akan membina mental
religious peserta didik. Peserta didik yang religious akan
berperilaku baik, karena ia paham bahwa agama mengajarkan
kebaikan.
7. Kantin sehat
Kantin sehat adalah kantin yang menyediakan berbagai macam
makanan yang sehat bagi peserta didik. Sebaiknya kantin sekolah
dikelola koperasi atau dharma wanita sekolah, agar control terhadap
makanan bisa dilaksanakan dengan baik. Kantin sehat yang
menyediakan makanan sehat akan menghasilkan peserta didik yang
sehat dan mampu belajar dengan optimal.
8. Bangunan sekolah yang kokoh dan sehat
Banyak sekali adanya kasus-kasus tentang bangunan sekolah yang
roboh. Ini kewajiban pemerintah untuk mengatasinya karena
bangunan sekolah semestinya dibangun dengan kokoh dan memiliki
syarat-syarat bangunan yang sehat, seperti ventilasi yang cukup dan
luas masing-masing ruang kelas yang ideal.
9. Lingkungan sekitar sekolah yang mendukung
Lingkungan sekitar sekolah sangat menentukan kenyamanan
peserta didik. Lingkungan sekolah yang dekat dengan pabrik yang
bising dan berpolusi udara, atau lingkungan sekolah yang berada
dipinggir jalan raya yang padat dan berisik, atau bahkan lingkungan
sekolahyang letaknya berdekatan dengan tempat pembuangan
sampah atau sungai yang tercemar sampah sehingga menimbulkan

--( 100 )--


ketidaknyamanan akibat bau-bau tak sedap, akan sangat
mengganggu proses pembelajaran peserta didik.

F. Sekolah Adiwiyata
Mewujudkan sekolah berwawasan lingkungan (adiwiyata)
merupakan komitmen sekolah dalam menginternalisasikan nilai-nilai
lingkungan ke dalam seluruh aktivitas kegiatan di sekolah. Tampilan
fisik sekolah ditata secara ekologis sehingga menjadi sarana yang
efektif bagi keberlangsungan pembelajaran peserta didik. Lingkungan
sekolah yang kondusif sangat diperlukan agar tercipta proses
pembelajaran yang bermutu. Langkah-langkah menuju sekolah
adiwiyata adalah sebagai berikut :
1. Membentuk tim sekolah
Tim sekolah adalah tim yang berperan penting dalam
pelaksanaan program adiwiyata termasuk diantaranya pengelolaan
lingkungan di sekolah, termasuk di dalamnya bagaimana
melibatkan semua unsur warga sekolah menjadi oenting termasuk
keterlibatan aktif dari seluruh peserta didik. Partisipasi peserta didik
menjadi elemen penting. Untuk mensukseskan sekolah peduli dan
berbudaya lingkungan perlu dibentuk tim yang anggotanya antara
lain terdiri dari:
a. Kepala sekolah
b. Peserta didik
c. Guru
d. Orang tua peserta didik
e. Warga sekolah (misalnya : petugas kebersihan, petugas tata
usaha, pengelola kantin)
f. Pemerintah daerah (lurah, camat. Dan lain-lain)
g. Masyarakat disekitar sekolah.
Bentuk tim sekolah bervariasi, tergantung dengan kondisi
sekolahnya. Tim inti mungkin terdiri atas kepala sekolah, guru yang
ditambah orang tua peserta didik dan masyarakat sekitar. Anggota
inti ini melakukan pertemuan berkala secara teratur. Anggota tim
ini dapat menugaskan tim kerja yang lebih kecil untuk

--( 101 )--


melaksanakan tugas harian. Kelompok kecil ini dapat mengikut
sertakan peserta didik.
Hal lain yang penting adalah keberlanjutan rencana tim dari satu
periode berikutnya. Misalkan, anggota dari unsur peserta didik,
mempunyai masa keanggotaan selama 1,5 tahun. Sebelum
mengakhiri masa pengabdian, yang bersangkutan dapat
mempersiapkan penggantinya dengan mengikutsertakan dalam
kegiatan agar anggota yang baru tidak harus mulai dari awal lagi.
Perencanaan juga penting untuk memastikan bahwa kegiatan
Adiwiyata terus berlangsung, msekipun anggota-anggotanya telah
berganti. Kegiatan sekolah Adiwiyata bukan merupakan kegiatan
orang per orang, melainkan merupakan kegiatan kolektif
(menyeluruh).
Selain itu, tim sekolah juga harus memenuhi tujuan sebagai
berikut :
a. Pastikan bahwa seluruh sekolah mengetahui dan mengenal
program sekolah Adiwiyata dan membangun komunikasi yang
kuat untuk memastikan warga sekolah mengetahui
perkembangannya.
b. Pastikan semua komponen warga sekolah (terutama peserta
didik) terwakili dalam proses pengambilan keputusan.
c. Menjaga komunikasi diantara peserta didik, guru, kepala
sekolah, dan seluruh warga sekolah dalam pelaksanaan
program.
d. Mendokumentasikan semua kegiatan dan menyampaikan
keputusan komite dan kepala sekolah. Komite harus
mendokumetasikan keputusan mereka yang akan ditampilakan
dipapan pengumuman.
2. Kajian lingkungan
Sebelum memulai program pengelolaan lingkungan hidup,
kajian lingkungan hidup perlu dilakukan. Checklist kajian
lingkungan sekolah peduli dan berbudaya lingkungan dirancang
untuk memberikan gambaran kondisi sekolah saat ini. Hasil kajian
lingkungan akan menginformasikan Rencana Aksi apa yang akan
dilakukan. Selain itu, kajian lingkungan juga akan membantu

--( 102 )--


sekolah untuk menentukan perubahan apa yang diperlukan,
mendesak, atau tidak dibutuhkan sama sekali. Ini juga akan
membantu menetapkan sasaran yang realistis dan mengukur
keberhasilan yang dicapai. Menyelesaikan kajian lingkungan akan
memastikan bahwa tidak ada hal-hal penting yang terabaikan.
Selain itu, akan membantu peserta didik dan warga sekolah
memahami kondisi lingkungan hidup di sekolah.
Tim harus memastikan bahwa seluruh anggota tim bekerja sama
sebaik mungkin untuk melaksanakan kajian. Hal yang penting
adalah sebanyak mungkin peserta didik berpartisipasi dalam proses
ini. Kajian lingkungan oleh tim sekolah menggunakan instrument
checklist, yang menyangkut isu berupa :
a. Sampah
b. Air
c. Energi
d. Makanan dan kantin sekolah
e. Keanekaragaman hayati.
Kesemua isu ini harus diamati selama kajian lingkungan
dilakukan dengan menggunakan instrumen checklist. Checklist
berisi serangkaian jawaban “ya atau tidak”. Namun juga terdapat
kolom untuk menuliskan komentar yang kemudian dapat digunakan
untuk menambah informasi dalam penyusunan Rencana Aksi
Sekolah peduli dan berbudaya lingkungan.
Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa setiap sekolah harus
melakukan kajian lingkungan sesuai dengan kondisi sekolah dan
cara yang terbaik yang dapat dilakukan. Libatkan peserta didik
sebanyak mungkin. Kajian lingkungan dilakukan pada kurun waktu
tertentu, misalnya dilakukan tahunan atau dua tahun sekali sesuai
dengan kebutuhan masing-masing. Hal tersebut untuk mengukur
dan mengevaluasi kemajuan kinerja tim sekolah. Kajian adalah cara
yang sangat efektif untuk mengevaluasi sasaran. Hasil kajian
lingkungan digunakan untuk menyusun rencana aksi.
3. Rencana Aksi
Rencana Aksi menjadi inti dari program sekolah peduli dan
berbudaya lingkungan. Perencanaan ini adalah serangkaian kegiatan

--( 103 )--


dan sasaran yang dijadwalkan. Perencanaan ini juga akan menjadi
bahan evaluasi untuk perbaikan lingkungan sebagai hasil dari kajian
lingkungan yang telah dilakuakan.
Rencana Aksi dikembangkan berdasarkan hasil kajian
lingkungan yang telah dilakukan sebelumnya. Kegiatan disusun
dengan tujuan yang jelas, tenggak waktu yang jelas, dan juga
penanggung jawab kegiatan yang jelas. Hal tersebut dilakukan
untuk setiap tahapan kegiatan yang dilakukan. Selain itu, yang
penting dilakukan adalah berbagai kegiatan yang akan dilakukan
dengan melibatkan peserta didik sedapat mungkin dikaitkan dengan
kurikulum sebagai bagian dari proses pembelajaran.
Dalam penyusunan Rencana Aksi yang juga perlu diperhatikan
adalah pastikan bahwa sasaran yang ditetapkan realistis sesuai
dengan potensi dan sumber daya yang dimiliki dan dapat dicapai.
Jangan terlalu ambisius sehingga sulit mencapai sasaran karena
kegagalan dalam memenuhi target dapat berakibat menurunkan
motivasi. Jika hasil dari kajian lingkungan mengharuskan bahwa
sekolah perlu membuat banyak sasaran yang ingin dicapai, jangan
diselesaikan semuanya sekaligus. Sebaiknya membuat suatu skala
prioritas kegiatan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membuat
pernecanaan aksi di sekolah adalah sebagai berikut :
a. Penyususnan rencana aksi berangkat dari hasil kajian
lingkungan yang telah dilakukan oleh tim lingkungan sekolah.
Pilihlah topik yang sesuai dengan prioritas kebutuhan sekolah
dengan mempertimbangkan kemampuan dan tenggat waktu
yang di miliki. Misalnya, sekolah ingin mengatasi permasalahan
sampah sebagai kegiatan utama. Maka, semua sumber daya
yang dimiliki sekolah diarahkan untuk mengatasi permasalahan
tersebut. Jika ada bagian yang tidak mampu diselesaikan oleh
sekolah, maka perlu cari cara bagaimana sekolah bekerja sama
dengan pihak lain agar dapat mengatasinya.
b. Tetapkan bagaimana cara mengukur tingkat keberhasilan dalam
mencapai tujuan. Siapkan instrument yang dapat mengukur
setiap capaian program yang telah ditetapkan.

--( 104 )--


c. Diskusikan setiap jangka waktu untuk setiap aktivitas. Apakah
kegiatan tersebut akan dicapai dalam jangka pendek, menengah
atau jangka panjang.
d. Tetapkan siapa yang akan bertanggung jawab setiap kegiatan.
e. Lakukan monitoring terhadap alokasi dana yang dibelanjakan
untuk setiap aktivitas yang dilakukan.
4. Monitoring dan evaluasi
Untuk mengetahui keberhasilan tim sekolah dalam mencapai
target yang tercantum dalam Rencana Aksi. Maka harus dilakukan
pemantauan dan mengukur kemajuan yang di harapkan. Proses
monitoring terus menerus akan membantu memastikan bahwa
kegiatan ini tetap berkelanjutan. Metode monitoring yang dilakukan
yang digunakan akan bergantung pada sasaran dan kriteria
pengukuran yang telah ditetapkan di dalam rencana aksi di setiap
topik. Dalam setiap kasus aka nada cara mudah dan akurat untuk
mengukur kemajuan, antara lain :
a. Melakukan pembacaan meter dan perhitungan tagihan energi
untuk melihat erubahan penghematan energi.
b. Menimbang sampah yang dikumpul untuk di daur ulang.
Penimbangan ini untuk melihat sejauh mana pengaruh kegiatan
pengelolaa sampah.
c. Mendokumentasikan setiap tahap kegiatan sebelum, selama dan
setelah foto-foto untuk membandingkan perubahan yang terjadi
di sekolah.
d. Membuat daftar spesies (jika memungkinkan) sebelum dan
setelah kegiatan untuk melihat pengaruh untuk menunjukkan
dampak kegiatan terhadap keanekaragaman hayati disekitar
sekolah.
e. Menggunakan kuesioner dan survey untuk mengumulkan data
kemajuan kegiatan dengan melibatkan peserta didik.
Tim sekolah juga harus memastikan bahwa :
a. Hasil pemantauan di umumkan ke warga sekolah, mislanya
dalam bentuk grafik.
b. Kemajuan kegiatan di umumkan di papan pengumuman
sekolah.

--( 105 )--


5. Menggunakan data pemantauan untuk mengevaluasi kemajuan
Evaluasi kegiatan memungkinkan sekolah untuk membuat
perubahan pada rencana aksi anda jika diperlukan. Data
pemantauan akan membantu mengidentifikasi apakah mencapai
sasaran atau tidak dan apakah sudah efektif atau belum. Dengan
evaluasi itu tim dapat memutuskan apakah perubahan sasaran awal,
kegiatan yang diperlukan, dan apa yang harus dilibatkan. Salah satu
cara yang sangat efektif untuk mengevaluasi sasaran adalah
melakukan tindak lanjut kajian lingkungan.
6. Melibatkan warga sekolah
Salah satu cara terbaik untuk melibatkan warga sekolah adalah
untuk mengatur kegiatan rutin dan hari-hari tertentuyang dianggap
penting atau actiong day. Pada waktu tertentu, Hari Aksi adalah
kesempatan bagi semua orang di sekolah-peserta didik, guru, dan
staf lain-serta pihak yang berkempentingan dari masyarakat
setempat, untuk bersama-sama mencapai beberapa target yang
ditetapkan dalam rencana aksi. Hari Aksi perlu terencana, baik
dalam hal mengalokasikan tanggung jawab dan memastikan bahwa
semua orang tahu tentang mereka. Kegiatan seperti daur ulang,
penghematan energi dan air hanya berhasil jika semua orang yang
terlibat.
7. Melibatkan masyarakat luas
Melibatkan masyarakat luas dalam sekolah Adiwiyata sangat
bermanfaat. Orang tua peserta didik, masyarakat sekitar,
pemerintah lokal, serta dunia usaha dapat menajdi referensi untuk
memperkaya informasi, pelatihan, atau membantu membiayai
berbagai kegiatan. Melibatkan masyarakat dan media masa untuk
memperluas penyebaran informasi, misalnya dengan membuat
newsletter, press release ke media lokal, dan sebagainya.

G. Pengelolaan Sampah Sekolah


Sampah adalah sisa suatu usaha atau kegiatan (manusia) yang
berwujud padat dan dianggap sudah tidak berguna lagi. Sekolah
sebagai tempat berkumpulnya banyak orang dapat menjadi penghasil

--( 106 )--


sampah terbesar selain pasar, rumah tangga, industry dan perkantoran.
Menurut Yuwono (2010:2), sampah dipisahkan menjadi :
1. Sampah organik
Sampah organik adalah sampah yang mudah busuk, yang
berasal dari sisa makanan, sisa sayuran, dan kulit buah-buahan.
2. Sampah Nonorganik
Sampah nonorganik adalah sampah yang tidak mudah busuk.
Sampah anorganik dapat berupa kertas, kayu, kain, kaca, logam,
plastic, karet, dan tanah.
Sekolah menghasilkan sampah kering lebih banyak
dibandingkan dengan sampah basah. Terkait dengan pemilahan
diatas, pengolahan sampah dilakukan dengan :
a. Pemilahan yaitu memisahkan menjadi kelompok sampah
organik dan nonorganik dan ditempatkan dalam wadah yang
berbeda
b. Pengolahan dengan menerapkan konsep 3R, yaitu :
1) Penggunaan kembali (Reuse)
Menggunakan sampah-sampah tertentu yang masih
memungkinkan untuk dipakai, misalnya penggunaan
kembali botol-botol bekas.
2) Pengurangan (reduce)
Berusaha mengurangi segala sesuatu yang menimbulkan
sampah-sampah yang sudah ada.
3) Daur ulang (Recycle)
Menggunakan sampah-sampah tertentu untuk di olah
menjadi barang yang lebih berguna, misalnya daur ulang
sampah organic menjadi kompos.
c. Untuk sampah yang tidak dapat ditangani dalam lingkup
sekolah, dikumpulkan ke Tempat Penampungan Sementara
(TPS) yang telah disediakan untuk selanjutnya diangkut oleh
petugas kebersihan ke tempat pembuangan akhir.
Sampah yang dibuang ke TPS ditempatkan berdasarkan
pemilahan sampah yang telah dilakukan. Hal ini dilakukan karena
sampah organis cepat membusuk sementara sampah nonorganic
membtuhkan waktu yang lebih lama untuk membusuk sehingga

--( 107 )--


memerlukan perlakuan khusus. Untuk TPS yang sengaja disediakan
oleh pihak sekolah sebaiknya TPS tersebut berupa lubang yang
dilengkapi dengan system penutup sehingga tikus, serangga, dan
hewan-hewan teretntu tidak masuk di dalamnya dan juga untuk
menghindari bau dari sampah yang bisa mengganggu.
Bak-bak sampah kecil disediakan untuk memudahkan peserta
didik dalam mebuang sampah. Bak-bak sampah kecil tersebut berfungsi
sebagai tempat penampungan sampah sementara sebelum dibuang ke
tempat penampungan sementara. Penampungan sampah dalam bak
sampah ini juga sebaiknya dipisahkan menjadi tempat sampah organik
dan anorganik dan kalau sudah penuh harus segera dibuang ke TPS
atau langsung diambil oleh petugas kebersihan untuk dibuang ke TPA.

*****

--( 108 )--


BAB VII

DESAIN PENGAJARAN

A. Pengertian Desain
Desain adalah sebuah istilah yang diambil dari kata design
(bahasa Inggris) yang berarti perencanaan atau rancangan Ada pula
yang mengartikan dengan persiapan. Di dalam Ilmu Manajemen
Pendidikan atau ilmu administrasi pendidikan perencanaan disebut
dengan istilah planning yaitu ''persiapan penyusunan suatu keputusan
berupa langkah-langkah langkah-langkah penyelesaian suatu masalah
atau pelaksanaan suatu pekerjaan yang terarah pada pencapaian tujuan
tertentu''. Secara sederhana ada sebagian ahli yang mengatakan bahwa
perencanaan adalah pemikiran Sebelum melaksanakan suatu tugas.
Dengan demikian, desain atau perencanaan adalah suatu
pemikiran atau persiapan untuk melaksanakan suatu tugas /pekerjaan
atau untuk mengambil suatu keputusan terhadap apa yang akan
dilaksanakan oleh seseorang untuk mencapai tujuan tertentu sebagai
yang telah ditetapkan dengan melalui prosedur atau langkah-langkah
yang sistematis dan memperhatikan prinsip-prinsip pelaksanaan tugas /
pekerjaan tersebut.

B. Pengertian Pengajaran
Kebanyakan ahli pendidikan pengajaran mengatakan bahwa
pengajaran adalah terjemahan dari intruction atau teaching.Tetapi,
menurut Arief S. Sadiman ia kurang sependapat akan pandangan yang
demikian. menurutnya hal itu kurang tepat karena kurang
mencerminkan pandangan terjemahan secara lebih pas. Instruction
mencangkup semua events yang mungkin mempengaruhi langsung

--( 109 )--


kepada proses belajar manusia dan bukan saja terbatas pada Evants
yang dilakukan oleh guru / dosen / instruktur.
Instruction meliputi pula kejadian-kejadian yang diturunkan
oleh bahan cetakan, gambar, program televisi, film, Slide, kaset, audio
atau kombinasinya. ini pendapat Gagne dan Briggs yang dijadikan
alasan oleh Arif Sadiman.
Association for education communication and technology,
Corey (1977) komunikasi dan mengatakan bahwa intruksi itu sebagai
sub-sub atau bagian dari pendidikan, yang merupakan suatu proses
dimana lingkungan seseorang dengan sengaja dikelola agar
memungkinkan orang tersebut dapat belajar melakukan hal tertentu
dalam kondisi tertentu atau memberikan respon terhadap situasi
tertentu pula. Pengajaran hanyalah salah satu bentuk intruction dan,
pengajaran sering dikondisikan sebagai proses aktivitas belajar
mengajar di kelas pengajaran yang ditentunya bersifat formal, kelas
pengajaran Jangan hanya diartikan sebagai terbatas oleh ruang dengan
ukuran tertentu yang permanen untuk kelangsungan belajar-mengajar.
Pengertian kelas harus dikonotasikan sebagai suatu sistem yang bukan
saja merupakan ruangan atau bagian dari bangunan sekolah kelas
merupakan tempat atau wadah berlangsungnya pengajaran (belajar
mengajar) baik di dalam ruangan yang bisa dipakai, di laboratorium,
lapangan dan sebagainya. Adapun introduction tidak terbatas pada
kelas-kelas formal, tetapi juga kegiatan belajar yang sifatnya non
formal dan tidak menuntut atau (tidak harus) adanya dosen/ guru
/instruktur secara fisik. Titik perhatian dalam instruction adalah
bagaimana mengelola lingkungan agar terjadi tindakan belajar pada
seseorang atau (sejumlah orang) secara efektif dan efisien. Karena
itulah, pandanan kata instruction yang lebih tepat adalah pembelajaran.
fungsi pembelajaran itu bukan saja fungsi guru / dosen /instruktur
melainkan juga fungsi belajar lainnya. Jadi, dapat dipahami bahwa
menurut Arief S. Sadiman pengertian instruction itu bukan saja bersifat
formal di kelas atau di lingkungan sekolah, dan bukan pula monopoli
guru yang menjadi satu-satunya sumber belajar. dengan kata lain,
pengertian instruction yang lebih tepat adalah ''pembelajaran''.

--( 110 )--


C. Pengertian Desain Pengajaran
Desain pengajaran adalah suatu pemikiran atau persiapan untuk
melaksanakan tugas pengajaran / aktivitas pengajaran dengan
menerapkan prinsip-prinsip pengajaran serta langkah-langkah
pengajaran perencanaan itu sendiri, pelaksanaan dan penilaian, dalam
rangka pencapaian tujuan pengajaran yang telah ditentukan. Ada pula
yang memberikan batasan pengertian yang berbeda, bahwa desain
pengajaran sebagai pemikiran tentang penerapan prinsip-prinsip umum
pengajaran di dalam rangka melaksanakan tugas mengajar dalam suatu
interaksi pengajaran (interaksi guru peserta didik) tertentu yang khusus,
baik yang berlangsung di dalam kelas. maupun di luar kelas baik dan
dipikirkan maka makin baik dalam persiapan pengajaran itu sehingga
diharapkan semakin baik pula dalam melaksanakan. Nurhida Amir Das
dan Rodhito berpendapat, bahwa membuat desain instruksional atau
(pengajaran) merupakan suatu proses analisis dari kebutuhan dan
tujuan belajar, pengembangan materi, kegiatan belajar mengajar, dan
kegiatan penilaian baik belajar peserta didik, kegiatan belajar mengajar
dan kegiatan penilaian hasil belajar. Guru adalah sebagai desain /
perancang pengajaran sekaligus sebagai pengelolaan /pelaksanaan
pengajaran maka untuk dapat melaksanakan tugasnya baik sebagai
desainer maupun sebagai pengelolaan/ pelaksana pengajaran guru perlu
memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam menyusun desain
pengajaran. desain pengajaran merupakan alat yang dapat membantu
guru dalam melaksanakan kegiatan pengajaran secara efektif dan
efisien Meskipun demikian, pernyataan tentang cara menyusun desain
pengajaran. tidak secara otomatis menjamin guru menjadi terampil
dalam menyusun desain pengajaran. hal demikian memerlukan latihan
dan kerjasama dengan guru lain (terutama sama guru yang mengajar
mata pelajaran yang sama). dengan mengkomunikasikan desain
pengajaran yang dibuat kepada guru lain diharapkan guru tersebut
dapat memberikan pendek tentang Desain itu. Desain pengajaran
merupakan perencanaan yang sistematis dalam suatu pengajaran yang
akan di Universitas ikan bersama-sama kepada peserta didik dalam
rangka ini ada baiknya jika guru terlebih dahulu Memiliki proses
berpikir dalam dirinya apa yang akan diajarkan dan materi yang

--( 111 )--


diperlukan untuk mencapai hasil belajar yang diinginkan Bagaimana
cara pengajaran serta prosedur pencapaian dan bagaimana guru menilai
untuk mengetahui apakah tujuan kompetensi sudah dicapai atau
Apakah materi sudah dikuasai oleh peserta didik.
Untuk membantu proses berpikir guru mengenai hal tersebut,
James M. Cooper (1977) dalam mengatakan bahwa guru hendaknya
memiliki 4 komponen.
1. Memiliki pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku manusia
atau peserta didik Mampu menerjemahkan teori itu ke dalam situasi
yang real
2. Memiliki sikap yang tepat terhadap diri sendiri sekolah peserta
didik teman sejawat dan mata pelajaran yang dibina
3. Menguasai mata pelajaran yang akan diajarkan.
4. Memiliki keterampilan teknis dalam mengajar antara lain
keterampilan merencanakan pelajaran bertanya menilai mencapai
peserta didik menggunakan strategi mengajar mengelola kelas dan
memotivasi peserta didik.
Seorang guru hendaknya dapat melihat dan menggunakan 8
prinsip umum tersebut dalam situasi yang khusus dan sebaiknya
melihat hal-hal yang khusus di dalam situasi yang umum dengan
mengadakan persiapan atau perencanaan yang baik maka guru akan
tumbuh menjadi seorang ahli dalam bidang pekerjaannya tentu
persiapan atau perencanaan yang baik. Itu harus didukung oleh
pemilikan empat kemampuan dasar atau empat komponen seperti yang
dikemukakan oleh koper di atas. Bagi sementara orang ada yang
berpandangan bahwa untuk pekerjaan mengajar atau mengelola
pengajaran tidak perlu dibuat desain atau persiapan terlebih dahulu
dengan dalil bahwa ada kemungkinan tidak menghadapi hal-hal baru
tidak tertunduk sebelumnya dan menyebabkan Jalan pengajaran suatu
susunan dari beberapa bagian dari suatu bahan pelajaran yang
merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan menjadi kaku dan atau
kikuk alasan itu sungguh tidak rasional. Sebab Justru untuk
menghadapi hal-hal yang tidak terduga itulah dibutuhkan suatu desain
atau persiapan yang lengkap dan cermat serta matang sehingga hal-hal
yang tidak terduga itupun telah diperhitungkan pula.

--( 112 )--


Setiap desain yang baik merupakan suatu proses pertumbuhan
pada awalnya lahir suatu konsep yang umum sebagai pegangan yang
samar-samar atau Summer lama-kelamaan berkat pemikiran yang
matang maka konsep itu bertambah jelas dan terperinci setiap
Desember berubah terbuka bagi kemungkinan-kemungkinan lain
sehingga bisa ditempuh jalan atau cara-cara baru. Desain pengajaran
yang baik harus pula berangkat dari keputusan proses berpikir seperti
disebutkan diatas yang yang pada dasarnya berkisar pada upaya
pencapaian tujuan pengajaran kompetensi belajar dan meliputi materi
yang harus dikuasai peserta didik untuk memenuhi pencapaian tujuan
Bagaimana upaya guru agar materi itu sampai dan kuasai bukan saya
dimengerti dan dipahami. Oleh peserta didik dan bagaimana hasil
pencapaian materi dan tujuan obat tensi dapat diketahui oleh sebab
penyusunan desain pengajaran serta implementasinya tidak sederhana
tidak hanya seperti Pekerjaan tukang bakso maka seharusnya 4
kompetensi pokok di atas benar-benar dimiliki dan dikuasai oleh setiap
guru yang dikehendaki tugas pekerjaannya sukses dengan baik. Desain
pengajaran berbeda dengan pengembangan pengajaran desain
pengajaran dan pengembangan pengajaran adalah dua kegiatan yang
berlainan tetapi setaraf desain pelaksanaan atau disusun oleh dahulu
baru kemudian sebagai manifestasi dan implementasi desain itu
disebutkan pengembangan pengajaran kalau desain sebagai cetak biru
maka pengembangan itu sebagai kegiatan membangun desain sebagai
rancang pengembangan sebagai bangun jadi desain dan pengembangan
disebut rancang bangu. Dengan kata lain desain pengajaran itu bersifat
nasional dengan pengembangan pengajaran itu bersifat operasional
operasionalisasi dari konsep yang telah diputuskan ditentukan
perbedaan desain pengajaran dan pengembangan pengajaran adalah
dalam segi waktu dan segi bentuk aktivitasnya jika desain atau
persiapan itu hanya guru yang mengerjakan sedangkan dalam
pengembangan selain itu juga melibatkan peserta didik Bahkan dalam
pengembangan pengajaran yang baik keterlibatan peserta didik dituntut
lebih aktif dan lebih banyak sebab peserta didik itu sendiri lah yang
diharapkan dapat mencapai tujuan pengajarannya dan menguasai bahan
pengajaran. Sedangkan peranan guru pada hakikatnya nya hanya

--( 113 )--


sebagai peran pembantu di mana pemegang saham utama adalah
peserta didik. Desain pengajaran merupakan gambaran sejumlah
harapan atau keinginan terhadap suatu tujuan pengajaran yang
diharapkan Adapun pengembangan pengajaran adalah sebagai realitas.

D. Komponen Komponen Desain Pengajaran


Dari berbagai ragam pola pengajaran yang dijelaskan dimuka
dapat dipahami bahwa untuk menyusun suatu desain pengajaran
terdapat banyak komponen pengajaran yang harus diperhatikan oleh
seorang guru dalam tugasnya sebagai desain pengajaran dalam konteks
itu dipakai istilah komponen oleh sebab pengajaran itu menggambarkan
suatu sistem demikianpun pada desain juga menunjukkan suatu gambar
sistem-sistem adalah totalitas kesatuan yang terdiri dari beberapa
sistem atau komponen-komponen yang saling berhubungan berproses
dan interdependen serta komplementer menyusun desain pengajaran
berarti memikirkan untuk merancang atau membuat rancangan dan
mengembangkan sistem itu sendiri maka setiap desainer harus
memahami konsep pengajaran sebagai sistem beserta komponen
komponennya harus didalami betul-betul sehingga diperlukan suatu
kemampuan dan kesungguhan dalam rangka tugas itu secara garis
besarnya komponen-komponen desain pengajaran itu ada dua yaitu
komponen pokok dan komponen penunjang masing-masing komponen
pokok dan penunjang meliputi hal-hal dibawah ini
1. Komponen pokok
a. topik/ pokok bahasan/unit (mungkin lebih rinci lagi berupa
subtopik sub pokok bahasan).
b. Materi isi pengajaran yang diharapkan untuk dikuasai peserta
didik dan untuk mencapai rumusan
c. Tujuan pengajaran, baik tujuan umum pengajaran (TUP) yang
diambil dari GBPP setiap mata pelajaran maupun tujuan khusus
pengajaran yang dirumuskan sendiri oleh guru dalam rangka
menjabarkan TUP.
d. Perumusan alat evaluasi atau penilaian yang menyangkut
prosedur dan protes jenis evaluasi tulis dan lisan dan bentuk
evaluasi objektif atau essay test tindakan sikap atau kemampuan

--( 114 )--


kognitif materi
e. Isi pengajaran yang diharapkan untuk dikuasai peserta didik dan
untuk mencapai rumusan tujuan pengajaran yang telah
ditentukan
f. Merancang bentuk kegiatan pengajaran apa yang harus
diperbuat oleh peserta didik dan kapan mereka harus terlibat
aktif dalam pengajaran kemudian apa pula yang harus
diperankan guru kapan guru tidak harus terlibat aktif dalam
kegiatan pengajaran-pengajaran
g. Sumber pengajaran belajar ada yang mengatakan bahwa
referensi ini pengertiannya lebih sempit sumber pengajaran
belajar adalah segala apa yang ada diluar individu dan
memungkinkan mempermudah secara mendukung terjadinya
atau proses pengajaran belajar.

*****

--( 115 )--


--( 116 )--
BAB VIII

MENGAJAR

Setiap guru seharusnya dapat mengajar di depan kelas. Bahkan


mengajar itu dapat dilakukan pula pada sekelompok siswa di luar kelas
atau di mana saja. Mengajar adalah merupakan salah satu komponen
dari kompetensi-kompetensi guru. Dan setiap guru harus menguasainya
secara terampil melaksanakan mengajar itu.
Masalah mengajar telah menjadi persoalan para ahli pendidikan
sejak dahulu sampai sekarang. Pengertian mengajar mengalami
perkembangan, bahkan hingga dewasa ini belum ada defenisi yang
tepat bagi semua pihak mengenai mengajar itu. Pendapat yang
dilontarkan oleh para pendidik ialah untuk mendapatkan jawaban
tentang apakah mengajar itu? Untuk mencari jawaban pertanyaan
tersebut, perlu dikemukakan beberapa teori tentang mengajar.

A. Teori-Teori Mengajar
Teori-teori yang dimaksud dikaitkan dengan apa mengajar itu.
1. Defenisi yang lama:
Mengajar ialah penyerahan kebudayaan berupa pengalaman-
pengalaman dan kecakapan kepada anak didik kita. Atau usaha
mewariskan kebudayaan masyarakat pada generasi berikut sebagai
generasi penerus.
Dalam hal ini bisa diamati dengan teliti, tampak sekali bahwa
aktifitas itu terletak pada guru. Siswa hanya mendengarkan dan
menerima saja apa yang diberikan oleh guru. Siswa yang baik,
adalah yang duduk diam, mendengarkan ceramah guru dengan
penuh perhatian, tidak bertanya, tidak mengemukakan masalah.

--( 117 )--


Semua bahan pelajaran yang diberikan guru ditelan mentah-mentah,
tanpa diolah di dalam jiwanya, dan tanpa diragukan kebenarannya,
Siswa percaya begitu saja akan kebenaran kata-kata guru. Semua
yang dikatakan guru pasti benar, jiwanya tidak kritis. Siswa tidak
ikut aktif menetapkan apa yang akan diterimanya.
2. Definisi dari DeQuely dan Gazali:
Mengajar adalah menanamkan pengetahuan pada seseorang
dengan cara paling singkat dan tepat. Dalam hal ini pengertian
waktu yang singkat sangat penting. Guru kurang memperhatikan
bahwa di antara siswa ada perbedaan individual, sehingga
memerlukan pelayanan yang berbeda-beda. Bila semua siswa
dianggap sama kemampuan dan kemajuannya, maka bahan
pelajaran yang diberikan pun akan sama pula. Hal itu bertentangan
dengan kenyataan.
3. Definisi yang modern di negara-gara yang sudah maju:
“Teaching is the quidance of learning. Mengajar adalah
bimbingan kepada siswa dalam proses belajar”. Defenisi ini
menunjukkan bahwa yang aktif adalah siswa, yang mengalami
proses belajar. Sedangkan guru hanya membimbing, menunjukkan
jalan dengan memperhitungkan kepribadian siswa. Kesempatan
untuk berbuat dan aktif berpikir lebih banyak diberikan kepada
siswa, dari pada teori yang lain. Hal ini terjadi di sekolah-sekolah.
a. Sistem Maria Montessori (Italia 1879 – 1952)
Pendidikan harus meneliti dan memperhitungkan “masa peka”
setiap anak/siswa sehingga dapat memberikan pendidikan yang
tepat sesuai dengan fungsi kejiwaan anak/siswa yang sedang
berkembang masa peka itu sukar diketahui saat timbulnya
dengan tepat, tetapi pendidik berusaha menciptakan kondisi-
kondisi yang memungkinkan timbulnya masa peka anak/siswa
itu, dan mengembangkannya.
b. Sistem Dalton, yang diciptakan oleh Miss Hellen Parkhurst
(USA 1904) yang menekankan hasil belajar pada “tempo
perkembangan” anak/siswa memiliki kemampuan, kecakapan
dan tempo perkembangan sendiri-sendiri. Dengan sistem tugas,
anak/siswa berhak memilih tugas yang akan diselesaikan lebih

--( 118 )--


dahulu yang disenanginya. Kemudian mengambil tugas yang
lain sesuai dengan minatnya. Waktu penyelesaian tugas
tergantung oleh kecerdasan dan kecepatan masing-masing
anak/siswa. Anak/siswa yang cerdas maupun yang agak lamban
mendapat pelayanan yang efektif dalam sistem Dalton.
4. Kilpatrik
Menunjukkan definisi mengajar yang tegas, dengan dasar
pemikiran pada gambaran perjuangan hidup umat manusia.
Defenisi Kilpatrik tersebut ialah dengan menggunakan metode
“problem solving” anak, siswa dapat mengatasi kesulitan-kesulitan
didalam hidupnya. Kenyataan di dalam hidup ini setiap manusia
mengahadapi banyak persoalan, yang selalu timbul dan tidak ada
habis-habisnya. Setiap persoalan perlu dipecahkan, sehingga
seluruh kehidupan manusia itu merupakan tuntutan pemecahan
persoalan yang terus menerus . Umpama: orang ingin awet muda,
bagaimana caranya supaya tetap awet muda, ingin mengatasi
kesulitan ekonomi, ingin terbang ke bulan, ingin menggunakan
palapa dan sebagainya. Selama siswa bersekolah, sejak usia muda
harus sudah dilatih memecahkan kesulitan yang dihadapi dalam
hidupannya, sehingga kecakapan guru mengajar ialah: Dalam hal
ini seni mengajar adalah mencari keadaan atau situasi yang
mengandung problem, kemudian siswa harus menghadapi masalah
itu untuk dapat dapat memecahkan atau mengatasinya. Jelas disini
tugas guru lebih berat dan sulit dari pada guru yang malas-malasan,
yang menyuruh siswa mencatat dan menghafalkan bahan pelajaran,
hingga siswa tidak berpikir dan tidak berbuat sesuatu.
Metode mengajar “problem solving” ini digunakan di negara-
negara yang telah maju. Hasilnya, pada siswa ditanamkan tingkat-
tingkat berpikir sebagai berikut:
a. Melihat adanya beberapa problem.
b. Mencari kemungkinan atau alternatif-alternatif.
c. Mempertimbangkan alternatif-alternatif.
d. Menentukan salah satu alternatif yang baik.
e. Melaksanakan alternatif yang sudah ditentukan.

--( 119 )--


Maka setelah siswa selesai sekolah menjadi terampil
menghadapi masalah dan berusaha memecahkannya, serta memiliki
pengetahuan yang fungsional/berguna untuk hidup siswa itu.
Tidak seperti di negara lain yang anak-anak/siswa dibesarkan
masih dengan “meniru” saja, tidak dibiasakan menghadapi masalah
dan berusaha memecahkannya, sehingga daya kreasi dan inisiatif
kurang. Anak/siswa semacam ini bila menghadapi masalah lekas
menyerah, daya juang kurang, maka tidak biasa aktif mencari jalan
keluar bagi setiap masalah yang dihadapinya.
5. Alvin W. Howard,
Memberikan defenisi mengajar yang lebih lengkap. Pendapat
Alvin: “Mengajar adalah suatu aktifitas untuk mencoba menolong,
membimbing seseorang untuk mendapatkan, mengubah atau
mengembangkan skill, attitude, ideals (cita-cita), appreciations
(penghargaan) dan knowledge.
Dalam pengertian ini guru harus berusaha membawa perubahan
tingkah laku yang baik atau berkecenderungan langsung untuk
mengubah tingkah laku siswanya. Itu suatu bukti bahwa guru harus
memutuskan membuat atau merumuskan tujuan. Untuk apa belajar
itu? Juga harus memikirkan bagaimana bentuk cara penyajian
dalam proses belajar mengajar itu? Bagaimana usaha guru
mencipyakan kondisi-kondisi, sehingga memungkinkan terjadinya
interaksi edukafif.
6. A. Morrison D.Mc. Intyre
Memberikan definisi mengajar adalah aktifitas personal yang
unik. Dalam mengajar dapat membuat kesimpulan-kesimpulan
umum yang tidak berguna, keberhasilan dan kejatuhannya samar-
samar, dan sukar diketahui juga berlangsungnya teknik belajar yang
tidak dapat untuk dijelaskan. Kemungkinan lain yang dapat diamati
ialah memberikan model teori dan teknik assesmen yang sesuai,
dan banyak aspek mengajar yang dilukiskan dengan cara yang
dibimbing oleh hal-hal yang praktis, pribadi guru banyak berbicara.
7. John R. Pancella,
Pendapatnya tentang mengajar adalah sebagai berikut:
Mengajar dapat dilukiskan sebagai membuat keputusan (decision

--( 120 )--


making) dalam interaksi, dan hasil dari keputusan guru adalah
jawaban siswa atau sekelompok siswa, kepada siapa guru
berinteraksi.
Tanggung jawab guru meliputi:
a. Memberikan bantuan kepada siswa dengan menceritakan
sesuatu yang baik, yang dapat menjamin kehidupannya, itu
adalah ide yang bagus;
b. Memberikan jawaban langsung pada pertanyaan yang diminta
oleh siswa;
c. Memberikan kesempatan untuk berpendapat;
d. Memberikan evaluasi;
e. Memberi kesempatan menghubungkan dengan pengalamannya
sendiri.
8. Bagi Mursell,
Mengajar digambarkan sebagai “mengorganisasikan belajar”,
sehingga dengan mengorganisasiakan itu, belajar menjadi berarti
atau bermakna bagi siswa. Kapan belajar yang berarti itu? Belajar
adalah berarti dalam keseimbangan dengan keadaan siswa,
sehingga tugas pelajar adalah memahami hubungan pengetahuan itu
sebagai kesatuan.
Dalam hal ini guru hanya sebagai organisator yang baik
mempunyai ciri-ciri seperti berikut.
a. Bukan penguasa yang tak terbatas, ia tidak membuat keputusan
sendiri. Lebih berhasil bila melaksanakan demokrasi.
b. Seorang organisator yang baik, juga tidak berbuat atau
bertingkah laku sederhana seperti anggota lain dalam kelompok
itu, tanpa hak-hak istimewa; ia memiliki kekuasaan khusus dan
peraturan yang khusus pula.
c. Membantu anggota kelompok maupun grup itu sendiri untuk
menemukan, merumuskan dan menjelaskan tujuan dari apa
yang dipelajari.
d. Mewakilkan dan membagi tanggung jawab seluas mungkin.
e. Harus berani dan berinisiatif yang berguna. Organisator yang
baik memandang grup dengan kerjanya sebagai potensi yang
membangun.

--( 121 )--


f. Selalu membangun kekuatan, jangan menekankan pada
kelemahannya. Dia mempunyai pendapat yang konstan bahwa
setiap orang mampu menyelesaikan pekerjaan, mampu
menyumbangkan pikiran, walaupun kadang-kadang berbeda
dengan yang diharapkan.
g. Memelihara kritik pada dirinya dan mengevaluasi diri sendiri di
dalam kelompok. Sebagai seorang pemimpin, direktur dan
pembimbing dia harus kerap kali mengambil dirinya unrtuk
lahir di dalam kelompok, di mana mereka memiliki
keberhasilan maupun kejatuhan.
h. Memelihara pengawasan atau kontrol, kerena tanpa pengawasan
“kelompok” tidak dapat berfungsi dengan baik.
Guru yang memiliki ciri-ciri tersebut di atas akan menjadi
organisator yang baik, terutama dalam tugas mengajar, untuk
mengorganisasikan belajar yang dialami siswa.
9. Waini Rasyidin,
Mengajar yang dipentingkan ialah adanya partisipasi guru dan
siswa satu sama lain. Guru merupakan koordinator, yang
melakukan aktifitas dalam interaksi sedemikian rupa, sehingga
siswa belajar seperti yang kita harapkan. Guru hanya menyusun dan
mengatur situasi belajar dan bukan menentukan proses belajar.
Itulah teori-teori mengajar yang dikaitkan dengan pengertian
mengajar yang dapat dikemukakan, sehingga para calon
guru/pembimbing dapat membanding-bandingkan diantara teori itu,
kemudian dapat mengambil kesimpulan teori mana yang dapat
diambil, dan diterapkan didalam tugas mengajar/memberi layanan
kepada siswa. Atau mungkin pembaca akan menyususun teori baru?

B. Prinsip-Prinsip Mengajar
Mengajar bukan tugas yang ringan bagi seorang guru. Dalam
mengajar guru berhadapan dengan sekelompok siswa, mereka adalah
makhluk hidup yang memerlukan bimbingan, dan pembinaan untuk
menuju kedewasaan. Siswa setelah mengalami proses pendidikan dan
pengajaran diharapkan telah menjadi manusia dewasa yang sadar

--( 122 )--


tanggung jawab terhadap diri sendiri, wiraswasta,berpribadi dan
bermoral.
Mengingat tugas yang berat itu, guru yang mengajar di depan
kelas harus mempunyai peinsip-prinsip mengajar, dan harus
dilaksanakan seefektif mungkin, agar guru tidak asal mengajar.
Ada dua pendapat tentang prinsip-prinsip mengajar, yang akan
dikemukakan disini.
1. Pendapat yang pertama mengemukakan bahwa prinsip-prinsip
mengajar disimpulkan menjadi 10 prinsip seperti berikut ini.
a. Perhatian
Di dalam mengajar guru harus dapat membangkitkan
perhatian siswa kepada pelajaran yang diberikan oleh guru.
Perhatian akan lebih besar bila pada siswa ada minat dan bakat.
Bakat telah dibawah sejak lahir, namun dapat berkembang
karena pengaruh pendidikan dan lingkungan. Perhatian dapat
timbul secara langsung, karena pada siswa sudah ada kesadaran
akan tujuan dan kegunaan mata pelajaran yang diperolehnya.
Perhatian tidak langsung baru timbul bila dirangsang oleh guru
dengan penyajian pelajaran yang menarik, juga dengan
menggunakan media yang merangsang siswa berpikir, maupun
menghubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa.
Bila perhatian kepada pelajaran itu ada pada siswa, maka
pelajaran yang diterimanya akan dihayati, diolah didalam
pikirannya, sehingga timbul pengertian.
Usaha ini mengakibatkan siswa dapat membanding-
bandingkan, membedakan dan menyimpulkan pengetahuan
yang diterimanya.
b. Aktifitas
Dalam proses mengajar belajar, guru perlu menimbulkan
aktifitas siswa dalam berpikir maupun berbuat. Penerimaan
pelajaran jika dengan aktifitas siswa sendiri, kesan itu tidak
akan berlalu begitu saja, tetapi dipikirkan, diolah kemudian
dikeluarkan lagi dalam bentuk yang berbeda. Atau siswa akan
bertanya, mengajukan pendapat, menimbulkan diskusi dengan
guru. Dalam berbuat siswa dapat menjalankan

--( 123 )--


perintah,melaksanakan tugas, membuat grafik, diagram, inti sari
dari pelajaran yang disajikan oleh guru. Bila siswa menjadi
partisipasi yang aktif, maka ia memiliki ilmu/pengetahuan itu
dengan baik.
c. Appersepsi
Setiap guru dalam mengajar perlu menghubungkan
pelajaran yang akan diberikan dengan pengetahuan yang telah
dimiliki siswa, ataupun pengalamannya. Dengan demikian
siswa akan memperoleh hubungan antara pengetahuan yang
telah menjadi miliknya dengan pelajaran yang akan
diterimanya. Hal ini lebih melancarkan jalannya guru mengajar,
dan membantu siswa untuk memperhatikan pelajarannya lebih
baik.
d. Peragaan
Waktu guru mengajar di depan kelas, harus berusaha
menunjukkan benda-benda yang asli. Bila mengalami kesukaran
boleh menunjukkan model, gambar, benda tiruan, atau
menggunakan media lainnya seperti radio, tape recorder, TV
dan lain sebagainya. Dengan pemilihan media yang tepat dapat
membantu guru menjelaskan pelajaran yang diberikan. Juga
membantu siswa untuk membentuk pengertian di dalam
jiwanya. Di samping itu mengajar dengan menggunakan
bermacam-macam media akan lebih menarik perhatian siswa,
lebih merangsang siswa untuk berpikir. Guru diharapkan dapat
membina dan membuat alat-alat media yang sederhana, praktis
dan ekonomis bersama siswa, tapi efektif untuk pengajaran.
e. Korelasi
Guru dalam mengajar wajib memperhatikan dan
memikirkan hubungan antar setiap mata pelajaran. Begitu juga
dalam kenyataan hidup semua ilmu/pengetahuan itu saling
berkaitan. Namun hubungan itu tidak terjadi dengan sendirinya,
tetapi harus dipikirkan sebab-akibatnya. Ada hubungan secara
korelasi, hubungan itu dapat diterima akal, dapat dimengerti,
sehingga memperluas pengetahuan siswa itu sendiri.

--( 124 )--


f. Konsentrasi
Hubungan antar mata pelajaran dapat diperluas; Mungkin
dapat dipusatkan kepada salah satu pusat minat, sehingga siswa
memperoleh pengetahuan secara luas dan mendalam. Siswa
melihat pula hubungan pelajaran yang satu dengan lainnya.
Perencanaan bersama guru dan siswa membangkitkan minat
siswa untuk belajar. Di dalam konsentrasi pelajaran banyak
mengandung situasi yang problematik, sehingga dengan metode
pemecahan soal siswa terlatih memecahkan soal sendiri.
Pelajaran yang saling berhubungan, menyebabkan siswa
memperoleh kesatuan pelajaran yang bulat, tidak terpisah-
pisahkan lagi. Pertumbuhan siswa dapat berkembang dengan
baik, siswa tidak merasa dipaksa untuk belajar membaca,
berhitung dan sebagainya. Usaha konsentrasi pelajaran
menyebabkan siswa memperoleh pengalaman langsung,
mengamati sendiri, untuk menyusun dan menyimpulkan
pengetahuan itu sendiri.
g. Sosialisasi
Dalam perkembangannya siswa perlu bergaul dengan
teman lainnya. Siswa di samping sebagai individu juga
mempunyai segi sosial yang perlu dikembangkan. Waktu siswa
berada di kelas, dan menerima pelajaran bersama, alangkah
baiknya bila diberikan kesempatan untuk melaksanakan
kegiatan bersama. Mereka dapat bekerja sama, saling
bergotong-royong, dan saling tolong-menolong. Kadang-kadang
banyak masalah yang tidak dapat dipecahka sendiri, maka perlu
bantuan orang lain. Bekerja didalam kelompok dapat juga
meningkatkan cara berpikir mereka sehingga dapat
memecahkan masalah dengan lebih baik dan lancar.
h. Individualisasi
Siswa merupakan mahkluk individu yang unik. Hal mana
masing- masing mempunyai perbedaan khas, seperti perbedaan
inteligensi, minat bakat, hobi,tingkah laku, watak maupun
sikapnya. Mereka berbeda pula dalam hal latar belakang
kebudayaan, sosial ekonomi, dan keadaan orang tuanya. Guru

--( 125 )--


harus menyelidiki dan mendalami perbedaan siswa (secara
individu), agar dapat pendidikan yang sesuai dengan
perbedaannya itu. Siswa akan berkembang sesuai dengan
kemampuannya masing-masing. Untuk kepentingan perbedaan
individual, guru perlu mengadakan perencanaan untuk siswa
secara klasikal maupun perencanaan program individual. Dalam
hal ini tanggung jawab guru bertambah berat, maka harus
mencari teknik penyajian atau sistem pengajaran yang dapat
mengalami kelas, maupun siswa sebagai individual. Masing-
masing siswa juga memiliki tempo perkembanga sendiri-
sendiri, maka guru dalam memberi pelajaran juga melayani
waktu yang diperlukan oleh masing-masing siswa atau
mengunakan sistem belajar tuntas.
i. Evaluasi
Semua kegiatan mengajar belajar perlu dievaluasi.
Evaluasssiii dapat memberi motivasi bagi guru maupun siswa,
mereka akan lebih giat belajar,meningkatkan proses
berpikirnya. Guru harus memiliki pengertian evaluasi ini,
mendalami tujuan, kegunaan dan macam-macam bentuk
evaluasi. Mengenal fungsi evaluasi, macam-macam bentuk
evaluasi. Mengenal fungsi evaluasi, macam-macam teknik dan
prosedur penilaian. Guru dapat melaksanakan penilaian yang
efektif, dan menggunakan hasil penilaian untuk perbaikan
mengajar belajar. Dengan evaluasi guru juga dapat mengetahui
prestasi dan kemajuan siswa, sehingga dapat bertindak yang
tepat bila siswa mengalami kesulitan belajar.
Evaluasi dapat menggambarkan kemajuan siswa, dan
prestasinya, hasil rata-ratanya, tetapi juga dapat menjadi bahan
umpan balik bagi guru sendiri. Dengan umpan balik, guru dapat
meneliti dirinya, dan berusaha memperbaiki dalam perencanaan
maupun teknik penyajiannya. .

--( 126 )--


2. Mursel mengemukakan prinsip-prinsip mengajar, yang disimpulkan
menjadi 6 prinsip. Prinsip tersebut diuraikan berikut ini.
a. Konteks
Dalam belajar sebagian besar tergantung pada konteks
belajar itu sendiri. Situasi problematis yang mencakup tugas
untuk belajar hendaknya dinyatakan dalam kerangka konteks,
yang dianggap penting dan memaksa bagi pelajar dan yang
melibatkan dia menjadi peserta yang aktif, justru karena
tujuannya sendiri. Hendaknya tugas itu dinyatakan dalam
kerangka suatu konteks, yang demi sifatnya yang konkret, yang
dapat ditiru dan dilaksanakan dengan teratur, yang memberikan
kemungkinan seluas-luasnya untuk bereksperimentasi,
bereksplorasi dan menentukan, serta yang mengarah pada
penguasaan melalui pengerian dan pemahaman, serta yang
memungkinkan transfer.
Ciri ciri konteks yang baik
1) Dapat membuat pelajar menjadi lawan berinteraksi secara
dinamis dan kuat sekali. Konteks harus mempekerjakan
minat, kelompok dan mendorongtujuan aktif dari si pelajar.
Pelajar harus menjadi peserta, menjadi penonton.
Penyadaran tentang adanya tujuan yang dekat untuk dicapai
mempunyai pengaruh yang nyata, kalau hanya demonstrasi
oleh guru saja tidak ada gunanya.
2) Terdiri dari pengalaman yang aktual dan konkret. Untuk
memahami sesuatu pengertian sepenuhnya dan sebenarnya,
siswa harus menanggapi dalam arti bahwa pengertian itu
dapat digunakan atau diaplikasikan dan dijelaskan dalam
situasi yang konkret. Kebanyakan kesulitan-kesulitan itu
muncul, karena pelajaran yang disajikan tidak disusun
berdasarkan suatu konteks yang konkret. Dengan demikian
sifat konkret itu memberikan kepada pelajar sesuatu
pengertian yang dapat digunakan untuk bekerja dan untuk
mengadakan percobaan, sesuatu yang dapat memerintah
kehendak dan tenaganya, tetapi siswa tetap menguasai
proses belajar yang dihadapi sepenuhnya.

--( 127 )--


3) Pengalaman konkret dan dinamis merupakan alat untuk
menyusun pengertian yang bersifat sederhana sehingga
pengalaman itu dapat ditiru untuk diulangi. Siswa
memperoleh pengertian umum dengan pasti dan lebih baik
serta kuat tanggapannya karena dengan contoh-contoh
sederhana. Suatu konteks yang sederhana tetapi berlimpah,
akan memberikan pekerjaan dan kesempatan untuk
mengadakan eksperimen yang cukup banyak bagi siswa.
Disamping itu menimbulkan perasaan untuk sampai pada
tujuan dan akan mendapatkan hasil, serta akan memperoleh
pemahaman tentang persoalan yang dihadapi. Konteks yang
sangat terbatas, mengakibatkan siswa berkecenderungan
untuk mengalami belajar yang tidak menghasilkan transfer.
Ciri-ciri konteks ini berlaku juga pada waktu siswa
mempelajari hal-hal operasional atau proses pemecahan soal
dan pada saat siswa belajar mengarang. Kesulitan yang
sebenarnya dialami dalam aplikasi prinsip konteks adalah
terdapatnya begitu banyak di lingkungan praktek daripada
lapangan.
b. Fokus
Dalam proses belajar perlu diorganisasikan bahan yang
penting artinya. Siswa harus menjumpai kunci dan pembuktian
yang diperlukan. Belajar yang penuh makna yang efektif harus
diorganisasikan di suatu fokus. Pengajaran akan berhasil dengan
penggunaan fokalisasi. Tidak perlu diyakini bahwa belajar
tanpa fokalisasi yang sering kelihatan pada pengajaran
sekarang, tidak mungkin efektif mutunya.
Untuk mencapai proses belajar yang efektif, harus dipilih
fokus yang memiliki ciri-ciri yang baik, seperti uraian berikut
ini.
1) Memobilisasi tujuan
Untuk mendapatkan hasil,pengajaran harus dapat
membangkitkan kehendak untuk belajar dan hal ini
merupakan suatu persoalan organisasi. Konteks
membangkitkan tujuan sedangkan fokus merumuskan dan

--( 128 )--


mengarahkan tujuan, jadi fokus mengajar yang baik harus
belajar harus memobilisasi kehendak belajar. Fokus harus
mengikat segala sesuatu yang diberikan kepada siswa, dan
menimbulkan perasaan bahwa siswa akan mendapatkan
sesuatu dari pelajaran itu. Belajar dengan perhatian yang
langsung sehingga menjadi konteks yang berarti, karena
konteks demikian memaksa secara konkret dan membentuk
beberapa fokus pemahaman yang mendapat kekuatan dari
hubungan dengan benda yang langsung, tetapi juga
membawa sampai keluar batas-batas yang langsung, yaitu
kearah pemahaman yang sistematis, yang merupakan inti
dari isi mata pelajaran itu sendiri.
2) Memberi bentuk dan uniformitas (keseragaman) pada
belajar.
Belajar yang efektif mempunyai ciri yang penting yaitu
uniformitas. Dalam penelitian sudah dibuktikan bahwa
metode keseluruhan dalam belajar selaluh baik hasilnya,
dari pada metode bagian-bagian. Tetapi di pihak lain
berpendapat bahwa keunggulan metode keseluruhan belum
meyakinkan. Seharusnya keseluruhan yang sebenarnya ialah
yang fungsional, bukan sekelompok bahan pelajaran yang
digabungkan. Jadi dalam keseluruhan itu perlu
strukturalisasi. Belajar sebaiknya perlu di organisasi
sedemikian, sehingga pelajar dapat melihat hubungan-
hubungan antar bagian pola atau rencana mengenai hal-hal
yang dipelajarinya. Belajar yang efektif harus ada
koordinasi intem dari relasi-relasi yang terdapat dalam unit
pelajaran itu, atau dikatakan juga strukturalisasi, sehingga
dapat menimbulkan fokus yang wajar.
3) Mengorganisasi belajar sebagai suatu proses eksplorasi dan
penemuan.
Fokus yang baik harus menimbulkan suatu pertanyaan yang
perlu dijawab, suatu soal yang harus dipecahkan, suatu
pengertian yang harus dipahami dan digunakan. Dengan
demikian akan timbul organisasi belajar yang tepat, yang

--( 129 )--


memungkinkan terjadi proses penangkapan pengertian,
melihat eksplorasi dan penemuan. Seorang guru yang baik
akan selaluh berusaha mengajak siswa belajar melalui
penemuan dan pemecahan soal .
Dalam hal menghadapi persoalan perlu pertimbangkan
empat hal berikut ini :
a) Belajar yang efektif perlu konteks yang kaya dan memaksa
sifatnya.
b) Mata pelajaran adalah sesuatu yang amat penting artinya.
Ilmu kimia dan ilmu alam lebih penting dari pada membuat
foto misalnya;
c) Pemahaman sepenuhnya dan yang sistematis mengenai
sesuatu mata pelajaran dapat dicapai setelah beberapa tahun
mengalami pertumbuhan dan perkembangan mental;
d) Syarat bagi setiap jenis situasi belajar mengajar ialah suatu
konteks yang kaya dan memaksa yang menimbulkan fokus
yang dinamis serta yang menyatakan dan menjelaskan
persoalan.
Prinsip fokalisasi dilaksanakan dengan bertingkat:
a) Memberikan tugas pelajaran dari buku pelajaran dengan
memberi latihan yang harus diselesaikan.
b) Mengumumkan pokok pelajaran yang harus dipelajari
bersama-sama;
c) Menyediakan konsep yang luas dan dipahami dengan
menyediakan persoalan yang harus dipecahkan.
d) Menyiapkan keterampilan yang harus dikuasai dilanjutkan
dengan usaha yang sedang berjalan.
c. Sosialisasi
Dalam proses belajar siswa melatih bekerja sama dalam
kelompok berdiskusi. Mereka bertanggung jawab bersama
dalam proses memecahkan masalah. Timbulnya pertanyaan,
saran dan komentar mendorong mereka untuk berpikir lebih
lanjut, dan berusaha memperbaiki kekurangannya. Mutu makna
dan efektifitas belajar sebagian besar tergantung pada kerangka
sosial tempat belajar itu berlaku. Di sini berlaku prinsip

--( 130 )--


pengajaran sosialisasi. Kondisi sosial dalam suatu kelas banyak
sekali pengaruhnya atas proses belajar yang sedang berjalan
dikelas itu.
Sosialisasi yang baik mempunyai 3 ciri berikut:
1) Fasilitas sosial
Seseorang akan lebih baik melakukan tugasnya bila ia
melakukannya dalam kelompok dengan orang-orang yang
bersamaan tugasnya. Bekerja secara kelompok semacam itu,
menimbulkan kecenderungan mencapai kecepatan bekerja
yang lebih besar, menimbulkan kesungguhan bekerja, dan
menghasilkan ketelitian bekerja. Guru tidak perlu memberi
dorongan yang dibutuhkan siswa, cukup hanya memberikan
masalahnya, kemudian membiarkan segala sesuatunya
berjalan untuk mendapatkan pemecahan .
2) Perangsang (incentives)
Berbagai jenis perangsang seperti tujuan, celaan, hadiah
tidak perlu diberikan, tetapi sifat hubungan antarindividu
dan hubungan sosial yang merangsang belajar dan usaha
mencapai hasil sesuatu adalah lebih penting. Dalam
melaksanakan perangsang perlu memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
a) Pengakuan atau penghargaan perlu untuk setiap
pekerjaan.
b) Perangsang positif lebih baik untuk diberikan kepada
siswa;
c) Penghargaan atau pujian tergantung pada kepribadian
yang memberikan, yaitu orang yang disegani, dipuja dan
dipercaya.
3) Kelompok demokratis
Anggota kelompok yang diorganisasi dan diatur dengan
cara-cara demokratis akan memperlihatkan cara dan hasil
belajar yang baik. Kita mendapatkan situasi belajar yang
sebaik-baiknya bila kelompok siswa yang sedang belajar itu
merasakan bahwa mereka berbuat sesuatu berdasarkan
inisiatif dan kehendak sendiri, menerima tanggung jawab

--( 131 )--


bersama, dan ketua kelompok akan berikap objektif,
menunjukkan penghargaan terhadap manusia dan individu,
serta kehadirannya untuk melihat apakah semua berjalan
lancar dan membantu pelaksanaan pekerjaan yang sedang
berjalan. Situasi kelas yang demokratis merupakan unsur
yang amat penting dalam organisasi belajar yang realistis
demi nilai-nilai belajar otentik. Guru berusaha menciptakan
situasi sosial yang memungkinkan setiap siswa dapat
mengalami kepuasaan dan telah turut menyumbangkan
sesuatu menurut taraf dan kesanggupannya pada suatu usaha
bersama dan telah mendapatkan pengakuan dan pujian dari
kelompoknya. Klasifikasi penggunaan sosialisasi ialah:
a) Pada sosialnya ditandai oleh sikap menyerah, fungsi
kelompok menjawab pertanyaan-pertanyaan.
b) Secara khusus mempunyai ciri pada sumbangan anggota
kelompok dalam memberi saran-saran;
c) Kerja sama dan berfungsinya kelompok melaksanakan
usaha bersama smapai selesai.
Pelaksanaan yang harus dijalankan ialah perencanaan
kooperatif karena semangat kerja yang lebih baik dan
penyadaran tentang tanggung jawab bersama akan lebih mudah
dicapai dengan mengadakan perencanaan bersama dengan
siswa. Perencanaan kooperatif mencakup persoalan mengenai
hubungan antara guru dan siswa, yang sebenarnya terjalin pula
dalam seluruh persoalan sekitar sosialisasi proses belajar. Yang
perlu diperhatikan guru ialah apakah ia dapat menjalankan
fungsinya dengan efektif sebagai organisator proses belajar
sesuai dengan kualitas dan sifat-sifatnya sendiri. Suatu
implikasi administrasi yang penting dari semua uraian di atas
ialah bahwa unsur yang mengatur klasifikasi dan
pengelompokkan di sekolah aspek tertentu dilapangan sosial
yan sifatnya khusus, yang tampak di kelas-kelas, dan perlu
mendapat perhatian guru yaitu:

--( 132 )--


a) Sikap kelas yang dipimpin dengan baik akan menunjukkan
suatu kaleidoskop sosial selama jam pelajaran yang 40
menit lamanya.
b) Suatu pola sosial yang efektif di dalam ruangan kelas,
hendaknya berarti mengikut sertakan semua siswa;
c) Suatu pola sosial di dalam ruangan kelas yang diatur dan
dikendalikan dengan baik skali, selalu mempunyai kualitas
tenaga pelenting.
d. Individualisasi
Dalam mengorganisasi belajar mengajar, guru
memperhatikan taraf kesanggupan siswa, dan merangsangnya
untuk menentukan bagi dirinya sendiri apa yang dapat
dilakukan sebaik-baiknya. Belajar dengan penuh makna harus
dilaksnakan sesuai dengan bakat dan kesanggupan serta dengan
tujuan pelajar sendiri dengan prosedur eksperimental yang
berlaku. Individu yang satu berbeda dengan individu yang lain.
Belajar memang harus merupakan persoalan individual, tetapi
sejauh mana perbedaan cara-cara belajar itu dari yang dilakukan
oleh individu lain, hal ini perlu diketahui.
Individualisasi yang baik harus memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
1) Perbedaan-perbedaan vertikal
Manusia dapat diklasifikasikan menurut garis naik maupun
garis turun, secara jasmaniah maupun mental. Perbedaan
mental ialah intelegensi, kesanggupan menanggapi sesuatu,
kesanggupan memahami bilangan, ingatan, pemikiran
eduktif dan lain sebagainya.
2) Perbedaan-perbedaan kualitatif
Perbedaan ini mengenai kecakatan khusus dan perhatiannya,
cara bekerja, kecenderungan terhadap soal-soal intelektual,
yang lain terhadap hal-hal yang estetis, dan masih banyak
lagi. Kecekatan khusus ini ada yang targantung pada
pembawaan dan banyak pula tergantung pada kesempatan,
pengaruh, kemungkinan dan keadaan.

--( 133 )--


Untuk mendekati persoalan ini perlu melalui perhatian
karena pola perhatian seseorang mempunyai hubungan dengan
prestasinya dengan caranya belajar. Kenyataan perhatian itu
bermacam-macam, seperti perhatian jasmaniah, perhatian akan
kejadian diluar rumah, perhatian mekanis, perhatian terhadap
keterampilan, perhatian terhadap pekerjaan tangan yang halus
dan lain sebagainnya yang jumlahnya banyak sekali. Kadang-
kadang klasifikasi perhatian itu sampai halus, atau jenis yang
tepat sekali pada pengalaman seseorang.
Perbedaan dan cara-cara bekerja dan cara belajar harus
terlaksana dengan wajar agar pengajaran itu berhasil. Organisasi
belajar dapat disimpulkan:
1) Semua proses belajar merupakan suatu proses
eksperimentasi dan eksplorasi.
2) Eksperimentasi merupakan bagaian integral dari belajar dan
selalu merupakan suatu usaha dengan dasar kecerdasan
untuk mendapatkan penyelesaian persoalan yang dihadapi.
3) Saat yang baik bagi guru untuk mencampuri proses belajar
yang sedang berlangsung dan memberikan bimbingan
langsung kepada siswanya, ialah pada waktu siswa
memerlukan bantuan dalam usaha memecahkan sesuatu
persoalan, untuk menguasai sesuatu metodeyang efektif dan
memberikan hasil yang baik.
Perkembangan prinsip individualisasi dapat dilihat dalam
penilaian pada beberapa hal berikut ini:
1) Pelaksanaan tugas secara individual, cara melakukanya
berbeda-beda.
2) Pengelompokan yang homogen dalam beberapa taraf, dapat
berdasarkan IQ, MA, EA yang dikombinasikan dengan
perbedaan cara bekerja (IQ = InelligencyQuotient, MA =
Mental Age, EA = Educatioanal Age );
3) Rencana yang ditentukan dengan beberapa taraf
memungkinkan pilihan yang fleksibel;
4) Pengajaran individual;

--( 134 )--


5) Unit yang besar dengan aktifitas dan pengalaman yang
mugkin ada diantar unit itu.
6) Usaha-usaha individual
e. Sequence
Belajar sebagai gejala tersendiri dan hendaknya
diorganisasikannya dengan tepat berdasarkan prinsip konteks,
fokalisasi, sosialisasi dan individualisasi. Namun demikian guru
harus juga memikirkan efektifitas dari serangkaian pelajaran
yang disusun secara tepat menurut pada waktunya. Bila guru
mengajarkan Diponegoro, harus juga mengajarkan sejarah
indonesia; mengajar perkalian juga harus mengajarkan
berhitung. Untuk mencari suatu garis yang memisahkan belajar
yang tersendiri dari rangkaian proses belajar adalah merupakan
suatu abstraksi. Tidak mungkin unit pelajaran yang satu terpisah
dengan unit-unit lain. Atau beberapa unit terpisah dari
keseluruhan pelajaran itu. Bila hendak mencapai hasil belajar
yang autentik organisasi rangakaian sequence dari belajar yang
penuh makna harus dengan sendirinya bermakna penuh pula.
Dalam praktek sequence proses belajar dipandang sebagai
suatu pertumbuhan mental; sebagai akibanya buku-buku
pelajaran, jenis-jenis pelajaran, rencana pelajaran atau
kurikulum, semuanya diorganisasi berdasarkan bahwa pelajar
mula-mula diperkenalkan kepada unsur-unsur suatu mata
pelajaran, dan dari bagian-bagian itulah pelajar dibimbing
kearah bagian-bagian yang dianggap lebih sulit. Dalam
perkembangan siswa dapat mengalami kegagalan, tetapi
mungkin juga sukses, sehingga dapat dilihat dengan jelas apa
yang terlibat dalam sequence pertumbuhan pula.
Hal hal yang ditemukan ialah:
1) Hasil-hasil belajar dan pengalaman yang khusus selalu
perlu; demikian juga.
2) Proses belajar yang makin kaya akan makna, maka belajar
itu akan menjadi suatu lembaga pengasuh dan alat bagi
pertumbuhan mental si pelajar.

--( 135 )--


3) Tidak ada pekerjaan belajar istimewa yang dapat bermakna,
bila pelajar itu masih terlaluh jauh dari kematangan.
Ciri-ciri sequence yang baik adalah seperti berikut:
1) Pertumbuhan itu bersifat kontinu
Secara teori maupun pada prakteknya perkembangan
individu sejajar dengan jalannya perkembangan bangsa.
Semua tenaga yang dimiliki anak/siswa sudah ada sejak
semula, meskipun masih dalam bentuk “mulai berkembang”
dan perkembangannya itu bersama-sama tidak dalam
susunan berangkai.
Sikap demikian akan mempengaruhi cara-cara memilih
pelajaran dan mengaturnya, sesuai denagan waktu, dengan
cara mengajarkannya dan dengan cara menilai hasil-hasil
yang dapat dicapai.
2) Pertumbuhan tergantung dari tujuan
Kadang-kadang uatu tujuan terbentuk oleh kematangan fisik
atau oleh kedewasaan organisme. Tetapi segala yang
berhubungan dengan sekolah dan dengan pekerjaan guru,
tujuan itu turut menentukan sifat pertumbuhan, dan sebagian
terbesar terbentuk oleh keadaan, situasi dan alam sekitar.
Syarat utama yang harus dipenuhi oleh sequence yang baik
ialah, bahwa belajar harus terletak pada “latar” tujuan si
pelajar. Bilakah seseorang dapat diajar? Bila orang itu ingin
mempelajari sesuatu. Pada tahun permulaan siswa perlu
dikembangkan keinginannya, memperbesar perhatiannya
dan memperkuat tujuan belajar pada mereka.
3) Pertumbuhan tergantung pada munculnya makna
Pengalaman dan pelajaran itu harus memberi sumbangan
terhadap proses yang memunculkan suatu pola kelakuan
yang masuk akal, pengertian atau pemahaman yang berarti
untuk muncul makna. Seperti pelajaran matematika
diorganisasiakan untuk memupuk cara berpikir dalam
kerangka relasi. Kesulitannya mata pelajaran ilmu pasti
ialah mencari contoh yang konkret dalam kenyataan
kehidupan.

--( 136 )--


4) Pertumbuhan merupakan perubahan dari penugasan yang
langsung menuju kepada kontrol yang jauh.
Di sekolah siswa perlu mengalami secara langsung dan
konkret tentang konsep-konsep, misalnya dalam ilmu bumi
seperti teluk, pulau, dan perniagaan dan sebagainya pada
permulaannya, bila guru menghendaki pengertian-
pengertian itu dipahami oleh siswanya secara benar-benar.
Seperti hanya kesanggupan siswa untuk memahami waktu
dalam sejarah belum dapat berkembang dengan baik,
sebelum ia berusia 10 tahun. Jadi setiap sequence yang baik
harus mulai dengan pengalaman yang langsung dan konkret.
5) Pertumbuhan merupakan perubahan dari yang konkret ke
arah yang abstrak.
Di kelas rendah pelajaran berhitung diberikan berhitung
peragaan, dengan jual beli, atau permainan, akibatnya anak
akan memahami lebih baik akan cara-cara menyelesaikan
perhitungan daripada yang mengikuti pelajaran berhitung
menurut program tradisional. Jadi belajar pada anak yang
masih muda, seharusnya dalam kerangka “memaksa”,
konkret dan dapat di ulang-ulang, sehingga akan timbul
makna yang vital, walaupun hanya sebagian kecil saja yang
dipahami pada permulaannya.
6) Pertumbuhan sebagai suatu gerakan dari yang “kasar dan
global” ke arah yang “memperbedakan”. Seorang anak yang
belajar naik sepeda, pada mulanya banyak gerakan-gerakan
yang tidak perlu dan melelahkan. Tetapi akhirnya setelah
dapat naik sepeda dapatlah membedakan gerak-gerik yang
betul-betul diperlukan, bahkan dapat memilih gerak-gerak
lain yang lebih efektif dan berhasil. Perlu disadari pendidik
secara mendalam, bahwa usaha yang terlalu cepat untuk
memaksakan pemahaman pada anak akan menghambat
proses pertumbuhan keseluruhannya.
7) Pertumbuhan merupakan proses transformasi.
Bahan-bahan yang telah dipelajari akan diasimilasikan pada
suatu taraf yang baru. Sequence yang wajar perencanaannya,

--( 137 )--


akan mengembangkan kecerdasan yang makin nyata
kejelasannya, karena tujuan yang akan dicapai dan yang
tumbuh dari pengalaman dan belajar yang konkret, langsung
dan memaksa sifatnya. Suatu alat untuk mengorganisasi
sequence ialah pengulangan, yaitu untuk menyegarkan
kembali sisa-sisa bahan yang diingat dari beberapa
pengajaran yang telah diberikan. Dalam pertumbuhan anak
perlu diperhatikan prinsip-prinsip perkembangan anak.
f. Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan untuk meneliti hasil dan proses
belajar siswa, untuk mengetahui kesulitan-kesulitan yang
melekat pada proses belajar itu. Evaluasi tidak mungkin
dipisahkan dari belajar, maka harus diberikan secara wajar atau
tidak merugikan. Usaha belajar yang efektif dan sukses,
ditambah oleh evaluasi yang bermutu dan diskriminatif akan
mengena pada semua aspek belajar. Evaluasi merupakan bagian
mutlak dan pengajaran, dan sebagai unsur integral di dalam
organisasi belajar yang wajar. Evaluasi sebagai suatu alat untuk
mendapatkan cara-cara melaporkan hasil-hasil pelajaran yang
dicapai, dan dapat memberi laporan tentang siswa kepada siswa
itu sendiri, serta orang tuanya. Dapat pula evaluasi dipakai
untuk menilai metode mengajar yang digunakan dan untuk
mendapatkan gambaran komperehensif tentang siswa sebagai
perseorangan, dan dapat juga membawa siswa pada taraf belajar
yang lebih baik.
Dalam menjalankan evaluasi, pelajar sendiri harus turut
mempunyai saham secara aktif. Masalah ini perlu
dipertimbangkan, karena evaluasi oleh pelajar itu sendiri
tentang hasil pekerjaannya; dan itulah yang dapat
mengakibatkan perbaikan dalam proses belajar.
Seorang guru harus senang melihat siswanya yang
ternyata pandai menilai pekerjaan mereka sendiri, dapat
merencanakan dan melaksanakan pekerjaan sendiri dengan
penuh kecerdasan, dapat pengetahui apakah pekerjaannya baik
dan tepat dilakukan. Semua itu adalah kesanggupan berdiri

--( 138 )--


sendiri yang selalu mendapat penghargaan yang sebesar-
besarnya bagi siswa dari pihak guru.
Evaluasi yang baik harus bersifat demikian, untuk
mengetahui bahwa evaluasi itu baik, kita perlu menentukan
unsur-unsur mana dari situasi belajar yang dianggap penting.
Kriteria yang perlu diperhatikan ialah:
1) Penilaian pada hasil-hasil langsung
Sasaran penilaian mengenai masalah berapa banyak dari
pelajaran sejarah, aljabar atau ilmu pengetahuan alam yang
diketahui siswa pada saat tertentu. Bagaimana gambaran
hasil pekerjaan seseorang dalam suatu tes yang telah
distandardisasikan? Mengapa evaluasi ditekankan pada
hasil-hasil langsung? Karena bila pelajar mengetahui hasil-
hasil belajarnya, mereka akan belajar lebih baik. Hasil-hasil
pelajaran harus bermakna penuh dalam kerangka tujuan
belajar.
2) Evaluasi dan transfer
Dalam mengevaluasi dengan tes sebaiknya diperlukan sama
bagi setiap pelajar, sehingga memungkinkan transfer dari
apa yang telah dipelajari pada suatu situasi yang fungsional.
Hasil-hasil pelajaran yang mengakibatkan transfer adalah
penting, karena hasil-hasil belajar itu amat dekat dan erat
hubungannya dengan tujuan belajar. Belajar hendaknya
dilakukan untuk mendapatkan hasil-hasil yang dapat di-
trans-fer, yaitu hasil-hasil yang dengan bebas dan setiap
waktu dapat digunakan menurut keperluanya.
3) Penilaian langsung dari proses belajar
Evaluasi yang dilakukan dengan baik akan mempengaruhi
proses belajar. Belajar secara esensial merupakan suatu
proses yang bertujuan. Tujuan itu direalisasikan dengan
mengintensifikasikan tujuan yang mempunyai
tempat/kedudukan yang sentral dari kegiatan belajar.
Evaluasi mengarahkan proses belajar dengan sengaja dan
secara keseluruhan pada usaha mencapai hasil-hasil tertentu
pada waktu diadakan tes lisan ataupun tertulis, formal

--( 139 )--


maupun non-formal. Efek evaluasi atas belajar merupakan
hal terpenting, maka hendaknya harus mendapat
pertimbangan.
Mengajar yang efektif tergantung pada ke enam prinsip yang
telah disebutkan itu. Belajar yang efektif tergantung pada corak
kemaknaan yang penuh dari belajar itu. Ke enam prinsip yang praktis
itu salah satu tak dapat diabaikan, agar dapat mengorganisasikan proses
belajar untuk mencapai taraf maksimal mengenai kemaknaan penuh,
juga untuk mencapai efektifitas maksimal, serta mendapatkan hasil
terbaik dan autentik.

*****

--( 140 )--


BAB IX

INTERAKSI PENGAJARAN
YANG EDUKATIF

Realita manusia sebagai makhluk sosial, ia memiliki sifat sosial


yang besar. maka dibutuhkan suatu proses interaksi proses interaksi. itu
dapat terjadi dalam ''ikatan suatu situasi''. dari berbagai ragam proses
interaksi itu terdapat jenis situasi khusus yaitu situasi pengajaran atau
situasi instruksional. Interaksi yang terjadi dalam suatu pengajaran
disebut interaksi pengajaran atau atau intruksional, suatu proses yang
diupayakan berdasarkan ikatan tujuan pengajaran tujuan yang telah
ditentukan ditetapkan dan sistematis kan secara terarah.
Pengajaran merupakan subset dari pendidikan atau pengajaran
di sekolah dalam konteks ruang pendidikan kegiatan pengajaran berarti
kegiatan pendidikan tetapi bukan sebaliknya pencapaian tujuan
pengajaran adalah dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan
demikian pun kegiatan pengajaran itu dengan sendirinya ada dalam
ikatan situasi dan tujuan pendidikan interaksi pengajaran yang berada
terkait oleh situasi dan tujuan pendidikan disebut interaksi pengajaran
yang edukatif atau cukup disebut dengan interaksi edukatif. Secara
teknis pada hakekatnya pendidikan merupakan suatu peristiwa yang
memiliki aspek teknis pendidikan sebagai kegiatan praktis yang
berlangsung dalam satu masa terikat juga dalam situasi terarah pada
satu tujuan pendidikan itu sendiri juga sebagai peristiwa yang kompleks
peristiwa ini adalah suatu rentetan kegiatan komunikasi antara manusia
rangkaian kegiatan saling mempengaruhi satu perubahan dan
pertumbuhan serta perkembangan fungsi-fungsi psikis dan fisik jika

--( 141 )--


pendidik diformulasikan sebagai usaha pembentukan manusia pancasila
sejati manusia beragam dan sebagainya.

A. Unsur Normatif dan Teknis


Adalah normatif dalam formulasinya Adapun peristiwa atau
rangkaian peristiwa menuju pada terbentuknya itu sendiri adalah suatu
proses teknis aktivitas pengajaran tidak dapat dilepaskan dari segi
teknis suatu contoh Bagaimana upaya untuk membentuk manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi
pekerti luhur memiliki pengetahuan dan keterampilan kesehatan
jasmani dan rohani kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan tujuan ini
direalisasikan secara teknis Yakni dengan membebankan pada bidang
studi yang dipelajari peserta didik dalam rangka ini harus didukung
oleh semua faktor edukatif tujuan bahan guru dan peserta didik metode
dan situasi Secara teoritis pemisahan pembahasan mengenai aspek
normatif dan aspek teknis lazim terjadi namun secara praktiknya
merupakan suatu kesulitan bahkan mustahil untuk memisahkan kedua
aspek tersebut karena pendidikan merupakan peristiwa normatif dan
teknis yang kedua sifat ini menunjukkan satu senyawa terhadap suatu
persoalan dasar yang sama dan yang dapat digambar sebagai berikut
interaksi edukatif

B. Gambar Interaksi Edukatif


Dikisahkan seorang guru dapat pelajaran sejarah sedang
membahas peristiwa-peristiwa yang terjadi selama perang dunia 2
dengan rinci dan mendalam guru itu menjelaskan berbagai kerugian
kemerosotan dan lain-lain bentuk negatif yang timbul sebagai akibat
adanya peperangan untuk membuktikan atau memperkuat ulasan-
ulasan itu guru mengutip berbagai peristiwa beberapa perjanjian
internasional dan lain-lain dalam sejarah yang dianggap relevan pada
akhir pelajaran sejarah yang pemahaman waktu 90 menit guru
menyimpulkan agar setiap peserta didik cinta perdamaian dan
mengutuk peperangan karena setiap peperangan akan membawa
kerugian material dan spiritual bagi dunia baik pada mereka yang kalah

--( 142 )--


maupun pada mereka yang menang dan juga malahan pada mereka
yang secara tidak langsung ikut terlibat pada minggu berikutnya ketika
pelajaran itu tiba lagi guru memutuskan untuk mengetahui lebih dahulu
pelajaran yang lalu sebelum mulai menari dengan pelajaran baru cara
yang ditempuhnya ialah dengan memajukan pertanyaan secara lisan
dan ditunjukkan pada seluruh peserta didik pertanyaan Anda adalah
demikian kamu tentunya masih ingat Minggu lalu bahwa saya
menjelaskan peristiwa yang terjadi dalam perang dunia ke-2 dan bahwa
pelajaran yang sangat kita tarik dari peristiwa itu adalah bahwa kita
harus berhenti sejenak memberi peperangan bukan lagu sekarang
adalah di antara kamu yang dapat menerangkan dengan jelas alasan
mengapa kita harus demikian. Yang diharapkan bahwa ilustrasi diatas
betul-betul terjadi sebab alangkah besarnya kegagalan interaksi yang
terjadi antara guru dan peserta didik itu interaksi antara guru dan
peserta didik yang mengakibatkan terjadinya komunikasi dan dengan
sendirinya tidak membawa mereka pada tujuan interaksi tujuan guru
tidak tercapai sebagai mana yang diharapkan Walaupun mungkin kisah
tersebut dituturkan lebih sebagai orang yang di didaktis daripada
sebagai laporan yang aktual di dalam kenyataan sehari-hari hari
sebenarnya tidak sedikit peristiwa yang benar-benar menunjukkan
Interaksi yang serupa dengan ilustrasi tersebut banyak terjadi pada
pelajaran sejarah tidak membawa pelajaran pada kemampuan
menganalisis peristiwa dunia dan negara secara historis pelajaran tidak
berhasil tiba pada saraf untuk melihat dan berpikir secara historis
pengetahuan sejarah mereka terhenti pada pada dan Terbelenggu oleh
sekumpulan datang fakta dan nama-nama orang malam masih
disangsikan Apakah Kumpulan nama-nama data itu dapat dibenarkan
apabila ditinjau dari sudut kegunaan dalam kehidupan calon-calon
warga negara tersebut penyelidikan penyelidikan di bidang metode
pengajaran sejarah banyak memberikan pertunjukan petunjuk bahwa
data sejarah yang diharuskan untuk dipelajari adalah data yang bukan
saja terlepas dari akar kehidupan tetapi juga terlepas juga dari ikatan
satu sama lain akibat akibatnya sesudah 6 tahun Didik sejarah satu-
satunya yang tertancap dalam ingatan peserta didik guru Sejarah yang
demikian membosankan itu beberapa kali tidak akan habis-habis heran

--( 143 )--


mengapa ada manusia di dunia ini yang nama-nama orang yang sudah
lama meninggal dunia yang semasa hidupnya menambah banyaknya
hafalan saja tidak mengharamkan kalau dikatakan bahwa pendidikan
sejarah serupa ini adalah pendidikan yang tepat untuk membenci
sejarah membenci guru Sejarah membenci segala sesuatu yang
bersangkutan paut dengan sejarah Inilah satu contoh dimana Interaksi
yang dimaksudkan bersifat edukatif justru berakibat destruktif yang
sebenarnya tidak terbatas pada satu contoh itu saja dalam realitas
persoalan dapat dilipatgandakan dalam jumlah yang hampir tak
terbatas.
Di sekolah yang lain peserta didik sedang belajar berhitung
mereka harus menghitung perputaran jarum jam jumlah kaki kambing
dan laba-laba jumlah perputaran roda sepeda yang berangkat dari titik
A menuju titik c dan berhenti pada titik B lebih tinggi lagi mereka
harus memecahkan persamaan tersamar mempergunakan logaritma atau
membuktikan dalil pythagoras Mengapa harus berhitung mencabut akar
atau memakai pangkat Mengapa pertanyaan ini Serta setengah disadari
oleh peserta didik sampai mereka memecahkan soal-soal yang
diberikan oleh guru BK belajar tanpa menyadari kegunaan akhirnya
terjadi juga suatu sebab dengan pelajaran yang tidak pernah dimengerti
oleh peserta didik Mereka pun dinyatakan juga lulus ujian dan diberi
ijazah sesudah itu mereka kembali melupakan segala sesuatu kecuali
rasa kebencian dan ketakutan akan angka-angka akibatnya setelah
menjadi lebih dewasa peserta didik itu tidak akan menghitung dan
karena api mereka kembali menjadi buta angka. Dedek di dalam kelas
perawatan dan pengobatan Tetapi menurut cara-cara tidak jarang justru
bertentangan dengan tujuan belajar di sekolah kita bertanya-tanya
apakah gerangan yang benar-benar terjadi dalam kelas Adakah
berlangsung proses interaksi yang edukatif begitu pula pendidikan budi
pekerti yang diberikan dalam bentuk mata pelajaran di sekolah sekolah
dasar seringkali dapat diganti namanya tidak lebih dengan cerita
tentang gunung dan cerdik dalam jam pelajaran yang disebut budi
pekerti ada guru yang bercerita tentang dua ekor binatang yang seekor
besar tamat dan bodoh dan Seekor lagi kecil cerdik dan dikalahkan oleh
si kecil si Agung diselamatkan oleh sehina sekuat dipercaya oleh

--( 144 )--


selama serta dongeng-dongeng lain Serupa itu dan sebelum pelajaran
selesai guru menyimpulkan intinya dengan ucapan dengan demikian
peserta didik itu tidak boleh merasa takabur karena kita besar yang
tidak boleh memandang hina sekecil dan simiskin kita dapat bertanya
apakah itu jalan yang tepat untuk mengajarkan budi pekerti tidak
mungkin ditempuh bentuk interaksi yang lain.
Menurut filsafat setiap orang akan menyiarkan bahwa
mengatasi sesuatu belum berarti berbuat menurut yang diketahui
malahan dosen pemikir Perancis yang murtad itu mengatakan dengan
yang dikatakan Jangan melihat perbuatan menurut kenyataan tidak
jarang kita jumpai bentuk-bentuk Interaksi yang terbatas hanya pada
pemberian pengetahuan padahal interaksi itu dilakukan dengan maksud
untuk membawa perubahan dalam bentuk tingkah laku peserta didik
Misalnya saja pendidikan agama pelajaran diberi Keterangan
Keterangan mengenai agama katakanlah agama islam hasil pelajaran itu
adalah terkumpulnya sejumlah pengetahuan tentang agama islam.
Pembahasannya mungkin sangatlah ilmiah dan mencangkup
perbandingan agama islam dan dengan aliran-aliran filsafat utama di
dunia dan islam ditinjau dari berbagai segi ilmu pengetahuan Tetapi
setelah semuanya dipelajari dan diketahui Apakah peserta didik lalu
menjadi muslim. Sebab itulah maka sebuah teks tentang syarat-syarat
bernegara yang berdiri misalnya atas 10 pertanyaan bukan kriteria
untuk penilaian warga negara begitu pula terhadap seorang mahasiswa
yang lulus dengan angka 10 untuk jawaban jawaban tertulis mengenai
manifesto politik RI bukanlah alasan untuk menganggapnya sudah
menjadi manipol Ogi juga disini diperlukan interaksi edukatif.
Bukankah yang mereka pelajari adalah ilmu tentang agama
islam dan islam monologi tentu saja tentang agama itu membuat
pemeluknya makin memahami agamanya tetapi dengan pengetahuan
tentang agama saja belum dengan sendirinya seorang menjadi salah dan
beribadah amalan untuk mempelajari ilmu tentang agama Islam orang
tidak perlu lebih dahulu menjadi pemeluk agama islam lebih jauh lagi
malahan ilmu itu dapat dipelajari oleh orang yang tidak beragama
sekalipun atau oleh yang justru menentang agama tersebut Itulah
sebabnya maka masih perlu dibangun sebuah hambatan yang

--( 145 )--


menghidupkan persenyawaan antara pengetahuan dan perbuatan dalam
pendidikan kewarganegaraan terdapat persoalan yang serupa dapat
diduga bahwa warga negara yang berpengetahuan untuk berupa berupa
baik dapat menjadi patuh Setia tahan uji dan patriotik D mengetahui
tugasnya sebagai unsur pembangunan dia mengetahui tujuan negaranya
sebab itu ia dapat berlaku patung tahan uji sebab itu ia dapat berbuat
sebagaimana seharusnya perbuatan seseorang warga negara tetapi
sekedar mengetahui syarat-syarat bernegara dan tuntunan tuntunan
terhadap warga negara belum menjadi seorang sebagai warga negara
yang dimaksud sebab itulah maka sebuah teks tentang syarat-syarat
bernegara yang berdiri misalnya atas 10 pertanyaan bukan kriteria
untuk penilaian warga negara begitu pula terhadap seorang mahasiswa
yang lulus dengan angka 10 untuk jawaban jawaban tertulis mengenai
manifesto politik RI bukanlah alasan untuk menganggapnya sudah
menjadi manipol Ogi juga disini diperlukan interaksi edukatif.

C. Faktor-Faktor Interaksi
Faktor-faktor yang mendasari terjadinya interaksi edukatif
adalah sebagai berikut.
1. Faktor tujuan
2. Faktor bahan materi
3. Faktor guru dan peserta didik
4. Faktor metode
5. Faktor situasi
Objektif atau tujuan khusus tertulis suatu kegiatan peserta didik
setelah menjalani interaksi pengajaran kegiatan yang tertulis dalam
tujuan khusus ini sering dinyatakan dalam bentuk kelakuan yang dalam
istilah lain disebut behavior maka tujuan khusus sering disebut
behavioral objektif. Tujuan khusus maka kita berhubungan dengan dua
hal yaitu kesesuaian dan kegunaan istilah kesesuaian menunjukkan
bahwa tujuan khusus mesti sesuai dengan keadaan dan masalah yang
dihadapi sesuai pada sesuai pula dengan apa yang dikehendaki oleh
tujuan yang ada di atasnya yaitu tujuan umum Adapun istilah kegunaan
maksudnya bahwa tujuan mesti berguna mencerminkan nilai kegunaan
dalam interaksi pengajaran tujuan pendidikan pengajaran yang bersifat

--( 146 )--


umum maupun khusus umumnya berkisar pada tiga jenis, yaitu:
a. Tujuan kognitif tujuan yang berhubungan dengan pengertian dan
pengetahuan
b. Tujuan efektif tujuan yang berhubungan dengan usaha mengubah
minat setiap nilai dan ulasan.
c. Psikomotorik.

1. Faktor tujuan
Beberapa istilah tujuan baik yang bersifat umum maupun khusus
baik yang bersifat akhir maupun Terminal sementara. Pertanyaan
umum mengenai nilai keamanan usaha diarahkan saran penyesuaian
jika terdapat hal-hal lain yang berubah. Adapun istilah kegunaan
maksudnya bahwa tujuan mesti berguna mencerminkan nilai
kegunaan dalam interaksi pengajaran tujuan pendidikan pengajaran
yang bersifat umum maupun khusus umumnya berkisar pada tiga
jenis.
a. Tujuan kognitif tujuan yang berhubungan dengan pengertian
dan pengetahuan
b. metode efektif tujuan yang berhubungan dengan usaha
mengubah minat setiap nilai dan ulasan yang berkaitan dengan
keterampilan berbuat atau menggunakan telinga tangan mata
alat indra dan sebagainya.
c. Kecakapan dan apa-apa yang akan diajarkan ke dalam bidang
ilmu atau kecakapan yang bersangkutan penyusunan unsur-
unsur atau informasi-informasi yang baik itu bukan saja akan
mempermudah peserta didik untuk mempelajarinya melainkan
juga memberikan gambaran yang jelas sebagai petunjuk dalam
menetapkan metode pengajaran.
2. Faktor bahan materi
3. Guru dan peserta didik
Guru dan peserta didik adalah 2 subjek dalam interaksi
pengajaran guru sebagai pihak yang berinisiatif awal untuk
menyelenggarakan pengajaran sedang peserta didik sebagai pihak
yang secara langsung mengalami dan mendapatkan pemanfaatan
dari peristiwa belajar mengajar yang terjadi guru sebagai pengajar

--( 147 )--


dan pembimbing berdasarkan tujuan yang telah ditentukan sedang
peserta didik adalah sebagai yang langsung menuju pada arah
tujuan Melalui aktivitas dan berinteraksi langsung dengan
lingkungan sebagai sumber belajar atas bimbingan guru jadi kedua
pihak guru dan peserta didik menunjukkan sebagai dua subjek
pengajaran yang sama-sama menempati situasi yang penting.
4. Faktor metode
Metode adalah suatu cara kerja yang sistematik dan umum ia
berfungsi sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan makin baik
mutu metode makin efektif pula dalam pencapaiannya tetapi tidak
ada satu metode pun yang dikatakan paling baik dipergunakan bagi
semua macam Usaha pencapaian tujuan baik adanya tepat
tindaknya suatu metode mempengaruhi oleh berbagai faktor faktor
utama yang menentukan metode adalah tujuan yang akan dicapai.

*****

--( 148 )--


BAB X

MODEL-MODEL
PEMBELAJARAN

A. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)


1. Pengertian Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Istilah Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) diadopsi dari
istilah Inggris Problem Based Instruction (PBI). Model pengajaran
berdasarkan masalah ini telah dikenal sejak zaman John Dewey.
Dewasa ini, model pembelajaran ini mulai diangkat sebab ditinjau
secara umum pembelajaran berdasarkan masalah terdiri dari
menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan
bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka
untuk melakukan penyelidikan dan inquiri (Trianto, 2010:91).
Pengajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang
efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi.
Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang
sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka
sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok
untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks
(Ratumanan dalam Trianto, 2010:92).Menurut Arends (dalam
Trianto, 2010:92-94) pengajaran berdasarkan masalah merupakan
suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan
permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun
pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inquiri dan
keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan
kemandirian, dan percaya diri. Berbagai pengembang pengajaran

--( 149 )--


berdasarkan masalah telah memberikan model pengajaran itu
memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Pengajuan pertanyaan atau masalah.
Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata autentik,
menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya
berbagai macam solusi untuk situasi itu.
b. Berfokus pada keterkaitan antardisiplin.
Sebagai contoh, masalah populasi yang dimunculkan dalam
pelajaran di Teluk Chesapeake mencakup berbagai subjek
akademik dan terapan mata pelajaran seperti biologi, ekonomi,
sosiologi, pariwisata dan pemerintahan.
c. Penyelidikan autentik.
Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah,
mengembangkan hipotesis, dan membuat ramalan,
mengumpulkan dan menganalisa informasi, melakukan
eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi, dan
merumuskan kesimpulan.
d. Menghasilkan produk dan memamerkannya.
Pembelajaran berdasarkan masalah menuntut siswa untuk
menghasilkan prodik tertentu dalam bentuk karya nyata atau
artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk
penyelesaian masalah yang mereka temukan.
e. Kolaborasi.
Bekerjasama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan
terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak
peluang untuk berbagi inquiri dan dialog untuk
mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berpikir.
Berdasarkan karakter tersebut, pembelajaran berdasarkan
masalah memiliki tujuan sebagai berikut:
1) Membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir
dan keterampilan pemecahan masalah.
2) Belajar peranan orang dewasa yang autentik.
3) Menjadi pembelajar yang mandiri.
Menurut Tan (dalam Rusman, 2011:229) Pembelajaran Berbasis
Masalah merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam

--( 150 )--


PMB kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan
melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga
siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan
mengembangkan kemampuan berpikirnya secara
berkesinambungan.
2. Kelebihan dan Kekurangan
Menurut Trianto (2010:96-97) kelebihan dan kekurangan model
Pembelajaran Berbasis Masalah adalah sebagai berikut:
Kelebihan:
a. Realistik dengan kehidupan siswa;
b. Konsep sesuai dengan kebutuhan siswa;
c. Memupuk sifat inquiry siswa;
d. Retensi konsep jadi kuat;
e. Memupuk kemampuan Problem Solving.
Kekurangan:
a. Persiapan pembelajaran (alat, problem, konsep) yang kompleks;
b. Sulitnya mencari problem yang relevan;
c. Sering terjadi miss-konsepsi;
d. Konsumsi waktu, dimana model ini memerlukan waktu yang
cukup dalam penyelidikan.
Dari uraian tentang kelebihan dan kekurangan diatas, maka
dapat disimpulkan bahwa pembelajaran melalui pendekatan PBM
merupakan suatu rangkaian pendekatan kegiatan belajar yang
diharapkan dapat memberdayakan siswa untuk menjadi seorang
individu yang mandiri dan mampu menghadapi setiap permasalahan
dalam hidupnya di kemudian hari. Dalam pelaksanaan
pembelajaran, siswa dituntut terlibat aktif dalam mengikuti proses
pembelajaran melalui diskusi kelompok.
3. Langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Menurut Trianto (2010: 98) langkah-langkah model
Pembelajaran Berbasis Masalah adalah sebagai berikut:
a. Orientasi siswa kepada masalah: guru menjelaskan tujuan
pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan,
mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk

--( 151 )--


memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam
pemecahan masalah yang dipilih.
b. Mengorganisasikan siswa untuk belajar: guru membantu siswa
untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar
yang berhubungan dengan masalah tersebut.
c. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok: guru
mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai,
melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan
pemecahan masalah.
d. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya: guru membantu
siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai
seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk
berbagai tugas dengan temannya.
e. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah:
guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi
terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka
gunakan.

B. Model Pembelajaran Pendidikan Matematika Realistik


Indonesia (PMRI)
1. Definisi Pendekatan PMRI
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia adalah suatu
pendekatan pembelajaran matematika yang mengungkapkan
pengalaman dan kejadian yang dekat dengan siswa sebagai sarana
untuk memahamkan persoalan matematika. (Depdiknas, 2010: 7).
Anwar (2010) menyatakan bahwa PMRI adalah satu pendekatan
pembelajaran matematika yang coba menggunakan pengalaman dan
lingkungan siswa sebagai alat bantu mengajar primer. Supinah
(2008: 15-16) menyatakan bahwa PMRI adalah “suatu teori
pembelajaran yang telah dikembangkan khusus untuk
matematika.Konsep matematika realistik ini sejalan dengan
kebutuhan untuk memperbaiki pendidikan matematika di Indonesia
yang didominasi oleh persoalan bagaimana meningkatkan
pemahaman siswa tentang matematika dan mengembangkan daya
nalar”Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa Pendekatan

--( 152 )--


PMRI adalah suatu pendekatan pembelajaran matematika yang
dekat dengan kehidupan nyata siswa sebagai sarana untuk
meningkatkan pemahaman dan daya nalar.
2. Ciri-Ciri PMRI
Suryanto dan Sugiman (Supinah, 2008: 16) menyatakan bahwa
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia adalah pendekatan
pembelajaran yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Menggunakan masalah konstektual, yaitu matematika
dipandang sebagai kegiatan sehari-hari manusia, sehingga
memecahkan masalah kehidupan yang dihadapi atau dialami
oleh siswa.
b. Menggunakan model, yaitu belajar matematika berarti bekerja
dengan matematika.
c. Menggunakan hasil dan konstruksi siswa sendiri, yaitu siswa
diberi kesempatan untuk menemukan konsep-konsep
matematis, di bawah bimbingan guru.
d. Pembelajaran terfokus pada siswa
e. Terjadi interaksi antara murid dan guru, yaitu aktivitas belajar
meliputi kegiatan memecahkan masalah kontekstual yang
realistik, mengorganisasikan pengalaman matematis, dan
mendiskusikan hasil-hasil pemecahan masalah tersebut.
3. Prinsip PMRI
PMRI menggunakan prinsip-prinsip RME, untuk itu karakteristik
RME ada dalam PMRI. Ada tiga prinsip kunci RME menurut
Gravemeijer (Supinah, 2008: 16), yaitu Guided re-invention,
Didactical Phenomenology dan Self-delevoped Model.
a. Guided Re-invention atau Menemukan Kembali Secara
Seimbang.Memberikan kesempatan bagi siswa untuk
melakukan matematisasi dengan masalah kontekstual yang
realistik bagi siswa dengan bantuan dari guru. Siswa didorong
atau ditantang untuk aktif bekerja bahkan diharapkan dapat
mengkonstruksi atau membangun sendiri pengetahuan yang
akan diperolehnya. Pembelajaran tidak dimulai dari sifat-sifat
atau definisi atau teorema dan selanjutnya diikuti contoh-
contoh, tetapi dimulai dengan masalah kontekstual atau

--( 153 )--


real/nyata yang selanjutnya melalui aktivitas siswa diharapkan
dapat ditemukan sifat atau definisi atau teorema atau aturan oleh
siswa sendiri.
b. Didactical Phenomenology atau Fenomena Didaktik.
Pembelajaran matematika yang cenderung berorientasi kepada
memberi informasi atau memberitahu siswa dan memakai
matematika yang sudah siap pakai untuk memecahkan masalah,
diubah dengan menjadikan masalah sebagai sarana utama untuk
mengawali pembelajaran sehingga memungkinkan siswa
dengan caranya sendiri mencoba memecahkannya. Dalam
memecahkan masalah tersebut, siswa diharapkan dapat
melangkah ke arah matematisasi horisontal dan matematisasi
vertikal. Menurut Hartanto (2008: 4) Matematisasi horizontal
adalah proses penyelesaian soal-soal konstektual dari dunia
nyata, sedangkan matematisasi vertikal adalah proses
formalisasi konsep matematika. Pencapaian matematisasi
horisontal ini, sangat mungkin dilakukan melalui langkah-
langkah informalsebelum sampai kepada matematika yang lebih
formal. Dalam hal ini, siswa diharapkan dalam memecahkan
masalah dapat melangkah kearah pemikiran matematika
sehingga akan mereka temukan atau mereka bangun sendiri
sifat-sifat atau definisi atau teorema matematika tertentu
(matematisasi horisontal), kemudian ditingkatkan aspek
matematisasinya (matematisasi vertikal). Kaitannya dengan
matematisasi horisontal dan matematisasi vertikal ini, De Lange
menyebutkan: proses matematisasi horisontal antara lain
meliputi proses atau langkah-langkah informal yang dilakukan
siswa dalam menyelesaikan suatu masalah (soal), membuat
model, membuat skema, menemukan hubungan dan lain-lain,
sedangkan matematisasi vertikal, antara lain meliputi proses
menyatakan suatu hubungan dengan suatu formula (rumus),
membuktikan keteraturan, membuat berbagai model,
merumuskan konsep baru, melakukan generalisasi, dan
sebagainya. Proses matematisasi horisontal-vertikal inilah yang
diharapkan dapat memberi kemungkinan siswa lebih mudah

--( 154 )--


memahami matematika yang berobyek abstrak. Dengan masalah
kontekstual yang diberikan pada awal pembelajaran seperti
tersebut di atas, dimungkinkan banyak/beraneka ragam cara
yang digunakan atau ditemukan siswa dalam menyelesaikan
masalah. Dengan demikian, siswa mulai dibiasakan untuk bebas
berpikir dan berani berpendapat, karena cara yang digunakan
siswa satu dengan yang lain berbeda atau bahkan berbeda
dengan pemikiran guru tetapi cara itu benar dan hasilnya juga
benar. Ini suatu fenomena didaktik. Dengan memperhatikan
fenomena didaktik yang ada didalam kelas, maka akan
terbentuk proses pembelajaran matematika yang tidak lagi
berorientasi pada guru, tetapi diubah atau beralih kepada
pembelajaran matematika yang berorientasi pada siswa atau
bahkan berorientasi pada masalah.
c. Self-delevoped Models atau model dibangun sendiri oleh
siswa.Gravemeijer (Supinah, 2008:17) menyebutkan bahwa
pada waktu siswa mengerjakan masalah kontekstual, siswa
mengembangkan suatu model. Model ini diharapkan dibangun
sendiri oleh siswa, baik dalam proses matematisasi horisontal
ataupun vertikal. Kebebasan yang diberikan kepada siswa untuk
memecahkan masalah secara mandiri atau kelompok, dengan
sendirinya akan memungkinkan munculnya berbagai model
pemecahan masalah buatan siswa.
4. Konsepsi PMRI
Teori PMRI sejalan dengan teori belajar yang berkembang saat
ini, seperti konstruktivisme dan pembelajaran kontekstual (CTL).
Namun baik konstruktivisme maupun pembelajaran kontekstual
mewakili teori belajar secara umum, sedangkan PMRI suatu teori
pembelajaran yang dikembangkan khusus untuk matematika. Juga
telah disebutkan terdahulu, bahwa konsep matematika realistik ini
sejalan dengan kebutuhan untuk memperbaiki pendidikan
matematika di Indonesia yang didominasi oleh persoalan
bagaimana meningkatkan pemahaman siswa tentang matematika
dan mengembangkan daya nalar. Menurut Hadi (Supinah, 2008 :
20) beberapa konsepsi PMRI tentang siswa, guru dan pembelajaran

--( 155 )--


yang mempertegas bahwa PMRI sejalan dengan paradigma baru
pendidikan, sehingga PMRI pantas untuk dikembangkan di
Indonesia.
a. Konsepsi PMRI tentang siswa adalah sebagai berikut.
1) Siswa memiliki seperangkat konsep alternatif tentang ideide
matematika yang mempengaruhi belajar selanjutnya.
2) Siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk
pengetahuan itu untuk dirinya sendiri; Pembentukan
pengetahuan merupakan proses perubahan yang meliputi
penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan, penyusunan
kembali dan penolakan.
3) Pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya
sendiri berasal dari seperangkat ragam pengalaman.
4) Setiap siswa tanpa memandang ras, budaya dan jenis
kelamin mampu memahami dan mengerjakan matematika.
b. Konsepsi PMRI tentang guru adalah sebagai berikut :
1) Guru hanya sebagai fasilitator dalam pembelajaran
2) Guru harus mampu membangun pembelajaran yang
interaktif
3) Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk
secara aktif terlibat pada proses pembelajaran dan secara
aktif membantu siswa dalam menafsirkan persoalan riil, dan
4) Guru tidak terpancang pada materi yang ada didalam
kurikulum, tetapi aktif mengaitkan kurikulum dengan dunia
riil, baik fisik maupun sosial.
c. Konsepsi PMRI tentang pembelajaran Matematika
1) Memulai pembelajaran dengan mengajukan masalah (soal)
yang ‟riil‟ bagi siswa sesuai dengan pengalaman dan tingkat
pengetahuannya, sehingga siswa segera terlibat dalam
pembelajaran secara bermakna.
2) Permasalahan yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran
tersebut

--( 156 )--


3) Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model
simbolik secara informal terhadap persoalan/permasalahan
yang diajukan
4) Pembelajaran berlangsung secara interaktif, siswa
menjelaskan dan memberikan alasan terhadap jawaban yang
diberikannya, memahami jawaban temannya (siswa lain),
setuju terhadap jawaban temannya, menyatakan
ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian yang lain,
dan melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang
ditempuh atau terhadap hasil.
5) Karakteristik PMRI.
Lima karakteristik PMRI, yaitu :
a) Penggunaan Konteks
Konteks atau permasalahan realistik dugunakan sebagai
titik awal pembelajaran matematika. Konteks tidak harus
berupa masalah dunia nyata namun bisa dalam bentuk
permainan, penggunaan alat peraga, atau situasi lain
selama hal tersebut bermakna dan bisa dibayangkan
dalam pikiran siswa. Melalui penggunaan konteks, siswa
dilibatkan secara aktif untuk melakukan kegiatan
eksplorasi permasalahan.Hasil eksplorasi siswa tidak
hanya bertujuan untuk menemukan jawaban akhir dari
permasalahan yang diberikan, tetapi juga diajarkan
untuk mengembangkan strategi penyelesaian masalah
yang bisa digunakan.
b) Penggunaan model untuk matematisasi progresif
Dalam Pendidikan Matematika Realistik, model
digunakan dalam melakukan matematisasi secara
progresif. Penggunaan model berfungsi sebagai
jembatan (bridge) dari pengetahuan dan matematika
tingkat konkrit menuju pengetahuan matematika tingkat
formal.
c) Pemanfaatan hasil konstruksi siswa
Mengacu pada pendapat Frudenthal bahwa matematika
tidak diberikan kepada siswa sebagai suatu produk yang

--( 157 )--


siap dipakai tetapi sebagai suatu konsep yang dibangun
oleh siswa maka dalam Pendidikan Matematika
Realistik siswa ditempatkan sebagai subjek
belajar.Siswa memiliki kebebasan untuk
mengembangkan strategi pemecahan masalah sehingga
diharapkan akan diperoleh startegi yang bervariasi. Hasil
kerja dan konstruksi siswa selanjutnya digunakan untuk
landasan pengembangan konsep matematika.
d) Interaktivitas
Proses belajar seseorang bukan hanya suatu proses
individu melainkan juga secara bersamaaan merupakan
suatu proses sosial. Proses belajar siswa akan menjadi
lebih singkat dan bermakna ketika siswa saling
mengkomunikasikan hasil kerja dan gagasan mereka.
e) Keterkaitan
Konsep-konsep dalam matematika tidak bersifat parsial,
namun banyak konsep matematika yang memiliki
keterkaitan. Oleh karena itu, konsep-konsep matematika
tidak diperkenalkan kepada siswa secara terpisah atau
terisolasi satu sama lain. PMRI menempatkan
keterkaitan antar konsep matematika sebagai hal yang
harus dipertimbangkan dalam proses pembelajaran.
Melalui keterkaitan ini, satu pembelajaran matematika
diharapkan bisa mengenalkan dan membangun lebih
dari satu konsep matematika secara bersamaan. (Treffers
dalam Wijaya 2011: 21)
6) Langkah-langkah PMRI
Langkah-langkah Pembelajaran Matematika Realistik dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a) Persiapan
Selain menyiapkan masalah kontekstual, guru harus
benarbenar memahami masalah dan memiliki berbagai
macam strategi yang mungkin akan ditempuh siswa
dalam menyelesaikannya.

--( 158 )--


b) Pembukaan
Pada bagian ini siswa diperkenalkan dengan strategi
pembelajaran yang dipakai dan diperkenalkan kepada
masalah dari dunia nyata. Kemudian siswa diminta
untuk memecahkan masalah tersebut dengan cara
mereka sendiri
c) Proses Pembelajaran
Siswa mencoba berbagai strategi untuk menyelesaikan
masalah sesuai dengan pengalamannya, dapat dilakukan
secara perorangan maupun secara kelompok. Kemudian
setiap siswa atau kelompok mempresentasikan hasil
kerjanya di depan siswa atau kelompok lain dan siswa
atau kelompok lain memberi tanggapan terhadap hasil
kerja siswa atau kelompok penyaji. Guru mengamati
jalannya diskusi kelas dan memberi tanggapan sambil
mengarahkan siswa atau kelompok penyaji. Guru
mengamati jalannya diskusi kelas dan memberi
tanggapan sambil mengarahkan siswa untuk
mendapatkan strategi terbaik serta menemukan aturan
atau prinsip yang bersifat lebih umum
d) Penutup
Setelah mencapai kesepakatan tentang strategi terbaik
melalui diskusi kelas, siswa diajak menarik kesimpulan
dari pelajaran saat itu. Pada akhir pembelajaran siswa
harus mengerjakan soal evaluasi dalam bentuk
matematika formal (Zulkardi dalam Hartono 2008: 20)
7) Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan Realistik
Menurut Suwarsono dalam Nalole (2008 : 140), kelebihan
pendekatan realistik adalah :
a) Pembelajaran Matematika Realistik memberikan
pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa
tentang keterkaitan antar matematika dengan kehidupan
sehari-hari (kehidupan dunia nyata) dan tentang
kegunaan matematika pada umumnya bagi manusia.

--( 159 )--


b) Pembelajaran Matematika Realistik memberikan
pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa
bahwa matematika suatu bidang kajian yang
dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa, tidak
hanya oleh mereka yang disebut pakar dalam bidang
tersebut.
c) Pembelajaran Matematika Realistik memberikan
pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa
bahwa cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak
harus tunggal, dan tidak harus sama antara orang yang
satu dengan orang yang lain.
d) Pembelajaran Matematika Realistik memberikan
pengerian yang jelas dan operasional kepada siswa
bahwa dalam mempelajari matematika, proses
pembelajaran merupakan sesuatu yang utama, dan untuk
mempelajari matematika orang harus menjalani proses
itu dan berusaha untuk menemukan sendiri konsep-
konsep matematika dengan bantuan pihak lain yang
lebih tahu (misalnya guru).Beberapa kelemahan
Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) menurut
pendapat Suwarsono dalam Nalole (2008:140-141)
antara lain sebagai berikut :
(1) Upaya mengimplementasikan PMR membutuhkan
perubahan pandangan yang sangat mendasar
mengenai berbagai hal yang tidak mudah
dipraktikan, misalnya mengenai siswa, guru, dan
peranan soal kontekstual
(2) Mengkonstruksi soal-soal kontekstual yang
memnuhi syaratsyarat yang dituntut PMR tidak
selalu mudah untuk setiap topik matematika yang
perlu dipelajari siswa, apalagi jika soal-soal tersebut
harus dapat diselesaikan dengan bermacammacam
cara.

--( 160 )--


(3) Upaya mendorong siswa agar dapat menemukan
berbagai cara untuk menyelesaikan soal juga
merupakan hal yang tidak mudah dilakukan guru
(4) Proses pengembangan kemampuan berpikir siswa
melalui soal-soal kontekstual, proses matematisasi
horizontal, dan proses matematisasi vertikal juga
bukan merupakan sesuatu yang sederhana, karena
proses dan mekanisme berpikir siswa dalam
melakukan penemuan kembali terhadap konsep-
konsep matematika tertentu.
Menurut Nalole (2008: 141) meskipun pembelajaran
matematika dengan pendekatan realistik mempunyai beberapa
kelemahan, dapat dilakukan upaya-upaya untuk mengatasinya antara
lain sebagai berikut :
a. Pada tahap awal pembelajaran, guru selalu mengaktifkan dan
mengembangkan kemampuan awal siswa sehingga memiliki
kemampuan awal yang memadai untuk terlibat aktif dalam
merespon masalah kontekstual yang diberikan dengan berbagai cara
atau jawaban
b. Memotivasi semua siswa untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran,
usaha-usaha yang dapat dilakukan guru untuk memotivasi siswa
misalnya dengan memberikan pujian jika siswa menjawab benar
dan teteap mnghargai jawaban iswsa walaupun jawaban yang
dikemukakan salah tanpa melukai perasaan siswa.
c. Guru selalu memantau cara-cara yang dilakukan siswa dalam
menjawab permasalahan kontekstual yang diberikan agar proses
dan mekanisme berpikir siswa dapat diikuti dengan cermat,
sehingga jika ada iswa yang mengalami kesulitan guru dapat segera
memberikan bantuan, misalnya dengan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan yang dapat mengarahkan siswa untuk menemukan
jawaban dari permasalahan yang diberikan.

--( 161 )--


C. Model Pembelajaran Kooperatif
1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Istilah pembelajaran kooperatif dalam pengertian bahasa asing
adalah cooperative learning. Menurut Saputra dan Rudyanto (2005:
49) Pada hakekatnya, metode pembelajaran kooperatif merupakan
metode atau strategi pembelajaran gotong-royong yang konsepnya
hampir tidak jauh berbeda dengan metode pembelajaran
kelompok.Pembelajaran kooperatif berbeda dengan metode
pembelajaran kelompok.Ada unsur dasar pembelajaran kooperatif
yang membedakan dengan pembelajaran kelompok yang dilakukan
asal-asalan. Pelaksanaan prinsip dasar pokok sistem pembelajaran
kooperatif dengan benar akan memungkinkan guru mengelola kelas
dengan lebih efektif. Pembelajaran kooperatif proses pembelajaran
tidak harus belajar dari guru kepada siswa. Siswa dapat saling
membelajarkan sesama siswa lainnya. pembelajaran kelompok
adalah metode pembelajaran yang menitik beratkan pada kerjasama
diantara siswa dalam mengerjakan sesuatu pekerjaan tetapi tanpa
sepenuhnya mendapatkan bimbingan dari gurunya.Artinya, siswa
diperintahkan untuk bekerja dengan beberapa siswa lainnyadengan
petunjuk dan bimbingan yang tidak begitu maksimal dari gurunya.
Menurut Sholihatin dan Raharjo (2007: 4) Pada dasarnya
cooperative learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap
atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara
sesama dalam struktur kerjasama yang teratur, yang terdiri dari dua
orang atau lebih di mana keberhasilan kerjasama sangat
dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu
sendiri.Cooperative learning juga dapat diartikan sebagai struktur
tugas bersama dalam suasana kebersamaan diantara sesama anggota
kelompok. Cooperative learning merupakan model pembelajaran
yang telah dikenal sejak lama, pada saat guru mendorong para
siswa untuk melakukan kerjasama dalam kegiatan-kegiatan tertentu
seperti diskusi atau pengajaran oleh teman sebaya (peer teaching).
Dalam melakukan proses belajar-mengajar guru tidak lagi
mendominasi, siswa dituntut untuk berbagi informasi dengan siswa

--( 162 )--


yang lainnya dan saling belajarmengajar sesama mereka (Isjoni,
2010: 17).
Menurut Isjoni (2009:5) Pada model cooperative learning siswa
diberi kesempatan untuk berkomunikasi dan berinteraksi sosial
dengan temannya untuk mencapai tujuan pembelajaran, sementara
guru bertindak sebagai motivator dan fasilitator aktivitas siswa.
Artinya dalam pembelajaran ini kegiatan aktif dengan pengetahuan
dibangun sendiri oleh siswa dan mereka bertanggung jawab atas
hasil pembelajarannya.cooperative learning merupakan strategi
belajar. Dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil
yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas
kelompoknnya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja
sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran.
Dalam cooperative learning, belajar dikatakan belum selesai jika
salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan
pelajaran.
Menurut Slavin (1985), cooperative learning adalah suatu
model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam
kelompokkelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6
orang dengan struktur kelompok heterogen. Sedangkan Sunal dan
Hans (2000) mengemukakan cooperative learning merupakan suatu
cara pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus dirancang
untuk memberi dorongan kepada peserta didik agar bekerja sama
selama proses pembelajaran. Selanjutnya Stahl (1994) menyatakan
cooperative learning dapat meningkatkan belajar siswa lebih baik
dan meningkatkan sikap tolong-menolong dalam perilaku sosial.
(Isjoni, 2009: 12).Berdasarkan pengertian kooperatif yang
dikemukakan oleh ahli di atas, menurut penulis pembelajaran
kooperatif (cooperative learning) adalah kegiatan pembelajaran
dengan cara bekerja kelompok untuk bekerjasama saling
membantu. Tiap anggota kelompok terdiri dari 4-5 orang,siswa
heterogen (kemampuan, gender, karakter).Pendapat-pendapat di
atas belajar dengan model kooperatif dapat diterapkan untuk
memotivasi siswa berani mengemukakan pendapatnya, menghargai
pendapat teman, dan saling memberikan pendapat.Selain itu, dalam

--( 163 )--


belajar biasanya siswa dihadapkan pada soal-soal atau pemecahan
masalah. Oleh sebab itu,cooperative learning sangat baik untuk
dilaksanakan karena siswa dapat bekerja sama dan saling tolong-
menolong mengatasi tugas yang dihadapinya.Model cooperative
learning tidak hanya unggul dalam membantu siswa memahami
konsep yang sulit, tetapi juga sangat berguna untuk menumbuhkan
kemampuan berpikir kritis, bekerja sama, dan membantu teman.
Dalam cooperative learning, siswa terlibat aktif pada proses
pembelajaran sehingga memberikan dampak positif terhadap
kualitas interaksi dan komunikasi yang berkualitas, dapat
memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasi belajarnya.
2. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
Pada hakekatnya cooperative learning sama dengan kerja
kelompok, oleh sebab itu banyak guru yang mengatakan tidak ada
sesuatu yang aneh dalam cooperative learning, karena mereka
menganggap telah terbiasa menggunakannya. Walaupun
cooperative learning terjadi dalam bentuk kelompok. Isjoni (2010:
41) menyatakan ada lima unsur dasar yang dapat membedakan
cooperative learning dengan kerja kelompok, yaitu:
a. Positive Interdependence yaitu hubungan timbal balik yang
didasari adanya kepentingan yang sama atau perasaan diantara
anggota kelompok dimana keberhasilan seseorang merupakan
keberhasilan yang lain pula atau sebaliknya.
b. Interaction Face to face, yaitu interaksi yang langsung terjadi
antar siswa tanpa adanya perantara. Tidak adanya penonjolan
kekuatan individu, yang ada hanya pola interaksi dan perubahan
yang bersifat verbal diantara siswa yang ditingkatkan oleh
adanya saling hubungan timbal balik yang bersifat positif
sehingga dapat mempengaruhi hasil pendidikan dan pengajaran.
c. Adanya tanggung jawab pribadi mengenai materi pelajaran
dalam anggota kelompok.Adanya tanggung jawab pribadi
mengenai materi pelajaran dalam anggota kelompok sehingga
siswa termotivasi untuk membantu temannya, karena
kemampuan kelompok, dan memelihara hubungan kerja yang
efektif.

--( 164 )--


d. Menampilkan ketrampilan bekerja sama dalam memecahkan
masalah (proses kelompok).
Meningkatkan ketrampilan bekerja sama dalam memecahkan
masalah (proses kelompok), yaitu tujuan terpenting yang
diharapkan dapat dicapai dalam cooperative learning adalah siswa
belajar ketrampilan bekerjasama dan berhubungan ini adalah
ketrampilan yang penting dan sangat diperlukan di masyarakat.
Tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik pembelajaran
kooperatif sebagaimana dikemukakan Slavin (2008: 26-27), Yaitu:
1) Tujuan Kelompok; Cooperative learning menggunakan tujuan-
tujuan kelompok untuk memperoleh penghargaan kelompok.
Penghargaan kelompok diperoleh jika kelompok mencapai
skordi atas kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok
didasarkan pada penampilan individu sebagai anggota
kelompok dalam menciptakan hubungan antar personal yang
saling mendukung, saling membantu, dan saling peduli.
2) Pertanggungjawaban Individu; Keberhasilan kelompok
tergantung dari pembelajaran induvidu dari semua anggota
kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan pada
aktivitas pada aktivitas anggota kelompok yang saling
membantu dalam belajar. Adanya pertanggungjawaban secara
individu juga menjadikan setiap anggota siap untuk menghadapi
tes dan tugas-tugas lainnya secara mandiri tanpa bantuan teman
sekelompoknya.
3) Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan;
Cooperative learning menggunakan metode skoring yang
mencangkup nilai perkembangan berdasarkan peningkatkan
prestasi yang diperoleh siswa dari yang terdahulu. Dengan
menggunakan metode skoring ini setiap siswa baik yang
berprestasi rendah, sedang atau tinggi sama-sama memperoleh
kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang terbaik bagi
kelompoknya.

--( 165 )--


3. Keunggulan Pembelajaran kooperatif
Menurut Jarolimek dan Parker di dalam Isjoni (2010: 24)
mengatakan keunggulan yang diperoleh dalam pembelajaran
kooperatif adalah:
a. Saling ketergantungan yang positif.
b. Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu.
c. Siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas.
d. Suasana kelas yang rilek dan menyenangkan.
e. Terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa
dengan guru.
f. Memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan
pengalaman emosi yang menyenangkan.
Berdasarkan keunggulan yang dikemukakan oleh ahli diatas,
menurut penulis keunggulan pembelajaran kooperatif adalah:
Saling bekerjasama dan bergotong-royong. Saling bekerjasama dan
pengertian. Saling mencerdaskan. Saling menyayangi dan
mengasihi
4. Tujuan Pembelajaran Kooperatif Isjoni (2007: 27-28) menyatakan
bahwa pada dasarnya cooperative learning dikembangkan untuk
mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang
dirangkum Ibrahim,et al. (2000), yaitu:
a. Hasil Belajar Akademik; Dalam cooperative learning meskipun
mencangkup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi
siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli
berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa
memahami konsep-konsep sulit.
b. Penerimaan terhadap perbedaan individu; Tujuan lain
cooperative learning adalah penerimaan secara luas dari orang-
orang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial,
kemampuan, dan ketidakmampuanmya. Pembelajaran
kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar
belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung
pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan
kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.

--( 166 )--


c. Pengembangan keterampilan sosial; Tujuan penting ketiga
cooperative learning adalah mengajarkan kepada siswa
ketrampilan bekerja sama dan kolaborasi.
Ketrampilanketrampilan sosial penting dimiliki siswa.Menurut
Surapranata (2010: 32) pada awalnya pengembangannya,
pembelajaran kooperatif dimaksudkan untuk mengembangkan
nilainilai demokrasi, aktivitas peserta didik, perilaku kooperatif
dan menghargai pluralism. Akan tetapi sebenarnya aspek
akademis juga masuk di dalamnya walaupun tidak tersirat.
Arends (1989) Menyatakan setidaknya terdapat tiga tujuan yang
dapat dicapai dari Pembelajaran kooperatif, yaitu:
1) Peningkatan kinerja prestasi akademik; Membantu peserta
didik memahami konsep-konsep yang sulit. Dengan strategi
kooperatif diharapkan terjadi interaksi antarpeserta didik
untuk saling memberi pengetahuannya dalam memecahkan
suatu masalah yang disajikan guru sehingga semua peserta
didik akan lebih mudah memahami berbagai konsep.
2) Penerimaan terhadap keragaman (suku, sosial, budaya,
kemampuan). Membuat suasana penerimaan terhadap
sesama peserta didik yang berbeda latar belakang misalnya
suku, sosial, budaya, dan kemampuan. Hal ini memberikan
kesempatan yang sama kepada semua peserta didik terlepas
dari latar belakang serta menciptakan kondisi untuk
bekerjasama dan saling ketergantungan positif satu sama
lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
3) Ketrampilan bekerjasama atau kolaborasi dalam
penyelesaian masalah.Mengajarkan ketrampilan
bekerjasama atau kolaborasi dalam memecahkan
permasalahan. Keterampilan ini sangat penting bagi peserta
didik sebagai bekal untuk hidup bermasyarakat. Selainitu,
peserta didik belajar untuk saling menghargai satu sama
lain.

--( 167 )--


5. Beberapa tipe pembelajaran kooperatif
a. Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw
1) Pengertian Jigsaw
Jigsaw menurut Slavin (2010: 237) yaitu dapat digunakan
apabila materi yang dipelajari adalah yang berbentuk materi
tertulis. Materi ini paling sesuai untuk subyek-subyek
seperti pelajaran Ilmu Sosial, literatur yang tujuan
pembelajaran lebih kepada penguasaan konsep dari pada
penguasaan kemampuan.Dalam pembelajaran kooperatif
tipe jigsaw para siswa bekerja dalam tim yang heterogen,
para siswa tersebut diberikan tugas untuk membaca
beberapa bab atau unit dan diberikan “lembar ahli” yang
dibagi atas topik-topik yang berbeda, yang harus menjadi
fokus perhatian masing-masing anggota tim saat mereka
membaca. Setelah semua siswa selesai membaca, siswa-
siswa yang dari tim yang bereda yang memiliki fokus topik
yang sama bertemu dalam “kelompok ahli” untuk
mendiskusikan topik mereka. Setelah itu para ahli kembali
ke timnya secara bergantian mengajari teman satu timnya
mengenai topik mereka.
2) Langkah-langkah pembelajaran jigsaw Menurut Slavin
(2010: 241) langkah-langkah pembelajaran jigsaw antara
lain:
a) Siswa di bagi atas beberapa kelompok (setiap kelompok
beranggotakan 5-6 orang). Yang disebut dengan
kelompok asal.
b) Dalam satu kelompok tersebut masing-masing siswa
memperoleh materi yang berbeda.
c) Dari beberapa kelompok, para siswa dengan keahlian
yang sama atau materi yang sama bertemu untuk
mendiskusikannya dalam kelompok-kelompok ahli.
d) Setelah selesai berdiskusi para ahli kembali kedalam
kelompok asal.
e) Para ahli menerangkan hasil diskusi kepada kelompok
asal.

--( 168 )--


f) Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil
diskusi dengan menunjuk salah satu anggota sebagai
perwakilan kelompok.
g) Para siswa mengerjakan kuis-kuis individual yang
mencakup semua topik.
3) Cara menghitung skor baik individual maupun tim dalam
jigsaw. Cara menghitung skor tim baik individu maupun tim
jigsaw diadopsi dari cara menghitung skor pada metode
kooperatif tipe STAD. Segera mungkin setelah melakukan
tiap kuis, hitung skor kemajuan individual dan tim, dan beri
sertifikat atau bentuk penghargaan lainnya kepada tim
dengan skor tertinggi. Jika memungkinkan, umumkan skor
tim pada periode pertama setelah mengerjakan kuis. Pada
akhirnya akan meningkatkan motivasi mereka untuk
melakukan yang terbaik. (Slavin, 2010: 159)
Poin Kemajuan. Para siswa mengumpulkan poin untuk tim
mereka berdasarkan tingat dimana skor kuis mereka (presentasi
yang benar) melampaui skor awal mereka
b. Pembelajaran Kooperatif tipe CIRC
1) Pengertian Cooperative Integrated Reading And
Composition (CIRC) atau kooperatif terpadu membaca dan
menulis yaitu suatu model pembelajaran menyeluruh
dengan cara membaca dan menulis yang melibatkan kerja
sama murid dalam suatu kelompok dimana kesuksesan
kelompok tergantung pada kesuksesan masing-masing
individu dalam kelompok tersebut (Slavin, 2010: 5). Proses
pembelajaran dalam suatu penyampaian materi pelajaran
sangat mendukung prestasi belajar siswa. Dalam suatu
proses pembelajaran, guru menggunakan metode untuk
menyampaikan materi pelajaran kepada siswa. Salah satu
alternatif metode yang dapat digunakan dalam proses
pembelajaran adalah metode pembelajaran Cooperative
Integrated Reading And Composition (CIRC). Ada beberapa
alasan yang menyebabkan penggunaan pembelajaran
kooperatif sangat penting dalam praktik pendidikan, yaitu

--( 169 )--


meningkatkan pencapaian hasil belajar para siswa,
mengembangkan hubungan antar kelompok, penerimaan
terhadap teman sekelas yang lemah akedemik. Cooperative
Integrated Reading And Composition (CIRC) merupakan
program komprehensif untuk mengajarkan membaca dan
menulis pada sekolah dasar pada tingkat yang lebih dan juga
pada sekolah menengah.
2) Langkah-langkah
Langkah-langkah dalam proses pembelajaran yang
menggunakan Cooperative Integrated Reading And
Composition (CIRC) adalah :
a) Guru membentuk kelompok yang anggotanya empat
atau lima orang secara heterogen (berbede jenis kelamin,
latar belakang, status sosial, kemampuan akademik dan
lainlain).
b) Guru memberikan wacana sesuai dengan topik atau
materi yang akan diajarkan.
c) Siswa bekerja sama saling membacakan dan
menemukan ide pokok dan memberikan tanggapan
terhadap wacana dan ditulis pada selembar kertas.
d) Perhatian siswa tehadap pelajaran guru, aktifitas siswa
terhadap situasi kelompok, membantu teman yang
kesulitan, kemampuan siswa bertanya materi yang
belum jelas, kemampuan siswa mengemukakan
pendapat, siswa mampu memberi sanggahan dan
tanggapan, keberanian siswa mempresentasikan hasil
diskusinya, membuat kesimpulan sendiri, kemampuan
siswa dalam mengerjakan soal.
e) Guru membuat kesimpulan bersama.
f) Pada akhir pembelajaran, guru memberikan kuis atau
soal untuk mengetahui tingkat kepahaman siswa pada
materi yang telah diajarkan. Dalam Cooperative
Integrated Reading And Composition (CIRC) guru
menggunakan bahan yang berisi latihan soal. Para guru
ditugaskan untuk berpasangan dalam tim mereka untuk

--( 170 )--


belajar dalam serangkaian kegiatan yang bersifat
kognitif, termasuk membacakan cerita satu sama lain
(Slavin, 2010: 16-17). Dalam kebanyakan kegiatan
Cooperative Integrated Reading And Composition
(CIRC), para siswa mengikuti serangkaian pengajaran
guru, praktek tim, dan kuis. Para murid tidak
mengerjakan kuis sampai teman satu sama timnya
menyatakan bahwa mereka merasa siap. Penghargaan
untuk tim akan diberikan kepada tim berdasarkan kinerja
rata-rata dari semua anggota tim. Tujuan utama dari
Cooperative Integrated Reading And Composition
(CIRC) adalah menggunakan timtim dari kooperatif
untuk membantu para siswa mempelajari kemampuan
memahami bacaan yang dapat diaplikasikan secara luas.
Cooperative Integrated Reading And Composition
(CIRC) terdiri dari tiga unsur penting yakni kegiatan
dasar, pelajaran memahami bacaan, dan seni berbahasa.
Dalam semua kegiatan ini para siswa bekerja dalam tim-
tim heterogen.
3) Unsur-unsurUnsur-unsur dari Cooperative Integrated
Reading And Composition (CIRC) adalah sebagai berikut :
a) Kelompok membaca
Jika menggunakan kelompok membaca, para siswa di
bagi dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari dua
atau tiga orang berdasarkan tingkat kemampuan
membaca mereka yang telah ditentukan oleh guru
mereka.
b) Tim
Para siswa di bagi dalam tiga pasangan dalam kelompok
membaca mereka, dan selanjutnya pasangan-pasangan
tersebut dibagi kedalam tim yang terdiri dari pasangan
dari dua kelompok membaca.
c) Kegiatan yang berhubungan dengan cerita Siswa
menggunakan bahan bacaan didiskusikan dalam
kelompok membaca yang diarahkan guru yang

--( 171 )--


memakan waktu kurang lebih 15 menit tiap harinya.
Dalam kelompok ini guru menentukan tujuan dari
membaca, mendiskusikan bahan bacaan setelah siswa
selesai membacanya.
4) Kelebihan dan kekurangan
Setiap model pembelajaran mempunyai keuntungan dan
kerugian. Pada model pembelajaran Cooperative Integrated
Reading And Composition (CIRC), kelebihan dan
kelemahannya adalah :
a) Kekelebihan
(1) Setiap siswa aktif dan terlibat dalam proses
pembelajaran
(2) Melatih siswa untuk berani memberikan tanggapan,
mengemukakan pendapat atau sanggahan secara
lisan dan tertulis
(3) Mempermudah siswa memahami materi pelajaran
(4) Meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis
suatu peristiwa
b) Kelemahan
(1) Membutuhkan banyak waktu
(2) Guru sulit mengatur materi pelajaran agar tujuan
pembelajaran dapat tercapai sesuai alokasi waktu
yang ditetapkan.
c. Kooperatif Tipe NHT
1) Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT.
Numbered Head Together (NHT) atau penomoran
berfikir bersama adalah merupakan jenis
pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk
mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai
alternatif terhadap struktur kelas tradisional.
Numbered Head Together (NHT) dikembangkan
oleh Spenser Kagen (1993) untuk melibatkan lebih
banyak siswa dalam menelaah materi yang
tercangkup dalam suatu pelajaran dan mengecek
pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut

--( 172 )--


(Trianto. 2009: 82). Sedangkan menurut A‟la
(2010:100) Numbered Head Together (NHT) adalah
suatu metode belajar berkelompok dan setiap siswa
diberi nomor kemudian guru memanggil nomor dari
siswa secara acak. Numbered Head Together (NHT)
memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling
membagikan ide-ide dan mempertimbangkan
jawaban yang paling tepat. NHT ini juga mendorong
siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama
mereka. NHT ini bisa digunakan dalam semua mata
pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik
(Lie, A. 2002: 59). Jadi dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah
merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif
struktural khusus yang dirancang untuk
mempengaruhi pola interaksi siswa dalam
memperoleh materi yang tercangkup dalam suatu
pelajaran dan mengecek pemahaman mereka
terhadap isi pelajaran.Menurut Suyatno (2009: 53)
tipe NHT (Numbered Head Together) adalah salah
satu tipe dari pembelajaran kooperatif dengan
langkah sebagai berikut:
a) Mengarahkan
b) Membuat kelompok heterogen dan tiap
siswa,memiliki nomer tertentu.
c) Memberikan persoalan materi bahan ajar (untuk
tiap kelompok sama tapi untuk tiap siswa tidak
sama sesuai dengan nomor siswa, tiap siswa
dengan nomor sama mendapat tugas yang sama
d) Mempresentasikan hasil kerja kelompok dengan
nomor siswa yang sama sesuai tugas masing-
masing sehingga terjadi diskusi kelas.
e) Mengadakan kuis individual dan membuat skor
perkembangan tiap siswa.

--( 173 )--


f) Mengumumkan hasil kuis dan memberikan
reward.Menurut Trianto (2009: 82) sebagai
pengganti pertanyaan langsung kepada seluruh
kelas, guru menggunakan 4 langkah struktur
Number Heads Together yaitu :
(1) Langkah -1 : Penomoran; Guru membagi
siswa ke dalam kelompok beranggotakan 3
sampai 5 orang secara heterogen dan kepada
setiap anggota kelompok diberi nomor 1
sampai 5.
(2) Langkah -2 : Pengajuan pertanyaan; Guru
mengajukan pertanyaan kepada siswa.
Pertanyaan dapat bervariasi dan spesifik
dalam bentuk kalimat tanya.
(3) Langkah -3 : Berpikir Bersama Siswa
menyatakan pendapat terhadap jawaban
pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota
dalam timnya mengetahui jawaban tersebut.
(4) Langkah -4 : Pemberian Jawaban; Guru
menyebut nomor tertentu kemudian siswa
yang nomornya mengacungkan tangannya
dan mencoba menjawab pertanyaan untuk
seluruh kelas.Dalam pelaksanaannya,
langkah-langkah tersebut dapat
dikembangkan sebagai berikut :
Pendahuluan
(a) Menginformasikan materi yang akan
dibahas atau mengaitkan materi yang
akan dibahas dengan materi yang lalu.
(b) Mengkomunikasikan tujuan
pembelajaran yang akan dicapai secara
rinci dan menjelaskan model
pembelajaran yang akan dilaksanakan.

--( 174 )--


(c) Memotivasi siswa agar timbul rasa ingin
tahu tentang konsep-konsep yang akan
dipelajari.
Kegiatan Inti
(a) Langkah ke-1 : Penomoran
Kegiatan ini diawali dengan membagi
siswa ke dalam kelompok yang
beranggotakan 5 orang siswa dan setiap
anggota kelompok diberi nomor 1sampai
dengan 5.
(b) Langkah ke-2 (Mengajukan Pertanyaan)
Menjelaskan materi secara sederhana
Mengajukan pertanyaan
(c) Langkah ke-3 (Berpikir Bersama)
Pada langkah ini siswa memikirkan
pertanyaan yang akan diajukan oleh guru.
Menyatukan pendapat dengan jalan
mengerjakan LKS di bawah bimbingan
guru dan memastikan bahwa tiap anggota
kelompoknya sudah mengetahui
jawabannya.
(d) Langkah ke-4 (Pemberian Jawaban)
Pada langkah ini guru memanggil salah
satu nomor dari salah satu kelompok
secara acak, Siswa yang disebut
nomornya dalam kelompok yang
bersangkutan mengacungkan tangannya,
Mencoba menjawab untuk seluruh kelas
dan ditanggapi oleh kelompok lain,Jika
jawaban dari hasil diskusi kelas sudah
dianggap betul, siswa diberi kesempatan
untuk mencatat dan apabila jawaban
masih salah, guru akan mengarahkan,
Guru memberikan pujian kepada
siswa/kelompok yang menjawab betul.

--( 175 )--


2) Menghitung Skor Individual dan Tim
Perhitungan skor peningkatan (point
kemajuan)individu dihitung berdasarkan skor awal,
dalam penelitian ini didasarkan pada nilai pre test
dan nilai evaluasi. Berdasarkan skor awal setiap
siswa memiliki kesempatan yang sama untuk
memberikan sumbangan skor maksimal bagi
kelompoknya berdasarkan skor tes yang
diperolehnya. Adapun penghitungan skor
peningkatan individu pada penelitian ini diambil dari
penskoran peningkatan individu yang dikemukakan
Slavin, E.R.(2010:159) seperti pada tabel di bawah
ini : Tabel. Pedoman Pemberian Skor Perkembangan
IndividuSkor Kuis/ Evaluasi, Poin, Kemajuan, Lebih
dari 10 point di bawah skor awal 5, 10 - 1 point di
atas skor awal 10,Skor awal sampai 10 point di atas
skor awal 20, Lebih dari 10 point di atas skor awal
30, Kertas jawaban sempurna (terlepas dari skor
awal) 30.
d. Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Macth
1) Pengertian Make a macth
Menurut Suprijono (2011: 94) Merupakan tipe yang
menggunakan kartu. Kartu-kartu tersebut terdiri dari
kartu berisi pertanyaanpertanyaan dan kartu-kartu
lainnya berisi jawaban dari pertanyaanpertanyaan
tersebut.
2) Kelebihan dan kekurangan
Kelebihan dari pembelajaran kooperatif tipe make a
macth ini yaitu siswa mencari pasangan sambil
belajar mengennai suatu konsep atau topik dalam
suasana yang menyenangkan. Dan tekhnik ini bisa
digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk
semua tingkatan usia anak didik. (Lie, 2010:
55).Sedangkan kelemahan dari pembelajaran
kooperatif tipe make a macth ini yaitu tidak semua

--( 176 )--


peserta didik baik yang berperan sebagai pemegang
kartu pertanyaan, pemegang kartu jawaban, maupun
penilai mengetahui dan memahami secara pasti
apakah betul kartu pertanyaan-jawaban yang mereka
pasangkan sudah cocok. Demikian halnya bagi
peserta didik kelompok penilai. Mereka juga belum
mengetahui pasti apakah penilaian mereka benar atas
pasangan pertanyaan-jawaban. (Sandjana, 2011: 95)
3) Langkah-langkah pembelajaran make a macth
Menurut Rusman (2011: 223) langkah-langkah
pembelajaran pada pembelajaran make a macth
sebagai berikut:
a) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi
beberapa konsep atau topik yang cocok untuk
sesi review, sebaliknya satu bagian di Sekolah
kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.
b) Setiap peserta didik mendapat satu buah kartu.
c) Setiap peserta didik memikirkan jawaban atas
soal dari kartu yang dipegang.
d) Setiap peserta didik mencari pasangan yang
mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya
(jawaban soal).
e) Setiap peserta didik yang dapat mencocokan
kartuya sebelum batas waktu diberi point.
f) Setelah satu babak, kartu dikocok lahi agar setiap
peserta didik mendapat kartu yang berbeda dari
sebelumnya.
g) Kesimpulan.

D. Model Pembelajaran Saintifik


Model Pembelajaran adalah proses pembelajaran yang
dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruk
konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk
mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah,
mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan

--( 177 )--


berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan
mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”.
Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan
pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai
materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal
dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari
guru. Oleh karena itu kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta
diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari
berbagai sumber melalui observasi, dan bukan hanya diberi tahu.
Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran melibatkan
keterampilan proses seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur,
meramalkan,menjelaskan, dan menyimpulkan.
Dalam melaksanakan proses-proses tersebut, bantuan guru
diperlukan.Akan tetapi bantuan guru tersebut harus semakin berkurang
dengan semakin bertambah dewasanya siswa atau semakin tingginya
kelas siswa.Metode saintifik sangat relevan dengan tiga teori belajar
yaitu teori Bruner, teori Piaget, dan teori Vygotsky.
Teori belajar Bruner disebut juga teori belajar penemuan. Ada
empat hal pokok berkaitan dengan teori belajar Bruner (dalam Carin &
Sund, 1975).
1. individu hanya belajar dan mengembangkan pikirannya apabila ia
menggunakan pikirannya.
2. dengan melakukan proses-proses kognitif dalam proses penemuan,
siswa akan memperoleh sensasi dan kepuasan intelektual yang
merupakan suatau penghargaan intrinsik.
3. satu-satunya cara agar seseorang dapat mempelajari teknik-teknik
dalam melakukan penemuan adalah ia memiliki kesempatan untuk
melakukan penemuan.
4. dengan melakukan penemuan maka akan memperkuat retensi
ingatan. Empat hal di atas adalah bersesuaian dengan proses
kognitif yang diperlukan dalam pembelajaran menggunakan metode
saintifik. Teori Piaget, menyatakan bahwa belajar berkaitan dengan
pembentukan dan perkembangan skema (jamak skemata). Skema
adalah suatu struktur mental atau struktur kognitif yang dengannya

--( 178 )--


seseorang secara intelektual beradaptasi dan mengkoordinasi
lingkungan sekitarnya (Baldwin, 1967).
Pembelajaran dengan metode saintifik memiliki karakteristik
sebagai berikut:
1. berpusat pada siswa.
2. melibatkan keterampilan proses sains dalam mengonstruksi konsep,
hukum atau prinsip.
3. melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam
merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan
berpikir tingkat tinggi siswa.
4. dapat mengembangkan karakter siswa.
Proses pembelajaran dengan pendekatan Saintific terdiri atas
lima pengalaman belajar pokok yaitu:
1. mengamati
2. menanya
3. mengumpulkan informasi
4. mengasosiasi
5. mengkomunikasikan
Langkah-langkah penerapan pada model pembelajaran saintifik:
1. Menanya : seorang siswa yang bertanya dengan apa yang ia lihat
dan perhatikan.
2. Mengumpulkan Data : siswa yang dianjurkan untuk mengumpulkan
data dengan cara mencari informasi dan melakukan kunjungan atau
observasi.

E. Model Pembelajaran Student Facilitator And Explaining


1. Pengertian Model pembelajaran Student Facilitator and Explaining,
Adalah model pembelajaran dimana siswa mempresentasikan ide
atau pendapat pada siswa lain. Melalui model pembelajaran ini,
memberikan kebebasan pada siswa untuk menuangkan ide,
gagasan, pendapat tentang suatu permasalahan yang berhubungan
dengan pemahaman konsep mau pun penerapan dalam kehidupan
sehari-hari (Depdiknas, 2006).Pembelajaran adalah upaya
membelajarkan siswa untuk belajar. Kegiatan pembelajaran akan

--( 179 )--


melibatkan siswa mempelajari sesuatu dengan cara efektif dan
efisien ( Muhaimin, 1991:131).
Pembelajaran dapat diartikan sebagai cara untuk mencapai
sesuatu untuk melaksanakan suatu strategi digunakan seperangkat
metode pengajaran tertentu.Dalam pengertian demikian maka
metode pembelajaran menjadi salah satu unsurdalam strategi belajar
mengajar unsur seperti sumber belajar, kemampuan gurudan siswa,
media pendidikan, materi pengajaran, organisasi adalah: waktu
yangtersedia kondisi kelas dan lingkungan merupakan unsur-unsur
yang mendukungstrategi belajar-mengajar.
Ada beberapa komponen dalam strategi pembelajaran.
Komponen-komponen tersebut adalah:
a. Tujuan pengajaran, tujuan pengajaran merupakan acuan
yangdipertimbangkan untuk memilih strategi belajar mengajar.
b. Guru, masing-masing guru berbeda dalam pengalaman,
pengetahuan, kemampuan menyajikan pelajaran, gaya
mengajar, pandangan hidup dan wawasan. Perbedaan ini
mengakibatkan adanya perbedaan dalam pemilihan strategi
belajar mengajar yang digunakan dalam program pengajaran.
c. Pesertadidik, dalam kegiatan belajar mengajar peserta didik
mempunyai latar belakang yang berbeda-beda, hal ini perlu
dipertimbangkan dalam menyusun strategi belajar mengajar
yang tepat.
d. Materi pelajaran, materi pelajaran dapat dibedakan antara materi
formal (isipelajaran dalam buku teks resmi/buku paket
disekolah) dan materi informal (bahan-bahan pelajaran yang
bersumber dari lingkungan sekolah).
e. Metode pengajaran, ada berbagai metode pengajaran yang
perludi pertimbangkan dalam strategi belajar mengajar.
f. Media pengajaran.Sebagaimana disebutkan bahwa banyak
sekali strategi baru dalam pembelajaran. Dari berbagai strategi
baru dalam pembelajaran tersebut, sebenarnya bias digunakan
dalam proses pembelajaran Pendidikan matematika. Hal ini
sebagai upaya pengembangan dari metode-metode lama yang
kadang dianggap kurang banyak melibatkan peserta didik dalam

--( 180 )--


proses pembelajaran. Salah satu strategi pembelajaran tersebut
adalah strategi Student Facilitator And Explaining. Strategi ini
merupakan strategi dalam model Cooperatif learning, yaitu
suatu proses pembelajaran dengan maksud untuk
memberdayakan pesertadidik agar belajar dengan menggunakan
berbagai cara atau strategi secara aktif.
Strategi Pembelajaran Student Facilitator And Explaining
adalah strategi pembelajaran yang digunakan oleh pendidik dengan
maksud meminta peserta didik untuk berperan menjadi narasumber
terhadap semua temannya di kelas belajar. Strategi ini merupakan
sebuah strategi yang mudah, guna memperoleh keaktifan kelas
secara keseluruhan dan tanggung jawab secara individu. Strategi ini
memberikan kesempatan pada setiap peserta didik untuk bertindak
sebagai seorang “pengajar/penjelas materi dan seorang yang
menfasilitasi proses pembelajaran” terhadap peserta didik lain.
Dengan strategi ini, peserta didik yang selama ini tidak mau terlibat
akan ikut serta dalam pembelajaran secara aktif.Dengan memahami
beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan, bahwa strategi
pembelajaran adalah siasat guru dalam mengefektifkan,
mengefiensikan, serta mengoptimalkan fungsi dan interaksi antara
siswa dengan komponen pembelajaran dalam suatu kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pengajaran.
2. Prinsip Student Facilitator And Explaining
Menurut Yatim Riyanto (2010:61 ) Pembelajaran Student
Facilitator and Explaining (murid sebagai fasilitas dan penjelas)
merupakan pembelajaran dengan maksud siswa atau peserta didik
belajar mempresentasikan ide atau pendapat pada rekan peserta
didik lainnya. Pembelajaran ini efektif untuk melatih siswa
berbicara dan menyampaikan ide, gagasan atau pendapatnya
sendiri.
Teknik pembelajaran ini memotivasi semua siswa untuk aktif
dan member kesempatan pada siswa untuk mengajar temannya dan
mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu yang sama, serta
dapat membuat pertanyaan dan mengemukakan pendapat. Model
Student Facilitator and Explaining (bermain peran) dilakukan

--( 181 )--


dengan cara penguasaan siswa terhadap bahan-bahan pembelajaran
melalui imajinasi dan penghayatan yang dilakukan siswa.
Pengembangan imajinasi dan penghayatan yang dilakukan
siswa dengan memerankan sebagai tokoh baik pada benda hidup
atau benda mati. Model ini dapat dilakukan secara individu atupun
secara kelompok.Oleh karenanya, model ini dapat meningkatkan
motivasi belajar, antusias, keaktifan dan rasa senang dalam belajar
siswa. Tujuan yang ingin dicapai dalam kegiatan ini adalah lebih
kepada kemandirian dan berpiki siswa. Elemen yang dimunculkan
dalam kegiatan ini adalah kerja individu, kemampuan berbicara dan
mendengarkan.Karena pada dasarnya pembelajaran aktif adalah
untuk mengarahkan atensi peserta didik terhadap materi yang
dipelajarinya.
3. Langkah-langkah Student Facilitator And Explaining
Langkah-langkah Student Facilitator and Explaining menurut
Yatim Riyanto ( 2010 : 279 ) adalah sebagai berikut:
a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
b. Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi
c. Memberikan kesempatan siswa untuk menjelaskan kepada
siswa lainnya
d. Guru menyimpulkan ide/pendapat dari siswa
e. Guru menerangkan semua materi yang disajikan saat itu.
4. Kelebihan dan Kekurangan Student Facilitator And Explaining
Setiap metode atau model pembelajaran tentunya sama-sama
memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Adapun
kelebihan dan kekurangan model Student Facilitator and
Explaining adalah :
a. Kelebihan
1) Dapat menerangkan kepada siswa lain, dapat mengeluarkan
ide-ide yang ada dipikirannya sehingga lebih dapat
memahami materi tersebut.
2) Dapat meningkatkan pencurahan waktu pada tugas. Karena
siswa dituntut menggunakan waktunya untuk mengerjakan
tugas-tugas atau permasalahan yang diberikan oleh guru di
awal pertemuan. Dengan demikian, diharapkan siswa

--( 182 )--


mampu memahami materi dengan baik sebelum guru
menyampaikan pada pertemuan selanjutnya.
3) Dapat memperbaiki kehadiran, karena tugas yang diberikan
oleh guru pada setiap pertemuan melibatkan siswa secara
aktif. Oleh sebab itu, bagi siswa yang sekali tidak hadir akan
dalam pertemuan ditekan untuk hadir pada pertemuan
berikutnya terkait dengan tugas yang telah ia terima
sebelumnya.
4) Dapat memotivasi siswa untuk selalu meningkatkan volume
belajarnya.
5) Dapat melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar
mengajar dalam kelas.
6) Para siswa dapat menggunakan waktu yang lebih banyak
untuk mengerjakan tugasnya dan untuk mendengarkan satu
sama lain. Sehingga pemahaman materi pembelajaran lebih
dipahami hal ini dapat terlihat banyaknya siswa yang akan
mengangkat tangan untuk menjawab pertanyaan dengan
pasangannya.
7) Guru mempunyai waktu yang lebih banyak untuk berfikir
dan berkonsentrasi mendengarkan jawaban siswa,
disamping dapat dengan seksama mengamati reaksi siswa,
dan mengajukan pertanyaan yang lebih detil.
Dari kelebihan model Student Facilitator and Explaining
dapat disimpulkan bahwa pada tahap akhir guru hanya sebagai
fasilitator serta daya serap pembelajaran yang diterima siswa
lebih banyak dan cepat, dibandingkan dengan metode lain,
karena pada metode yang lain siswa yang aktif dalam kelas
hanya siswa tertentu atau pada siswa yang rajin saja, sedangkan
siswa yang lain hanyalah ”pendengar” pada materi yang
disampaikan guru.
b. Kekurangan
Sedangkan kekurangandari Model Pembelajaran Student
Facilitator and Explaining adalah :
1) Adanya pendapat yang sama sehingga hanya sebagian saja
yang tampil

--( 183 )--


2) Banyak siswa yang kurang aktif dalam pembelajaran ini.
3) Membutuhkan koordinasi secara bersamaan dari berbagai
aktifitas.
4) Membutuhkan perhatian khusus dalam penggunaan ruang
kelas.
5) Peralihan dari secara klasikal ke kelompok kecil dapat
menyita waktu pengajaran. Oleh karena itu, guru harus
dapat membuat perencanaan yang seksama sehingga dapat
meminimalkan waktu tang tersedia.
6) siswa yang pasif dapat mengganggu teman-temannya, atau
siswa yang seharusnya menyelesaikan soal dengan cara
berdiskusi bersama kelompoknya kadang dimanfaatkan
untuk berbicara diluar materi pelajaran.
7) Siswa yang kurang aktif sering menggantungkan kepada
teman yang aktif.
8) Kelas yang jumlah siswanya banyak dapat berpengaruh
pada saat pelaksanaan pembelajaran.
9) Jumlah siswa yang ganjil berdampak pada pembentukan
kelompok. Hal ini memperlambat pada proses pelaksanaan.
Karena setelah pasangan yang lain selesai pada tahap akhir.
10) Kesulitan mengatur waktu yang sesuai dengan perencanaan,
disaat ada siswa yang mengulur-ulur waktu dengan alasan
pekerjaan belum selesai. Oleh karena itu, diperlukan guru
untuk sering mendatangi masing-masing kelompok untuk
mengecek kesiapannya.
11) Guru memberikan point pada siswa yang sering bertanya,
atau memberikan sanggahan saat proses berlangsung

*****

--( 184 )--


DAFTAR PUSTAKA

Afandi, Muhammad, dkk. 2013. Model dan Metode Pembelajaran di


Sekolah. Semarang: Sultan Agung Pres.

A‟ la, M. 2010. Quantum Teaching. Jogjakarta: Diva Press.

Amstembun, N.A. 1981. Manajemen Kelas. Bandung: IKIP Bandung.

Anwar, A. 2010. ”Pendekatan Matematika Realistik; Cara efektif


meningkatkan pemahaman logika matematika siswa”. Makalah
SepNas FKIP Unsyiah, Banda Aceh.

Arif, Zainuddin. 1986. Andralogi. Bandung: Aksara.

Danim, Sudarwan. 2010. Profesionalisasi dan Etika Profesi Guru.


Bandung: Alfabeta.

Derajat, Zakiyah. 1996. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:


Rineka Cipta.

Entang, M. Dkk. 1983. Pengelolaan Kelas. Jakarta: PPLPTK,


Depdikbud RI.

Frandsen, AN. 1957. How Children Learn. New York: Mc Graw-Hill


Book Company Inc.
Gagne, R.M & Briggs. LJ. 1974. Principles of Instructional Design.
New York.
Gazali. 1974. Ilmu Jiwa. Bandung: Ganaco NV.

Gie, The Liang. 1970. Cara Belajar yang Efisien. Jogyakarta: Gajah
Mada Universitas Press.

Hamalik, Oemar. 1975. Metode Belajar dan Kesulitan-kesulitan


Belajar. Bandung: Tarsito.

--( 185 )--


_______, 1986. Media Pendidikan. Bandung: Alumni.

Hartanto, Y. 2008. Pendekatan Matematika Realistik. Jakarta:


Depdiknas.

Hasibuan, JJ., & Moedjiono. 1988. Proses Belajar Mengajar. Jakarta:


Pustaka Al Husna.

Hilgard, Ernest R. 1962. Instruction to Psychology. New York and


Burlingame: Harcourt Brace and World Inc.

Isjoni. 2010. Cooperative Learning Efektivitas Pembelajaran


Kelompok. Bandung: Alfabeta.

Joni T, Raka. 1980. Strategi Belajar-Mengajar: Suatu Tinjauan


Pengantar. Jakarta: Proyek Pengembangan Pendidikan Guru
(P3G).

Karo-Karo, S. Ulih Bukit. 1975. Suatu Pengantar ke Dalam


Metodologi Pengajaran. Salatiga: Saudara.

Lie, A. 2005. Cooperative Learning. Jakarta: Gramedia Widiasarana.

Muhaimin, dkk. 2010. Manajemen Pendidikan Pendidikan Aplikasinya


Dalam Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah atau
Madrasah. Jakarta: Kencana Prenada media group
Mulyasa, E. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja
Rosdakarya.

Nalole, M. (2008, September). Pembelajaran Pengurangan Pecahan


melalui Pendekatan Realistik di Kelas V Sekolah Dasar.
INOVASI [Naskah].

Paul, Suparsono. 1997. Filsafat Kontstruktivisme Dalam Pendidikan.


Yogyakarta: Kanisius.

Purwanto, Ngalim. 1995. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis.


Bandung: Rosda Karya.

Rusman. 2011. Model-model Pembelajaran: Mengembangkan


Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Perss.

--( 186 )--


Rustiyah, N.K., 1982. Masalah-masalah Ilmu Keguruan. Jakarta: Bina
Aksara.

Sardiman, Arif. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar. Jakarta: Rajawali


Pers.

Slavin. 2010. Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik.


Bandung : Penerbit Nusa Media

Sudjana, N Dkk. 2007. Media Pengajaran. Bandung : PT Sinar


Baru Algensindo

Suparman, Atwi. 1989. Strategi Instruksional yang Efektif & Efisien.


Semarang: IKIP Semarang.

Supinah. 2008. Pembelajaran Matematika SD dengan Pendekatan


Kontekstual dalam melaksanakan KTSP. Yogyakarta : Pusat
Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga
Kependidikan Matematika.

Suprijono A. 2010. Cooperative Learning. Yogyakarta : Pustaka


Pelajar.

Suryabrata, Sumadi. 1973. Psikologi Pendidikan (Suatu Penyajian


Secara Operasional). Yogyakarta: Rake Press.

Suryobroto, D. 2002. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Staton, Thomas F. 1978. Cara Mengajar dengan Hasil yang Baik.


Bandung: CV. Diponegoro.

Trianto. 2007. Model – Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi


Konstruktivistik. Jakarta : Prestasi Pustaka.
Winkel, W.S., 1983. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. (alih
Bahasa: M. Buchori). Jakarta: Aksara Baru.

--( 187 )--


RIWAYAT PENULIS

Jusmawati, dilahirkan di Tanete Harapan,


Kecamatan Cina, Kabupaten Bone, pada tanggal
03 April 1990, anak kedua dari tiga bersaudara
buah hati pasangan Mashudi dan Muliati. Suami
Jumliadi, S.HI., M.H dan telah dikaruniai seorang
anak bernama Muhammad Habibi Al-Fatih.
Penulis menempuh pendidikan dasar di SD Negeri
201 Ajang Pulu pada tahun 1996 dan tamat pada
tahun 2002, Selanjutnya pada tahun yang sama penulis melanjutkan
pendidikan di SMP Negeri 6 Watampone dan tamat pada tahun 2005.
Kemudian pada tahun itu juga, penulis menempuh pendidikan di SMA
Negeri 2 Watampone dan selesai pada tahun 2008. Selanjutnya pada
tahun yang sama penulis diterima di Universitas Islam Negeri (UIN)
Alauddin Makassar pada Program Studi Pendidikan Matematika dan
selesai pada tahun 2012. Pada tahun 2013 penulis melanjutkan
pendidikan di Program Pascasarjana Universitas Negeri Makassar
(UNM) dengan Program Studi Pendidikan Matematika Kekhususan
Matematika Sekolah dan selesai tahun 2015. Hingga kini penulis aktif
sebagai Dosen tetap di Program Studi PGSD Universitas Megarezky.

*****

--( 188 )--


Eka Fitriana HS, dilahirkan di Rappang, Kab.
Sidrap pada tanggal 18 Maret 1988, anak pertama
dari empat bersaudara buah hati pasangan Drs. H.
Hasanuddin Bakri, M. Si. dan Dra. Hj. Ratnawati.
Suami Muh. Reski Salemuddin, S. Sos., M. Pd dan
telah dikaruniai dua orang anak bernama Alfian
Raditya Fahreza dan Anindya Qirani Reza. Penulis
menempuh pendidikan dasar di SD Negeri 6
Rappang Kab. Sidrap pada tahun 1994 dan tamat pada tahun 2000,
Selanjutnya pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di
SMP Negeri 1 Panca Rijang Kab. Sidrap dan tamat pada tahun 2003.
Kemudian pada tahun itu juga, penulis menempuh pendidikan di
SMAN 1 Panca Rijang Kab. Sidrap dan selesai pada tahun 2006.
Selanjutnya pada tahun yang sama penulis diterima di Universitas
Negeri Makassar pada Program Studi D2 PGSD dan tamat pada tahun
2008. Pada tahun 2008 penulis melanjutkan pendidikan pada Program
Studi Pendidikan S1 PGSD Universitas Negeri Makassar dan selesai
pada tahun 2011. Pada tahun 2012 penulis melanjutkan pendidikan di
Program Pascasarjana Universitas Negeri Makassar (UNM) dengan
Program Studi Pendidikan Matematika Kekhususan Matematika
Sekolah dan selesai tahun 2014. Hingga kini penulis aktif sebagai
Dosen tetap di Program Studi PGSD Universitas Megarezky. Untuk
lebih mengembangkan potensi akademik, penulis senantiasa
mengharapkan kerjasama, kritikan, dan saran dari pembaca melalui
email ekhafitriana88@gmail.com

*****

--( 189 )--


--( 190 )--

Anda mungkin juga menyukai