0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
9 tayangan66 halaman

Contoh Pembahasan

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 66

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keberhasilan upaya kesehatan ibu, di antaranya dapat dilihat dari
indikator Angka Kematian Ibu (AKI). Kematian ibu menurut definisi WHO
adalah kematian wanita selama kehamilan atau dalam periode 42 hari setelah
berakhirnya kehamilan, akibat semua sebab yang terkait dengan atau
diperberat oleh kehamilan atau penanganannya, tetapi bukan disebabkan oleh
kecelakaan/cedera. Berdasarkan laporan WHO yang telah dipublikasikan
pada tahun 2014 AKI di dunia mencapai angka 289.000 jiwa. Dimana
Indonesia mencapai 214 per 100.000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2014). AKI
adalah jumlah kematian ibu selama masa kehamilan, persalinan dan nifas
yang disebabkan oleh kehamilan, persalinan, dan nifas atau pengelolaannya
tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan atau terjatuh di setiap
100.000 kelahiran hidup. Indikator ini tidak hanya mampu menilai program
kesehatan ibu, terlebih lagi mampu menilai derajat kesehatan masyarakat,
karena sensitifitasnya terhadap perbaikan pelayanan kesehatan, baik dari sisi
aksesibilitas maupun kualitas. (Kemenkes RI, 2016).
Penyebab kematian ibu pada tahun 2013 diantaranya adalah perdarahan
(30,3%), eklampsia/ hiperensi (27,1%), infeksi (7,3), partus lama (0,0%),
abortus (0,0%), dan lain-lain (40,8) (Pusdatin, 2014). Preeklamsia/Eklamsia
merupakan suatu penyulit yang timbul pada seorang wanita hamil dan
umumnya terjadi pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu dan ditandai
dengan adanya hipertensi dan protein uria. Pada eklamsia selain tanda tanda
preeklamsia juga disertai adanya kejang (Didien Ika Setuarini, 2016).
Menurut Hinda Novianti dalam penelitiannya terdapat dua penyebab
terjadinya preeklamsi yaitu usia ibu dan paritas. Ibu hamil yang beresiko
adalah yang berusia < 20 tahun dan > 35 tahun yaitu sebanyak 73,9% dan
kejadian preeklampsia pada paritas ibu beresiko yaitu primigravida dan
grandemulti lebih banyak yaitu 54,9% (Hinda Novianti, 2015).
2

Kegawatdaruratan neonatus adalah situasi yang membutuhkan evaluasi


dan manajemen yang tepat pada bayi baru lahir yang sakit kritis (≤usia 28
hari) membutuhkan pengetahuan yang dalam mengenali perubahan psikologis
dan kondisi patologis yang mengancam jiwa yang bisa saja timbul sewaktu-
waktu. Untuk AKB 2013, BPS melakukan publikasi berdasarkan SDKI 2012,
di mana Provinsi Jawa Barat mempunyai AKB sebesar 30/1.000 kelahiran
hidup (Dinas Kesehatan Jawa Barat, 2016). Menurut Didien Ika Setyarini
dalam bukunya disebutkan bahwa kondisi kegawatdaruratan pada neonatus
tersebut diantaranya adalah hiperbilirubinemia, hipo/hyper glikemia,
hipo/hyper termia, infeksi neonatus, tetanus neonatorum, asfiksia, kejang dan
BBLR (Didien Ika Setyarini, 2016).
Prosentasi BBLR antara 0,1 – 5,7 , dan BBLR Jawa Barat sebesar 2,2%
dari jumlah bayi yang ditimbang , jumlah tertinggi Berat Badan lahir
Rendah terdapat di Kab Kuningan (5,7%) , dan terendah di Kota Bogor
(03%). Untuk jumlah kasus BBLR di Kabupaten Cirebon sendiri yaitu
sebesar 2,8 %. Masalah BBLR terutama pada kelahiran prematur terjadi
karena ketidakmatangan sistem organ pada bayi tersebut. Bayi berat lahir
rendah mempunyai kecenderungan ke arah peningkatan terjadinya infeksi dan
mudah terserang komplikasi. Masalah pada BBLR pada umumnya sering
terjadi akibat gangguan pada sistem pernafasan, susunan saraf pusat,
kardiovaskular, hematologi, gastro intestinal, ginjal, dan termoregulasi.
Penyebab lainnya Berat Badan Lahir Rendah bisa terjadi karena faktor
genetik, mulai dari orang tuanya yang memang kecil atau pendek. Dapat juga
disebabkan karena masalah plasenta seperti pre-eklampsia, atau kurangnya
aliran darah menuju ke bayi selama kehamilan. Semua itu dapat
menyebabkan pertumbuhan bayi menjadi terhambat karena tidak mendapat
asupan oksigen dan nutrisi yang cukup. Selain masalah plasenta, aliran darah
ke bayi juga bisa dipengaruhi oleh tekanan darah tinggi yang dimiliki oleh
seorang ibu, beberapa kondisi kesehatan dan masalah emosional yang juga
dapat memperlambat pertumbuhan bayi diantaranya adalah Ibu tidak
memakan makanan yang bergizi selama kehamilan, memiliki penyakit kronis
3

seperti jantung, paru-paru, ginjal, atau diabetes, stres berat selama kehamilan,
menggunakan obat-obatan terlarang seperti kokain atau heroin, banyak
minum alkohol, merokok selama kehamilan atau Ibu memiliki masalah
dengan kesehatan seperti infeksi saluran kemih atau infeksi rahim yang tidak
diobati. Upaya yang bisa dilakukan untuk mempertahankan kesehatn bayi
baru lahir dengan mengupayakan penanganan komplikasi akibat infeksi.
(Dinkes Jabar, 2016).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan
yang merupakan fokus dalam Laporan Praktik Kebiadnan Komprehensif
Klinik ini yaitu : “Bagaimana Asuhan Kebidanan Komprehensif pada Ny. I
G5P4A0 dengan Pre Eklamsi Berat dan BBLR di UPT Puskesmas PONED
Watubelah Kabupaten Cirebon Tahun 2019?”

C. Tujuan Penyusunan Laporan


1. Tujuan Umum
Mampu melakukan penatalaksanaan Asuhan Kebidanan
Kegawatdaruratan Maternal Neonatal pada Ny. I G5P4A0 dengan Pre
Eklamsi Berat dan BBLR di UPT Puskesmas PONED Watubelah
Kabupaten Cirebon Tahun 2019.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian data subjektif pada Ny. I G 5P4A0
dengan Pre Eklamsi Berat dan BBLR di UPT Puskesmas PONED
Watubelah Kabupaten Cirebon Tahun 2019.
b. Mampu melakukan pengkajian data objektif pada Ny. I G 5P4A0
dengan Pre Eklamsi Berat dan BBLR di UPT Puskesmas PONED
Watubelah Kabupaten Cirebon Tahun 2019.
c. Mampu menegakkan analisa berdasarkan data subjektif dan data
objektif pada Ny. I G5P4A0 dengan Pre Eklamsi Berat dan BBLR di
4

UPT Puskesmas PONED Watubelah Kabupaten Cirebon Tahun


2019.
d. Mampu memberikan asuhan kebidanan/ penatalaksanaan berdasarkan
analisa yang ditegakkan pada Ny. I G5P4A0 dengan Pre Eklamsi Berat
dan BBLR di UPT Puskesmas PONED Watubelah Kabupaten
Cirebon Tahun 2019, serta memberikan asuhan kepada keluarga dan
lingkungan sekitar tempat tinggalnya.
e. Mampu mendokumentasikan asuhan kebidanan/ penatalaksanaan
dalam bentuk SOAP.

D. Manfaat Penyusunan Laporan


1. Manfaat Teoritis
Bagi institusi pendidikan
a. Sebagai bahan kajian terhadap materi asuhan kebidanan serta
referensi bagi mahasiswa dalam memahami penatalaksanaan asuhan
kebidanan kegawatdaruratan pada Ny. I G 5P4A0 dengan Pre Eklamsi
Berat dan BBLR di UPT Puskesmas PONED Watubelah Kabupaten
Cirebon Tahun 2019.
b. Dapat mengaplikasikan materi yang telah diberikan dalam proses
perkuliahan serta mampu memberikan asuhan kebidanan secara
berkesinambungan yang bermutu dan berkualitas.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi penulis
Dapat mempraktikkan teori yang didapat secara langsung di
lapangan dalam memberikan asuhan kebidanan kegawatdaruratan
pada Ny. I G5P4A0 dengan Pre Eklamsi Berat dan BBLR di UPT
Puskesmas PONED Watubelah Kabupaten Cirebon Tahun 2019.
b. Bagi penyedia layanan kesehatan
Dapat mengkaji faktor-faktor yang bisa menyebabkan terjadinya
kejadian Pre Eklamsi Berat dan BBLR sehingga nantinya bisa
dilakukan upaya pencegahan terjadinya kasus tersebut terulang
5

kembali sehingga diharapkan dapat memberikan masukan dalam


peningkatan pelayanan kesehatan ibu dan anak untuk cepat dan tepat
dalam menangani kasus kegawatdaruratan maternal dan neonatal
sehingga dapat ditangani lebih dini untuk pemulihan kondisi serta
mencegah.
6

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Preeklamsi Berat
1. Pengertian Preeklamsi Berat
Preeklamsia/Eklamsia merupakan suatu penyulit yang timbul pada
seorang wanita hamil dan umumnya terjadi pada usia kehamilan lebih dari
20 minggu dan ditandai dengan adanya hipertensi dan protein uria. Pada
eklamsia selain tanda tanda preeklamsia juga disertai adanya kejang.
Preeklamsia/Eklamsia merupakan salah satu penyebab utama kematian
ibu di dunia. Tingginya angka kematian ibu pada kasus ini sebagian besar
disebabkan karena tidak adekuatnya penatalaksanaan di tingkat pelayanan
dasar sehingga penderita dirujuk dalam kondisi yang sudah parah,
sehingga perbaikan kualitas di pelayanan kebidanan di tingkat pelayanan
dasar diharapkan dapat memperbaiki prognosis bagi ibu dan bayinya.
2. Etiologi
Dalam buku yang ditulis oleh Ai Yeyeh Rukiah (2013) dijelaskan
bahwa penyebab preeklampsia saat ini tidak bisa diketahui dengan pasti,
walaupun penelitian sedemikian maju. Semuanya baru didasarkan pada
teori yang dihubung-hubungkan dengan kejadian. Itulah sebab
preeklampsia disebut juga disease of theory, gangguan kesehatan yang
berasumsi pada teori. Adapun teori-teori tersebut antara lain:
a. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada
endotel vaskuler, sehingga terjadi penurunan produksi postasiklin
(PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi
penggumpalan dan fibriolisis, yang kemudia akan diganti trombin
dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III,
sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan
pelepasan tromboksan (TXA 2) dan serotonin, sehingga terjadi
vasospasme dan kerusakan endotel.
b. Peran Faktor Imunologis
7

Preeklampsia serig terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul


lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa
pada pada kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies
terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang semakin sempurna
pada kehamilan berikutnya.
c. Faktor Genetik
Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada
kejadian preeklampsia antara lain:
1) Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
2) Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi
preeklampsia dan eklampsia pada anak-anak dari ibu yang
menderita preeklampsia dan eklampsia.
3) Peran Renin-Angiotensin-Aklosteron Sistem (RAAS)
Beberapa penelitian menyebutkan ada beberapa faktor yang dapat
menunjang terjadinya preeklampsia dan eklampsia. Faktor-faktor
tersebut antara lain: gizi buruk, kegemukan dan gangguan aliran
darah ke rahim. Faktor risiko terjadinya preeklampsia umumnya
terjadi pada kehamilan pertama, kehamilan di usia remaja dan
kehamilan paa wanita diatas 40 tahun. Faktor risiko yang lain adalah:
riwayat tekanan darah tinggi yang kronis sebelum kehamilan,
riwayat mengalami preeklampsia sebelumnya, riwayat preeklampsia
pada ibu atau saudara perempuan, kegemukan, mengandung lebih
dari satu bayi, riwayat kencing manis, kelainan ginjal, lupus atau
rematoid arthritis.
3. Faktor Risiko
Dikutip dari Sarah Dyanggari dijelaskan bahwa faktor risiko adalah
faktor yang memperbesar kemungkinan seseorang untuk menderita
penyakit tertentu. Hal ini penting untuk diketahui agar pemberi layanan
kesehatan dapat melakukan tindakan preventif atau rencana tata laksana
untuk mencegah atau mengurangi derajat kesakitan penyakit tersebut.
8

Faktor risiko yang dipaparkan akan menjadi karakteristik maternal pada


penelitian ini
a. Usia
Ibu dengan usia ≥40 tahun memiliki risiko 2 kali lipat lebih besar
untuk mengalami preeklampsia. Dari penelitian di Amerika Serikat
menunjukkan bahwa risiko preeklampsia meningkat hingga 30%
setiap penambahan 1 tahun setelah ibu mencapai usia 34 tahun.
Sedangkan ibu yang hamil di usia muda cenderung tidak
mempengaruhi risiko terjadinya preeklampsia. Menurut Hinda
Novianti dalam penelitiannya terdapat dua penyebab terjadinya
preeklamsi yaitu usia ibu dan paritas. Ibu hamil yang beresiko adalah
yang berusia < 20 tahun dan > 35 tahun yaitu sebanyak 73,9% dan
kejadian preeklampsia pada paritas ibu beresiko yaitu primigravida
dan grandemulti lebih banyak yaitu 54,9% (Hinda Novianti, 2015).
b. Paritas
Preeklampsia sering disebut sebaga penyakit kehamilan pertama
karena
banyaknya kasus preeklampsia yang muncul pada kehamilan pertama.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa nuliparitas meningkatkan
kemungkinan terjadinya preeklampsia sebanyak 3 kali lipat.
Sedangkan ibu yang masuk ke dalam golongan multipara adalah ibu
yang sudah melahirkan lebih dari 1 kali dan tidak lebih dari 4 kali,
memiliki risiko sebesar 1% untuk mengalami preeklampsia.
c. Riwayat preeklampsia sebelumnya
Ibu yang mengalami preeklampsia pada kehamilan pertamanya, akan
memiliki risiko 7 kali lipat lebih besar untuk mengalami preeklampsia
pada kehamilan berikutnya. Menurut Nuning Saraswati dalam
penelitiannya dikatakan bahwa responden yang memiliki riwayat
preeklampsia sebelumnya mempunyai risiko 20,5 kali mengalami
kejadian preeklampsia dibandingkan dengan responden yang tidak
memiliki riwayat preeklampsia (Nuning Saraswati, 2014).
9

d. Kehamilan multipel
Ketika seorang ibu mengandung lebih dari 1 janin dalam
kandungannya, maka risiko ibu tersebut mengalami preeklampsia
meningkat hampir 3 kali lipat. Satu buah penelitian menunjukkan
bahwa ibu hamil dengan 3 janin berisiko mengalami preeklampsia 3
kali lipat lebih besar dari pada ibu hamil dengan 2 janin.
e. Penyakit terdahulu
Jika sebelum hamil ibu sudah terdiagnosis diabetes, kemungkinan
terkena preeklampsia meningkat 4 kali lipat. Sedangkan untuk kasus
hipertensi, Menurut Nuning Saraswati dalam penelitiannya dikatakan
bahwa responden yang memiliki riwayat hipertensi sebelumnya
mempunyai risiko 6,026 kali mengalami kejadian preeklampsia
dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki riwayat
hipertensi (Nuning Saraswati, 2014).
f. Jarak antar kehamilan
Hubungan antara risiko terjadinya preeklampsia dengan interval
kehamilan lebih signifikan dibandingkan dengan risiko yang
ditimbulkan dari pergantian pasangan seksual. Risiko pada kehamilan
kedua atau ketiga secara langsung berhubungan dengan waktu
persalinan sebelumnya. Ketika intervalnya adalah lebih dari sama
dengan 10 tahun, maka risiko ibu tersebut mengalami preeklampsia
adalah sama dengan ibu yang belum pernah melahirkan sebelumnya.
g. Indeks masa tubuh
Penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan risiko munculnya
preeklampsia pada setiap peningkatan indeks masa tubuh. Sebuah
studi kohort mengemukakan bahwa ibu dengan indeks masa tubuh
>35 memiliki risiko untuk mengalami preeklampsia sebanyak 2 kali
lipat. Sebuah studi lain yang membandingkan risiko antara ibu dengan
indeks masa tubuh rendah dan normal menemukan bahwa risiko
terjadinya preeklampsia menurun drastis pada ibu dengan indeks masa
tubuh <20.
10

h. Usia kehamilan
Preeklampsia dapat dibagi menjadi 2 subtipe dideskripsikan
berdasarkan waktu onset dari preeklampsia. Preeklampsia early-onset
terjadi pada usia kehamilan <34 minggu, sedangkan late onset muncul
pada usia kehamilan ≥34 minggu. Preeklampsia early onset
merupakan gangguan kehamilan yang dapat mengancam jiwa ibu
maupun janin yang dikandungnya. Penelitian sebelumnya
menyebutkan bahwa insidensi preeklampsia meningkat seiring dengan
semakin tuanya usia kehamilan yang dibuktikan dengan preeklampsia
yang terjadi pada usia kehamilan 20 minggu adalah 0.01/1000
persalinan dan insidensi preeklampsia pada usia kehamilan 40 minggu
adalah 9.62/1000 persalinan
4. Patofisiologi
Vasokontriksi merupakan dasar patogenesis preeklampsia dan
eklampsia. Vasokontriksi menimbulkan peningkatan total perifer resisten
dan menimbulkan hipertensi. Adanya vasokontriksi juga akan
menimblkan hipoksia pada endotel setempat, sehingga terjadi kerusakan
endotel, kebocoran arteriole disertai perdarahan mikro pada tempat
endotel. Pada vasokontriksi arteri spiralis akan menyebabkan terjadinya
penurunan perfusi uteroplasenter yang selanjutnya akan menimbulkan
maladaptasi plasenta. Hipoksia/anoksia jaringan merupakan sumber reaksi
hiperoksidase lemak, sedangkan proses hiperoksidasi itu sendiri
memerlukan peningkatan konsumsi oksigen, sehingga dengan demikian
akan mengganggu metabolisme di dalam sel peroksidase lemak adalah
hasil proses oksidase lemak tak jenuh yang menghasilkan hiperoksidase
lemak jenuh. Peroksidase lemak merupakan radikal bebas. Apabila
keseimbangan antara peroksidase terganggu, dimana peroksidase dan
oksidan lebih dominan, maka akan timbul keadaan yang disebut stress
oksidatif.
5. Jenis-Jenis Preeklampsia
a. Preeklampsia
11

Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan


atau edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah
kehamilan. Gejala ini timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu
pada penyakit trofoblas. Penyakit preeklampsia ringan belum
diketahui secara jelas. Penyakit ini dianggap sebagai maladaptation
syndrome akibat vasospasme general dengan segala akibatnya. Gejala
klinis preeklampsia ringan meliputi:
1) Kenaikan tekanan darah sistol 30 mmHg atau lebih, diastol 15
mmHg atau lebih dari tekanan darah sebelum hamil pada
kehamilan 20 minggu atau lebih atau sistol 140 mmHg sampai
kurang 160 mmHg, diastol 90 mmHg sampai kurang dari 110
mmHg.
2) Proteinuria secara kuantitatif lebih 0,3 gr/liter dalam 24 jam atau
secara kualitatif positif 1 (+1)
3) Edema pada pretibia, dinding abdomen, lumbosakral, wajah atau
tangan.
Penanganan preeklampsia dapat dilakukan dengan dua cara
tergantung gejala yang timbul:
1) Penatalaksaan rawat jalan dengan cara: ibu dianjurkan untuk
banyak istirahat (berbaring tidur/miring), diet, cukup protein,
rendah karbohidrat, lemak dan garam, pemberian sedativa
ringan, tablet Phenobarbital 3x30 mg atau diazepam 3x2 mg
peroral selama 7 hari, roborantia, kunjungan ulang setiap 1
minggu, pemeriksaan laboratoriumm hemoglobinm
hematokrit, trombosit, urin lengkap, asam urat darah, fungsi
hati, fungsi ginjal.
2) Penatalaksanaan rawat tinggal pasien preeklampsia ringan
berdasarkan kriteria: setelah 2 minggu pasien pengobatan
rawat jalan tidak menunjukkan adanya perbaikan dari gejala-
gejala preeklampsia, kenaikan BB ibu 1 kg atau lebih
perminggu selama 2 kali berturut-turut (2 minggu), timbul
12

salah satu atau lebih gejala atau tanda-tanda preeklampsia


berat.
b. Preeklamsia Berat
Preeklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang
ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih
disertai proteinuria dan/atau edema pada kehamilan 20 minggu atau
lebih. Gejala dan tanda preeklampsia berat adalah: tekanan darah
sistolik > 160 mmHg, tekanan darah diastolik >110 mmHg,
peningkatan kadar enzim hati atau/dan ikterus, trombosit<
100.000/mm3, oliguria <400 ml/24 jam, proteinuria >3 gr/liter, nyeri
epigastrium, skotoma dan gangguan visus lain atau nyeri frontal yang
berat, perdarahan retina, edema pulmonum. Penyulit lain juga bisa
terjadi, yeitu kerusakan organ-organ tubuh seperti gagal jantung, gagal
ginjal, gangguan fungsi hati, gangguan pembekuan darah, sindroma
HELLP, bahkan dapat terjadi kematian pada janin, ibu atau keduanya
bila preeklampsia tak segera diatasi dengan baik dan benar.
Dalam Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas
Kesehatan Dasar dan Rujukan (2013) dijelaskan tentang
penatalaksanaan pada pasien dengan preeklampsia berat yaitu, ibu
hamil dengan preeklampsia harus segera dirujuk ke rumah sakit.
Untuk pencegahan dan p=tatalaksana kejang adalah:
1) Bila terjadi kejang, perhatikan jalan napas, pernapasan (oksigen),
dan sirkulasi (cairan intravena).
2) MgSO4 diberikan secara intravena kepada ibu dengan eklampsia
(sebagai tatalaksana kejang) dan preeklampsia berat (sebagai
pencegahan kejang). Pada pemberian dapat dilihat di halaman
berikut.
a) Pada kondisi dimana MgSO4 tidak dapat diberikan
seluruhnya, berikan dosis awal (loading dose) lalu rujuk ibu
segera ke fasilitas kesehatan yang memadai.
13

b) Lakukan intubasi jika terjadi kejang berulang dan segera kirim


ibu ke ruang ICU (bila tersedia) yang sudah siap dengan
fasilitas ventilator tekanan positif.
Syarat dari pemberian MgSO4 adalah:
1) Tersedia Ca Glukonas 10%
2) Ada refleks patella
3) Jumlah urin minimal 0,5 ml/kg BB/jam
Cara pemberian dosis awal adalah sebagai berikut:
1) Berikan dosis awal 4 g MgSO4 sesuai prosedur untuk mencegah
kejang atau kejang berulang. Cara pemberian dosis awal adalah:
a) Ambil 4 g larutan MgSO4 (10 ml larutan MgSO4 40%) dan
larutan dengan 10 ml akuades
b) Berikan larutan tersebut secara IV selama 20 menit
c) Jika aksesintravena sulit, berikan masing-masing 5 g MgSO4
(12,5 ml larutan MgSO4 40%) IM dibokong kiri dan kanan.
2) Sambil menunggu rujukan, mulai dosis rumatsn 6 g MgSO dalam
6 jam sesuai prosedur. Untuk cara pemberian dosis rumatan
adalah sebagai berikut:
a) Ambil 6 g MgSO4 (15 ml larutan MgSO4 40%) dan larutkan
dalam 500 ml RL/ Ringer Asetat, lalu berikan secara IV
dengan kecepatan 28 tetes/menit selama 6 jam dan diulang
hingga 24 jam setelah persalinan atau kejang berakhir (bila
eklampsia).
3) Lakukan pemeriksaan fisik tiap jam, meliputi tekanan darah,
frekuensi nadi, frekuensi pernapasan, reflek patella dan jumlah
urine.
4) Bila frekuensi napas <16 x/menit, dan/atau tidak didapatkan
reflek tendon patella, dan/atau terdapat oliguria (produksi urin
<0,5 ml/ kg BB/jam), segera hentikan pemberian MgSO4.
5) Jika terjadi depresi napas, berikan Ca glukonas 1g IV (10 ml
larutan 10%) bolus dalam 10 menit
14

6) Selama ibu dengan preeklampsia dan eklampsia dirujuk, pantau


dan nilai adanya perburukan preeklampsia. Apabila terjadi
eklampsia, lakukan penilaian awal dan tatalaksana
kegawatdaruratan. Berikan kembali MgSO4 2 g IV perlahan (15-
20 menit). Bila setelah pemberian MgSO4 ulangan masih terdapat
kejang, dapat dipertimbangkan pemberian diazepam 10 mg IV
selama 2 menit.
7) Pertimbangan persalinan/ terminasi kehamilan, jika:
a) Pada ibu dengan eklampsia, bayi harus segera dilahirkan
dalam 12 jam sejak terjadinya kejang
b) Induksi persalinan dianjurkan bagi ibu dengan preeklampsia
berat dengan janin yang belum viable atau tidak akan viable
dalam 1-2 minggu.
c) Pada ibu dengan preeklampsia berat, dimana janin sudah
viable namun usia kehamilan belum mencapai 34 minggu,
manajemen ekspektan dianjurkan, asalkan tidak terdapat
kontraindikasi, lakukan pengawasan ketat
d) Pada ibu dengan preeklampsia berat, dimana usia kehamilan
antara 34-37 minggu, manajemen ekspektan boleh dianjurka,
asalkan tidak terjadi hipertensi yang tidak terkontrol, disfungsi
organ ibu dan gawat janin, lakukan pengawasan ketat.
e) Pada ibu dengan preeklampsia berat yang kehamilannya
sudah aterm, persalinan dini dianjurkan
f) Pada ibu dengan preeklampsia ringan atau hipertensi
gestasional ringan yang sudah aterm, induksi persalinan
dianjurkan.
6. Komplikasi Maternal dan Perinatal
Dikutip dari Sarah Dyanggari dijelaskan bahwa komplikasi
preeklampsia dapat dibedakan menjadi komplikasi maternal dan neonatal
yaitu sebagai berikut:
a. Komplikasi Maternal
15

1) Kematian Maternal
Setiap tahunnya, diperkirakan bahwa preeklampsia
bertanggungjawab atas 50.000 kematian maternal di seluruh dunia,
bahkan di negara maju dengan tingkat mortalitas maternal yang
rendah, preeklampsia dan eklampsia menyumbang angka kematian
yang cukup tinggi. Preeklampsia berhubungan erat dengan
komplikasi maternal, baik akut maupun kronik. Kematian yang
terjadi sebagai efek sekunder dari preeklampsia biasanya terjadi
akibat eklampsia, tekanan darah yang tidak terkontrol, atau
inflamasi sistemik. Kematian sekunder preeklampsia juga banyak
disebabkan oleh perdarahan serebral.
2) Morbiditas maternal
a) Sindrom HELLP
Dalam Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu dijelaskn
bahwa sindrom HELLP adalah hemolisis, peningkatan kadar
enzim hati, dan trombositopeni.
b) Gagal Ginjal Akut
Nekrosisi tubular akut, yang menyebabkan gagal ginjal
akut, jarang terjadi hanya disebabkan oleh preeklampsia berat.
Hal yang lebih sering terjadi adalah salah satu komplikasi dari
preeklampsia adalah ablatio plasenta yang dapat menyebabkan
perdarahan antepartum. Perdarahan antepartum yang tidak
ditangani dengan baik dapat menyebabkan syok dan hipotensi
sehingga muncul tanda klinik gagal ginjal akut.
c) Gangguan Penglihatan
Pada preeklampsia berat, gangguan penglihatan yang
sering muncul adalah diplopia dan penglihatan kabur. Ablasio
retina dapat terjadi pada ibu dengan preeklampsia dalam
bentuk gangguan penglihatan yang tidak total atau unilateral.
Sedangkan kebutaan lebih jarang terjadi, dan biasanya
reversibel. Ibu yang mengalami kebutaan oksipital biasanya
16

mengalami edema vasogenik yang luas di lobus oksipital.


Infark pada retina maupun nucleus geniculatum juga dapat
menyebabkan kebutaan.
d) Edema Serebri
Edema vasogenik sangat mungkin terjadi pada kasus
preeklampsia, tidak terkecuali edema pada jaringan otak. Efek
yang timbul dari edema serebri yang luas dapat berupa letargi,
kebingungan, hingga koma. Ibu dengan preeklampsia adalah
kelompok yang sangat rentan akan peningkatan tekanan darah
yang hebat dan mendadak, yang berakibat memburuknya
edema vasogenik tersebut.
e) Perdarahan Serebral
Bahaya dari tingginya tekanan darah sistolik, terutama jika
dikombinasikan dengan rendahnya jumlah trombosit dalam
morbiditas preeklampsia adalah adanya risiko tinggi untuk
terjadinya perdarahan serebral. Terlebih lagi jika adanya
kombinasi gangguan endotel, trombositopenia, dan perubahan
tekanan darah yang mendadak, maka risiko untuk terjadinya
komplikasi intraserebral pada ibu dengan preeklampsia akan
semakin besar.
f) Edema Paru
Komplikasi preeklampsia berat dapat berupa payah
jantung ventrikel kiri akibat peningkatan afterload yang
menyebabkan terjadinya edema paru. Selain penyebab
kardiogenik, edema paru juga dapat disebabkan oleh penyebab
non-kardiogenik akibat kerusakan sel endotel pembuluh darah
kapiler paru.
g) Eklampsia
Periode kejang eklamptik sebagai komplikasi dari
preeklampsia dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti
edema serebri, perdarahan intraserebral, infark serebral,
17

vasospasme serebral, dan ensefalopati hipertensi. Sedangkan


periode koma dapat disebabkan oleh kegagalan fungsi hati
untuk memetabolisme substansi toksik dalam tubuh, sehingga
muncul asidosis. Penyebab koma yang lain adalah kerusakan
serebral berupa edema serebri, perubahan dan nekrosis di
sekitar perdarahan, dan hernia batang otak.
h) Post Traumatic Stress Disorder (PTSD)
Selain morbiditas fisik, terdapat beberapa data yang
menunjukkan akan adanya trauma psikologis yang dapat
meningkatkan kemungkinan terjadinya post-traumatic stress
disorder pada ibu dengan preeklampsia. Post traumatic stress
disorder merupakan anxietas yang terjadi setelah paparan akan
kejadian yang mengancam jiwa. Hal ini terjadi terutama jika
preeklampsia terdahulu yang dialami ibu diikuti dengan
kelahiran prematur dan kematian bayi.
i) Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS)
Pada kehamilan normal, systemic inflammatory response
yang terjadi sangat ringan. Hal ini muncul pada fase luteal
siklus menstruasi sebelum implantasi terjadi, dan berkembang
sejalan dengan dimulainya kehamilan. Preeklampsia
berhubungan dengan munculnya systemic inflammatory
response yang jauh lebih berat dibandingkan dengan pada
kehamilan tanpa komplikasi. Sindrom preeklampsia muncul
dikarenakan akumulasi dari gangguan sirkulasi oleh disfungsi
sel endotel maternal. Endotel merupakan salah satu bagian
integral dari jaringan inflamasi yang berarti bahwa aktivasi
endotel akan mengaktivasi leukosit, dan begitu juga
sebaliknya. Kombinasi aktivasi endotel dan leukosit yang
terjadi menyebabkan systemic inflammatory response yang
muncul lebih hebat dibandingkan dengan yang terjadi pada
kehamilan normal.
18

j) Indikasi Rawat ICU


Komplikasi preeklampsia pada ibu hamil sangat beragam,
dan banyak diantaranya menuntut ibu untuk dirawat dengan
alat penunjang kehidupan yang berada di ICU. Salah satu
contoh yang diberikan adalah komplikasi preeklampsia berupa
periode koma eklamptik
k) Perdarahan Postpartum
Perdarahan postpartum didefinisikan sebagai kehilangan
darah yang dialami oleh ibu sebanyak ≥1000 ml pada 24 jam
pertama setelah persalinan. Penelitian di Belanda
menunjukkan bahwa preeklampsia meningkatkan risiko
terjadinya perdarahan postpartum sebanyak 1.81 kali lipat.
Penelitian pada subgrup persalinan spontan tanpa induksi
preeklampsia juga meningkatkan risiko terjadinya perdarahan
postpartum.
l) Sepsis
Sepsis adalah infeksi yang ditandai dengan munculnya
respon inflamasi dikarenakan invasi mikroorganisme ke dalam
jaringan tubuh yang steril. Penelitian di Amerika Serikat
mengatakan bahwa ibu hamil dengan preeklampsia memiliki
risiko yang lebih besar untuk mengalami severe sepsis,
perdarahan postpartum, dan komplikasi pada luka. Ibu dengan
preeklampsia juga memiiki risiko untuk mengalami syok
septik 3 kali lebih besar daripada risiko untuk mengalami
severe sepsis
m) Edema Paru
Komplikasi yang sering muncul akibat dari preeklampsia
adalah edema paru, tetapi alasan mengapa ibu hamil dengan
preeklampsia dapat mengalami hal tersebut masih belum
diketahui. Beberapa teori menghubungkannya dengan
circulating angiogenic factor, penurunan tekanan onkotik
19

koloid, disfungsi sel endotel, atau tekanan intravaskuler yang


meningkat seiring dengan meningkatnya afterload kardiak.
b. Komplikasi Perinatal
1) Kematian Perinatal
Sebanyak 25% dari jumlah stillbirth, kematian bayi dengan
usia kehamilan sekurang-kurangnya 20 minggu atau jika bayi
ditimbang beratnya mencapai 500 gram, dan kematian neonatal
pada negara berkembang diasosiasikan dengan preeklampsia dan
eklampsia. Di negara-negara dengan pendapatan rendah dan
menengah, masih banyak rumah sakit yang sulit bahkan tidak
dapat mengakses neonatal intensive care unit, sehingga mortalitas
dan morbiditas yang berkaitan dengan preeklampsia dan
eklampsia masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan angka
mortalitas dan morbiditas pada negara dengan akses yang lebih
baik terhadap fasilitas kesehatan tersebut.
2) Morbiditas Perinatal
Preeklampsia memberikan pengaruh pada suplai darah dari
ibu ke plasenta, yang dapat menyebabkan buruknya pertumbuhan
janin dalam kandungan ibu dan dapat memicu terjadinya
persalinan prematur. Preeklampsia adalah penyebab dari 12% bayi
yang lahir dengan berat badan lahir rendah dan seperlima dari bayi
yang lahir prematur.
a) Intra uterine growth restriction (IUGR)
Pertumbuhan janin dalam kandungan merupakan penanda
yang baik akan kondisi janin. Kehamilan dengan komplikasi
intra uterine growth restriction didefinisikan sebagai proses
patologis reduksi pertumbuhan janin yang diasosiasikan
dengan meningkatan angka kematian perinatal. Preeklampsia
sebagai komplikasi kehamilan dengan karakter penurunan
aliran darah dan iskemi uteroplasenta merupakan faktor risiko
20

yang paling dominan dalam terjadinya intra uterine growth


restriction.
b) BBLR
Pertumbuhan janin dalam uterus ibu memiliki pengaruh
yang besar terhadap berat badan bayi ketika lahir. Suplai darah
dan nutrisi dari sistem uteroplasenta memiliki peran yang
penting dalam pertumbuhan janin intra uteri dan berat badan
lahir. Pada kasus ibu dengan preeklampsia, dimana terjadi
gangguan pada sistem uteroplasenta, pertumbuhan janin dan
berat badan lahir menjadi tidak optimal sehingga muncul
luaran perinatal berupa bayi berat badan lahir rendah.
c) Asfiksia
Sebuah studi menunjukkan bahwa faktor risiko akan
terjadinya asfiksia pada bayi dapat dilihat dari riwayat obstetri
ibu, riwayat perkembangan janin, dan komplikasi persalinan.
Di antara faktor risiko tersebut, terdapat preeklampsia dan
kelahiran prematur sebagai faktor risiko terjadinya asfiksia.
Diagnosis asfiksia dapat ditegakkan dengan melihat skor
APGAR dari bayi, sehingga dapat diklasifikasikan menjadi
tiga kelompok, yaitu asfiksia ringan, sedang, dan berat.
d) Gawat Janin
Salah satu patogenesis dari preeklampsia adalah adanya
hipoperfusi uteroplasenta yang berefek pada terganggunya
suplai oksigen dari ibu kepada janin. Jika kondisi ini terus
menerus berlanjut, maka janin akan berusaha untuk
beradaptasi dengan lingkungan yang kadar oksigennya tidak
optimal dan berusaha untuk melindungi organ-organ vital dari
kerusakan yang disebabkan oleh kondisi tersebut. Proses
adaptasi yang diupayakan oleh janin tidak dapat terus
berlangsung, terlebih lagi jika suplai oksigen terus turun dan
menstimulasi kemoreseptor pada arteri karotikus sehingga
21

refleks vagal muncul dan menyebabkan janin mengalami


bradikardi yang nampak sebagai kondisi gawat janin.
e) Kelahiran Prematur
Preeklampsia dapat muncul jika proses inflamasi sistemik
pada ibu menyebabkan ibu untuk melakukan dekompensasi.
Ibu dengan preeklampsia mengalami peningkatan produksi
kortisol dan dan sitokin yang lebih besar dibandingkan dengan
ibu tanpa komplikasi kehamilan. Hal ini diasosiasikan dengan
meningkatnya risiko kelahiran bayi prematur. Studi lain
menunjukkan bahwa kelahiran prematur sering terjadi pada ibu
dengan preeklampsia terjadi dikarenakan persalinan
merupakan terapi definitif preeklampsia, sehingga persalinan
perlu dilakukan untuk menyelamatkan ibu dan bayi.
f) Trombositopenia
Preeklampsia pada ibu dapat menyebabkan
trombositopenia pada neonatus dengan temuan hitung
trombosit <150.000/ᵤL. Pada kehamilan dengan komplikasi
preeklampsia, trombositopenia neonatus dapat ditemukan tepat
setelah persalinan atau 2-3 hari pertama kehidupan. Derajat
dari trombositopenia yang berhubungan dengan preeklampsia
sangat beragam. Patogenesis trombositopenia pada bayi dari
ibu dengan preeklampsia masih belum diketahui. Satu
mekanisme yang potensial untuk menjelaskan patogenesisnya
adalah trombositopenia merupakan hipoksia pada janin yang
memiliki efek langsung kepada depresi megakariosit.

B. Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)


1. Pengertian BBLR
Menurut Didien Ika dan Suprapti dalam bukunya, BBLR adalah bayi
baru lahir dengan berat badan lahir <2500 gram (Didien Ika, 2016).
22

Dalam Skripsi yang dikutip dari Handry Mulyawan BBLR dapat


dibedakan menjadi 3, yaitu:
a. Bayi prematur: pertumbuhan bayi dalam rahim normal, persalinan
terjadi sebelum masa gestasi 37 minggu.
b. Bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK): pertumbuhan dalam rahim
terhambat yang disebabkan oleh faktor dari bayi sendiri, plasenta
maupun faktor ibu.
c. Bayi prematur dan KMK: bayi prematur yang yang mempunyai berat
badan rendah untuk masa kehamilan.
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) berdasarkan batasan berat badan
dapat dibagi 3, yaitu:
a. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat
lahir1500 gram – 2500 gram.
b. Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR) adalah bayi dengan berat
lahir antara 1000 gram sampai kurang 1500 gram.
c. Bayi Berat Lahir Amat Sangat Rendah (BBLASR) adalah bayi
dengan berat lahir kurang dari 1000 gram.

2. Epidemiologi
Pravalensi kejadian bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan
15% dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3 %-3,8% dan
lebih sering terjadi di negara-negara berkembang atau sosio-ekonomi
rendah. Secara statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan di
negara berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi
dibanding pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram. BBLR
termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan
disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka
panjang terhadap kehidupannya di masa depan. Angka kejadian di
Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan yang lainnya yaitu
berkisar antara 9%-30%. Secara nasional berdasarkan analisa lanjut
SDKI, angka BBLR sekitar 7,5%. Angka ini lebih besar dari target
23

BBLR yang ditetapkan pada sasaran program perbaikan gizi menuju


Indonesia Sehat 2010 yakni maksimal 7%.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi BBLR
Sulit untuk menentukan secara pasti penyebab BBLR, namun ada
beberapa faktor risiko yang erat hubungannya dengan kejadian BBLR.
Adapun faktor-faktor risiko tersebut adalah:
a. Umur saat Melahirkan
Kejadian BBLR berdasarkan umur ibu paling tinggi terjadi pada ibu
yang melahirkan di bawah usia 20 tahun, yaitu 9,8% kemudian antara
umur 20-34 tahun 6,5% dan yang berumur lebih dari 35 tahun yaitu
4,1 %.
b. Usia Kehamilan saat Melahirkan
Kehamilan yang kurang dari 37 minggu merupakan penyebab utama
terjadinya kejadian BBLR. Semakin pendek usia kehamilan maka
pertumbuhan janin semakin belum sempurna, baik itu organ
reproduksi dan organ pernapasan oleh karena itu ia mengalami
kesulitan untuk hidup diluar uterus ibunya.
c. Tingkat Pendidikan
Tingkat faktor merupakan faktor yang berpengaruh secara tidak
langsung terhadap kejadian BBLR namun bisa dijelaskan secara
sederhana bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka
semakin banyak pula informasi yang bisa ia dapatkan mengenai
BBLR sehingga secara otomatis semakin banyak pula
pengetahuannya mengenai langkah-langkah dalam pencegahan
BBLR. Ibu yang berpendidikan rendah sulit untuk menerima inovasi
dan sebagian besar kurang mengetahui pentingnya perawatan pra
kelahiran. Disamping itu juga mempunyai keterbatasan mendapatkan
pelayanan antenatal yang adekuat, keterbatasan mengonsumsi
makanan yang bergizi selama hamil.
d. Jenis Kelamin
24

Bayi laki-laki saat lahir memiliki rata-rata berat lahir 150 gram lebih
berat daripada bayi perempuan, perbedaan ini paling nyata pada umur
kehamilan 28 minggu. Diduga hal ini akibat stimulasi hormon
androgenik atau karena kromosom Y memuat materi genetik yang
dapat meningkatkan pertumbuhan janin laki-laki. Pada umur
kehamilan yang sama, janin dengan jenis kelamin laki-laki lebih berat
5% dan lebih panjang 1%dibanding dengan jenis kelamin perempuan
dan yang mempengaruhi keadaan ini adalah hormon seks laki-laki
dan kromosom Y yang dimiliki laki-laki. Hal ini mulai tampak pada
kehamilan 24 minggu.
4. Komplikasi
Komplikasi langsung yang dapat terjadi pada bayi berat lahir rendah
antara lain:
a. Hipotermia
b. Hipoglikemia
c. Gangguan cairan dan elektrolit
d. Hiperbilirubenemia
e. Sindroma gawat napas
f. Paten duktus arteriosus
g. Infeksi
h. Perdarahan intraventikuler
i. Apnea of Prematurity
j. Anemia
Gangguan jangka panjang yang mungkin timbul pada bayi-bayi
dengan berat lahir rendah (BBLR) antara lain:
a. Gangguan perkembangan
b. Gangguan pertumbuhan
c. Gangguan penglihatan (Retinopati)
d. Gangguan pendengaran
e. Penyakit paru kronis
f. Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit
25

g. Kenaikan frekuensi kelainan bawaan


26

BAB III
TINJAUAN KASUS
DATA SEKUNDER
Berdasarkan data sekunder yang terdapat dalam buku KIA Ny I 29 tahun
G5P4A0 telah melakukan pemeriksaan kehamilan ± 9 kali di Desa Cirebon
Girang yang diadakan setiap bulan yaitu pada tanggal 21-11-2018, 05-12-2018,
06-12-2018, 15-12-2018, 19-12-2018, 28-12-2018, 09-12-2019, 13-02-2019, dan
14-02-2019. HPHT = 01 Juni 2018?, TP = 08 Maret 2019, UK 40-41 minggu.
Tekanan darah ibu dari awal kehamilan yaitu 110/70 mmHg, 110/70 mmHg,
110/80 mmHg, 110/70 mmHg, 110/70 mmHg, 110/80 mmHg, 110/70 mmHg,
150/100 mmHg, dan 150/100 mmHg, BB sebelum hamil 50 kg dan BB terakhir
59,4 kg, TB 151 cm, LILA 24 cm, TFU 26 cm (14 Maret 2018), dan presentasi
bokong. Tes laboratorium rutin dilakukan 2x selama kehamilan yaitu pemeriksaan
Hb ke – 1 pada tanggal 06-12-2018 dengan hasil 13,8 gr % dan ke – 2 pada
tanggal 13-03-2019 dengan hasil 11,6 gr%. Pemeriksaan darah yang dilakukan
pada tanggal 21-11-2018 didapatkan hasil negative terhadap PMS.
27

ASUHAN KEBIDANAN PERSALINAN PADA NY. I 28 TAHUN G5P4A0


DENGAN PEB

Hari/tanggal pemeriksaan : Kamis, 14 Februari 2019

Waktu : 05.00 WIB

Tempat : Puskesmas PONED Watubelah

A. Data Subjektif
1. Biodata Klien
Istri Suami
Nama : Ny. I Tn. M
Umur : 28 tahun 29 tahun
Agama : Islam Islam
Pendidikan : SD SMP
Pekerjaan : Tidak bekerja Buruh
Alamat : Ds. Cirebon Girang Kec. Talun,Cirebon
2. Riwayat
Klien datang ke PONED diantar oleh Bidan Desa Cirebon Girang
atas indikasi preeklampsia berat pada pukul 05.15 WIB. Ibu tersebut
datang ke PMB terlebih dahulu dan sudah diberikan penatalaksanaan
PEB sebelum rujukan, yaitu sudah diberi infus MgSO4, serta dipasang
kateter. Mengeluh mules sejak pukul 02.00 WIB,tetapi belum keluar
air-air dan lendir campur darah, gerakan janin masih aktif.HPHT 01-
06-2018 TP 08-03-2019.ibu melakukan pemeriksaan ANC ± 9 kali
dan HB 11,6 gr% (13-02-2019). ibu mengatakan tidak pernah ada
masalah pada kehamilan saat ini dan tidak mempunyai riwayat
penyakit yang mempengaruhi dan dipengaruhi pada kehamilan saat
ini.ini merupakan kehamilan yang diinginkan. Makan terakhir jam
19.00 WIB (13-02-2019), BAK terakhir jam 04.00 WIB, BAB
28

terakhir jam 03.00 WIB. Ibu berencana untuk menggunakan alat


kontrasepsi pasca salin yaitu IUD.
3. Riwayat Persalinan dan Nifas Lalu
Ini merupakan kehamilan kelima, tidak pernah keguguran. Semua
anak lahir spontan di rumah sakit ditolong oleh bidan. BB terberat
1700 gr dan BB terendah 1100 gr dengan riwayat BB rendah dan
lahir dengan prematur ditolong di rs tanpa penyulit. Pada kehamilan
ini tidak menggunakan kb, jarak anak keempat dengan kehamilan
yang sekarang 12 bulan. Massa nifas lalu berjalan dengan normal.

B. Data Objektif
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran : Compos mentis
3. TTV : TD : 190/80 mmHg
P :82 x/menit
R :22 x/menit
S : 370C
4. Wajah : tidak ada oedema, tidak pucat
5. Mata : konjungtiva tidak pucat, sklera tidak kuning
6. Abdomen : tidak ada bekas luka operasi, TFU 26 cm,
presentasi kepala, posisi puki, , penurunan kepala 1/5, His 4x10’50”,
DJJ 154 x/m, TBJ ±2.325 gram,kandung kemih kosong.
7. Genetalia : PD: Vulva vagina tidak ada kelainan, ketuban
positif, portio tipis lunak, pembukaan lengkap, presentasi kepala, Hodge
IV, UUK di depan, tidak ada molase dan bagian kecil terkemuka.
8. Ekstermitas : ada oedema dan tidak varises pada kaki ataupun
tangan, kuku tidak pucat, reflex patella (+/+)
9. Data penunjang : Protein urine : +1 (14-02-2019)
Golongan darah : O
29

C. Analisa
Ny. I usia 28 tahun G5P4A0 kala II dengan preeklampsia berat
suspek BBLR dan potensial eklampsia
D.Penatalaksanaan
1. Membina hubungan baik dengan klien, respon ibu dan keluarga baik
2. Meminta persetujuan untuk dilakukan tindakan, ibu menyetujui
tindakan yang akan dilakukan
3. Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada ibu, ibu sudah mengetahui
hasil pemeriksaannya.
4. Melakukan kolaborasi dengan dokter, advis dokter:
a. Observasi partograf
b. Lanjutkan terapi PEB
c. Berikan O2
5. Mengecek dan menyiapkan alat partus, sudah disiapkan
6. Melakuakn tindakan amniotomi,warna ketuban jernih
7. Memberikan asuhan sayang ibu bersalin:
a. Memberikan dukungan emosional,ibu tampak tenang
b. Mengajarkan cara mengedan dengan baik dan benar, ibu
melakukannya dengan baik
c. Memfasilitasi kebutuhan cairan dan nutrisi, ibu meminum air putih
±100 ml.
7. Memimpin ibu meneran ,ibu meneran dengan baik
8. Melakukan pertolongan persalinan secara normal. Pukul 05.20 WIB
bayi lahir spontan segera menangis,warna kulit kemerahan,gerakan
aktif dan jenis klamin perempuan
9. Melakukan jepit-jepit potong tali pusat dan melakukan IMD,sudah
dilakukan

Pukul 05.20 WIB

A. Data Subjektif
Ibu mengatakan masih mulas,tampak lega dan senang.
30

B. Data Objektif
Pukul 05.20 WIB bayi lahir spontan segera menangis,warna kulit
kemerahan,gerakan aktif dan jenis klamin perempuan, plasenta belum
lahir.
C. Analisa
Kala III
D. Penatalaksanaan
Melakukan menejemen aktif kala III
1. Mengecek bayi kedua, tidak ada bayi kedua
2. Mengecek kandung kemih, kandung kemih kosong.
3. Memberitahukan kepada ibu akan disuntik oksitosin ,ibu bersedia
4. Melakukan penyuntikan oksitosin 10 IU secara IM di paha kanan,
oksitosin sudah di suntikan pada paha kanan ibu
5. Melakukan PTT searah dorsocranial, PTT dilakukan saat ada kontraksi,
tampak tali pusat memanjang, semburan darah dan uterus membulat,
plasenta lahir lengkap pukul 05.25 WIB, pengeluaran darah ±100 ml.
6. Melakukan massase fundus 15x15 detik,sudah dilakukan

Pukul 05.25 WIB

A. Data Subjektif
Ibu merasa lelah, merasa lega dan senang atas kelahiran bayinya
B. Data Objektif
keadaan umum : Baik
kesadaran :Compos mentis

TTV : TD: 130/70 mmHg R:21 x/m

N: 80 x/m S: 36,50C

Abdomen :TFU sepusat, kontraksi baik, kandung kemih Kosong

Genetalia : Terdapat luka laserasi derajat I (di bagian mukosa


vagina,komisura vosterior dan kulit perineum),pengeluaran darah ±20 cc.
31
32

C. Analisa
Kala IV dengan riwayat PEB dan potensial perdarhan
D. Penatalaksanaan
1. Mengecek laserasi jalan lahir, ada laserasi derajat I (mukosa vagina,
komisura posterior, kulit perineum).
2. Melakukan penjahitan tanpa anastesi,penjahitan sudah dilakukan
3. Mengecek kelengkapan plasenta, plasenta lahir lengkap
4. Memberitahu ibu bahwa keadaan ibu memungkinkn untuk dilakukan
pemasangan KB pasca salin (IUD), ibu dipasang IUD pasca salin.
5. Melakukan penjahitan laserasi dengan lidokain, sudah dilakukan.
6. Membersihkan dan memberikan kenyamanan pada ibu,ibu tampak
nyaman.
7. Melakukan dekontaminasi alat bekas pakai ke larutan klorin 0,5%,sudah
dilakukan
8. Mengecek kontraksi uterus dan pengeluaran darah, kontraksi baik dan
pengeluaran darah ± 20 cc
9. Mengecek tekanan darah,TD: 130/70 MmHg
10. Mengajarkan kepada ibu dan keluarga untuk massase fundus jika
kontraksi uterus lembek,ibu dan keluarga dapat melakukannya.
11. Memberikan ucapan selamat kepada ibu dan keluarga atas kelahiran
bayinya,ibu dan keluarga baik dan senang,
12. Menganjurkan kepada ibu untuk makan dan minum, ibu melakukannya.
13. Melakukan pemantauan kala IV, terlampir dilembar Patograf.
14. Memfasilitasi ibu untuk memberikan ASI kepada bayinya, ASI sudah
keluar dan ibu mampu menyusukan bayinya.
15. Melakukan kolaborasi dengan dokter, advis dokter:
a. Observasi keadaan umum ibu
b. Kontraksi uterus dan risiko perdarahan pasca salin
c. Lanjutkan terapi rumatan ibu nifas dengan PEB sampai 24 jam
16. Mendokumentasikan hasil asuhan dengan metode SOAP, sudah
dilakukan.
33

ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR PADA BY NY. I SEGERA


SETELAH LAHIR POSTNATAL CUKUP BULAN

Hari/Tanggal : Jum’at, 14 Februari 2018


Jam : 05.20WIB
Tempat : Puskesmas PONED Watubelah

A. Data Subjektif
1. Biodata Bayi
Nama bayi : By. Ny. I
TTL : 14 Februari 2018
Jenis Kelamin : Perempuan
2. Biodata Orangtua
Nama Ayah : Tn.M
Nama Ibu : Ny. I
Alamat : Cirebon Girang
3. Riwayat Kelahiran
Bayi lahir spontan segera menangis, cukup bulan, warna kulit
kemerahan, gerakan aktif.
B. Data Objektif
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Metis/aktif
Warna kulit : Kemerahan
Tangisan : Kuat
Gerakan : Aktif
C. Analisa
Neonatus cukup bulan segera setelah lahir normal.

D. Penatalaksanaan
1. Membina hubungan baik dengan ibu, respon ibu baik.
34

2. Melakukan informed consent, ibu bersedia bayinya diperiksa dan


diberikan asuhan.
3. Memberitahu hasil pemeriksaan, ibu telah mengetahui hasil pemeriksaan.
4. Memberi asuhan bayi baru lahir :
a. Mengeringkan bayi
b. Mengganti kain bayi
c. Menjaga kehangatan bayi
5. Melakukan jepit-jepit potong, tali pusat sudah dipotong.
6. Mengklem tali pusat menggunakan benang tali pusat, tali pusat telah
diklem
7. Memfasilitasi bayi IMD kepada Ibu
35

ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR PADA BY NY. I SEGERA


SETELAH LAHIR POSTNATAL DENGAN BBLR

Hari/Tanggal : Jum’at, 14 Februari 2018


Jam : 06.20WIB
Tempat : Puskesmas PONED Watubelah

A. Data Subjektif
Bayi lahir spontan segera menangis, cukup bulan, warna kulit kemerahan,
gerakan aktif.
B. Data Objektif
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Metis/aktif
Warna kulit : Kemerahan
Tangisan : Kuat
Gerakan : Aktif

C. Analisa
Neonatus cukup bulan segera setelah lahirnormal dengan BBLR potensial
Hipotermi.
D. Penatalaksanaan
1. Membina hubungan baik dengan ibu, respon ibu baik.
2. Melakukan informed consent, ibu bersedia bayinya diperiksa dan
diberikan asuhan.
3. Memberitahu hasil pemeriksaan, ibu telah mengetahui hasil
pemeriksaan.BB : 2350 gram, PB : 47 gram, LK : 30 cm
4. Melakukan Konsul Dokter, advice dokter :
a. Observasi keadaan bayi
b. Memberikan terapi BBL (Vitamin K, salep mata dan imunisasi
Hb 0 setelah 1 jam pemberian vitamin K),
c. Pemeriksaan GDS, hasil pemeriksaan GDS bayi 61 mgdl.
36

ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR PADA BY NY. I


6 JAM POSTNATAL DENGAN BBLR

Hari/Tanggal : Jum’at, 14 Februari 2018


Jam : 11.20WIB
Tempat : Puskesmas PONED Watubelah

A. Data Subjektif
Ibu mengatakan ASI sudah keluar, bayinya sudah menyusu, bayi sudah BAB
dan BAK ibu mengatakan tidak ada keluhan pada bayinya. Bayi sudah
diberikan Vitamin K, salep mata dan imunisasi Hb 0.
B. Data Objektif
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis/aktif
Warna Kulit : Kemerahan
Tangisan : Kuat
Gerakan : Aktif
TTV : DJB :140x/menit, regular
R : 40 x/menit
S : 36,5°C
Kepala : Ubun – ubun tidak ada cekungan, sutura tidak ada
molase, tidak ada caput sucsedeneum, dan chephal
hematoma.
Telinga : Simetris, sejajar dengan mata
Mata : Bentuk simetris, sejajar dengan telinga, tidak ada
kelainan, dan tidak ada tanda infeksi.
Hidung : Tidak ada kelainan, terdapat lubang hidung,
tidak terdapat pernapasan cuping hidung.
Mulut : Bibir kemerahan, tidak ada labioschizis, labio
palate schizis, terdapat reflex rooting, dan sucking.
37

Dada : Bentuk normal, puting susu sejajar dan berwarna


kecoklatan, tidak ada retraksi dinding dada. Irama
jantung regular, dan paru-paru tidak ada bunyi rochi
dan wheezing.
Abdomen : Bentuk normal, distensi abdomen, tidak ada
perdarahan disekitar tali pusathernia umbilikalis
(penonjolan di sekitar tali pusat saat menangis).
Genetalia : labia mayor sudah menutup labia minor
Punggung : Tidak ada spinabifida.
Anus :Atresia ani negatif, BAB (+)
Ekstremitas atas : Bentuk ukuran normal, tidak ada kelainan, gerakan
aktif, jumlah jari – jari normal,
Ekstremitas bawah : Bentuk dan ukuran normal, tidak ada kelainan,
gerakan aktif jumlah jari – jari normal,
System Syaraf : Refleks Moro (+), Refleks Rooting (+), Refleks
Stucing (+), Refleks swallowing (+), Refleks
grasping (+), Refleks babinski (+)
Kulit : Turgor kulit baik, verniks (+), warna kulit
kemerahan terdapat lanugo, dan tidak ada tanda
ikterus.
C. Analisa
Neonatus cukup bulan, postnatal 6 jam dengan BBLR.
D. Penatalaksanaan
1. Membina hubungan baik dengan ibu, hubungan sudah terjalin
2. Melakukan inform consent, ibu bersedia bayinya diperiksa.
3. Memberitahu hasil pemeriksaan, ibu telah mengetahui hasil pemeriksaan
4. Memberikan Asuhan Lanjutan tentang :
a. Tanda bahaya bayi baru lahir dengan BBLR/IUGR yang risiko
terhadap hipotermi
b. Perawatan bayi baru lahir BBLR dengan metode kanguru
c. Perawatan tali pusat
38

d. Cara menyusui yang benar, ibu dapat melakukannya


e. ASI Eksklusif dan cara menyusui
f. Imunisasi Dasar
Evaluasi : ibu mampu memahami informasi yang telah di sampaikan dan
mampu mengulangi apa yang telah di sampaikan
39

ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR PADA BY NY. I


3 HARI POSTNATAL NORMAL

Hari/Tanggal : Minggu, 17 Februari 2018


Jam : 16.30WIB
Tempat : Rumah klien,Cirebon Girang

A. Data Subjektif
Ibu tidak mengeluh tentang keadaan bayinya, bayi menyusu dengan kuat, ibu
memberikan ASI kepada bayinya, sudah BAB dan BAK, bayi menyusu setiap
satu sampai dua jam sekali
B. Data Objektif
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis/aktif
Warna Kulit : Kemerahan
Tangisan : Kuat
Gerakan : Aktif
TTV : DJB :147 x/menit,
R : 45 x/menit
S : 37,1°C
Antropometri : BB : 2400 gr
PB : 47 cm
Mata : Tidak ada tanda-tanda infeksi,tidak ada pus
Leher :Tidak ada pelebaran pembuluh darah
Dada : Tidak ada wezing dan bunyi dada regular, tidak
ada retraksi dinding dada
Perut : Tali pusat belum lepas, tidak ada perdarahan, tidak
ada distensi abdomen, tidak ada infeksi
System syaraf : Refleks Rooting (+), Refleks Sucking (+), Refleks
Grasping (+), Refleks Babinsky (+)
40

C. Analisa
Neonatus 3 hari Postnatal denganBBLR, keadaan umum baik terdapat
kenaikan berat badan.
D. Penatalaksanaan
1. Memberitahu hasil pemeriksaan, ibu telah mengetahui hasil pemeriksaan.
2. Melakukan KIE kepada Ibu tentang :
a. Jaga kehangatan bayi
b. Pemberian ASI Eksklusif
c. Perawatan Tali Pusat di rumah
Evaluasi : ibu memahami informasi yang telah di sampaikan dan dapat
mengulang informasi yang telah di sampaikan
3. Memberi tahu tanda – tanda bahaya :
a. Susah menyusu
b. Bayi susah bernafas
c. Warna kulit bayi/ ikterus
d. Suhu bayi panas (Hipertermi) dan terlalu dingin (Hipotermi)
e. Mata bengkak atau bernanah
Evaluasi : ibu memahami informasi yang terlah di sampaikan dan dapat
mengulang informasi yang telah di sampaikan
4. Mendokumentasikan asuhan yang dilakukan
5. Mendokumentasikan asuhan dengan SOAP
41

ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR PADA BY NY. I


10HARI POSTNATAL NORMAL

Hari/Tanggal : Minggu, 24 Februari 2018


Jam : 11.00WIB
Tempat : Rumah Ibu (Pasien), Cirebon Girang

A. Data Subjektif
Ibu tidak mengeluh tentang keadaan bayinya terdapat ruam popok dan biang
keringat, bayi menyusu dengan kuat, ibu memberikan ASI kepada bayinya,
sudah BAB dengan warna kuning dan BAK± 7 kali sehari. Bayi menyusu
setiap satu sampai dua jam sekali. Bayi sering dipakai pempers dan tidak
sering diganti oleh keluargasehingga bayi tidak bisa dihitung bayi BAK
berapa kali.
B. Data Objektif
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis/aktif
Warna Kulit : Kemerahan
Tangisan : Kuat
Gerakan : Aktif
TTV : DJB :138 x/menit,
R : 48 x/menit
S : 37,0 °C
Antropometri : BB : 3300 gr
Panjang Badan : 48 cm
Mata : Tidak ada tanda-tanda infeksi,tidak ada pus
Leher :Tidak ada pembengkakan, tidak ada pelebaran
pembuluh darah, terdapat miliariasis
Dada : Tidak ada wezing dan bunyi dada regular, tidak
ada retraksi dinding dada
42

Perut : Tali pusat belum lepas, tidak ada perdarahan, tidak


ada infeksi, tidak ada distensi abdomen
Genitalia : Terdapat ruam popok di daerah pantat dan
selangkaangan kaki bayi
C. Analisa
Neonatus 14 hari Postnatal dengan BBLR keadaan umum baik terdapat
kenaikan BB pada bayi
D. Penatalaksanaan
1. Memberitahu hasil pemeriksaan, ibu telah mengetahui hasil pemeriksaan.
2. Memberi KIE kepada Ibu tentang :
a. Jaga kehangatan bayi
b. Pemberian ASI
c. Kebersihan kulit bayinya
Evaluasi : ibu memahami informasi yang telah di sampaikan dan dapat
mengulang informasi yang telah di sampaikan.
3. Mendokumentasikan asuhan yang dilakukan
4. Mendokumentasikan asuhan dengan SOAP
43

ASUHAN KEBIDANAN NIFAS PADA NY. I 28 TAHUNP5A0 DENGAN 6


JAM POST PARTUM DENGAN RIWAYAT PEB DAN ANEMIA RINGAN

Hari/Tanggal : 14 Februari 2019


Waktu : 11.40 WIB
Tempat : Puskesmas PONED Watubelah
A. Data Subjektif
1. Riwayat
Ibu mengatakan sangat senang atas kelahiran anaknya yang kelima.
sudah BAK, belum BAB, ASI sudah keluar, sudah makan dan minum,
sudah mobilisasi, ibu mengeluh sedikit pusing.
B. Data Objektif
1. Keadaan Umum : Baik
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Tanda-tanda vital : TD : 140/90 mmHg
N : 86 x/menit
R : 22 x/menit
O
S : 36,5 C
4. Mata : Konjungtiva merah muda, sklera putih
5. Payudara : Bentuk simetris, puting menonjol, tidak ada
benjolan, tidak bengkak, kolostrum sudah sedikit keluar.
6. Abdomen : Tidak ada bekas luka operasi, TFU 2 Jari dibawah
pusat, Kontraksi Baik, kandung kemih kosong.
7. Genetalia : v/v tidak ada kelainan, pengeluaran darah ±20 cc,
lochea rubra, terdapat jahitan, jahitan bersih tidak terlepas.
8. Data penununjang
a. Hb : 10,3 gr %
b. Protein urine : Negatif
44

C. Analisa
Ny. I 28 tahun P5A0 6 jam Post Partum dengan Riwayat PEB dan anemia
ringan.

D. Penatalaksanaan
1. Membina hubungan baik dan rasa saling percaya , hubungan baik terjalin
2. Melakukan informed consent, ibu bersedia dilakukan pemeriksaan.
3. Memberi tahu hasil pemeriksaan, ibu sudah mengetahui.
4. Menganjurkan ibu untuk tidak menahan BAK dan BAB, ibu mengikuti
anjuran.
5. Menganjurkan ibu untuk istirahat yang cukup, ibu mengikuti anjuran.
6. Menganjurkan ibu untuk mobilisasi, ibu sudah dapat turun dari tempat
tidur.
7. Memberitahu ibu bahwa tidak ada pantangan makanan apapun sealama
masa nifas dan menganjurkan ibu untuk mengkonsumsi makanan tinggi
protein, ibu bersedia.
8. Memberikan KIE tentang :
a. Tanda- tanda bahaya masa nifas dengan PEB seperti tekanan darah
meningkat, pusing dan kejang, penglihatan terganggu, sakit
perut/nyeri ulu hati, pembengkakan terutama pada kaki dan wajah.
b. Perawatan tali pusat
c. Efek samping/ketidaknyamanan pasca pemasangan IUD
d. Personal hygiene
Evaluasi : repon ibu baik.
9. Mempersiapkan ibu pulang, Ibu dan keluarga meminta untuk
dipulangkan (Pulang paksa) jam 11.00 WIB.
10. Melakukan kolaborasi dengan dokter, advis dokter:
a. Jika ibu dan keluarga tetap memaksa pulang harus membuat surat
pernyataan.
b. Berikan terapi nifedipin 10mg 2xsehari, amoxicilin 3x1 , tablet fe
2x1, paracetamol 3x1 dan vitamin A 1x1.
45

c. Menghubungi Bidan Desa/ Bidan Perujuk bahwa ibu memaksa


pulang dengan kondisi tekanan darah masih 140/90 mmHg.
11. Menjadwalkan kunjungan ulang 3 hari kemudian atau apabila ada
keluhan yang dirasakan, ibu bersedia datang pada tanggal 17 Februari
2019.
46

ASUHAN KEBIDANAN NIFAS PADA NY. I 28 TAHUN P5A0 3 HARI


POST PARTUM DENGAN RIWAYAT PEB

Hari/Tanggal :Minggu/ 17 Februari 2019


Waktu : 16.40 WIB
Tempat : Rumah klien, Cirebon Girang
A. Data Subjektif
1. Riwayat
Ibu mengatakan tidak ada keluhan yang berarti, masih menyusui
bayinya, obat-obatan yang diberikan PONED tidak diminum dikarenakan
lupa.
B. Data Objektif
1. Keadaan Umum : Baik
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Tanda-tanda vital : TD : 180/110 mmhg
P : 86x/menit
S : 36,5 O C
4. Mata : Konjungtiva merah muda, sklera putih
5. Payudara : Bentuk simetris, puting menonjol, tidak ada
benjolan, tidak bengkak, ASI sudah keluar.
6. Abdomen : TFU pertengahan pusat dan symphisis, Kontraksi
Baik, kandung kemih kosong.
7. Genetalia : v/v tidak ada kelainan, pengeluaran darah ±20 cc,
lochea sanguinolenta, terdapat jahitan, jahitan bersih tidak terlepas dan
tidak ada infeksi.
8. Data Penunjang :
a. Protein urine : +1

C. Analisa
Ny. I 28 tahun P5A0 3 hari Post Partum dengan PEB.
47

D. Penatalaksanaan
1. Membina hubungan baik dan rasa saling percaya , hubungan baik terjalin
2. Melakukan informed consent, ibu bersedia dilakukan pemeriksaan.
3. Memberi tahu hasil pemeriksaan, ibu sudah mengetahui.
4. Menganjurkan ibu untuk meminum obat penurun darah yang diberikan
oleh bidan, ibu bersedia meminumnya.
5. Menganjurkan ibu untuk istirahat yang cukup, ibu mengerti dan bersedia
istirahat yang cukup.
6. Memberitahu ibu dan keluarga bahwa tidak ada pantangan makanan
apapun selama masa nifas dan menganjurkan ibu untuk mengkonsumsi
makanan tinggi protein, ibu bersedia.
7. Melakukan kolaborasi dengan bidan desa setempat untuk pemeriksaan
lebih lanjut, dilakukan pemeriksaan lanjutan oleh bidan desa setempat.
48

DATA SEKUNDER

Berdasarkan informasi pada tanggal 18 Maret 2019 didapatkan informasi


dari bidan koordinator bahwa Ny. I dirujuk ke Rumah Sakit Arjawinangun
dikarenakan tekanan darahnya kembali tinggi serta protein urine +1. Pasien
dirawat selama 5 hari masuk ke ruang perawatan ICU, dan pulang dari rumah
sakit tanggal 22 Maret 2019. Selama di rumah sakit Ny. I mendapat pemantauan
dari dokter spesialis penyakit dan terapi obat yang diberikan oleh pihak rumah
sakit adalah Eprinoc 50 mg 1x1, Lansoprazole 30 mg 1x1.
49

ASUHAN KEBIDANAN NIFAS PADA NY. I 27 TAHUN


P5A010 HARI POST PARTUM DENGAN RIWAYAT PEB

Hari/Tanggal :Minggu, 24 Februari 2019


Waktu : 10.40 WIB
Tempat : Rumah Ny. I, Cirebon Girang
A. Data Subjektif
1. Riwayat
Ibu mengatakan tidak memiliki keluhan yang berarti, sudah tidak
menyusui bayinya atas rekomendasi dokter selama di RS. Ibu masih
kontrol ke RS 1 minggu sekali dan obat diminum rutin.
B. Data Objektif
1. Keadaan Umum : Baik
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Tanda-tanda vital : TD : 130/90 mmhg
N : 82x/menit
R : 21 x/menit
S : 36,5 O C
4. Mata : Konjungtiva merah muda, sklera putih
5. Payudara : Bentuk simetris, puting menonjol, tidak ada
benjolan, tidak bengkak,.
6. Abdomen : TFU tidak teraba. Tidak ada diastetis recti
7. Genetalia : v/v tidak ada kelainan, tidak ada pengeluaran
darah, lochea serosa, terdapat jahitan, jahitan bersih tidak terlepas dan
tidak ada infeksi.
8. Data Penunjang :
a. Protein urine : -

C. Analisa
Ny. I 28 tahun P5A0 10 hari Post Partum dengan riwayat PEB.
50

D. Penatalaksanaan
1. Membina hubungan baik dan rasa saling percaya , hubungan baik terjalin.
2. Melakukan informed consent, ibu bersedia dilakukan pemeriksaan.
3. Memberi tahu hasil pemeriksaan, ibu sudah mengetahui.
4. Menganjurkan ibu untuk meminum obat yang diberikan oleh rumah sakit
yaitu Lansoprazol dan Eprinoc, ibu bersedia meminumnya.
5. Menganjurkan ibu untuk istirahat yang cukup, ibu mengerti dan bersedia
istirahat yang cukup.
6. Menganjurkan ibu untuk rutin memeriksakan kesehatanya di pelayanan
kesehatan, ibu melakukan kontrol rutin ke RS seminggu sekali.
7. Menjadwalkan kunjungan ulang berikutnya 1 bulan berikutnya atau
apabila ada keluhan, ibu bersedia datang.
51

BAB IV
PEMBAHASAN
E. Kehamilan (Data Sekunder)
Berdasarkan data yang diperoleh dari Buku KIA, ini merupakan
kehamilan kelima, tidak pernah keguguran. HPHT Ny. I yaitu pada
tanggal 01 Juni 2018, dengan taksiran persalinan pada tanggal 08 Maret
2019, sehingga jika dihitung usia kehamilan, usia kehamilan Ny. I 40-41
mg. Dalam buku Asuhan Persalinan Normal (2017) usia kehamilan 40-
41 mg dikatakan sebagai kehamilan aterm. Dalam buku KIA (2017)
disebutkan bahwa LILA normal adalah > 23,5 cm, dan berdasarkan data
sekunder ukuran LILA Ny. I adalah 24 cm. DJJ yang dihitung dalam 1
menit normal yaitu antara 120-160x/menit yaitu 155x/menit. Hasil
pemeriksaan yang dilakukan Ny I dalam keadaan normal. Tinggi badan >
145 cm yaitu 151 cm, dalam buku KIA disebutkan bahwa apabila tinggi
ibu < 145 cm dapat mengindikasikan panggul sempit.
Selain itu, di dalam Buku KIA (2017) disebutkan bahwa dalam
melaksanakan pelayanan Antenatal Care, ada sepuluh standar pelayanan
yang harus dilakukan oleh bidan atau tenaga kesehatan yang dikenal
dengan 10 T. Menurut Depkes RI (2009), pelayanan atau asuhan standar
minimal 10 T adalah sebagai berikut yaitu Timbang berat badan dan ukur
tinggi badan, pemeriksaan tekanan darah, nilai status gizi (ukur lingkar
lengan atas), pemeriksaan puncak rahim (tinggi fundus uteri), tentukan
presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ), skrining status imunisasi
Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT), pemberian tablet Fe
minimal 90 tablet selama kehamilan, test laboratorium (rutin dan khusus),
tatalaksana kasus, dan temu wicara (konseling).
Ari Sulistyawati (2008) peningkatan berat badan ibu yang
dianjurkan adalah 4 kg pada trimester pertama, 0,5 kg/minggu pada
kehamilan trimester II sampai III sehingga totalnya sekitar 11,5 – 16 kg,
kenaikan berat badan yang dialami Ny I selama kehamilan yaitu 9,4 kg.
Ibu memiliki riwayat kelahiran dengan BBLR/ prematur. Setelah dikaji
52

dari faktor risiko ibu termasuk ke dalam 4 T yaitu terlalu banyak anak,
jarak antar kelahiran yang terlalu dekat, terlalu muda. Ibu telah melakukan
pemeriksaan kehamilan 9 kali di Cirebon Girang. Kunjungan antenatal
sebaiknya dilakukan sedikitnya 4 kali selama masa kehamilan, yaitu : satu
kali pada triwulan pertama, satu kali pada triwulan kedua, dan dua kali
pada triwulan ketiga. Maka Ny. I telah melakukan pemeriksaan kehamilan
lebih dari 4 kali sehingga tidak ada kesenjangan antara penatalaksanaan
kasus dan tinjauan teori.
Menurut Ari Sulistyawati (2008) peningkatan berat badan ibu yang
dianjurkan adalah 4 kg pada trimester pertama, 0,5 kg/minggu pada
kehamilan trimester II sampai III sehingga totalnya sekitar 11,5 – 16 kg,
kenaikan berat badan yang dialami Ny I selama kehamilan yaitu 9,4 kg.
Dalam buku KIA Ny. I disebutkan bahwa apabila tekanan darah normal
adalah 120/80 mmHg apabila tekanan darah > 140/90 mmHg dapat
mengindikasikan adanya faktor risiko hipertensi dalam kehamilan, tekanan
darah Ny I yaitu 180/100 mmHg. Maka dari itu, bidan melakukan
penatalaksanaan dengan memeriksa protein urine klien yang didapatkan
hasil +1 sehingga dapat disimpulkan jika klien tersebut preeklamsi berat,
hal ini sesuai dengan apa yang tertulis dalam buku Ai Yayah Rukiyah
(2010) bahwa gejala dan tanda preeklampsia berat adalah: tekanan darah
sistolik > 160 mmHg, tekanan darah diastolik >110 mmHg, peningkatan
kadar enzim hati atau/dan ikterus, trombosit< 100.000/mm 3, oliguria <400
ml/24 jam, proteinuria >3 gr/liter, nyeri epigastrium, skotoma dan
gangguan visus lain atau nyeri frontal yang berat, perdarahan retina,
edema pulmonum.
F. Persalinan
Pada tanggal 14 Februari 2019 Ny. I bermaksud akan dilakukan rujukan
ke RSUD Arjawinangun oleh bidan desa dikarenakan preeklamsi berat. Akan
tetapi ketika sedang diperjalanan bidan yang mendampingi proses rujukan
tersebut memastikan bahwa Ny. I sudah dalam keadaan pembukaan lengkap
sehingga diputuskan untuk dilakukan pertolongan persalinan di Puskesmas
53

PONED Watubelah. Berdasarkan UU No. 4 Tahun 2019 tentang kebidanan


Pasal 49 dijelaskan bahwa bidan berwenang melakukan pertolongan pertama
kegawatdaruratan ibu hamil, bersalin, nifas, dan rujukan; melakukan deteksi
dini kasus risiko dan komplikasi pada masa kehamilan, masa persalinan,
pascapersalinan, masa nifas, serta asuhan pascakeguguran dan dilanjutkan
dengan rujukan. Oleh karena itu, tidak terjadi kesenjangan antara yang
dilakukan Bidan Desa dengan UU tersebut.
Ibu mengeluh merasakan mulas dengan frekuensi setiap 5 menit sekali
dan keluar lendir campur darah dari jalan lahir. Dalam Buku KIA (2017)
disebutkan bahwa tanda-tanda awal persalinan yaitu perut mulas-mulas
teratur timbulnya semakin lama semakin sering dan keluar lendir bercampur
darah dari jalan lahir atau keluar cairan ketuban dari jalan lahir sehingga
keluhan yang dirasakan oleh Ny. I merupakan tanda-tanda awal persalinan.
Berdasarkan HPHT usia kehamilan Ny. I adalah 40-41 minggu. Menurut
Buku Asuhan Persalinan Normal (2017) dikatakan bahwa kehamilan aterm
adalah ketika usia kehamilan seorang wanita antara 37 minggu-42 minggu.
Oleh karena itu usia kehamilan Ny. I merupakan usia kehamilan aterm karena
masih 40-41 minggu.
1. Kala II
Tanggal 12 Oktober 2018 pukul 05.15 WIB Ny. I datang ke
PONED Watubelah didampingi oleh Bidan Desa Cirebon Girang atas
indikasi preeklampsia berat. Ibu tersebut datang ke PMB terlebih
dahulu dan sudah diberikan penatalaksanaan PEB sebelum rujukan,
yaitu sudah diberi infus MgSO 4, serta dipasang kateter di PMB. Dalam
buku Asuhan Persalinan Normal tahun 2008 disebutkan bahwa ada
beberapa tanda dan gejala bahwa Ny. I sudah termasuk ke dalam tanda
inpartu seperti cairan lendir bercampur darah (“show”) melalui vagina,
kontraksi atau his dengan karakter his pinggang terasa sakit menjalar ke
depan, sifat his teratur, terjadinya perubahan pada serviks, jika klien
menambah aktivitasnya misalnya berjalan, maka kekuatan hisnya
bertambah, ada pengeluaran lendir dan darah. Dari asuhan kebidanan
54

yang dilakukan tidak ada kesenjangan antara penatalaksanaan kasus dan


tinjauan teori karena Ny. I mengalami tanda masuknya persalinan
seperti mules-mules dan ketika datang ke PONED sudah pembukaan
serviks 10 cm dapat dikatakan telah sesuai teori bahwa Ny. I telah
masuk proses persalinan. Sesuai dalam buku Asuhan Persalinan Normal
(2017) salah satu tanda ibu dipimpin persalinan adalah ketika terdapat
tekanan pada anus, perineum menonjol, vulva membuka, maka dari itu
mulailah dimpimpin persalinan.
Ny. I merupakan pasien rujukan dari Bidan Desa dikarenakan
preeklamsi berat maka sebelum pasien dilakukan penatalaksanaan PEB
bidan memeriksa reflek patella, jumlah urin minimal 0,5 ml/kg BB/jam
serta tersedianya Ca Glukonas selanjutnya bidan desa memasang selang
kateter dan memberikan dosis awal 4 g MgSO4 40% secara bolus dan
sambil menunggu rujukan bidan memberikan dosis rumatan 6 g
MgSO4, hal ini sesuai dalam Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di
Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan (2013) yaitu Berikan dosis awal
4 g MgSO4 .(10 ml larutan MgSO4 40%) dan larutan dengan 10 ml
akuades, sesuai prosedur untuk mencegah kejang atau kejang berulang.
Berikan larutan tersebut secara IV selama 20 menit, tidak melakukan
pemberian MgSO4 secara IM karena petugas menerapkan asuhan
sayang ibu, pemberian MgSO4 40 % 4 g (10 cc) di berikan secara
bolus. Sambil menunggu rujukan, mulai dosis rumatsn 6 g MgSO4 (15
ml larutan MgSO4 40%) dan larutkan dalam 500 ml RL/ Ringer Asetat,
dalam 6 jam sesuai prosedur, lalu berikan secara IV dengan kecepatan
28 tetes/menit selama 6 jam dan diulang hingga 24 jam setelah
persalinan atau kejang berakhir (bila eklampsia).
Kewenangan bidan dalam melakukan asuhan gawat darurat
dijelaskan di UU No. 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan yaitu dalam
pasal 59 yang berbunyi: dalam keadaan gawat darurat untuk pemberian
pertolongan pertama, Bidan dapat melakukan pelayanan kesehatan di
luar kewenangan sesuai dengan kompetensinya. Pertolongan pertama
55

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk menyelamatkan


nyawa Klien. Keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) merupakan keadaan yang mengancam nyawa Klien. Keadaan gawat
darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Bidan
sesuai dengan hasil evaluasi berdasarkan keilmuannya.

2. Kala III
Kala III pada Ny. I berlangsung 5 menit dimana segera setelah bayi
lahir dan dipastikan tidak ada janin kedua dilakukan penyuntikan
oksitosin 10 IU IM, melakukan PTT dan menilai pelepasan plasenta.
Setelah ada tanda pelepasan plasenta berupa uterus globular, tali pusat
bertambah panjang dan ada semburan darah tiba-tiba lahirkan plasenta,
plasenta lahir lengkap pukul 00.48 WIB kemudian melakukan masase
selama 15 detik.
Menurut Buku Asuhan Persalinan Normal (2017) disebutkan bahwa
tujuan manajemen aktif kala tiga adalah untuk menghasilkan kontraksi
uterus yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu,
mencegah perdarahan dan mengurangi kehilangan.
Tanda-tanda pelepasan plasenta, yaitu adanya perubahan bentuk
uterus, semburan darah mendadak dan tali pusat bertambah panjang.
Proses kala III berlangsung selama 5 menit sesuai dengan teori karena
disebutkan dalam buku Asuhan Persalinan Normal (2017) jika plasenta
tidak lahir dalam waktu 15 menit, berikan 10 IU oksitosin yang kedua
dan memeriksa kandung kemih serta melakukan kembali PTT. Jika
plasenta masih belum lahir sampai 30 menit baru dilakukan manual
plasenta, plasenta tersebut dinamakan retensio plasenta. Menurut Febi
Sukma (2017), TFU setelah plasenta lahir berada 2 jari di bawah pusat.
Hal ini tidak terjadi kesenjangan antara kasus dan teori.

3. Kala IV
56

Pengawasan kala IV berlangsung selama 2 jam dengan memantau


tanda vital ibu (tekanan darah, nadi, suhu), kontraksi, kandung kemih dan
pengeluaran pervaginam. Pengawasan dilakukan setiap 15 menit sekali
pada 1 jam pertama dan setiap 30 menit sekali pada 1 jam kedua kecuali
untuk suhu, yaitu diperiksa setiap satu jam. Dengan demikian
pemantauan yang dilakukan sudah sesuai dengan teori dan pemantauan
dilakukan dengan menggunakan partograf. Tekanan darah, nadi dan suhu
normal, kontraksi uterus baik, kandung kemih kosong dan pengeluaran
darah 100 cc, serta TFU masih 2 jari di bawah pusat, hal ini selaras
dengan apa yang dikatakan oleh Febi Sukma, dkk (2017) dalam buku.
Menurut Fransisca (2010) perdarahan setelah melahirkan atau post
partum hemorrhagic (PPH) adalah kehilangan darah serius yang paling
sering dijumpai di bagian obstetrik. Penyebab perdarahan post partum
ada 4 faktor yang biasa disingkat dengan 4T yaitu tone, dimished, tissue,
trauma dan trombosit. Beberapa faktor lain yang diketahui karena dapat
menyebabkan terjadinya perdarahan post partum yaitu grande multipara,
perpanjangan persalinan, chorioamnionitis, kehamilan multiple. Potensial
yang terjadi pada kasus PEB adalah perdarahan post partum. Hal ini
sesuai dengan penelitian Avina Aroisa (2017) yaitu terdapat hubungan
antara preeklampsia dengan kejadian perdarahan postpartum pada
multipara, ibu yang preeklampsia beresiko terkena perdarahan
postpartum sebesar 3,8 lebih besar dibandingkan dengan ibu yang tidak
preeklampsia. Pada wanita dengan preeklampsia terjadi perubahan pada
organ-organ penting di dalam tubuh, salah satunya adalah disfungsi sel
endotel, yaitu kerusakan sel endotel oleh perokksida lemak yang bersifat
toksik yang beredar ke seluruh tubuh yang dapat merusak sel endotel,
begitu pula sel endotel yang ada di uterus sehingga perlu diwaspadai
adanya perdarahan pada postparum sebagai akibat dari kegagalan
miometrium untuk berkontraksi (Saifuddin, 2010).
Menurut Yelsi Khairani (2019) Preeklampsia akan berakhir setelah
persalinan. Namun, masih dibutuhkan observasi yang ketat
57

pascapersalinan karena tekanan darah yang masih tinggi dan


kemungkinan terjadinya kejang pascapersalinan (mayoritas terjadi 24 jam
pascapersalinan walaupun ada juga yang terjadi 48 jam pascapersalinan).
Oleh karena itu, profilaksis kejang dengan magnesium sulfat harus
dilanjutkan sampai 24 jam pascapersalinan. Protap yang dilakukan pada
Ny. I adalah pemberian dosis MgSO4 rumatan selama 6 jam saja
dikarenakan tekanan darah 140/90 mmHg dan protein urine telah negatif
sesuai dalam Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan
Dasar dan Rujukan (2013).
Selain itu Ny. I diberikan terapi obat oral nifedipin 10 mg 3x1 sesuai
dengan penelitian San Cahyo Rini (2010) antihipertensi pada
preeklampsia berat diberikan jika tekanan darah ≥160/110 mmHg. Jenis
antihipertensi yang diberikan adalah nifedipin, jika tekanan darah
≥140/90 mmHg sd <160/110 mmHg diberikan antihipertensi methyldopa
jika pasien mengalami edema paru, payah jantung kongesif, edem
anasarka diberikan obat golongan diuretikum
Kemungkinan terjadinya kasus preeklamsi berat pada Ny. I menurut
Sarah Dyanggari adalah dikarenakan jarak antar kehamilan dan paritas.
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama. Sebuah penelitian
menunjukkan bahwa nuliparitas meningkatkan kemungkinan terjadinya
preeklampsia sebanyak 3 kali lipat. Sedangkan ibu yang masuk ke dalam
golongan multipara adalah ibu yang sudah melahirkan lebih dari 1 kali dan
tidak lebih dari 4 kali, memiliki risiko sebesar 1% untuk mengalami
preeklampsia. Risiko pada kehamilan kedua atau ketiga secara langsung
berhubungan dengan waktu persalinan sebelumnya. Ketika intervalnya adalah
lebih dari sama dengan 10 tahun, maka risiko ibu tersebut mengalami
preeklampsia adalah sama dengan ibu yang belum pernah melahirkan
sebelumnya.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rien A. hutabarat dkk didapatkan
hasil bahwa penyebab terjadinya PEB salah satunya adalah jumlah paritas dan
jarak persalinan. Hasil penelitian karakteristik pasien preeklampsia
58

berdasarkan jumlah paritas menunjukkan bahwa pasien dengan kelompok


jumlah paritas terbanyak adalah multigravida dengan jumlah pada
preeklampsia ringan sebanyak 49 orang (62%) dan pada preeklampsia berat
33 orang (59%).
Hasil penelitian karakteristik pasien preeklampsia berdasarkan jarak
persalinan penderita preeklampsia yang telah diketahui merupakan wanita
dengan status multigravida dimana hasil untuk penderita preeklampsia ringan
didominasi oleh kelompok jarak persalinan antara 2 – 5 tahun sebanyak 24
orang (50%) dan untuk penderita preeklampsia berat di dominasi oleh
kelompok 2 – 5 tahun sebanyak 18 orang (52,94%). Hasil penelitian ini sesuai
dengan hasil penelitian Nuryani(2013) yang mencari hubungan antara jarak
persalinan < 2 tahun dengan kejadian preeklampsia dimana pada penelitian
tersebut para peneliti mendapatkan hasil tidak berhubungan dan hasil tersebut
sesuai dengan hasil penelitian ini dimana hasil penelitian ini menunjukkan
penderita preeklampsia didapatkan pada jarak persalinan 2 – 5 tahun
bukanlah pada jarak persalinan < 2 tahun (Rien A. Hutabarat, 2016).
Berdasarkan faktor-faktor risiko yang disebabkan diatas adalah tidak terjadi
kesenjangan dengan praktik di lapangan dikarenakan anak terakhir dari Ny. I
hanya berusia 1 tahun dengan kehamilan sekarang, maka dari itu hal ini
menjadikan sebagai salah satu faktor risiko.
Pada postpartum 6 jam Ny. I dan keluarga memaksa untuk pulang
sehingga bidan jaga melakukan kolaborasi dengan dokter, dan advis
dokternya adalah untuk menandatangani surat pernyataan, dan memberikan
terapi obat Nifedipin 10 mg 3x1. Hal ini sesuai dengan Yelsi Khairani (2019)
Jika pasien akan dipulangkan dengan obat antihipertensi, penilaian ulang
terhadap tekanan darah harus dilakukan, setidaknya 1 minggu setelah keluar
dari rumah sakit. Kecuali pada pasien dengan hipertensi kronik, tekanan
darah akan kembali normal dalam waktu maksimal 3 bulan pascapersalinan.

G. Bayi Baru Lahir


59

Pada Kasus yang terjadi di Puskesmas PONED Watubelah Bayi Baru


lahir cukup bulan dengan BBLR pada Ny I tanggal 14 Februari 2019 pukul
05.20 WIB. Bayi Ny. I lahir cukup bulan gravida 39-40 minggu, lahir
spontan pukul 05.20 WIB tidak ditemukan adanya masalah, menangis
spontan,kuat, tonus otot positif (+) warna kulit kemerahan jenis kelamin
perempuan, BB 2350 gram, PB 46 cm, LK : 33 cm, Respirasi: 40 x/m,
Temperatur/Suhu : 36,5 0C . anus (+) dan tidak ada cacat bawaan.
Bayi berat lahir rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya
saat lahir kurang dari 2500 gram (sampai dengan 2499 gram). Sejak tahun
1961 WHO telah mengganti istilah prematur dengan bayi berat lahir rendah
(BBLR). Hal ini dilakukan karena tidak semua bayi yang berat badannya
kurang dari 2500 gram pada waktu lahir adalah bayi prematur (Rukiyah &
Yulianti, 2012). Maka dapat disimpulkan bahwa Bayi Ny. I termasuk ke
dalam kategori bayi kecil sesuai masa kehamilan/ IUGR (Intra Uterine
Growth Restriction) dikarenakan bayi lahir pada saat usia kehamilan 40-41
minggu akan tetapi dengan berat lahir hanya 2350 gram.
Menurut Ismi Trihardiani dalam penelitiannya dikatakan bahwa
penyebab dari terjadinya kejadian IUGR adalah tingkat pendidikan, jarak
kehamilan dan paritas. Tingkat pendidikan faktor merupakan faktor yang
berpengaruh secara tidak langsung terhadap kejadian BBLR namun bisa
dijelaskan secara sederhana bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang maka semakin banyak pula informasi yang bisa ia dapatkan
mengenai BBLR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar subyek
tidak berisiko melahirkan BBLR berdasarkan jarak kelahiran dengan proporsi
90,8%, dan hanya 9,2% subyek yang berisiko BBLR. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa paritas subyek berkisar antara 1-9 kali dengan rerata 2
kali. Ibu hamil dikatakan berisiko berdasarkan paritas apabila memiliki
riwayat melahirkan sebanyak lebih dari sama dengan empat. Peneliti
menunjukkan bahwa sebagian besar subyek tergolong tidak risiko dengan
proporsi 87,6%, dan hanya 12,4% subyek yang berisiko (Ismi Trihardiani,
2011).
60

Ibu hamil dengan tingkat pendidikan tinggi secara otomatis semakin


banyak pula pengetahuannya mengenai langkah-langkah dalam pencegahan
BBLR. Ibu yang berpendidikan rendah sulit untuk menerima inovasi dan
sebagian besar kurang mengetahui pentingnya perawatan pra kelahiran.
Disamping itu juga mempunyai keterbatasan mendapatkan pelayanan
antenatal yang adekuat, keterbatasan mengonsumsi makanan yang bergizi
selama hamil. Demikian pula halnya dengan jarak kelahiran, hanya 9,2%
subyek yang melahirkan anaknya kurang dari dua tahun. Anjuran yang
dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN) jarak
kelahiran yang ideal adalah dua tahun atau lebih. Jarak antara dua kehamilan
menunjukkan manifestasi nyata pada persediaan energi dan zat gizi ibu serta
kemampuan ibu untuk memelihara kehamilan dan memberikan ASI sesudah
kelahiran anak.
Berdasarkan hasil penelitian hanya sebagian kecil (12,4%) subyek
dengan paritas lebih dari empat. Paritas lebih dari empat ini berisiko
mengalami komplikasi serius, seperti perdarahan dan infeksi yang akan
mengakibatkan adanya kecenderungan bayi lahir dengan kondisi BBLR
bahkan terjadinya kematian ibu dan bayi. Hasil menunjukkan ada subyek
yang memiliki nilai paritas sembilan. Hal ini berkaitan dengan persepsi
masyarakat setempat bahwa banyak anak akan membawa banyak rezeki.
Selain itu dapat juga disebabkan oleh faktor agama dan pendidikan.
Selain faktor-faktor tersebut diatas penyebab dari terjadinya IUGR
adalah sistem uteroplasenta. Suplai darah dan nutrisi dari sistem uteroplasenta
memiliki peran yang penting dalam pertumbuhan janin intra uteri dan berat
badan lahir. Pada kasus ibu dengan preeklampsia, dimana terjadi gangguan
pada sistem uteroplasenta, pertumbuhan janin dan berat badan lahir menjadi
tidak optimal sehingga muncul luaran perinatal berupa bayi berat badan lahir
rendah.
Segera setelah bayi lahir, penulis menetekkan bayi pada Ny. I dengan
melakukan proses Inisiasi Menyusui Dini (IMD). Hal ini dilakukan supaya
dapat merangsang uterus berkontraksi dan mencegah perdarahan. Setelah
61

persalinan selesai, melakukan penilaian pada bayi dan melakukan perawatan


selanjutnya pada bayi yaitu menjaga kehangatan pada bayi, menganjurkan ibu
untuk menyusui bayinya dengan cara memberitahu ibu cara menyusui yang
benar, dan menempatkan bayi di lingkungan yang hangat. Pada bayi Ny. I
diberikan vitamin K 1 mg secara IM dan salep mata sebagai profilaktif yaitu
salep tetracycline 1%. Profilaktif mata tidak akan efektif bila tidak diberikan
pada 1 jam pertama, oleh karena itu, segera memberikan profilaktif tersebut.
Dan pemberian imunisasi Hb 0 1 jam setelah pemberian vitamin K, karena
menurut penelitian terbaru bahwa pemberian imunisasi Hb 0 harus diberikan
pada bayi maksimal dalam 24 jam pertama.
Kunjungan 6 jam neonatus adalah menerapkan metode kangguru dan
konseling kepada ibu tentang tanda bahaya bayi baru lahir, perawatan bayi
baru lahir, perawatan tali pusat, cara menyusui yang benar, ASI Eksklusif dan
cara menyusui. Pada bayi dengan BBLR potensial terbesar adalah hipotermi
karena cadangan lemak coklat bayi belum mampu secara maksimal dalam
menjaga suhu tubuhnya, penulis memberikan KIE kepada ibu dan keluarga
untuk selalu menjaga kehangatan bayi, metode kanguru serta menjelaskan
proses kehilangan panas. Hal ini sesuai dengan artikel yang ditulis oleh
Bernie Endyarni (2013) bahwa Perawatan Metode Kanguru (PMK)
merupakan alternatif pengganti incubator dalam perawatan BBLR, dengan
beberapa kelebihan antara lain: merupakan cara yang efektif untuk memenuhi
kebutuhan bayi yang paling mendasar yaitu adanya kontak kulit bayi ke kulit
ibu, dimana tubuh ibu akan menjadi thermoregulator bagi bayinya, sehingga
bayi mendapatkan kehangatan (menghindari bayi dari hipotermia), PMK
memudahkan pemberian ASI, perlindungan dari infeksi, stimulasi,
keselamatan dan kasih sayang. PMK dapat menurunkan kejadian infeksi,
penyakit berat, masalah menyusui dan ketidakpuasan ibu serta meningkatnya
hubungan antara ibu dan bayi serta meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan bayi.
62

Kunjungan 6 jam bayi baru lahir adalah Menjaga kehangatan,


membersihkan jalan nafas, mengeringkan bayi dengan tetap menjaga
kehangatan, Tali pusat terbukan sesuai dengan teori bahwa tali pusat harus di
biarkan kering tanpa di bungkus apapun dan diberikan vitamin K 1 mg secara
IM dan salep mata sebagai profilaktif yaitu salep tetracycline 1%. Profilaktif
mata tidak akan efektif bila tidak diberikan pada 1 jam pertama, oleh karena
itu, segera memberikan profilaktif tersebut (Wiknjosastro, 2008). Yang perlu
diperhatikan dalam pemberian asuhan bayi prematur adalah pencegahan
kehilangan panas tubuhnya dan pemberian nutrisi bayi dengan ASI. Pada bayi
lahir yaitu jaga kehangatan, bersihkan jalan nafas, keringkan dan tetap jaga
kehangatan, potong dan ikat tali pusat tanpa membubuhi apapun, beri salep
mata tertaskilin 0,5% pada kedua mata, lalu suntikan vitamin Neo K 1Mg/0,5
cc intramuscular di 1/3 paha bagian luar sebelah kiri anterolateral setelah
inisiasi menyusui dini (IMD) (Asuhan Persalinan Normal, 2017). Karena ibu
dalam pengobatan, maka dari itu saran dari dokter untuk tidak melanjutkan
pemberian ASI kepada bayinya dikarenakan mekanisme saat menyusui dapat
merangsang kelenjar oksitosin yang berpengaruh pada jantung. Ini akan
membuat jantung bekerja lebih keras dan dapat memicu gagal jantung.
Kunjungan 3 hari postnatal normal dengan BBLR konseling kepada ibu
dan keluarga untuk melanjutkan metode kangguru dan tentang menjaga
kehangatan bayi, pemberian ASI, perawatan tali pusat. Kujungan 14 hari
postnatal normal konseling kepada ibu tentang tanda bahaya pada bayi baru
lahir yaitu susah memberi ASI, bayi susah bernafas, warna kulit bayi/ icterus,
suhu bayi panas (hiportermi) dan terlalu dingin (hipertermi), kebersihan bayi,
dan tanda-tanda infeksi lainnya.

H. Masa Nifas
Tanggal 14 Maret 2019 pukul 11.40 WIB di PONED Watubelah Ny. I 6
jam postpartum mengeluh sedikit pusing, ASI sudah keluar. Penulis
melakukan pemeriksaan terhadap Ny. I dan didapatkan tekanan darah 140/90
63

mmHg dan protein urine +1. Maka dari itu, Ny. I masih mengalami
preeklamsia berat.
Pada kasus ini Ny. I saat pemeriksaan TFU adalah 2 jari dibawah pusat,
terdapat pengeluaran lochea rubra. Dalam buku Asuhan Kebidanan Pada
Masa Nifas menunjukkan tidak adanya kesenjangan antara kasus dengan
teori. Menurut Febi Sukma (2017), macam-macam lochea yakni :Lochia
Rubra (Cruenta) : ini berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban sel-sel
desidua (desidua, yakni selaput lendir Rahim dalam keadaan hamil), verniks
caseosa (yakni palit bayi, zat seperti salep terdiri atas palit atau semacam
noda dan sel-sel epitel, yang menyelimuti kulit janin) lanugo, (yakni bulu
halus pada anak yang baru lahir), dan meconium (yakni isi usus janin cukup
bulan yang terdiri dari atas getah kelenjar usus dan air ketuban, berwarna
hijau kehitaman), selama 2 hari pasca persalinan. Lochia Sanguinolenta :
Warnanya merah kuning berisi darah dan lendir. Ini terjadi pada hari ke 3-7
pasca persalinan. Lochia Serosa : Berwarna kuning dan cairan ini tidak
berdarah lagi pada hari ke 7-14 pasca persalinan. Lochia Alba : Cairan putih
yang terjadinya pada hari setelah 2 minggu.
Pada kasus ini Ny. I pada saat pemeriksaan genetalia terdapat
pengeluaran lochea dimana lochea tersebut berwarna merah segar yang biasa
disebut loche rubra, jika dilihat dari jenis lochea yang terdapat pada saat
pemeriksaan itu merupakan hal yang fisiologis. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa asuhan kebidanan pada penatalaksanaan kasus dan teori tidak ada
kesenjangan. Asuhan yang dapat diberikan pada Ny. I adalah kebutuhan
nutrisi, pola istirahat, personal hygene dan dukungan emosional serta
memotivasi untuk terus memberikan ASI ekslusif serta pemantauan tekanan
darah dan protein urine.
Penulis melakukan kunjungan rumah pada hari ketiga yang didapatkan
hasil anamnesa obat penurun tekanan darah tinggi tidak diminum sejak
pulang dari PONED. Serta TD: 180/110 mmHg serta protein urine +1. Maka
dari itu penulis memberitahukan hasil pemeriksaan kepada Bidan Koordinator
dan Bidan Desa sehingga pada tanggal 18 Februari 2019 pasien dilakukan
64

rujukan untuk dirawat di ICU RSUD Arjawinangun. Menurut data sekunder


yang disampaikan oleh klien dan Bidan Desa, ketika dirawat intensif di ICU,
klien dikonsulkan ke dokter jantung serta dokter spesialis penyakit dalam.
Terapi obat yang diberikan oleh pihak rumah sakit adalah Eprinoc 50 mg 1x1
(obat yang digunakan untuk pengobatan simtomatik terhadap kondisi yang
terkait dengan spasme musuloskeletal/ kejang otot), Lansoprazole 30 mg 1x1
(obat yang digunakan untuk mengobati penyakit-penyakit yang disebabkan
oleh kelebihan asam lambung, seperti gastroesophageal reflux disease
(GERD).
65

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam asuhan yang telah diberikan kepada Ny. I penyusun dapat
menyimppulkan bahwa:
1. Penyusun mampu melakukan pengkajian data sekunder namun ada
beberapa data sekunder yang kurang fokus seperti saat Ny. I dirawat di
Ruang ICU.
2. Penyusun mampu melakukan pengkajian data sekunder namun ada
beberapa data sekunder yang kurang fokus seperti saat Ny. I dirawat di
Ruang ICU.
3. Penyusun mampu melakukan analisis sesuai dengan data yang diperoleh
secara anamnesa dan pemeriksaan fisik terhadap Ny. I.
4. Penyusun mampu melakukan asuhan sesuai dengan kewenangan yang
telah diatur dalam UU No. 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan.
5. Penyusun mampu mendokumentasikan asuhan yang telah diberikan
kepada Ny. I dalam bentuk SOAP.

B. Saran
6. Bagi instansi kesehatan
Diharapkan melakukan deteksi dini faktor risiko pre eklampsia,
sehingga dapat memberikan pendidikan kesehatan yang sifatnya
promotive, preventive, kurative kepada ibu hamil dan melahirkan.
Sehingga dapat mengantisipasi adanya kegawatdaruratan pada ibu
maupun bayi dan segera melakukan rujukan dalam rangka membantu
menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan bayi.
7. Bagi Masyarakat
Diharapkan masyarakat dapat mengenali tanda bahaya kehamilan pre
eklampsia (tensi tinggi, oedem, proteinuria) sehingga menerapkan
langkah-langkah promotive dan preventif dengan petunjuk dari petugas
66

kesehatan untuk mencegah terjadinya komplikasi kehamilan dan


mengurangi risiko kelahiran BBLR.

Anda mungkin juga menyukai