Fenomena Tasyri
Fenomena Tasyri
Fenomena Tasyri
“TARIKH TASYRI’”
Dosen Pengampu:
Disusun oleh:
KELAS A
FAKULTAS SYARIAH
2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan karunia-
Nya, yang telah melimpahkan berkah-Nya kepada kita semua. Dalam kesempatan
ini, saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penulisan makalah ini.
Tidak lupa, saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing dan teman-teman sejawat yang telah memberikan masukan dan
dukungan yang berarti dalam proses penulisan makalah ini. Tanpa bantuan dan
dukungan mereka, makalah ini tidak akan terwujud.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan wawasan
yang bermanfaat bagi pembaca.
Penyusun
II
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................II
DAFTAR ISI..........................................................................................................III
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG...................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH..............................................................................1
C. TUJUAN PENULISAN................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................3
A. DEFINISI TASYRI’..................................................................................3
B. PERKEMBANGAN TASYRI’ DI NEGARA SAUDI ARABIA..............3
C. FENOMENA TASYRI’ DI NEGARA MESIR.........................................8
D. FENOMENA TASYRI’ DI NEGARA MALAYSIA...............................11
E. FENOMENA TASYRI’ DI NEGARA BRUNEI DARUSSALAM........15
F. FENOMENA TASYRI’ DI NEGARA YORDANIA..............................17
G. FENOMENA TASYRI’ DI NEGARA INDIA DAN PAKISTAN ISLAM
18
H. FENOMENA TASYRI’ DI NEGARA TURKI UTSMANI....................19
BAB III..................................................................................................................21
PENUTUTP...........................................................................................................21
KESIMPULAN......................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................22
III
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
IV
C. TUJUAN PENULISAN
V
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI TASYRI’
1
Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag, Ikhtisar Tarikh Tasyri’, (Jakarta: AMZAH, 2013), hal. 2-3
VI
berpegang kepada hukum syari'ah islamiyah Madzhab Salafush-Shalih,
yang memerangi bid'ah dan khurafat.
VII
d. Peraturan kerja dan bekerja Peraturan ini dikeluarkan tahun
1947, berhubung dengan pekerjaan syarikat perminyakan antara
Arab dan Amerika. Dasarnya adalah hukum- hukum syara' untuk
kemaslahatan umum.
e Peraturan pajak Peraturan ini dikeluarkan karena meluasnya yang
harus dibiayai oleh kerajaan, sehingga diharuskan adanya pajak.
Dalam hal ini pajak dihubungkan dengan zakat syari'ah dan
kewajiban pajak bagi syarikat perusahaan.
f. Peraturan-peraturan lain-lain.
1) Hukum Islam
Antara Ajaran dan Budaya Di negeri-negeri muslim masalah
fiqih Islami dalam hal- hal ibadah, mu'amalalah pada umumnya
berpegang pada tasyri Islami yang pada prakteknya fiqih
madzahib yang dipegang tidak lagi hanya satu-satunya
pegangan, melainkan bervariasi dalam menerapkan hukum
Islam tersebut. Ada yang dengan memakai madzhab lain yang
lebih sesuai dengan kebutuhan hukum, ada yang mengambil
dari hukum Barat dalam masalah duniawiyah, walaupun dalam
ahwaal asyakhshiyah tetap dipakai pokok pegangan adalah
fiqih Islami.
2) Perkembangan fiqih
Secara keilmuan Pada zaman modern ini, fiqih ditulis para
ulama' tidak lagi seperti zaman kebangkitan, masa taqlid
kepada madzhab, dengan suatu kumpulan hukum islam, mulai
fiqih ibadah, munakahat, mu'amalat dan jinayat pada satu judul
yang bejilid-jilid, melainkan fiqih disusun per-maudhu' dengan
mengkompilasikan pendapat berbagai madzhab yang
dihubungkan dengan dasar nash wahyu dan yang aplicable di
daerah penyusunnya atau yang sesuai dengan logika
VIII
penyusunnya. Sebagai contoh: Abu Zahrah, Abdul Wahab
Khallaf, Al-Khudhari dan lain-lain menyusun ushul fiqh,
dengan mengabungkan semua ushul fiqih, dari Abu Hanifah,
Maliki, Asy-Syafi'i, dan Ahmad Ibnu Hanbal. Abu Zahrah,
Abdul Wahab Khallaf dan Muhammad Syallabi, menyusun
kitab tentang wakaf dengan judul Muhadharatu fil Waqf,
alwaqf wal Washiyah dengan mengkompilasikan madzhab yang
empat dan menggabungkan dengan Undang-undang yang
berlaku di Mesir, di Syiria, di Libanon dan di Tunisia. Yusuf
Musa menyusun Nidhamul Hukmi fil Islam (suatu disiplinfiqih
dusturi), dengan mengkompilasikan (menyitir dan
membandingkan) pendapat-pendapt ulama' terdahulu, seperti
Al-Mawardi dalam Al-Ahkamus Sultaniyyah, Ibnu Kholdun
pada muqaddimah, Al-Gozali dan lain-lain. Abdul Qadir Audah
menyusun Al-Tasyri'ul-jinaaiyul- Islaamiy, (fiqih jinayat,
dengan dua jilid a 758 pagina) disamping meninjau dengan
pendapat- pendapat, juga mengkomparasikan dengan Undang-
undang yang berlaku (Qanun wadly). Sementara Abdul Zahrah,
menyusun kitab falsafah Al-Jinaiy-Al-slamiy, sebagai disiplin
ilmu baru yaitu filsafat hukum pidana islami. Syekh M.
Syaltud, menyusun Al-Islam aqidah Wa Syari'ah, fiqh Dauli
aammah, dan al-ahkam dauliyah yang berisi tentang hukum
perang (fiqhul harbi). Abul A'la Al-Maududi menyusun tentang
Fiqih Dusturi Islami dan lain-lain. Disiplin-disiplin yang
muncul di era modern ini selain falsafah hukum islam, secara
keseluruhan, adalah juga filsafat hukum masing-masing
maudhu', yang merupakan penyempurnaan hikmatut tasyri'.
Jika kitab-kitab Pengantar Ilmu Fiqih, seperti Salam Madzkur,
dan lain-lain menyusun al-Madkhal-nya. Yang baru lagi
sebagai disiplin tambahan dalam ilmu fiqih ialah yang
membahas masalah-masalah yang baru muncul yang pada
zaman dulu belum pernah ada yang merupakan masail fiqhiyah
IX
seperti pembahasan tentang hukum pencangkokan jantung,
kornea mata, inseminasi buatan, bayi tabung, resusitasi
cardiopulmoner, eutanasiya, puasa penduduk daerah kutub dan
lain-lain.
3) Problema fiqih
Dari beberapa catatan bahwa pada zaman modern ini masalah
fiqih dan ilmu fiqh telah berkembang tidak lagi sebagaimana
pada zaman mujtahidin abad kedua-keempat, yang masalahnya
merupakan suatu paket kumpulan hukum islami yang dipetik
dari dalil-dalilnya yang tafsili, melainkan telah berkembang
dengan perkembangan zaman, yang dengan beberapa variasi,
ada yang masalahnya diperluas dengan yang berkembang di
zaman modern seperti fiqih dauli khashshah, fiqih dauli
'ammah dan fiqih dusturi, yang tidak terlalu dijelaskan dalam
kitab-kitab fiqih lama. Walaupun masalah ini sudah pernah
disusun tersendiri, seperti oleh Al-Mawardi dengan kitab Al-
Ahkaam Sulthaniyyah-nya, dan Ibnu Khaldun dalam
Miqaddimahnya.
Fiqih yang timbul baru adalah Filsafat Hukum Islam yang
merupakan perluasan dari ushul fiqh, seperti yang dikarang Asy-
Syatibi pada Al-Muwafaqaat, diperluas dan diperdalam lagi
menjadi filsafat hukum Islam. Pembagian hukum dalam kitab fiqih
lama bervariasi, dari yang membagi kepada empat bagian (ibadah,
munakahat, mu'amalat dan jinayat), yang tidak memasukkan
masalah ahkamus-sulthanniyat. Dan sekarang setelah terasa
perlunya masalah qadlaiyyat dibahas tersendiri dan bahkan timbul
perlu adanya hukum acara (ahkammuraffa'aat) baik muraffa'at
madaniyah maupun ijraa'at jazaa'iyyat. (Hukum Acara Perdata dan
Hukum Acara Pidana). Fathi Utsman dalam Al-Fikrul-Qanuunul-
Islamiy, menulis bahwa masalah fiqh Islam selain masalah ibadah
itu juga:
1) Ahkaam al-ahwaal asy-syakhshiyyah
X
2) Ahkaam Madaniyah
3) Al-Ahkaam Jinayah
4) Al-Ahkaam al-Murraffa'aat
5) Al-Ahkaam
6) Al-Ahkaam al-iqtishaadiyah wal maaliyah Izzudin
Ibnu Abdis-salaam membagi masalah fiqh kepada delapan bagian,
yaitu:
a. Fiqih ibadah
b. Fiqih ahwaal syakhshiyah
c. Jinayah
d. Murraffa'aat
e. Dauliyah
f. Madaniyah
g. Iktishadiyah
h. Harb
Tidak tertinggal dari pendidikan sendiri berperan dalam
perkembangan islam dari Ibnu Taimiytah dalam mengemukakan sistem
pemikiran, Ibn Taimiyah selalu berpegang teguh pada al-Quran dan
Hadits, dan pendapat-pendapat para sahabat. Walaupun demikian ia tetap
mepergunakan akal dengan semestinya, dan meletakan kedudukan akal di
belakang al- Quran dan Hadits. Ia juga tidak setuju dengan fanatisme dan
kejumudan.2
Mesir, yang terletak di dalam dua benua; Asia dan Afrika, adalah
sebuah negara yang penuh dengan legenda. Kehidupan penduduknya
sangat bergantung kepada sungai Nil. Karena ketergantungannya itu,
Derek Hopwood mengatakan bahwa bangsa Mesir adalah tawanan sungai
Nil.17 Mesir merupakan sebuah negara yang terkenal dengan sejarah
peradabannya, yang telah ada semenjak 4000 tahun SM. Ia merupakan
negara para Nabi karena itu ia dikenal dengan sebutan Ardh al-Anbiya’.
2
Rizki Ananda, Tasyri’ Di Negara Timur Tengah Masa Kini,
https://id.scribd.com/document/515549999/Tasyri-di-Negara-Timur-Tengah-Masa-kini
XI
Islam memasuki negeri ini pada tahun 639 M (di masa ‘Umar bin
al-Khattab sebagai Khalifah II dalam sejarah Islam), di bawah pimpinan
‘Amru bin ‘Ash. Pemerintahan yang berkuasa di Mesir pada saat itu adalah
Dinasti Byzantium yang bermarkas di Alexandria, dan agama bangsa
Mesir pada saat itu adalah Kristen Koptik.
Semenjak kedatangan Islam ke negeri itu, kaum Koptik menjadi
kaum minoritas, karena Islam sangat digemari oleh bangsa Mesir. Mereka
beranggapan bahwa Islamlah yang bisa membebaskan mereka dari tekanan
penguasa.
XII
bermadzhab Hanafi. Pada saat itu, meskipun mayoritas penduduk Mesir
adalah pengikut madzhab Maliki, namun dalam peradilan, para qadli
meggunakan madzhab Hanafi sebagai landasan hukum.
2. Madzhab Imam Malik
Madzhab Maliki merupakan salah satu madzhab yang paling banyak
mempunyai pengikut di Mesir. Hal ini disebabkan karena mayoritas
masyarakat Mesir lebih mempercayai pendapat ulama Madinah daripada
para ulama yang berasal dari daerah lainnya. Asas dari madzhab Maliki
adalah fiqh Imam Malik yang tertulis dalam al-Muwattha’ dan syarkhnya.
Orang yang pertama membawa ajaran Imam Malik ke Mesir adalah
Abdurrahim ibn Khalid ibn Yazid ibn Yahya. Ia adalah seorang faqih yang
meninggal di Iskandariyah pada tahun 163 H.
3. Madzhab Syafi’i
Sebelum kedatangan imam Syafi’i di Mesir, mayoritas kaum muslimin di
Mesir saat itu bermadzhab Maliki, namun ketika Syafi’i datang dan mulai
mengajarkan madzhabnya, banyak orang yang tertarik dan menjadi
pengikut Syafi’i. Dan pada masa al-Maqdisi, mulai ada seorang ulama
bermadzhab Syafi’i yang dipercaya menjadi imam di masjid Ibn Thulun
yang sebelumnya para imam di sana hanyalah yang bermadzhab Maliki.
Dan tidak sampai satu abad, madzhab tersebut banyak diminati
sebagaimana madzhab imam Malik. Namun dalam perkembangan
madzhab fiqh di Mesir selanjutnya, sering terjadi pertikaian antara
pengikut madzhab Syafi’i dan Maliki.
4. Madzhab Hanbali.
Pada waktu itu, bentuk peradilan di Mesir masih bersifat sederhana dan
diadakan di masjid, kemudian berkembang secara bertahap. Tempat
persidangan berada di masjid Amru ibn Ash, yang digunakan untuk mengadili
semua kalangan, baik kaum Arab muslim, atau orang Mesir yang masuk
Islam,dan penduduk non-muslim.
Al-Kindy menyebutkan bahwa seorang qadli yang bernama Khair ibn
Na’im al-Hadrami mengadili kaum muslimin di dalam masjid, kemudian
XIII
setelah Ashar ia duduk di depan masjid untuk mengadili kaum Nasrani.
Sedangkan Muhammad ibn Masruq memberi izin bagi kaum Nasrani yang
bersengketa untuk diadili di dalam masjid sebagaimana kaum muslimin.
Dalam mengambil keputusan, para qadli merujuk kepada syari’at Islam
yang berlandaskan al-Qur’an, al-hadis, ijma’, ijtihad, dan qiyas. Undang-
undang saat itu belum dikodifikasikan, tapi para hakim menulis setiap
permasalahan dalam sebuah kertas dan menyimpannya secara khusus di lemari
masjid.
3
Nur Lailatul Musyafa‟ah, Penerapan Syariat Islam di Mesir, (Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel
Surabaya: AL-DAULAH: JURNAL HUKUM DAN PERUNDANGAN ISLAM) VOLUME 2, NOMOR 2,
OKTOBER 2012. Hal. 214
XIV
Fenomena tasyri' di Malaysia, yang berarti "penyempurnaan hukum Islam"
dalam bahasa Indonesia, telah menjadi bagian penting dalam sejarah
perkembangan hukum Islam di negara tersebut. Tasyri' Islam di Malaysia dimulai
dengan proses Islamisasi yang berlangsung melalui jalur perdagangan, di mana
para pedagang muslim dan muballig dari Arab dan Gujarat berinteraksi dengan
masyarakat setempat.4
Proses ini berjalan dengan baik, dan berdirinya kerajaan Islam pertama di
Semenanjung Malaka, yaitu kerajaan Islam Kalantan, pada pertengahan abad ke-
12, menandai awal dari Islamisasi di Malaysia. Kerajaan Islam Malaka, yang
didirikan oleh Sultan Muhammad Syah, memiliki undang-undang tertulis yang
disebut "Undang-undang Malaka" atau "Kanun Malaka". Beberapa kesultanan
Islam di Jawa juga dipengaruhi oleh Kanun Malaka, menunjukkan bagaimana
hukum Islam di Malaysia telah berinteraksi dengan hukum adat setempat dan
hukum lainnya.
Pada masa modern, Malaysia telah mengembangkan hukum Islam yang
lebih sistematis dan terstruktur. Hukum Islam di Malaysia diterapkan melalui
Undang-Undang Dasar Negara Malaysia,5 yang menempatkan Islam sebagai
agama resmi negara. Selain itu, Malaysia juga memiliki sistem perundang-
undangan yang memungkinkan perlindungan dan kebebasan untuk menjalankan
ajaran agama non-Islam. Dalam konteks tasyri', Malaysia telah mengalami
beberapa fase perkembangan hukum Islam. Fase pertama adalah periode stagnasi
dan kejumudan, di mana hukum Islam tidak berkembang secara signifikan. Fase
kedua adalah periode kebangkitan, di mana hukum Islam mulai dikodifikasikan
dan diterapkan secara lebih sistematis. Fase ketiga adalah periode modern, di
mana hukum Islam di Malaysia terus berkembang dan disesuaikan dengan
kebutuhan masyarakat dan perkembangan sosial-politik negara.
XV
Islam dengan hukum adat setempat dan hukum lainnya, serta pengembangan
sistem perundang-undangan yang memungkinkan perlindungan dan kebebasan
untuk menjalankan ajaran agama non-Islam. Fenomena tasyri' di Malaysia dapat
dilihat sebagai bagian dari proses perkembangan hukum Islam di negara tersebut.
Tasyri' Islam, yang berarti kodifikasi hukum Islam, telah menjadi subjek perhatian
dalam sejarah perkembangan hukum Islam di Malaysia. Berikut adalah beberapa
aspek yang terkait dengan fenomena tasyri' di Malaysia:6
A. Kodifikasi Hukum Islam : Malaysia memiliki sejarah panjang dalam
mengkodifikasi hukum Islam. Pada abad ke-15, kerajaan Islam Malaka
berdiri dengan undang-undang tertulis yang disebut “Undang-undang
Malaka”. Kerajaan ini tercatat sebagai kerajaan pertama di Malaysia yang
memiliki undang-undang tertulis yang disebut dengan “Undang-undang
Malaka”
C. Kerajaan Islam Malaka : Kerajaan Islam Malaka, yang berdiri pada abad
ke-15, memiliki rajanya yang pertama adalah Parameswara Iskandar Syah,
yang memeluk Islam pada tahun 1414 M dengan gelar Sultan Muhammad
Syah. Kerajaan ini tercatat sebagai kerajaan pertama di Malaysia yang
memiliki undang-undang tertulis yang disebut dengan “Undang-undang
Malaka”
6
Nurrohman,formalisasi syari`at islam di Malaysia, jurnal ar-risalah, vol 12 no. 1, 2012 hlmn. 86
XVI
menjalankan ajaran agamanya. Hal ini menunjukkan bagaimana hukum
Islam diintegrasikan ke dalam sistem hukum negara Malaysia
XVII
yang lebih formal dan modern. Selain itu, pemerintah Malaysia telah
meningkatkan peran hukum Islam dalam kehidupan sehari-hari, seperti dalam hal-
hal seperti pernikahan, perceraian, dan warisan
8
Nuril pitriyani,nuryani,dwi noviani,hilmin,perbandingan system pendidikan islam brunei
darusalam dan Indonesia, jurnal studi islam Indonesia, vo 1 no 1, juni 2023. Hlmn 89.
XVIII
Dalam konteks ini, fenomena tasyri' di Brunei Darussalam menunjukkan
bagaimana Islam diterapkan dalam sistem politik dan sosial negara, serta
bagaimana negara ini berupaya menerapkan nilai-nilai keislaman dalam
kehidupan sehari-hari. Fenomena tasyri' di negara Brunei Darussalam meliputi
perumusan Syariah atau nash yang dapat diterapkan dalam berbagai aspek
kehidupan, seperti dalam sistem pemerintahan, perbankan, dan lain-lain. Dalam
konteks Brunei Darussalam, tasyri' fokus pada pengembangan sistem Islam yang
lengkap dan berbasis syariah, seperti yang dilihat dalam pengembangan Bank
Islam Brunei (IBB) dan Tabung Amanah Islam Brunei (Islamic Trust Fund of
Brunei). Sultan Hassanal Bolkiah telah berpartisipasi aktif dalam
mengembangkan sistem Islam yang lengkap di Brunei Darussalam, termasuk
dengan mengubah sistem bank konvensional menjadi bank berbasis syariah Islam.
Fenomena tasyri' di Brunei Darussalam meliputi beberapa aspek yang terkait
dengan implementasi hukum Islam dan politik di negara ini. Berikut adalah
beberapa contohnya:
1. Penggunaan Hukum Syara' : Sultan Syarif Ali diangkat menjadi raja dan
mulai membuat undang-undang yang berdasarkan hukum syara'.
Penggunaan hukum syara' sebagai pegangan dan undang-undang
dilaksanakan secara bertahap, mempengaruhi cara Sultan mengukuhkan
ajaran Islam dan membina masyarakat yang berbasis pada masjid
XIX
Sharia Penal Code Order 2013 (SPCO) yang menghasilkan produk hukum
yang responsif. Kebijakan ini didasarkan pada aspirasi rakyat sebagai
manifestasi budaya dan praktik agama masyarakat Brunei
5. Visi dan Misi Brunei 2035 : Visi Brunei 2035 berfokus pada
pengembangan masyarakat yang berilmu, berkemahiran tinggi, dan
bertamadun. Misi ini mencakup pengembangan universitas, pusat
pentadbiran yang komprehensif, serta perpustakaan yang cukup. Visi ini
menunjukkan bahwa pemimpin Brunei memiliki visi misi yang jelas untuk
mengembangkan budaya dan tamadun di Asia
Tarikh Utsmani menjadi asas tasyri’ di Yordania dan Palestina. Kemudian pada tahun
1946 dan 1951 mengeluarkan peraturan perundang-undangan antara lain:
a. Undang-Undang Hukum Sipil dan Hukum Dagang. Pada dasarnya, undang-
undang ini digunakan oleh Utsmani, Mesir, dan Syiri’a
b. Undang-Undang Hukum Acara. Dilengkapi dengan undang-undang pada tahun
1928 dan undnag-undnag No. 33 Tahun 1946.
c. Undnag-Undang Hukum Pidana. Undang-Undang Utsmani berlaku sampai tahun
1951, dimana setelah itu dikeluarkannya Undang-Undnag Pidana Yordania, yang
kemudian diperbaharui menjadi Undnag-Undang No. 16 Tahun 1960
d. Udang-Undang Hukum Militer. Undang-undnag ini dikeluarkan pada tahun 1952.
e. Undang-Undang Hukum Acara Pidana
XX
f. Undang-Undang lainnya, seperti:
1. Undang-Undang Merk Perdagangan Tahun 1952
2. Undang-Undang Penerbangan Sipil Tahun 1953
3. Undang-Undang Hak Paten Tahun 1953
4. Undang-Undang Kepegawaian atau Buruh Tahun 1960
Dalam Hukum Keluarga di negara Yordania, pemerintahannya sangat memperhatikan
hukum syara’ yang berhubungan dengan ahwal al-syakhsyiyah. Pada tahun 1927
dikeluarkan juga peraturan tentang keluarga yang awalnya diambil dari hukum
Utsmani. Dikeluarkan pula Undang-Undang No. 2 tentang Hukum Keluarga Yordania
baru saja mengatur ahwal al-syakhsyiyah terkecuali pembahasan tentang waris dan
wasiat. Negara Yordania juga pernah memberlakukan Qanun al-Huquq al-A`ilah al-
Urduniah No. 26 Tahun 1947. Oleh karenanya, dengan lahirnya undang-undang No.
92 Tahun 1951 maka semua undang-undang terdahulu sudah terhapuskan.9
XXI
manifestasi, dan terutama dari kerusakan, kemunduran masyarakat Islam. Tokoh
yang paling menonjol dalam gerakan ini adalah Sir Sayid Ahmad Khan dengan
aligharnya.
Sayid Ahmad, pikirannya tidak mau terbelenggu oleh otoritas hadits dan fiqih, ia
menyerap jiwa kebudayaan Barat terutama rasionalisme, semua diukur dengan
kritik rasional. Akibatnya, ia menolak semua hal yang bertentangan dengan logika
dan hukum alam.10 Pertama-tama ia hanya mau mengambil al-Qur’an sebagai
yang menentukan bagi Islam, sedangkan yang lainnya adalah membantu. Ia
memulai sama sekali dengan Al-Qur’an dan dibawa untuk menguraikan tentang
relevansinya dengan masyarakat baru pada zamannya. Dengan itu sudah barang
tentu ia menolak otoritas lama (taqlid).
XXII
dengan tegas mengadakan perbedaan antara urusan agama dan urusan dunia.
Urusan agama diatur oleh ukum syari’ah, sedangkan urusan dunia diatur oleh
hukum non syari’ah. Pada tahun 1840 pemerintah mengeluarkan Undang-Undang
Hukum Pidana baru. Pada tahun 1847 mendirikan mahkamah-mahkamah baru
untuk urusan pidana dan perdata, dan pada tahun 1850 mengeluarkan Undang-
undang hukum dagang baru . Undang-undang ini menurut Coulson, sebagian hasil
terjemahan dari Undang-undang hukum dagang Prancis. Ada juga piagam yang
diumumkan atas desakan negara-negara barat pada kerajaan utsmani,
dimaksudkan memberi muatan Undang-undang yang banyak menguntungkan
kedudukan orang-orang Eropa diwilayah pemerintahan Utsmani (piagam
Humayun).
XXIII
BAB III
PENUTUTP
KESIMPULAN
XXIV
DAFTAR PUSTAKA
Fathoni, sejarah social hukum islam di asia negara, 2015, laman web
https://journal.uinsgd.ac.id. diakses pada 05/05/2024.
Nabil Ahmad, ‘Sir Sayyid Ahmad Khan, Gerakan Pembaharuan Aligarh Di India’.
El-Buhuth, 2.2 (2020).
XXV