0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
31 tayangan19 halaman

LP SNH Irma

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 19

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE NON HEMORAGIK

DISUSUN OLEH :

IRMA OKTAVIA ANGGRAENI

2204037

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS SAINS DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS AN NUUR
PURWODADI
2023
LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP DASAR STROKE NON HEMOROGIK

1. Pengertian Stroke Non Hemoragik


Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah gangguan neurologik mendadak
yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui system
suplai arteri otak (Sylvia A Price, 2006, hal-1110)
Stroke non hemorogik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak,
progresi cepat berupa deficit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24
jam atau lebih atau langsung menimbul kematian yang disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak non straumatik (Arif Mansjoer, 2000, hal- 17)
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan
trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur
atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. (Arif
Muttaqin, 2008, hlm. 130).
2. Anatomi Fisiologi
Darah mengalir ke otak melalui dua arteri karotis dan dua arteri vertebralis
Arteri karotis interna, setelah memisahkan diri dari arteri karotis komunis, naik
dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus
kavernosus, mempercabangkan arteri untuk nervus optikus dan retina, akhirnya
bercabang dua: arteri serebri anterior dan arteri serebri media. Arteri karotis
interna memberikan vaskularisasi pada regio sentral dan lateral hemisfer. Arteri
serebri anterior memberikan vaskularisasi pada korteks frontalis, parietalis bagian
tengah, korpus kalosum dan nukleus kaudatus. Arteri serebri media memberikan
vaskularisasi pada korteks lobus frontalis, parietalis dan temporalis.
Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang
berpangkal di arteri subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis
transversalis di kolumna vertebralis servikalis, masuk rongga kranium melalui
foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang arteri serebeli
inferior. Pada batas medula oblongata dan pons, keduanya bersatu menjadi arteri
basilaris dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat
mesensefalon, arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang arteri serebri
posterior. Arteri vertebralis memberikan vaskularisasi pada batang otak dan
medula spinalis atas. Arteri basilaris memberikan vaskularisasi pada pons. Arteri
serebri posterior memberikan vaskularisasi pada lobus temporalis, oksipitalis,
sebagian kapsula interna, talamus, hipokampus, korpus genikulatum dan
mamilaria, pleksus koroid dan batang otak bagian atas.
3. Etiologi
Menurut Smeltzer (2018) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari
empat kejadian yaitu:
a. Thrombosis serebral
Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah
penyebab utama trombosis serebral, yang merupakan penyebab paling umum
dari stroke. Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi. Sakit kepala adalah
awitan yang tidak umum. Beberapa pasien dapat mengalami pusing,
perubahan kognitif, atau kejang, dan beberapa mengalami awitan yang tidak
dapat dibedakan dari haemorrhagi intracerebral atau embolisme serebral.
Secara umum, thrombosis serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba, dan
kehilangan bicara sementara, hemiplegia, atau parestesia pada setengah tubuh
dapat mendahului awitan paralisis berat pada beberapa jam atau hari.
b. Embolisme serebral
Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang -
cabangnya, yang merusak sirkulasi serebral. Awitan hemiparesis
atauhemiplegia tiba-tiba dengan afasia atau tanpa afasia atau kehilangan
kesadaran pada pasien dengan penyakit jantung atau pulmonal adalah
karakteristik dari embolisme serebral.
c. Iskemia serebral
Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena
konstriksi ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.
d. Haemorhagi serebral
a) Haemorhagi ekstradural (haemorrhagi epidural) adalah kedaruratan bedah
neuro yang memerlukan perawatan segera. Keadaan ini biasanya
mengikuti fraktur tengkorak dengan robekan arteri tengah arteri meninges
lain, dan pasien harus diatasi dalam beberapa jam cedera untuk
mempertahankan hidup.
b) Patofisiologi Haemorhagi subdural pada dasarnya sama dengan
haemorrhagi epidu ral, kecuali bahwa hematoma subdural biasanya
jembatan vena robek. Karenanya periode pembentukan hematoma lebih
lama dan menyebabkan tekanan pada otak. Beberapa pasien mungkin
mengalami haemorrhagi subdural kronik tanpa menunjukkan tanda atau
gejala.
c) Haemorrhagi subarakhnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau
hipertensi, tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisme
pada area sirkulus Willisi dan malformasi arteri vena kongenital pada
otak.
d) Haemorrhagi intracerebral adalah perdarahan di substansi dalam otak
paling umum pada pasien dengan hipertensi dan aterosklerosis serebral,
karena perubahan degeneratif karena penyakit ini biasanya menyebabkan
rupture pembuluh darah. Biasanya awitan tiba -tiba, dengan sakit kepala
berat. Bila haemorrhagi membesar, makin jelas deficit neurologik yang
terjadi dalam bentuk penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda
vital.
4. Patofisiologi
Stroke non haemorhagic dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis
serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di
pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan
hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder
Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh
thrombus atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya
aterosklerosis pada dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat,
aliran darah ke area thrombus menjadi berkurang, menyebabkan iskemia
kemudian menjadi kompleks iskemia akhirnya terjadi infark pada jaringan otak.
Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui
arteri karotis.
Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba
berkembang cepat dan terjadi gangguan neurologist fokal. Perdarahan otak dapat
disebabkan oleh pecahnya dinding pembuluh darah oleh emboli.
5. Faktor Resiko
a. Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus mampu menebalkan dinding pembuluh darah otak
yang berukuran besar. Menebalnya dinding pembuluh darah otak akan
menyempitkan diameter pembuluh darah tadi dan penyempitan tersebut
kemudian akan mengganggu kelancaran aliran ke otak, yang pada akhirnya
akan menyebabkan infark sel – sel otak.
b. Penyakit Jantung
Berbagai penyakit jantung berpotensi untuk menimbulkan stroke.
Faktor risiko ini akan menimbulkan hambatan/sumbatan aliran darah ke otak
karena jantung melepas gumpalan darah atau sel – sel/jaringan yang telah
mati ke dalam aliran darah.
c. Hiperkolesterolemi
Meningginya angka kolesterol dalam darah, terutama low density
lipoprotein (LDL), merupakan faktor risiko penting untuk terjadinya
arteriosklerosis (menebalnya dinding pembuluh darah yang kemudian diikuti
penurunan elastisitas pembuluh darah). Peningkatan kad ar LDL dan
penurunan kadar HDL (High Density Lipoprotein) merupakan faktor risiko
untuk terjadinya penyakit jantung koroner.
d. Infeksi
Penyakit infeksi yang mampu berperan sebagai faktor risiko stroke
adalah tuberkulosis, malaria, lues, leptospirosis, dan in feksi cacing.
e. Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung.
f. Merokok
Manifestasi Klinis Merokok merupakan faktor risiko utama untuk
terjadinya infark jantung.
g. Kelainan pembuluh darah otak
Pembuluh darah otak yang tidak normal suatu saat akan pecah dan
menimbulkan perdarahan.
h. Peningkatan hematokrit (resiko infark serebral)
Kontrasepasi oral (khususnya dengan disertai hipertensi, merokok, dan
kadar estrogen tinggi)
i. Penyalahgunaan obat (kokain)
j. Konsumsi alcohol
k. Lain–lain, Lanjut usia, penyakit paru–paru menahun, penyakit darah, asam
urat yang berlebihan, kombinasi berbagai faktor risiko secara teori.
6. Manifestasi Klinis
Gejala dari stroke non hemoragik yang mana tergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Adapun gejala Stroke non hemoragik
adalah:
a. Kehilangan motorik
Stroke adalah penyakit neuron atas dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunter. Gangguan kontrol volunter pada salah satu sisi tubuh dapat
menunjukan kerusakan pada neuron atas pada sisi yang belawanan dari otak.
Disfungsi neuron paling umum adalah hemiplegi (paralisis pada salah satu sisi
tubuh) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan dan hemiparises
(kelemahan salah satu sisi tubuh)
b. Kehilangan komunikasi
Fungsi otak lain yang yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan
komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa
dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut:
1) Disatria (kesulitan berbicara), ditunjukan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab
menghasilkan bicara.
2) Disfasia atau afasia (kehilangan bicara), yang terutama ekspresif atau
reseptif.
3) Apraksia, ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya.
c. Defisit lapang pandang
Sisi visual yang terkena berkaitan dengan sisi tubuh yang paralisis
yaitu kesulitan menilai jarak, tidak menyadari orang atau objek ditempat
kehilangan penglihatan.
d. Defisit sensori
Terjadi pada sisi berlawanan dari lesi yaitu kehilangan kemampuan
untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh.
e. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik
Bila kerusakan pada lobus frontal, mempelajari kapasitas, memori atau
fungsi intelektual mungkin terganggu. Disfungsi ini dapat ditunjukan dalam
lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa dan kurang
motivasi.
f. Disfungsi kandung kemih
Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontenensia urinarius
karena kerusakan kontrol motorik. (Suzzane C. Smelzzer, dkk, 2001, hlm.
2133-2134).
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan diagnostic:
1) CT Scan (Computer Tomografi Scan)
Pembidaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya
secara pasti. Hasil pemerikasaan biasanya didapatkan hiperdens fokal,
kadang pemadatan terlihat di ventrikel atau menyebar ke permukaan otak.
b. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan atau obstruksi arteri adanya titik okulasi atau raftur.
c. Pungsi Lumbal
Menunjukan adanya tekanan normal, tekanan meningkat dan cairan
yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan.
d. Magnatik Resonan Imaging (MRI)
Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
e. Ultrasonografi Dopler
Mengidentifikasi penyakit arteriovena.
f. Sinar X Tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal.
g. Elektro Encephalografi (EEG)
Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan
mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
h. Pemeriksaan Laboratorium:
1) Lumbal pungsi, pemeriksaan likuor merah biasanya di jumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal sewaktu hari – hari pertama.
2) Pemeriksaan kimia darah, pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia.
Gula darah dapat mencapai 250 mg didalam serum. (Arif Muttaqin, 2008,
hlm. 139).
8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan keperawatan
1) Penatalaksanaan klien pada fase awal serangan 42-72 jam pertama :
a) Mempertahankan klien cukup oksigen
b) Membersihkan lendir dari jalan nafas klien
c) Memonitor/pantau fungsi nafas klien
d) Mengkaji tingkat kesadaran klien
e) Melakukan penilaian kemampuan menelan
2) Penatalaksanaan klien stroke setelah melewati masa kritis :
a) Tata ruang : meletakkan benda-benda yang klienbutuhkan
didekatnya
b) Meletakkan pasien pada posisi kepala ditinggikan 15-30º
c) Mengatur posisi tempat tidur datar
d) Merubah posisi tubuh klien 1 kali 2 jam, miringkan kekiri dan
kekanan
e) Melakukan perawatan kebersihan badan, perawatan kulit, kebersihan
mata
f) Melakuan latihan gerak tubuh dan sendi pada pasien
g) Melatih klien untuk berbicara
3) Penatalaksanaan klien stroke pada fase rehabilitasi (penyembuhan):
a) Rutin melakukan latihan gerak/ROM
b) Melatih klien melakukan aktifitas ringan seperti memakai baju
c) Melakukan latihan berbicara
d) Keluarga memberikan motivasi pada klien untuk sembuh
4) Pengaturan makanan sehat untuk pasien stroke :
a) Menganjurkan pasien minum banyak air putih minimal 8 gelas/hari
b) Menghindari minum kopi dan alcohol
c) Menganjurkan menghindari memakan makanan yang mengandung
banyak gula
d) Menganjurkan menghindari makanan yang banyak lemak,
e) Menganjurkan klien banyak makan buah, banyak makan sayur,
rendah garam
f) Pada dasarnya makanan dapat diberikan sesuai dengan kondisi klien.
Makanan klien stroke dapat diberikan dalam 3 bentuk : pada
diblender dan makanan cair
b. Penatalaksaan Medis
1) Non Pembedahan
a) Terapi antikoagulan
Kontraindikasi pemberian terapi antikoagulan pada klien
dengan riwayat ulkus, eremia dan kegagalan hepar. Sodium
heparin diberikan secara subkutan atau melalui IV drip.
b) Phenytonin (Dilantin) dapat digunakan untuk mencegah kejang.
c) Enteris-coated, misalnya aspirin dapat digunakan untuk lebih dulu
menghancurkan trombotik dan embolik.
d) Epsilon-aminocaproic acid (Amicar) dapat digunakan untuk
menstabilkan bekuan diatas anuarisma yang ruptur.
e) Calcium channel blocker (Nimodipine) dapat diberikan untuk
mengatasi vasospasme pembuluh darah.
2) Pembedahan
a) Karotid endarteretomi untuk mengangkat plaque
atherosclerosis
b) Superior temporal arteri-middle serebra arteri anatomisis dengan
melalui daerah yang tersumbat dan menetapkan kembali aliran darah
pada daerah yang dipengaruhi.
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Fokus Pengkajian
a. Identitas
1) Identitas Klien
Meliputi Nama, Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, Agama,
Alamat, No. RM, Tanggal Masuk, Diagnose Medis
2) Identitas Penanggung jawab
Meliputi Nama, Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, Agama,
Alamat, Hubungan dengan pasien
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Yaitu keluhan yang paling dirasakan oleh klien pada saat dilakukan
pengkajian secara subyektif.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Menggunakan pola PQRST dan merupakan riwayat kesehatan yang
dimulai dari awal timbulnya gejala yang dirasakan sehingga membuat klien
mencari bantuan pelayanan baik medik maupun perawatan.
Pola PQRST tersebut bisa dideskripsikan : keluhannya apa? kriteria waktu
< / > 1 bulan? sudah ada tindak lanjut belum? hasilnya bagaimana? kenapa
sampai dibawa ke rumah sakit? Terangkan juga bagaimana perjalanan selama di
rumah sakit sampai diruang pelayanan berikutnya?. Temuan apa yang dikaji
setelah dari IGD? Bagaimana hasil pengkajian saat pertama kali di IGD?
Bagaimana hasil pengkajian pada saat di ruangan?
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Merupakan riwayat kesehatan yang pernah diderita oleh klien, baik penyakit
maupun perilaku yang berhubungan dengan atau yang dapat menyebabkan
keadaan sekarang.
Riwayat penyakit sebelumnya, riwayat penggunaan obat-obatan, pernah
dirawat di RS dengan penyakit apa?, yang ada hubungannya maupun tidak
dengan penyakit yang diderita sekarang.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Perlu dikaji dari anggota keluarga ada atau tidak yang menderita penyakit
sama seperti yang diderita klien saat ini oleh karena faktor herediter/genetik
maupun penyakit menular.
3. Pengkajian Pola Fungsional
Menurut Gordon:
a. Pola persepsi dan managemen kesehatan
Diisi dengan persepsi klien / keluarga terhadap konsep sehat dan sakit dan
upaya klien dan keluarga dalam bentuk pengetahuan, sikap dan perilaku yang
menjadi gaya hidup klien atau keluarga untuk mempertahankan kondisi sehat.
Miskonsepsi tentang sehat dan sakit hendaknya dideskripsikan dengan singkat
dan jelas.
b. Pola nutrisi dan metabolik
Di isi dengan kebiasaan klien dalam memenuhi kebutuhan nutrisi sebelum
sakit sampai dengan saatbsakit (saat ini) yang meliputi antropometri,
biochemical, clinical dan diet.
c. Pola eliminasi
Diisi dengan eliminasi alvi (buang air besar) dan eliminasi uri (BAK),
menggambarkan keadaan eliminasi klien sebelum klien sakit dengan saat sakit
( saat ini) yang meliputi frekuensi, konsistensi, warna, bau, adanya darah dan
lain – lain. Bila ditemukan adanya keluhan pada eliminasi hendaknya dibuatjab
deskripsi singkat dan jelas tentang keluhan yang dimaksud.
d. Pola aktivitas dan kebersihan
Diisi dengan aktivitas rutin yang dilakukan klien sebelum dan selama sakit
mulai dari bangun tidur sampai tidur kembali termasuk penggunaan waktu
senggang. Mobilitas selama sakit dilihat dan aktivitas perawatan diri seperti
makan, minum, toileting, berpakaian, berhias dan penggunaan instrumen.
e. Pola istirahat dan tidur
Jumlah dan kualitas tidur klien, apakah ada gangguan seperti (sering
terjaga/ terbangun, sulit memulai tidur, bangun tidur terlalu dini dan sulit tidur
lagi).
f. Pola kognitif dan persepsi sensori
Diisi dengan kemampuan klien berkomunikasi (betrbicara dan mengerti
pembicaraan) status mental dan orientasi, kemampuan penginderaan, penciuman,
perabaan dan pengecapan.
g. Pola konsep diri
Diisi hanya pada klien yang sudah dapat mengungkapkan perasaan yang
berhubungan dengan kesadaran akan dirinya sendiri meliputi : gambaran diri,
ideal diri, harga diri, peran diri, identitas diri.
h. Pola peran – hubungan
Diisi dengan hubungan klien dengan anggota keluarga, masyarakat pada
umumnya, perawat, dan tim kesehatan yang lain. Termasuk juga pola
komunikasi yang digunakan klien dalam berhubungan dengan orang lain.
i. Pola seksual dan pseksualitas
Pada anak usia 0-12 tahun diisi dengan tugas perkembangan psikoseksual.
Pada usia remaja – dewasa – lansia dikaji berdasarkan jenis kelaminnya.
Wanita : menarche, menstruasi, keluhan selama menstruasi, penggunaan alat
kontrasepsi fase pramenopause, menopause, posmenopause, orientasi seks,
hubungan seksual, keluhan dalam hubungan seksual.
Laki – laki : sirkulasi, mimpi basah, penggunaan alat kontrasepsi, orientasi
seksual, hubungan seksual, keluhan hubungan seksual.
j. Pola mekanisme koping
Diisi dengan mekanisme koping yang biasa digunakan klien menghadapi
masalah/ konflik/stress/kecemasan. Bagaimana klien mengambil keputusan
(sendiri atau dibantu) apakah ada perubahan dalam 6 bulan terakhir dalam
kehidupan.
k. Pola nilai kepercayaan
Diisi dengan nilai – nilai dan meyakinkan klien terhadap sesuatu dan
menjadi sugesti yang amat kuat sehingga mempengaruhi gaya hidup klien dan
berdampak pada kesehatan klien, termasuk juga praktik ibadah yang dijalankan
klien sebelum sakit sampai saat sakit. Untuk mengkaji pola ini sebaiknya
perawat yang melakukan pengkajian seagama dengan klien sehingga mampu
mendapatkan data yang lengkap.
PATHWAY
a. Diagnosa keperawatan (SDKI)
Diagnose keperawatan yang muncul menurut standar diagnose keperawatan
indonesia (SDKI) 2016-2017 yaitu:
1. Gangguan mobilitas fisik (D.0054)
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara
mandiri.
2. Risiko defisit nutrisi (D.0032)
berisiko mengalami asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme.
3. Gangguan rasa nyaman (D.0074)
Perasaan kurang senang, lega dan sempurna dalam dimensi fisik,
psikospiritual, lingkungan dan sosial
b. Tujuan dan kriteria hasil (SLKI)
1. Mobilitas fisik (L.05042)
Kemampuan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara
mandiri.
menurun Cukup sedang Cukup meningkat
menurun meningkat
Pergerakan 1 2 3 4 5
ekstremitas
Kekuatan otot 1 2 3 4 5
Rentang gerak 1 2 3 4 5

Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun


Meningkat Menurun
Kaku sendi 1 2 3 4 5
Kelemahan fisik 1 2 3 4 5

2. Status nutrisi ( L. 03030)


Keadekuatan asupan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan metabolism
Kriteria hasil:
Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat Meningkat
Menurun
Porsi makanan 1 2 3 4 5
yang dihabiskan
Kekuatan otot 1 2 3 4 5
mengunyah
Kekuatan otot 1 2 3 4 5
menelan
Verbalisasi 1 2 3 4 5
keinginan untuk
meningkatkan
nutrisi

memburuk Cukup sedang Cukup membaik membaik


memburuk
Berat badan 1 2 3 4 5
Indeks massa 1 2 3 4 5
tubuh

Nafsu makan 1 2 3 4 5

3. Status kenyamanan (L.08064)


Keseluruhan rasa nyaman dan aman secara fisik, psikologis, spiritual, sosial,
budaya dan lingkungan.
Kriteria hasil :
Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat Meningkat
Menurun
Kesejahteraan 1 2 3 4 5
fisik
Dukungan sosial 1 2 3 4 5
dari keluarga
Perawatan sesuai 1 2 3 4 5
dengan kebutuhan

Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun


Meningkat Menurun
Keluhan tidak 1 2 3 4 5
nyaman
Gelisah 1 2 3 4 5

memburuk Cukup sedang Cukup membaik membaik


memburuk
Pola eliminasi 1 2 3 4 5
Pola hidup 1 2 3 4 5

Pola tidur 1 2 3 4 5

c. Intervensi ( SIKI)
a. Gangguan mobilitas fisik (D.0054)
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas
secara mandiri
1) Dukungan Mobilisasi (I.05173)
Memfasilitasi pasien untuk meningkatkan aktivitas pergerakan fisik
 Tindakan
- Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
- Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
 Terapeutik
- Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (mis. Pagar
tempat tidur)
- Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
- Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
 Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
b. Risiko defisit nutrisi (D.0032)
Berisiko mengalami asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme.
1) Managemen gangguan makan (I. 03111)
Mengidentifikasi dan mengelola diet yang buruk, olahraga
berlebihan dan/atau pengeluaran makanan dan cairan tubuh.
 Tindakan
- Diskusi perilaku makan dan jumlah aktivitas fisik (termasuk
olahraga) yang sesuai.
- Berikan penguatan positif terhadap keberhasilan target dan
perubahan perilaku
 Edukasi
- Ajarkan pengatutran diet yang tepat
- Ajarkan keterampilan koping untuk menyelesaikan masalah
perilaku makan

 Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang target berat badan,
kebutuhan kalori dan pilihan makanan.
c. Gangguan rasa nyaman (D.0074)
Perasaan kurang senang, lega dan sempurna dalam dimensi fisik,
psikospiritual, lingkungan dan sosial
1) Terapi relaksasi (I.09326)
 Tindakan
- Identifikasi teknik relaksasi yang pernah digunakan
- Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan penggunaan teknik
sebelumnya
- Monitor respons terhadap terapi relaksasi
 Terapeutik
- Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu ruang yang nyaman, jika perlu
- Gunakan pakaian longgar
- Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan
analgetik atau tindakan medis lain yang sesuai
 Edukasi
- Jelaskan tujuan, manfaat, batasan dan jenis relaksasi yang
tersedia (mis. Musik, meditasi, napas dalam, relaksasi otot
progresif)
- Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang dipilih
- Anjurkan mengambil posisi nyaman
- Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi
- Anjurkan sering mengulangi atau melatih teknik yang dipilih
- Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi (mis. Napas dalam,
peregangan atau imajinasi terbimbing

DAFTAR PUSTAKA

PPNI (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia :Definisi dan Indikator


Diagnostik , Edisi 1. Jakarta Selatan :
PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia :Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta Selatan : DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan tindakan
keperawatan , Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta. EGC.
Corwin Elizabeth J. Buku saku pathofisiologi. Edisis 3, alih bahasa Nike Budi Subekti,
Egi Komara Yuda, Jakarta: EGC, 2009.
Doenges, Marilynn E., Moorhouse, Mary Frances dan Geissler, Alice C. 2000. Edisi
3.Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta.EGC.
Docterman dan Bullechek. Nursing Invention Classifications (NIC), Edition 4, United
States Of America: Mosby Elseveir Acadamic Press, 2004.
Gejala, Diagnosa & Terapi Stroke Non Hemoragik. Diambil dari
http://www.scribd.com/doc/28329428/Laporan-Pendahuluan-Asuhan Keperawatan-
Klien-Dengan-Stroke. Diakses di internet 13 April 2012
Guyton, Arthur C, Fisiologi Manusia dan Mekanisme Panyakit, Edisi 3, Jakarta: EGC,
1997.
Herdman Heather T, Nanda International. Diagnosis Keperawatan: Defenisi dan
klassifikasi, Editor edisi bahasa Indonesia Monica Ester, Jakarata: EGC, 2009.
Linda Juall Carpenito, 1995, Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, EGC,
Jakarta.
Maas, Morhead, Jhonson dan Swanson. Nursing Out Comes (NOC), United States Of
America: Mosby Elseveir Acadamic Press, 2004.
Mansjoer, arief, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid
Pertama.Jakarta. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai