Makalah Tasawuf Kel 3

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 19

DASAR-DASAR FILOSOFI MAQOMAH DAN AHWAL

Disusun Oleh:

Kelompok 2

1. Evi Novita (230101092)


2. Desti Salsabila Aulia (230101070)
3. Tri Wulan Ramadani (230101104)

Dosen Pengampu:

M. Muttaqin, M.pd.I

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

INSTITUT AGAMA ISLAM AL-QUR’AN AL-ITTIFAQIYAH INDRALAYA

INDRALAYA OGAN ILIR SUMATERA SELATA

2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya,
penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul "Dasar-Dasar Filosofi Maqamah dan
Ahlwal." Makalah ini disusun sebagai upaya untuk menggali dan memahami konsep-konsep
fundamental dalam filsafat maqamah dan ahwal, yang merupakan bagian penting dalam tradisi
tasawuf.

Maqamah dan ahwal memiliki peranan yang signifikan dalam perjalanan spiritual individu,
di mana maqamah merujuk pada keadaan tetap yang dicapai oleh seorang sufi, sementara ahwal
menggambarkan pengalaman transien yang menyertai perjalanan spiritual tersebut.
Pemahaman yang mendalam tentang kedua konsep ini sangat penting bagi siapa saja yang ingin
mendalami spiritualitas dan etika dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam penulisan makalah ini, penulis berharap dapat memberikan wawasan yang jelas dan
komprehensif mengenai dasar-dasar filosofi maqamah dan ahwal, serta relevansinya dalam
konteks kehidupan modern. Penulis juga berharap makalah ini dapat menjadi referensi yang
bermanfaat bagi para pembaca yang ingin mengeksplorasi lebih jauh tentang tasawuf dan
spiritualitas.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung
dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan inspirasi
bagi kita semua.

Akhir kata, penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif demi perbaikan di masa
mendatang.

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Indralaya, September 2024


DAFTAR ISI

COVER ........................................................................................................................................

KATA PENGANTAR ................................................................................................................. i

DAFTAR ISI .............................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... 2

A. Pengertian Dasar – Dasar Filosofi ....................................................................................... 2


B. Pengertian Maqomah Dan Ahwal ........................................................................................ 4
C. Tahapan Maqamat ................................................................................................................ 9
D. Tahapan Akhwal .................................................................................................................. 9
E. Perbedaan Maqamat dan Ahwal ........................................................................................ 11

BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 12

A. Kesimpulan ................................................................................................................. 12
B. Saran ............................................................................................................................ 13

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 14


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Maqamah dan ahwal merupakan dua konsep penting dalam tradisi tasawuf, yang
berperan dalam membimbing perjalanan spiritual seseorang menuju kedekatan dengan
Allah. Maqamah merujuk pada tahapan-tahapan yang tetap yang ditempuh melalui usaha
ibadah, sedangkan ahwal adalah keadaan emosional atau pengalaman spiritual yang lebih
sementara dan transien. Dalam tradisi ini, pemahaman tentang maqamah dan ahwal sangat
penting untuk mendalami spiritualitas dan etika dalam kehidupan seorang sufi.
Perjalanan spiritual ini menggambarkan usaha individu untuk mencapai kedekatan
dengan Tuhan melalui berbagai fase dan keadaan. Bagi seorang sufi, maqamah adalah hasil
dari inda dan indaka spiritual, sedangkan ahwal lebih merupakan pemberian langsung dari
Allah, yang tidak dapat diperoleh melalui usaha manusia. Pemahaman tentang konsep-
konsep ini sangat relevan dalam membentuk kesadaran spiritual seseorang, serta
memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana seorang individu dapat mencapai
kebahagiaan sejati dan keseimbangan dalam kehidupan spiritual dan duniawi.
Dalam konteks kehidupan modern, pemahaman ini tetap relevan karena mengajarkan
nilai-nilai penting seperti kesabaran, ketulusan, dan pengendalian diri, yang dapat
diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan. Dengan mempelajari filsafat maqamah dan
ahwal, diharapkan kita dapat lebih memahami jalan spiritual dan lebih mendekatkan diri
kepada Allah.
Makalah ini disusun untuk menggali lebih jauh tentang pengertian dasar maqamah dan
ahwal, serta implikasinya dalam konteks tasawuf dan kehidupan spiritual sehari-hari.
Penulis berharap kajian ini dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai
perjalanan spiritual sufi serta inspirasi bagi mereka yang ingin mendalami tasawuf.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Dasar – Dasar Filosofi


Filosofi merupakan salah satu cabang pemikiran yang paling mendalam dan luas, yang
berusaha menjawab berbagai pertanyaan mendasar tentang eksistensi, realitas, kebenaran, dan
nilai-nilai. Memahami dasar-dasar filosofi sangat penting untuk mengembangkan kemampuan
berpikir kritis dan menganalisis isu-isu kehidupan secara lebih mendalam.1 Dalam konteks ini,
kita akan membahas tiga cabang utama filosofi: indakanent, indakan, dan etika.
1. Epistemologi: Teori Pengetahuan
Epistemologi adalah cabang filosofi yang berkaitan dengan studi tentang pengetahuan.
Pertanyaan yang muncul dalam indakanent meliputi:
- indaka pengetahuan?
- Bagaimana kita dapat mengetahui sesuatu?
- Apa yang membedakan pengetahuan dari opini atau kepercayaan?
Dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, indakanent mengkaji sumber, batas, dan
validitas pengetahuan.2
Salah satu tokoh utama dalam indakanent adalah René Descartes, yang terkenal dengan
ungkapan “Cogito, ergo sum” (Saya berpikir, maka saya ada). Descartes berpendapat bahwa
keraguan adalah titik awal yang penting dalam pencarian pengetahuan. Dia menunjukkan
bahwa satu-satunya hal yang tidak dapat diragukan adalah keberadaan pemikir itu sendiri.3
Epistemologi juga membahas berbagai teori pengetahuan, seperti empirisme, yang
menekankan pengalaman dan pengamatan sebagai sumber pengetahuan, dan rasionalisme,
yang mengedepankan akal sebagai sumber utama. Dalam konteks modern, isu-isu seperti
skeptisisme dan relativisme juga menjadi perhatian penting. Skeptisisme menantang asumsi
bahwa pengetahuan yang kita miliki dapat dianggap benar, sementara relativisme mengusulkan
bahwa kebenaran bersifat subjektif dan bergantung pada perspektif indakanenta budaya.4

1
Maksum, Ali. Filsafat Ilmu Sosial. Universitas Brawijaya Press, 2023.
2
Zamroni, Mohammad. Filsafat Komunikasi: Pengantar Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis.
IRCiSoD, 2022.
3
Salsabila, Athaya Nurma, et al. "Analisa Pemikiran Rene Descartes Mengenai Rasionalisme dan
Sinergitasnya Terhadap Pendidikan Islam." Jurnal Pendidikan Islam Muta'allimin 1.1 (2023): 43-52.
4
Junaedi, H. Mahfud, and Mirza Mahbub Wijaya. Pengembangan Paradigma Keilmuan Perspektif
Epistemologi Islam: Dari Perenialisme hingga Islamisme, Integrasi-Interkoneksi dan Unity of Sciences. Prenada
Media, 2020.
2. Ontologi: Studi tentang Keberadaan
Ontologi merupakan cabang filosofi yang mempelajari hakikat keberadaan. Pertanyaan-
pertanyaan sentral dalam indakan meliputi:
- Apa yang ada?
- indaka realitas?
- Apa sifat dari entitas-entitas yang ada di dunia ini?
Ontologi tidak hanya mencakup studi tentang benda fisik, tetapi juga entitas non-fisik
seperti ide, konsep, dan hubungan.5
Tokoh penting dalam bidang ini adalah Martin Heidegger, yang membedakan antara
“being” (keberadaan) dan “beings” (benda-benda yang ada). Heidegger menekankan
pentingnya memahami konteks keberadaan dalam kehidupan manusia. Dalam pandangannya,
manusia tidak dapat dipisahkan dari konteks 6indak, 6indaka, dan budaya di mana mereka
hidup.6
Dalam perkembangan 6indakan, ada juga pembahasan tentang 6indaka dan 6indak.
Dualisme, yang dipopulerkan oleh Descartes, berargumen bahwa ada dua jenis substansi yang
berbeda: mental dan fisik. Sebaliknya, 6indak berpendapat bahwa hanya ada satu jenis
substansi yang mendasari segala sesuatu. Pertanyaan-pertanyaan ini membawa kita untuk
merenungkan hakikat realitas dan posisi kita di dalamnya.7
3. Etika: Teori Moral
Etika adalah cabang filosofi yang membahas pertanyaan tentang moralitas dan 6indakan
yang baik atau buruk. Isu-isu utama dalam etika meliputi:
- 6indaka kebaikan?
- Apa yang membuat 6indakan menjadi benar atau salah?
- Bagaimana kita harus hidup?

Etika dapat dibagi menjadi beberapa aliran, termasuk 6indakan6e, utilitarianisme, dan etika
6indakan6.8

5
Basuki, Basuki, et al. "Perjalanan menuju pemahaman yang mendalam mengenai ilmu pengetahuan:
studi filsafat tentang sifat realitas." Jurnal ilmiah global education 4.2 (2023): 722-734.
6
Ajidarma, Seno Gumira. Kisah mata: fotografi antara dua subyek: perbincangan tentang ada.
Galangpress Group, 2003.
7
Junaedi, H. Mahfud, and Mirza Mahbub Wijaya. Pengembangan Paradigma Keilmuan Perspektif
Epistemologi Islam: Dari Perenialisme hingga Islamisme, Integrasi-Interkoneksi dan Unity of Sciences. Prenada
Media, 2020.
8
Surajiyo, Surajiyo, and Harry Dhika. "Teori-teori Etika Dan Peranan Prinsip Etika Bisnis Dalam
Kelangsungan Usaha Perusahaan Bisnis." Jurnal Manajemen 11.1 (2024): 68-76.
Deontologi, yang diperkenalkan oleh Immanuel Kant, menekankan kewajiban dan aturan
moral sebagai dasar 7indakan yang benar. Kant berpendapat bahwa 7indakan harus
berdasarkan prinsip yang dapat diterima secara universal. Sebaliknya, utilitarianisme, yang
dikembangkan oleh Jeremy Bentham dan John Stuart Mill, berfokus pada konsekuensi dari
7indakan dan menilai benar atau salah berdasarkan sejauh mana 7indakan tersebut
menghasilkan kebahagiaan atau mengurangi penderitaan.9
Etika 7indakan7, yang berasal dari pemikiran Aristoteles, menekankan pentingnya karakter
dan 7indakan7 individu dalam menentukan 7indakan yang baik. Menurut pandangan ini, tujuan
hidup adalah mencapai eudaimonia, atau kebahagiaan yang sejati, melalui pengembangan
7indakan7.10

B. Pengertian Maqomah Dan Ahwal


secara harfiah, maqamat merupakan bentuk jamak dari kata maqam yang berarti tempat
berpijak atau pangkat mulia. Dalam Bahasa Inggris maqamat dikenal dengan istilah stages yang
berarti tangga. Sedangkan dalam ilmu Tasawuf, maqamat berarti kedudukan hamba dalam
pandangan Allah berdasarkan apa yang telah diusahakan, baik melalui riyadhah, ibadah,
maupun mujahadah. Di samping itu, maqamat berarti jalan 7indaka atau fase-fase yang harus
ditempuh oleh seorang sufi untuk berada sedekat mungkin dengan Allah. Maqam dilalui
seorang hamba melalui usaha yang sungguh-sungguh dalam melakukan sejumlah kewajiban
yang harus ditempuh dalam jangka waktu tertentu. Seorang hamba tidak akan mencapai makam
berikutnya sebelum menyempurnakan makam sebelumnya.
Menurut al-Qusyairi (w. 465 H) maqam adalah tahapan adab (etika) seorang hamba dalam
rangka wushul (sampai) kepadaNya dengan berbagai 7inda, diwujudkan dengan suatu tujuan
pencarian dan ukuran tugas. Adapun pengertian maqam dalam pandangan al-Sarraj (w. 378 H)
yaitu kedudukan atau tingkatan seorang hamba dihadapan Allah yang diperoleh melalui
serangkaian pengabdian (ibadah), kesungguhan melawan hawa nafsu dan penyakit-penyakit
hati (mujahadah), 7indaka-latihan spiritual (riyadhah) dan mengarahkan segenap jiwa raga
semata-mata kepada Allah. Semakna dengan al-Qusyairi, al-Hujwiri (w. 465 H) menyatakan
bahwa maqam adalah keberadaan seseorang di jalan Allah yang dipenuhi olehnya kewajiban-
kewajiban yangberkaitan dengan maqam itu serta menjaganya hingga ia mencapai
kesempurnaannya.

Violita, Michella Desri, and S. Sos. Konsumerisme Masyarakat Urban: Konsep, Sejarah, dan
9

Pengaruhnya terhadap Pola Gaya Hidup (Kajian Kritis Etika Deontologi Immanuel Kant). Nilacakra, 2023.
Jika diperhatikan beberapa pendapat sufi diatas maka secara terminologis kesemuanya
sepakat memahami Maqamat bermakna kedudukan seorang pejalan spiritual di hadapan Allah
yang diperoleh melalui kerja keras beribadah, bersungguh-sungguh melawan hawa nafsu dan
8indaka-latihan spiritual sehingga pada akhirnya ia dapat mencapai kesempurnaan. Bentuk
maqamat adalah pengalaman-pengalaman yang dirasakan dan diperoleh seorang sufi melalui
usaha-usaha tertentu; jalan 8indaka berisi tingkatan- tingkatan yang harus ditempuh oleh
seorang sufi agar berada sedekat mungkin dengan Allah. Tasawuf memang bertujuan agar
manusia (sufi) memperoleh hubungan langsung dengan Allah sehingga ia menyadari benar
bahwa dirinya berada sedekat-dekatnya dengan Allah. Namun, seorang sufi tidak dapat begitu
saja dekat dengan Allah. Ia harus menempuh jalan 8indaka yang berisi tingkatan-tingkatan
(stages atau stations). Jumlah maqam yang harus dilalui oleh seorang sufi ternyata bersifat
8indakan. Artinya, antara satu sufi dengan yang lain mempunyai jumlah maqam yang berbeda.
Ini merupakan sesuatu yang wajar mengingat maqamat itu terkait erat dengan pengalaman sufi
itu sendiri. Seperti menurut beberapa sufi yang telah merumuskan tahapan Al-Maqamat yang
antara lain adalah:
a. Al Tushi (980M)
Dia menyebutkan bahwa tingkatan al-maqamat adalah diawali dengan tobat (at taubah),
warak (wara’), zuhud (al-zhud), kefakiran (al-faqr), sabar (al-shabr), tawakal (at-
tawakkul), dan terakhir kerelaan (al-ridha).
b. Abu al-Najib al-Suhrawardi (1168)
Menurut dia adalah al-intibah, al- taubah, al-inabah, al-wara, muhasabah al-nafs, al- iradah,
al-zuhd, al-faqir, al-shidg, al-tashbir, al-shabr, al-ridha, al-ikhlash, dan al- tawakkul.
c. Al kabalazi
Menulis bahwa tingkatan maqamat adalah diawali dari tobat (at-taubah), zuhud (al-zuhd),
sabar (al-shabr), kefakiran (al-faqr), rendah hati (tawadhu), tawakal (al-tawakal), kerelaan
(al-ridha), cinta (al-mahabbah) dan makrifat (al-ma’rifah) Namun “kamu sufi sepakat
bahwa pejalanan spiritual jiwa manusia menuju Allah Swt. Harus diawali dari tinggkatan
tobat sampai 8indaka rida sebagai tingkatan 8indakan8 tertinggi sebagai wujud kedekatan
manusia dengan-Nya, meskipun kalangan sufi dari tasawuffalsafi menegaskan kemampuan
jiwa manusia untuk dapat lebih dekat lagi kepada-Nya lebih dari hanya tingkatan rida
semata” Dan maqamat yang oleh mereka disepakati, yaitu al-taubah, al-zuhud, al-wara, al-
faqr, al-shabr, al-tawakkal dan al-ridla. Sedangkan al-tawaddlu, al-mahabbah, dan al-
ma’rifah oleh mereka tidak disepakati sebagai maqamat. Terhadap tiga istilah yang disebut
terakhir itu (al-tawaddlu, al-mahabbah dan al-ma’rifah) terkadang para ahli tasawuf
menyebutnya sebagai maqamat, dan terkadang menyebutnya sebagai hal dan ittihad
(tercapainya kesatuan wujud rohaniah dengan Ja’far, Gerbang Tasawuf, Tuhan). Untuk
lebih jelasnya berikutnya akan di sampaikan masing masing pengrtian dari setiap tahap
berikut :
1. Tobat
Pengertian tobat secara 9indak berasal dari 9indak Arab taba-yatubu-taubatan yang berarti
“9indaka” dan “penyelesalan”. Dan menurut kamus besar 9indak 9indakan9 tobat berarti
“sadar dan menyesal akan dosa (perbuatan yg salah atau jahat) dan berniat akan
memperbaiki tingkah laku dan perbuatan.Sedangkan pengertian taubat bagi kalangan sufi
adalah memohon ampun atas segala dosa yang disertai dengan penyesalan dan berjanji
dengan sungguh-sungguh untuk tidak mengulangi perbuatan dosa tersebut dan dibarengi
dengan melakukan 9indakan9 yang dianjurkan oleh Allah. Taubat menurut Dzun Nun al-
Misri dibedakan menjadi tiga tingkatan:
(1) orang yang bertaubat dari dosa dan keburukan
(2) orang yang bertaubat dari kelalaian mengingat Allah
(3) orang yang bertaubat karena memandang kebaikan dan ketaatannya
Dari ketiga tingkatan taubat tersebut, yang dimaksud sebagai maqam dalam tasawuf adalah
9inda taubat, karena merasakan kenikmatan batin. Bagi orang awam, taubat dilakukan dengan
membaca astagfirullah wa atubu ilaihi. Sedangkan bagi orang khawash taubat dilakukan
dengan riyadhah dan mujahadah dalam rangka membuka hijab yang membatasi dirinya dengan
Allah swt. Taubat ini dilakukan para sufi hingga mampu menggapai maqam yang lebih tinggi.
Lain halnya dengan Ibnu Taimiyah. Ia membedakan taubat menjadi dua: taubat wajib dan
taubat sunnah. Taubat wajib adalah taubat karena menyesali perbuatan meninggalkan perkara-
perkara wajib, atau menyesal karena melakukan perkara-perkara haram. Sedangkan taubat
sunnah adalah taubat karena menyesali perbuatan meninggalkan perkara-perkara sunnah, atau
karena menyesali perbuatan melakukan perkara-perkara makruh. Berkaitan dengan dua macam
taubat ini, Ibnu Taimiyah menjelaskan tingkatan/derajat orang yang bertaubat menjadi dua
yaitu:
- Pertama, al-abrar al-muqtashidun (orang-orang yang berbakti lagi pertengahan), yaitu
orang-orang yang melakukan jenis taubat yang pertama, yaitu taubat wajib.
- Kedua, as-sabiqun al-awwalun. Mereka adalah orang yang melakukan jenis taubat wajib
dan taubat sunnah.
Taubat seperti dijelaskan oleh Imam Ghazali dalam kitabnya “Ihya ulumuddin” adalah
sebuah makna yang terdiri dari tiga unsur: ilmu, hal dan amal. Ilmu adalah unsur yang pertama,
kemudian yang kedua hal, dan ketiga amal. Ia berkata: yang pertama mewajibkan yang kedua,
dan yang kedua mewajibkan yang ketiga. Berlangsung sesuai Dan dalam sebuah buku di
jelaskan tentang orang yang ber taubat bahwa “ sebagaimana yang diketahui,bahwa orang yang
suka bertaubat menunjukkan bahwa dia banyak berdosa. Dari situ kita dapat memahami bahwa,
betapapun banyakkanya dosa seseorang, jika dia mengiringi setiap dosa dengan taubat, maka
sesungguhnya Allah akan mencintainya.”
2. Zuhud
“Secara etimologis, zuhud berarti ragaba ‘ansyai’in wa tarakahu, artinya tidak tertarik
terhadap sesuatu dan meninggalkannya. Zuhada fi al-dunya, berarti mengosongkan diri
dari kesenangan dunia untuk ibadah” Menurut pandangan orang-orang sufi, dunia dan
segala kemewahan, serta kelezatannya adalah sumber kemaksiatan dan penyebab
terjadinya perbuatan-perbuatan dosa. Oleh karena itu, seorang pemula atau calon sufi
harus terlebih dahulu menjadi 10inda. Sikap zuhd ini erat hubungannya dengan taubah,
sebab taubah tidak akan berhasil apabila hati dan keinginannya masih terkait kepada
kesenangan duniawi.
Mengenai pengertian zuhd ini terdapat berbagai variasi. Al-Junaidi berkata: “Zuhd ialah
keadaan jiwa yang kosong dari rasa memiliki dan ambisi menguasai.” Ali bin Abi Talib
10indak ditanya tentang zuhd, menjawab: “Zuhd berarti tidak peduli, siapa yang memanfaatkan
benda-benda duniawi ini, baik seorang yang beriman atau tidak.” Dan al-Syibli 10indak ditanya
tentang zuhd, berkata: “Dalam kenyataannya zuhd itu tidak ada. Jika seseorang bersikap zuhd
pada sesuatu yang tidak menjadi miliknya, maka itu bukan zuhd, dan jika seseorang bersikap
zuhd pada sesuatu yang menjadi miliknya, bagaimana bisa dikatakan bahwa itu zuhd,
sedangkan sesuatu itu masih adapadanya dan dia masih memilikinya? Zuhd berarti menahan
nafsu, bermurah hati dan berbuat kebaikan.” Hal ini seakan-akan mengisyaratkan bahwa dia
mengartikan zuhd sebagai 10indakan meninggalkan sesuatu yang tidak menjadi miliknya. Dan
jika sesuatu itu tidak menjadi milik seseorang, maka tidak dapat dikatakan bahwa orang itu
meninggalkannya, sebab sesuatu memang telah tertinggalkan, sedangkan jika sesuatu itu
menjadi milik seseorang, maka tidak mungkin orang itu meninggalkannya. Namun, betapapun
bervariasinya pengertian yang diberikan, tekanan utama pada sikap zuhd adalah mengurangi
keinginan terhadap kehidupan duniawi. Zuhud berdasarkan maksudnya dibagi menjadi tiga
tingkatan.
• Pertama, zuhud menjauhkan dunia agar terhindar dari hukuman akhirat.
• Kedua, zuhud menjauhi dunia dengan mengharap imbalan di akhirat.
• Ketiga, zuhud meninggalkan kesenangan dunia bukan karena berharap atau takut, akan
tetapi karena kecintaan terhadap Allah semata.

Sedangkan Akhwal dalam tasawuf merujuk pada keadaan atau pengalaman spiritual yang
dialami oleh seorang sufi dalam perjalanan menuju kedekatan dengan Allah. Akhwal sering
dianggap sebagai pengalaman batin yang 11indakan11ental dan beragam, dan berbeda dari
maqamat, yang lebih bersifat tahapan atau 11indaka dalam perjalanan spiritual. Berikut adalah
beberapa penjelasan mengenai akhwal secara detail:
1. Pengalaman Spiritual: Akhwal mencakup berbagai pengalaman emosional dan
spiritual, seperti rasa dekat dengan Allah, kebahagiaan, keheningan, atau bahkan
kesedihan dalam perjalanan menuju-Nya.
2. Keadaan yang Sementara: Akhwal bersifat sementara dan bisa berubah-ubah.
Seorang sufi bisa mengalami keadaan yang berbeda-beda dalam waktu singkat,
tergantung pada kondisi batin dan hubungan dengan Allah.
3. Persepsi dan Kesadaran: Akhwal mencakup perubahan dalam persepsi, seperti
merasa lebih peka terhadap kehadiran Allah, meningkatnya rasa cinta, dan kedamaian
dalam hati.
4. Tahap Mendalami Diri: Dalam akhwal, seorang sufi seringkali merenungkan diri dan
meningkatkan kesadaran akan kekurangan serta dosa-dosanya, yang dapat
memperdalam proses pertobatan dan penyerahan diri.
5. Pengaruh Lingkungan: Lingkungan dan konteks spiritual, seperti berkumpul dengan
orang-orang saleh atau melakukan ibadah, dapat memengaruhi akhwal yang dialami.
6. Contoh Akhwal: Beberapa contoh akhwal meliputi:
o Huzur: Merasa dekat dan hadirnya Allah.
o Khauf: Rasa takut yang mendalam terhadap kebesaran Allah.
o Raja’: Harapan dan kerinduan kepada Allah.
o Sukr: Kegembiraan dan rasa 11indak atas karunia Allah.
7. Keterkaitan dengan Maqamat: Meskipun akhwal dan maqamat berbeda, keduanya
saling berhubungan. Akhwal sering kali muncul sebagai respons terhadap maqamat
yang dilalui, memberikan warna pada pengalaman spiritual.
C. Tahapan Maqamat
Maqamat adalah hasil dari usaha yang sungguh-sungguh (makaasib) melalui berbagai
bentuk ibadah, mujahadah (perjuangan spiritual), dan riyadah (indaka spiritual). Berikut
adalah beberapa tahapan maqamat yang umum dikenal dalam tasawuf:
1. Taubat: Tahap pertama yang harus dilalui oleh seorang sufi. Taubat berarti indaka dari
segala yang tercela menuju semua yang terpuji. Ini melibatkan penyesalan atas dosa-
dosa yang telah dilakukan dan bertekad untuk tidak mengulanginya.
2. Warak: Menghindari diri dari perbuatan dosa atau hal-hal yang meragukan (syubhat).
Warak menunjukkan kehati-hatian seorang sufi dalam menjaga dirinya dari hal-hal
yang bisa menjauhkannya dari Allah SWT.
3. Zuhud: Sikap meninggalkan ketergantungan pada duniawi. Zuhud bukan berarti tidak
memiliki harta, tetapi tidak terpengaruh oleh kekayaan tersebut. Seorang sufi yang
zuhud hanya bergantung kepada Allah SWT.
4. Fakir: Tidak adanya harta pada seseorang. Fakir menunjukkan ketergantungan total
seorang sufi hanya kepada Allah SWT, bukan kepada makhluk lainnya.
5. Sabar: Menahan diri dari segala bentuk kesulitan dan cobaan dengan penuh ketabahan.
Sabar adalah kemampuan untuk tetap teguh dalam ketaatan kepada Allah meskipun
menghadapi berbagai rintangan.
6. Syukur: Rasa terima kasih yang mendalam kepada Allah atas segala nikmat yang
diberikan. Syukur melibatkan pengakuan bahwa semua yang dimiliki adalah pemberian
dari Allah.
7. Raja’ dan Khauf: Harapan dan takut. Raja’ adalah harapan akan indak Allah, sementara
khauf adalah rasa takut akan murka-Nya. Kedua perasaan ini harus seimbang dalam diri
seorang sufi.
8. Mahabbah: Cinta kepada Allah. Mahabbah adalah perasaan cinta yang mendalam dan
tulus kepada Allah, yang mendorong seorang sufi untuk selalu mendekatkan diri
kepada-Nya.
9. Ridha: Kepuasan dan penerimaan terhadap segala ketetapan Allah. Ridha adalah
maqam tertinggi di mana seorang sufi menerima segala yang terjadi sebagai kehendak
Allah dengan penuh keikhlasan.
D. Tahapan Akhwal
Akhwal dalam tasawuf terdiri dari berbagai tahapan yang menggambarkan pengalaman
spiritual yang dialami oleh seorang sufi. Berikut adalah beberapa tahapan akhwal beserta
penjelasannya:
1. Huzur(Kehadiran)
Merupakan keadaan di mana seorang sufi merasakan kehadiran Allah secara langsung.
Dalam kondisi ini, hati menjadi tenang, dan terdapat kesadaran yang mendalam akan
cinta dan kasih indak Allah.
2. Khauf(Takut)
Dalam tahap ini, seorang sufi merasakan rasa takut yang mendalam terhadap kebesaran
dan keagungan Allah. Ini adalah pengingat akan kekurangan diri dan pentingnya
pertobatan.
3. Raja’(Harapan)
Merupakan keadaan di mana seorang sufi merasakan harapan yang kuat akan indak dan
pengampunan Allah. Di tahap ini, terdapat rasa kerinduan untuk indaka kepada-Nya
dan memperbaiki diri.
4. Sukr(Kegembiraan)
Akhwal ini adalah perasaan kegembiraan dan indak yang mendalam atas segala karunia
yang diberikan Allah. Ini sering kali diiringi dengan rasa cinta yang tak terhingga
kepada-Nya.
5. Fana(HilangnyaDiri)
Tahap ini melibatkan pengalaman kehilangan identitas ego, di mana seorang sufi
merasakan penyatuan dengan Allah. Ini adalah kondisi puncak dari pengalaman
spiritual.
6. Baqa(Kekekalan)
Setelah mencapai fana, seorang sufi merasakan keberadaan yang kekal dalam Allah.
Dalam tahap ini, kesadaran akan diri dan ciptaan berkurang, dan inda sepenuhnya pada-
Nya.
7. SakratulMaut(KematianSpiritual)
Ini adalah pengalaman mendalam di mana seorang sufi merasakan seolah-olah
menghadapi kematian, meninggalkan segala hal duniawi untuk sepenuhnya indaka
dengan Allah.
8. Khalwat(Kesunyian)
Keadaan di mana seorang sufi menarik diri dari keramaian dunia untuk merenung dan
beribadah lebih dalam. Ini membantu memperdalam hubungan dengan Allah.
9. KhalwatDzikr(KesunyiandalamDzikir)
Dalam tahap ini, sufi melakukan dzikir dengan penuh kesadaran, merasakan kedekatan
yang lebih intim dengan Allah. Ini sering kali membawa kepada pengalaman spiritual
yang lebih mendalam.

E. Perbedaan Maqamat dan Ahwal


Maqamat dan ahwal memiliki perbedaan sebagai berikut:
1. Maqamat adalah hasil dari usaha (makaasib), sedangkan ahwal adalah hasil dari
pemberian (mawaahib).
2. Maqamat diperoleh dengan mengerahkan segenap inda, seperti mujahadah, ibadah, dan
riyadah. Sedangkan ahwal diperoleh tanpa melalui cara tersebut, melainkan dengan
kemurahan Allah SWT.
3. Maqamat bersifat permanen dan menetap pada diri seseorang, sedangkan ahwal bersifat
temporer dan bisa hilang atau berubah.
4. Maqamat bersifat aktif dan membutuhkan indakan dari seseorang, sedangkan ahwal
bersifat pasif dan tidak membutuhkan indakan dari seseorang.

Beberapa contoh maqamat dalam tasawuf adalah : Tentu! Berikut adalah beberapa contoh
maqamat dalam tasawuf yang lebih lengkap beserta penjelasannya:

1. Tawbah (Pertobatan)
Tahap awal di mana seorang sufi menyadari kesalahan dan dosa-dosanya, lalu berusaha
untuk indaka kepada Allah dengan penuh penyesalan.
2. Zuhd (Melepaskan Diri dari Materialisme)
Suatu kondisi di mana seseorang menjauhkan diri dari hal-hal duniawi dan mengejar
kehidupan yang lebih spiritual. Ini melibatkan pengendalian keinginan dan hidup
sederhana.
3. Sabr (Kesabaran)
Kesabaran dalam menghadapi berbagai cobaan dan ujian hidup, serta kemampuan
untuk tetap tenang dan tabah dalam situasi sulit.
4. Syukur (Rasa Syukur)
Menghargai segala nikmat yang diberikan oleh Allah dan berterima kasih atas segala
hal, baik yang menyenangkan maupun yang menyakitkan.
5. Tawakkul (Berserah Diri)
Menyerahkan segala urusan kepada Allah setelah berusaha semaksimal mungkin,
dengan keyakinan bahwa Dia akan memberikan yang terbaik.
6. Mahabbah (Cinta kepada Allah)
Mengembangkan cinta yang mendalam kepada Allah, yang mendorong indakan baik
dan mendekatkan diri kepada-Nya.
7. Muraqabah (Pengawasan Diri)
Tahap di mana seorang sufi berusaha untuk selalu menyadari kehadiran Allah dalam
setiap aspek hidupnya, menjadikan diri lebih disiplin dan bertanggung jawab.
8. Ikhlas (Ketulusan Hati)
Melakukan segala sesuatu dengan niat yang tulus hanya untuk Allah, tanpa
mengharapkan pujian atau imbalan dari orang lain.
9. Rida (Menerima Takdir)
Menerima segala sesuatu yang ditentukan oleh Allah dengan penuh keikhlasan, tanpa
protes atau keluhan.
10. Fana (Hilangnya Diri)
Proses di mana seorang sufi merasakan kehilangan identitas ego dan menyatu dengan
kehendak Allah. Ini sering dianggap sebagai tahap puncak dalam perjalanan spiritual.
11. Baqa (Kekekalan dalam Allah)
Setelah mencapai fana, seorang sufi merasakan adanya kehidupan yang abadi dalam
Allah, memahami bahwa semua yang ada berasal dari-Nya.
12. Suluk (Perjalanan Spiritual)
Proses keseluruhan perjalanan seorang sufi dalam mencapai kedekatan dengan Allah,
melalui berbagai maqamat dan ahwal (keadaan spiritual).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Maqamat ini tidak harus dilalui secara linear; sering kali, seorang sufi akan bergerak maju
dan mundur antara maqamat yang berbeda sepanjang perjalanan spiritualnya. Jika Anda ingin
lebih mendalam tentang salah satu maqamat, silakan beri tahu! Maqamat dan akhwal adalah
dua konsep fundamental dalam tasawuf yang menggambarkan perjalanan spiritual seorang
sufi. Keduanya berfungsi untuk memandu individu dalam mendekatkan diri kepada Allah,
meskipun masing-masing memiliki karakteristik dan tujuan yang berbeda. Maqamat merujuk
kepada tahapan-tahapan yang sistematis dalam perjalanan spiritual. Setiap maqam memiliki
signifikansi tersendiri dan mewakili kemajuan seorang sufi dalam penghayatan iman dan
kedekatan kepada Allah. Maqamat seperti tawbah, zuhud, sabr, syukur, dan tawakkul
mencerminkan proses transformasi yang dialami oleh seorang sufi. Transformasi ini bukan
hanya bersifat eksternal, tetapi juga mendalam dan melibatkan perubahan hati serta
pemahaman akan diri. Dalam maqamat, kita melihat penekanan pada usaha dan ikhtiar individu
untuk mencapai kedekatan dengan Allah, menunjukkan bahwa perjalanan spiritual adalah
suatu proses yang aktif. Di sisi lain, akhwal merujuk kepada keadaan atau pengalaman batin
yang lebih bersifat subyektif dan temporer. Setiap akhwal merupakan reaksi dari kondisi
spiritual yang dihadapi seorang sufi pada saat tertentu. Dengan akhwal, kita memahami bahwa
pengalaman spiritual tidak selalu linier atau teratur; ia bisa dipenuhi dengan perubahan
emosional dan refleksi yang mendalam. Keadaan seperti huzur, khauf, raja', sukhr, dan fana
menunjukkan bahwa perjalanan spiritual juga melibatkan pengalaman eksternal yang
mendalam, sering kali menciptakan rasa cinta, harapan, dan kesadaran yang lebih tinggi akan
kehadiran Allah. Filosofi maqamat dan akhwal menggarisbawahi bahwa perjalanan spiritual
tidak hanya sekadar mencapai tujuan akhir, tetapi juga menghargai setiap langkah dan
pengalaman yang dihadapi. Dalam konteks ini, maqamat berfungsi sebagai kerangka kerja
untuk memahami proses, sementara akhwal memberikan kedalaman emosional dan spiritual
pada pengalaman tersebut. Keduanya saling melengkapi, memungkinkan seorang sufi untuk
tidak hanya mengejar tujuan spiritual, tetapi juga untuk merasakan keindahan dan kekayaan
pengalaman di sepanjang jalan. Penting untuk dicatat bahwa maqamat dan akhwal juga
mengajarkan nilai-nilai penting seperti ketulusan, kesabaran, dan pengendalian diri. Dalam
menghadapi berbagai keadaan akhwal, sufi belajar untuk tetap berpegang pada prinsip-prinsip
maqamat, menjaga tujuan spiritual, dan tetap berfokus pada cinta dan ketundukan kepada
Allah. Hal ini memperkuat pemahaman bahwa perjalanan menuju Tuhan adalah suatu proses
yang tidak hanya melibatkan aspek intelektual, tetapi juga emosional dan spiritual. Secara
keseluruhan, pemahaman yang mendalam tentang maqamat dan akhwal dapat memberikan
pencerahan bagi individu yang ingin menempuh jalan spiritual. Melalui pendekatan yang
harmonis terhadap kedua konsep ini, seseorang dapat mengembangkan kedalaman iman,
kebijaksanaan, dan cinta yang lebih besar kepada Allah. Ini bukan hanya perjalanan personal,
tetapi juga pengalaman kolektif yang dapat menginspirasi dan membimbing komunitas untuk
lebih mendalami esensi spiritualitas. Dengan demikian, maqamat dan akhwal tidak hanya
menjadi alat untuk mencapai tujuan individu, tetapi juga sebagai jembatan untuk memperkuat
ikatan sosial dan spiritual dalam masyarakat yang lebih luas.

B. Saran
Saran dari pemakalah untuk pembaca makalah "Dasar-Dasar Filosofi Maqamah dan
Ahwal" adalah sebagai berikut:
1. Memperdalam Pemahaman Tasawuf : Pemakalah menyarankan agar pembaca tidak hanya
membaca makalah ini sebagai pengetahuan teoretis, tetapi juga berusaha memahami lebih
dalam mengenai konsep maqamah dan ahwal dalam tradisi tasawuf. Pembaca diharapkan
melakukan studi lebih lanjut melalui literatur tambahan atau kajian bersama para ahli di
bidang ini.
2. Mengintegrasikan Nilai-Nilai Spiritual dalam Kehidupan Sehari-hari: Pemakalah
mendorong pembaca untuk mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam maqamah dan
ahwal, seperti sabar, syukur, dan tawakkul, dalam kehidupan sehari-hari. Dengan
mengintegrasikan nilai-nilai spiritual ini, pembaca dapat mencapai keseimbangan antara
kehidupan duniawi dan spiritual.
3. Refleksi Diri dan Pengalaman Pribadi: Pembaca disarankan untuk merenungkan
pengalaman spiritual pribadi dan menjadikan konsep maqamah dan ahwal sebagai panduan
dalam menghadapi berbagai situasi hidup. Melalui refleksi diri, pembaca dapat lebih
memahami proses spiritual yang dialami.
4. Melakukan Praktik Spiritual Secara Konsisten: Pemakalah menyarankan agar pembaca
yang tertarik dengan konsep-konsep tasawuf ini menjalankan praktik-praktik spiritual
seperti dzikir, ibadah yang khusyuk, dan muhasabah diri untuk mendekatkan diri kepada
Allah. Konsistensi dalam praktik ini penting untuk mencapai maqamah dan merasakan
ahwal.
5. Mencari Bimbingan dari Guru Spiritual*: Pemakalah juga menyarankan pembaca untuk
mencari bimbingan dari seorang guru spiritual yang kompeten dalam bidang tasawuf.
Bimbingan yang tepat akan membantu pembaca dalam menavigasi perjalanan spiritual
dengan lebih baik dan menghindari kesalahpahaman.

Dengan mengikuti saran-saran ini, pemakalah berharap pembaca dapat memperoleh manfaat
maksimal dari makalah ini, tidak hanya secara intelektual tetapi juga secara spiritual dalam
kehidupan .
DAFTAR PUSTAKA

Basuki, B., Rahman, A., Juansah, D. E., & Nulhakim, L. (2023). Perjalanan menuju
pemahaman yang mendalam mengenai ilmu pengetahuan: studi filsafat tentang sifat
realitas. Jurnal ilmiah global education, 4(2), 722-734.
Gumira, S. (2022). Kisah Mata, Fotografi antara Dua Subjek: Perbincangan tentang Ada.
Junaedi, H. M., & Wijaya, M. M. (2020). Pengembangan Paradigma Keilmuan Perspektif
Epistemologi Islam: Dari Perenialisme hingga Islamisme, Integrasi-Interkoneksi dan
Unity of Sciences. Prenada Media.
Junaedi, H. M., & Wijaya, M. M. (2020). Pengembangan Paradigma Keilmuan Perspektif
Epistemologi Islam: Dari Perenialisme hingga Islamisme, Integrasi-Interkoneksi dan
Unity of Sciences. Prenada Media.
Maksum, A. (2023). Filsafat Ilmu Sosial. Universitas Brawijaya Press.
Salsabila, A. N., Fadhlulloh, A. U., Sabila, M. N., Nabila, N. F., Nasikhin, N., Junaedi, M., &
Brown, D. J. (2023). Analisa Pemikiran Rene Descartes Mengenai Rasionalisme dan
Sinergitasnya Terhadap Pendidikan Islam. Jurnal Pendidikan Islam Muta'allimin, 1(1),
43-52.
Surajiyo, S., & Dhika, H. (2024). Teori-teori Etika Dan Peranan Prinsip Etika Bisnis Dalam
Kelangsungan Usaha Perusahaan Bisnis. Jurnal Manajemen, 11(1), 68-76.
Violita, M. D., & Sos, S. (2023). Konsumerisme Masyarakat Urban: Konsep, Sejarah, dan
Pengaruhnya terhadap Pola Gaya Hidup (Kajian Kritis Etika Deontologi Immanuel
Kant). Nilacakra.
Zamroni, M. (2022). Filsafat Komunikasi: Pengantar Ontologis, Epistemologis, dan
Aksiologis. IRCiSoD.

Anda mungkin juga menyukai