MAKALAH Jhon Saputra
MAKALAH Jhon Saputra
MAKALAH Jhon Saputra
DISUSUN OLEH:
“ JHON SAPUTRA”
“856812662”
UNIVERSITAS TERBUKA
UPBJJ-UT BENGKULU
2023/2024
A. PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam pembangunan suatu bangsa. Di
Indonesia, kurikulum pendidikan telah mengalami beberapa kali perubahan sejak kemerdekaan.
Kurikulum Merdeka dan Kurikulum 2013 (K13) merupakan dua kurikulum terbaru yang
diimplementasikan dalam sistem pendidikan nasional. Kedua kurikulum ini memiliki tujuan
untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan menyesuaikan dengan perkembangan zaman serta
kebutuhan masyarakat. Kurikulum Merdeka diperkenalkan oleh Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan pada tahun 2022 sebagai upaya untuk menciptakan pembelajaran yang lebih
fleksibel, kontekstual, dan berorientasi pada pengembangan kompetensi abad ke-21. Kurikulum
ini bertujuan untuk memberikan kebebasan kepada guru dan sekolah dalam mengembangkan
kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan kondisi setempat. Sementara itu, Kurikulum 2013 (K13)
merupakan kurikulum berbasis kompetensi yang diterapkan secara nasional sejak tahun 2013.
K13 bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. (Permendikbud
No. 67 Tahun 2013)
Salah satu perbedaan mendasar antara Kurikulum Merdeka dan K13 terletak pada
pendekatan pembelajaran yang digunakan. Kurikulum Merdeka mengedepankan pembelajaran
yang berpusat pada peserta didik (student-centered learning), di mana guru berperan sebagai
fasilitator yang mendorong peserta didik untuk aktif, kreatif, dan mandiri dalam proses belajar.
Sebaliknya, K13 lebih menekankan pada pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru
(teacher-centered learning), di mana guru memiliki peran yang lebih dominan dalam
mengarahkan dan mengontrol proses pembelajaran. Meskipun K13 juga menekankan pada
pengembangan keterampilan abad ke-21, namun pelaksanaannya masih cenderung bersifat lebih
terstruktur dan terpusat. (Suryani et al., 2019).
Perbedaan lain yang signifikan antara Kurikulum Merdeka dan K13 terletak pada fleksibilitas
dalam pengembangan kurikulum. Kurikulum Merdeka memberikan keleluasaan kepada sekolah
dan guru untuk menyusun kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan kondisi setempat, serta
mencakup aspek-aspek seperti literasi, keterampilan hidup, dan pengembangan karakter.
Sementara itu, K13 memiliki struktur kurikulum yang lebih baku dan diterapkan secara nasional.
Meskipun demikian, K13 juga memberikan ruang untuk penyesuaian dengan kondisi daerah
melalui pengembangan muatan lokal dan pengayaan. (Permendikbud No. 67 Tahun 2013). Selain
perbedaan dalam pendekatan dan fleksibilitas, Kurikulum Merdeka dan K13 juga memiliki
perbedaan dalam hal penilaian pembelajaran. Kurikulum Merdeka mengedepankan penilaian
yang lebih holistik dan autentik, di mana proses belajar dan hasil belajar dinilai secara
komprehensif. Sementara K13 masih menggunakan penilaian yang lebih berfokus pada aspek
kognitif dan psikomotor. (Kemdikbud, 2022; Permendikbud No. 23 Tahun 2016)
1. Rumusan masalah
1. Apa perbedaan utama antara Kurikulum Merdeka dan Kurikulum 2013 (K13)
dalam hal pendekatan pembelajaran, fleksibilitas kurikulum, dan penilaian
pembelajaran?
2. Bagaimana implementasi Kurikulum Merdeka dan K13 di sekolah-sekolah, serta
tantangan yang dihadapi dalam penerapan masing-masing kurikulum?
3. Apa kelebihan dan kekurangan masing-masing kurikulum dalam upaya mencapai
tujuan pendidikan nasional?
2. Tujuan penulisan
3. Manfaat penulisan
a. Memberikan gambaran yang jelas mengenai perbedaan antara Kurikulum
Merdeka dan K13, sehingga dapat membantu sekolah dalam mengambil
keputusan terkait penerapan kurikulum di sekolah.
b. Menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah, khususnya sekolah, dalam
mengembangkan dan menyempurnakan kurikulum pendidikan disekolah.
c. Membantu guru dan tenaga pendidik dalam memahami karakteristik dan
implementasi Kurikulum Merdeka dan K13, sehingga dapat meningkatkan
kualitas pembelajaran di kelas.
d. Memberikan informasi yang bermanfaat bagi orangtua dan masyarakat dalam
memahami kurikulum yang diterapkan di sekolah, sehingga dapat mendukung
proses pendidikan anak-anak mereka.
e. Menjadi bahan pertimbangan bagi kepala sekolah dalam menentukan arah
pengembangan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan dan tantangan
pendidikan.
B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Teori Kurikulum
Dalam mengkaji perbandingan antara Kurikulum Merdeka dan K13, perlu dipahami
terlebih dahulu konsep dasar kurikulum. Hamalik (2019) mendefinisikan kurikulum sebagai
rencana tertulis yang disusun untuk melancarkan proses pembelajaran di bawah bimbingan dan
tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya. Sanjaya (2020)
menyatakan bahwa kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
2. Kurikulum Merdeka
Kurikulum Merdeka diperkenalkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada
tahun 2022 dengan tujuan untuk menciptakan pembelajaran yang lebih fleksibel, kontekstual,
dan berorientasi pada pengembangan kompetensi abad ke-21 (Kemdikbud, 2022). Rahmatullah
(2022) menyatakan bahwa Kurikulum Merdeka mengedepankan prinsip-prinsip seperti
kebebasan belajar, kemandirian belajar, pengembangan kreativitas, dan penguatan karakter.
Karakteristik utama Kurikulum Merdeka adalah fleksibilitas dalam pengembangan kurikulum, di
mana sekolah dan guru memiliki keleluasaan untuk menyusun kurikulum sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi setempat. Kurikulum Merdeka juga menekankan pada pembelajaran yang
berpusat pada peserta didik (student-centered learning) dan penilaian yang lebih holistik dan
autentik.
3. Kurikulum 2013 (K13)
Kurikulum 2013 merupakan kurikulum berbasis kompetensi yang diterapkan secara
nasional sejak tahun 2013 (Permendikbud No. 67 Tahun 2013). Mulyasa (2019) menyatakan
bahwa K13 bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab. Karakteristik K13 meliputi pembelajaran yang
berpusat pada peserta didik (student-centered learning), penilaian autentik, dan pendekatan
saintifik dalam pembelajaran (Permendikbud No. 67 Tahun 2013; Mulyasa, 2019). Namun,
dalam implementasinya, K13 masih cenderung lebih terstruktur dan terpusat dibandingkan
Kurikulum Merdeka (Suryani et al., 2019).
Dalam hal fleksibilitas, Kurikulum Merdeka memberikan keleluasaan kepada sekolah dan
guru untuk menyusun kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan kondisi setempat, sedangkan K13
memiliki struktur kurikulum yang lebih baku dan diterapkan secara nasional (Kemdikbud, 2022;
Permendikbud No. 67 Tahun 2013).
Peran guru dan sekolah dalam implementasi Kurikulum Merdeka dan K13 juga berbeda.
Kurikulum Merdeka menuntut guru dan sekolah untuk lebih mandiri dan kreatif dalam
mengembangkan kurikulum, sedangkan K13 lebih berfokus pada penerapan kurikulum yang
telah ditetapkan secara nasional (Kemdikbud, 2022; Permendikbud No. 67 Tahun 2013).
Perbedaan-perbedaan tersebut tentunya akan memberikan implikasi terhadap proses dan
hasil pembelajaran, seperti capaian peserta didik dalam mengembangkan keterampilan abad ke-
21, literasi, dan karakter (Rahmatullah, 2022; Suryani et al., 2019). Kajian teori ini memberikan
pemahaman mengenai konsep dasar kurikulum, karakteristik Kurikulum Merdeka dan K13, serta
aspek-aspek penting yang perlu diperhatikan dalam membandingkan kedua kurikulum tersebut.
C. PEMBAHASAN
1. Pendekatan Pembelajaran
Salah satu perbedaan mendasar antara Kurikulum Merdeka dan K13 terletak pada
pendekatan pembelajaran yang digunakan. Kurikulum Merdeka mengedepankan pembelajaran
yang berpusat pada peserta didik (student-centered learning), di mana guru berperan sebagai
fasilitator yang mendorong peserta didik untuk aktif, kreatif, dan mandiri dalam proses belajar.
Pembelajaran dalam Kurikulum Merdeka lebih menekankan pada kegiatan eksplorasi, proyek,
dan pemecahan masalah yang kontekstual serta relevan dengan kehidupan sehari-hari.
Sebaliknya, K13 lebih menekankan pada pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru
(teacher-centered learning), di mana guru memiliki peran yang lebih dominan dalam
mengarahkan dan mengontrol proses pembelajaran (Suryani et al., 2019). Meskipun K13 juga
menekankan pada pengembangan keterampilan abad ke-21, namun pelaksanaannya masih
cenderung bersifat lebih terstruktur dan terpusat pada materi yang telah ditetapkan dalam
kurikulum nasional.
Perbedaan pendekatan pembelajaran ini tentunya akan berdampak pada proses dan hasil
belajar peserta didik. Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dalam Kurikulum Merdeka
diharapkan dapat mengembangkan kemandirian, kreativitas, dan keterampilan berpikir kritis
peserta didik secara lebih optimal. Namun, di sisi lain, pendekatan ini juga menuntut kesiapan
dan kemampuan guru dalam memfasilitasi proses pembelajaran yang lebih terbuka dan fleksibel.
2. Fleksibilitas Kurikulum
Perbedaan lain yang signifikan antara Kurikulum Merdeka dan K13 terletak pada
fleksibilitas dalam pengembangan kurikulum. Kurikulum Merdeka memberikan keleluasaan
kepada sekolah dan guru untuk menyusun kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan kondisi
setempat, serta mencakup aspek-aspek seperti literasi, keterampilan hidup, dan pengembangan
karakter. Kurikulum Merdeka juga memberikan ruang bagi sekolah dan guru untuk
mengintegrasikan muatan lokal dan kearifan lokal dalam proses pembelajaran. Sementara itu,
K13 memiliki struktur kurikulum yang lebih baku dan diterapkan secara nasional. Meskipun K13
juga memberikan ruang untuk penyesuaian dengan kondisi daerah melalui pengembangan
muatan lokal dan pengayaan, namun ruang tersebut masih terbatas dan harus tetap mengacu pada
standar nasional yang telah ditetapkan (Permendikbud No. 67 Tahun 2013).
Fleksibilitas dalam Kurikulum Merdeka membuka peluang bagi sekolah dan guru untuk
merancang kurikulum yang lebih relevan dengan kebutuhan dan karakteristik peserta didik serta
lingkungan setempat. Namun, di sisi lain, fleksibilitas tersebut juga menuntut kesiapan dan
kemampuan sekolah serta guru dalam mengembangkan kurikulum secara mandiri dan kreatif.
3. Penilaian Pembelajaran
Aspek lain yang membedakan Kurikulum Merdeka dan K13 adalah sistem penilaian
pembelajaran. Kurikulum Merdeka mengedepankan penilaian yang lebih holistik dan autentik, di
mana proses belajar dan hasil belajar dinilai secara komprehensif. Penilaian dalam Kurikulum
Merdeka tidak hanya berfokus pada aspek kognitif, tetapi juga mencakup aspek keterampilan,
sikap, dan karakter peserta didik. Sementara itu, K13 masih menggunakan penilaian yang lebih
berfokus pada aspek kognitif dan psikomotor, meskipun juga memasukkan aspek afektif dalam
penilaian (Permendikbud No. 23 Tahun 2016). Penilaian dalam K13 dilakukan melalui berbagai
teknik, seperti tes tertulis, tes lisan, penugasan, dan portofolio, namun masih cenderung lebih
bersifat formal dan terstruktur.
Penilaian yang lebih holistik dan autentik dalam Kurikulum Merdeka diharapkan dapat
memberikan gambaran yang lebih komprehensif tentang perkembangan dan capaian peserta
didik. Namun, di sisi lain, penilaian seperti ini juga menuntut kesiapan dan kemampuan guru
dalam merancang dan melaksanakan penilaian yang lebih kompleks dan membutuhkan waktu
yang lebih banyak.
Implementasi Kurikulum Merdeka dan K13 juga menghadapi tantangan tersendiri terkait
dengan peran guru dan sekolah. Kurikulum Merdeka memerlukan kesiapan guru dan sekolah
dalam mengembangkan kurikulum secara mandiri, serta kemampuan untuk beradaptasi dengan
perubahan paradigma pembelajaran. Guru dituntut untuk lebih kreatif dan inovatif dalam
merancang pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, serta memiliki kemampuan untuk
mengelola kelas dengan pendekatan yang lebih terbuka dan fleksibel. Sementara itu, dalam K13,
peran guru dan sekolah lebih berfokus pada penerapan kurikulum yang telah ditetapkan secara
nasional. Meskipun demikian, guru juga dituntut untuk memahami dan menguasai pendekatan
saintifik dalam pembelajaran, serta mampu mengintegrasikan literasi, keterampilan abad ke-21,
dan pengembangan karakter dalam proses pembelajaran (Mulyasa, 2019).
Baik Kurikulum Merdeka maupun K13 menuntut kesiapan dan kompetensi guru yang
memadai. Namun, tantangan yang dihadapi oleh guru dalam implementasi kedua kurikulum
tersebut tentunya berbeda. Kurikulum Merdeka menuntut kemandirian dan kreativitas guru
dalam mengembangkan kurikulum, sedangkan K13 lebih berfokus pada penguasaan materi dan
pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Kurikulum Merdeka dan K13 masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan dalam
upaya mencapai tujuan pendidikan nasional. Kelebihan Kurikulum Merdeka terletak pada
fleksibilitas dan kontekstualitas kurikulum yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi
setempat, serta pendekatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik yang dapat
mengembangkan kemandirian, kreativitas, dan keterampilan berpikir kritis (Rahmatullah, 2022).
Namun, kekurangan Kurikulum Merdeka terletak pada tingkat kesulitan implementasi yang lebih
tinggi, terutama terkait dengan kesiapan guru dan sekolah dalam mengembangkan kurikulum
secara mandiri. Sementara itu, kelebihan K13 terletak pada struktur kurikulum yang lebih baku
dan terstandar secara nasional, serta pendekatan pembelajaran yang lebih terstruktur dan terpusat
pada materi yang ditetapkan. (Suryani et al., 2019). Meskipun demikian, K13 juga memiliki
kekurangan, seperti kurangnya fleksibilitas dan kontekstualitas kurikulum, serta kurang
mengakomodasi perbedaan kebutuhan dan karakteristik peserta didik di setiap daerah.
Perbedaan antara Kurikulum Merdeka dan K13 tentunya akan memberikan implikasi
terhadap proses dan hasil pembelajaran. Dalam Kurikulum Merdeka, proses pembelajaran yang
berpusat pada peserta didik dan bersifat lebih terbuka serta fleksibel diharapkan dapat
mengembangkan kemandirian, kreativitas, dan keterampilan berpikir kritis peserta didik secara
lebih optimal. Namun, di sisi lain, pendekatan ini juga menuntut kesiapan dan kemampuan guru
dalam memfasilitasi proses pembelajaran yang lebih kompleks. Sementara itu, dalam K13,
proses pembelajaran yang lebih terstruktur dan berpusat pada guru diharapkan dapat memastikan
tercapainya standar kompetensi yang telah ditetapkan secara nasional (Permendikbud No. 67
Tahun 2013). Namun, pendekatan ini juga berpotensi kurang mengakomodasi kebutuhan dan
karakteristik peserta didik yang beragam di setiap daerah.
Dari segi hasil belajar, Kurikulum Merdeka diharapkan dapat menghasilkan peserta didik
yang lebih mandiri, kreatif, dan memiliki keterampilan berpikir kritis yang baik, serta mampu
mengembangkan potensi diri secara optimal sesuai dengan minat dan bakatnya (Rahmatullah,
2022). Sementara itu, K13 lebih menekankan pada pencapaian standar kompetensi yang telah
ditetapkan secara nasional, baik dari aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik (Mulyasa,
2019). Namun, perlu dicatat bahwa keberhasilan implementasi kedua kurikulum tersebut tidak
hanya bergantung pada kurikulum itu sendiri, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain
seperti kesiapan guru, sarana dan prasarana pendidikan, serta dukungan dari berbagai pihak
terkait.
Dalam konteks pendidikan di Indonesia saat ini, baik Kurikulum Merdeka maupun K13
memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk
mengoptimalkan implementasi kedua kurikulum tersebut dengan mempertimbangkan kondisi
dan kebutuhan di setiap daerah. Salah satu rekomendasi yang dapat dipertimbangkan adalah
penerapan kurikulum yang bersifat hibrida, yaitu menggabungkan kelebihan dari Kurikulum
Merdeka dan K13. Dalam hal ini, sekolah dan guru dapat diberikan keleluasaan untuk
mengembangkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan kondisi setempat, namun tetap
mengacu pada standar kompetensi yang telah ditetapkan secara nasional.
Selain itu, upaya peningkatan kualitas dan kompetensi guru juga menjadi faktor penting
dalam optimalisasi implementasi kedua kurikulum tersebut. Guru perlu diberikan pelatihan dan
pendampingan yang memadai, baik dalam hal pengembangan kurikulum, penguasaan materi,
pendekatan pembelajaran, maupun penilaian pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum yang
diterapkan. Dukungan dari pemerintah, khususnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
juga sangat diperlukan dalam hal penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai,
serta kebijakan-kebijakan yang mendukung implementasi kurikulum secara optimal.
D. PENUTUP
1. Kesimpulan:
a. Kurikulum Merdeka dan Kurikulum 2013 (K13) memiliki perbedaan mendasar dalam
hal pendekatan pembelajaran, fleksibilitas kurikulum, sistem penilaian, serta peran
guru dan sekolah dalam implementasinya.
b. Kurikulum Merdeka mengedepankan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik,
fleksibilitas dalam pengembangan kurikulum, penilaian holistik dan autentik, serta
menuntut kemandirian dan kreativitas guru dalam merancang pembelajaran.
Sebaliknya, K13 lebih menekankan pada pendekatan pembelajaran yang berpusat pada
guru, struktur kurikulum yang baku secara nasional, penilaian yang lebih berfokus
pada aspek kognitif dan psikomotor, serta penerapan kurikulum yang telah ditetapkan
secara nasional.
c. Kurikulum Merdeka memiliki kelebihan dalam hal fleksibilitas dan kontekstualitas
kurikulum, serta pengembangan kemandirian, kreativitas, dan keterampilan berpikir
kritis peserta didik, namun memiliki tantangan dalam implementasinya yang
membutuhkan kesiapan guru dan sekolah yang memadai.
d. K13 memiliki kelebihan dalam hal standarisasi kurikulum secara nasional dan
pendekatan pembelajaran yang lebih terstruktur, namun kurang mengakomodasi
perbedaan kebutuhan dan karakteristik peserta didik di setiap daerah.
e. Implementasi kedua kurikulum tersebut akan memberikan implikasi yang berbeda
terhadap proses dan hasil pembelajaran, serta capaian peserta didik dalam
mengembangkan keterampilan abad ke-21, literasi, dan karakter.
2. Saran:
Pemerintah, khususnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, perlu mengkaji
secara komprehensif kelebihan dan kekurangan dari Kurikulum Merdeka dan K13, serta
mempertimbangkan penerapan kurikulum yang bersifat hibrida atau gabungan antara
keduanya. Kemudian peningkatan kualitas dan kompetensi guru melalui pelatihan dan
pendampingan yang memadai menjadi faktor penting dalam optimalisasi implementasi
kurikulum, baik Kurikulum Merdeka maupun K13.
Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai, serta kebijakan-
kebijakan yang mendukung implementasi kurikulum secara optimal juga perlu menjadi
perhatian utama pemerintah. Sekolah dan guru perlu diberikan keleluasaan dalam
mengembangkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan kondisi setempat, namun tetap
mengacu pada standar kompetensi yang telah ditetapkan secara nasional.
Pelibatan seluruh pemangku kepentingan, termasuk orangtua dan masyarakat,
dalam proses pengembangan dan implementasi kurikulum juga penting untuk dilakukan
agar dapat diperoleh masukan dan dukungan yang lebih luas.
Rosdakarya.
Permendikbud No. 67 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah.
Rahmatullah, M. (2022). Kajian Teori Merdeka Belajar dan Kurikulum Merdeka. Jurnal
Sanjaya, W. (2020). Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum
Suryani, N., Achmad, S. N., & Adirakasiwi, A. G. (2019). Peluang dan Tantangan Implementasi
Kurikulum 2013 Pada Jenjang SD/MI di Malang Raya. Jurnal Pendidikan dan
Pembelajaran, 26(1), 1-10.