Fenomena Tasyri

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 25

FENOMENA TASYRI’ DI BEBERAPA NEGARA MUSLIM

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

“TARIKH TASYRI’”

Dosen Pengampu:

Mohammad Asy’ari, M.H.I

Disusun oleh:

Umul Khoiriyah (22301032)

Fiola Ellarahmah (22301035)

Siska Fajri Inderaswari (22301123)

KELAS A

HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KEDIRI

2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan karunia-
Nya, yang telah melimpahkan berkah-Nya kepada kita semua. Dalam kesempatan
ini, saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penulisan makalah ini.

Makalah ini berjudul "Fenomena Tasyri’ di Beberapa Negara Muslim".


Melalui makalah ini, kami berharap dapat memberikan pemahaman yang lebih
luas tentang fenomena tasyri’ yang ada di negara negara muslim.

Tidak lupa, saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing dan teman-teman sejawat yang telah memberikan masukan dan
dukungan yang berarti dalam proses penulisan makalah ini. Tanpa bantuan dan
dukungan mereka, makalah ini tidak akan terwujud.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan wawasan
yang bermanfaat bagi pembaca.

Kediri, 03 Mei 2024

Penyusun

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................II
DAFTAR ISI..........................................................................................................III
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG...................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH..............................................................................1
C. TUJUAN PENULISAN................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................3
A. DEFINISI TASYRI’..................................................................................3
B. PERKEMBANGAN TASYRI’ DI NEGARA SAUDI ARABIA..............3
C. FENOMENA TASYRI’ DI NEGARA MESIR.........................................8
D. FENOMENA TASYRI’ DI NEGARA MALAYSIA...............................11
E. FENOMENA TASYRI’ DI NEGARA BRUNEI DARUSSALAM........15
F. FENOMENA TASYRI’ DI NEGARA YORDANIA..............................17
G. FENOMENA TASYRI’ DI NEGARA INDIA DAN PAKISTAN ISLAM
18
H. FENOMENA TASYRI’ DI NEGARA TURKI UTSMANI....................19
BAB III..................................................................................................................21
PENUTUTP...........................................................................................................21
KESIMPULAN......................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................22

III
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tasyri’ di beberapa negara Muslim telah mengalami perkembangan


yang signifikan, terutama dalam konteks sejarah dan perkembangan
hukum Islam. Dalam beberapa negara, Perkembangan tasyri’ di beberapa
negara Muslim juga dipengaruhi oleh kebangkitan Islam modern, dimana
ijtihad kembali dikumandangkan dan ajakan untuk kembali ke al-Qur'an
dan Sunnah meningkat.
Dalam beberapa negara, seperti di Timur Tengah, tasyri’ juga telah
mengalami perkembangan yang signifikan, dengan beberapa negara Islam
mempraktikkan hukum Islam sebagai perundang-undangan dalam Negara
Islam modern. Oleh karena itu, tasyri’ di beberapa negara Muslim telah
menjadi fenomena yang kompleks dan dinamis, dipengaruhi oleh berbagai
faktor sejarah, politik, dan keagamaan.
Didalam makalah ini akan dipaparkam tentang bagaimana
perkembangan tasyri’ di beberapa Negara Muslim di Dunia khususnya di
Negara-negara Timur Tengah. Mulai dari Arab, Mesir, Syiria, Libanon, dan
lain-lain.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimanakah definisi Tasyri’?


2. Bagaimana Fenomena Tasyri’ di Negara Saudi Arabia?
3. Bagaimana Fenomena Tasyri’ di Negara Mesir?
4. Bagaimana Fenomena Tasyri’ di Negara Malaysia?
5. Bagaimana Fenomena Tasyri’ di Negara Brunei Darussalam?
6. Bagaimana perkembangan Tasyri’ di Negara Yordania?
7. Bagaimana perkembangan Tasyri’ di Negara India dan Pakestin Islam?
8. Bagaimana perkembangan Tasyri’ di Negara Turki Utsmani?

IV
C. TUJUAN PENULISAN

1. Untuk mengetahui definisi Tasyri’.


2. Untuk mengetahui tentang perkembangan Tyri’ di Negara Saudi
Arabia.
3. Untuk mengetahui tentang perkembangan Tasyri’ di Negara Mesir.
4. Untuk mengetahui tentang perkembangan Tasyri’ di Negara Malaysia.
5. Untuk mengetahui tentang perkembangan Tasyri’ di Negara Brunei
Darussalam.
6. Untuk mengetahui tentang perkembangan Tasyri’ di Negara Yordania.
7. Untuk mengetahui tentang perkembangan Tasyri’ di Negara India dan
Pakestin Islam.
8. Untuk mengetahui tenang perkembangan Tasyri’ di Negara Turki
Utsmani.

V
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI TASYRI’

tasyri' berasal dari kata syariat yang secara sederhana diartikan


hukum, peraturan, dan perundang-undangan. Tasyri' (legislation atau
enactment of law) artinya penetapan undang-undang dalam agama Islam.
Tasyri ialah menetapkan hukum, pembentukan qanun (undang-undang),
dan peraturan. Syariat diartikan beberapa peraturan atau ketentuan yang
diwahyukan oleh Allah kepada Nabi Muhammad untuk manusia yang
mencakup tiga bidang, yaitu:
1. keyakinan (aturan-aturan yang berkaitan dengan akidah),
2. perbuatan (ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan tindakan
hukum seseorang), dan
3. akhlak (tentang nilai baik dan buruk).

Secara istilah, tarikh tasyri' memiliki banyak pengertian yang disebutkan


oleh para ahli, di antaranya Muhammad Ali Al-Sayis dalam bukunya
Târîkh Al-Fiqh Al-Islâmî mendefinisikan tarikh tasyri' dengan ilmu yang
membahas keadaan penetapan hukum Islam pada masa kerasulan
(Rasulullah masih hidup) dan sesudahnya dengan periodisasi munculnya
hukum serta hal-hal yang berkaitan dengannya, juga membahas keadaan
fuqaha dan mujtahid dalam merumuskan hukum-hukum tersebut. Secara
sederhana, tarikh tasyri' ialah sejarah penetapan hukum Islam yang
mengatur perbuatan umat manusia yang mukallaf dari masa Nabi sampai
dengan sekarang.1

B. FENOMENA TASYRI’ DI NEGARA SAUDI ARABIA

Perkembangan fiqih islami di Saudi Arabia adalah sangat menarik


untuk dikemukakan, secara umum telah diketahui bahwa Saudi Arabia
didirikan atas pandangan Syekh Muhammad Ibnu Abdul Wahab, yang

1
Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag, Ikhtisar Tarikh Tasyri’, (Jakarta: AMZAH, 2013), hal. 2-3

VI
berpegang kepada hukum syari'ah islamiyah Madzhab Salafush-Shalih,
yang memerangi bid'ah dan khurafat.

Hukum yang berlaku sebagimana pada zaman Khulafaur Rosyidin,


yaitu berpegang kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah. Pada waktu daulah
Ustmaniyah yang menjadi pegangan pokok adalah madzhab Hanafi, dan
dipakai juga madzhab Syafi'i di Hijaz dan madzhab Hanbali di Najd.
Setelah Abdul Aziz ibn Su'ud berkuasa, hukum pengadilan ditentukan
madzhab Hanbali sehingga madzhab ini menjadi madzhab yang resmi di
seluruh Kerajaan Saudi.

Oleh Karena itu, buku pegangan bagi hakim pengadilan adalah


kitab Syarah Al- Muntaha dan Syarah Iqna'. Apabila tidak ada nash,
diambil dari Syarh Zad al-Ma'ad dan Syarh Dalilul Falihin, atau juga dari
kitab lain yang lebih luas dan diambil keputusan yang lebih rajih

Berdasarkan keputusan Raja tahun 1930 M, yang di nashkan dalam


kitab-kitab Imam Ahmad diamalkan tanpa musyawarah oleh anggota
mahkamah, apabila tidak ada nash mereka harus ijtihad dan anggota
mahkamah harus berkumpul untuk ijtihad bersama (ijtihad jama'i), adapun
tentang ibadat sesuai dengan madzhabnya yang dianut masing-masing.
Disamping itu dikeluarkan pula peraturan perundang-undangan:

a. KUH Acara, untuk mengatur tata kerja acara pengadilan tahun


1938, kemudian tahun 1952.
b. KUH Dagang tahun 1931, KUHD adalah KUH yang sangat
penting di Saudi Arabiah. Baik perdagangan darat maupun
dilautan, terdiri dari 633 pasal.
c. Undang-undang Hukum Pidana Pada tahun 1951 (1370)
dikeluarkan Undang-undang Pidana terutama dalam masalah ta'zir,
tentang minuman khamer, liwath, dengan penjara dan jilid, atas
diyat 1000 riyal, dan lain-lain. Selain undang-undang, ada
peraturan-peraturan hukum pidana militer tahun 1951, peraturan-
peraturan tentang perhubungan, kendaraan dan lain-lain tahun
1942.

VII
d. Peraturan kerja dan bekerja Peraturan ini dikeluarkan tahun
1947, berhubung dengan pekerjaan syarikat perminyakan antara
Arab dan Amerika. Dasarnya adalah hukum- hukum syara' untuk
kemaslahatan umum.
e Peraturan pajak Peraturan ini dikeluarkan karena meluasnya yang
harus dibiayai oleh kerajaan, sehingga diharuskan adanya pajak.
Dalam hal ini pajak dihubungkan dengan zakat syari'ah dan
kewajiban pajak bagi syarikat perusahaan.
f. Peraturan-peraturan lain-lain.

1) Hukum Islam
Antara Ajaran dan Budaya Di negeri-negeri muslim masalah
fiqih Islami dalam hal- hal ibadah, mu'amalalah pada umumnya
berpegang pada tasyri Islami yang pada prakteknya fiqih
madzahib yang dipegang tidak lagi hanya satu-satunya
pegangan, melainkan bervariasi dalam menerapkan hukum
Islam tersebut. Ada yang dengan memakai madzhab lain yang
lebih sesuai dengan kebutuhan hukum, ada yang mengambil
dari hukum Barat dalam masalah duniawiyah, walaupun dalam
ahwaal asyakhshiyah tetap dipakai pokok pegangan adalah
fiqih Islami.

2) Perkembangan fiqih
Secara keilmuan Pada zaman modern ini, fiqih ditulis para
ulama' tidak lagi seperti zaman kebangkitan, masa taqlid
kepada madzhab, dengan suatu kumpulan hukum islam, mulai
fiqih ibadah, munakahat, mu'amalat dan jinayat pada satu judul
yang bejilid-jilid, melainkan fiqih disusun per-maudhu' dengan
mengkompilasikan pendapat berbagai madzhab yang
dihubungkan dengan dasar nash wahyu dan yang aplicable di
daerah penyusunnya atau yang sesuai dengan logika

VIII
penyusunnya. Sebagai contoh: Abu Zahrah, Abdul Wahab
Khallaf, Al-Khudhari dan lain-lain menyusun ushul fiqh,
dengan mengabungkan semua ushul fiqih, dari Abu Hanifah,
Maliki, Asy-Syafi'i, dan Ahmad Ibnu Hanbal. Abu Zahrah,
Abdul Wahab Khallaf dan Muhammad Syallabi, menyusun
kitab tentang wakaf dengan judul Muhadharatu fil Waqf,
alwaqf wal Washiyah dengan mengkompilasikan madzhab yang
empat dan menggabungkan dengan Undang-undang yang
berlaku di Mesir, di Syiria, di Libanon dan di Tunisia. Yusuf
Musa menyusun Nidhamul Hukmi fil Islam (suatu disiplinfiqih
dusturi), dengan mengkompilasikan (menyitir dan
membandingkan) pendapat-pendapt ulama' terdahulu, seperti
Al-Mawardi dalam Al-Ahkamus Sultaniyyah, Ibnu Kholdun
pada muqaddimah, Al-Gozali dan lain-lain. Abdul Qadir Audah
menyusun Al-Tasyri'ul-jinaaiyul- Islaamiy, (fiqih jinayat,
dengan dua jilid a 758 pagina) disamping meninjau dengan
pendapat- pendapat, juga mengkomparasikan dengan Undang-
undang yang berlaku (Qanun wadly). Sementara Abdul Zahrah,
menyusun kitab falsafah Al-Jinaiy-Al-slamiy, sebagai disiplin
ilmu baru yaitu filsafat hukum pidana islami. Syekh M.
Syaltud, menyusun Al-Islam aqidah Wa Syari'ah, fiqh Dauli
aammah, dan al-ahkam dauliyah yang berisi tentang hukum
perang (fiqhul harbi). Abul A'la Al-Maududi menyusun tentang
Fiqih Dusturi Islami dan lain-lain. Disiplin-disiplin yang
muncul di era modern ini selain falsafah hukum islam, secara
keseluruhan, adalah juga filsafat hukum masing-masing
maudhu', yang merupakan penyempurnaan hikmatut tasyri'.
Jika kitab-kitab Pengantar Ilmu Fiqih, seperti Salam Madzkur,
dan lain-lain menyusun al-Madkhal-nya. Yang baru lagi
sebagai disiplin tambahan dalam ilmu fiqih ialah yang
membahas masalah-masalah yang baru muncul yang pada
zaman dulu belum pernah ada yang merupakan masail fiqhiyah

IX
seperti pembahasan tentang hukum pencangkokan jantung,
kornea mata, inseminasi buatan, bayi tabung, resusitasi
cardiopulmoner, eutanasiya, puasa penduduk daerah kutub dan
lain-lain.
3) Problema fiqih
Dari beberapa catatan bahwa pada zaman modern ini masalah
fiqih dan ilmu fiqh telah berkembang tidak lagi sebagaimana
pada zaman mujtahidin abad kedua-keempat, yang masalahnya
merupakan suatu paket kumpulan hukum islami yang dipetik
dari dalil-dalilnya yang tafsili, melainkan telah berkembang
dengan perkembangan zaman, yang dengan beberapa variasi,
ada yang masalahnya diperluas dengan yang berkembang di
zaman modern seperti fiqih dauli khashshah, fiqih dauli
'ammah dan fiqih dusturi, yang tidak terlalu dijelaskan dalam
kitab-kitab fiqih lama. Walaupun masalah ini sudah pernah
disusun tersendiri, seperti oleh Al-Mawardi dengan kitab Al-
Ahkaam Sulthaniyyah-nya, dan Ibnu Khaldun dalam
Miqaddimahnya.
Fiqih yang timbul baru adalah Filsafat Hukum Islam yang
merupakan perluasan dari ushul fiqh, seperti yang dikarang Asy-
Syatibi pada Al-Muwafaqaat, diperluas dan diperdalam lagi
menjadi filsafat hukum Islam. Pembagian hukum dalam kitab fiqih
lama bervariasi, dari yang membagi kepada empat bagian (ibadah,
munakahat, mu'amalat dan jinayat), yang tidak memasukkan
masalah ahkamus-sulthanniyat. Dan sekarang setelah terasa
perlunya masalah qadlaiyyat dibahas tersendiri dan bahkan timbul
perlu adanya hukum acara (ahkammuraffa'aat) baik muraffa'at
madaniyah maupun ijraa'at jazaa'iyyat. (Hukum Acara Perdata dan
Hukum Acara Pidana). Fathi Utsman dalam Al-Fikrul-Qanuunul-
Islamiy, menulis bahwa masalah fiqh Islam selain masalah ibadah
itu juga:
1) Ahkaam al-ahwaal asy-syakhshiyyah

X
2) Ahkaam Madaniyah
3) Al-Ahkaam Jinayah
4) Al-Ahkaam al-Murraffa'aat
5) Al-Ahkaam
6) Al-Ahkaam al-iqtishaadiyah wal maaliyah Izzudin
Ibnu Abdis-salaam membagi masalah fiqh kepada delapan bagian,
yaitu:
a. Fiqih ibadah
b. Fiqih ahwaal syakhshiyah
c. Jinayah
d. Murraffa'aat
e. Dauliyah
f. Madaniyah
g. Iktishadiyah
h. Harb
Tidak tertinggal dari pendidikan sendiri berperan dalam
perkembangan islam dari Ibnu Taimiytah dalam mengemukakan sistem
pemikiran, Ibn Taimiyah selalu berpegang teguh pada al-Quran dan
Hadits, dan pendapat-pendapat para sahabat. Walaupun demikian ia tetap
mepergunakan akal dengan semestinya, dan meletakan kedudukan akal di
belakang al- Quran dan Hadits. Ia juga tidak setuju dengan fanatisme dan
kejumudan.2

C. FENOMENA TASYRI’ DI NEGARA MESIR

Mesir, yang terletak di dalam dua benua; Asia dan Afrika, adalah
sebuah negara yang penuh dengan legenda. Kehidupan penduduknya
sangat bergantung kepada sungai Nil. Karena ketergantungannya itu,
Derek Hopwood mengatakan bahwa bangsa Mesir adalah tawanan sungai
Nil.17 Mesir merupakan sebuah negara yang terkenal dengan sejarah
peradabannya, yang telah ada semenjak 4000 tahun SM. Ia merupakan
negara para Nabi karena itu ia dikenal dengan sebutan Ardh al-Anbiya’.

2
Rizki Ananda, Tasyri’ Di Negara Timur Tengah Masa Kini,
https://id.scribd.com/document/515549999/Tasyri-di-Negara-Timur-Tengah-Masa-kini

XI
Islam memasuki negeri ini pada tahun 639 M (di masa ‘Umar bin
al-Khattab sebagai Khalifah II dalam sejarah Islam), di bawah pimpinan
‘Amru bin ‘Ash. Pemerintahan yang berkuasa di Mesir pada saat itu adalah
Dinasti Byzantium yang bermarkas di Alexandria, dan agama bangsa
Mesir pada saat itu adalah Kristen Koptik.
Semenjak kedatangan Islam ke negeri itu, kaum Koptik menjadi
kaum minoritas, karena Islam sangat digemari oleh bangsa Mesir. Mereka
beranggapan bahwa Islamlah yang bisa membebaskan mereka dari tekanan
penguasa.

Penerapan Syariat Islam di Mesir pada Masa Klasik


Pada awal pemerintahan Islam di Mesir, kota yang dijadikan
ibukota adalah kota Fusthath, yang juga menjadi pusat perdagangan dan
perekonomian karena letaknya yang strategis. Pada masa ini
kecenderungan orang untuk mempelajari agama Islam terutama fiqh
sangatlah besar melebihi kecenderungan untuk mempelajari ilmu umum
dan filsafat.

Fiqh merupakan ilmu yang muncul setelah meluasnya daerah kekuasaan


Islam karena semakin banyaknya permasalahan baru yang timbul, yang
menyebabkan adanya perbedaan pendapat pada satu masalah. Hal ini berbeda
ketika Rasulullah masih hidup. Perbedaan pendapat ini memunculkan adanya
beberapa madzhab fiqh.

Di masa Abbasiyah empat madzhab fiqh telah berkembang di Mesir, yaitu:

1. Madzhab Abu Hanifah


Madzhab Abu Hanifah di Mesir, perkembangannya tidak sepesat madzhab
Maliki. Hal ini disebabkan karena minimnya orang Mesir yang pergi
menemui Imam Hanafi. Penyebaran madzhab ini di Mesir, melalui para
qadli yang bermadzhab Hanafi yang sedang bertugas di Mesir. Apalagi
pada masa khalifah Harun al-Rasyid yang mengutus abu Yusuf Ya’qub ibn
Ibrahim salah seorang pengikut madzhab Hanafi untuk menjadi qadli di
Baghdad. Dan qadli yang ditugaskan di Irak, Iran, Syam dan Mesir adalah
orang-orang yang dipilih Abu Ya’qub yang mana para qadli tersebut

XII
bermadzhab Hanafi. Pada saat itu, meskipun mayoritas penduduk Mesir
adalah pengikut madzhab Maliki, namun dalam peradilan, para qadli
meggunakan madzhab Hanafi sebagai landasan hukum.
2. Madzhab Imam Malik
Madzhab Maliki merupakan salah satu madzhab yang paling banyak
mempunyai pengikut di Mesir. Hal ini disebabkan karena mayoritas
masyarakat Mesir lebih mempercayai pendapat ulama Madinah daripada
para ulama yang berasal dari daerah lainnya. Asas dari madzhab Maliki
adalah fiqh Imam Malik yang tertulis dalam al-Muwattha’ dan syarkhnya.
Orang yang pertama membawa ajaran Imam Malik ke Mesir adalah
Abdurrahim ibn Khalid ibn Yazid ibn Yahya. Ia adalah seorang faqih yang
meninggal di Iskandariyah pada tahun 163 H.
3. Madzhab Syafi’i
Sebelum kedatangan imam Syafi’i di Mesir, mayoritas kaum muslimin di
Mesir saat itu bermadzhab Maliki, namun ketika Syafi’i datang dan mulai
mengajarkan madzhabnya, banyak orang yang tertarik dan menjadi
pengikut Syafi’i. Dan pada masa al-Maqdisi, mulai ada seorang ulama
bermadzhab Syafi’i yang dipercaya menjadi imam di masjid Ibn Thulun
yang sebelumnya para imam di sana hanyalah yang bermadzhab Maliki.
Dan tidak sampai satu abad, madzhab tersebut banyak diminati
sebagaimana madzhab imam Malik. Namun dalam perkembangan
madzhab fiqh di Mesir selanjutnya, sering terjadi pertikaian antara
pengikut madzhab Syafi’i dan Maliki.
4. Madzhab Hanbali.

Pada waktu itu, bentuk peradilan di Mesir masih bersifat sederhana dan
diadakan di masjid, kemudian berkembang secara bertahap. Tempat
persidangan berada di masjid Amru ibn Ash, yang digunakan untuk mengadili
semua kalangan, baik kaum Arab muslim, atau orang Mesir yang masuk
Islam,dan penduduk non-muslim.
Al-Kindy menyebutkan bahwa seorang qadli yang bernama Khair ibn
Na’im al-Hadrami mengadili kaum muslimin di dalam masjid, kemudian

XIII
setelah Ashar ia duduk di depan masjid untuk mengadili kaum Nasrani.
Sedangkan Muhammad ibn Masruq memberi izin bagi kaum Nasrani yang
bersengketa untuk diadili di dalam masjid sebagaimana kaum muslimin.
Dalam mengambil keputusan, para qadli merujuk kepada syari’at Islam
yang berlandaskan al-Qur’an, al-hadis, ijma’, ijtihad, dan qiyas. Undang-
undang saat itu belum dikodifikasikan, tapi para hakim menulis setiap
permasalahan dalam sebuah kertas dan menyimpannya secara khusus di lemari
masjid.

Penerapan Syariat Islam di Mesir pada Masa Modern


Setelah penjajah Perancis keluar dari Mesir pada 1801, Mesir menerapkan
undang-undang mereka sendiri, meskipun terdapat beberapa bagian yang
mengadopsi dari undang-undang Perancis. Pembaruan hukum di Mesir
berkembang secara paralel.
Mesir telah menerapkan kitab hukum pidana dan perdata pada abad
kesembilan belas. Sebuah kitab hukum perdata baru berdasarkan model kitab
hukum perdata Perancis telah diperlakukan pada tahun 1873.
Penerapan syariat Islam di Mesir juga tercantum dalam undang-undang
kewarisan, undang-undang wakaf, dan undang-undang wasiat. Undang-Undang
Mawaris yang dikeluarkan tahun 1934, ketentuannya diambil dari berbagai
madzhab, dengan berpegang pokok pada kitab Qudry Pasya Kitab Mursyid al-
Hairan Ila Ma’rifati Ahwal al-Insan.
Ashmawi menegaskan bahwa undang-undang perkawinan, warisan, dan
wasiat, diadopsi langsung dari prinsip-prinsip pokok yang terkandung dalam
Alqur’an dan Sunnah serta produk hukum yang paling baik dari berbagai
madzhab yang ada. Sistem adopsi atas prinsip dan opini madzhab fiqh yang ada
itu, dilakukan oleh para pembuat undang-undang atas pertimbangan ‚yang paling
mendekati semangat kekinian dan paling sesuai untuk kondisi sosial rakyat
Mesir‛.3
D. FENOMENA TASYRI’ DI NEGARA MALAYSIA

3
Nur Lailatul Musyafa‟ah, Penerapan Syariat Islam di Mesir, (Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel
Surabaya: AL-DAULAH: JURNAL HUKUM DAN PERUNDANGAN ISLAM) VOLUME 2, NOMOR 2,
OKTOBER 2012. Hal. 214

XIV
Fenomena tasyri' di Malaysia, yang berarti "penyempurnaan hukum Islam"
dalam bahasa Indonesia, telah menjadi bagian penting dalam sejarah
perkembangan hukum Islam di negara tersebut. Tasyri' Islam di Malaysia dimulai
dengan proses Islamisasi yang berlangsung melalui jalur perdagangan, di mana
para pedagang muslim dan muballig dari Arab dan Gujarat berinteraksi dengan
masyarakat setempat.4
Proses ini berjalan dengan baik, dan berdirinya kerajaan Islam pertama di
Semenanjung Malaka, yaitu kerajaan Islam Kalantan, pada pertengahan abad ke-
12, menandai awal dari Islamisasi di Malaysia. Kerajaan Islam Malaka, yang
didirikan oleh Sultan Muhammad Syah, memiliki undang-undang tertulis yang
disebut "Undang-undang Malaka" atau "Kanun Malaka". Beberapa kesultanan
Islam di Jawa juga dipengaruhi oleh Kanun Malaka, menunjukkan bagaimana
hukum Islam di Malaysia telah berinteraksi dengan hukum adat setempat dan
hukum lainnya.
Pada masa modern, Malaysia telah mengembangkan hukum Islam yang
lebih sistematis dan terstruktur. Hukum Islam di Malaysia diterapkan melalui
Undang-Undang Dasar Negara Malaysia,5 yang menempatkan Islam sebagai
agama resmi negara. Selain itu, Malaysia juga memiliki sistem perundang-
undangan yang memungkinkan perlindungan dan kebebasan untuk menjalankan
ajaran agama non-Islam. Dalam konteks tasyri', Malaysia telah mengalami
beberapa fase perkembangan hukum Islam. Fase pertama adalah periode stagnasi
dan kejumudan, di mana hukum Islam tidak berkembang secara signifikan. Fase
kedua adalah periode kebangkitan, di mana hukum Islam mulai dikodifikasikan
dan diterapkan secara lebih sistematis. Fase ketiga adalah periode modern, di
mana hukum Islam di Malaysia terus berkembang dan disesuaikan dengan
kebutuhan masyarakat dan perkembangan sosial-politik negara.

Dalam sintesis, fenomena tasyri' di Malaysia menunjukkan bagaimana hukum


Islam telah berkembang dan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan
perkembangan sosial-politik negara. Proses ini melibatkan interaksi antara hukum
4
Fathoni, sejarah social hukum islam di asia negara, 2015, laman web https://journal.uinsgd.ac.id.
diakses pada 05/05/2024.
5
Jihad khufaya,Muhammad kholil,nurrohman syarif,fenomena hukum islam dimasa
modern;upaya harmonisasi antara eksistensi dan relevansi,vol. 4 no. 2, 2021 hlmn. 129

XV
Islam dengan hukum adat setempat dan hukum lainnya, serta pengembangan
sistem perundang-undangan yang memungkinkan perlindungan dan kebebasan
untuk menjalankan ajaran agama non-Islam. Fenomena tasyri' di Malaysia dapat
dilihat sebagai bagian dari proses perkembangan hukum Islam di negara tersebut.
Tasyri' Islam, yang berarti kodifikasi hukum Islam, telah menjadi subjek perhatian
dalam sejarah perkembangan hukum Islam di Malaysia. Berikut adalah beberapa
aspek yang terkait dengan fenomena tasyri' di Malaysia:6
A. Kodifikasi Hukum Islam : Malaysia memiliki sejarah panjang dalam
mengkodifikasi hukum Islam. Pada abad ke-15, kerajaan Islam Malaka
berdiri dengan undang-undang tertulis yang disebut “Undang-undang
Malaka”. Kerajaan ini tercatat sebagai kerajaan pertama di Malaysia yang
memiliki undang-undang tertulis yang disebut dengan “Undang-undang
Malaka”

B. Pengaruh Perdagangan dan Islamisasi : Perdagangan dan Islamisasi


memainkan peran penting dalam proses kodifikasi hukum Islam di
Malaysia. Kedatangan Islam dan proses Islamisasi berlangsung melalui
jalur perdagangan atas peran para pedagang muslim dan muballig dari
Arab dan Gujarat. Proses Islamisasi ini berjalan baik dengan berdirinya
kerajaan Islam yang pertama di Semenanjung Malaka yaitu kerajaan Islam
Kalantan (pertengahan abad ke-12)

C. Kerajaan Islam Malaka : Kerajaan Islam Malaka, yang berdiri pada abad
ke-15, memiliki rajanya yang pertama adalah Parameswara Iskandar Syah,
yang memeluk Islam pada tahun 1414 M dengan gelar Sultan Muhammad
Syah. Kerajaan ini tercatat sebagai kerajaan pertama di Malaysia yang
memiliki undang-undang tertulis yang disebut dengan “Undang-undang
Malaka”

D. Undang-Undang Dasar Negara Malaysia : Undang-Undang Dasar Negara


Malaysia menempatkan Islam sebagai agama resmi negara, sedangkan
kaum non-Muslim menikmati perlindungan dan kebebasan untuk

6
Nurrohman,formalisasi syari`at islam di Malaysia, jurnal ar-risalah, vol 12 no. 1, 2012 hlmn. 86

XVI
menjalankan ajaran agamanya. Hal ini menunjukkan bagaimana hukum
Islam diintegrasikan ke dalam sistem hukum negara Malaysia

E. Pengkodifikasian Hukum Islam : Pengkodifikasian hukum Islam di


Malaysia terus berlangsung hingga saat ini. Studi tentang pengkodifikasian
hukum Islam di Malaysia menunjukkan bahwa hukum Islam diberlakukan
di suatu negara ketika negara itu memiliki mayoritas penduduk yang
beragama Islam.

Fenomena tasyri' di Malaysia dapat dilihat dalam beberapa aspek. Pertama,


Malaysia memiliki sejarah yang panjang dan kompleks dalam implementasi
hukum Islam. Hukum Islam di Malaysia telah melalui beberapa fase, termasuk
periode Melayu, periode kolonial, dan periode modern. 7 Dalam setiap fase, hukum
Islam di Malaysia telah dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti interaksi dengan
budaya dan agama lain, serta peran pemerintah dalam mengatur dan
mengaplikasikan hukum Islam Kedua, Malaysia memiliki struktur pemerintahan
yang unik, dengan sistem monarki konstitusional yang mempertahankan Islam
sebagai agama resmi negara. Kepala negara, Yang di-Pertuan Agong, dipilih dari
dan oleh sembilan Sultan Negeri-Negeri Malaya untuk menjabat selama lima
tahun secara bergiliran. Sistem pemerintahan di Malaysia juga bermodelkan
sistem parlementer Westminster, warisan Penguasa Kolonial Britania, namun
dengan kekuasaan yang lebih terpusat di eksekutif daripada di legislatif dan
judikatif. Ketiga, Malaysia memiliki komunitas yang beragam, dengan 61%
penduduk berasal dari suku Malaysia pribumi dan sisanya 39% berasal dari India,
Cina, Arab, Pakistan, Persia, Indonesia, dan Turki. Komunitas Muslim di
Malaysia menempati 53% dari total penduduk, dengan mayoritas menganut
mazhab Syafi'i. Undang-Undang Dasar Negara Malaysia menempatkan Islam
sebagai agama resmi negara, sedangkan kaum non-Muslim diberikan
perlindungan dan kebebasan untuk menjalankan ajaran agamanya. Keempat,
Malaysia telah mengalami beberapa perubahan dalam implementasi hukum Islam,
termasuk perubahan dalam sistem hukum dan peran pemerintah. Contohnya,
Malaysia telah mengalami perubahan dari sistem hukum adat ke sistem hukum
7
YW rini,politik (legislasi) hukum islam di Malaysia,2017,laman web : https://media.neliti.ac.id.
diakses pada 6/05/2024.

XVII
yang lebih formal dan modern. Selain itu, pemerintah Malaysia telah
meningkatkan peran hukum Islam dalam kehidupan sehari-hari, seperti dalam hal-
hal seperti pernikahan, perceraian, dan warisan

Dalam sintesis, fenomena tasyri' di Malaysia dapat dilihat sebagai interaksi


kompleks antara sejarah, budaya, dan pemerintahan dalam implementasi hukum
Islam. Malaysia memiliki sejarah panjang dan kompleks dalam implementasi
hukum Islam, dengan struktur pemerintahan yang unik dan komunitas yang
beragam. Perubahan dalam implementasi hukum Islam di Malaysia juga terjadi,
termasuk perubahan dalam sistem hukum dan peran pemerintah, yang
mempengaruhi kehidupan sehari-hari masyarakat Malaysia.

E. FENOMENA TASYRI’ DI NEGARA BRUNEI DARUSSALAM

Fenomena tasyri' di Brunei Darussalam terkait dengan peran Islam dalam


sistem politik dan sosial negara. Brunei Darussalam adalah sebuah negara kecil
yang terletak di Asia Tenggara dengan luas wilayah hanya mencapai 5.765 km².
Negara ini terkenal dengan kemakmurannya dan ketegasan dalam menerapkan
syari'at Islam, baik dalam bidang pemerintahan maupun kehidupan
bermasyarakat. Tasyri' dalam konteks Brunei Darussalam berarti perumusan
hukum Islam yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 8 Negara ini telah
mengadopsi hukum Islam sebagai hukum resmi, dengan implementasi yang
dilakukan dalam tiga tahap. Fase pertama meliputi hukuman untuk pelanggaran
seperti tidak melaksanakan shalat Jumat dan kehamilan di luar nikah. Fase kedua
yang akan diterapkan sebelum akhir tahun meliputi hukuman yang lebih berat,
seperti amputasi dan cambuk. Fase ketiga yang akan diterapkan pada tahun
berikutnya meliputi hukuman yang paling keras, termasuk hukuman mati dengan
batu untuk homoseksualitas dan zina. Implementasi hukum Islam ini telah
menimbulkan kontroversi dan kritikan dari organisasi hak asasi manusia, serta
beberapa individu yang menolak praktik ini. Namun, pemerintah Brunei
Darussalam tetap berkeyakinan bahwa hukum Islam adalah hukum yang paling
adil dan sesuai dengan nilai-nilai keislaman

8
Nuril pitriyani,nuryani,dwi noviani,hilmin,perbandingan system pendidikan islam brunei
darusalam dan Indonesia, jurnal studi islam Indonesia, vo 1 no 1, juni 2023. Hlmn 89.

XVIII
Dalam konteks ini, fenomena tasyri' di Brunei Darussalam menunjukkan
bagaimana Islam diterapkan dalam sistem politik dan sosial negara, serta
bagaimana negara ini berupaya menerapkan nilai-nilai keislaman dalam
kehidupan sehari-hari. Fenomena tasyri' di negara Brunei Darussalam meliputi
perumusan Syariah atau nash yang dapat diterapkan dalam berbagai aspek
kehidupan, seperti dalam sistem pemerintahan, perbankan, dan lain-lain. Dalam
konteks Brunei Darussalam, tasyri' fokus pada pengembangan sistem Islam yang
lengkap dan berbasis syariah, seperti yang dilihat dalam pengembangan Bank
Islam Brunei (IBB) dan Tabung Amanah Islam Brunei (Islamic Trust Fund of
Brunei). Sultan Hassanal Bolkiah telah berpartisipasi aktif dalam
mengembangkan sistem Islam yang lengkap di Brunei Darussalam, termasuk
dengan mengubah sistem bank konvensional menjadi bank berbasis syariah Islam.
Fenomena tasyri' di Brunei Darussalam meliputi beberapa aspek yang terkait
dengan implementasi hukum Islam dan politik di negara ini. Berikut adalah
beberapa contohnya:

Pengaruh Perjanjian Kerjasama Inggris : Brunei Darussalam resmi menjadi negara


dalam wilayah perlindungan Inggris pada tahun 1888 M. Perjanjian ini
memberikan pengaruh pada pengelolaan kekuasaan Sultan dan mempengaruhi
perkembangan hukum Islam di negara tersebut

1. Penggunaan Hukum Syara' : Sultan Syarif Ali diangkat menjadi raja dan
mulai membuat undang-undang yang berdasarkan hukum syara'.
Penggunaan hukum syara' sebagai pegangan dan undang-undang
dilaksanakan secara bertahap, mempengaruhi cara Sultan mengukuhkan
ajaran Islam dan membina masyarakat yang berbasis pada masjid

2. Kanun Brunei : Hukum Kanun Brunei diyakini dipengaruhi oleh tradisi


Melayu Brunei serta acara-acara upacara keagamaan yang banyak
tercantum dalam kalender muslim. Hal ini memberikan wawasan tentang
bagaimana ideologi nasional diungkapkan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara

3. Implementasi Syariah : Brunei Darussalam memiliki konstitusi yang


berbasis pada hukum Islam. Implementasi Syariah di negara ini melalui

XIX
Sharia Penal Code Order 2013 (SPCO) yang menghasilkan produk hukum
yang responsif. Kebijakan ini didasarkan pada aspirasi rakyat sebagai
manifestasi budaya dan praktik agama masyarakat Brunei

4. Toleransi dan Pengaruh Internasional : Brunei Darussalam menolak


tekanan Inggris untuk mengadakan perubahan konstitusi dan kemunduran
diri Sultan pada tahun 1967. Negara ini juga menolak bergabung dengan
Malaysia dan mempertahankan statusnya sebagai negara Islam yang
merdeka. Toleransi Brunei terhadap kritik internasional atas penerapan
Syariah telah mempengaruhi keputusan Sultan dan meningkatkan loyalitas
rakyat terhadapnya

5. Visi dan Misi Brunei 2035 : Visi Brunei 2035 berfokus pada
pengembangan masyarakat yang berilmu, berkemahiran tinggi, dan
bertamadun. Misi ini mencakup pengembangan universitas, pusat
pentadbiran yang komprehensif, serta perpustakaan yang cukup. Visi ini
menunjukkan bahwa pemimpin Brunei memiliki visi misi yang jelas untuk
mengembangkan budaya dan tamadun di Asia

Hukum Islam di Brunei Darussalam : Brunei Darussalam memiliki hukum


Islam yang diterapkan secara menyeluruh, termasuk dalam hal jinayah (pidana).
Negara ini memiliki Undang-undang tertulis yang menjadi pedoman hukum Islam
yang sudah dikodifikasi menjadi Hukum Kanun. Implementasi hukum Islam di
Brunei Darussalam mempengaruhi cara masyarakat hidup dan berinteraksi.

F. FENOMENA TASYRI’ DI NEGARA YORDANIA

Tarikh Utsmani menjadi asas tasyri’ di Yordania dan Palestina. Kemudian pada tahun
1946 dan 1951 mengeluarkan peraturan perundang-undangan antara lain:
a. Undang-Undang Hukum Sipil dan Hukum Dagang. Pada dasarnya, undang-
undang ini digunakan oleh Utsmani, Mesir, dan Syiri’a
b. Undang-Undang Hukum Acara. Dilengkapi dengan undang-undang pada tahun
1928 dan undnag-undnag No. 33 Tahun 1946.
c. Undnag-Undang Hukum Pidana. Undang-Undang Utsmani berlaku sampai tahun
1951, dimana setelah itu dikeluarkannya Undang-Undnag Pidana Yordania, yang
kemudian diperbaharui menjadi Undnag-Undang No. 16 Tahun 1960
d. Udang-Undang Hukum Militer. Undang-undnag ini dikeluarkan pada tahun 1952.
e. Undang-Undang Hukum Acara Pidana

XX
f. Undang-Undang lainnya, seperti:
1. Undang-Undang Merk Perdagangan Tahun 1952
2. Undang-Undang Penerbangan Sipil Tahun 1953
3. Undang-Undang Hak Paten Tahun 1953
4. Undang-Undang Kepegawaian atau Buruh Tahun 1960
Dalam Hukum Keluarga di negara Yordania, pemerintahannya sangat memperhatikan
hukum syara’ yang berhubungan dengan ahwal al-syakhsyiyah. Pada tahun 1927
dikeluarkan juga peraturan tentang keluarga yang awalnya diambil dari hukum
Utsmani. Dikeluarkan pula Undang-Undang No. 2 tentang Hukum Keluarga Yordania
baru saja mengatur ahwal al-syakhsyiyah terkecuali pembahasan tentang waris dan
wasiat. Negara Yordania juga pernah memberlakukan Qanun al-Huquq al-A`ilah al-
Urduniah No. 26 Tahun 1947. Oleh karenanya, dengan lahirnya undang-undang No.
92 Tahun 1951 maka semua undang-undang terdahulu sudah terhapuskan.9

G. FENOMENA TASYRI’ DI NEGARA INDIA DAN PAKISTAN ISLAM

Sebagai pemegang pemerintahan di India dimulai ketika Zahiruddin Babur


(1482-1530) mendirikan kerajaan islam di Mughal, disana mengambil Delhi
sebagai ibu kotanya. Tidak jauh berbeda dari dinasti sebelumnya, Abbasiyah,
disana diterapkan Hukum Syari’ah yang diambil dari mazhab Fiqih Hanafi.
Ketika koloni Inggris berkuasa disana, mulanay mempertahankan hukum syari’at
di kalangan komunitas muslim. Tetapi memasuki tahun 1864, secara berangsur-
angsur, baik yang mnengatur perseorangan maupun orang banyak, harus
disesuaikan dengan hukum milik Inggris, karena para hakim yang terdidik dengan
hukum tersebut s2²ecara otomatis memperkenalkan hukum aturan inggris.

Disini lain, penginggrisan hukum dimaksudkan untuk keseragaman bagi


masyarakat yang beragam latar belakang budaya dan agama mereka . Pada abad
19, umat Islam di India masih hidup dengan tradisi kebesaran dan kemegahan
masa lalu. Para pemimpin muslim india pada pertengahan abad 19, hidup dalam
kehidupan baru, berpikir dengan pikiran baru, lain dari kehidupan dan pemikiran
orang-orang tua dan nenek morang mereka. Perkembangan Islam yang pokok dari
modernisme Islam di India adalah perkembangan islam liberal yang sejalan
dengan kebudayaan barat abad kesembilan baelas ini. Hal ini dilakukan dengan
memisahkan prinsip-prinsip dari nash hukum, memisahkan agama dari manifstasi-
9
Abdul Halim Barkatullah dan Teguh Prasetyo, Hukum Islam Menjawab Tantangan Zaman yang
Terus Berkembang, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), h. 122.

XXI
manifestasi, dan terutama dari kerusakan, kemunduran masyarakat Islam. Tokoh
yang paling menonjol dalam gerakan ini adalah Sir Sayid Ahmad Khan dengan
aligharnya.

Sayid Ahmad, pikirannya tidak mau terbelenggu oleh otoritas hadits dan fiqih, ia
menyerap jiwa kebudayaan Barat terutama rasionalisme, semua diukur dengan
kritik rasional. Akibatnya, ia menolak semua hal yang bertentangan dengan logika
dan hukum alam.10 Pertama-tama ia hanya mau mengambil al-Qur’an sebagai
yang menentukan bagi Islam, sedangkan yang lainnya adalah membantu. Ia
memulai sama sekali dengan Al-Qur’an dan dibawa untuk menguraikan tentang
relevansinya dengan masyarakat baru pada zamannya. Dengan itu sudah barang
tentu ia menolak otoritas lama (taqlid).

Pada tahun 1920 perguruan tinggi Aligharh ditingkatkan menjadi Universitas


penuh. Paham mosernisme islam tetap dipancarkan oleh universitas ini. Pada
tahun 1937, universitas ini berada di bawa All India Muslim League, dan pada
tahun 1941 menjadi pusat perjuangan Pakistan. Kemudian Amir Ali, seorang
pemikir Islam India, ia menyayangkan kemunduran islam, sewaktu amalan-
amalan agama Islam diganti dengan usaha-usaha yang tidak sungguh-sungguh,
orang lebih mengikuti huruf dari pada jiwa. Inilah sebabnya mengapa ijtihad
diperlukan, dengan perkataan lain, hukum Islam harus terus berkembang.

H. FENOMENA TASYRI’ DI NEGARA TURKI UTSMANI

Menurut Coulson, pada abad 19, hukum di Eropa mempunyai tempat


pijakan di pemerintahan Utsmani melalui sistem kapitulasi. Dengan sistem ini
penguasa Barat menjamin bahwa warga negara mereka di Timur Tengah akan
diatur dengan hukum mereka sendiri. Hal ini meyebabkan akrabnya hubungan
antara orang Islam Turki dengan orang Eropa. Penerimaan terhadap peradaban
barat ditandai oleh lahirnya beberapa Undang-Undang dan upaya kekuasaan di
negera Utsmani.

Sultan Mahmud II (1785-1838 M) adalah kepala negara Utsmani pertama


yang menunjukkan bahwa hukum negara harus menerima pemikiran Barat. Ia
10
Ahmad Nabil Bin Amir, ‘Sir Sayyid Ahmad Khan Dan Gerakan Pembaharuan Aligarh Di India’, El-
Buhuth, 2.2 (2020), h. 123.

XXII
dengan tegas mengadakan perbedaan antara urusan agama dan urusan dunia.
Urusan agama diatur oleh ukum syari’ah, sedangkan urusan dunia diatur oleh
hukum non syari’ah. Pada tahun 1840 pemerintah mengeluarkan Undang-Undang
Hukum Pidana baru. Pada tahun 1847 mendirikan mahkamah-mahkamah baru
untuk urusan pidana dan perdata, dan pada tahun 1850 mengeluarkan Undang-
undang hukum dagang baru . Undang-undang ini menurut Coulson, sebagian hasil
terjemahan dari Undang-undang hukum dagang Prancis. Ada juga piagam yang
diumumkan atas desakan negara-negara barat pada kerajaan utsmani,
dimaksudkan memberi muatan Undang-undang yang banyak menguntungkan
kedudukan orang-orang Eropa diwilayah pemerintahan Utsmani (piagam
Humayun).

Dalam mewujudkan cita-cita menjawab tantangan zaman modern, di


kerajaan Utsmani muncul gerakan Utsmani Muda. Salah satu misi perjuangannya
adalah menciptakan konstitusi, sebuah lembaga untuk membatasi kekuasaan
Sultan dan lembaga kekuasan lain yang secara tradisional mempunyai kekuasaan
absolut. Namun, karena masyarakat belum siap, konstitusi justru mengukuhkan
kekuasaan absolut Sultan.

Dengan demikin, secara formal, perjuangan Utsmani Muda berhasil


melahirkan konstitusi, tetapi misinya gagal, tidak dapat membatasi kekuasaan
absolut pemguasa pemerintahan. Perjuangan yang dilkukan oleh gerakan lain,
Turki Muda, tidak lain dimaksudkan untuk membawa kerajaan Utsmani menjadi
sejajar dengan negara-negara Eropa, baik teknologi maupun pranatasosialnya.

XXIII
BAB III

PENUTUTP

KESIMPULAN

Tasyri’ di beberapa negara Muslim telah mengalami perkembangan


yang signifikan, terutama dalam konteks sejarah dan perkembangan hukum Islam.
Perkembangan tasyri’ di beberapa negara Muslim juga dipengaruhi oleh
kebangkitan Islam modern, dimana ijtihad kembali dikumandangkan dan ajakan
untuk kembali ke al-Qur'an dan Sunnah meningkat. Dalam beberapa negara,
seperti di Timur Tengah, tasyri’ juga telah mengalami perkembangan yang
signifikan, dengan beberapa negara Islam mempraktikkan hukum Islam sebagai
perundang-undangan dalam Negara Islam modern. Oleh karena itu, tasyri’ di
beberapa negara Muslim telah menjadi fenomena yang kompleks dan dinamis,
dipengaruhi oleh berbagai faktor sejarah, politik, dan keagamaan.

XXIV
DAFTAR PUSTAKA

Ananda Rizki. Tasyri’ Di Negara Timur Tengah Masa Kini,


https://id.scribd.com/document/515549999/Tasyri-di-Negara-Timur-
Tengah-Masa-kini

Fathoni, sejarah social hukum islam di asia negara, 2015, laman web
https://journal.uinsgd.ac.id. diakses pada 05/05/2024.

Khufaya Jihad, Muhammad kholil, Nurrohman Syarif. fenomena hukum islam


dimasa modern upaya harmonisasi antara eksistensi dan relevansi,vol. 4
no. 2, 2021.

Halim Barkatullah Abdul, Teguh Prasetyo. Hukum Islam Menjawab Tantangan


Zaman yang Terus Berkembang, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), 2006.
Lailatul Nur Musyafa‟ah, Penerapan Syariat Islam di Mesir, (Fakultas Syariah
IAIN Sunan Ampel Surabaya: AL-DAULAH: JURNAL HUKUM DAN
PERUNDANGAN ISLAM) VOLUME 2, NOMOR 2, OKTOBER 2012.

Majid Abdul Khon. Ikhtisar Tarikh Tasyri’, (Jakarta: AMZAH, 2013),

Nabil Ahmad, ‘Sir Sayyid Ahmad Khan, Gerakan Pembaharuan Aligarh Di India’.
El-Buhuth, 2.2 (2020).

Nurrohman. formalisasi syari`at islam di Malaysia, jurnal ar-risalah, vol 12 no. 1,


2012.

Pitriyani Nuril, Nuryani, Dwi Noviani, Hilmin. perbandingan system pendidikan


islam brunei darusalam dan Indonesia, jurnal studi islam Indonesia, vo 1
no 1, juni 2023.

YW Rini. Politik (legislasi) Hukum Islam di Malaysia,2017,laman web :


https://media.neliti.ac.id. diakses pada 6/05/2024.

XXV

Anda mungkin juga menyukai